Anda di halaman 1dari 128

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaan dan perlindunganNya laporan arsitektur vernakular Desa Rendu Ola ini
dapat terselesaikan.

Penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam penulisan laporan selanjutnya. Kami berterimakasih kepada pihak
yang turut serta baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan
ini.

Kami berharap laporan ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan wawasan
pembaca mengenai arsitektur vernakular.

Kupang, 25 November 2019

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman. Keberagaman


tersebut dapat dilihat dari bangsanya sendiri yang terdiri dari berbagai suku
dan ras dengan keunikannya masing - masing. Salah satu keunikan yang
dimiliki bangsa Indonesia dapat dilihat dari arsitekturnya. Arsitektur pada
suatu daerah dibangun dengan menggunakan bahan - bahan lokal yang
terdapat pada daerah itu sendiri. Arsitektur ini disebut arsitektur vernakular

Menurut Lloyd (1997) arsitektur vernakular merupakan bangunan


rakyat yang tumbuh sebagai respon atas kebutuhan dasar dan disesuaikan
dengan lingkungan setempat.

Pada era modern ini sebagian besar orang lebih menyukai desain
arsitektur yang mengikuti perkembangan zaman. Selain mengikuti
perkembangan zaman, bahan yang digunakan lebih mudah diperoleh karena
merupakan bahan pabrikasi yang tidak membutuhkan waktu lama dalam
proses pembuatannya. Hal ini mengakibatkan keberadaan arsitektur
vernakular semakin terancam.

Sebagai bangsa Indonsesia yang menyadari pentingnya keberadaan


arsitektur vernakular kita harus memiliki upaya dalam pelestarian arsitektur
tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
mempertahankan arsitektur vernakular pada masing - masing daerah secara
turun temurun.

Salah satu daerah yang kaya akan arsitektur vernakular adalah Nussa
Tenggara Timur. Sebagian besar daerah di Nusa Tenggara Timur masih
mempertahankan keaslian arsitektur vernakularnya dengan tidak
menggunakan bahan pabrikasi. Penggunaan bahan pada setiap bagian
arsitekturnya menggunakan bahan - bahan alami yang berasal dari daerah itu

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 1


sendiri. Salah satunya adalah Desa Rendu Ola, Kecamatan Aesesa Selatan,
Kabuoaten Nagekeo.

Desa Rendu Ola terdiri dari tujuh suku yaitu Suku Ebu Tuja, Suku Ebu
Dapa, Suku We’do, Suku Naka Lado, Suku Para meze Au Poma, Suku Nanga
Lengi dan Suku Diri Keo. Selain tujuh suku, Desa Rendu Ola terdiri ari
delapan buah rumah adat yang dikategorikan dalam tiga jenis rumah adat
yaitu Sa’o Lado Riwu ( Rumah Adat Utama), Sa’o Aja Ola ( Rumah Adat
Biasa ) dan Sa’o Naka Lado ( Rumah Darurat ).

Arsitektur vernakuler sangat berhubungan erat dengan masyarakatnya.


Hal ini dikarenakan arsitektur tersebut digunakan oleh masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu dalam mempelajari arsitektur vernakuler kita tidak hanya
mempelajari bangunannya saja tetapi masyarakat dan lingkungan sekitarnya
juga perlu dipelajari.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana kehidupan sosial dan budaya masyarakat Rendu Ola ?
1.2.2. Bagaimana kondisi tapak pada Desa Rendu Ola ?
1.2.3. Bagaimana pola dan tata ruang rumah adat pada Desa Rendu Ola ?
1.2.4. Bagaimana model struktur dan konstruksi rumah adat Desa Rendu
Ola ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk menjelaskan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Rendu
Ola.
1.3.2. Untuk menjelaskan kondisi tapak pada Desa Rendu Ola.
1.3.3. Untuk menjelaskan pola dan tata ruang rumah adat pada Desa Rendu
Ola.
1.3.4. Untuk menjelaskan model struktur dan konstruksi rumah adat Desa
Rendu Ola.
1.4. Manfaat

Untuk menambah wawasan dan pengetahun mengenai arsitektur


vernakular dalam hubungannya dengan sosial budaya, tapak, ruang, dan
struktur rumah adat Desa Rendu Ola.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 2


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Arsitektur vernakular dipengaruhi oleh berbagai aspek berbeda, mulai dari


perilaku manusia hingga kondisi lingkungan, yang membuat bentuk bangunan
menjadi berbeda-beda tergantung fungsinya. Frank Lloyd Wright menggambarkan
arsitektur vernakular sebagai “bangunan masyarakat yang muncul untuk menanggapi
kebutuhan yang ada, sesuai dengan lingkungan, dan dibangun oleh orang-orang yang
mengetahui secara jelas kebutuhan yang diinginkan”.

Arsitektur merupakan sebuah karya yang bukan kebutuhan mendasar akan


bangunan fisik saja, tetapi dilandasi oleh perhitungan–perhitungan rasional, dan
arsitektur ini dapat menciptakan hubungan secara vertikal dengan pencipta-Nya dan
spritiual antara manusia dengan alam semesta, serta hubungan sosial budaya antara
sesama manusia dengan alam semesta, serta hubungan sosial budaya antar sesama
(Bano Et Al, 1992)

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam struktur arsitektur vernakuler :

 Pengaruh iklim pada arsitektur vernakular bisa membuat struktur


bangunan menjadi sangat kompleks. Struktur bangunan vernakular di
wilayah Timur Tengah contohnya, sering kali memiliki halaman di
bagian tengah rumah dengan air mancur atau kolam untuk
mendinginkan udara.
 Lingkungan dan material bangunan
Menurut Koentjaraningrat (2009), dalam penyelesaian
teknologi membangun rumah,bentuk serta model bangunannya lebih
cenderung memilih bentuk rumah bertiang atau di atas tiang (pile
dwelling) dengan sistem sambungan yang memanfaatkan material
lokal setempat mulai dari material pondasi, dinding, dan atap serta alat
penyambung konstruksinya.
Suasana lingkungan setempat dan bahan konstruksi bangunan

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 3


dapat memberikan aspek tersendiri pada arsitektur vernakular. Daerah
dengan banyak pohon biasanya menggunakan kayu sebagai bahan
bangunan, sementara daerah tanpa kayu biasanya menggunakan
lumpur atau batu sebagai material bangunan. Di negara Timur biasanya
mereka menggunakan bambu untuk membuat bangunan karena di sana
bambu sangat berlimpah dan serbaguna. Namun, harus diingat pula
bahwa arsitektur vernakular sangat ramah lingkungan dan tidak
memakai bahan-bahan alami dari alam secara berlebihan.
 Sosial dan Budaya
Cara hidup dari penggunanya, serta bagaimana mereka
menggunakan bangunan, memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap bentuk bangunan. Banyaknya anggota keluarga mendorong
mereka untuk berpikir bagaimana membagi ruangan untuk tiap anggota
keluarga, sehingga mempengaruhi tata letak dan ukuran tempat tinggal.
Di Afrika Timur yang memiliki masyarakat poligami, terdapat tempat
tinggal terpisah untuk istri yang berbeda, atau tempat tinggal terpisah
untuk anak laki-laki yang sudah dewasa agar tidak satu rumah dengan
anak perempuan. Struktur pemisah ini mengatur interaksi sosial dan
juga privasi dari tiap anggota keluarga. Sebaliknya, di Eropa Barat,
struktur pemisah seperti ini dilakukan di dalam satu rumah, dengan
membagi bangunan menjadi beberapa kamar terpisah.
2.1. Karakteristik Bangunan Vernakular

Kata vernakular sebenarnya lebih mengacu kepada konsep struktur sosial


dan ekonomi masyarakat kebanyakan, sehingga lokalitas, kesederhanaan,
pewarisan nilai-nilai (regenerasi) merupakan 3 hal utama dalam kebudayaan
vernakular. Arsitektur Vernakular adalah lingkungan binaan, khususnya
bangunan asli yang dirancang bangun serta dimiliki oleh suatu masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan kehidupan fisik dasar (rumah tinggal), sosial budaya dan
ekonomi suatu masyarakat, terdiri dari tempat tinggal dan semua bangunan lain ,
terkait dengan konteks lingkungan hidup dan sumber daya setempat
(lokal),tumbuh dari kondisi lokal serta masih bersifat sederhana, menggunakan
teknologi sederhana, dianut secara berkesinambungan beberapa generasi.
Arsitektur Vernakular merujuk pada karya manusia/penduduk biasa.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 4


Beberapa karakteristik Bangunan Vernakular yaitu :

a. Arsitektur vernakular mencakup rumah tinggal dan bangunan lainnya


yangberkaitan dengan konteks lingkungan dan sumber daya setempat/lokal,
individu atau masyarakat setempat yang memilikinya, mencakup : rumah
tinggal, rumah petani di lahan pertanian, bangunan untuk menyimpan hasil
pertanian atau ternak, kincir air, bangunan tempat bekerja pengrajin,
lumbung, dan balai adat (Brunskil dalam Gartiwa,2011)
b. Bentuk arsitektur yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan dasar suatu
komunitas masyarakat, nilai-nilai, ekonomi, cara pandang hidup suatu
masyarakat tertentu. Aspek fungsi sangat dominan,namun tidak dibangun
untuk mengedepankan estetika atau hal-hal yang bersifat gaya/langgam,
kalaupun ada, sedikit sekali peranannya. Hal ini dibedakan dengan arsitektur
elit, yang dicirikan oleh unsur-unsur gaya desain sengaja dilahirkan
untuktujuan estetik yang melampaui kebutuhan fungsional suatu bangunan
(Oliver,1993).
c. Arsitektur yang tanpa dirancang bangun oleh pengrajin, tanpa peran seorang
arsitek professional, dengan teknik dan material lokal, lingkungan lokal :
iklim, tradisi ekonomi (Rudofsky,1965)
d. Bentuk bangunan vernakular bersifat kasar, asli lokal, jarang menerima
inovasi dari luar, karena didasarkan pada kebutuhan manusia dan
ketersediaan material bangunan setempat. Sehingga fisik dan kualitas
estetika, bentuk dan struktur serta tipologi bangunannnya dipengaruhi oleh
kondisi geografi (Masner,1993).
e. Bangunan vernakular bersifat abadi yaitu memiliki keberlakuan yang
panjang, konstan/terus menerus yang diperoleh dari reaksi
naluriah/spontan/tidak sadar diri terhadap kondisi lingkungan alam setempat
(Jackson,1984).
f. Arsitektur vernakular adalah produk budaya pertukangan secara manual
dalam membangun yang didasarkan pada logika sederhana, diulang dalam
jumlah terbatas sebagai adaptasi terhadap iklim, bahan, dan adat istiadat
setempat.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 5


g. Pola transfer pengetahuan dilakukan secara verbal (tidak tertulis) dari
generasi ke generasi berikutnya individu-individu dibimbing oleh suatu
rangkaian konvensi (aturan tidak tertulis), yang dibangun dalam lokalitasnya
(Oliver,1993).

2.2. Elemen Pembentuk Arsitektur Vernakular

Berdasarkan elemen-elemen pembentuk arsitektur vernakular yang


ada, dapat dinyatakan bahwa arsitektur vernakular adalah sebuah kesatuan
antara bentukan fisik dan kandungan makna abstrak yang terwujud melalui
teknis, budaya, dan dipengaruhi oleh lingkungan. Konsep arsitektur
vernakular tersusun atas 3 elemen, yaitu: ranah, unsur, dan aspek-aspek
vernakularitas.

a. Ranah.
Ranah adalah 1) bidang disiplin, 2) elemen atau unsur yang dibatasi.
Pengertian ini digunakan sebagai dasar memahami ranah arsitektur
vernakular.
b. Unsur
Unsur adalah 1) bagian terkecil dari suatu benda, 2) bagian benda, 3)
kelompok kecil (dari kelompok yang lebih besar). Unsur dalam konteks
arsitektur vernakular merupalan pembahasan yang dapat memperjelas
sifat vernakularitas. Bentuk-bentuk dalam arsitektur memiliki nilai-nilai
simbolik karena simbol-simbol mengandung makna dibalik bentuk
arsitektur tersebut. Oleh karena itu arsitektur (mikrokosmos) merupakan
simbol dari alam semesta (makrokosmos). Arsitektur sebagai
mikrokosmos ditata dan diatur berdasarkan aturan yang ada pada alam
semesta. Aturan-aturan itu diwujudkan dalam penataan dan penyusunan
fisik area dan ruang, arah orientasi, perbedaan tinggi lantai, aturan-aturan
tentang penggunaan arsitektur, dan sebagainya. Rapoport (1977) juga
mengemukakan bahwa simbol dan makna arsitektur sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya dan faktor lingkungan sekitarnya. Faktor lain yang
ikut berpengaruh adalah ekonomi, politik dan sosial.

c. Aspek-aspek vernakularitas.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 6


Aspek-aspek vernakularitas merupakan aspek-aspek yang menjadi
elemen dasar dalam mengkaji sebuah karya arsitektur vernakular. Dari
referensi dalam bahasan ini dapat digaris bawahi 3 aspek vernakularitas
yaitu aspek teknis, aspek budaya, dan aspek lingkungan.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 7


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Alasan Penggunaan Metode

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus dengan
pendekatan kualitatif. Metode studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukn
untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan
interaksi lingkungan suatu unit sosial : individu, kelompok, lembaga atau
masyarakat.

3.2. Tahapan Penelitian


3.2.1. Persiapan

1. Menyusun rancangan penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berangkat dari permasalahan dalam


lingkup peristiwa yang sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta
diverifikasi secara nyata pada saat berlangsungnya penelitian. Peristiwa -
peristiwa yang diamati dalam konteks kegiatan adalah orang - orang /
organisasi.

2. Memilih lokasi penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka


dipilih lokasi penelitian yang digunakan sebagai sumber data.

3. Mengurus perizinan

Mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk kelancaran kegiatan


penelitian.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 8


4. Survey lokasi

Melakukan survey lokasi dan sosialisasi diri dengan keadaan, karena


peneliti adalah instrumen utama sehingga dapat menetukan kondisi
lapangan.

5. Memilih dan memanfaatkan informan

Memilih narasumber yang tepat untuk memberikan informasi


mengenai masalah yang akan diteliti.

6. Menyiapkan instrument penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama.


Peneliti secara langsung mengumpulkan sejumlah informasi yang
dibutuhkan. Dalam rangka kepentingan pengumpulan data, teknik yang
digunakan dapat berupa kegiatan observasi, wawancara dan dokumentasi.

3.2.2. Lapangan

1. Memahami dan memasuki lapangan

Dalam proses penelitian dengan pendekatan kualitatif peneliti secara


langsung turun ke lokasi untuk memahami bagaimana keadaan pada
lokasi tersebut guna menemukan masalah dan solusi penyelesaiannya.

2. Mengumpulkan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan beberapa teknik yang


diperlukan.

3.2.3. Pengolahan Data

1. Analisis data

Melakukan analisis terhadap data yang telah didapatkan dan dalam hal
ini peneliti bisa melakukan interpretasi dari data yang didapatkan
dilapangan.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 9


2. Mengambil kesimpulan dan verifikasi

Berdasarkan kegiatan - kegiatan sebelumnya, langkah selanjutnya


adalah menyimpulkan dan melakukan verifikasi atau kritik sumber apakah
data tersebut valid atau tidak.

3. Hasil analisis

Langkah terakhir adalah pelaporan hasil penelitian dalam bentuk


tulisan dan biasanya pendekatan kualitatif lebih cenderung menggunakan
metode deskriptif - analitis.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Rendu Ola, Kecamatan Aesesa Selatan,


Kabupaten Nagekeo.

3.4. Sumber Data

Sumber data dalam penelian ini adalah sumber lisan dan tulisan dimana
sumber lisan berupa tindakan dan kata - kata sedangkan tulisan berupa foto dan
catatan tertulis.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam.


Wawancara mendalam adalah teknik dimana peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan
sehingga data - data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat terkumpul secara
maksimal.

3.6. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri.

3.7. Teknik Analisis Data

Dalam tahap analisis terdapat beberapa langkah yang dilakukan yaitu :

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 10


1. Mengelompokkan data berdasarkan kriteria atau penilaian.
2. Membuat perbandingan untuk memperoleh data yang valid.
3. Menyusun laporan hasil penelitian.
4. Membuat kesimpulan menggunakan metode deskriptif - analitis.

3.8. Luaran atau Output

Menghasilkan data yang dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan


mengenai arsitektur vernakular Desa Rendu Ola, Kecamatan Aesesa Selatan,
Kabupaten Nagekeo.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 11


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Sosial Budaya Masyarakat Rendu Ola

Nama Pulau Flores berasal dari Bahasa Portugis “Cabo de Flores” yang
berarti “Tanjung Bunga”. Nama ini semula diberikan oleh S. M. Cabot untuk
menyebut wilayah paling timur dari Pulau Flores. Nama ini kemudian dipakai
secara resmi sejak tahun 1636 oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda Hendrik
Brouwer. Nama Flores yang sudah hidup hampir empat abad ini sesungguhnya
tidak mencerminkan kekayaan Flora yang dikandung oleh pulau ini. Karena itu,
lewat sebuah studi yang cukup mendalam Orinbao (1969) mengungkapkan
bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa (yang artinya Pulau Ular).

.1.1 Profil Desa dan Gambaran Umum wilayah


1. Letak dan Kondisi Geografis

Letak Kabupaten Nagekeo cukup strategis yaitu dibagian tengah


Pulau Flores. Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah
selatan dengan Laut Sawu, sebelah timur dengan Kabupaten Ende, dan
sebelah barat dengan Kabupaten Ngada. Secara astronomis Kabupaten
Nagekeo terletak di antara 8˚26’ 00” - 8˚64’ 40” lintang selatan dan
121˚6’20” - 121˚32’ 00” bujur timur.

2. Topografi
Berbukit-bukit dengan dataran tersebar secara sporadis pada luasan
sempit merupakan ciri topografi Kabupaten Nagekeo. Kebanyakan
permukaannya berbukit dan bergunung, dataran-dataran sempit
memanjang disekitar pantai diapit oleh dataran tinggi atau sistem
perbukitan.Berdasarkan tingkat kemiringan lahan, sebagian besar
wilayah Kabupaten Nagekeo mempunyai kemiringan lahan antara 160
s/d 600 yang mencakup 37,16% dari total luas wilayah. Berdasarkan
data dari BPS, luas wilayah berdasarkan kemiringan lahan sebagai

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 12


berikut:
a. Kemiringan 0 - 3˚ seluas 18.855 ha (13,37%)
b. Kemiringan 4 - 8˚ seluas 7.635 ha (5,41%)
c. Kemiringan 9 - 15˚ seluas 581 ha (4,12%)
d. Kemiringan 16 - 25˚ seluas 25.402 ha (37,16%)
e. Kemiringan 26 - 40˚ seluas 3.214 ha (25,68%)
f. Kemiringan 40 - 60˚ seluas 25.297 ha (17,94%)
g. Kemiringan > 60˚ seluas 711 ha (0,83%)

Dari segi biofisik, elevasi tanah di Kabupaten Nagekeo sangat


bervariasi dari ± 0 m s.d. 925 m dari permukaan laut (dpl), seperti
terlihat pada tabel di bawah ini. Elevasi yang dominan adalah kelas 0-
250 m dpl yang menempati areal sekitar 62.454,17 ha, atau sekitar
44,08% dari total area kabupaten, selanjutnya elevasi 251- 500 m dpl
dengan area sekitar 41.949,7 ha atau setara 29,61% dari luas total
Kabupaten Nagekeo. Sedangkan wilayah Kabupaten Nagekeo yang
berada pada elevasi 501- 750 m dpl luasnya 28.542,13 ha atau sekitar
20,14% dari total luas Kabupaten Nagekeo, dan yang berada di elevasi
>750 m dpl menempati luasan paling kecil yaitu 8.700 ha atau 6,18%.

3. Geologi
Kabupaten Nagekeo termasuk daerah vulkanis muda. Klasifikasi
tanah di Kabupaten Nagekeo terdiri dari jenis tanah Mediteran, Latosol
dan Aluvial. Bahan galian C banyak ditemukan di Kabupaten Nagekeo.
Hal ini dibuktikan dengan hasil pemetaan semi mikro oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
memperlihatkan biji besi di Kecamatan Aesesa, kadar Ferum (Fe)
sekitar 72%. Granit di Desa Nggolonio, Zeolit di Marapokot
(Kecamatan Aesesa) seluas 9,6 ha, Nangaroro 313 ha dan di Desa
Totomala (Kecamatan Wolowae) terdapat di daerah konservasi air,
dengan potensi lestari sekitar 266.721.653 m3. Bahan galian batu kapur,
marmer di Desa Gerodhere (Kecamatan Boawae) luas penyebaran
belum teridentifikasi. Bahan galian pasir batu di Kecamatan Aesesa
jumlah sumberdaya 2.783.483 m3di Kecamatan Boawae terdapat di

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 13


Desa Wolopogo dan Desa Nageoga jumlahnya 191.908.817 m3, sirtu di
Desa Ndora (Kecamatan Nangaroro) dengan luas 1 (satu) ha. Bahan
galian tanah liat terdapat di Kelurahan Danga (Kecamatan Aesesa)
seluas 753,93 ha dengan ketebalan 1,5 m – 2 m dan Watuapi memiliki
kandungan sebesar 17.648.547 ton.
4. Hidrologi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesadengan areal seluas 118.074,29
ha masuk dalam dua wilayah administrasi yaitu Kabupaten Nagekeo
seluas 70.980,15 ha yang sebagian besar berada pada wilayah hilir dan
Kabupaten Ngada seluas 47.094,14 ha yang sebagian besar berada pada
wilayah hulu.Sub DAS Aesesa terdiri dari Wae Woki, Wulabhara,
Aelia-Nagerawe, Gako, Aemau, di antara sub DAS tersebut, tiga sub
DAS terletak di wilayah Kabupaten Nagekeo yaitu sub DAS Aelia-
Nagerawe, Gako, dan Aemau. Sungai Aesesa merupakan sungai utama
dari DAS Aesesa dengan debit ± 7 m³/detik pada musim hujan dan ± 3
m³/detik pada musim kemarau. Beberapa sungai lain yaitu; Ae Bha,
Lowo Lele, Natabhada (Boawae);Ae Maunori (Keo Tengah), Lowo
Redu (Aesesa Selatan); Sungai Nangaroro, Nangemere, Ndetunura
(Nangaroro), serta beberapa sungai lain yang tersebar merata di setiap
kecamatan.Terdapat juga 290 mata air yang tersebar di setiap
kecamatan di Kabupaten Nagekeo, dan diantaranya telah digunakan
masyarakat sebagai sumber air minum.
Tabel 4.1. Nama Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kabupaten
Nagekeo

No Nama DAS Luas (Ha)


1. Aesesa 3.343,6
2. Waemburung 1.916
3. Lowowatumanuk 4.862
4. Lowo Lisu 3.144
5. Lowo Aeliu 1.088
6. Alo Pucu Menes 1.586
7. Alo Wae Rungang 1.324
8. Alo Lepa Depu 644,2
9. Lowo Wakasa 8.424
10. Lowo Aelia 4.648
11. Lowo Bhaba 923,1
12. Lowo Watulado 736,9

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 14


No Nama DAS Luas (Ha)
13. Lowo Me Bhada 2891,73
14. Lowo Leco Neco 1.217
15. Lowo Ulu 8.040
16. Leko Ho Gimenge 1.258
17. Lowo Matago 2.167
18. Lowo Lapu 999,1
19. Ae Mau 25.940
20. Lowo Nere 1.984
21. Ae Toyo 1.353
22. Lowo Raga 1.474
23. Lowo Ledho 3.785
24. Lowo Ki 1.165
25. Ae Maunori 4.656
26. Dowo Ae Petu 1.203
27. Dowo Kampung Baru 1.123
28. Dowo Ae Nanga Mere 6.625
29. Lowo Wona 1.508
30. Lowo Nangaroro 2.502
31. Lowo Kojamata 962,8
32. Ae Toto 2.246
33. Lowo Raterunu 1.666
34. Lowo Natakadi 1.276
35. Lowo Wagha 986,1
36. Lowo Aebai 1.126

Sumber: Bappeda Kab. Nagekeo,2014

Dari daerah Aliran Sungai tersebut dalam tabel 2.1 di atas


terdapa Daerah Aliran Sungai yang melewati lebih dari satu kecamatan
seperti DAS Aesesa yang terbentang dari Kabupaten Ngada sampai di
Kecamatan Aesesa.

5. Klimatologi
Secara umum Kabupaten Nagekeo beriklim tropis, dengan variasi
suhu dan penyinaran matahari efektif rata-rata 8 jam per hari. Musim
hujan berlangsung antara bulan Desember hingga Maret dan musim
kemarau antara bulan April hingga November. Kecamatan Boawae
memiliki curah hujan terbesar selama 3 (tiga) tahun terakhir tahun 2010
s/d 2012, yaitu lebih dari 2.500 mm dan mencapai lebih dari 3.000 mm
pada tahun 2012, disusul Kecamatan Mauponggo yang memiliki curah
hujan sebesar 2.008 mm pada tahun 2012.Curah hujan Kecamatan

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 15


Mauponggo, Keo Tengah, Boawae, Aesesa Selatan dan Wolowae
cenderung meningkat selama periode 2008 s/d 2012, sedangkan curah
hujan di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Nangaroro cenderung
fluktuatif.
6. Penggunaan Lahan
Menurut RTRW Kabupaten Nagekeo (2011) penggunaan lahan
terbagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung
terdiri dari Kawasan hutan lindung seluas 11.071 Ha, hutan bakau
mangrove seluas 1.201,40 ha, cagar budaya dan ilmu pengetahuan
seluas 300 ha, sempadan pantai 1.016 ha dan taman wisata laut seluas
20 ha. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan budidaya pertanian yang
mencakup kelompok tanaman pangan lahan basah, kelompok tanaman
pangan lahan kering, palawija, buah-buahan, holtikurtura, tanaman
perkebunan, tanaman kehutan, dan lahan peternakan. Kawasan
budidaya non-pertanian seluas 4.119,22 ha yang mencakup kawasan
permukiman perkotaan dan perdesaan di dalamnya termasuk
perumahan, industri, pertambangan, pariwisata dan lain-lain di luar
kawasan lindung dan budidaya pertanian. Kawasan budidaya non
pertanian ini lebih dominan berada di pusat-pusat pertumbuhan wilayah
baik perkotaan maupun perdesaan dengan dicirikan tersebarnya pusat-
pusat pemukiman disetiap wilayah.
Tabel 2.2. Nama, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan Per
Kecamatan

No Nama Jumlah Luas Wilayah (Km2)


Administrasi Area Terbangun
. Kecamatan Desa/
Ha (%) Thd Ha (%) Thd
Keluraha
Total Total
n
1. Mauponggo 21 10.252 7,42 22,95 15%
2. Keo Tengah 16 6.562 4,63 17,28 11%
3. Nangaroro 19 23.802 16,80 21,95 14%
4. Boawae 27 32.542 22,97 36,92 24%
5. Aesesa Selatan 7 7.100 5,01 7,12 5%
6. Aesesa 18 43.229 30,51 40,31 26%
7. Wolowae 5 18.209 12,85 6,16 4%
Jumlah 113 141.696 152,7 100%

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 16


0

Sumber: Nagekeo Dalam Angka 2013 (Diolah)

Luas area terbangun dalam tabel 2.2 di atas merupakan hasil kesepakatan pokja dengan asumsi dasar
rata-rata luas bangunan di Kabupaten Nagekeo adalah 36 m2 dan jumlah rumah sama dengan jumlah
rumah tangga.

Desa Rendu Ola,kec Aisesa Selatan, Kab Nagekeo

Luas Wilayah : 7.100 Ha

Jumlah KK : 1588 KK

Jumlah penduduk kecamatan : 13.012 jiwa

- Batas Desa
o Selatan : kecamatan Boawae
o Utara : kecamatan Aisesa
o Timur : kecamatan Boawae
o Barat : Kecamatan Nangaroro
- Fasilitas :
- Bidang kesehatan : Puskesmas 1 unit
- Puskesdes 7 unit
- Bidang pendidikan : 1. SD 13 Unit
2. SMP 4 Unit
3. SMK 1 Unit
- Bidang agama : 2 gereja Katolik
- Hasil bumi : jambu mente, dan kemiri
- Jumlah Desa : 7 Desa ( Desa Definitif )
1. Desa Rendu Butowe
2. Desa Rendu Wawo
3. Desa Tengatiba
4. Desa Rendu Tutubada
5. Desa Rendu Langedewa
6. Desa Rendu Teno

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 17


7. Desa Rendu Wajamura
5 Desa persiapan :
1. Desa Tengatiba Timur
2. Desa Tengatiba Barat
3. Desa Rendu Ola
4. Desa Rendu Natarae
5. Desa Malaboa
- Mata pencaharian :
1. Bertani
2. Menenun

4.1.2. Sejarah Kampung Adat Desa Rendu Ola

Kampung adat adalah tempat yang masih memegang teguh


kebudayaan yang telah bertumbuh sejak dahulu.Keberadaan kampung adat
diindonesia masih belum banyak diketahui. Kampung adat merupakan
suatu komunitas tradisional dengan focus fungsi dalam bidang adat dan
tradisi, dan merupakan suatu kesatuan wilayah dimana para anggotanya
secara bersama-sama melakukan kegiatan social dan tradisi yang ditata oleh
suatu sistem budaya. (surpha dalam pitana 1994:139). Salah satu hal yang
menjadi identitas sebuah kampung adat adalah arsitektur vernakulernya.

Arsitektur vernakular adalah gaya arsitektur yang dirancang


berdasarkan kebutuhan lokal, ketersediaan bahan bangunan, dan
mencerminkan tradisi lokal. Definisi luas dari arsitektur vernakular adalah
teori arsitektur yang mempelajari struktur yang dibuat oleh masyarakat
lokal tanpa intervensi dari arsitek profesional.Arsitektur vernakular
bergantung pada kemampuan desain dan tradisi pembangunan lokal.

Desa Rendu Ola merupakan salah satu perkampungan adat yang


berada kecamatan Aesesa selatan , kabupaten Nagekeo.Menurut cerita
petua adat disana ( Bpk. Rafael ) dia mengatakan bahwa nentek moyang
masyarakat desa rendu ola berasal dari Sulawesi. Setelah mereka datang
dari Sulawesi dan terdampar di Nagelewa,Mbai di bagian pesisir pantai.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 18


Dan mereka menetap disana kurang lebih empat tahun.Setelah itu mereka
pindah ke daerah pegunungan dikali sebelah utara .dari kali tersebut,
mereka kemudian pergi ke Warikeo. Kemudian mereka menetap dan
membuat perkampungan disitu, disana mereka juga membuat Peo
merupakan symbol pemersatu masyarakat didesa rendu Ola .Dimana pada
kampung tersebut juga terdapat peo pertama, yang Kemudian dibakar
dengan api dan sampai sekarang hanya meninggalkan bekasnya saja beserta
bebatuan yang ada disitu.

Pada kampung tersebut terdapat dua suku , yaitu suku Wolowea


dan suku Lambo. Dimana kemudian terjadilah perang antara kedua suku
tersebut. Karena ingin memenangkan perang tersebut, maka suku Wolowea
meminta bantuan dari masyarakat desa Rendu untuk membantu mereka.
Maka pergilah mereka kesana untuk meminta bantuan, dan masyarakat
desa Rendu setuju untuk membantu mereka. Keesokan harinya, suku
Wolowea dan masyarakat Rendu melakukan pertemuan dan memutuskan
menyusun strategi peperangan.

Dari pertemuan tersebut, mereka menyusun strategi dengan cara


mengutus orang orang lemah yang diperintahkan oleh masyrakat desa rendu
untuk masuk kedalam kampung suku Lambo dan memancing masyarakat
Lambo untuk keluar dari kampungnya. Saat orang Lambo terpancing keluar
dari kampngnya, ternyata dibagian sisi kiri dan kanan bukit telah
dbersembunyi orang-orang yang diangga cukup kuat untuk menyerang suku
Lambo dan akhirnya memebunuh mereka menggunakan parang panjang
( Topo ). Parang tersebut merupakan warisan leluhur yang dibawah
langsung dari Sulawesi.

Dari kemenangan Wolowea , suku Wolowea ingin meberikan


hadiah kepada masyarakat desa rendu berupa emas,kerbau namun ditolak
oleh masyarakat desa Rendu. Dari kebingungan suku Wolowea, mereka
melihat kepala suku desa Rendu sedang mencungkil tanah, maka dari itu
mereka mengambil keputusan untuk memberikan mereka hadiah tanah.

Seiring berjalannya waktu, suku Lambo mencurigai bahwa

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 19


masyarakat rendu juga berperan membantu suku Wolowea untuk melawan
mereka.Dan merekapun sepakat untuk membalaskan dendam mereka
kepada suku rendu.Tanpa disadari rencana suku lambo telah diketahui oleh
suku rendu.Maka dari itu suku rendu melaporkan hal itu kepada kepala
suku. Maka kepala suku/moza foa memerintahkan tujuh pahlawan dari
setiap suku yang ada di Rendu, yaitu ;

1. Suku Abu Tuja


2. Suku Abu Dapa
3. Suku We’do
4. Suku Naka Lado
5. Suku Para meze Au Poma
6. Suku Nanga Lengi
7. Suku Diri Keo

Dan kemudian berkumpul dirumah induk dan melakukan


kesepakatan untuk meninggalkan desa Rendu dan pergi ketanah perbatasan
yang diberikan oleh suku Wolowea.Sebelum mereka meninggalkan desa
tersebut, ada seorang wanita tua yang lumpuh yang tidak mau
meninggalkan desa tersebut karena sangat mencintai desa Rendu. Mereka
akhirnya sepakat dan menyusun rencana untuk meninggalkan wanita itu
didesa tersebut untuk melawan suku Lambo. Namun wanita tersebut
memberikan syarat untuk meninggalkan seekor anjing , bamboo runcing ,
pelita. Lalu ia juga memerintahkan untuk membuat orang-orangan dari
bamboo yang diisi air dan diikat dengan tikar lalu ditaruh di setiap rumah
untuk mengelabui suku Lambo seakan-akan ada orang di kampung
tersebut .Kemudian hasil dari strategi tersebut, wanita tersebut berhasil
membunuh tujuh orang menggunakan bamboo runcing.

Atas kekecewaan suku Lambo yang tidak berhasil membalaskan


dendamnya dengan membunuh kepala suku/moza foa, lalu mereka
membakar seluruh rumah dikampung tersebut.Kemudian suku Rendu
pindah dan menetap ditanah pemberian suku Wolowea sampai dengan
sekarang ini.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 20


4.1.3. Kehidupan Kebudayaan

Menurut Prof.Dr.Koentjoroningrat mengatakan, kebudayaan adalah


keseluruhan sistem gagasan,tidakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan cara
belajar

Kebudayaan umat manusia mempunyai unsure-unsur yang bersifat


universal.Unsure-unsur kebudayyan tersebut dianggap universal karna
dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.Menurut
Koentjoroningrat ada tujuh unsure kebudayyan yang menjadi dasar
kehidupan budaya adat.

4.1.4. Kepercayaan dan religi

Sistem religi mengacu kepada kepercayaan dan keyakinan hidup.


Menurut Koentjaranigrat, dalam kamus antropologi mendefenisikan religi
sebagai sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi
keyakinan secar muthlak suatu umat beragama dan upacara-upacara peserta
pemuka-pemuka agama yang melaksanakannya. Sistem religi mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dunia gaib, antara sesama
manusia dan antara manusia dengan lingkungannya yang dijiwai oleh
suasana kekerabatan oleh yang Maha menganutnya.

Pada zaman dahulu masyarakat kampung Rendu Ola, semuannya belum


memiliki agama, mereka percaya kepada leluhur dan nenek moyang sebagai
roh yang menjaga dan disembah dan karena perasaan takut akan penyakit
atau malapetaka, takut tidak berhasil dalam usaha pertanian, masyarakat
senantiasa menyembah roh-roh nenek moyang agar terhindar dari
malapetaka. Saat akan terjadi peristiwa buruk/bencana, nenek moyang
mereka akan memeberikan sebuah tanda melalui mimpi,bunyi-bunyian
bahkan suara burung .Untuk menghormati para leluhur masyarakat
melakukan beberapa upacara dan ritual adat dengan memberikan
persembahan pada tempat persembahan yang disebut Peo. Agama Khatolik
masuk ke desa Rendu pertama kali dibawah oleh bangsa portugis, yang

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 21


melakukan perdagangan sambil menyebarkan agama sekitar tahun 1500 SM.
Kemudian pada tahun 1990-an seorang pastor bernama Yoseph Wiese SVD
mendirikan paroki Bonio yang menjadi paroki pertama dan sekarang menjadi
paroki Kristus Raja.

1. Tempat persembahan (Peo)


Setiap persembahan pada upacara dan ritual adat yang dilakukan,
semuanya akan di letakkan pada tempat persembahan yaitu Peo. pada setiap
sa’o juga memiliki museum kecil yaitu saga untuk menyimpan hasil
persembahan saat melakukan ritual adat yang terdapat dibagian timur dari
sa’o dan museum kecil ini harus di hadapkan langsung ke matahari.

Gambar : Peo
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

2. Kepercayaan Adat
Pada setiap sa’o , mempunyai sebuah museum atau Saga untuk
menyimpan hasil persembahan saat melakukan ritual adat yang diletakan
dibagian kiri dari sa’o dan Saga harus diletakan langsung kearah terbit
matahari. Sedangkan pada rumah induk atau Istana terdapat perbedaan pada
struktur bangunannya dimana strukturnya terbuat dari papan yang
dipercayai masyarakat setempat bahwa sa’o tersebut sudah dewasa dan
disebut sebagai istana. Dan untuk sa’o atau rumah adat yang konstruksi
bangunannya terbuat dari bambu atau naja dipercayai bahwa sa’o tersebut

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 22


belum dewasa.

Gambar : Sao

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

Masyarakat desa Rendu Ola memiliki kepercayaan bahwa para leluhur


atau nenek moyang akan datang untuk makan, sehingga didalam dapur
bagian tungku, harus diletakan sebuah bambu yang sedikit lebih panjang
yang disebut Lipitozo dimana bambu ini digunakan untuk menaruh
makanan bagi para leluhur . dan masyarakat kampung dilarang untuk
menginjak tempat tersebut karena dianggap luhur. Apabila salah menginjak
tempat tersebut, maka akan mendapatkan malapetaka atau musibah. Untuk
mengatasinya haruslah memberitahu kepada tua adat agar menghapus
segala musibah yang mungkin akan terjadi.
Masyarakat desa Rendu Ola percaya bahwa dalam rumah atau sa’o
untuk pintu belakangnya tidak boleh ada supaya rezeki yang masuk tidak
keluar dan tetap berada didalam rumah. Juga masyarakat mempercayai
untuk tungku api haruslah berada disebelah kiri rumah supaya para wanita
diberikan kekuatan dan semangat dalam bekerja.
Masyarakat juga mempercayai hati babi atau biasa disebut ate wawi
sebagai salah satu media untuk melihat tanda-tanda atau informasi yang
disampaikan oleh nenek moyang untuk masyarakat desa tersebut yang
dimana hati babi atau ate wawi ini akan dilihat oleh tua adat. Apabila ada
terjadi keganjilan pada hati babi, maka tua adat akan menyampaikannya
kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat memperbaiki keganjilan
tersebut.
Masyarakat desa Rendu Ola juga mempercayai pada pintu masuk atau

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 23


gerbang masuk ke dalam desa ketika kita memasukinya, kita akan
dibersihkan dari roh-roh jahat, jadi ketika sudah berada dalam desa kita
sudah disucikan atau dibersihkan dari roh-roh jahat tersebut.
3. Larangan :
Masyarakat kampung percaya adanya larangan-larangan yang tabu dan
tidak diperbolehkan didesa, dalam hal ini adalah, larangan untuk setiap
wanita tidak diperbolehkan memasuki, melihat isi bagian dalam atau
menyentuh bagian-bagian dari Sale (tempat menyimpan tanduk-tanduk atau
tengkorak kerbau, rahang babi, dan alat musik gendang yang digantung
pada bagian kerangka kuda-kuda dan gording dari Sale). Apabila wanita
melanggar larangan tersebut maka akan mendapat petaka untuk tidak bisa
hamil atau mandul.

Gambar : Sale

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

Larangan untuk saat memberikan barang tidak boleh melangkahi


atau melewati badan seseorang karena dianggap tidak baik atau pemali.
Larangan untuk tidak menginjak bambu pada bagian pintu gerbang.
Jika menginjaknya maka akan mendapatkan kesialan atau musiba. Dan
untuk menghindarinya, haruslah melakukan ritual pemulihan dengan
mengorbankan seekor kerbau yang mana dagingnya akan dibagikan kepada
warga desa, tetapi yang melanggarnya tidak diperbolehkan untuk turut
mengkonsumsi daging tersebut.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 24


Gambar : Bambu pada gerbang masuk

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

Larangan pada saat upacara Tua Meze tidak diperbolehkan untuk


memukul atau menyakiti anak-anak karena jika anak-anak tersakiti maka
jin atau Uru Bore akan membawa mengambil anak- anak tersebut untuk
ikut bersama mereka.
Larangan untuk tidak menginjak tempat untuk memberi makan leluhur
atau biasa disebut Lipitozo, karena dianggap luhur.Apabila salah menginjak
tempat tersebut, maka akanmendapatkan malapetaka atau musibah. Untuk
mengatasinya haruslah memberitahu kepada tua adat agar menghapus
segala musibah yang mungkin akan terjadi.
Larangan untuk tidak melakukan kegiatan di bagian selatan pada saat
upacara adat Tua Meze. Jika melanggar aturan tersebut maka akan
mendapat musibah yang mana untuk menghindari musibah tersebut
haruslah melakukan ritual adat dengan mengorbankan seekor kerbau. Juga
adanya larangan untuk tidak membakar ubi (debo) sampai pecah, yang
kegiatan membakar ubinya tidak boleh dilakukan didalam desa, tetapi
harus diluar desa, dan asap dari pembakaran ubi tersebut tidaklah boleh

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 25


terkena pada tubuh manusia. Apabila terkena asap tersebut, maka tubuh
akan mengalami penyakit kulit.
Larangan untuk laki-laki tidak melirik atau menggangu wanita yang
belum disunat dan memotong gigi karena dianggap belum dewasa. Apabila
melanggar aturan tersebut maka dari pihak laki-laki akan dikenakan denda
berupa satu ekor kerbau jantan merah yang bertanduk panjang.
4.1.5. Sistem kekerabatan dan system organisasi sosial
Masyarakat Rendu Ola telah memiliki sistem kekerabatan dan organisasi
masyarakat yang terdapat pada tatanan kemasyarakatan Rendu Ola. Pada
tatanan masyarakat Rendu Ola di bagi menjadi dua yaitu secara
pemerintahan dan juga secara adat.
Sistem tatanan pemerintahan pada Kabupaten Nagakeo terbentuk
dengan 3 (tiga) peraturan daerah, yakni Peraturan Daerah No.6 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 1
Tahun 2008 tentang Pembentukan organisasi Dan Tata Kerja Sekretariat
Daerah Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Nagekeo; Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 7 Tahun 2009
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas
Daerah Kabupaten Nagekeo; dan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo
Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan
Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Nagekeo.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009, maka Struktur
Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD adalah sebagai
berikut:
1. Sekretariat Daerah terdiri atas 3 (tiga) Asisten Sekretaris Daerah, 5
(lima) staf ahli, 9 (sembilan) Bagian, 23 (dua puluh tiga) Sub Bagian
dan Kelompok Jabatan Fungsional.
a. Asisten Sekretaris Daerah terdiri atas asisten pemerintahan dan
kesejahteraan rakyat; asisten perekonomian dan pembangunan; dan
asisten administrasi umum.
b. Staf ahli terdiri atas: staf ahli bidang hukum dan politik; staf ahli
bidang kemasyarakatan dan sumber daya manusia; dan staf ahli

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 26


bidang ekonomi dan keuangan
c. Bagian-bagian mencakup: bagian administrasi pemerintahan umum,
membawahi; bagian administrasi kemasyarakatan, bagian
administrasi perekonomian, bagian administrasi pembangunan,
bagian hukum, bagian organisasi, bagian umum, bagian administrasi
kesejahteraan rakyat, bagian administrasi sumber daya alam.
2. Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
terdiri dari:
a. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b. Bagian Humas Dan Keprotokolan; yang mempunyai tugas
mengkoordinasikan pelaksanaan urusan tugas-tugas kehumasan dan
keprotokolan.
c. Bagian Tata Usaha; yang mempunyai tugas mengkoordinasikan
pelaksanaan urusan tata usaha, administrasi umum dan urusan
rumah tangga.
d. Bagian Persidangan Dan Risalah; yang mempunyai tugas
mengkoordinasikan pelaksanaan urusan tugas-tugas persidangan
dan risalah.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 7 Tahun


2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo
Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja
Dinas Daerah Kabupaten Nagekeo, Struktur Dinas Daerah adalah sebagai
berikut :

1. Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga; mempunyai tugas membantu


Bupati melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam
bidang pendidikan, pemuda dan olahraga
2. Dinas Kesehatan; mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan
rumah tangga daerah dalam bidang kesehatan;
3. Dinas Pekerjaan Umum; mempunyai tugas melaksanakan sebagian
urusan rumah tangga daerah dalam bidang pekerjaan umum.
4. Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika; mempunyai tugas

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 27


melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang
perhubungan, komunikasi dan informatika.
5. Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil; mempunyai tugas
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang
kependudukan dan pencatatan sipil.
6. Dinas Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah, Perdagangan Dan
Perindustrian; mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah
tangga daerah dalam bidang koperasi, usaha kecil dan menengah,
perdagangan dan perindustrian.
7. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Asset Daerah;
mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian
kewenangan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan
dan aset daerah.
8. Dinas Pertanian, Peternakan Dan Perkebunan; mempunyai tugas
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang
pertanian.
9. Dinas Kelautan Dan Perikanan; mempunyai tugas melaksanakan
sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kelautan dan
perikanan.
10. Dinas Perumahan, Tata Kota, Energi Dan Sumber Daya Mineral;
mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah
dalam bidang perumahan dan bidang energi dan sumber daya mineral.
11. Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata; mempunyai tugas melaksanakan
sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kebudayaan dan
pariwisata.
12. Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi; mempunyai tugas
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang
sosial, tenaga kerja dan transmigrasi.
13. Dinas Kehutanan; mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan
rumah tangga daerah dalam bidang kehutanan.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo


Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 28


Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Nagekeo,
maka organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis adalah sebagai berikut :

1. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Dan Statistik; mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan
pembangunan daerah, tata ruang wilayah makro dan statistik.
2. Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa; mempunyai tugas membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian kewenangan pemerintahan di bidang
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
3. Badan Pelaksana Penyuluhan
Pertanian Dan Ketahanan Pangan; mempunyai tugas membantu Bupati
dalam melaksanakan sebagian kewenangan pemerintahan di bidang
penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan.
4. Badan Kepegawaian,
Pendidikan Dan Pelatihan; mempunyai tugas membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian kewenangan pemerintahan di bidang
kepegawaian dan pendidikan/ pelatihan.
5. Inspektorat; mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan,
pertanahan, pembangunan, perekonomian daerah, badan usaha daerah,
kesejahteraan rakyat, pendapatan, perlengkapan dan aset daerah.
6. Badan Lingkungan Hidup;
mempunyai tugas membantu bupati dalam merumuskan dan
melaksanakan pengendalian dampak lingkungan, kerusakan lingkungan
dan konservasi sumber daya alam.
7. Kantor Penanaman Modal;
mempunyai tugas membantu Bupati dalam menentukan kebijaksanaan
bidang penanaman modal di daerah serta penilaian atas pelaksanaannya.
8. Kantor Perpustakaan Dan
Arsip; mempunyai tugas membantu bupati dalam merumuskan dan
melaksanakan pelayanan bahan pustaka, kearsipan dan dokumentasi.
9. Satuan Polisi Pamong Praja;

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 29


mempunyai tugas membantu bupati dalam bidang ketertiban dan
ketentraman masyarakat.
10. Rumah Sakit Umum Daerah
Tipe C; mempunyai tugas melaksanakan pelayanan pengobatan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang
dilaksanakan melalui pelayanan rawat inap, rawat jalan, rawat darurat
(emergensi) dan tindakan medik.
11. Badan Keluarga Berencana,
Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak; mempunyai tugas
membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian kewenangan
pemerintahan di bidang Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak.

Kantor Kesatuan Bangsa, Politik Dan Perlindungan Masyarakat;


mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian
kewenangan pemerintahan di bidang Kesatuan Bangsa dan Kesatuan Politik
Dalam Negeri terdapat silsilah tua-tua adat yang memiliki fungsi untuk
mengambil keputusan dalam suatu masyarakat. Tua-tua adat tersebut antara
lain Kepala Suku, Kepala Adat, Kepala Woe atau Marga dan Lembaga
Pemangku Adat(LPA). Kepala Suku dari Rendu pada desa Rendu Ola
adalah Bpk. Gabriel Bedhi, berumur 56 tahun yang berasal dari marga atau
woe Ebu Tuza dan merupakan woe tertua. Kepala suku menempati rumah
adat atau sa’o Lado Riwu yang merupakan rumah utama di Rendu Ola.
Kepala suku ini memiliki tugas untuk menyelenggaraka (memimpin rapat,
menyusun dan menetapkan acara adat, serta memimpin acara adat di Rendu
Ola).
Kepala adat dari desa Rendu Ola adalah Bpk. Rafael Loi, berumur 70
tahun yang juga berasal dari marga atau woe Ebu Tuza dan menempati sa’o
Aza Ola. Kepala adat memiliki tugas memimpin upacara adat atau lebih
kepada orang yang paling memahami adat di desa Rendu Ola.
Kepala Woe atau Marga adalah pemimpin dari masing-masing marga
atau woe pada desa Rendu Ola. Marga-marga ( woe) tersebut terdiri atas 7
yakni ; Ebu Tuza, Ebu Dapa, Naka Lado,Para Meze, Nanga Lengi, Dhiri
Ke’o dan Ebu Wedho ( sudah pindah ke desa Tutubhada karena ingin

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 30


mencari nafkah ). Untuk sekarang marga-marga tersebut sudah tersebar
diberbagai Rendu, tetapi mereka akan berkumpul kembali di rumah adat
utama pada saat acara adat akan berlangsung.
Lembaga Pemangku Adat (LPA) Rendu Ola adalah Bpk. Hendrikus
Dega (69 tahun), Bpk. Gabriel Bedhi (56 tahun), dan Bpk. Servas.LPA
memiliki tugas untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelanggaran hukum adat atau tata upacara adat.
Dalam masyarakat di desa Rendu Ola memiliki prinsip garis keturunan
dari pihak ayah dimana setiap istri mengikuti marga dari pihak suami.Yang
boleh menempati sa’o tersebut hanya diperbolehkan satu kepala keluarga.
Anak yang meneruskan atau tinggal di sa’o (Rumah Adat) adalah anak laki
– laki dimana mereka akan menempati sa’o tersebut jika orang tua (ayah
dan ibu) telah meninggal.
4.1.6. Sistem mata pencaharian
Sistem mata pencaharian berarti pekerjaan yang menjadi pokok
kehidupan,pekerjaan atau pencaharian tersebut dikerjakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.Misalnya bertani,berternak,dan bertenun. Dengan kata
lain sistem mata pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok
orang sebagai kegiatan sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebgai
homoeconomicusyang menjadikan kehidupan manusia terus meningkat.
Dalam tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan
hewan. Tetapi dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat.
Mata pencaharian masyarakat Desa Rendu Ola adalah dengan cara
bercocok tanam dan menjual hasil tenun. Untuk bercocok tanam sendiri pada
tahun 1973 masyarakat Desa Rendu Ola menanam lima jenis tanaman yaitu
cengkeh,kopi,coklat, kelapa dan kemiri. Namun, yang dapat bertahan hidup
hanya dua tanaman yaitu kemiri dan kelapa.
Hasil panen berupa padi dan jagung biasanya disimpan di dalam bagian
atas tungkuh api yang berada di langit-langit rumah atau biasa disebut kae teo(
bagian atas) dan kae bo(bagian bawah yang menggelantung).
4.1.7. Sistem pengetahuan
Nilai budaya sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002)
adalah konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 31


masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup.Dan suatu nilai budaya yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Orang suku Rendu Ola sejak zaman dahulu memiliki system pengetahuan
tentang alam sekitarnya, baik flora maupun fauna dengan seluruh
ekosistemnya.Pengetahuan yang cukup mengenai flora tentang tanaman atau
tumbuhan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat suku Rendu.Dalam
hal ini pengetahuan herbal masyarakat desa Rendu menguasai seacara baik
flora yang dapat dimanfaatkan untuk penyakit tertentu. Sedangkan untuk fauna
misalnya hewan kerbau yang digunakan sebagai symbol yang disimpan pada
rumah Lado Riwu, Museum, dan Salle

Gambar : Sale

Gambar :Rumah Lado Riwu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

Adapun beberapa system pengetahuan yang telah dipelajari dari Kampung

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 32


adat Rendu Ola
1. Mengetahui musim

Mengetahui cara bercocok tanam mereka mengetahuinya dari acara adat


yang diadakan 1 tahun 3 kali mereka masih mempercayai dari kode alam
salah satunya 2 pohon beringin besar mereka dapat mengetahui roh baik
dan roh jahat namanya NUNU.

 Gua Ru’u, pemberantasan hama


 Gua Wo’e menikmati hasil panen
 Gua Meje

2. Mengetahui Situasi Kampung Adat

Masyarakat Kampung adat Rendu Ola membaca situasi melalui pesan-


pesan alam berupa tanda-tanda binatang, seperti perilaku binatang yang
tidak wajar contohnya burung-burung yang terbang mengelilingi kampong
adat menandakan akan terjadi sesuatu yang buruk atau baik , berikutnya
mengetahui pesan-pesan leluhur saat ritual adat melalui pembacaan organ
khusus (hati babi) babi yang di ritualkan harus menggunakan babi jantan
kampung berwarna hitam ,dan tergantung kondisi hati babi yang telah
dibunuh dan di ritualkan secara khusus oleh kepala adat leluhur dapat
menyampaikan pesan untuk keadaan yang sedang terjadi dan akan datang.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 33


Gambar : Hati Babi

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

Pada bagian belahan hati masyarakat kampung adat desa Rendu Ola
mempercayai bahwa keakraban dan kerjasama dalam kampung adat dan
juga bisa membaca situasi kampung kedepannya, untuk Pinggiran hati,
masyarakat Rendu Ola mempercayai bahwa bagian yang menonjol naik
menandakan masih ada pelindung (leluhur) yang menjaga kampung adat,
di ibaratkan menjaga desa seperti pagar, untuk bagian Tepi hati,
masyarakat desa Rendu Ola mempercayai bahwa ketika pada bagian tepi
hati ditekan dan terasa keras menandakan bahwa masyarakat Rendu Ola
masih ditopang atau dilindungi oleh Leluhur

3. Pengetahuan berkebun dan berternak


Pada jaman dahulu saat binatang masih belum menjadi masalah saat
berkebun masyarakat rendu ola tak perlu membangun pagar saat bercocok
tanam namun saat binatang mulai datang dan mendekati desa rendu ola
dan mulai memakan hasil tanam masyarakat, merekan mulai membangun
pagar sebelum bercocok tanam untuk berternak masyarakat rendu ola
mengikat hewan ternak pada kebun masing-masing
4. Pengetahuan membangun
Masyarakat kampong adat Rendu Ola mempunyai kepercayaan
mengenai harus membangun pada bulan-bulan ganjil karena masyarakat
kampong adat Rendu Ola menganggap angka genap sebagai hal yang tabu
atau pamali , untuk pengukuran masyarakat rendu ola menggunakan 1
jengkal jari sebagai satuan metode hitung, dan pada saat mengukur
kemiringan kontur tanah menggunakan tali, bambu juga digunakan sebagai
pengganti waterpass
5. Pengetahuan Pengobatan
Untuk system pengobatan masyarakat rendu ola menggunakan cara
tradisional dengan menggunakan daun sirih yang di kunyah lalu dioleskan
oleh dukun/tabib pada bagian tubuh yang sedang terkena penyakit
4.1.8. Sistem teknologi dan peralatan hidup
Untuk mempertahankan hidup mereka membuat peralatan atau benda-

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 34


benda yang menjadi salah satu penunjang kehidupan mereka.Mereka membuat
benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan
teknologi yang masih sederhana.
1. Tempat penyimpanan cadangan makanan
Leu adalah tempat penyimpanan makanan yang berbentuk satu tiang
lurus. Dae adalah tempat penyimpanan makanan yang berbentuk dua tiang
lurus. Dua tempat tersebut digunakan untuk menyimpan hasil bumi seperti
jagung dan daging. Dan tempat tersebut dibuat dengan tiang tinggi agar
terhindar dari gangguan hewan yang berkeliaran.

Gambar : Dae ( tempat penyimpanan makanan dua tiang )

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

2. Tempat tinggal
Pada umumnya , rumah yang ditempati oleh masyarakat rendu ola adalah
rumah yang terbuat dari bambu cincang (naja) dan papan. Pada rumah adat
induk menggunakan dinding papan sedangkan rumah adat yang lainnya
menggunakan dinding bambu cincang (naja).
Masyarakat rendu ola juga menggunakan tikar (te’e) yang dianyam dari
daun lontar dan digunakan sebagai alas tidur mereka.
3. Alat pertanian
Masyarakat rendu, sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
Alat –alat yang digunakan adalah alat bertani pada umumnya seperti pacul
(pacu), tofa (cu’a), linggis, parang (fadhi) .
4. Alat masak
Masyarakat rendu ola menggunakan peralatan sederhana untuk memasak
seperti periuk tanah (podo) , tempat untuk menyimpan sayur dan buah-

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 35


buahan yang baru saja di petik dari kebun (ripe), kuali (kawa), sutel dari
tempurung kelapa dan bambu (bhetho), pisau (tudi), wadah sebagai
gayung,piring , maupun bokor (kula). Tungku api (lika lapu) , papan untuk
menahan abu dapur (lege lapu), sendok (suzu).
4.1.9. Kesenian
Kesenian merupakan salah satu bagian dari budaya serta sarana yang dapat
digunakan sebagai cara untuk menuangkan rasa keindahan dari dalam jiwa
manusia. Kesenian selain sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa
keindahan, juga memiliki fungsi lain. Misalnya, mitos berguna dalam
menentukan norma untuk mengatur perilaku yang teratur dan meneruskan adat
serta nilai-nilai kebudayaan.

Seni tari

 Tari Jedhe

Gambar : Tarian penyambutan Tamu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

Tampak masyarakat Dusun Rendu Ola sedang melakukan Tarian Jedhe


tepatnya di depan pintu masuk kampung.
Tari Jedhe adalah salah satu tarian adat khas kabupaten Nagekeo yang di
pakai untuk menyambut tamu dan juga mengantar tamu. Tarian ini biasanya
dimainkan oleh banyak orang, yang artinya melambangkan sebuah
kegembiraan akan datangnya orang baru diwilayah mereka. Busana yang
dipakai pada saat tarian adalah atasan berupa kemeja putih bagi yang laki laki

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 36


dan Kodo (sebutan bagi baju adat atasan wanita) dan dilengkapi dengan
selendang tenunan khas , lalu bagian bawah menggunakan kain teunan khas
Nagekeo.
Gong, gendang dan go genga adalah alat music yang dipakai untuk
mengiringi dan memeriahkan tarian tersebut.
 Tarian Iki Mea.
Tarian ini biasanya dipentaskan setelah panen sebagai ucapan syukur
kepada Tuhan.
Seni musik
Alat musik
 Gong : dibuat dari besi kuningan atau perunggu. Biasanya dibeli bukan
dibuat sendiri oleh masyarakat. Satu Gong ( ana dua), dua gong (tuda)

Gambar : Alat music gong


Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2017

 Gendang (go laba) : permukaan atasnya terbuat dari kulit kambing atau
kerbau, sedangkan tepiannya dibuat dari kayu apa saja yang penting dapat
dilubangi bagian tengahnya
 Go Genga : dibuat dari bambu, yang bunyinya menyerupai bunyi gong.
 Seni kriya
 Tenun songket

Warna dasar hitam bermakna warna dasar hitam pada songke


melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Nagekeo serta
kepasrahan bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada yang maha
kuasa.

Motif Bunga, dalam bahasa Manggarai Wela kawong, bermkana


Interpendensi antara manusia dengan alam di sekitarnya.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 37


Gambar : kain tenunan khas Nagekeo

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019

4.1.10. Sistem Bahasa


Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan
sesuatu yang terlintas dalam pikiran namun bahasa juga diartikan sebagai alat
untuk berinteraksi dan alat berkomunikasi dalam menyampaikan
pikiran,gagasan, dan perasaan.
Bahasa yang digunakan di desa rendu ola sendiri adalah bahasa Redudan
bahasa Indonesia. Sedangkan dalam berbagai prosesi upacara adat dan
penyambutan menggunakan bahasa adat redu, dan yang menyampaikan
bahasa tersebut hanya sebagian orang tertentu saja seperti ketua suku dan
ketua adat (mosa laki).
Bahasa dalam dunia arsitektur sendiri adalah penyebutan struktur dan
konstruksi bangunan serta bagian bagian dalam rumah.Misalnya posa (kolom)
dan tenga (balok).
4.1.11. Adat Istiadat

Menurut kamus besar bahasa Indonesia adat istiadat merupakan tata


kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi ke generasi lain sebagai
warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola pola perilaku masyarakat.

Ada 6 jenis upacara adat yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat
Desa Rendu Ola, yaitu:

- Gua ru’u
Pada acara gua ru’u biasanya dilakukan pada bulan 2. Biasanya pada
upacara ini masyarakat Rendu Ola berkumpul dengan tujuan memberantas
hama.
- Gua wo’e

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 38


Pada acara adat gua wo’e ini, biasanya dilakikan pada bulan lima
masyarakat Desa Rendu Ola berkumpul dan makan bersama untuk
menikmati hasil panen.
- Koa ngi’itau ae (potong gigi)
Acara adat tersebut dilakukan pada bulan 6 untuk melakukan
pendewasaan bagi anak perempuan atau sering disebut dengan ana
weta.Alat yang digunakan untuk acara potong gigi tersebut adalah dengan
menggunakan gergaji besi, batu kikir atau batu asa.Acara potong gigi ini
biasa dilakukan untuk perempuan yang beranjak dewasa.Sehingga anak
perempuan dewasa yang belum memotong gigi masih dianggap anak kecil.
Bila terjadi kesalahan (seperti hamil diluar nikah maupun nikah secara
diam-diam) maka pria yang bersangkutan dengan ana weta tersebut akan
dikenakan denda adat berupa kerbau jantan merah yang bertanduk panjang.
- Gua meje
Acara adat gua meje biasanya dilakukan pada bulan 7 yang dimana bulan
tersebut dianggap mereka sebagai bulan suci dimana pada bulan tersebut
segala upacara adat dilakukan mulai dari
- Acara tinju adat.
Untuk acara tinju adat sendiri dibagi menjadi dua yaitu tinju adat laki-
laki kecil atau atu co’o dan untuk laki-laki dewasa atau atu meze.
- Acara adat pengusiran hama.
Pengusiran hama biasa dilakukam oleh masyarakat Rendu Ola untuk
meningkatkan hasil panen dan medapat hasil yang memuaskan dimana pada
bulan tersebut masyarakat Desa Rendu Ola harus menjaga situasi agar
selalu tenang. Karena, mereka mempercayai bahwa ada jin yang biasa
mereka sebut uru bore berkeliaran pada bulan tersebut. Jin tersebut
menyerupai anak kecil berjubah putih, yang selalu siap untuk membawa
jiwa orang yang membuat keributan.
Mereka juga mempercayai jin tersebut ingin mencuri hasil panen
mereka, sehingga mereka membuat siasat untuk mengelabui jin tersebut
dengan mengganti padi menggunakan buah kepok dan jagung
menggunakan rumput alang-alang yang disimpan dibelakang rumah.
Mereka juga dilarang untuk berkeliaran di belakang rumah selama bulan

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 39


suci tersebut. Kemudian pada akhir bulan atau pada malam terakhir untuk
melepaska uru bore masyarakat deas rendu ola tidak tidur untuk
mempersiapkan sesajian atau makanan untuk uru bore tersebut dengan
membakar sayap ayam atau biasa disebut taga bele di bawah kolong rumah,
setelah itu mereka membawa sayap ayam tersebut kedalam rumah pada
pukul 3 pagi dibagian dapur. Setelah itu, mereka memanggil uru bore
tersebut untuk memakan sesajian tersebut dan untuk melepas kepergian
dari uru bore tersebut. Setelah semua ritual adat tersebut sudah dijalankan
mereka menyebutnya dengan istilah ire atau sudah selesai.
- Upacara Adat Persiapan
Setelah melalui rangkaian upacara adat yang panjang pada bulan tujuh
tersebut, kemudian pada bulan delapan masyarakat desa rendu
olamempersiapkan segala bahan atau jua butu yang di perlukan pada bulan
Sembilan dan sepuluh untuk keperluan sunat.
- Upacara Tau Nua
Upacara adat Tau Nua biasa dlakukan pada bulan Sembilan dan sepuluh
untuk pendewasaan bagi kaum laki-laki.Pada bulan tersebut mereka juga
mengumpulkan warga untuk mendiskusikan mengenai segala hal tentang
upacara Tua Nua atau biasa disebut dengan kakeo. Semua laki-laki yang
akan disunat diwajibkan untuk menggunakan kain roba meze, yang dimana
kain tersebut telah dipersiapkan pada bulan delapan, dan sebutan untuk
orang yang membantu proses sunat tersebut biasa disebut ako pajo.
- Sebelum melakukan sunat laki-laki tersebut harus mandi atau biasa disebut
dengan tau ae.setelah proses sunat tersebut selesai, laki-laki tersebut sudah
dikatakan dewasa atau sudah siap kawin atau biasa disebut dengan leo
dheka.dan untuk mereka yang sudah sunat dan memiliki istri mereka sudah
bisa berbicara adat yang biasa disebut dengan Tau Nua.
2.1.4.1 Sistem Perkawinan Desa Rendu Ola
Untuk sistem ini sendiri, ada 3 tahap membayar belis yaitu :
o Be’o sao atau membawa ternak
o membawa emas dengan dinar
o membawa uang minimal 10 juta sebagai simbol mengganti air susu.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 40


Pada Desa Rendu Ola juga mengenal sistem mencicil belis yang biasa
disebut korobola.sistem ini dimaksudkan bahwa setiap laki-laki yang tidak
bisa membayar belis secara lunas dapat mencicilnya dengan cara, jika
saudara dari perempuan yang yang dijadikan istri meminta sejumlah
binatang maupun uang kepada laki-laki tersebut dan diberikan, maka
sedikit demi sedikit belis akan berkurang. Dan jika berlangsung secara
berulang-ulang maka belis tersebut akan dianggap lunas sesuai dengan
nominal belis yang diberikan.

4.1.12. Sistem Upacara Kematian

Dimulai dari adat dan kepercayaan mereka bahwa jika seseorang


meninggal, mayat tersebut hanya disimpan selama sehari kemudian dikubur
agar tidak mengeluarkan bau.Sedangkan Upacara penguburan biasanya
mereka membunuh babi kerbau atau sapi sesuai dengan kemampuan
perekonomian masing-masing.

Mereka juga mempunyai peraturan penguburan mayat dimana jika orang


yang meninggal adalah masyarakat biasa penguburan akan dilakukan di
belakang rumah sedangkan jika yang meninggal adalah orang yang mampu
seperti petuah dan raja maka penguburan akan dilakukan di depan rumah.

4.2. Kondisi Tapak Desa Rendu Ola

4.2.1. Letak Geografis

Desa adat Rendu Ola terletak di Kecamatan Asesa Selatan, Kabupaten


Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Desa Rendu Ola berada pada ketinggian 600-
700 meter di atas permukaan laut, Desa ini memiliki topografi yang berbukit-
bukit dengan luas wilayah 6,01 km².Bedasarkan kondisi wilayah Desa Rendu
Ola merupakan daerah dengan topografi wilayah tinggi dengan kondisi daerah
yang memiliki tingkat kemiringan 30º s/d 45º.

Terdapat batas fisik dan batas wilayah dari desa Rendu Ola, ialah :

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 41


Gambar 1.1. Gambar peta desa adat Rendu Ola

4.2.2. Keadaan Eksisting

Desa Rendu Ola memiliki keadaan topografi yang berpundak-pundak,


dengan ketinggian 400-500 m diatas permukaan laut.Rendu Ola memiliki tanah
jenis Grumusol.

Tanah grumusol merupakan tanah yang terbentuk dari batuan induk kapur
dan tuffa vulkanik yang umumnya bersifat basa sehingga tidak ada aktivitas
organik didalamnya.Dengan tingkat kekerasaan tanah yang kuat untuk sebuah
pemukiman kemiringan tanah berkisar dari 30°-40°.

Gambar 1.2. Gambar Topografi

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 42


a. Batas wilayah desa rendu ola
1. Batas fisik
 Utara berbatasan dengan hutan dan jurang
 Timur berbatasan dengan hutan dan jurang
 Selatan berbatasan dengan hutan dan jurang
 Barat berbatasan dengan permukiman warga
2. Batas wilayah
 Utara berbatasan dengan kecamatan Aesesa
 Timur berbatasan dengan kecamatan Boawae
 Selatan berbatasan dengan kecamatan Boawae
 Barat berbatasan dengan Nangaror
b. Kllimatologi Desa Rendu Ola
1. Iklim

Desa Rendu Ola merupakan salah satu Desa dari Kabupaten


Nagekeo kecamatan Asesa Selatan yang beriklim tropis, umumnya
terdapat tiga musim yaitu musim hujan, musim panas, dan musim
kemarau.

2. Curah hujan
Kondisi iklim wiayah Nagekeo umumnya sangat menentukan
besarnya potensi air hujan, iklim dikabupaten Nagekeo ialah iklim
kering dipengaruhi oleh angin Muson, dengan musim hujan yang
pendek,yang jatuh sekitar bulan November hingga bulan Mei, wilayah
Negekeo memiliki curah hujan rata-rata 1000-1500mm/tahun.

4.2.3. Penzoningan desa Rendu Ola

Terdapat 2 jenis zonasi, yaitu : Zona makro, dan zona mikro.

1. Zona Makro
- Zona Rumah Adat
Terdapat delapan rumah adat di desaRendu Ola, yaitu Sa’o Meze
(RumahUtama): Sa’oLadoRiwu,rumahkedua: Sa’oAja Ola, rumahketiga:
Sa’oTengaTiba, rumahkeempat: Sa’oKeliKisa, rumahkelima: Sa’o Jo

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 43


Wea, rumahkeenam: Sa’oPeti Pire, rumahketujuh: Sa’oSubu Guru,
rumahkedelapan: Sa’oKeliKesu.Sa’o Meze (RumahUtama):
Sa’oLadoRiwu, di bagian selatan (Duporo).
- Zona Persawahan
Pada desa Rendu Ola terdapat area untuk persawahan.

Gambar 1.3. Gambar Zona Persawahan

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

- Zona Fasilitas Umum

Fasilitas umum pada desa Rendu Ola yaitu terdapat Gereja,


Sekolah, serta Posyandu.

Gambar 1.4. Gambar Zona Fasilitas Umum

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 44


Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

- Zona Permukiman Warga


Pada desa Rendu Ola Permukiman warga berada di
depandesadenganjarak ±100 meter.

Gambar 1.5.Gambar Zona Permukiman Warga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

2. Zona Mikro

no
Nama Rumah adat Batasan Jarak / Luasan

1 Lado Riwu Batas Timur : Timur : 500 m


Eko kewatoweti , hutan dan
jurang.
Batas Barat :
Ulu kewutoe dan permukiman.
Batas Utara : Barat : 700

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 45


Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Utara : 30 m
Jurang dan hutan

Selatan : 5 m

Batas Timur :
2 Aja Ola Timur : 400 m
Eko kewatoweti hutan dan jurang
Batas Barat :
Ulu kewutoe dan permukiman
Batas Utara : Barat : 650 m
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Utara : 30 m

Selatan : 5 m

3 Tenga Teba Batas Utara :


Utara : 25 m
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Batas Barat : Selatan : 20 m
Ulu kawutoe dan Permukiman

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 46


Batas Timur : Barat : 1 km
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang

Timur : 30 m

4 Keli Kisa Batas Utara :


Barat : 1 km
Ulu kawutowe dan permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang Timur : 20 m
Batas Utara :
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Utara : 20 m.

Selatan : 30 m.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 47


5 Jo Wea

Batas Barat : Barat : 900 m


Ulu kewubutowe dan
permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
Timur : 40m
jurang
Batas Utara :
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Utara : 5 m

Selatan : 30 m

6 Peti Pire
Batas Barat :
Barat : 600 m
Ulu kewubutowe dan
permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang Timur : 90 m
Batas Utara :
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Timur : 5 m

Barat : 30 m

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 48


7 Subu guru
Batas Barat :
Barat : 450 m
Ulu kewutowe dan permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang Timur : 400 m
Batas Utara :
Hutan dan jurang

Batas Selatan:

Utara : 7 m
Hutan dan jurang

Selatan : 30 m

Batas Barat :
8 Keli kasu Barat : 400 m
Ulu kewutowe dan permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang
Batas Utara : Timur : 400 m
Hutan dan jurang

Batas Selatan :
Utara : 7 m
Hutan dan jurang

Selatan : 30 m

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 49


4.2.4. Orientasi Bangunan

Gambar 1.6.Gambar Orientasi Bangunan

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Rumah adat Lado Riwu ( rumah utama ) orientasi arah hadap


bangunannya mengarah ke arah utara .Maksud dari arah hadap bangunan ke
Timur ialah dikarenakan cahaya matahari terbit dari timur. Dan kepercayaan
nenek moyang bahwa segala rejeki berasal dari timur, oleh sebab itu arah
hadap bangunan menghadap ke timur.Dimaksudkan agar orang yang tinggal
didalamnya dimudahkan rezekinya.

Gambar 1.7.Gambar Orientasi Bangunan

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Rumah adat warga ( abudapa, , Gendang Tiong Toko dan Gendang Ting
Wontong orientasi arah hadap bangunannya mengarah ke arah selatan.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 50


Mengarah ke arah selatan dimaksudkan untuk mengarah ke arah mata air
(wae barong) karena posisi mata air berada di arah selatan.

4.2.5. Vegetasi

Terdapat banyak vegetasi yang ada pada kampung adat desa Rendu Ola,
diantaranya :
1. Kakao (Kakao) tersebar disekitar kampung

Gambar 1.8.Gambar Pohon Kakao

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

2. Mangga (Pau) tersebar disekitar kampung

Gambar 1.9.Gambar Pohon Mangga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

3. Kapok (Boa) tersebar di sekitar kampung

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 51


Gambar 2.0.Gambar Pohon Kapok

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

4. Kelapa ( Nio) tersebar disekitar kampung

Gambar 2.1.Gambar Pohon Kelapa

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

5. Pinang (Reu) tersebar disekitar kampung

Gambar 2.2.Gambar Pohon Pinang

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

6. Pisang (Muku) tersebar disekitar kampung

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 52


Gambar 2.3.Gambar Pohon Pisang

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

4.2.6. Utilitas

1. Listrik

Sumber arus listrik yang digunakan masyarakat pada keempat rumah adat
Rendu Ola berasal dari tenaga surya, dikususkan untuk penerangan di malam hari.
Dan juga menggunakan pelita sebagai alternative ketikatidak terisi energi.

5. Air Bersih

Sumber air utama yang digunakan berasal sungai di dekatkampung yang


berjarak ±2km.sumber air penunjang yaitu :

1. air tengki yang ditampung pada 2 bak dan 1 fiber


2. air hujan yang ditampung di 1 bak penampungan

Gambar 2.4.Gambar Letak Sumber Air Bersih

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 53


Gambar 2.5.Gambar Tempat Penampungan Air Bersih

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

6. Air Kotor

Pembuangan air kotor tidak diatur/ hanya dibuang langsung ketanah.Untuk


limbah kakus di buang ke dalam sapticktank.

7. Sampah

Pembuangan sampah dibagi 2 jenis yaitu sampah anorganik ( plastik-


plastik,dsb ) dan organic ( dedaunan ). Sampah anorganik dibuang di belakang
rumah dan dibakar dan sampah organic ditaruh pada tanaman sekitar sebagai
pupuk.

8. Drainase

Sistem drainase pada rendu ola tidak diatur atau dibuat .mereka memanfaatkan
kontur alami pada lokasi.Karana lokasi berkontur miring dan tidak memiliki
perkerasan, maka air akan mengalir kebawah dan langsung meresap ketanah dan
pada hambatan.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 54


4.2.7. Elemen – Elemen Pendukung Dalam Tapak

1. Kota Batu (Anabe'ku)

Kota batu adalah batu-batu gunung yang disusun menyerupai persegi,


dengan luasan 15,2 m2. Batu ini menyerupai persegi dimana dulunya
digunakan sebagai tempat berkumpul dan persinggahan prajurit sebelum
dan sesudah perang. Pada masa sekarang ini, tempat tersebut dijadikan
sebagai tempat penitipan barang-barang yang akan digunakan pada acara
adat seperti kuda dll.

Gambar 2.6.Gambar Kota Batu (Anabe’ku)

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Didekat batu ini, terdapat pohon beringin (Nunu) dimana pohon ini
merupakan watak atau wajah dari kampung adat Rendu Ola.Jarak pohon
dari Kota Batu ialah 15 meter. Pada pohon ini biasa digunakan untuk acara
adat Gua Wula Leza yang diadakan pada setiap bulan Juli, dimana acara
adat tersebut akan berlangsung selama satu bulan penuh.

Gambar 2.7.Gambar Zona Pohon Beringin

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 55


2. Jalan Masuk

Jalan ini merupakan sirkulasi utama untuk tamu/pendatang baru


menuju rumah adat, yang ditandai dengan batu-batu gunung yang
disusun disebelah kanan dan kiri membentuk pagar.Pada zaman dahulu
fungsi dari batu-batu gunung tersebut ialah sebagai benteng untuk
pertahanan pada saat perang.

Jalan ini memiliki bentuk dari kecil, besar, dan kembali kecil yang
merupakan strategi perang dimana melumpuhkan musuh dan
memudahkan untuk mengontrol orang yang masuk keluar masuk
kampung.

Gambar 2.8.Gambar Jalan Masuk

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

3. Gapura Adat

Gapura adat merupakan gerbang masuk menuju kampung adat


Rendu Ola.Gapura ini berbentuk segi empat dengan ukuran. Gapura ini
terbuat dari kayu rebu yang menjadi tiang dimana pada tiang tersebut
terdapat ukiran berbentuk zigzag yang dipercaya oleh masyarakat dapat
mengusir roh-roh jahat yang ingin masuk kedalam kampung adat
tersebut.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 56


Gambar 2.9.Gambar Zona Tiang Gapura

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Pada bagian atas gapura terdapat belahan bambu yang berjumlah 7 buah
dimana pada zaman dulu bambu tersebut digunakan untuk memasak nasi
saat diadakannya acara adat, selain itu terdapat juga buah enau yang dulu
dipercaya masyarakat jika ada orang yang berniat jahat maka getah dari
buah enau tersebut akan jatuh dan mengenai orang tersebut dia akan
mengalami gatal-gatal sehingga niat jahatnya tidak terlaksanakan.
Terdapat juga daun pinang yang berfungsi sebagai pengusir roh-roh
jahat.Terdapat bunga Tanduk Rusa (Ka'da Meo) yang berfungssi sebagai
penghias yang mempunyai makna kebersamaan dan penerimaan.
Terdapat juga tali yang terbuat dari ijuk yang di fungsikan sebagai
pengikat semua benda-benda pada bagian atas gapura adat.

Gambar 3.0.Gambar Tiang Gapura

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 57


4. Pohon Koko (Nage)

Pohon ini terletak di kiri kanan gapura,dengan tinggi rata-rata 15


sampai 20 meter dengan diameter yang cukup besar.

Gambar 3.1.Gambar Pohon Koko

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

5. Kapela St. Yosep

Terdapat satu bangunan kapela dalam lingkungan kampung adat


Rendu Ola yang di gunakan masyarakat untuk beribadat, pemilihan
tempat kapela yang dekat dengan Gapura adat karena tempatnya strategis
dan dekat dengan rumah warga.

Gambar 3.2.Gambar Kapela St. Yosep

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 58


6. Rumah penyimpanan ( Diri Keo)

Rumah tersebut dibangun pada saat Ritual pergantian Peo, yang


berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka yang tidak
boleh diletakkan di tanah.Rumah tersebut tidak untuk dihuni oleh
masyarakat.

Gambar 3.4.Gambar Rumah Penyimpanan

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

7. Saga dan Joa

Setiap rumah adat Rendu Ola harus memiliki Saga dan Joa kecuali
rumah Induk, Saga dan Joa merupakan tempat untuk menyimpan kepala
Kerbau dan harta benda dari pemiliknya, Saga diuat karna sang peilik
belum memiliki cukup uang untuk membangun rummah, menurut
kepercayaan masyarakat jika tidak menjaga dan merawat saga dengan
baik maka keluarga yang memiliki saga tersebut akan mengalami
kesialan dan sakit.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 59


Gambar 3.5.Gambar Zona Permukiman Warga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

8. Batu Para Meje

Batu Para Meje merupakan tempat meneruh sesajen pertama


sebelum diarah menujuh Ulu Ata.

Gambar 3.6.Gambar Batu Para Meje

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

9. Nabe

Nabe merupakan tempat duduk tokoh-tokoh adat yang memikul


Belut saat upacara Adat ( sumber: Bapak Dominggus). Nabe merupakan
tempat meneruh Garam untuk makan Kerbau (sumber: Bapak Gabriel)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 60


Gambar 3.7.Gambar Nabe

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

10. Towe

Towe merupakan tempat duduk pahlawan saat jaga kerbau atau juga
dipakai saat ritual.Batu ini sangat dihargai karena tempat duduk
pahlawan atau pencetus kampung Rendu Ola.

Gambar 3.8.Gambar Towe

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

11. Ia

Ia merupakan lambang dari wanita Rendu Ola atau sebagai penanda


bagian depan desa. Pada acara adat masyarakat desa rendu ola akan
menari mengelilinginya.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 61


Gambar 3.9.Gambar Ia

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

12. Peo

Peo merupakan symbol persatuan untuk perempuan, peo berbentuk


huruf Y yang berarti pertanda bahwa tamu tersebut telah diterima
dengan symbol membuka tangan.

Jenis kayu yang dipakai adalah kayu rebu. Kenapa menggunakan


kayu rebu, karena kayu tersebut sangat kuat di daerah tersebut dan
banyak terdapat di rendu ola. Sedangkan gambar pada samping kanan
merupakan tanggal pergantian peo atau peo sudah diganti.

Gambar 4.0.Gambar Peo

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 62


13. Kuburan Pahlawan

Kuburan pahlawan merupakan kuburan dari ketujuh pahlawan


Rendu Ola.

Gambar 4.1.Gambar Kuburan Pahlawan

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

14. Raka

Raka merupakan tempat duduk tokoh-tokoh adat saat melakukan


upacara adat pada desa Rendu Ola.

Gambar 4.2.Gambar Raka

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 63


15. Mole

Mole merupakan lambang dari laki-laki Rendu Ola. Mole berukuran


kecil karena mole mempunyai arti menyatu dengan masyarakat.

Gambar 4.3.Gambar Mole

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

16. Sale

Sale merupakan tempat menaruh pesrsembahan nenek moyang. Pada


sale di gantung kepala kerbau, kepala babi dan lain-lain. Masyarakat
Rendu Ola biasa menyebut sale sebagai museum. Ukuran sale ialah 4m2.

Gambar 4.4.Gambar Sale

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 64


17. Tempat sesajian ( Nabe / menhir)

Nabe merupakan tempat sesajian dari batu gunung yang disusun


menyerupai gua agar lilin yang dinyalakan untuk arwah yang telah
meninggal tidak padam. Nabe tersebut terletak disebelah kiri rumah adat
karena dipercaya sebagai tempat yang paling hangat. Pada setiap rumah
wajib memiliki nabe. Menurut kepercayaan masyarakat kalau tidak
adanya nabe pada rumah adat, maka setiap anggota keluarga yang pergi
merantau keluar daerah akan mendapat musibah.

Gambar 4.5.Gambar Nabe/Manhir

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

18. Ana Piri & Ana Bei.

Ana piri & Ana bei merupakan tempat duduk raja yang paling tua
untuk laporan dan tempat duduk untuk ritual. Ukuran 7m x 50cm.

Gambar 4.6.Gambar Ana Piri & Ana Bei

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 65


19. Makam Keluarga

Gambar 4.7.Gambar Makam Keluarga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Gambar 4.8.Gambar Makam Keluarga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

20. Eko Kewatoweti

Eko kewatoweti merupakan gerbang belakang desa sekaligus pintu


keluar menuju desa Jawatiwa.Eko keatoweti berada pada sisi timur desa.

Gambar 4.9.Gambar Eko Kewatoweti

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 66


4.3. Pola dan Tata Ruang Rumah Adat Desa Rendu Ola

Ruang pada Kampung adat Rendu Ola, terdiri atas 2 yaitu ruang bagian luar
dan ruang bagian dalam. Dari kedua ruang ini, terbagi lagi menjadi beberapa
bagian. Ruang luar terdiri dari kolong/ bagian kaki rumah ( Lewu), halaman
depan rumah ( Wewwa), teras (teda pa’dha), halaman belakang rumah,
halaman samping, Musem ( sale ), Gerbang depan ( Ulueko ), Gerbang belakang
( Ekoboa ) dan sebagainya. Ruang dalam dari rumah adat pada perkampungan
adat ini terbagi atas 2 jenis yaitu ruang dalam pada rumah adat utama/raja/induk
dan rumah anak.biasa. ruang dalam pada kedua jenis rumah ini memiliki
beberapa kesamaan dalam nama dan fungsi. Secara vertikal rumah adat pada
Kampung Adat Rendu Ola terdiri atas beberapa bagian yaitu kolong atau Lewu,
bagian tengah dan atap.

4.3.1. Ruang luar


Pada perkampungan adat Rendu Ola, ruang luar terbagi atas ruang luar
pada rumah induk dan ruang luar pada rumah anak/biasa serta ruang luar
umum dari kedua jenis rumah adat tersebut. Ruang luar yang terdapat pada
kampung adat Rendu Ola adalah sebagai berikut :
1. Ruang luar pada rumah adat induk/utama/raja ( rumah Lado Riwu)

Gambar Rumah adat induk ( rumah Lado Riwu)


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Ruang bawah/kolong ( Lewu ); Berfungsi sebagai tempat


penyimpanan hewan peliharaan dan barang-barang yang ingin

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 67


disimpan seperti halnya kayu, maupun padi. Kolong ( lewu )
terbuat dari material kayu Nara, Naka wara dan kayu Rebu .

Gambar Ruang bawah/kolong ( Lewu )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana
 Halaman depan rumah (Wewwa)
Wewwa merupakan pekarangan pada rumah induk yang biasa
difungsikan sebagai

Gambar Halaman Depan Rumah ( Wewwa )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana
 Ruang sebelum teras ( Ture )
Terdapat susunan batu pelat dengan sedikit lebih tinggi dari
halaman depan sekitar 30cm. Ture ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan alas kaki.

Gambar Ruang Sebelum Teras ( Ture )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 68


 Teras ( Teda’au )

Teda’au berfungsi sebagai ruang peralihan dari ruang luar menuju ruang
dalam atau sebaliknya, material pada lantai ( naja ) teda’au tersebut
menggunakan bambu (pelupu).

Gambar Teras ( Teda’au )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana
2. Ruang luar pada rumah adat anak/biasa ( rumah Aja Ola/Tenga Tiba/Keli
Kisa/ Jo Wea/Peti Piri/ Kelli Kesu)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 69


Gambar Rumah adat anak/biasa
Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Ruang bawah/kolong ( Lewu ); Berfungsi sebagai tempat penyimpanan


barang-barang yang ingin disimpan seperti halnya kayu, maupun padi. Kolong
( lewu ) terbuat dari material kayu Nara.

Gambar : Ruang Bawah / Kolong ( Lewu )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana
 Teras ( teda pa’dha ); Teras ini sendiri berfungsi untuk duduk para tamu jika
berkunjung di rumah tersebut. Teda pa’dha terbuat dari bambu cincang
( naja ) yang di susun sejajar.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 70


Gambar : Teras ( Teda Pa’dha )
Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Rumah adat kecil/museum kecil ( Saga ); Berfungsi untuk menyimpan semua


warisan ( tanduk kerbau dan lain-lain ) setiap penghuni rumah yang belum
mampu membuat rumah seperti rumah induk. Tiang pada saga terbuat dari
material bambu ( pelupu ), atapnya yang terbuat dari alang-alang (ki). Ukuran
dari saga sendiri menyesuaikan dengan ukuran tanduk kerbau.

Gambar : Rumah Adat Kecil / Museum Kecil ( Saga )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Tempat penyimpanan material simbolis ( joa ); Joa berfungsi sebagai tempat


penyimpanan material simbolis seperti material bangunan contohnya, bambu,
kayu, alang-alang dan lain-lain yang digunakan pada rumah adat pemilik joa
tersebut. Joa sendiri terbuat dari bambu dengan atap yang terbuat dari daun
kelapa.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 71


Gambar : Tempat Penyimpanan Material Simbolis ( Joa )

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Batu doa untuk leluhur ( kao watu ); Berfungsi sebagai perantara ritual bakar
lilin untuk berdoa kepada leluhur jika ingin berpergian jauh.

Gambar : Batu Doa Untuk Leluhur ( Kao Wato )


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Batu ritual untuk syair ( watu nabe ); Berfungsi sebagai perantara acara adat,

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 72


jadi pemuda-pemudi akan mengelilingi daerah tersebut dengan mengelilingi
watu nabe. Watu nabe ini hanya terdapat di halaman padda rumah ke 7 dan
rumah - rumah singgah.

Gambar : Batu Ritual Untuk Syair ( Watu Nabe )

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

3. Ruang luar umum


 Ia; Merupakan penanda bagian depan dari Desa Rensu Ola. Ia juga merupakan
tempat dimana ketika ada acara adat, masyarakat di Desa tersebut mengelilingi
Ia tersebut untuk mengikuti ritual adat tersebut.

Gambar : Ia

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Musem ( sale ); Merupakan museum dimana menyimpan barang – barang


peninggalan dari para leluhur pada desa tersebut. Ketika rumah adat tersebut
tidak memiliki penghuni lagi (meninggal dan sebagainya) warisan – warisan
dari rumah tersebut seperti kepala kerbau, rahang babi dan warisan lain akan
diletakkan di sale tersebut.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 73


Gambar : Museum ( Sale )

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Gerbang depan/Gapura ( Ulueko ); Merupakan gerbang masuk menuju


kampung adat Rendu Ola. Gapura ini berbentuk segi empat yang terbuat dari
kayu rebu sebagai tiang, dimana pada tiang tersebut terdapat ukiran berbentuk
zig – zag yang dipercaya oleh masyarakat daerah setempat dapat mengusir roh
– roh jahat yang ingin masuk ke dalam kampung adat tersebut. Ulueko ini
wajib dilewati oleh setiap tamu yang datang, dengan maksud agar tamu yang
akan memasuki Desa Rendu Ola, menghilangkan niat jahat dan hanya akan
membawa niat baik ke dalam Desa.

Gambar Gerbang Depan ( Ulueko )

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Gerbang belakang ( Ekoboa ); Merupakan pembatas antara Desa Rendu


dengan Desa yang lainnya. Gerbang ini berbentuk sama seperti Ulueko dan
dimaksudkan agar orang – orang yang ingin keluar dari Desa Rendu
meninggalkan hal-hal buruk yang terjadi di Desa tersebut dan hanya

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 74


membawa hal-hal baik yang terjadi.

Gambar Gerbang Belakang ( Ekoboa )

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Istana ( Nata Peo); Nata Peo merupakan tempat yang digunakan sebagai
tempat ritual adat di Desa Rendu. Nata Peo sengaja di buat lebih tinggi dari
area yang lain agar menandakan bahwa area tersebut memiliki derajat lebih
tinggi dari area yang lain.

Gambar : Istana ( Nata Peo)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

Di area Nata Peo terdapat Peo, Mole, dan juga Raka


 Peo; Merupakan lambang persatuan antar Desa Rendu. Peo juga
melambangkan sosok perempuan dilihat dengan aksesoris yang
terdapat dari peo tersebut.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 75


Gambar : Istana ( Nata Peo)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

Mole

Mole sendiri dilambangkan dengan sesosok laki-laki dengan dimensi


yang lebih kecil dengan maksud agar lebih menyatu dengan
masyarakat.

Gambar : Istana ( Nata Peo)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Raka
Raka merupakan podium untuk para tokoh-tokoh adat. Jadi ketika para
Syair melakukan kesalahan, maka mereka akan dibawa ke depan Raka

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 76


dan para tokoh-tokoh adat akan mengajarkan mereka mana yang benar
dan mana yang salah.

Gambar : Istana ( Nata Peo)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

4.3.2. Ruang dalam

1. Ruang dalam pada rumah adat induk/lado riwu (Jetatolo)

Denah rumah adat induk (rumah lado riwu)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 77


Rumah adat induk Lado riwu di diami oleh bapak kepala Suku Rendu.
Rumah adat ini digunakan sebagai tempat tinggal, menyambut tamu,
melaksanakan ritual adat dan pertemuan keluarga antar suku. Luas
keseluruhan dari rumah adat induk Lado riwu adalah 7.75 m X 7.20 m
dengan bangunannya berbentuk persegi. Penentuan luas bangunan pada
rumah adat induk Lado riwu ini tidak didasarkan pada falsafah hidup suku
kampung Rendu Ola tetapi lebih pada kemampuan ekonomi masyarakat
suku Rendu Ola untuk menyediakan material- material yang digunakan.

 Ruang tamu (Teda wawo); Teda wawo berfungsi untuk tempat tamu-tamu
duduk jika berkunjung di rumah adat Lado Riwu. Material lantai dan
dinding menggunakan kayu. Pada ruangan Teda wawo terdapat ukiran
manusia perempuan dan laki-laki dari kayu nara. Ukiran perempuan
disebelah kiri arah hadap ke dalam rumah dan ukiran laki-laki disebelah
kanan. Sebelah kiri sebagai tempat duduk perempuan dan sebelah kanan
sebagai tempat duduk laki-laki jika diadakan upacara adat pada rumah
adat Lado Riwu.

Gambar Ruang tamu (Teda wawo)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Loro; merupakan area yang dibagi dua pada sudut ruangan, berada di
bagian paling bawah atau diatas naja. Sebelah kiri berfungsi sebagai
tempat penyimpanan bahan bakar kayu dan sebelah kanan tempat
menyimpan air yang sebelumnya difungsikan sebagai tempat mencuci

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 78


piring.

Gambar Loro sebelah kanan

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Lege lapu; adalah tempat memasak yang terletak disebelah kiri sesuai
arah hadap aktivitas. Lege lapu terdapat beberapa komponen pembentuk
diantaranya, abu dapur sebagai area memasak dengan di kelilingi kayu
papan sebagai penahan abu dapur.

Gambar Lege Lapu

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Lipitozo; merupakan papan kayu yang lebih panjang pada area memasak
yang berfungsi sebagai tempat memberi makan leluhur.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 79


Gambar Lipitozo

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Lika; adalah penamaan untuk satu buah batu tungku


 Likalapu; adalah tiga buah batu tungku. Tungku dalam rumah adat lado
riwu adalah tempat memasak yang dapat memenuhi kebutuhan makan
dan minum penghuni.

Gambar LikaLapu

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Poa; adalah tempat penyimpanan makanan dan peralatan memasak

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 80


Gambar Poa

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Kae teo; berada tepat diatas lege lapu yang berfungsi sebagai tempat
pengasapan daging.

Gambar Khaeteo

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Area tidur (lulu); merupakan area kedua dari ruang dalam (jetatolo)
berfungsi sebagai tempat tidur bagi penghuni rumah adat lado riwu.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 81


Gambar Area tidur (lulu)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Beki; merupakan area ketiga dari ruang dalam (jetatolo) berfungsi


sebagai tempat tidur bagi orang yang dihargai atau memiliki kedudukan
tinggi. Beki lebih tinggi dari lulu dengan elemen pembentuk
menggunakan papan kayu.

Gambar Beki

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

2. Ruang dalam pada rumah anak/biasa ( rumah Aja Ola/Tenga Tiba/Keli Kisa/ Jo
Wea/Peti Piri/ Kelli Kesu)
Ruang dalam merupakan bagian dalam rumah yang terdiri dari ruang
tamu (Teda Meze) dan ruang belakang (Tholo Sa’o). Ruang-ruang ini
bersifat terbuka, yang hanya menggunakan 1 pintu sebagai akses
sirkulasi, baik sirkulasi manusia maupun sirkulasi udara

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 82


dikarenakanrumah adat ini tidak diperbolehkan membuat jendela karena
adanya kepercayaan bahwa rezeki yang masuk dari pintu depan akan
langsung keluar. Penggunaan ornamen seperti pigura dan foto di dalam
rumah diperbolehkan, kecuali tanaman hidup.

 Ruang Tamu (Teda Meze); Ruang tamu atau dalam bahasa daerah
disebut Teda Meze merupakan ruang dengan fungsi untuk menerima
tamu atau dapat difungsikan sebagai tempat bagi tamu menginap dalam
rumah adat. Pada ruang ini juga biasa difungsikan sebagai tempat
berkumpul bersama keluarga untuk membicarakan adat. Ruang ini
memiliki dimensi 3,5m x 3m dan terdiri dari lantai bambu (Naja),
dinding dari bambu yang dicincang (Kebi Naja) serta balok sisi ruang
(Loki) dengan panjang 7m dan lebar 6m yang berjumlah 7 batang dimana
balok sisi ini terbuat dari batang bambu (Pheto).

Gambar ruang tamu (teda meze)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Ruang Belakang (Tholo sa’o); Dinding dan lantai pada bagian Tholo
Sa’o juga terbuat dari bambu belah/pelupu. Ruang ini dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu;

 Tempat mencuci (Loro)


Tempat mencuci atau dalam bahasa daerah setempat disebut Loro
merupakan salah satu bagian dari ruang belakang yang berfungsi
sebagai tempat mencuci piring, gelas dan peralatan dapur lainnya.
Letak dari loro, berada pada sebelah kanan.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 83


Gambar tempat mencuci (loro)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Tempat duduk (Beki)


Beki merupakan tempat yang dulunya biasa digunakan sebagai
tempat duduk dari orang yang di “tua” kan pada rumah tersebut. Tetapi,
sekarang Beki atau tempat duduk tersebut diubah fungsikan sebagai
tempat penyimpanan barang-barang seiring berjalannya waktu.

Gambar tempat duduk (beki)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Tempat memasak (Lika Lapu) yang terdapat tungku (Lia Lika)


Lika lapu atau tempat memasak terletak di sebelah kiri (jika posisi
dilihat dari dalam rumah keluar), material lika lapu terbuat dari dua
batang bambu yang melintang sebagai pembatas tanah yang dipadatkan
dan untuk meletakan tungku (lia lika) diatasnya.

Gambar tempat memasak (lika lapu) & tungku (lia lika)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 84


Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Tempat beristirahat (Lulu); merupakan tempat beristirahat dari


penghuni rumah.

Gambar tempat beristirahat (lulu)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Wadah untuk memberi makan leluhur (Lipi Tozo)


Lipi Tozo merupakan wadah dengan fungsi untuk memberi makan
leluhur yang terletak pada salah satu sudut tempat masak (Kaebo),
dengan tujuan sebagai pelindung/penjagaan diri penghuni rumah dari
berbagai bahaya dan penyakit. Lipi Tozo dihubungkan dengan tiang
penyangga (Dua Duke)dan dibagian atas dihubungkan kembali dengan
tiang penyangga atas (Dua Madu)yang dipercaya sebagai jalur keluar
masuk leluhurke dalam rumah adat.

Gambar tempat beristirahat (lulu)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Tempat pemyimpanan (kae teo)


Kae teo merupakan tempat penyimpanan bahan makanan yang
terletak di atas tempat masak (kaebo). Material Khaeteo adalah bambu

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 85


seperti material lainnya.

Gambar tempat penyimpanan (khateo)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Loteng (Poa)
Loteng yang dalam bahasa daerah biasa disebut Poa berfungsi
sebagai tempat penyimpanan makanan yang terbuat dari bambu /
pelupu. Biasanya terdapat tepat diatas tungku / lialika. Material Poa
terbuat dari bambu belah/pelupu

Gambar loteng (poa)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

a. Ruang secara vertikal


1. Ruang vertical pada rumah induk/raja/lado riwu
2. Ruang vertikal pada rumah anak/biasa
 Bagian bawah (Kolong/lewu)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 86


Gambar kolong rumah (Lewu)

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

 Bagian tengah; bagian ini merupakan tempat terjadinya aktivitas penghuni.


Ruang bagian tengah ini terdiri teras, ruang tamu, ruang beristirahat, dapur,
dan lain-lain.
 Bagian atas (atap/)

Gambar bagian atas/atap

Sumber : DKKAV Angkatan 2017 Universitas Nusa Cendana

4.4. Struktur dan Konstruksi Rumah Adat Desa Rendu Ola

Desa Rendu Ola merupakan pusat daerah seluruh rendu. Desa ini memiliki du
a jenis rumah adat dan satu rumah darurat. Rumah adat yang sudah dewasa / ruma
h adat induk disebut Sa’o Lado Riwu, rumah adat yang belum dewasa disebut Sa’
o Aja Ola dan rumah darurat yang disebut Sa’o Naka Lado.

Rumah adat induk ini dikatakan rumah adat yang sudah dewasa karena telah
melakukan 7 kali renovasi atau perbaikan. Sama seperti bangunan pada umumnya
rumah adat rendu ola yang disebut sebagai Sa’o Lado Riwu ini memiliki tiga struk
tur utama yaitu substruktur, superstruktur dan upperstruktur.

4.4.1. Tahap Pembuatan Rumah Adat

Pembuatan rumah adat pada desa Rendu Ola ini menggunakan alat - alat
berupa : parang, pisau, pahat, tali senar, linggis, hamar, gergaji dengan tahap - tah
ap sebagai berikut.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 87


Tahap 1: tahap persiapan ( pemilihan lokasi )

Sebelum pemilihan lokasi pembangunan rumah pemilik rumah melakukan rit


ual adat untuk meminta petunjuk dari pada leluhur guna mengetahui tempat atau l
okasi yang baik kemudian petunjuik tersebut dibawa melalui mimpi sang pemilik
rumah tersebut.

Tahap 2: tahap pengumpulan bahan

Rumah adat rendu ola didominasi oleh material kayu dimana dalam pemiliha
n kayu ini terlebih dahulu dilakukan ritual adat. Ritual ini dilakukan dengan mem
beri makan nenek moyang dan membunuh babi, (apabila hati babi tersebut dilihat
baik maka masyarakat percaya bahwa para leluhur memberi ijin menggunakan ma
terial tersebut). Hal ini menunjukakan bahwa kayu tersebut layak digunakan (suda
h dewasa) karena kayu tersebut mempengaruhi kekuatan bangunan yang akan dib
angun.

Tahap 3: proses pengerjaan

Proses pengerjaan dilakukan oleh 6 orang tukang yang terdiri dari 4 orang pe
ngukur ( Tepu Wisu ) dan 2 orang sebagai ahli gambar dan ahli pahat yang berasal
dari Woe Ebu Tuza. Selebihnya pekerjaan rumah adat tersebut dibantu oleh warga
setempat. Proses pengerjan terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut.

a. Tahap Sea Sa’o = tahap mendirikan kerangka bangunan dari pondasi.


b. Pemasangan tiang nok (ledi madu)
c. Pemasangan wolo sozo (kuda-kuda)
d. Pemasangan poa zoka ( tempat yang berada dibagian bawah atap yang diguka
n untuk menahan kotoran)
e. Pemasangan kae bo ( tempat menyimpan peralatan seperti panci, periuk, irus
dll).
f. Pemasangan kae teo ( tempat menyimpan makanan seperti daging ).
g. Pemasangan papan rumah tetapi didahului dengan papan yang memiliki ukira
n selanjutnya diikuti pemasangan papan pada sisi lain bangunan.
h. Pemasangan naja / pelupuh ( lantai dari pelupuh )
i. Penyusunan ture ( batu di depan rumah adat tepatnya di bagian bawah teras se

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 88


bagai simbol kedewasaan).
j. Pengikatan soku (gording)
k. Pengikatan nao (tali ijuk) pada soku (gording)
l. Bozu, yaitu kegiatan menunggu leluhur datang selama satu malam.
m. Pemasangan alang-alang (ki) /zaka jo’o.

Keterangan : Pada setiap tahap pengerjaan diselingi ritual adat dengan menyembelih babi dimana
masyarakat setempat percaya bahwa darah dari babi yang disembelih tersebut dapat memperkuat s
truktur rumah adat.

Tahap 4: Tahapan Akhir ( ritual penutup )

Pada tahap ini dilakukan ritual penutup. Salah satu kegiatan yang dilakukan antar
a lain acara makan nasi bambu bersama yang hanya dilakukan oleh kaum pria, ke
mudian bambu tersebut dibelah dan diikat dengan nao (tali ijuk) di sekeliling reb
u (pondasi induk). Ritual ini ditutup dengan menyembelih kerbau.

4.4.2. Sa’o Lado Riwu ( Rumah Raja )

Gambar : Sa’o Lado Riwu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

A. Substruktur

Substruktur merupakan bagian-bagian bangunan yang terletak di ba


wah permukaan tanah, struktur bawah ini meliputi pondasi dan sloof. P
ada sa’o Lado Riwu ini sendiri menerapkan sistem rumah kolong diman
a letak sebagian dari substruktur berada diatas permukaan tanah.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 89


Keterangan :

 A1, A2, A3 : pondasi kayu naka wara


 B1, B2, B3, C1, C2, D1, D2, D3 : pondasi
Gambar : Modul Sa’o Lado Riwu kayu nara
 C3 : pondasi kayu rebu
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

a) Pondasi
Jenis pondasi yang digunakan pada Sa’o Lado Riwu ini adalah p
ondasi tanam yang terbuat dari tiga jenis material kayu yaitu kayu na
ra, kayu naka wara dan kayu rebu.
1. Kayu Nara

Gambar : Kayu Nara

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 90


2. Kayu Rebu

Gambar : Kayu Rebu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

3. Kayu Naka Wara

Gambar : Kayu Naka Wara

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Proses pengerjaan pondasi dilakukan dengan cara ditanam pada k


edalaman tertentu.Pada setiap kayu pondasi terdapat ukiran berbentu

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 91


k gerigi yang menyerupai Peo. Ukiran yang dibuat sebagai tanda bah
wa penghuni rumah tersebut telah dianggap dewasa. Masing – masin
g pondasi memiliki ketinggian yang berbeda – beda. Hal ini disebabk
an karena adanya perbedaan ketinggian kontur. Selain ketinggian, po
ndasi tersebut juga memiliki kedalaman yang berbeda – beda.
b) Tenga ( Sloof )

Gambar : Tenga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Tenga merupakan balok besar yang diletakkan di bagian atas pon


dasi yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur yang ada di at
asnya. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu koli ( kayu lontar ).
c) Ledha

Gambar : Ledha

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Ledha adalah balok yang diletakkan di atas tenga dengan dimens


i yang lebih kecil dengan jenis kayu yang digunakan adalah kayu koli
( kayu lontar ).
d) Reba

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 92


Gambar : Reba

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Reba merupakan belahan bambu yang terletak di atas ledha yang


berjumlah 13 batang dengan jarak 25 cm.
e) Naja / Pelupuh ( Lantai )

Gambar : Naja

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Naja merupakan bambu yang dicincang dan digunakan sebagai la


ntai dan terletak di atas reba.
f) Loro dan Lulu
Loro dan Lulu merupakan perbedaan ketinggian lantai dimana lo
ro lebih rendah dan lulu lebih tinggi. Loro berfungsi menyimpan air,
kayu dan sebagainya. Sedangkan lulu merupakan tempat istirahat ( d
uduk, tidur ).
B. Superstruktur
Superstruktur adalah bagian-bagian bangunan yang terletak diatas
permukaan tanah dan dibawah atap serta layak ditinggali oleh manusia.
Superstruktur sendiri memilki fungsi untuk meneruskan beban dari stru
ktur atas ke struktur bawah. Bagian-bagian yang termasuk dalam supers

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 93


truktur diantaranya dinding, kolom dan ring balk.
a) Dinding
Dinding pada rumah adat sa’o Lado Riwu menggunakan papan b
erukuran 3/25 dengan 3 jenis kayu anatara lain :
1. Kayu Bone

Gambar : Kayu Bone

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Kayu Bone digunakan untuk dinding bagian dalam bangunan,


kayu ini ditempatkan pada teras depan rumah (Todhu Wowu Pap
a) hingga bagian belakang rumah kecuali papan yang memiliki u
kiran menyerupai wujud manusia.
2. Kayu Kesi Jawa

Gambar : Kayu Kesi Jawa

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 94


Kayu Kesi Jawa digunakan khusus untuk papan yang memili
ki ukiran wujud manusia, oleh karena itu ukuran jenis kayu ini le
bih besar dibandingkan jenis kayu lainnya.
3. Kayu Wuwu

Gambar : Kayu Wuwu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Kayu Wuwu digunakan sebagai langkan pada bagian tepi to


dhu wowu (tangga mneuju teras).
Pada dinding sa’o Lado Riwu memiliki pahatan yang menye
rupai sosok laki-laki dan perempuan yang juga merupakan lamba
ng kedewasaan dari penghuni rumah. Pada dinding terdapat rege
( regel ) yang diikat di dinding dengan fungsi memperkuat dindi
ng tersebut. Selain rege juga terdapat siku ( siku ) yang berguna u
ntuk menyokong dinding .
b) Kolom ( dhuke)

Gambar : Dhuke

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 95


Dhuke merupakan tiang atau kolom yang menggunakan bambu
dengan diameter 15cm dan dhuke digunakan untuk meneruskan beba
n dari struktur atas ke struktur bawah. Dhuke terdapat pada sudut lika
lapu ( tungku api ) yang selain berfungsi untuk meneruskan beban, ju
ga dipercaya sebagai jalur yang digunakan leluhur untuk menuju tem
pat makan leluhur (lipitoso) .
c) kolom (Wisu)

Gambar : Wisu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Wisu merupakan kolom yang menggunakan kayu koli (kayu Lon


tar) ,wisu digunakan untuk memperkuat struktur rumah adat. Wisu di
tancap pada ledha dengan panjang 10-20 cm dari dasar ledha.
d) Siku

Gambar : Siku

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Menggunakan material kayu koli ( lontar ) yang digunakan untuk


menyokong dinding dengan dimensinya adalah 6 / 8.
e) Ring Balk ( loki ana dan loki ine )

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 96


Gambar : loki ana dan loki ine

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Ring Balk pada sa’o Lado Riwu dibagi menjadi dua yaitu loki an
a dan loki ine, letak loki ana berada diatas loki ine dengan diameter y
ang sama. Material loki ana dan loki ine berasal dari kayu koli (kayu
Lontar). Fungsi dari keduanya yakni untuk meneruskan beban dari ra
ngka atap ke kolom.
C. Upperstruktur
Upperstruktur merupakan struktur atas bagian-bagian bangunan ya
ng terbentuk memanjang keatas untuk menopang atap . Struktur atas ba
ngunan antara lain rangka atap dan kuda-kuda. Pada rumah adat sa’o L
ado Riwu atapya berbentuk perisai, hal ini dikarenakan bentuk dari atap
disesuaikan dengan bentuk denah yang berbentuk persegi.
a) Kuda-Kuda (wolo sozo)

Gambar : wolo sozo

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Kuda-Kuda (wolo sozo) terbuat dari bahan kayu koli (kayu Lon

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 97


tar). Pada atap rumah adat Sa’o Lado Riwu terdapat 2 kuda - kuda d
an 2 setengah kuda - kuda, keduanya ditopang pada dua tiang nok
(ledhi madu). Ledhi madu memiliki tinggi yang menembus
kerangka bubungan (taha) dan bubungan ( ghubu ) berkisar 80cm d
isebut lado sa’o . Lado sa’o dililiti dengan ijuk yang bertujuan agar
dapat menahan air hujan. Lado sa’o hanya terdapat pada rumah ad
at sa’o Lado Riwu hal ini menandakan bahwa rumah ini tidak boleh
dilebihi dari rumah yang lain atau berada pada tingkatan yang lebih
tinggi. Jarak antara tiang nok ( ledhi madu) berkisar 125 cm, sedan
gkan jarak antara setengah kuda-kuda berkisar 295 cm.
b) Rangka Atap
- Gording (soku kase)

Gambar : soku kase

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Pada rumah adat sa’o Lado Riwu gording(soku kase) mengg


unakan material kayu koli (kayu lontar).
- Reng (soku)

Gambar : soku

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Reng (soku) menggnakan material bambu dengan jarak setia


p soku secara horizontal diukur menggunakan ukuran satu jengka

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 98


l pemilik rumah (laki-laki) sedangkan soku yang disusun secara v
ertikal menggunakan setengah jengkal pemilik rumah (laki-laki).
Setelah susunan setiap 6 soku terdapat satu soku yang memiliki
ukiran yang menyerupai Peo. Ikatan yang digunakan pada soku-s
oku tersebut ialah nao (tali ijuk) dan ua (rotan).
- Lisplank(soku ribha)

Gambar : soku ribha

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Lisplank(soku ribha) menggunakan material kayu koli (kayu


lontar),lisplank diletakan disekeliling atap rumah adat.
- Talang air (Talameo)
Talang air (Talameo) menggunakan material ki (alang-alang)
, dengan ikatannya menngunakan nao (tali ijuk).

c) Penutup Atap (Alang - Alang / ki )

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 99


Gambar : Ki

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Pada Sa’o Lado Riwu alang - alang digunakan sebagai penutup


atap dengan jumlah 150 ikat alang - alang. Alang - alang tersebut d
iikat menggunakan tali nao ( tali ijuk ).
4.4.3. Sa’o Aja Ola ( Rumah Biasa )
A. Substruktur
a) Posa ( Pondasi )
Pondasi pada Sa’o Aja Ola terdiri atas 12 buah pondasi dengan 3 po
ndasi bagian depan menggunakan jenis kayu Naka Wara dan 9 pondasi
lainnya menggunakan jenis kayu Nara.

Gambar : Pondasi Naka Wara

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 100


Gambar : Pondasi Nara

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

b) Tenga ( Sloof )
Tenga diletakkan sejajar arah Timur – Barat berjumlah 4 batang,
dengan 1 batang tenga bagian depan menggunakan material bambu dan
3 lainnya menggunakan kayu nara.

Gambar : Tenga bambu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Gambar : Tenga Kayu Nara

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

c) Ledha

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 101


Gambar : Ledha

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bambu jenis bheto ( bambu betung )


dengan diameter rata - rata 6 - 7 cm dan ditempatkan di atas tenga
melintang arah Utara - Selatan dan disusun rapat.
d) Reba

Gambar : Reba

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bilah bambu jenis bheto ( bambu


betung ) dan ditempatkan di atas ledha kecuali pada ruang antara modul
C dan D. Reba yang berada di antara modul B dan C berjumlah 9
batang sedangkan reba yang berada di antara modul D dan E berjumlah
6 batang dengan jarak ± 25 cm.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 102


e) Naja / Pelupuh ( Lantai )

Gambar : Naja

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bambu bheto ( bambu betung ) yang


dicincang dan ditempatkan di atas reba.
B. Superstruktur
a) Wisu( Kolom )

Gambar : Wisu

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah kayu soka. Wisu yang menembus


ledha dan lako ine diletakan pada setiap sudut ruang, selainnya
diletakan pada beberapa sisi ruang namun wisu tersebut tidak menerus.
b) Rege ( regel )

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 103


Gambar : Rege

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bilah bambu bheto ( bambu


betung ). Pada tiap dinding terdapat 3 batang rege dimana jarak dari
permukaan lantai ke rege pertama adalah 15 cm, jarak dari rege
pertama ke rege kedua adalah 27 cm, jarak dari rege kedua ke rege
ketiga adalah 93 cm dan jarak dari rege ketiga ke loki ine ( ring balk )
adalah 45 cm.
c) Siku

Gambar : Siku

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Menggunakan material kayu soka yang digunakan untuk


menyokong dinding.
d) Dhuke

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 104


Gambar : Dhuke

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah kayu soka. Dhuke terdapat pada s


udut lika lapu ( tungku api ) yang selain berfungsi untuk meneruskan be
ban, juga dipercaya sebagai jalur yang digunakan leluhur untuk menuj
u tempat makan leluhur (lipitoso).
C. Upperstruktur
a) Wolo Sozo ( Kuda - Kuda )

Gambar : Wolo Sozo

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Kuda - Kuda (wolo sozo) terbuat dari bahan kayu koli (kayu Lontar).
Pada atap rumah adat Sa’o Aja Ola terdapat 2 kuda - kuda dan 2 setengah
kuda - kuda. Akan tetapi pada rumah adat ini tidak terdapat ledhi madu

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 105


( tiang nok ) sehingga kerangka atapnya ditopang oleh 4 buah siku yang
terdapat pada setiap titik pertemuan gording.

Gambar : Siku

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

b) Rangka Atap
- Gording (soku kase)

Gambar : soku kase

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Pada rumah adat sa’o Lado Riwu gording (soku kase) menggun
akan material kayu koli (kayu lontar).
- Reng (soku)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 106


Gambar : soku

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Reng (soku) menggnakan material bambu dengan jarak setiap


soku secara horizontal diukur menggunakan ukuran satu jengkal pe
milik rumah (laki-laki) sedangkan soku yang disusun secara vertika
l menggunakan setengah jengkal pemilik rumah (laki-laki). Setelah
susunan setiap 6 soku terdapat satu soku yang memiliki ukiran yan
g menyerupai Peo. Ikatan yang digunakan pada soku-soku tersebut
ialah nao (tali ijuk) dan ua (rotan).
- Lisplank(soku ribha)

Gambar : soku ribha

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Lisplank(soku ribha) menggunakan material bambu bheto lispl


ank diletakan disekeliling atap rumah adat.
c) Penutup Atap (Alang - Alang / ki )

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 107


Gambar : ki

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Pada Sa’o Aja Ola alang - alang digunakan sebagai penutup atap.
Alang - alang tersebut diikat menggunakan tali nao ( tali ijuk ).
4.4.4. Sa’o Naka Lado (Rumah Darurat )

Sa,o Naka Lado merupakan rumah darurat yang dibangun dengan tujuan
untuk memperlancar pembangunan Sa’o Lado Riwu. Rumah adat ini
dibangun pada tahun 2017. Pada proses pembangunan rumah adat ini
memiliki sedikit perbedaan dengan rumah adat lainnya dari segi ritual,
dimana untuk memulai pembangunan Sa,o Naka Lado dilakukan upacara adat
dengan menyembelih babi yang darahnya dioleskan pada tiang pondasi
karena menurut kepercayaan masyarakat setempat darah tersebut dapat
memperkuat dasar rumah adat. Kemudian selama proses pengerjaan
superstruktur tidak dilakukan upacara adat apapun. Setelah sampai pada tahap
pengerjaan upperstruktur dilakukan upacara adat penyembelihan babi yang
darahnya dioleskan pada kerangka atap.
A. Substruktur
a) Posa ( Pondasi)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 108


Gambar : Posa

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi umpak. Dasar


pondasi menggunakan watu wolo ( batu gunung ). Tiang pondasi
menggunakan material bambu jenis bheto ( bambu betung ).
Beberapa tiang pondasi dibuat menerus dan difungsikan sebagai
kolom utama bangunan sedangkan beberapa tiang pondasi lainnya
tidak dibuat menerus. Diameter rata - rata tiang pondasi 15 cm.
b)Tenga ( Sloof )

Gambar : Tenga

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah kayu nio ( kayu kelapa ). Tenga


diletakkan secara tumpang tindih dimana tenga yang membentang
arah Timur - Barat berada di bangian bawah dengan dimensi 6 / 12
sedangkan tenga yang membentang arah Utara - Selatan berada di
bagian atas akan tetapi hanya berada di sisi kiri dan kanan rumah adat
tersebut dengan dimensi 5 / 12.
c) Ledha

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 109


Gambar : Ledha

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bambu jenis bheto ( bambu


betung ) dengan diameter rata - rata 6 - 7 cm dan ditempatkan di atas
tenga melintang arah Utara - Selatan dengan jumlah 25 buah dan
jarak ± 24 cm.
d)Reba

Gambar : Reba

Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bilah bambu jenis bheto ( bambu


betung ) dan ditempatkan di atas ledha kecuali pada ruang antara modul
C dan D. Reba yang berada di antara modul B dan C berjumlah 9 batang
sedangkan reba yang berada di antara modul D dan E berjumlah 6
batang dengan jarak ± 25 cm.

e) Naja / Pelupuh ( Lantai )

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 110


Gambar : Naja
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bambu bheto ( bambu betung ) yang


dicincang dan ditempatkan di atas reba dan memiliki pola penataan yang
berbeda untuk membedakan zona ruang.
B. Superstruktur
a) Posa ( Kolom )
1. Kolom Utama

Gambar : Posa
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Kolom utama merupakan kolom yang menerus dari posa


( pondasi ) sehingga material yang digunakan adalah bambu bheto (
bambu betung ) dengan dimensi yang sama yaitu 15 cm.

2. Kolom Praktis

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 111


Gambar : Kolom Praktis
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Dimensi dan material yang digunakan pada kolom praktis
sama dengan kolom utama. Kolom praktis ini berbeda dari kolom
utama karena tidak menerus dari pondasi dan terletak di atas tenga.
b) Rege ( regel )

Gambar : Regel
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Material yang digunakan adalah bilah bambu bheto ( bambu


betung ). Pada tiap dinding terdapat 3 batang rege dimana jarak
dari permukaan lantai ke rege pertama adalah 15 cm, jarak dari
rege pertama ke rege kedua adalah 27 cm, jarak dari rege kedua
ke rege ketiga adalah 93 cm dan jarak dari rege ketiga ke loki ine
( ring balk ) adalah 45 cm.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 112


c)Siku

Gambar : Siku
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Menggunakan material bilah bambu bheto ( bambu betung )
yang digunakan untuk menyokong dinding.
d) Dhuke

Gambar : Dhuke
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Material yang digunakan adalah bilah bambu bheto ( bambu
betung ). Dhuke terdapat pada sudut lika lapu ( tungku api ) yang s
elain berfungsi untuk meneruskan beban, juga dipercaya sebagai ja
lur yang digunakan leluhur untuk menuju tempat makan leluhur (li
pitoso).

C. Upperstruktur
Atap Sa’o Naka Lado berbeda dengan atap sa’o lainnya dimana
atap sa’o ini berbentuk pelana sedangkan atap sa’o lainnya berbentuk

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 113


perisai. Atap ini bersifat sementara yang dapat diubah sewaktu - waktu
seperti atap lainnya apabila dikehendaki oleh pemilik sa’o tersebut.
a) Wolo Sozo ( Kuda - Kuda )

Gambar : Wolo Sozo


Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Kuda - Kuda (wolo sozo) terbuat dari bahan kayu koli (kayu Lon
tar). Pada atap Sa’o Naka Lado terdapat 3 kuda - kuda dan masing -
masing kuda - kuda tersebut ditopang oleh ledhi madu ( tiang nok ).
Tinggi kuda - kuda pada sa’o ini
adalah ± 4 m.
b)Rangka Atap
- Gording (soku kase)

Gambar : Soku Kase


Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Pada rumah adat Sa’o Naka Lado gording (soku kase) meng
gunakan material bambu bheto ( bambu betung ).
- Reng (soku)

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 114


Gambar : Soku
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Reng (soku) menggnakan material bambu dengan jarak setia
p soku secara horizontal diukur menggunakan ukuran satu jengka
l pemilik rumah (laki-laki) sedangkan soku yang disusun secara v
ertikal menggunakan setengah jengkal pemilik rumah (laki-laki).
- Lisplank(soku ribha)

Gambar : Soku Ribha


Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Lisplank (soku ribha) menggunakan material bilah bambu bh


eto ( bambu betung ),lisplank diletakan disekeliling atap rumah a
dat.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 115


c) Penutup Atap (Alang - Alang / ki )

Gambar : Ki
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019

Pada Sa’o Naka Lado alang - alang digunakan sebagai


penutup atap. Alang - alang tersebut diikat menggunakan tali nao
( tali ijuk )

TABEL PERBEDAAN STRUKTUR SA’O LADO RIWU, AJA OLA DAN NAKA LADO
N OBJEK SA’O LADO RIWU SA’O AJA OLA SA’O NAKA LADO
O
A. Substruktur
1. Pondasi Menggunakan pondasi Menggunakan pondasi ta Jenis pondasi yan
tanam dengan material jenis nam yang terdiri dari 12 digunakan adalah pondas
kayu nara, kayu naka wara buah pondasi dengan 3 p
umpak. Dasar pondas
dan kayu rebu. ondasi bagian depan men
menggunakan watu wol
ggunakan jenis kayu Na
( batu gunung ). Tian
ka Wara dan 9 pondasi l
pondasi menggunaka
ainnya menggunakan jen
is kayu Nara.
material bambu jeni
bheto ( bambu betung ).

Gambar : Kayu Nara

Gambar : Pondasi Naka


Wara
Gambar : Posa

Gambar : Kayu Rebu

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 116


Gambar : Pondasi Nara

Gambar : Kayu Naka Wara


2. Tenga (Sloof) Menggunakan balok besar Tenga berjumlah 4 Material yang digunaka
dengan jenis material kayu batang dimana 1 batang adalah kayu nio ( kay
koli ( kayu lontar ). tenga bagian depan kelapa ) dengan ukura
menggunakan material
5/12 dan 6/12
bambu dan 3 lainnya
menggunakan kayu
nara.
Gambar : Tenga

Gambar : Tenga

Gambar : Tenga bamboo

Gambar : Tenga Kayu N


ara

3. Ledha Menggunakan material jenis Material yang Material yang digunaka


kayu koli ( lontar ) digunakan adalah adalah bambu jenis bheto
bambu jenis bheto ( bambu betung ) denga
( bambu betung ) diameter rata - rata 6 -
cm.

Gambar : Ledha

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 117


Gambar : Ledha

Gambar : Ledha

B. Superstruktur

1. Dinding Menggunakan papan dengan Menggunakan material Menggunakan material naja


jenis kayunya adalah kayu naja / pelupuh / pelupuh
bone, kayu kesi jawa, kayu
wuwu.

Gambar : Kayu Bone

Gambar : Kayu Kesi Jawa

Gambar : Kayu Wuwu

2. Dhuke Merupakan tiang atau kol Material yang digunakan Material yang digunaka
om yang menggunakan b adalah kayu soka. adalah bilah bambu bheto

ambu dengan diameter 15 ( bambu betung ).

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 118


cm.

Gambar : Dhuke
Gambar : Dhuke
Gambar : Dhuke
3. Siku Menggunakan material Menggunakan material Menggunakan material bila
kayu koli ( lontar ). kayu soka bambu bheto ( bamb
betung )

Gambar : Siku
Gambar : Siku
Gambar : Siku

4. f) Ring Balk ( lok Material loki ana dan loki Menggunakan material Menggunakan material bila
i ana dan loki i ine berasal dari kayu koli bilah bambu bheto bambu bheto ( bamb
ne ). (kayu Lontar). ( bambu betung ) betung )

Gambar : loki ana dan lok


i ine

C. Upperstruktur
1. Kuda-Kuda (wolo Terbuat dari bahan kayu k Kuda - Kuda (wolo soz Atap Sa’o Naka Lado
sozo) oli (kayu Lontar) o) terbuat dari bahan kay berbeda dengan atap sa’o
u koli (kayu Lontar). Pad lainnya dimana atap sa’o
a atap rumah adat Sa’o
ini berbentuk pelana. Ku
Aja Ola terdapat 2 kuda -
a - Kuda (wolo sozo) ter
Gambar : wolo sozo kuda dan 2 setengah kud
uat dari bahan kayu kol
a - kuda. Akan tetapi
(kayu Lontar).
pada rumah adat ini
tidak terdapat ledhi
madu ( tiang nok

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 119


Gambar : Wolo Sozo

Gambar : Wolo Sozo

a) Rangka Atap menggunakan material ka menggunakan material menggunakan materia


 Gording (sok yu koli (kayu lontar). kayu koli (kayu lonta bambu bheto ( bamb
u kase) r). betung ).

Gambar : soku kase

Gambar : soku kase

Gambar : Soku Kase

 Lisplank menggunakan material ka Menggunakan material Menggunakan bilah bambu


(soku ribha) yu koli (kayu lontar) bambu betung ( bambu
bheto)

Gambar : Soku Ribha


.
Gambar : soku ribha
Gambar : soku ribha

Tabel Perbedaan Rumah Adat Desa Rendu Ola

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 120


BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Arsitektur Vernakular merupakan arsitektur yang dihasilkan oleh adat


istiadat suatu daerah dengan mengoptimalkan potensi lokal dari daerah seperti
penggunaan material,teknologi ,pengetahuan dan iklim setempat. Desa Rendu Ola
merupakan salah satu desa di wilayah Kabupaten Ngekeo-NTT yang masih
memiliki tingkat kearifan lokal yang masih terjaga.

Desa Rendu Ola merupakan salah satu perkampungan adat yang berada
kecamatan Aesesa selatan , kabupaten Nagekeo. Nenek moyang masyarakat desa
Rendu Ola berasal dari Sulawesi dan menetap di Nagelewa, Mbai bagian pesisir
pantai. Mereka menetap di sana kurang lebih empat tahun, setelah itu mereka
pindah ke daerah pegunungan di bagian utara kali kemudian mereka menetap dan
membuat perkampungan . Ketika menetap terjadi peperangan antar suku
Wolowea dan suku Lambo, dan suku Rendu Ola membantu suku Wolowea untuk
memenangkan perang, sebagai ganti hadiah suku Wolowea memberikan tanah
kepada suku Rendu Ola untuk menetap hingga sekarang. Terdapat 7 pahlawan
yang ikut berpartisipasi dalam peperangan yaitu Suku Abu Tuja,Suku Abu
Dapa,Suku We’do,Suku Naka Lado,Suku Para meze Au Poma,Suku Nanga Lengi
dan Suku Diri Keo.

Rendu Ola memiliki keadaan topografi yang berpundak-pundak, dengan


ketinggian 400-500 m diatas permukaan laut dengan jenis tanah grumsol.
Terdapat 2 zona pada desa Rendu Ola antara lain zona makro terdiri atas zona
persawahan , zona fasilitas umum , zona permukiman warga sedangkan zona
mikro terdiri atas 8 rumah warga antara lain Sa’o Meze Sa’o Lado Riwu, Sa’o
Aja Ola, Sa’o Tenga Tiba, Sa’o Keli Kisa, Sa’o Jo Wea, Sa’o Peti Pire, Sa’o Subu
Guru,dan Sa’o Keli Kasu.

Ruang pada Kampung adat Rendu Ola, terdiri atas 2 yaitu ruang bagian
luar dan ruang bagian dalam. Dari kedua ruang ini, terbagi lagi menjadi beberapa
bagian. Ruang luar terdiri dari kolong/ bagian kaki rumah ( Lewu) , halaman

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 121


depan rumah ( Wewwa), teras (teda pa’dha), halaman belakang rumah, halaman
samping, Musem ( sale ), Gerbang depan ( Ulueko ), Gerbang belakang (
Ekoboa ) dan sebagainya. Ruang dalam dari rumah adat pada perkampungan adat
ini terbagi atas 2 jenis yaitu ruang dalam pada rumah adat utama/raja/induk dan
rumah anak biasa. Ruang dalam pada kedua jenis rumah ini memiliki beberapa
kesamaan dalam nama dan fungsi. Secara vertikal rumah adat pada Kampung
Adat Rendu Ola terdiri atas beberapa bagian yaitu kolong atau Lewu, bagian
tengah dan atap.

Terdapat 3 jenis rumah adat pada desa Rendu Ola yang memiliki sistem
struktur berbeda. Perbedaan ketiga sistem struktur ini terdapat pada jenis material
yang digunakan. Pada Sa’o Lado Riwu sistem struktur yang digunakan
didominasi oleh penggunaan papan, Sa’o Aja Ola ( Rumah Biasa ) menggunakan
bambu, kayu dan Sa’o Naka Lado ( Rumah Darurat ) keseluruhan sistem struktur
menggunakan bambu. Sistem struktur rumah adat desa Rendu Ola terdiri atas 3
yaitu substruktur : Posa ( pondasi), Tenga ( Sloof ), Ledha, Reba,Naja
( pelupuh/lantai ), superstruktur : wisu ( kolom), Rege(regel) , Siku ,Dhuke
( kolom) dan uppperstruktur : Wolo Sozo ( kuda-kuda ), Soku Kase ( gording ),
Soku ( reng ),Soku Ribha ( lisplank ), Ki ( alang-alang).

5.2. Saran

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk memperhatikan kembali setiap


kajian-kajian teori mengenai arsitektur vernakuler sehingga dapat menjawab
tujuan penelitian dan sesuai kajian yang ada.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 122


GLOSARIUM

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 123


LAMPIRAN
A. Sosial Budaya

B. Tapak
C. Ruang

D. Struktur
DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa jenis sambungan pada rangka atap?


2. Material kolom, dimensi, syarat pemilihan?
3. Perbedaan atap rumah induk dan rumah lain?
4. Struktur dinding tampak depan (ana deo), filosofi jumlah dinding?
5. Alasan rumah adat utama menggunakan papan dan rumah biasa menggunakan
bambu?
6. Ketentuan jarak kolom?
7. Material penutup atap?
8. Apakah terdapat perbedaan ukuran rumah utama dan rumah biasa? Jelaskan!
9. Alasan rumah adat berbentuk rumah panggung?
10. Alasan mengapa ledha lebih panjang pada bagian belakang?
11. Mengapa pembuatan anadeo menggunakan teknik memahat?
12. Fungsi tiang tengah pada bagian depan teras rumah beserta filosofi dan jenis kayu
yang digunakan?
13. Apa alasan konstruksi atap Sa’o Lado Riwu menggunakan bambu?
14. Mengapa elemen substruktur pada rumah adat disusun tidak sejajar?
15. Apa alasan teras Sa’o Lado Riwu terbuka sedangkan rumah lainnya tertutup?
16. Apa alasan penggunaan material bambu pada rumah adat biasa?
17. Berapa lebar bukaan pintu pada rumah adat utama dan biasa?

JAWABAN

1. Pada rangka atap sa’o lado riwu menggunakan beberapa sambungan antara lain
sambungan ikat menggunakan ijuk (nao) dan sambungan ikat menggunakan rotan
(ua),sambungan mengunakan paku
2. Pada umumnya proses pemilihan pondasi pada kampung adat rendu ola
khsusunya sa’o lado riwu terjadi melalui mimpi oleh kepala suku (raja)
sedangkan untuk rumah adat naka lado ( rumah darurat) pemilihan material
pondasi menggunakan material yang tersedia pada daerah sekitar kampung.
a. Sa’o Lado Riwu
Pondasi sa’o lado riwu menggunakan 3 jenis material antara lain kayu
nara, rebu dan kayu naka wara.
b. Sa’o Aja Ola
Pondasi sa’o aja ola menggunakan material kayu soka dengan dimensi

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 124


c. Sa’o Naka Lado
Pondasi naka lado (posa) menggunakan material bambu (bheto) dengan
diameter bambu 15 cm.

3. Terdapat perbedaan atap pada sa’o lado riwu dan rumah lainnya, antara lain
terlihat pada bumbungan atap sa’o lado riwu terdapat lado sa’o yang merupakan
ujung dari ledhi madu yang menembus bubungan sedangakan pada rumah adat
biasa tidak memiliki lado sa’o. selain itu pada rangka atap sa’o lado riwu terdapat
tiang nok (ledhi madu) sedangkan pada rumah adat biasa tidak terdapat tiang nok
tetapi rangka atapnya disokong oleh siku.
4. Terdapat 7 buah papan pada tampak depan sa’o lado riwu dimana ketujuh papan
ini mewakili 7 pahlawan pada kampung rendu ola. Karena 7 pahlawan tersebut
merupakan nenek moyang yang dipercayakan untuk melindungi kampung rendu
ola dari musuh.
5. Penggunaan material yang berbeda pada sa’o lado riwu dan sa’o lain didasarkan
pada kemampuan finasial dari setiap pemilik sa’o, dimana pada sa’o lado riwu
pemiliknya sudah dianggap memiliki finasial yang cukup (dewasa) sehingga
dapat melakukan perombakan hingga 7 kali dan menggunaka papan sedangkan
untuk sa’o lainnya pemiliknya belum memiliki kemampuan finansial yang cukup
sehingga material bangunannya menggunakan material yang tersedia sekitar
perkampungan.
6. Jarak antar kolom pada rumah adat disesuaikan oleh denah dari rumah, dimana
untuk besaran ruang rumah adat ditentukan oleh bandar (pemilik) yang
disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Untuk pengukurannya menggunakan
jengkal bandar, dimana 9 jengkal bandar mewakili 1 meter.
7. Pada penutup atap rumah adat kampung rendu ola menggunakan material alang-
alang (kii).
8. Ukuran setiap rumah adat pada kampung rendu ola berbeda-beda, hal ini
tergantung oleh permintaan setiap bandar pemilik rumah.
9. Selain disesuaikan dengan kondisi kontur tanah kampung rendu ola, penggunaan
rumah panggung juga bertujuan untuk menghindari penghuni rumah dari
binatang buas dan kolong rumah digunakan sebagai kamar mandi/WC.
10. Alasan ledha dbuat melebihi bentuk denah rumah yakni agar bangunan lebih kuat
dimana apabila ukurannya disamakan dengan bentuk denah maka kekuatnya akan
berkurang dan kemungkinan lebih mudah ambruk.
11. Pembuatan anadeo menggunakan teknik memahat,karena bahan dasar pembuat
anadeo berasal dari kayu sehingga teknik yang tepat membuatnya adalah dengan
cara memahat. Selain itu,memahat adalah teknik yang sangat tepat untuk
membuat sebuah ukiran.
12. Tiang tengah yang terletak dibagian depan teras pada rumah sa’o lado riwu
berfungsi sebagai pemisah antara jalan masuk dan keluar dari rumah tersebut.
Misalnya untuk masuk kedalam rumah,harus melewati bagian kiri dari
tiang,kemudian untuk keluar dari rumah harus melewati bagian kanan dari tiang.
Jenis kayu yang digunakan untuk membuat tiang tersebut adalah kayu lontar
(koli).
13. Alasan konstruksi atap sa’o lado riwu menggunakan bambu adalah karena

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 125


material bambu lebih ringan dari pada menggunakan kayu atau papan. Hal
tersebut dikarenakan material penyusun struktur dibagian substruktur dan
superstruktur terbentuk dari kayu sehingga ,tidak memungkinkan untuk memikul
beban struktur atap yang lebih berat. Jika struktur atap tersusun dari material
kayu maka,memungkinkan bangunan tersebut akan rubuh karena beban kayu
yang semakin berat dipikul oleh struktur bawah.
14. Elemen substruktur pada rumah adat disusun secara tidak sejajar bertujuan
agar,dudukanya tetap stabil. Susunanya adalah sebagai berikut: tenga diletakan
diatas tiang pondasi yang pemasanganya tidak sejajar dengan elemen diatasnya
yaitu leda,agar semakin stabil dudukannya maka penempatan leda dengan elemen
diatasnya yaitu reba disusun secara tidak sejajar,kemudian antara reba dan naja
juga dipasang secara tidak sejajar agar dudukanya semakin stabil.
15. Karena teras pada rumah adat sa’o lado riwu difungsikan untuk melakukan salah
satu ritual adat yaitu upacara sembunyi anak dimana upacara tersebut merupakan
upacara bagi wanita rendu yang hendak menikah.
16. Alasan penggunaan material bambu pada rumah adat biasa adalah karena rumah
tersebut belum dewasa atau dengan kata lain kemampuan ekonomi dari bandar
atau pemilik rumah belum cukup untuk penyediaan anggaran biaya untuk
membeli material seperti pada rumah adat induk atau rumah sa’o lado riwu.
17. Untuk lebar bukaan pintu dari rumah adat sa’o lado riwu dengan rumah adat
biasa adalah tidak menentu, tetapi memiliki syarat yaitu tidak boleh kurang dari
70 cm dan tidak boleh lebih lebih dari 80 cm. Untuk pengukuran lebar bukaan
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan jengkal.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 126


DAFTAR PUSTAKA

Asrul A,Sani.2015.Bentuk Dan Proporsi Pada Perwujudan Arsitektur Vernakular


Bugis.Skripsi.Universitas Diponogero.

Penelitian Arsitektur Vernakular Desa Rendu Ola, Kabupaten Nagekeo 127

Anda mungkin juga menyukai