Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaan dan perlindunganNya laporan arsitektur vernakular Desa Rendu Ola ini
dapat terselesaikan.
Penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam penulisan laporan selanjutnya. Kami berterimakasih kepada pihak
yang turut serta baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan
ini.
Kami berharap laporan ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan wawasan
pembaca mengenai arsitektur vernakular.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era modern ini sebagian besar orang lebih menyukai desain
arsitektur yang mengikuti perkembangan zaman. Selain mengikuti
perkembangan zaman, bahan yang digunakan lebih mudah diperoleh karena
merupakan bahan pabrikasi yang tidak membutuhkan waktu lama dalam
proses pembuatannya. Hal ini mengakibatkan keberadaan arsitektur
vernakular semakin terancam.
Salah satu daerah yang kaya akan arsitektur vernakular adalah Nussa
Tenggara Timur. Sebagian besar daerah di Nusa Tenggara Timur masih
mempertahankan keaslian arsitektur vernakularnya dengan tidak
menggunakan bahan pabrikasi. Penggunaan bahan pada setiap bagian
arsitekturnya menggunakan bahan - bahan alami yang berasal dari daerah itu
Desa Rendu Ola terdiri dari tujuh suku yaitu Suku Ebu Tuja, Suku Ebu
Dapa, Suku We’do, Suku Naka Lado, Suku Para meze Au Poma, Suku Nanga
Lengi dan Suku Diri Keo. Selain tujuh suku, Desa Rendu Ola terdiri ari
delapan buah rumah adat yang dikategorikan dalam tiga jenis rumah adat
yaitu Sa’o Lado Riwu ( Rumah Adat Utama), Sa’o Aja Ola ( Rumah Adat
Biasa ) dan Sa’o Naka Lado ( Rumah Darurat ).
KAJIAN PUSTAKA
a. Ranah.
Ranah adalah 1) bidang disiplin, 2) elemen atau unsur yang dibatasi.
Pengertian ini digunakan sebagai dasar memahami ranah arsitektur
vernakular.
b. Unsur
Unsur adalah 1) bagian terkecil dari suatu benda, 2) bagian benda, 3)
kelompok kecil (dari kelompok yang lebih besar). Unsur dalam konteks
arsitektur vernakular merupalan pembahasan yang dapat memperjelas
sifat vernakularitas. Bentuk-bentuk dalam arsitektur memiliki nilai-nilai
simbolik karena simbol-simbol mengandung makna dibalik bentuk
arsitektur tersebut. Oleh karena itu arsitektur (mikrokosmos) merupakan
simbol dari alam semesta (makrokosmos). Arsitektur sebagai
mikrokosmos ditata dan diatur berdasarkan aturan yang ada pada alam
semesta. Aturan-aturan itu diwujudkan dalam penataan dan penyusunan
fisik area dan ruang, arah orientasi, perbedaan tinggi lantai, aturan-aturan
tentang penggunaan arsitektur, dan sebagainya. Rapoport (1977) juga
mengemukakan bahwa simbol dan makna arsitektur sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya dan faktor lingkungan sekitarnya. Faktor lain yang
ikut berpengaruh adalah ekonomi, politik dan sosial.
c. Aspek-aspek vernakularitas.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus dengan
pendekatan kualitatif. Metode studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukn
untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan
interaksi lingkungan suatu unit sosial : individu, kelompok, lembaga atau
masyarakat.
3. Mengurus perizinan
3.2.2. Lapangan
2. Mengumpulkan Data
1. Analisis data
Melakukan analisis terhadap data yang telah didapatkan dan dalam hal
ini peneliti bisa melakukan interpretasi dari data yang didapatkan
dilapangan.
3. Hasil analisis
Sumber data dalam penelian ini adalah sumber lisan dan tulisan dimana
sumber lisan berupa tindakan dan kata - kata sedangkan tulisan berupa foto dan
catatan tertulis.
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri.
HASIL PENELITIAN
Nama Pulau Flores berasal dari Bahasa Portugis “Cabo de Flores” yang
berarti “Tanjung Bunga”. Nama ini semula diberikan oleh S. M. Cabot untuk
menyebut wilayah paling timur dari Pulau Flores. Nama ini kemudian dipakai
secara resmi sejak tahun 1636 oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda Hendrik
Brouwer. Nama Flores yang sudah hidup hampir empat abad ini sesungguhnya
tidak mencerminkan kekayaan Flora yang dikandung oleh pulau ini. Karena itu,
lewat sebuah studi yang cukup mendalam Orinbao (1969) mengungkapkan
bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa (yang artinya Pulau Ular).
2. Topografi
Berbukit-bukit dengan dataran tersebar secara sporadis pada luasan
sempit merupakan ciri topografi Kabupaten Nagekeo. Kebanyakan
permukaannya berbukit dan bergunung, dataran-dataran sempit
memanjang disekitar pantai diapit oleh dataran tinggi atau sistem
perbukitan.Berdasarkan tingkat kemiringan lahan, sebagian besar
wilayah Kabupaten Nagekeo mempunyai kemiringan lahan antara 160
s/d 600 yang mencakup 37,16% dari total luas wilayah. Berdasarkan
data dari BPS, luas wilayah berdasarkan kemiringan lahan sebagai
3. Geologi
Kabupaten Nagekeo termasuk daerah vulkanis muda. Klasifikasi
tanah di Kabupaten Nagekeo terdiri dari jenis tanah Mediteran, Latosol
dan Aluvial. Bahan galian C banyak ditemukan di Kabupaten Nagekeo.
Hal ini dibuktikan dengan hasil pemetaan semi mikro oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
memperlihatkan biji besi di Kecamatan Aesesa, kadar Ferum (Fe)
sekitar 72%. Granit di Desa Nggolonio, Zeolit di Marapokot
(Kecamatan Aesesa) seluas 9,6 ha, Nangaroro 313 ha dan di Desa
Totomala (Kecamatan Wolowae) terdapat di daerah konservasi air,
dengan potensi lestari sekitar 266.721.653 m3. Bahan galian batu kapur,
marmer di Desa Gerodhere (Kecamatan Boawae) luas penyebaran
belum teridentifikasi. Bahan galian pasir batu di Kecamatan Aesesa
jumlah sumberdaya 2.783.483 m3di Kecamatan Boawae terdapat di
5. Klimatologi
Secara umum Kabupaten Nagekeo beriklim tropis, dengan variasi
suhu dan penyinaran matahari efektif rata-rata 8 jam per hari. Musim
hujan berlangsung antara bulan Desember hingga Maret dan musim
kemarau antara bulan April hingga November. Kecamatan Boawae
memiliki curah hujan terbesar selama 3 (tiga) tahun terakhir tahun 2010
s/d 2012, yaitu lebih dari 2.500 mm dan mencapai lebih dari 3.000 mm
pada tahun 2012, disusul Kecamatan Mauponggo yang memiliki curah
hujan sebesar 2.008 mm pada tahun 2012.Curah hujan Kecamatan
Luas area terbangun dalam tabel 2.2 di atas merupakan hasil kesepakatan pokja dengan asumsi dasar
rata-rata luas bangunan di Kabupaten Nagekeo adalah 36 m2 dan jumlah rumah sama dengan jumlah
rumah tangga.
Jumlah KK : 1588 KK
- Batas Desa
o Selatan : kecamatan Boawae
o Utara : kecamatan Aisesa
o Timur : kecamatan Boawae
o Barat : Kecamatan Nangaroro
- Fasilitas :
- Bidang kesehatan : Puskesmas 1 unit
- Puskesdes 7 unit
- Bidang pendidikan : 1. SD 13 Unit
2. SMP 4 Unit
3. SMK 1 Unit
- Bidang agama : 2 gereja Katolik
- Hasil bumi : jambu mente, dan kemiri
- Jumlah Desa : 7 Desa ( Desa Definitif )
1. Desa Rendu Butowe
2. Desa Rendu Wawo
3. Desa Tengatiba
4. Desa Rendu Tutubada
5. Desa Rendu Langedewa
6. Desa Rendu Teno
Gambar : Peo
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC,2019
2. Kepercayaan Adat
Pada setiap sa’o , mempunyai sebuah museum atau Saga untuk
menyimpan hasil persembahan saat melakukan ritual adat yang diletakan
dibagian kiri dari sa’o dan Saga harus diletakan langsung kearah terbit
matahari. Sedangkan pada rumah induk atau Istana terdapat perbedaan pada
struktur bangunannya dimana strukturnya terbuat dari papan yang
dipercayai masyarakat setempat bahwa sa’o tersebut sudah dewasa dan
disebut sebagai istana. Dan untuk sa’o atau rumah adat yang konstruksi
bangunannya terbuat dari bambu atau naja dipercayai bahwa sa’o tersebut
Gambar : Sao
Gambar : Sale
1. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Dan Statistik; mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan
pembangunan daerah, tata ruang wilayah makro dan statistik.
2. Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa; mempunyai tugas membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian kewenangan pemerintahan di bidang
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
3. Badan Pelaksana Penyuluhan
Pertanian Dan Ketahanan Pangan; mempunyai tugas membantu Bupati
dalam melaksanakan sebagian kewenangan pemerintahan di bidang
penyuluhan pertanian dan ketahanan pangan.
4. Badan Kepegawaian,
Pendidikan Dan Pelatihan; mempunyai tugas membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian kewenangan pemerintahan di bidang
kepegawaian dan pendidikan/ pelatihan.
5. Inspektorat; mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan,
pertanahan, pembangunan, perekonomian daerah, badan usaha daerah,
kesejahteraan rakyat, pendapatan, perlengkapan dan aset daerah.
6. Badan Lingkungan Hidup;
mempunyai tugas membantu bupati dalam merumuskan dan
melaksanakan pengendalian dampak lingkungan, kerusakan lingkungan
dan konservasi sumber daya alam.
7. Kantor Penanaman Modal;
mempunyai tugas membantu Bupati dalam menentukan kebijaksanaan
bidang penanaman modal di daerah serta penilaian atas pelaksanaannya.
8. Kantor Perpustakaan Dan
Arsip; mempunyai tugas membantu bupati dalam merumuskan dan
melaksanakan pelayanan bahan pustaka, kearsipan dan dokumentasi.
9. Satuan Polisi Pamong Praja;
Gambar : Sale
Pada bagian belahan hati masyarakat kampung adat desa Rendu Ola
mempercayai bahwa keakraban dan kerjasama dalam kampung adat dan
juga bisa membaca situasi kampung kedepannya, untuk Pinggiran hati,
masyarakat Rendu Ola mempercayai bahwa bagian yang menonjol naik
menandakan masih ada pelindung (leluhur) yang menjaga kampung adat,
di ibaratkan menjaga desa seperti pagar, untuk bagian Tepi hati,
masyarakat desa Rendu Ola mempercayai bahwa ketika pada bagian tepi
hati ditekan dan terasa keras menandakan bahwa masyarakat Rendu Ola
masih ditopang atau dilindungi oleh Leluhur
2. Tempat tinggal
Pada umumnya , rumah yang ditempati oleh masyarakat rendu ola adalah
rumah yang terbuat dari bambu cincang (naja) dan papan. Pada rumah adat
induk menggunakan dinding papan sedangkan rumah adat yang lainnya
menggunakan dinding bambu cincang (naja).
Masyarakat rendu ola juga menggunakan tikar (te’e) yang dianyam dari
daun lontar dan digunakan sebagai alas tidur mereka.
3. Alat pertanian
Masyarakat rendu, sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
Alat –alat yang digunakan adalah alat bertani pada umumnya seperti pacul
(pacu), tofa (cu’a), linggis, parang (fadhi) .
4. Alat masak
Masyarakat rendu ola menggunakan peralatan sederhana untuk memasak
seperti periuk tanah (podo) , tempat untuk menyimpan sayur dan buah-
Seni tari
Tari Jedhe
Gendang (go laba) : permukaan atasnya terbuat dari kulit kambing atau
kerbau, sedangkan tepiannya dibuat dari kayu apa saja yang penting dapat
dilubangi bagian tengahnya
Go Genga : dibuat dari bambu, yang bunyinya menyerupai bunyi gong.
Seni kriya
Tenun songket
Ada 6 jenis upacara adat yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat
Desa Rendu Ola, yaitu:
- Gua ru’u
Pada acara gua ru’u biasanya dilakukan pada bulan 2. Biasanya pada
upacara ini masyarakat Rendu Ola berkumpul dengan tujuan memberantas
hama.
- Gua wo’e
Terdapat batas fisik dan batas wilayah dari desa Rendu Ola, ialah :
Tanah grumusol merupakan tanah yang terbentuk dari batuan induk kapur
dan tuffa vulkanik yang umumnya bersifat basa sehingga tidak ada aktivitas
organik didalamnya.Dengan tingkat kekerasaan tanah yang kuat untuk sebuah
pemukiman kemiringan tanah berkisar dari 30°-40°.
2. Curah hujan
Kondisi iklim wiayah Nagekeo umumnya sangat menentukan
besarnya potensi air hujan, iklim dikabupaten Nagekeo ialah iklim
kering dipengaruhi oleh angin Muson, dengan musim hujan yang
pendek,yang jatuh sekitar bulan November hingga bulan Mei, wilayah
Negekeo memiliki curah hujan rata-rata 1000-1500mm/tahun.
1. Zona Makro
- Zona Rumah Adat
Terdapat delapan rumah adat di desaRendu Ola, yaitu Sa’o Meze
(RumahUtama): Sa’oLadoRiwu,rumahkedua: Sa’oAja Ola, rumahketiga:
Sa’oTengaTiba, rumahkeempat: Sa’oKeliKisa, rumahkelima: Sa’o Jo
2. Zona Mikro
no
Nama Rumah adat Batasan Jarak / Luasan
Selatan : 5 m
Batas Timur :
2 Aja Ola Timur : 400 m
Eko kewatoweti hutan dan jurang
Batas Barat :
Ulu kewutoe dan permukiman
Batas Utara : Barat : 650 m
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Utara : 30 m
Selatan : 5 m
Timur : 30 m
Selatan : 30 m.
Selatan : 30 m
6 Peti Pire
Batas Barat :
Barat : 600 m
Ulu kewubutowe dan
permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang Timur : 90 m
Batas Utara :
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Hutan dan jurang
Timur : 5 m
Barat : 30 m
Batas Selatan:
Utara : 7 m
Hutan dan jurang
Selatan : 30 m
Batas Barat :
8 Keli kasu Barat : 400 m
Ulu kewutowe dan permukiman
Batas Timur :
Eko kewatoweti , hutan dan
jurang
Batas Utara : Timur : 400 m
Hutan dan jurang
Batas Selatan :
Utara : 7 m
Hutan dan jurang
Selatan : 30 m
Rumah adat warga ( abudapa, , Gendang Tiong Toko dan Gendang Ting
Wontong orientasi arah hadap bangunannya mengarah ke arah selatan.
4.2.5. Vegetasi
Terdapat banyak vegetasi yang ada pada kampung adat desa Rendu Ola,
diantaranya :
1. Kakao (Kakao) tersebar disekitar kampung
4.2.6. Utilitas
1. Listrik
Sumber arus listrik yang digunakan masyarakat pada keempat rumah adat
Rendu Ola berasal dari tenaga surya, dikususkan untuk penerangan di malam hari.
Dan juga menggunakan pelita sebagai alternative ketikatidak terisi energi.
5. Air Bersih
6. Air Kotor
7. Sampah
8. Drainase
Sistem drainase pada rendu ola tidak diatur atau dibuat .mereka memanfaatkan
kontur alami pada lokasi.Karana lokasi berkontur miring dan tidak memiliki
perkerasan, maka air akan mengalir kebawah dan langsung meresap ketanah dan
pada hambatan.
Didekat batu ini, terdapat pohon beringin (Nunu) dimana pohon ini
merupakan watak atau wajah dari kampung adat Rendu Ola.Jarak pohon
dari Kota Batu ialah 15 meter. Pada pohon ini biasa digunakan untuk acara
adat Gua Wula Leza yang diadakan pada setiap bulan Juli, dimana acara
adat tersebut akan berlangsung selama satu bulan penuh.
Jalan ini memiliki bentuk dari kecil, besar, dan kembali kecil yang
merupakan strategi perang dimana melumpuhkan musuh dan
memudahkan untuk mengontrol orang yang masuk keluar masuk
kampung.
3. Gapura Adat
Pada bagian atas gapura terdapat belahan bambu yang berjumlah 7 buah
dimana pada zaman dulu bambu tersebut digunakan untuk memasak nasi
saat diadakannya acara adat, selain itu terdapat juga buah enau yang dulu
dipercaya masyarakat jika ada orang yang berniat jahat maka getah dari
buah enau tersebut akan jatuh dan mengenai orang tersebut dia akan
mengalami gatal-gatal sehingga niat jahatnya tidak terlaksanakan.
Terdapat juga daun pinang yang berfungsi sebagai pengusir roh-roh
jahat.Terdapat bunga Tanduk Rusa (Ka'da Meo) yang berfungssi sebagai
penghias yang mempunyai makna kebersamaan dan penerimaan.
Terdapat juga tali yang terbuat dari ijuk yang di fungsikan sebagai
pengikat semua benda-benda pada bagian atas gapura adat.
Setiap rumah adat Rendu Ola harus memiliki Saga dan Joa kecuali
rumah Induk, Saga dan Joa merupakan tempat untuk menyimpan kepala
Kerbau dan harta benda dari pemiliknya, Saga diuat karna sang peilik
belum memiliki cukup uang untuk membangun rummah, menurut
kepercayaan masyarakat jika tidak menjaga dan merawat saga dengan
baik maka keluarga yang memiliki saga tersebut akan mengalami
kesialan dan sakit.
9. Nabe
10. Towe
Towe merupakan tempat duduk pahlawan saat jaga kerbau atau juga
dipakai saat ritual.Batu ini sangat dihargai karena tempat duduk
pahlawan atau pencetus kampung Rendu Ola.
11. Ia
12. Peo
14. Raka
16. Sale
Ana piri & Ana bei merupakan tempat duduk raja yang paling tua
untuk laporan dan tempat duduk untuk ritual. Ukuran 7m x 50cm.
Ruang pada Kampung adat Rendu Ola, terdiri atas 2 yaitu ruang bagian luar
dan ruang bagian dalam. Dari kedua ruang ini, terbagi lagi menjadi beberapa
bagian. Ruang luar terdiri dari kolong/ bagian kaki rumah ( Lewu), halaman
depan rumah ( Wewwa), teras (teda pa’dha), halaman belakang rumah,
halaman samping, Musem ( sale ), Gerbang depan ( Ulueko ), Gerbang belakang
( Ekoboa ) dan sebagainya. Ruang dalam dari rumah adat pada perkampungan
adat ini terbagi atas 2 jenis yaitu ruang dalam pada rumah adat utama/raja/induk
dan rumah anak.biasa. ruang dalam pada kedua jenis rumah ini memiliki
beberapa kesamaan dalam nama dan fungsi. Secara vertikal rumah adat pada
Kampung Adat Rendu Ola terdiri atas beberapa bagian yaitu kolong atau Lewu,
bagian tengah dan atap.
Teda’au berfungsi sebagai ruang peralihan dari ruang luar menuju ruang
dalam atau sebaliknya, material pada lantai ( naja ) teda’au tersebut
menggunakan bambu (pelupu).
Batu doa untuk leluhur ( kao watu ); Berfungsi sebagai perantara ritual bakar
lilin untuk berdoa kepada leluhur jika ingin berpergian jauh.
Batu ritual untuk syair ( watu nabe ); Berfungsi sebagai perantara acara adat,
Gambar : Ia
Istana ( Nata Peo); Nata Peo merupakan tempat yang digunakan sebagai
tempat ritual adat di Desa Rendu. Nata Peo sengaja di buat lebih tinggi dari
area yang lain agar menandakan bahwa area tersebut memiliki derajat lebih
tinggi dari area yang lain.
Mole
Raka
Raka merupakan podium untuk para tokoh-tokoh adat. Jadi ketika para
Syair melakukan kesalahan, maka mereka akan dibawa ke depan Raka
Ruang tamu (Teda wawo); Teda wawo berfungsi untuk tempat tamu-tamu
duduk jika berkunjung di rumah adat Lado Riwu. Material lantai dan
dinding menggunakan kayu. Pada ruangan Teda wawo terdapat ukiran
manusia perempuan dan laki-laki dari kayu nara. Ukiran perempuan
disebelah kiri arah hadap ke dalam rumah dan ukiran laki-laki disebelah
kanan. Sebelah kiri sebagai tempat duduk perempuan dan sebelah kanan
sebagai tempat duduk laki-laki jika diadakan upacara adat pada rumah
adat Lado Riwu.
Loro; merupakan area yang dibagi dua pada sudut ruangan, berada di
bagian paling bawah atau diatas naja. Sebelah kiri berfungsi sebagai
tempat penyimpanan bahan bakar kayu dan sebelah kanan tempat
menyimpan air yang sebelumnya difungsikan sebagai tempat mencuci
Lege lapu; adalah tempat memasak yang terletak disebelah kiri sesuai
arah hadap aktivitas. Lege lapu terdapat beberapa komponen pembentuk
diantaranya, abu dapur sebagai area memasak dengan di kelilingi kayu
papan sebagai penahan abu dapur.
Lipitozo; merupakan papan kayu yang lebih panjang pada area memasak
yang berfungsi sebagai tempat memberi makan leluhur.
Gambar LikaLapu
Kae teo; berada tepat diatas lege lapu yang berfungsi sebagai tempat
pengasapan daging.
Gambar Khaeteo
Area tidur (lulu); merupakan area kedua dari ruang dalam (jetatolo)
berfungsi sebagai tempat tidur bagi penghuni rumah adat lado riwu.
Gambar Beki
2. Ruang dalam pada rumah anak/biasa ( rumah Aja Ola/Tenga Tiba/Keli Kisa/ Jo
Wea/Peti Piri/ Kelli Kesu)
Ruang dalam merupakan bagian dalam rumah yang terdiri dari ruang
tamu (Teda Meze) dan ruang belakang (Tholo Sa’o). Ruang-ruang ini
bersifat terbuka, yang hanya menggunakan 1 pintu sebagai akses
sirkulasi, baik sirkulasi manusia maupun sirkulasi udara
Ruang Tamu (Teda Meze); Ruang tamu atau dalam bahasa daerah
disebut Teda Meze merupakan ruang dengan fungsi untuk menerima
tamu atau dapat difungsikan sebagai tempat bagi tamu menginap dalam
rumah adat. Pada ruang ini juga biasa difungsikan sebagai tempat
berkumpul bersama keluarga untuk membicarakan adat. Ruang ini
memiliki dimensi 3,5m x 3m dan terdiri dari lantai bambu (Naja),
dinding dari bambu yang dicincang (Kebi Naja) serta balok sisi ruang
(Loki) dengan panjang 7m dan lebar 6m yang berjumlah 7 batang dimana
balok sisi ini terbuat dari batang bambu (Pheto).
Ruang Belakang (Tholo sa’o); Dinding dan lantai pada bagian Tholo
Sa’o juga terbuat dari bambu belah/pelupu. Ruang ini dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu;
Loteng (Poa)
Loteng yang dalam bahasa daerah biasa disebut Poa berfungsi
sebagai tempat penyimpanan makanan yang terbuat dari bambu /
pelupu. Biasanya terdapat tepat diatas tungku / lialika. Material Poa
terbuat dari bambu belah/pelupu
Desa Rendu Ola merupakan pusat daerah seluruh rendu. Desa ini memiliki du
a jenis rumah adat dan satu rumah darurat. Rumah adat yang sudah dewasa / ruma
h adat induk disebut Sa’o Lado Riwu, rumah adat yang belum dewasa disebut Sa’
o Aja Ola dan rumah darurat yang disebut Sa’o Naka Lado.
Rumah adat induk ini dikatakan rumah adat yang sudah dewasa karena telah
melakukan 7 kali renovasi atau perbaikan. Sama seperti bangunan pada umumnya
rumah adat rendu ola yang disebut sebagai Sa’o Lado Riwu ini memiliki tiga struk
tur utama yaitu substruktur, superstruktur dan upperstruktur.
Pembuatan rumah adat pada desa Rendu Ola ini menggunakan alat - alat
berupa : parang, pisau, pahat, tali senar, linggis, hamar, gergaji dengan tahap - tah
ap sebagai berikut.
Rumah adat rendu ola didominasi oleh material kayu dimana dalam pemiliha
n kayu ini terlebih dahulu dilakukan ritual adat. Ritual ini dilakukan dengan mem
beri makan nenek moyang dan membunuh babi, (apabila hati babi tersebut dilihat
baik maka masyarakat percaya bahwa para leluhur memberi ijin menggunakan ma
terial tersebut). Hal ini menunjukakan bahwa kayu tersebut layak digunakan (suda
h dewasa) karena kayu tersebut mempengaruhi kekuatan bangunan yang akan dib
angun.
Proses pengerjaan dilakukan oleh 6 orang tukang yang terdiri dari 4 orang pe
ngukur ( Tepu Wisu ) dan 2 orang sebagai ahli gambar dan ahli pahat yang berasal
dari Woe Ebu Tuza. Selebihnya pekerjaan rumah adat tersebut dibantu oleh warga
setempat. Proses pengerjan terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut.
Keterangan : Pada setiap tahap pengerjaan diselingi ritual adat dengan menyembelih babi dimana
masyarakat setempat percaya bahwa darah dari babi yang disembelih tersebut dapat memperkuat s
truktur rumah adat.
Pada tahap ini dilakukan ritual penutup. Salah satu kegiatan yang dilakukan antar
a lain acara makan nasi bambu bersama yang hanya dilakukan oleh kaum pria, ke
mudian bambu tersebut dibelah dan diikat dengan nao (tali ijuk) di sekeliling reb
u (pondasi induk). Ritual ini ditutup dengan menyembelih kerbau.
A. Substruktur
a) Pondasi
Jenis pondasi yang digunakan pada Sa’o Lado Riwu ini adalah p
ondasi tanam yang terbuat dari tiga jenis material kayu yaitu kayu na
ra, kayu naka wara dan kayu rebu.
1. Kayu Nara
Gambar : Tenga
Gambar : Ledha
Gambar : Naja
Gambar : Dhuke
Gambar : Wisu
Gambar : Siku
Ring Balk pada sa’o Lado Riwu dibagi menjadi dua yaitu loki an
a dan loki ine, letak loki ana berada diatas loki ine dengan diameter y
ang sama. Material loki ana dan loki ine berasal dari kayu koli (kayu
Lontar). Fungsi dari keduanya yakni untuk meneruskan beban dari ra
ngka atap ke kolom.
C. Upperstruktur
Upperstruktur merupakan struktur atas bagian-bagian bangunan ya
ng terbentuk memanjang keatas untuk menopang atap . Struktur atas ba
ngunan antara lain rangka atap dan kuda-kuda. Pada rumah adat sa’o L
ado Riwu atapya berbentuk perisai, hal ini dikarenakan bentuk dari atap
disesuaikan dengan bentuk denah yang berbentuk persegi.
a) Kuda-Kuda (wolo sozo)
Kuda-Kuda (wolo sozo) terbuat dari bahan kayu koli (kayu Lon
Gambar : soku
b) Tenga ( Sloof )
Tenga diletakkan sejajar arah Timur – Barat berjumlah 4 batang,
dengan 1 batang tenga bagian depan menggunakan material bambu dan
3 lainnya menggunakan kayu nara.
c) Ledha
Gambar : Reba
Gambar : Naja
Gambar : Wisu
Gambar : Siku
Kuda - Kuda (wolo sozo) terbuat dari bahan kayu koli (kayu Lontar).
Pada atap rumah adat Sa’o Aja Ola terdapat 2 kuda - kuda dan 2 setengah
kuda - kuda. Akan tetapi pada rumah adat ini tidak terdapat ledhi madu
Gambar : Siku
b) Rangka Atap
- Gording (soku kase)
Pada rumah adat sa’o Lado Riwu gording (soku kase) menggun
akan material kayu koli (kayu lontar).
- Reng (soku)
Pada Sa’o Aja Ola alang - alang digunakan sebagai penutup atap.
Alang - alang tersebut diikat menggunakan tali nao ( tali ijuk ).
4.4.4. Sa’o Naka Lado (Rumah Darurat )
Sa,o Naka Lado merupakan rumah darurat yang dibangun dengan tujuan
untuk memperlancar pembangunan Sa’o Lado Riwu. Rumah adat ini
dibangun pada tahun 2017. Pada proses pembangunan rumah adat ini
memiliki sedikit perbedaan dengan rumah adat lainnya dari segi ritual,
dimana untuk memulai pembangunan Sa,o Naka Lado dilakukan upacara adat
dengan menyembelih babi yang darahnya dioleskan pada tiang pondasi
karena menurut kepercayaan masyarakat setempat darah tersebut dapat
memperkuat dasar rumah adat. Kemudian selama proses pengerjaan
superstruktur tidak dilakukan upacara adat apapun. Setelah sampai pada tahap
pengerjaan upperstruktur dilakukan upacara adat penyembelihan babi yang
darahnya dioleskan pada kerangka atap.
A. Substruktur
a) Posa ( Pondasi)
Gambar : Tenga
Gambar : Reba
Gambar : Posa
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
2. Kolom Praktis
Gambar : Regel
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Gambar : Siku
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Menggunakan material bilah bambu bheto ( bambu betung )
yang digunakan untuk menyokong dinding.
d) Dhuke
Gambar : Dhuke
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
Material yang digunakan adalah bilah bambu bheto ( bambu
betung ). Dhuke terdapat pada sudut lika lapu ( tungku api ) yang s
elain berfungsi untuk meneruskan beban, juga dipercaya sebagai ja
lur yang digunakan leluhur untuk menuju tempat makan leluhur (li
pitoso).
C. Upperstruktur
Atap Sa’o Naka Lado berbeda dengan atap sa’o lainnya dimana
atap sa’o ini berbentuk pelana sedangkan atap sa’o lainnya berbentuk
Kuda - Kuda (wolo sozo) terbuat dari bahan kayu koli (kayu Lon
tar). Pada atap Sa’o Naka Lado terdapat 3 kuda - kuda dan masing -
masing kuda - kuda tersebut ditopang oleh ledhi madu ( tiang nok ).
Tinggi kuda - kuda pada sa’o ini
adalah ± 4 m.
b)Rangka Atap
- Gording (soku kase)
Gambar : Ki
Sumber : DKKAV angkatan 2017 UNC, 2019
TABEL PERBEDAAN STRUKTUR SA’O LADO RIWU, AJA OLA DAN NAKA LADO
N OBJEK SA’O LADO RIWU SA’O AJA OLA SA’O NAKA LADO
O
A. Substruktur
1. Pondasi Menggunakan pondasi Menggunakan pondasi ta Jenis pondasi yan
tanam dengan material jenis nam yang terdiri dari 12 digunakan adalah pondas
kayu nara, kayu naka wara buah pondasi dengan 3 p
umpak. Dasar pondas
dan kayu rebu. ondasi bagian depan men
menggunakan watu wol
ggunakan jenis kayu Na
( batu gunung ). Tian
ka Wara dan 9 pondasi l
pondasi menggunaka
ainnya menggunakan jen
is kayu Nara.
material bambu jeni
bheto ( bambu betung ).
Gambar : Tenga
Gambar : Ledha
Gambar : Ledha
B. Superstruktur
2. Dhuke Merupakan tiang atau kol Material yang digunakan Material yang digunaka
om yang menggunakan b adalah kayu soka. adalah bilah bambu bheto
Gambar : Dhuke
Gambar : Dhuke
Gambar : Dhuke
3. Siku Menggunakan material Menggunakan material Menggunakan material bila
kayu koli ( lontar ). kayu soka bambu bheto ( bamb
betung )
Gambar : Siku
Gambar : Siku
Gambar : Siku
4. f) Ring Balk ( lok Material loki ana dan loki Menggunakan material Menggunakan material bila
i ana dan loki i ine berasal dari kayu koli bilah bambu bheto bambu bheto ( bamb
ne ). (kayu Lontar). ( bambu betung ) betung )
C. Upperstruktur
1. Kuda-Kuda (wolo Terbuat dari bahan kayu k Kuda - Kuda (wolo soz Atap Sa’o Naka Lado
sozo) oli (kayu Lontar) o) terbuat dari bahan kay berbeda dengan atap sa’o
u koli (kayu Lontar). Pad lainnya dimana atap sa’o
a atap rumah adat Sa’o
ini berbentuk pelana. Ku
Aja Ola terdapat 2 kuda -
a - Kuda (wolo sozo) ter
Gambar : wolo sozo kuda dan 2 setengah kud
uat dari bahan kayu kol
a - kuda. Akan tetapi
(kayu Lontar).
pada rumah adat ini
tidak terdapat ledhi
madu ( tiang nok
5.1. Kesimpulan
Desa Rendu Ola merupakan salah satu perkampungan adat yang berada
kecamatan Aesesa selatan , kabupaten Nagekeo. Nenek moyang masyarakat desa
Rendu Ola berasal dari Sulawesi dan menetap di Nagelewa, Mbai bagian pesisir
pantai. Mereka menetap di sana kurang lebih empat tahun, setelah itu mereka
pindah ke daerah pegunungan di bagian utara kali kemudian mereka menetap dan
membuat perkampungan . Ketika menetap terjadi peperangan antar suku
Wolowea dan suku Lambo, dan suku Rendu Ola membantu suku Wolowea untuk
memenangkan perang, sebagai ganti hadiah suku Wolowea memberikan tanah
kepada suku Rendu Ola untuk menetap hingga sekarang. Terdapat 7 pahlawan
yang ikut berpartisipasi dalam peperangan yaitu Suku Abu Tuja,Suku Abu
Dapa,Suku We’do,Suku Naka Lado,Suku Para meze Au Poma,Suku Nanga Lengi
dan Suku Diri Keo.
Ruang pada Kampung adat Rendu Ola, terdiri atas 2 yaitu ruang bagian
luar dan ruang bagian dalam. Dari kedua ruang ini, terbagi lagi menjadi beberapa
bagian. Ruang luar terdiri dari kolong/ bagian kaki rumah ( Lewu) , halaman
Terdapat 3 jenis rumah adat pada desa Rendu Ola yang memiliki sistem
struktur berbeda. Perbedaan ketiga sistem struktur ini terdapat pada jenis material
yang digunakan. Pada Sa’o Lado Riwu sistem struktur yang digunakan
didominasi oleh penggunaan papan, Sa’o Aja Ola ( Rumah Biasa ) menggunakan
bambu, kayu dan Sa’o Naka Lado ( Rumah Darurat ) keseluruhan sistem struktur
menggunakan bambu. Sistem struktur rumah adat desa Rendu Ola terdiri atas 3
yaitu substruktur : Posa ( pondasi), Tenga ( Sloof ), Ledha, Reba,Naja
( pelupuh/lantai ), superstruktur : wisu ( kolom), Rege(regel) , Siku ,Dhuke
( kolom) dan uppperstruktur : Wolo Sozo ( kuda-kuda ), Soku Kase ( gording ),
Soku ( reng ),Soku Ribha ( lisplank ), Ki ( alang-alang).
5.2. Saran
B. Tapak
C. Ruang
D. Struktur
DAFTAR PERTANYAAN
JAWABAN
1. Pada rangka atap sa’o lado riwu menggunakan beberapa sambungan antara lain
sambungan ikat menggunakan ijuk (nao) dan sambungan ikat menggunakan rotan
(ua),sambungan mengunakan paku
2. Pada umumnya proses pemilihan pondasi pada kampung adat rendu ola
khsusunya sa’o lado riwu terjadi melalui mimpi oleh kepala suku (raja)
sedangkan untuk rumah adat naka lado ( rumah darurat) pemilihan material
pondasi menggunakan material yang tersedia pada daerah sekitar kampung.
a. Sa’o Lado Riwu
Pondasi sa’o lado riwu menggunakan 3 jenis material antara lain kayu
nara, rebu dan kayu naka wara.
b. Sa’o Aja Ola
Pondasi sa’o aja ola menggunakan material kayu soka dengan dimensi
3. Terdapat perbedaan atap pada sa’o lado riwu dan rumah lainnya, antara lain
terlihat pada bumbungan atap sa’o lado riwu terdapat lado sa’o yang merupakan
ujung dari ledhi madu yang menembus bubungan sedangakan pada rumah adat
biasa tidak memiliki lado sa’o. selain itu pada rangka atap sa’o lado riwu terdapat
tiang nok (ledhi madu) sedangkan pada rumah adat biasa tidak terdapat tiang nok
tetapi rangka atapnya disokong oleh siku.
4. Terdapat 7 buah papan pada tampak depan sa’o lado riwu dimana ketujuh papan
ini mewakili 7 pahlawan pada kampung rendu ola. Karena 7 pahlawan tersebut
merupakan nenek moyang yang dipercayakan untuk melindungi kampung rendu
ola dari musuh.
5. Penggunaan material yang berbeda pada sa’o lado riwu dan sa’o lain didasarkan
pada kemampuan finasial dari setiap pemilik sa’o, dimana pada sa’o lado riwu
pemiliknya sudah dianggap memiliki finasial yang cukup (dewasa) sehingga
dapat melakukan perombakan hingga 7 kali dan menggunaka papan sedangkan
untuk sa’o lainnya pemiliknya belum memiliki kemampuan finansial yang cukup
sehingga material bangunannya menggunakan material yang tersedia sekitar
perkampungan.
6. Jarak antar kolom pada rumah adat disesuaikan oleh denah dari rumah, dimana
untuk besaran ruang rumah adat ditentukan oleh bandar (pemilik) yang
disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Untuk pengukurannya menggunakan
jengkal bandar, dimana 9 jengkal bandar mewakili 1 meter.
7. Pada penutup atap rumah adat kampung rendu ola menggunakan material alang-
alang (kii).
8. Ukuran setiap rumah adat pada kampung rendu ola berbeda-beda, hal ini
tergantung oleh permintaan setiap bandar pemilik rumah.
9. Selain disesuaikan dengan kondisi kontur tanah kampung rendu ola, penggunaan
rumah panggung juga bertujuan untuk menghindari penghuni rumah dari
binatang buas dan kolong rumah digunakan sebagai kamar mandi/WC.
10. Alasan ledha dbuat melebihi bentuk denah rumah yakni agar bangunan lebih kuat
dimana apabila ukurannya disamakan dengan bentuk denah maka kekuatnya akan
berkurang dan kemungkinan lebih mudah ambruk.
11. Pembuatan anadeo menggunakan teknik memahat,karena bahan dasar pembuat
anadeo berasal dari kayu sehingga teknik yang tepat membuatnya adalah dengan
cara memahat. Selain itu,memahat adalah teknik yang sangat tepat untuk
membuat sebuah ukiran.
12. Tiang tengah yang terletak dibagian depan teras pada rumah sa’o lado riwu
berfungsi sebagai pemisah antara jalan masuk dan keluar dari rumah tersebut.
Misalnya untuk masuk kedalam rumah,harus melewati bagian kiri dari
tiang,kemudian untuk keluar dari rumah harus melewati bagian kanan dari tiang.
Jenis kayu yang digunakan untuk membuat tiang tersebut adalah kayu lontar
(koli).
13. Alasan konstruksi atap sa’o lado riwu menggunakan bambu adalah karena