Anda di halaman 1dari 27

ARSITEKTUR MENADO &

ARSITEKTUR MALUKU

NAMA KELOMPOK :
1. ANTONIO E. SOGEN (221 16 092)
2. FEBIANA A. S. SERAN (221 16 096)
3. FAUSTINO C. QUERA (221 16 045)
4. MARIA F. L. DHUGE (221 16 087)
5. IMANUEL FAUFETO (221 16 050 )
ARSITEKTUR MANADO

RUMAH WALEWANGKO, SUKU MINAHASA,


SULAWESI UTARA
A. LATAR BELAKANG

Rumah adat Minahasa disebut dengan nama


Walewangko. Nama tersebut berasal istilah
wale atau bale, yaitu rumah atau tempat
melakukan akivitas untuk hidup keluarga.
Ada pula sabuwa yaitu rumah kecil untuk
tempat beristirahat, berlindung sewaktu
hujan, memasak ataupun tempat menyimpan
hasil panen sebelum dijual. Ciri utama rumah
tradisional ini berupa ”Rumah Panggung”
dengan 16 sampai 18 tiang penyangga
dengan dua tangga di depan rumah. Menurut
kepercayaan nenek moyang Minahasa, Rumah adat Malewangke, suku
peletakan tangga tersebut dimaksudkan Minahasa berada di Provinsi
apabila ada roh jahat yang mencoba untuk
Sulawesi Utara
naik dari salah satu tangga maka roh jahat
tersebut akan kembali turun di tangga yang
sebelahnya.
B. KONSEP ARSITEKTUR DAN
LINGKUNGANNYA

KONSEP TATA TAPAK (RUANG LUAR)


2. KONSEP TATA RUANG DALAM (HIRARKI RUANG)

Bagian selanjutnya disebut


dengan nama Pores. Ia
merupakan tempat untuk
Bagian selanjutnya adalah Sekey menerima tamu yang masih
atau serambi bagian depan. memiliki hubungan kekerabatan
Berbeda dengan Lesar, si Sekey ini dengan pemilik rumah. Terkadang
dilengkapi dengan dinding dan ruangan ini juga digunakan
letaknya persis setelah pintu sebagai tempat untuk menjamu
masuk. Ruangan ini sendiri tamu wanita dan juga tempat
difungsikan sebagai tempat untuk anggota keluarga melakukan
menerima tetamu serta ruang untuk aktifitas sehari-harinya. Pores ini
menyelenggarakan upacara adat umumnya bersambung langsung
dan jejamuan untuk undangan. dengan dapur, tempat tidur dan
juga makan.

Bagian depan yang dikenal juga


dengan istilah lesar. Bagian ini tidak
dilengkapi dengan didnding Tangga tangga yang berguna
sehingga mirip dengan beranda. sebagai jalan masuk bagi
Lesar ini biasanya digunakan seseorang yang akan naik ke atas
sebagai tempat para tetau adat rumah adat. Ada 2 tangga pada
juga kepala suku yang hendak rumah adat suku Minahasa ini,
memberikan maklumat kepada satunya terletak dibagian kiri, dan
rakyat. satunya lagi terletak dibagian
kanan rumah adat secara simetris.
3. STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

Sedangkan sisi
atas rumah atau
Pada bagian bawah
rumah (kolong) biasanya loteng (soldor)
digunakan untuk gudang difungsikan
tempat menyimpan papan, sebagai tempat
balok, kayu, alat pertanian, menyimpan hasil
gerobak dan hewan panen seperti
peliharaan oleh pemilik jagung, padi dan
hasil lainnya.

Sama seperti kebanyakan rumah tradisional di Sulawesi, rumah adat Walewangko juga berstruktur
panggung dan terbuat dari material yang berasal dari alam. Kayu-kayuan digunakan untuk bagian
tiang, lantai, dinding, dan perlengkapan rumah lainnya. Sementara atapnya menggunakan bahan
daun rumbia, meskipun belakangan bahan dari seng atau genting tanah lebih sering digunakan.
Struktur tiang pada rumah adat Sulawesi Utara ini memungkinkan adanya tangga yang berfungsi
sebagai jalan masuk seseorang yang hendak naik ke atas rumah. Terdapat 2 tangga pada rumah
adat Minahasa ini, satu terletak di kiri, dan satu lagi terletak di kanan rumah secara simetris.
Secara keseluruhan, desain rumah Walewangko bisa dikatakan sudah seperti desain rumah
modern. Sistem sirkulasi udara yang dimiliki dengan adanya jendela dan ventilasi dalam jumlah
banyak memungkinkan rumah adat ini begitu nyaman untuk dihuni.
Tiang utama rumah disebut dengan Ari’i, yang pada bagian atasnya terdapat pintu masuk.
Konstruksi tumpangan balok yang melintang di atas tumpangan balok memanjang disebut
dengan kalawit. Sementara konstruksi berbentuk huruf ‘X” disebut sumpeleng. Konstruksi-
konstruksi tersebut saling berkait dan membentuk pondasi rumah yang kokoh. Uniknya meski
bagian-bagian konstruksi direkatkan tanpa menggunakan satu pun paku, saat terjadi gempa,
rumah adat Minahasa hanya akan bergeser tanpa mengalami kerobohan pada bagian-
bagiannya.

Tiang:
Kolong bangunan terdiri dari
16-18 tiang penyangga.
Ukuran ∅200-300 mm
Tinggi tiangnya 3-5 m.
Tiang tangga terbuat dari akar
pohon besar atau bambu.

Atap :
Karakteristik konstruksi Atap:
Rangka atapnya adalah
Pondasi : gabungan bentuk pelana dan
Seperti yang terdapat pada rumah panggung di limas.
Indonesia umumnya, bagian pondasi(kolong) Atapnya berupa konstruksi
bangunan tetap menggunakan material batu, kayu/ bambu batangan yang
maupun kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi diikat dengan tali ijuk pada
yang tergantung volume bangunan yang dipikulnya. usuk dari bamboo/kayu.
Tangga:
Rumah panggung Minahasa mempunya dua buah tangga pada
bagian depan bangunan, tepatnya pada bagian kiri dan kanan.

d). Bahan
Yang unik pada rumah Minahasa ini adalah bahan atap tidak menggunakan bahan genteng,
karena filosofi yang di percaya oleh masayarakat Minahasa tidak baik jika hidup di bawah tanah,
karena genteng pada umumnya berbahan dasar tanah yang kotor. Mereka beranggapan hanya
orang meninggal saja yang bertempat tinggal di bawah tanah, seekali pun ada yang beratapkan
genteng, umumnya rumah tersebut milik kaum pendatang.
Bahan penutup atap yang di gunakan pada rumah adat Minahasa adalah rumbia (pohon bahan
dasar ijuk). Namun umur atap rumbia hanya mencapai 1-3 tahun, dan saat ini material atap rumbia
sulit diperoleh dan kualitasnya menurun.
Rumah adat Minahasa umumnya terbuat dari kayu besi, mengingat kayu jenis ini dianggap
mempunyai struktur yang kuat dan mampu bertahan hingga ratusan tahun. Bahan baku kayu besi
yang dipasok dari daerah Bolaang Mongodow ini kemudian diolah dan disusun, mulai dari membuat
pondasi, pancang-pancang, hingga dinding rumah.
4. BENTUK DAN TAMPILAN

Sama halnya seperti kebanyakan rumah tradisional di Pulau Sulawesi, rumah adat Walewangko ini
juga berstrukturkan rumah panggung serta terbuat dari bahan dasar yang berasal dari alam. Kayu-
kayuan dipakai untuk bagian lantai, dinding, tiang, dan juga perlengkapan rumah lainnya. Seentara
pada bagian atapnya memakai bahan daun rumbia, walaupun belakangan ini bahan dari seng atau
dari genting tanah lebih kerap dipakai. Struktur tiang pada rumah adat Provinsi Sulawesi Utara ini
memungkinkan adanya sebuah tangga yang berguna sebagai jalan masuk bagi seseorang yang
akan naik ke atas rumah adat. Ada 2 tangga pada rumah adat suku Minahasa ini, satunya terletak
dibagian kiri, dan satunya lagi terletak dibagian kanan rumah adat secara simetris. Secara
keseluruhan, desain pada rumah Walewangko ini dapat dikatakan telah seperti desain rumah
modern. Sistem sirkulasi udara yang dipunyai dengan adanya jendela serta ventilasi dalam jumlah
banyak memungkinkan jika rumah Walewangko ini begitu nyaman untuk dihuni.
Selain berfungsi sebagai ikon kebudayaan bagi masyarakat suku Minahasa, rumah adat Provinsi
Sulawesi Utara ini dimasa lampau juga berfungsi sebagai tempat tinggal bagi tetua adat.
5. ORNAMEN DAN DEKORASI

Ornament pada bangunan Rumah Minahasa beragam mulai dari bentuk naga di
samping kanan dan kiri bangunan, yang mengartikan tak gentar atau tidak takut
(berani), berani yang di pertegas dengan pengaplikasian warna merah pada ornament
bangunan. Selain itu terdapat juga terdapat motif bunga dan tanaman, yang di pahat
pada beberapa tempat di eksterior maupun interior bangunan
Ornament naga pada rumah minahasa ini berasal dari pengaruh budaya cina
begitupula warna merah yang diterapkan
6. ARSITEKTUR TROPIS

Bentuk atap yang


tinggi dengan
material yang terbuat
dari rumbia sehingga
dapat mengurangi
panas dan
Memiliki konsep kebisingan apabila
rumah panggung terjadi hujan.
sehingga dapat
mengurangi
kelembapan dan
dapat berfungsi
sebagai penghawaan
alami pada siang hari

Memiliki banyak
bukaan berupa
ventilasi
ARSITEKTUR MALUKU

RUMAH ADAT SASADU, SUKU SAHU, MALUKU UTARA


A. LATAR BELAKANG

Rumah Sasadu adalah sebuah desain


rumah adat asli masyarakat suku Sahu
yang telah ada sejak zaman dahulu di
Halmahera. Desain rumah ini
menggambarkan tentang falsafah hidup
orang Sahu dalam bermasyarakat.
Terdapat beberapa ciri khas dan keunikan,
baik pada desain arsitektur maupun pada
kandungan nilai-nilai filosofis dalam desain
rumah adat Maluku Utara ini. Sasadu
menyimbolkan sebuah perahu. Ini Rumah adat Sasadu atau Suku Sahu berada di

tampak jelas melalui hiasan pada kedua Jailolo, Desa Gamtala, Kecamatan Sahu,

manumata sasadu yang melengkung ke Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku

atas menyerupai najung perahu Utara.


B. KONSEP ARSITEKTUR DAN
LINGKUNGANNYA
KONSEP TATA TAPAK (RUANG LUAR)
2. KONSEP TATA RUANG DALAM (HIRARKI RUANG)

Tiang
utama Pintu
masuk
Tiang laki-laki
pinggir/
tiang anak

Pintu masuk
Pintu
pemerintah
masuk dan tamu
perempuan

Denah bangunan rumah adat sasadu berbentuk segi delapan ini memiliki enam pintu dan
tidak memiliki dinding. Dua pintu keluar masuk bagi perempuan, dua pintu bagi para laki-
laki dan dua pintu lainnya bagi pemerintah dan tamu. Hal ini memperlihatkan arti bahwa
sasadu terbuka untuk semua orang, baik bagi warga desa maupun masyarakat luar tanpa
memandang golongan ataupun kedudukan. Rumah adat ini dilindungi oleh Undang-
Undang berdasarkan Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992.
Bentuk bangunan sasadu yang didirikan di atas tanah memiliki denah berbentuk bidang
geometris empat persegi panjang yang terbagi atas susunan antara lain :

Letak bangunan arah


timur-barat, sasadu
terdiri atas susunan atas
Ruang samping
dengan kemiringan
yang mengelilingi
rendah memiliki atap
ruang tengah
tengah berbentuk segi
berbentuk sudut 8
tiga sama kaki yang
yang ditopang
tinggi lancip. Dapat
dengan 12 tiang
disimpulkan bahwa
pinggir luar dan 12
sasadu memiliki tipologi
tiang tengah antara
geometris dalam bentuk
tiang luar dan tiang
empat persegi, dengan
induk ruang tengah;
susunan atap lancip
berbentuk segi tiga dan
hiasan najung perahu
pada kedua puncak
Susunan konstruksi ujung bubungan.
Ruang tengah
berbentuk empat atas terdiri atas atap
persegi panjang samping dengan
dengan delapan kemiringan rendah
tiang utama; berpaut pada pinggir
atas ruang tengah
yang bersudut atap
lancip
3. STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

12 Buah tiang
tengah ngasu
u taba

8 buah dasar 12 tumpuan


tiang induk tiang samping
ngasu u lamo luar ngasu u
dudu

a. Teknik dan Cara Pembuatan Bagian Bawah

Denah yang disediakan sebagai lantai bangunan diberi tanda dengan patok-patok kayu.
Tempat-tempat letak tiang diberi alas batu yang agak tinggi dan rata permukaannya, agar
pada saat ditimbuni tanah lantai bangir, tiang-tiang tersebut tetap kelihatan. Pengalas tiang
terdiri atas 8 buah tiang inti ruangan tengah (ngasu u lamo) dan 12 tiang teritis (ngasu
u audo). Setelah bangunan selesai dibangun, barulah lantai ditimbuni tanah dan kemudian
dipadatkan sampai rata. Batas denah ditandai dengan susunan batu kali yang diatur
sebagai penahan tanah lantai dalam sasadu (bangir) dengan ketinggian 30-40 cm, agar
lebih tinggi dari tanah bagian luar. Pada ruang bagian tengah ini juga dibuat dedegu
yang lebih rendah dari tempat duduk raja dan staf pemerintah desa. Tempat duduk (taba)
dipasang antar tiang dengan bahan dari bambu yang terdiri atas :
(1) lamaa ngimon,
(2) laman saee dan
(3) laman idis, pada kedua ujung denah ruangan
b. Bagian tengah

Pada umumnya teknik pekerjaan


tiangtiang ini berbentuk empat
persegi. Tiang tengah yang terdiri
atas 8 buah, ukurannya lebih besar
sebagai pemikul atau penahan
konstruksi bangunan atas. Dengan
demikian, pada bagian atas dari
bangunan diberi lubanguntuk
pemasangan balok dingasu
melintang sebagai dasar tumpuan 2
buah tiang konstruksi atas sesera .
Sistem pembuatan tiang teritis
dikerjakan dengan teknis kep,
sebagai pemikul balok teritis)
Selain dari 8 tiang (ngasu u lamo) dan 12 tiang (ngasu u
audu), terdapat pula tiang -tiang tambahan sebagai
penyangga balok yang diletakkan antara ngasu u lamodan
ngasu u audu. Fungsinya sebagai tiang -tiang penyangga
balok untuk konstruksi bagian atas, sekaligus sebagai
penyangga degu-degu (taba).
c. Bagian Atas

Pada umumnya rumah musyawarah sasadu tidak berloteng.


Konstruksi bangunan atas dikerjakan dengan sistem pasak dan
kep. Bangunan bagian atas terhitung dari 4 buah balok
(dingasu) yang memikul 8 buah tiang sisera, dan 8 buah tiang
sisera sebagai penopang 4 buah balok (baal tala). Fungsi baal tala
sebagai pemikul tiang nok (ngasu u olan) yang berjumlah 4 buah,
selanjutnya dipasang 2 balok yang melintang di atas memikul
balok-balok yang memanjang untuk dipasang kasu-kasu sebagai
rangka pengikat atap. Puncak dari tiang nok (ngasu u olan),
diletakkan balok bubungan (wanat), yang dipahat hiasan haluan
dan buritan dari sebuah perahu yang disebut kalulu .Pemasangan
rangka kasu totara mempunyai jarak antara 50-60 cm
disesuaikan dengan panjang atap. Atap sasadu dibuat dari daun
sagu dan panjangnya dihitung menurut jumlah daun atap (warasa)
yang sudah digariskan oleh adat. Sistem pemasangan atap
dimulai dari sebelah kiri ke kanan terdiri atas 4 susunan, jarak antar
satu atap dengan atap yang lain disebut malagon atau duga.
Susunan atap bagian muka dan belakang terdiri atas 7 susunan
atau wartunding, yang disusun melebar dari bawah dan menyudut
pada bagian atas menyerupai ekor udang (buromakiki).Perlu
dijelaskan, bahwa penutupan atap teritis dan bubungan dilapisi 2
lirang atap. Pada ujung kasu rangka atap bagian bawah atap
teritis ditutup dengan belahan batang nira atau nibong yang
berfungsi sebagai lisplang (raom). Semua ikatan atap digunakan
tali bambu (loleba) dan pengikat rangka atap kasu dengan tali ijuk
dan susunan atap yang menutupi bagian dari haluan dan
buritan (simbol perahu)yang berbentuk segi tiga disebut bada a.Hal
yang menarik dari ikatan-ikatan ini, ialah terdapat pada belahan
batang enau yang diikat pada bagian bawah kasu rangka atap
dibelakang lisplang. Ikatan ini dimulai dari ujung pintu depan
rumah sasadu dan berakhir pada tempat semula, tanpa ada
sambungan. Menurut mereka, (orang Taraudu ) ikatan ini sebagai
simbol persekutuan atau kerukunan hidup masyarakat yang tetap
berkesinambungan, berketurunan dan berlimpah rezeki.
Rumah adat Maluku Utara ini tidak berdinding dan hanya terdiri
satu bagian saja tanpa sekat. Oleh karena itu rumah ini bersifat
terbuka dan hanya terlihat memiliki tiang-tiang penopang .

Tiang penopang tidak memikul berat lantai seperti kebanyakan


rumah adat lain di Indonesia. Rumah Sasadu bukanlah rumah
tipe panggung. Tiang hanya digunakan untuk menopang
kerangka atap rumah, sementara lantainya terhampar di
permukaan tanah. Tiang penopang sendiri dibuat dari bahan
batang kayu sagu yang terdapat cukup banyak di Halmahera.

Tiang-tiang penopang dihubungkan satu sama lain dengan


balok penguat. Balok-balok tersebut tidak dipaku pada tiang,
mengingat dalam desainnya rumah adat ini memang tidak
dibangun tanpa paku. Balok penguat tersebut direkatkan pada
tiang dengan hanya menggunakan pasak kayu. Pada beberapa
bagian, balok penguat juga difungsikan sebagai tempat duduk.
Antar balok diberi susunan bambu atau kayu yang membentuk
dipan.

Beberapa tiang tidak dihubungkan satu sama lain untuk


membentuk jalan untuk masuknya orang ke dalam rumah.
Sedikitnya terdapat 6 jalan masuk pada rumah adat ini dengan
rincian dua pintu untuk jalan masuk keluar perempuan, dua
pintu lelaki, dan dua pintu bagi para tamu.

Untuk bagian atap, rumah adat Maluku Utara ini juga


menggunakan bahan yang berasal dari alam. Material utama
rangka atap dibuat dari bambu yang diikat dengan ijuk,
sementara atapnya sendiri terbuat dari anyaman daun kelapa
atau daun sagu. Karena hanya dibuat dari anyaman daun, atap
rumah ini bisa bertahan lama.
4. BENTUK DAN TAMPILAN

Ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat di Indonesia lainnya antara lain:
1. Sasadu adalah rumah terbuka tanpa dinding dengan banyak pintu. Desain ini memiliki nilai filosofi bahwa masyarakat Sahu dan
masyarakat Maluku Utara adalah orang-orang yang terbuka. Mereka mau menerima pendatang dengan baik tanpa membeda-
bedakan.
2. Pada rangka atap terdapat sepasang kain merah dan putih yang digantung. Kain merah dan putih ini melambangkan kecintaan
masyarakat Maluku Utara terhadap bangsa dan negara Indonesia. Ada pula yang menyebut jika kedua kain tersebut melambangkan
kerukunan antar agama Islam dan Kristen selaku 2 agama mayoritas di Maluku Utara.
3. Adanya bola-bola berbungkus ijuk yang digantung di kerangka atap dekat kain menyimbolkan kestabilan dan kearifan. Arahnya
merunduk ke bawah berlawanan dengan arah atap mempunyai nilai filosofis bahwa saat seseorang berada di puncak kejayaan,
mereka tetaplah harus rendah hati.
4. Ujung atap rumah bagian bawah dibuat lebih pendek dari langit-langit. Hal ini membuat setiap orang yang hendak masuk harus
menundukan kepala dan membungkukan tubuhnya. Makna filosofis dari bentuk ujung atap ini adalah agar setiap orang selalu
dapat patuh dan hormat terhadap semua aturan adat Sahu.
5. Ujung atap rumah adat Maluku Utara ini memiliki ukiran berbentuk perahu. Ornamen ini melambangkan bahwa masyarakat suku
Sahu adalah masyarakat bahari yang gemar melaut.
5. ORNAMEN DAN DEKORASI

Ragam hias pada bangunan sasadu di Desa Taraudu


ditemukan berbagai ukiran yang dipahat maupun dilukis
pada 8 tiang-tiang utama (ngasu ulamo) dan 12 tiang teritis
(ngaso u audo) antara lain: daun, bunga, manusia, ular,
kurakura dan lain-lain yang melambangkan kepercayaan
pada agama suku mereka dan sampai sekarang setelah
tahun 1980-an sudah dilarang kurang lagi dipercaya oleh
mereka. Namu ada beberapa tokoh adat yang
mengatakan bahwa ini tidak mengandung makna hanya
hiasan untuk memperindah bangunan sasadu tersebut.
Namun menurut salah satu tokoh masyarakat dan
sesepuh orang Taraudu,gambar pada ragam hias memiliki
makna historis dan religius- magis.
6. ARSITEKTUR TROPIS

Material penutup atap dari


daun gewang/daun sagu
ini dapat mengurangi
kebisingan saat musim
Memiliki konsep hujan
ruang terbuka tanpa
dinding

Degu-degu (taba) yang


menyerupai rumah panggung
sehingga menghindari
kelembapan
C. PERBEDAAN DAN KESERUPAN

Contents
Content Here Contents
Title
You can simply Title
impress your
audience and add a
unique zing and
appeal to your
Presentations.

Contents
Title
Contents
Title

Content Here
You can simply
impress your
audience and add a
unique zing and
appeal to your
Presentations.
D. PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TERSEBUT
HINGGA MASSA KINI

BRAND TREE

ARSITEKTUR
NEO
VERNAKULAR

Arsitektur
Maluku Arsitektur
GEDUNG KANTOR DPRD
Manado
MALUKU UTARA
http://adattradisional.blogspot.com/2016/10/ru
SUMBER mahadat-maluku-utara-rumah-sasadu.html
Patanjala Vol. 7 No. 1 Maret 2015: 1 – 16,
SASADU: ARSITEKTUR TRADISIONAL JAILOLO
HALMAHERA BARAT, oleh Mezak Wakim
http://adattradisional.blogspot.com/2016/10/ru
mah-adat-sulawesi-utara-walewangko.html
Thank you

Anda mungkin juga menyukai