‘’WALEWANGKO”
rumah adat Provinsi Sulawesi Utara ini dimasa lampau juga berfungsi sebagai tempat
tinggal bagi tetua adat. Untuk menunjang fungsi kepraktisannya tersebut, maka rumah
adat ini dibagi ke dalam beberapa bagian ruang utama, yakni yang disebut dengan Lesar,
Sekey, dan juga Pores.
Pores
Pores merupakan ruangan yang terletak setelah melewati Sekey. Ruangan ini
difungsikan sebagai tempat menerima kerabat dekat dan juga sebagai tempat
bercengkrama bersama dengan keluarga. Pada saat sedang ada hajat ataupun
acara adat, maka ruangan ini selalu digunakan oleh para ibu-ibu untuk berkumpul
sementara itu para pria duduk dibagian ruang Sekey. Ruang ini juga menjadi
tempat penghubung langsung dengan beberapa ruang lainnya, seperti di ruang
dapur dibagian belakang, kamar tidur, dan tempat makan.
Sesuai penuturan penghuni rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan
saat ini material atap rumbia sulit diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa
pakainya hanya 1-3 tahun.
Karakteristik konstruksi Atap:
Rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas.
Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan yang diikat dengan tali
ijuk pada usuk dari bambu.
Badan bangunan menggunakan konstruksi kayu dan sistem sambungan
pen.
2. PONDASI
Seperti yang terdapat pada rumah panggung di Indonesia umumnya, bagian
pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan material batu, beton maupun
kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi yang tergantung volume bangunan
yangdipikulnya. Takikan pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan
betontersebut.
Konstruksi awal. Sambungan Tiang penyanggah dengan Kancingan dobel
Perubahan pondasi pada masa kini :
Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah dan rumah tidak diletakkan di
atas watulinei diganti dengan beton cor.
3. TIANG
Kolong bangunan terdiri dari 16-18 tiang penyangga.
Ukuran ∅80-200 cm (ukuran dapat dipeluk oleh dua orang dewasa).
Ciri khas yang paling menonjol dari rumah kayu minahasa ini adalah Rumah Panggung
dengan 16 sampai 18 tiang penyangga. Pada zaman dahulu ada rumah tradisional
keluarga besar yang dihuni oleh enam sampai sembilan keluarga. Masing-masing
keluarga merupakan rumah tangga tersendiri dan mempunyai dapur atau mengurus
ekonomi rumah tangga sendiri.
Namun Kini, jarang dijumpai rumah kayu minahasa dengan adat ini. Secara garis besar
rangakaian rumah kayu minahasa ini terdiri atas emperan (setup), ruang tamu
(leloangan), ruang tengah (pores) dan kamar-kamar. Ruang paling depan (setup)
berfungsi untuk menerima tamu terutama bila diadakan upacara keluarga, juga tempat
makan tamu.
Disamping itu, pada bagian belakang rumah terdapat balai-balai yang berfungsi sebagai
tempat menaruh alat dapur dan alat makan, serta tempat mencuci. Di sisi atas rumah
atau loteng (soldor) yang berguna sebagai tempat menyimpan hasil panen seperti
jagung, padi dan hasil lainnya. Di bagian bawah rumah (kolong) biasanya digunakan
untuk gudang tempat menyimpan papan, balok, kayu, alat pertanian, gerobak dan hewan
peliharaan.
Yang unik adalah, rumah kayu di warga di Minahasa tidak beratapkan genteng. Karena
folosofi yang dianut adalah tak baik jika hidup di bawah tanah (genteng terbuat dari
tanah). Rata-rata rumah mereka beratapkan seng, daun, atau elemen besi lainnya.
Mereka beranggapan hanya orang meninggal saja yang bertempat tinggal di bawah
tanah. Sekali pun ada yang beratapkan genteng, umumnya rumah tersebut milik kaum
pendatang. Meskipun demikian, banyak juga rumah orang Minahasa yang beratapkan
seng namun didesain seperti genteng.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-sulawesi-utara-
walewangko.html
https://www.scribd.com/document/359960714/Ciri-Khas-dan-Filosofi-Rumah-Adat-
Walewangko.
http://mediaindonesia.com/news/read/28720/keunikan-rumah-adat-minahasa/2016-02-
14