Anda di halaman 1dari 38

Bahan-Bahan Tradisional Dari Interior

SHOJI
Desain interior Jepang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya. Interior tradisional
dan modern Jepang sangat fleksibel dalam penggunaannya dan dirancang sebagian besar
dengan bahan-bahan alami. Ruang yang digunakan sebagai kamar multifungsi. Kamar dapat
dibuka untuk menciptakan lebih banyak ruang untuk acara tertentu atau untuk privasi, atau
sebaliknya ditutup dengan menarik layar kertas tertutup bernama Shoji.

SHOJI

Sebagian besar dinding interior Jepang sering terbuat dari layar shoji yang bisa digeser
terbuka untuk bergabung dengan dua kamar bersama-sama, dan kemudian menutupnya
untuk kepentingan privasi. Pada layar shoji terbuat dari kertas yang melekat pada bingkai
kayu tipis yang menggelinding pada jalur ketika mereka didorong. Fitur penting lainnya dari
layar Shoji selain privasi dan pengasingan, adalah untuk pencahayaan alami. Ini merupakan
aspek penting untuk desain Jepang. Kertas dinding tembus memungkinkan cahaya untuk
disebarkan melalui ruang dan menciptakan bayangan cahaya dan pola.

Tikar tatami
Tikar tatami, tikar jerami sering digunakan untuk menutupi lantai dalam interior Jepang, di
rumah-rumah Jepang modern biasanya hanya ada satu atau dua ruang tatami. Cara lain
untuk menghubungkan kamar di interior Jepang adalah melalui panel yang terbuat dari kayu
dan kertas, seperti shoji layar, atau kain geser. Panel ini disebut fusuma dan digunakan
sebagai seluruh dinding. Biasanya panel ini dihiasi lukisan secara tradisional.

Tatami merupakan dasar dari arsitektur tradisional Jepang, mengatur ukuran bangunan dan
dimensi. Desain berasal dari Jepang kuno ketika jerami diletakkan di lantai tanah sebagai
pelunak dan penghangat. Dalam Periode Heian (794-1185), ide ini berkembang menjadi tikar
seperti zaman sekarang, yang dapat diletakkan di mana saja untuk duduk atau tidur. Tatami
cocok untuk iklim Jepang, karena udara dapat beredar di sekitar lantai.

Bambu digunakan dalam rumah Jepang, digunakan baik untuk tujuan dekoratif dan
fungsional. Tirai bambu, Sudare, ganti shoji di musim panas untuk mencegah kelebihan
panas di dalam dan juga menawarkan ventilasi yang lebih besar. Bambu biasanya digunakan
di tempat tinggal dan rumah-rumah pertanian untuk langit-langit dan kasau. Sifat alami
bambu, keindahan baku dengan knot dan permukaan halus, sesuai dengan cita-cita estetika
Jepang ketidaksempurnaan, kontras dan alami.

Penggunaan kertas, atau washi, pada bangunan Jepang merupakan komponen utama dalam
keindahan dan suasana interior Jepang, variasi cara menggabungkan bayangan untuk
menciptakan sebuah "misteri bayangan". Berbagai kertas yang digunakan untuk berbagai
keperluan di rumah.

Kayu umumnya digunakan untuk rangka rumah, namun sifat-sifatnya yang berharga dalam
estetika Jepang, yaitu kehangatan dan ketidakteraturan.

Sebuah ruang tersembunyi yang disebut tokonoma sering hadir di ruang keluarga tradisional
maupun yang modern Jepang. Ini adalah fokus dari ruangan dan menampilkan seni Jepang,
biasanya lukisan atau kaligrafi.
Rumah gaya Minka Gassho-zukuri di Desa Shirakawa, Gifu Prefecture

MINKA ”民家”, merupakan nama umum untuk rumah tradisional Jepang dan merupakan
hunian untuk rakyat biasa. Rumah-rumah ini sudah ada sebelum akhir tahun 1800. Rumah-
rumah ini dapat ditemukan di seluruh Jepang dengan gaya yang khas antar daerah.

Perbedaan gaya arsitektur Minka disetiap daerah karena penyesuaian terhadap letak
geografi /iklim setempat, dan keperluan industri. Misalnya, Minka di daerah Jepang bagian
utara, bangunannya dirancang untuk dapat beradaptasi terhadap musim dingin yang
panjang dan hujan salju. Atap jerami dengan bubungan yang terjal memungkinkan udara di
dalam ruangan cukup hangat. Bukaan berupa jendela kecil hanya ada di bubungan tersebut
untuk menghindari banyaknya angin masuk kedalam rumah. Disamping itu juga dirancang
khusus untuk keperluan memelihara ulat sutra.
Sedangkan di daerah Jepang bagian selatan, terdiri dari sekelompok rumah-rumah yang
relatif kecil, rendah dengan rumah panggung agar memperoleh ventilasi semaksimal
mungkin dan mengurangi bahaya tiupan angin taifun. Rumah panggung ini dirancang untuk
meredam gunjangan gempa.

Selain penyesuaian terhadap letak geografi, iklim dan gaya hidup, Minka dapat juga dibagi
menjadi dua tipe, yaitu rumah-rumah pertanian (nouka) dan rumah di perkotaan (machiya).

Rumah-Rumah Pertanian (nouka)

Pengaturan ruang di dalam rumah orang Jepang disebut dengan madori. Denah standar
rumah para petani Jepang dari permulaan abad ke-19 terdiri dari empat ruang, di samping
ruang utama yang memiliki perapian (doma). Pembagian ini disebut dengan yamadori
(pengaturan empat ruang). Di dalam rumah jenis ini terdapat pintu kayu sorong besar yang
disebut odo, untuk memasuki ruang utama. Pintu ini merupakan pintu utama untuk
memasuki rumah petani.

Doma

Doma merupakan ruang utama pada nouka. Doma mengambil sepertiga dari luas denah
rumah. Fungsi doma adalah tempat melakukan kegiatan pertanian dan memasak, sehingga
tersedia oven tanah dan tempat mencuci yang terbuat dari kayu yang didirikan di belakang
doma.
Selain itu juga terdapat perapian yang berukuran satu meter persegi. Di perapian ini kayu
dibakar untuk memanaskan ruang, sekaligus sebagai penerangan. Seluruh anggota keluarga
berkumpul di perapian ini, khususnya pada waktu makan.
Selain doma, empat ruang pada nouka ini adalah :

 Dua ruangan yang terletak paling dekat dengan doma, digunakan sebagai tempat melakukan
kegiatan harian para penghuni rumah.
 Ruang kecil bersifat dekoratif disebut dengan tokonoma. Ruangan ini menempel pada dinding
ruang depan yang berfungsi sebagai tempat memamerkan lukisan atau bunga.
 Ruang depan berfungsi sebagai tempat menerima tamu pada keadaan – keadaan formal.
Ruang tamu ini disebut dengan zashiki atau dei. Di depan ruang tamu ini terdapat serambi
panjang dan sempit yang disebut dengan engawa.
Rumah di Perkotaan (Machiya)

Terbatasnya luas tanah di daerah perkotaan membuat rumah-rumah yang didirikan di sana
cenderung berbentuk empat persegi panjang.

 Di belakang ruang utama (omoya) terletak ruang tempat menyimpan (kura/dozou) harta
benda milik keluarga. Selain itu untuk menyimpan harta benda keluarga bisa juga digunakan
zashiki, yang terletak terpisah dari ruangan utama. Untuk dapat memasuki ruangan ini,
dibuatkan pintu pada ruang doma menuju ke pekarangan belakang.
 Di sekitar ruang doma terdapat tiga baris ruang. Ruang yang paling dekat dengan jalan
disebut dengan mise. Di sinilah barang-barang dagangan dipamerkan, dan transaksi
perdagangan dilakukan. Ruang yang terletak di bagian tengah, dipergunakan sebagai kantor,
dan juga tempat anggota keluarga menerima tamu. Ruang yang terletak di bagian paling
belakang menghadap ke arah taman tertutup. Ruang ini dibuat menyerupai zashiki, lengkap
dengan tokonoma, yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan harian dari anggota
rumah tangga tersebut.
 Adanya ruang di loteng yang disebut dengan zushi. Ruang ini terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian yang dekat dengan jalan mempunyai langit-langit rendah berfungsi sebagai gudang.
Bagian kedua adalah bagian belakang yang dipergunakan sebagai kamar tidur.

Sejarah Minka
Di zaman Jepang kuno, ada dua jenis rumah, yaitu rumah bawah tanah dan rumah panggung
(pengaruh dari Asia Tenggara).

Pada periode Heian melalui Periode pertengahan Edo (792 – 1750) ada tiga jenis gaya
arsitektur perumahan yang berevolusi: shinden-zukuri, shoin-zukuri, dan sukiya-zukuri.

Shinden-zukuri

Shinden-zukuri (寝殿 造) mengacu pada gaya arsitektur dalam negeri dikembangkan untuk
rumah-rumah megah atau aristokrat dibangun di Heian-kyo (平安 京, Kyoto hari ini) pada
periode Heian (794-1185), terutama di abad ke-10.

Shinden-zukuri berkembang menjadi shoin-zukuri dan Sukiya-zukuri (terlepas jenis arsitektur


minum teh). Selama era Kamakura, berkembang menjadi Buke-zukuri (武 家 造 perumahan
bagi keluarga militer).

Gaya shinden-zukuri pertama muncul pada periode Heian adalah tempat tinggal para
bangsawan. gaya ini mencontoh dari ruang ibadah kuil Budha dari dinasti Tang struktur
bisymme watrical. Lorong-lorong terhubung satu sama lain dengan lorong-lorong beratap.
Interior gaya shinden juga seperti ruang ibadah yang terbuka kecuali untuk tiang bulat. Pusat
ruang utama disebut Moya dan dikelilingi oleh dua set pilar. Ruang ini berisi byobu, tirai
buluh, sudare dan tirai, kicho. lantai papan kayu. Ada sebuah ruangan kecil yang disebut
nurigome digunakan untuk ruang tidur atau tempat penyimpanan. Gaya ini di gunakan oleh
para bangsawan dan samurai peringkat tinggi melalui pertengahan abad 15. Gaya shinden-
zukuri dapat dilihat pada lukisan Tale of Genji. Saat ini tidak ada contoh yang lebih tua dari
gaya ini, hanya dapat ditemukan versi abad ke-19 dari Istana Kekaisaran di Kyoto.

Shoin-zukuri

The karamon main gate to Ninomaru Palace


Shoin merupakan nama kepala biara tempat tinggal di sebuah kuil Zen. Shoin berarti
perpustakaan atau belajar. Contoh tertua zukuri adalah ruang Dojinsai di Togudo di Ginkakuji
(Silver Pavilion). Kamar kecil ini dibangun oleh Ashikaga Yoshimasa pada tahun 1486. Gaya
shoin berevolusi dari gaya shinden selama 2 abad. Gaya shoin akhirnya menjadi besar dan
pengaturan dimaksudkan untuk kebesaran dari para panglima perang feodal. Pemanfaatan
pilar dipotong persegi (yang bertentangan dengan gaya putaran shinden) yang gunanya
untuk meletakkan kusen dan lintels. Hal ini, pada gilirannya, memperluas cara ruang interior
dengan partisi yang disebutn shoji dan panel fusuma. Tatami digunakan untuk menutup
seluruh luas lantai dan beberapa kamar lebih dari seratus tatami dalam berbagai ukuran.
Sebuah contoh gaya shoin adalah Hall Ninomaru dari Nijo Castle di Kyoto. Gaya shoin
dewasa ini menggabungkan semua elemen. Elemen interior tradisional Jepang meliputi :
shoji, fusuma, tatami sebagai meliputi lantai, tokomona, chigaidana, dan tsukeshoin.

Sukiya-zukuri

Sukiya-zukuri merupakan gaya arsitektur rumah terakhir. Sukiya-zukuri (数寄屋造り) adalah


salah satu jenis gaya arsitektur hunian Jepang. Suki berarti halus, rasa menyenangkan dalam
kegiatan elegan dan mengacu pada kenikmatan dan keindahan acara minum teh. Kata
awalnya dilambangkan sebuah bangunan di mana upacara minum teh dilakukan dikenal
sebagai Chashitsu dan dikaitkan dengan ikebana merangkai bunga dan seni tradisional
Jepang lainnya. Ia telah hadir untuk menunjukkan cara merancang fasilitas umum dan
rumah-rumah pribadi berdasarkan "tea house aesthetics".

Villa Katsura Imperial Villa


di musim semi
Gaya sukiya yang berkembang dari periode Azuchi-Momoyama dan gaya shoin, sangat
kontras langsung dan pengaturan yang luar biasa besar dari-shoin zukuri. Dalam sukiya,
semakin kecil dan sederhana dianggap sebagai desain terbaik. Beberapa pondok teh terdiri
dari enam tatami. Penggabungan dari sukiya dengan shoin dikembangkan menjadi sukiya-
zukuri. Gaya ini menjadi gaya yang populer bagi warga kota yang tinggal di pertengahan
hingga akhir zaman Edo (1750 -1867). Hal ini juga gaya yang telah berkontribusi pada ruang
kehidupan Jepang. Contoh klasik sukiya-zukuri adalah Katsura Imperial Villa dibangun pada
pertengahan 1600-an.

Zaman Edo berlangsung sekitar tahun 1600–1868 ketika Jepang di bawah pemerintahan
Sogun menutup pengaruh dan hubungannya dari dunia Barat. Keputusan itu tercermin pada
pola perkembangan kota kecil di sepanjang jalur Nakasendo, salah satu di antaranya dapat
dilihat di desa kuno Tsumago yang bangunan rumah tinggalnya tampak jelas didominasi
corak arsitektur tradisional Jepang gaya Edo. Beberapa jalan kecil berupa gang juga sangat
menarik diikuti karena dari jalan kecil tersebut kita dapat melihat taman gaya Jepang di area
halaman belakang dan depan rumah. Taman yang dilengkapi kolam batu alam dilengkapi
bonsai, pancuran air dari bambu, dan kerajinan bambu lain menambah daya tarik kawasan
ini.

Di antara jalan-jalan setapak, ada banyak rumah-rumah yang menampilkan eksterior taman
gaya Jepang. Taman tidak hanya di depan rumah namun juga di belakang rumah. Taman-
taman ini banyak dihias kolam batu alam beserta bonsai, pancuran air dari bambu, dan
kerajinan bambu. Melangkah ke dalam, kita akan melihat bangunan utama yang terbuat dari
kayu/papan. Bila kita lihat lebih jauh, rumah-rumah papan ini identik dengan kegiatan warga
Jepang zaman Shogun yang bermata pencarian bertani, berdagang, dan bisnis jasa.

Atap rumah Jepang umumnya ditindih batu agar tidak terbang tertiup angin. Atap ini
dilengkapi juga dengan talang air pada sisinya, yang berfungsi menyalurkan air ke tanah.
Talang ini terbuat dari bambu yang menunjukkan kecerdikan dan pemikiran unsur teknis
tukang bangunan masa Edo. Ruangan dengan lantai tanah, tatami, dan pondasi batu alam
yang ditindih bangunan bahan kayu juga menjadi salah satu ciri khusus. Konstruksinya
sederhana, dengan menerapkan prinsip “semakin sedikit, semakin baik”. Prinsip ini sudah
banyak diserap dalam seni arsitektur modern.

Dinding-dinding rumah Jepang cenderung polos dengan garis-haris geometrik. Dinding


dibangun tipis, nyaris tidak bermateri. Bahkan kertas pun masih dipakai untuk dinding-
dinding ruangan. Tidak aman memang dan sangat dingin di musim salju, tetapi ini dibuat
untuk membuat penghuninya tetap menyatu dengan alam. Dinding-dinding, lantai, dan
langit-langit dibiarkan polos tanpa hiasan apapun. Satu-satunya hiasan hanyalah permainan
garis-garis dan kotak-kotak lurus. Pada ruang utama tempat penerimaan tamu, dibuat
panggung kecil yang berdinding mundur sebagai tempat beribadah. Bagian ini adalah tempat
untuk orientasi diri psikologis si pemilik rumah, yang disebut tokonoma. Ada beberapa
lukisan pemandangan atau bunga, namun kadang-kadang lukisan diganti dengan pajangan
seni kaligrafi yang indah, berisi syair atau puisi yang mengandug nilai kearifan atau
pengetahuan budaya.

Denah rumah tradisional Jepang terbagi dalam ruang-ruang sederhana yaitu berbentuk kotak
atau persegi. Kesederhanaan ini tercermin dalam desain minimalis, yang sekarang turut
mempengaruhi Arsitektur Gaya Minimalis. Namun kenyataannya, budaya arsitektur yang
tersohor itu sebenarnya sudah dikerjakan selama berabad-abad oleh para arsitek-arsitek
zaman Shinto.

Perumahan terus berkembang di era Meiji (1868-1912), beberapa rumah di kota dibangun
dengan gaya kura-zukuri, yang menampilkan eksterior Jepang yang dibuat dari bahan tahan
api, biasanya memiliki lorong panjang melalui tengah rumah dengan kamar di setiap sisi,
dikatakan untuk menggabungkan budaya asing dengan gaya rumah disukai oleh samurai.

KARAKTERISTAIK ARSITEKTUR JEPANG

Sistem konstruksi pada bangunan di Jepang dibuat ringan dan halus. Bangunan di Jepang
berbentuk simetris dengan memakai slidding door pada pintu, penggunaa kertas pada
dinding rumah menjadikan rumah tersebut terkesan ringan, ukuran ruang memakai
tatami/shoku, atap dominan dengan bentuk lengkung yang bersifat
sederhana, kebanyakan pada rumah jepang tidak memakai cat melainkan bersifat alami.

Bahan Bangunan Minka


Bahan bangunan yang dipergunakan antara lain, balok kayu besar untuk tiang utama rumah
dan rangka-rangka penting dari kerangka rumah. Kayu juga digunakan untuk dinding, lantai,
langit-langit, dan bubungan atap. Kayu yang digunakan dalam Minka bisa bertahan 200
sampai 300 tahun dan sangat berharga sebagai produk bangunan karena dapat digunakan
kembali dalam rumah-rumah lainnya.

Bambu digunakan untuk melapisi tempat-tempat kosong di antara dinding kayu dan setelah
itu dilapisi dengan tanah liat untuk dijadikan dinding yang rata. Tanah liat juga dibakar
menjadi genteng.

Rumput jenis tertentu dipergunakan sebagai atap, sedangkan jerami tanaman padi
dipergunakan untuk dianyam menjadi tikar kasar yang disebut dengan Mushiro, dan tikar
halus yang disebut dengan tatami, yang digelar di atas tikar kasar.
Batu-batu terbatas dipergunakan untuk fondasi rumah, tidak pernah digunakan sebagai
dinding.

Tata Ruang
Genkan

Salah satu ciri rumah Jepang adalah genkan, atau pintu masuk. Ini merupakan area kecil,
dengan level yang sama seperti di luar, di mana orang yang datang melepaskan sepatunya.
Ketika mereka melepas sepatu, orang melangkah ke lantai yang lebih tinggi 40-50 cm.
Berdekatan dengan lantai bawah ada rak atau lemari disebut getabako (kotak geta ) di mana
orang akan menempatkan sepatu mereka. Sandal untuk penggunaan dalam ruangan
biasanya ditempatkan di sana.

Washitsu

Washitsu adalah ruang beralaskan tatami dalam bangunan tradisional Jepang. Ada beberapa
aliran dalam menyusun tatami sebagai alas lantai. Dari jumlah tatami yang dipakai dapat
diketahui ukuran luas ruangan. Dari sejumlah washitsu yang ada di dalam bangunan (rumah)
terdapat satu washitsu utama. Setiap ruangan bisa menjadi ruang tamu, ruang makan,
belajar, atau kamar tidur. Hal ini dimungkinkan karena semua perabotan bersifat portabel,
yang disimpan dalam oshiire (bagian kecil dari rumah yang digunakan untuk penyimpanan).

Fungsi washitsu berubah bergantung kepada alat rumah tangga yang dipakai. Washitsu
berubah menjadi ruang belajar bila diletakkan meja. Washitsu menjadi ruang tidur bila
diletakkan futon(matras tidur). Meja besar dikeluarkan bila washitsu ingin digunakan untuk
jamuan makan.
Fusuma

shoji

Ada dua macam benda yang dapat digunakan untuk memberikan sekat-sekat pada washitsu,
yaitu fusuma dan shoji. Fusuma adalah panel berbentuk persegi panjang yang dipasang
vertikal pada rel dari kayu, dapat dibuka atau ditutup dengan cara didorong atau digeser.
Kegunaannya sebagai pintu dorong atau pembatas ruangan pada washitsu. Seperti halnya
shoji, fusuma dipasang di antara rel kayu, rel bagian atas disebut kamoi dan rel bagian
bawah disebut shikii. Rangka dibuat dari kayu dan kedua sisi permukaannya dilapis dengan
washi, kain (serat alami atau serat sintetis), atau vinil. Bila kertas pelapis sudah rusak atau
sekadar ingin berganti suasana, kertas lama bisa dilepas dan diganti dengan kertas baru.
Kedua belah permukaan fusuma dipasangi hikite yang berfungsi seperti pegangan pintu
sewaktu mendorong fusuma. Perbedaan antara fusuma dan shoji adalah fusuma tidak dapat
ditembus cahaya sedangkan shoji dapat ditembus cahaya. Sandal rumah harus dilepas
sebelum memasuki washitsu.

lantai Kamar dengan tatami dan Shōji


Lantai washitsu berupa tatami. Tatami adalah semacam tikar yang berasal dari Jepang yang
dibuat secara tradisional. Tatami dibuat dari jerami yang sudah ditenun, namun saat ini
banyak Tatami dibuat dari bahan sintetis, umumnya dari styrofoam. Tatami mempunyai
bentuk dan ukuran yang beragam, dan sekelilingnya dijahit dengan kain brokade atau kain
hijau yang polos. Pada mulanya, Tatami adalah barang mewah yang dapat dimiliki orang
kaya. Saat itu kebanyakan rumah orang miskin tidak memiliki lantai, melainkan tikar. Tatami
kemudian menjadi populer diabad ke-17.

Washiki (Toilet)

Toilet di perumahan Jepang biasanya terletak jauh dari kamar mandi dan terpisah dari rumah
induk. Namun, dalam kamar apartemen sering menggunakan toilet dan kamar mandi berada
dalam satu unit. Toilet biasanya di ruang kecil, saat memasuki ruangan ini, salah satu
tradisional menggantikan sandal rumah mereka dengan sandal khusus, kemudian menukar
kembali ketika keluar dari kamar mandi. Secara tradisional, toilet Jepang telah memiliki citra
"haram" dan dengan demikian dipisahkan, tapi kemudian hari toilet lebih modern cenderung
untuk menangkal tradisional citra "haram" tadi .

Toilet tradisional Jepang (washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset Asia.
Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen. Para pengguna toilet di Jepang
kebalikan dari Indonesia dimana mereka menghadap ke dinding di belakang toilet pada
gambar terlihat di sebelah kanan. Kloset jongkok dibagi menjadi dua jenis: kloset yang
berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar
30 cm.

Daidokoro (dapur)
Dapur tradisional dengan sistem gantung

Dapur tradisional dengan sistem tungku


Ada dua jenis dapur di rumah tradisional Jepang, yang pertama dengan tungku dan yang
kedua dengan cara digantung. Kedua cara ini sama-sama menggunakan kayu bakar.

Pada periode Jomon, dari 10.000 SM sampai 300 SM, orang berkumpul ke desa-desa, di
mana mereka tinggal di tempat tinggal lubang dangkal. Ini gubuk sederhana adalah antara
10 sampai 30 meter persegi dan memiliki perapian di tengah. Kompor awal tidak lebih dari
sebuah lubang dangkal (jikaro 地 床 炉), yang dikelilingi oleh batu untuk menangkap percikan
api. kemudian mereka menggantikan dengan Vas tanah liat atau tungku. Jenis kompor
disebut umigamero (埋 瓮 炉,. Lit "terkubur vas kompor"). Seperti kompor menjadi lebih
aman, itu dipindahkan dari pusat rumah ke samping dan, oleh periode Kofun akhir (abad ke-
6), hampir semua rumah memiliki kompor di salah satu ujung rumah. Beberapa keluarga
kaya pada periode Kofun membangun sebuah rumah terpisah di mana memasak dilakukan.

Roka

Di pinggir rumah terdapat Roka, biasanya berlantai kayu, yang mirip dengan lorong-lorong.

Atap minka

Atap adalah fitur dominan dalam arsitektur tradisional Jepang. Atap rumah
minka sering dibuat curam, dan biasanya terbuat dari ilalang (kayabuki yane), sirap (itabuki
yane), atau genteng (kawarabuki yane).
Atap minka dapat dikelompokan menjadi 3 macam bentuk, yaitu :
 Kirizuma, merupakan jenis atap yang paling sederhana yang berbentuk segi tiga (gabled
roof). Jenis atap ini mempunyai dua sisi yang menurun dari balok bubungan utama (mune).

 Yosumune, merupakan jenis atap yang mempunyai pinggang (hipped roofs). Atap jenis ini
merupakan perkembangan dari kirizuma, karena pada kedua sisi sampingnya yang lain
ditambah dengan atap miring, dan bubungannya tidak berbentuk lancip melainkan papak.

 Irimoya, merupakan jenis atap berbentuk tiga segi, dengan atap tambahan yang berbentuk
agak miring di sekitarnya, sehingga ruang dalam rumah menjadi luas. Pada rumah yang
atapnya terbuat dari genteng keramik, genteng juga dipasang sampai ke ujung bubungan,
dan untuk menghias puncak bubungan dipasang genteng yang ujungnya berbentuk kepala
raksasa, yang disebut onigawara. Pada rumah yang beratap rumput juga dipasang hiasan
pada kedua sudutnya yang disebut dengan munekazari.
Arsitektur Rumah Tradisional Jepang

cover : Rumah Jepang (sumber : www.interor-idea.com)

Rumah tradisional Jepang cenderung berbentuk kecil dan berdekatan antara satu dengan yang
lainnya, baik itu di perkotaan ataupun di pedesaan. Namun, elemen kunci dari desain rumah
hunian tradisional Jepang terletak pada privasi, cahaya alami, perlindungan dari bagian luar
rumah, dan tidak mementingkan ukuran atau lokasi rumah.

Walaupun sebagian besar orang Jepang yang tinggal di perkotaan tidak mampu membangun
rumah, apartemen mereka juga sering memiliki unsur-unsur tradisional, seperti bak untuk
berendam dan penggunaan satu buah anak tangga di bagian pintu masuk rumah. Banyak juga
rumah bergaya Barat di Jepang yang memiliki satu ruangan tradisional Jepang dengan lantai
Tatami. Elemen desain rumah tradisional Jepang telah menjadi inspirasi bagi arsitek Barat sejak
lama, dan dapat ditemukan di rumah-rumah lain di seluruh dunia.

Berikut adalah beberapa konsep penting dari arsitektur rumah tradisional Jepang:
Pintu gerbang khas Jepang (Sumber: kiarts.com)

Pintu gerbang khas Jepang. Sebagian besar jalan-jalan perumahan di Jepang tidak memiliki
trotoar di depan rumah. Pemisahan antara ruang publik dan ruang pribadi biasanya hanya
dipisahkan oleh pintu gerbang rumah. Seperti di Kyoto misalnya yang memiliki ciri khas pintu
gerbang beratap tradisional yang memisahkan antara jalan dan bagi an dalam rumah.
Tembok pelindung (Sumber: blahblahbragship.wordpress.com)

Tembok pelindung rumah. Privasi dari tiap rumah di kompleks perumahan biasanya
dipisahkan dengan dinding di luar rumah. Blok beton adalah bahan yang paling umum
digunakan untuk membuat dinding di luar rumah, baik di kota-kota ataupun di desa-desa. Akan
tetapi, beberapa rumah besar di Kyoto sering menggunakan dinding batu dengan pagar kayu di
atasnya.
Atap keramik (Sumber: wildfiregames.com)

Atap keramik yang luas. Jepang adalah negara dengan curah hujan yang tinggi. Atap rumah di
Jepang didesain dengan sistem drainase untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar dari
dalam rumah. Bentuk atap yang luas mampu melindungi penghuni rumah dengan maksimal saat
hujan dan membuat air hujan tidak masuk ke dalam rumah.
Pemandangan sangat diutamakan (Sumber: rebloggy.com)

Penempatan arah rumah. Rumah di Jepang biasanya memiliki lokasi di sebelah Utara atau
Selatan, dengan ruang utama yang menghadap ke Selatan untuk memastikan sinar mat ahari
dapat masuk dengan optimal sepanjang hari. Pemandangan paling ideal yang dicari dari setiap
rumah di Jepang adalah pegunungan atau air. Akan tetapi, pemandangan taman di rumah
sangat penting. Cahaya alami dianggap sebagai sebuah hak asasi manusia bag i setiap pemilik
rumah dan apartemen di Jepang.

Pintu masuk khas Jepang (Sumber: pinterest.com)

Satu buah anak tangga di pintu masuk (step-up entryways).Genkan merupakan tempat
untuk orang yang ingin masuk ke dalam rumah mengganti sepatu outdoor mereka dengan
sandal atau slipper.Genkan merupakan sebuah ruang transisi antara bagian luar dan dalam
rumah. Pada Genkan terdapat lemari untuk meletakkan sepatu serta benda-benda dekoratif lain
seperti keramik, bunga, atau karya seni. Genkan juga terkadang tergabung atau
menghadap tokonama (ceruk pada dinding), tempat meletakkan gulungan atau karya seni
lainnya, serta ikebana(rangkaian bunga tradisional) ditampilkan.
Lorong di luar ruangan (Sumber: 500px.com)
Lorong di luar ruangan.Engawa adalah lorong-lorong luas yang berfungsi untuk
menghubungkan kamar dan menjadi ruang transisi antara ruangan di dalam rumah dan bagian
luar. Engawa berfungsi sebagai tempat masuknya udara dan cahaya, juga sebagai beranda
pada musim panas.

Pintu geser (Sumber: pinterest.com)

Pintu geser. Pintu-pintu geser menjadi ciri khas utama pada budaya Jepang. Pintu geser
dengan panel kayu dan celah-celah kecil (mushiko mado) biasanya paling sering digunakan
pada Kyoto machiya (rumah kerja tradisional). Pintu geser juga sering digunakan untuk
menghubungkan antara ruang utama dan taman.
Material kayu alami (Sumber: www.proektant.ru)

Kayu. Kayu di rumah-rumah Jepang sering memiliki noda dan terlihat tua, tetapi tidak pernah
dicat karena cat dapat menutupi serat-serat kayu yang dinilai sangat berharga oleh masyarakat
Jepang. Batang pohon utuh dapat digunakan sebagai atap balok, sedangkan bagian pohon
paling mahal, seperti batang pohon cemara Jepang, digunakan untuk tokonama.
Lantai tatami
(Sumber: schooldesign21.com)

Anyaman jerami. Lantai tatami, yang terbuat dari anyaman Igusa (sejenis rumput), digunakan
untuk lantai karena terasa sejuk di musim panas dan hangat di musim dingin. Meskipun mahal,
lantai tatami dapat bertahan hingga bertahun-tahun karena orang Jepang tidak pernah memakai
sepatu di dalam rumah. Tikar yang dipakai biasanya berbentuk persegi panjang yang ujung -
ujungnya terikat dengan kain hitam, atau dengan brokat pada rumah orang kaya.
Ruang utama (Sumber: www.toobe8.com)

Ruang serbaguna. Tempat tidur tradisional (futon) yang digunakan selalu dilipat dan disimpan
di lemari pada siang hari. Hal ini membuat sebuah ruang besar dapat memiliki banyak sekali
kegunaan, seperti untuk duduk santai, makan dan tidur. Ruangan yang fleksibel dan furnitur
yang mudah dipindahkan memungkinkan rumah berukuran kecil dapat menampung seluruh
anggota keluarga dengan nyaman.
Kamar
mandi tradisional Jepang (Sumber: homelos.com)

Kamar mandi tradisional. Di masa lalu, banyak orang Jepang yang mandi di tempat
pemandian umum karena hanya orang-orang kaya saja yang mampu membuat furo. Untuk
membuat furo tidak hanya membutuhkan ruang, tetapi juga bahan bakar yang mampu
mempertahankan suhu air antara 37-42 derajat celcius. Walaupun saat ini masih terdapat
tempat pemandian umum, mayoritas rumah di Jepang sudah memiliki furo mereka sendiri, yang
hanya digunakan untuk berendam. Sedangkan, kegiatan lain seperti menyabuni badan dan
membilas dilakukan di luar bak menggunakan shower atau ember. Sejak dulu, mandi
merupakan ritual keseharian yang penting di Jepang.
Pintu geser penghubung
ke bagian luar rumah (Sumber: www.wallpaperdesign.org)

Sedikit penghalang antara indoor dan outdoor. Akses keluar yang mudah, dengan pintu
geser yang mudah dibuka dan jendela, merupakan elemen paling penting dalam desain Jepang.
Estetika indoor-outdoor ini sangat mempengaruhi arsitek modernis di seluruh dunia.

1. Pagar tinggi
2. 2. Gerbang masuk
3. Atap luas
4. Genkan
5. Sliding door
6. Tatami
7. shouji
8. Reverence of wood bangunan dr kayu
9. Transiis indor outdoor
10. Ruang serbaguna (futon tradisional bed dpt dilipat dan disimpan wahitsu
Home » japan » pariwisata » unik » Yuk Mengenal Rumah Tradisional Jepang dan Keistimewaannya

JAPAN PARIWISATA UNIK

Yuk Mengenal Rumah Tradisional Jepang dan Keistimewaannya

Rumah tradisional Jepang merupakan salah satu rumah tradisional paling digemari di dunia. Bahkan gaya ini
sudah populer di dunia barat sebagai gaya arsitektur “Zen” yang dapat dengan mudah dikombinasikan dengan
gaya minimalis. Hampir semua material rumah jepang menggunakan kayu, dan dibuat sederhana serta tidak
terlalu banyak barang. Rumah jepang sengaja didesain seperti ini agar tidak mengakibatkan kerusakan parah
saat terjadi gempa. Biasanya rumah jepang dibuat seperti rumah panggung yang ditinggikan sekitar 10 cm dari
tanah lalu ditutup dengan balok kayu untuk lantai, hal ini bertujuan untuk menghindari embun dari tanah. Yuk
kita simak apa saja keistimewaan rumah ini!

1.Washitsu (和室)

Keistimewaan pertama yaitu rumah tradisional Jepang memiliki ruang unik yang tidak dapat ditemukan di
negara lain. Ruang unik dan serba guna yang beralaskan tatami ini disebut Washitsu. Washitsu dapat bermanfaat
sebagai ruang keluarga, ruang belajar, dan waktu malam berubah menjadi kamar tidur (bayangin saja kamarnya
nobita dan doraemon). Orang Jepang tidak biasa menggunakan kursi di ruangan beralasan tatami ini, mereka
biasa duduk dengan beralasan tatami atau menggunakan bantal tipis yang disebut zabuton. Nah, di ruangan ini
juga terdapat “oshiire”, yaitu lemari besar berpintu geser tempat menyimpan barang-barang (kasurnya
doraemon).
Washitsu

Oshiire

2. Tatami (畳)

Keistimewaan kedua yaitu tatami sejenis tikar tebal yang dibuat dari jerami, sudah dipakai di rumah Jepang
sejak sekitar 600 tahun yang lalu. Tatami berasal dari kata kerja tatamu(畳む)yang artinya menumpuk
dengan kata lain tatami adalah pelapis lantai rumah yang terbuat dari ikatan jerami yang dijadikan satu dengan
papan kayu, dan biasanya di dalam (interior) rumah tradisional Jepang, tatami ini di jadikan sebagai lantai dan
juga digunakan sebagai pembatas antara ruangan dalam dengan ruangan luar. Ukuran kamar juga didasarkan
pada jumlah tatami. Lantai tatami terasa sejuk pada musim panas dan hangat pada musim dingin, dan tetap lebih
segar daripada karpet selama bulan-bulan. Pada saat tatami pertama kali dipasang, tatami ini berwarna hijau,
tetapi ketika lama-kelamaan akibat terkena sinar cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan, tatami ini
berubah warna menjadi kuning. Cara membersihkan tatami sangatlah mudah hanya dilap dengan kain yang
diberi sedikit air atau dengan penyedot debu (vacuum cleaner).
Tatami Hijau

Tatami Kuning

3. Fusuma (ふすま)

Keistimewaan ketiga yaitu dengan adanya Fusuma atau pintu geser yang dibungkus dengan kertas atau kain
tebal tembus pandang di atas bingkai petak-petak kayu yang digunakan untuk memisah-misahkan ruangan
(sebagai penyekat atau pembatas antar ruangan dalam rumah). Tinggi pintu ruangan pada rumah tradisional
Jepang ini biasanya berkisar 6 kaki. Biasanya kertas atau kain tersebut digambari dengan gambar pemandangan
alam pada satu atau kedua sisinya. Fusuma biasanya dapat dibongkar atau di pindahkan untuk memperbesar
ruangan atau membatasi ruangan. Dengan arti lain fusuma adalah sebuah dinding yang dapat dipindah-
pindahkan dan dapat digeser.
Fusuma

4. Shoji (障子)

Keistimewaan rumah Jepang selain fusuma adalah Shoji. Shoji tersebut adalah pintu geser yang dibungkus
dengan kertas tipis yang direkatkan pada petak-petak kayu dan bingkai pintu. Kayu tersebut biasanya tidak
diamplas. Shoji berasal dari Cina. Tinggi shoji pada rumah tradisional Jepang biasanya berkisar enam kaki,
normalnya dibagi menjadi empat bingkai (frame). Yang paling utama dari fungsi shoji ini adalah sebagai sekat
atau untuk memisahkan ruangan dalam dengan ruangan luar atau teras. Di dalam rumah modern, shoji
digunakan sebagai pemisah ruangan dimana sandal rumah dipakai ataupun tidak dipakai. Shoji kadang-kadang
dibelah menjadi dua, bagian atas dapat berfungsi sebagai jendela dan bagian bawah dapat berfungsi sebagai
pintu. Perbedaan antara fusuma dan shoji adalah fusuma tidak dapat ditembus cahaya sedangkan shoji dapat
ditembus cahaya.
Shoji

5. Ranma (欄間)

Ranma atau jendela kecil di atas pintu yang memiliki ukiran yang berada di atas dinding dan digunakan di
antara shoji dan plafon untuk memberikan sirkulasi udara dan cahaya. Ranma dibuat dalam berbagai macam
variasi ukuran. Di daerah barat ranma digunakan sebagai ventilasi dan dekorasi dinding. Ranma dapat
ditempatkan sebagai shoji, dalam dinding atau dengan cahaya dibelakang dekorasi tersebut. Cahaya dapat
ditempatkan di belakang ranma untuk menerangi sebuah desain bangunan. Ranma dapat dikatakan sebagai
kusen.

Ranma
6. Toko no ma (床の間)

Tokonoma adalah suatu ruangan yang berukuran lebih kecil dari ruangan yang ada di dalam rumah. Letaknya
berada di dalam kamar dengan posisinya lebih tinggi beberapa inchi dari lantai tatami (gaya ruangan masyarakat
Jepang). Alasan mengapa tokonoma dibuat satu tingkat lebih tinggi dari lantai sebuah ruangan (tatami) adalah
karena pada zaman dahulu sebelum pengaruh agama Budha masuk ke Jepang, bangsa Jepang telah mengalami
sistem kepercayaan dinamisme yaitu percaya bahwa alam adalah segalanya dan dapat dikatakan sebagai dewa
bagi mereka. Mereka juga percaya bahwa kesucian orang Jepang berasal dari alam dan kemudian menciptakan
manusia sebagai bagian dari alam. Maka mereka sering melakukan persembahan kepada dewa-dewa mereka di
dalam sebuah ruangan yang dilengkapi dengan segala yang berbau alam seperti: ikebana dan dupa. Lantai pada
ruangan persembahan ini sengaja dibuat satu tingkat lebih dari ruangan tatami dengan alasan bahwa lantai atas
pada ruangan pemujaan ini diilustrasikan sebaga dewa, sedangkan lantai bawah (tatami) diilustrasikan sebagai
manusia. Pada akhirnya setelah pengaruh agama Budha mulai masuk ke Jepang maka ruangan persembahan ini
pun telah berubah menjadi sebuah bangunan yang dinamakan Butsudan (altar bagi agama Budha). Seiring
dengan berjalannya waktu maka Butsudan ini telah berubah menjadi sebuah bangunan yang dinamakan
tokonoma.

Toko no Ma

6. Genkan (玄関)
Genkan adalah koridor tempat penghuni rumah atau tamu masuk dan melepas sandal mereka. Memang orang
Jepang punya kebiasaan unik melepas sandal sebelum masuk rumah. Tujuannya adalah supaya tidak mengotori
tatami mereka (Seperti sinchan yang sering dimarahin mamanya karena lupa melepas sandal).
Genkan

7. Roka

Di pinggir rumah terdapat lorong dengan lantai kayu yang disebut “roka”.

Rokka

8. Toilet (和式トイレ)

Toilet tradisional jepang (washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset Asia. Kebanyakan kloset
jongkok di Jepang terbuat dari porselen. Para pengguna toilet di Jepang kebalikan dari Indonesia dimana mereka
menghadap ke dinding di belakang toilet pada gambar terlihat di sebelah kanan. Kloset jongkok dibagi menjadi
dua jenis: kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan
sekitar 30 cm Yang terakhir ini lebih mudah digunakan bagi aboi-aboi untuk buang air kecil sambil berdiri.
Washiki

Cara Pakai

8. Kamar Mandi

Umumnya rumah tradisional Jepang jarang memiliki kamar mandi. Bukan karena orang jepang jarang mandi
tetapi karena mereka lebih senang mandi di tempat pemandian umum (sento atau onsen). Biasanya tempat
pemandian tersebut dipisah antara cewek dan cowok, tetapi ada juga pemandian campuran. Waw buat para
cowok pastinya kesenengan ada tontonan gratis.
Sento

9. Dapur

Ada dua jenis dapur di rumah tradisional Jepang, yang pertama dengan tungku dan yang kedua dengan cara
digantung. Kedua cara ini sama-sama menggunakan kayu bakar.

Dapur Kayu Bakar


Dapur di Gantung

10. Taman

Taman bergaya Jepang juga unik. Taman Jepang umumnya asimetris dan memiliki tiga unsur utama, yaitu air
(melambangkan kesucian dan kehidupan), tanaman (melambangkan keabadian), dan batu (melambangkan
alam).

Taman

MAH TRADISIONAL JEPANG


Rumah tradisional dengan bangku duduk yang didominasi bahan kayu serta
pintu geser arah horizontal dan vertikal dari kayu identik dengan rumah
tradisional Jepang.

Beberapa jalan kecil berupa gang juga sangat menarik diikuti karena dari jalan
kecil tersebut kita dapat melihat taman gaya Jepang di area halaman belakang
dan depan rumah. Taman yang dilengkapi kolam batu alam dilengkapi bonsai,
pancuran air dari bambu, dan kerajinan bambu lain menambah daya tarik
kawasan ini.

Rumah tradisional Jepang berbahan kayu dan atap ditindih batu dengan
aksesori fasade khas Jepang. Kebanyakan bangunan utama di kawasan ini
terbuat dari papan.

Atap yang ditindih batu untuk menahan agar tidak terbang tertiup angin
dengan talang air pada sisi atap dan menyalurkan air ke tanah yang terbuat
dari bambu juga menunjukkan kecerdikan dan pemikiran unsur teknis tukang.
Ruangan dengan lantai tanah, tatami, dan fondasi batu alam yang ditindih
bangunan bahan kayu menjadi salah satu ciri khusus.
Dengan struktur bangunan kayu berpintu geser dengan teralis kayu horizontal
dan vertikal memperlihatkan gaya arsitektur tradisional jepang kuno.

Tidak hanya citranya, tetapi konstruksinya pun sederhana sekali “ semakin


sedikit, semakin baik”. Prinsip ini sudah diambil alih dalam seni arsitektur
internasional.

INTERIOR RUMAH TRADISIONAL JEPANG

Interior dan pemilihan bahan rumah Jepang Tradisional ini pun masih sama
napas cita rasanya. Dinding-dinding tipis, nyaris tidak bermateri (kertas pun
masih dipakai untuk dinding-dinding ruangan). Tidak aman memang dan
sangat dingin di musim salju,tetapi sikap Shinto satu dengan alam tetap
dimenangkan.

Maka perhatikan gambar dibawah ini terlihat tampak ciri ke Jepangan pada
bangunan dan perabot rumah itu.

Perhatikan dinding-dinding, lantai dan langit-langit. Semua serba bidang polos,


dapat dikatakan tanpa hiasan apapun. Satu-satunya “hiasan” hanyalah
permainan garis-garis lurus dan bidang-bidang murni. Ditambah gambar
bergaya sangat hekmat goresan, kaligrafi sajak satu saja di ruang utama dengan
tokonominya.

Dalam ruang utama, tempat penerimaan tamu, dibuat panggung kecil yang
berdinding mundur sebagai tempat keramat, suatu fokus, tempat orientasi diri
psikologis dalam rumah, yang disebut tokonoma. Kadang-kadang lukisan
diganti dengan yang lain, atau dipajang satu syair dengan seni kaligrafi indah,
demi percakapan tentang puisi atau tukar-menukar kearifan, pengetahuan
budaya.

Ruang Panti minum Bosen , dari biara Kohoran. Lihatlah bagaimana sekian
unsur kontras bermain dalam melodi tesa-antitesa-sintesa:
1. Luar dan Dalam.
2. Garis bidang geometrik lurus-datar-ketat dan bentuk-bentuk organik luwes.
3. kebersihan polos netral warna di dalam dan yang serba variasi warna-warni
di luar.

Denah Rumah tradisional Jepang dengan pembagian ruang yang berbentuk


sederhana yaitu kotak atau persegi. Manusia modern abad ke 20 memang
sedang gandrung pada segala hal yang geometris. Tetapi geometriks yang
menyentuh kalbu hati. Dan apa yang menjadi kenyataan budaya arsitektur dari
seorang tokoh dan perintis arsitektur modern, Mies Van der Rohe? Mies van
der Rohe merumuskannya demikian: “semakin sedikit semakin baik”. Tetapi
perumusan yang menjadi tersohor itu praktis sudah dikerjakan berabad-abad
oleh orang-orang yang berjiwa Shinto dan Budha Zen

Anda mungkin juga menyukai