FISIKA BANGUNAN
BAB I
PENDAHULUAN
Penerangan alami siang hari penting dalam perencanaan sistem penerangan suatu
bangunan karena turut menentukan penggunaan energi listrik dalam bangunan itu. Namun
sering didapati ruangan-ruangan yang tak dapat memanfaatkan cahaya alami untuk
penerangan seperti lorong-lorong dalam bangunan, ruang dan gudang bawah tanah, dan
ruang-ruang yang letaknya sukar dicapai cahaya dari jendela di sisi bangunan.
Konstruksi dan letak bangunan dapat menyebabkan suatu ruangan tidak dapat
memperoleh cahaya alami sehingga membutuhkan cahaya lampu listrik walaupun pada
siang hari. Untuk dapat memanfaatkan cahaya alami siang hari, ruang-ruang tak
berjendela ini dapat memanfaatkan seperangkat perangkat optik yang dapat menyalurkan
cahaya alami (cahaya langsung maupun difus) dari luar bangunan ke ruangan tersebut.
Berbagai cara dapat ditempuh untuk menyalurkan cahaya alami ini ke ruangan, seperti
memanfaatkan cermin pemantul secara langsung atau dengan menggunakan lorong
pemandu cahaya. Tulisan ini berisi hasil rekayasa perangkat optik, digunakan cermin, yang
dikonstruksi sedemikian membentuk lorong persegi sehingga bagian dalam lorong dapat
berfungsi sebagai reflektor pemandu cahaya. Bagian luarnya dilindungi dan dikokohkan
oleh bahan multipleks. Pemandu cahaya ini memiliki satu belokan, bagian bidang
permukaan penerimanya (cahaya masuk) dipasang kubah kaca transparan sebagai
pengumpul cahaya.
1
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Evaluasi pencahayaan alami pada rumah tinggal sangat diperlukan, mengingat rumah
tinggal merupakan tempat yang digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai tempat
untuk melakukuan aktivitas sehari-hari. Pencahayaan adalah unsur penting sebagai
penunjang suatu aktivitas dapat berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, saya disini mencoba untuk melakukan pengevaluasian terhadap
pencahayaan alami pada rumah saya sendiri apakah sudah memenuhi standar pencahayaan
seperti yang disarankan oleh SNI. No. 03-2396-1991 : Tata cara perancangan Penerangan
alami siang hari untuk rumah dan gedung.
1.2 PERMASALAHAN
Permasalan Yang akan di bahas adalah pencahayaan alami yang ada pada ruang kamar
tidur yang saya gunakan ini apakah telah memenuhi standar pencahayaan seperti yang
disarankan oleh SNI. No. 03-2396-1991 : Tata cara perancangan Penerangan alami siang
hari untuk rumah dan gedung.
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pengevaluasian pencahayaan alami pada ruang kamar kerja yang saya
tempati ini adalah untuk mengetahui apakah pencahayaan alami pada kamar kerja saya telah
memenuhi standar pencahayaan seperti yang disarankan oleh SNI. No. 03-2396-1991 : Tata
cara perancangan Penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung.
2
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
BAB II
DASAR TEORI
2.2 Acuan
SNI. No. 03-2396-1991 : Tata cara perancangan Penerangan alami siang hari untuk
rumah dan gedung.
Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel 11,
Dagverlichting Van Woningen (NBG II 1951).
Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London.
Adhiwiyogo. M.U, 1969 ; Selection of the Design Sky for Indonesia based on the
Illumination Climate of Bandung. Symposium of Enviromental Physics as Applied
to Building in the Tropics.
3
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
4
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
5
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
L
1 L 1 D
fl arctan arctan
2 D H
2
H
2
1 1
D D
Keterangan:
6
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
frl fl p Lratarata
kaca
frd C R fw 5 Rcw
A 1 R
Keterangan:
7
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Penghalang
8
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
9
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
A. Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada tinggi 0,75 meter
di atas lantai. Bidang datar tersebut disebut bidang kerja.
10
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
11
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Umumnya lubang cahaya efektif dapat berbentuk dan berukuran lain daripada
lubang cahaya itu sendiri.
Hal ini, antara lain dapat disebabkan oleh :
Penghalangan cahaya oleh bangunan lain dan atau oleh pohon.
Bagian-bagian dari bangunan itu sendiri yang karena menonjol menyempitkan
pandangan ke luar, seperti balkon, konstruksi sunbreakers dan sebagainya.
Pembatasan-pembatasan oleh letak bidang kerja terhadap bidang lubang cahaya.
Bagian dari jendela yang dibuat dari bahan yang tidak tembus cahaya.
12
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
A 0,45 d
B 0,35 d
C 0,25 d
D 0,15 d
13
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
5. Untuk ruangan-ruangan lain yang tidak khusus disebut dalam tabel ini dapat
diperlakukan ketentuan-ketentuan dalam tabel 1
14
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
B. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di satu dinding nilai
fl ditentukan sebagai berikut :
1. Dari setiap ruangan yang menerima pencahayaan langsung dari langit melalui
lubang-lubang atau jendela-jendela di satu dinding saja, harus diteliti fl dari
satu TUU dan dua TUS.
2. Jarak antara dua titik ukur tidak boleh lebih besar dari 3 m. Misalnya untuk
suatu ruangan yang panjangnya lebih dari 7 m, harus diperiksa (fl) lebih dari
tiga titik ukur (jumlah TUU ditambah).
C. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang
berhadapan.
Nilai faktor langit (fl) untuk ruangan semacam ini harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
15
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
D. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang
saling memotong.
Untuk kondisi ruangan seperti ini faktor langit ditentukan dengan
memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
F. Penerimaan cahaya pada koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal.
Setiap koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal harus dapat menerima
cahaya melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,10 m2 dengan ketentuan, bahwa
untuk :
G. Penerimaan cahaya siang hari pada koridor atau gang / lorong dalam bangunan.
Setiap gang atau lorong dalam bangunan umum harus sekurang-kurangnya dapat
menerima cahaya siang hari melalui luas kaca minimal 0,30 m2.
Untuk setiap 5 meter panjang gang atau lorong, dengan ketentuan, bahwa untuk:
16
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
17
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
18
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif berbentuk persegi
panjang OPQR (tinggi H dan lebar L) sebagaimana dilukiskan di bawah ini :
19
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
1. Bagian dari jendela yang tidak tembus cahaya perlu diadakan koreksi;
2. Perhitungan secara global dilakukan menurut ratio luas bagian yang tidak
dapat ditembus cahaya terhadap luas bagian seluruh lubang cahaya efektif.
20
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
21
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
BAB III
PEMBAHASAN
Misalnya :
Apabila suatu ruangan (kamar tidur) memiliki lubang cahaya, dimana panjang
ruangan (p) = 3m, lebar ruangan (L) = 3m, dan tinggi ruangan tersebut adalah (H) =
4m. Dapat kita asumsikan bahwa lubang cahaya berada pada dinding sisi memanjang
(diasumsikan bahwa d = 3m).
22
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
23
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Penyelesaian :
Langkah 2
Dikarenakan ruangan yang akan direncanakan difungsikan untuk kamar tidur, maka
berdasarkan tabel 2 RSNI 03-2396-2001, faktor pencahayaan siang hari minimum
yang akan di perlukan adalah :
24
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Misalnya faktor penghalang (FP) kita asumsikan sebesar 30% (0,3), maka :
0,59
FlminTUU = 10,3 = 0,8 %
0,17
FlminTUS = 10,3 = 0,2 %
Langkah 3.
Berdasarkan data yang ada, posisi lubang cahaya ( jendela ) L = 0,8m, H= 1,3m,
dan terletak 0,55 m dari permukaan lantai,
Posisi lubang cahaya (jendela) terletak pada sisi memanjang,
jadi (d = l diasumsikan = 3,3m)
Dengan demikian jarak lubang cahaya efektif (D) = 1/3 x l = 1/3 x 3,3m = 1,1m
Karena jarak D < 2m, sesuai dengan ketentuan 4.1.6 (titik ukur huruf e) maka, D =
2m (Lihat Gambar 1.2 dan Gambar 1.3).
Gambar: 1.2 (Tampak layuot/ dalam) Gambar: 1.3 (Titik Ukur Utama)
25
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
Langkah 4
100 1 ()
= arctan ( )
360 2 2
1 +
[ ( 1+ ) ]
( )
Keterangan :
L = lebar lubang cahaya efektif.
H = tinggi lubang cahaya efektif.
D = jarak titik ukur ke lubang cahaya
Penyelesaian :
a) = ( + ) 2
26
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
0,40
100 0,40 1 ( 2 )
= arctan ( )
360 2 2 2
1 + 1,10 1,10
[ 2 ( 1+ 2 ) ]
( )
= , %
0,40
100 0,40 1 ( 2 )
= arctan ( )
360 2 2 2
1 + 0,20 0,20
[ 2 ( 1+ 2 ) ]
( )
= , %
= 0,18 (/(13)
= 0,18 3,3
= 0,59 %
0,59
= = = , %
1 1 0,3
27
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
b) TUS di ambil pada jarak 0,5m dari dinding samping yang juga berada pada jarak
1/3 d dari bidang lubang cahaya efektif (jendela) Lihat Gambar 1.4
= +
1,30
100 1,30 1 ( 2 )
= arctan ( )
360 2 2 2
1 + 1,10 1,10
[ 2 ( 1+ 2 ) ]
( )
= , %
1,30
100 1,30 1 ( 2 )
= arctan ( )
360 2 2 2
1 + 0,20 0,20
[ 2 ( 1+ 2 ) ]
( )
= , %
28
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
0,50
100 0,50 1 ( 2 )
= arctan ( )
360 2 2 2
1 + 1,10 1,10
[ 2 ( 1+ 2 ) ]
( )
= , %
0,50
100 0,50 1 ( 2 )
= arctan ( )
360 2 2 2
1 + 0,20 0,20
[ 2 ( 1+ 2 ) ]
( )
= , %
= 0,05 (/(13)
= 0,05 3,3
= 0,17 %
0,17
= = = , %
1 1 0,2
29
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Pemilihan bahan dan penempatan posisi payung atau filter cahaya tersebut pada
sebuah bangunan atau ruang haruslah direncanakan dengan akurat dan tepat. Penanaman
pohon atau vegetasi haruslah direncanakan dengan baik sehingga tidak menghalangi cahaya
yang masuk, namun juga tetap memberi kenyamanan dengan menyaring cahaya yang
berlebihan.
Tembok dinding dibagian luar ruangan hendaknya diberi warna muda atau agak
terang. Hindari pemakaian pelat-pelat beton atau batu yang mudah menjadi panas sebagai
bahan perkerasan di sekitar bangunan. Gunakan shading vertikal dan horizontal pada sisi
bukaan yang lebar untuk mengurangi cahaya yang berlebihan.
30
PENCAHAYAAN ALAMI
FISIKA BANGUNAN
DAFTAR PUSTAKA
SNI 03-2396-2001, 2001, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada
Bangunan Gedung
Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel 11, Dagverlichting Van
Woningen (NBG II 1951).
Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London.
Adhiwiyogo. M.U, 1969 ; Selection of the Design Sky for Indonesia based on the
Illumination Climate of Bandung. Symposium of Enviromental Physics as Applied to
Building in the Tropics.
31