Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FENOMENA ARSITEKTUR TROPIS

ARSITEKTUR TIMUR

RUMAH ADAT TONGKONAN TORAJA

NAMA : FAHRUL SALAM

STAMBUK : F 221 12 106

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2017
SEJARAH SULAWESI SELATAN

Sejarah Lokal Sulawesi Selatan - Sekitar 30.000 tahun silam pulau ini
telah dihuni oleh manusia. Penemuan tertua ditemukan di gua-gua dekat bukit
kapur dekat Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut dan Makassar sebagai
ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Kemungkinan lapisan budaya yang tua berupa
alat batu Peeble dan flake telah dikumpulkan dari teras sungai di lembah Walanae,
diantara Soppeng dan Sengkang, termasuk tulang-tulang babi raksasa dan gajah-
gajah yang telah punah.
Selama masa keemasan perdagangan rempah-rempah, diabad ke-15
sampai ke-19, Sulawesi Selatan berperan sebagai pintu Gerbang ke kepulauan
Maluku, tanah penghasil rempah. Kerajaan Gowa dan Bone yang perkasa
memainkan peranan penting didalam sejarah Kawasan Timur Indonesia dimasa
Ialu.
Pada sekitar abad ke-14 di Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kerajaan
kecil, dua kerajaan yang menonjol ketika itu adalah Kerajaan Gowa yang berada
di sekitar Makassar dan Kerajaan Bugis yang berada di Bone. Pada tahun 1530,
Kerajaan Gowa mulai mengembangkan diri, dan pada pertengahan abad ke-16
Gowa menjadi pusat perdagangan terpenting di wilayah timur Indonesia. Pada
tahun 1605, Raja Gowa memeluk Agama Islam serta menjadikan Gowa sebagai
Kerajaan Islam, dan antara tahun 1608 dan 1611, Kerajaan Gowa menyerang dan
menaklukkan Kerajaan Bone sehingga Islam dapat tersebar ke seluruh wilayah
Makassar dan Bugis.
Perusahaan dagang Belanda atau yang lebih dikenal dengan nama VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang datang ke wilayah ini pada abad ke-
15 melihat Kerajaan Gowa sebagai hambatan terhadap keinginan VOC untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di daerah ini. VOC kemudian bersekutu
dengan seorang pangeran Bugis bernama Arung Palakka yang hidup dalam
pengasingan setelah jatuhnya Bugis di bawah kekuasaan Gowa.
Belanda kemudian mensponsori Palakka kembali ke Bone, sekaligus
menghidupkan perlawanan masyarakat Bone dan Sopeng untuk melawan
kekuasaan Gowa. Setelah berperang selama setahun, Kerajaan Gowa berhasil
dikalahkan. Dan Raja Gowa, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani
Perjanjian Bungaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa. Selanjutnya Bone
di bawah Palakka menjadi penguasa di Sulawesi Selatan.
Persaingan antara Kerajaan Bone dengan pemimpin Bugis lainnya mewarnai
sejarah Sulawesi Selatan. Ratu Bone sempat muncul memimpin perlawanan
menentang Belanda yang saat itu sibuk menghadapi Perang Napoleon di daratan
Eropa. Namun setelah usainya Perang Napoleon, Belanda kembali ke Sulawesi
Selatan dan membasmi pemberontakan Ratu Bone. Namun perlawanan
masyarakat Makassar dan Bugis terus berlanjut menentang kekuasaan kolonial
hingga tahun 1905-1906. Pada tahun 1905, Belanda juga berhasil menaklukkan
Tana Toraja, perlawanan di daerah ini terus berlanjut hingga awal tahun 1930-an.
Sebelum Proklamasi RI, Sulawesi Selatan, terdiri atas sejumlah wilayah kerajaan
yang berdiri sendiri dan didiami empat etnis yaitu ; Bugis, Makassar, Mandar dan
Toraja.

Ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh luas yaitu Luwu, Gowa dan
Bone, yang pada abad ke XVI dan XVII mencapai kejayaannya dan telah
melakukan hubungan dagang serta persahabatan dengan bangsa Eropa, India,
Cina, Melayu dan Arab.

Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 dimana


Sulawesi Selatan menjadi propinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada
tahun 1960 menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan
UU Nomor 47 Tahun 1960. Pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonom
Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964,
sehingga menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan.

Menurut catatan sejarah Budaya Sulsel, ada tiga kerajaan besar yang
pernah berpengaruh luas yakni Kerajaan Luwu, Gowa, dan Bone, disamping
sejumlah kerajaan kecil yang beraliansi dengan kerajaan besar, namun tetap
bertahan secara otonom. Berbeda dengan pembentukan Propinsi lain di indonesia,
Sulsel terbentuk menjadi satu kesatuan wilayah administratif tingkat propinsi, atas
kemauan dan ikrar raja-raja serta masyarakat setempat sekaligus bergabung dalam
negara kesatuan Republik Iindonesia, sehingga Sulsel menjadi salah satu propinsi
di Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 21 tahun 1950 dan Makassar sebagai
pusat pemerintahan.
Dengan undang-undang ini maka Wilayah Administratif Sulsel terbagi
menjadi 21 daerah swantantra tingkat II dan 2 (dua) kotapraja yakni Makassar dan
Parepare. Status Propinsi Administratif Sulawesi berakhir pada tahun 1960 yang
ditetapkan dengan UU Nomor 47 Tahun 1960 dan secara otonom membagi
Sulawesi menjadi Propinsi Sulawesi Selatan Tenggara beribukota Makassar dan
Propinsi Sulawesi Utara-Tengah beribukota Manado, Empat tahun kemudian
pemisahan wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dalam II Nomor 13
Tahun 1964 dan Sulawesi Selatan resmi menjadi daerah otonom dan terus
disempurnakan dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah yang menggabungkan wilayah administratif daerah-
daerah otonom dalam satu penyebutan yaitu Daerah Tingkat II atau Kotamdya dan
Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Selanjutnya Propinsi daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan terbagi dalam 23 Kabupaten/Kotamadya serta 2 (dua) Kota
Administratif yakni Palopo di Kabupaten Luwu dan Watampone di kabupaten
Bone. Sedangkan yang sangat berarti adalah perubahan nama ibukota Propinsi
sulawesi Selatan dari makassar ke Ujung Pandang yang ditetapkan dalam PP
Nomor 51 tahun 1971 Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 65 tahun
1971
A. Latar belakang Rumah
Rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka
waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan,
namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasa disebut sangkar, sarang,
atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep - konsep sosial
kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal.

Rumah menjadi faktor utama bagi sebuah keluarga dalam membentuk


karakter dan menciptakan pribadi – pribadi yang baik. Maka dari itu harus
dibangun rumah dengan fasilitas – fasilitas yang mencukupi dan memenuhi
syarat rumah sehat sehingga terwujud tujuan yang diharapkan.

Indonesia kaya akan ragam budaya. Termasuk khasanah arsitekturnya dari


aceh sampai papua. Terdapat ciri arsitektur yang berbeda karena latar belakang
yang beragam. Rumah Tongkonan adalah salah satu arsitektur yang ada di
Indonesia yang memiliki ciri dan karakteristik yang khas dan berbeda.

Rumah Tongkonan adalah Rumah asli Suku Toraja. Suku Toraja adalah
suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.
Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya
masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan
Kabupaten Mamasa.

Kebudayaan yang ada di Suku Toraja, sangat berpengaruh terhadap gaya


arsitektur pada Rumah Tongkonan. Gaya arsitektur Rumah Tongkonan
berhubungan erat dengan kesehatan penghuninya. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai dampak kesehatan Rumah Toraja.
B. Pengertian
Rumah tradisional Toraja merupakan salah satu kebudayaan bangsa yang
keberadaannya dipandang perlu untuk dipelihara agar tidak punah. Rumah
tradisional atau rumah adat Toraja disebut Tongkonan. Tongkonan adalah
rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi
dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal
dari bahasa Toraja tongkon (duduk).Tongkonan merupakan pusat kehidupan
sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah
penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota
keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangkan hubungan
mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan
pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja
turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.

Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya


dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan,
Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai
pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga
yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan
anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum
bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa
yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia.
Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun
tongkonan yang besar.

C. Karakteristik Rumah Toraja


Rumah tradisional atau rumah adat Toraja disebut Tongkonan . Letak
bangunan rumahnya membujur utara-selatan, dengan pintu terletak di sebelah
utara. dengan keyakinan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan bumi
dibagi dalam 4 penjuru, yaitu:

1. Bagian utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia.


2. Bagian timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat
asalnya kebahagiaan atau kehidupan.

3. Bagian barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan


dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.

4. Bagian selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang


mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik.

Lebih detailnya Rumah Toraja memilliki karakteristik, sebagai berikut :

1. Bagian dalam rumah dibagi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah,
dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang
berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-anak tidur, serta tempat
meletakkan sesaji. Ruangan sebelah selatan disebut sumbung,
merupakan ruangan untuk kepala keluarga tetapi juga dianggap
sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian tengah disebut Sali yang
berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur, serta
tempat meletakkan orang mati. Mayat orang mati masyarakat
Toraja tidak langsung dikuburkan tetapi disimpan di rumah
tongkonan.
2. Perletakan jendela yang mempunyai makna dan fungsi masing-
masing
3. Perletakan balok-balok kayu dengan arah tertentu, yaitu pokok di
sebelah utara dan timur, ujungnya disebelah selatan atau utara
4. Adanya Ornamen tanduk kerbau di depan tongkonan, ini
melambangkan kemampuan ekonomi sang pemilik rumah saat
upacara penguburan anggota keluarganya. Setiap upacara adat di
Toraja seperti pemakaman akan mengorbankan kerbau dalam
jumlah yang banyak. Tanduk kerbau kemudian dipasang pada
tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk
yang terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula
status sosial keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.
5. Rumah Toraja memiliki empat warna dasar yaitu: hitam, merah,
kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To
Dolo). Tiap warna yang digunakan melambangkan hal-hal yang
berbeda. Warna hitam melambangkan kematian dan
kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi.
Merah adalah warna darah yang melambangkan kehidupan
manusia. Dan, putih adalah warna daging dan tulang yang artinya
suci.
6. rumah adat ini dibangun dengan konstruksi yang terbuat dari kayu
tanpa menggunakan unsur logam sama sekali seperti paku.

D. Fungsi Rumah Toraja


Pada dasarnya semua rumah memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai
tempat tinggal yang nyaman bagi semua penghuni rumah. Rumah Toraja pun
secara umum berfungsi sebagai rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat,
serta membina kekerabatan. Tongkonan berasal dari kata tongkon yang
bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk
karena dahulu menjadi tempat berkumpulnya bangsawan Toraja yang duduk
dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini mempunyai fungsi sosial
dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Awalnya merupakan pusat
pemerintahan, kekuasaan adat, sekaligus perkembangan kehidupan sosial
budaya masyarakat Toraja. Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku
Toraja. Ritual adat yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting
dalam kehidupan spiritual mereka. Oleh karena itu, semua anggota keluarga
diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
Masyarakat Toraja menganggap umah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang
sura (lumbung padi) sebagai bapak.

Bagian dalam rumah dibagi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan
selatan. Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang berfungsi sebagai
ruang tamu, tempat anak-anak tidur, serta tempat meletakkan sesaji. Ruangan
sebelah selatan disebut sumbung, merupakan ruangan untuk kepala keluarga
tetapi juga dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian tengah
disebut Sali yang berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur,
serta tempat meletakkan orang mati. Mayat orang mati masyarakat Toraja tidak
langsung dikuburkan tetapi disimpan di rumah tongkonan. Agar mayat tidak
berbau dan membusuk maka dibalsem dengan ramuan tradisional yang terbuat
dari daun sirih dan getah pisang. Sebelum upacara penguburan, mayat tersebut
dianggap sebagai ‘orang sakit‘ dan akan disimpan dalam peti khusus. Peti mati
tradisional Toraja disebut erong yang berbentuk kerbau (laki-laki) dan babi
(perempuan). Sementara untuk bangsawan berbentuk rumah adat. Sebelum
upacara penguburan, mayat juga terlebih dulu disimpan di alang sura (lumbung
padi) selama 3 hari.

E. Kelebihan Rumah Toraja


Rumah Toraja memiliki kelebihan dan kekurangan dari berbagai aspek
ekonomi maupun lingkungan, antara lain:

Kelebihan Rumah Adat Toraja :


a. Posisi rumah menghadap utara-selatan, sehingga cukup
penghawaan karena sesuai dengan arah angin (angin darat dan
angin laut).
b. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat
masuknya sinar matahari dan aliran angin.
c. Pada kolong nampak ruang kosong dan tertutup, sesuai untuk
daerah tropis yang membutuhkan atap yang tinggi, sehingga
rumah tidak menjadi pengap.
d. Atap berasal dari alang-alang sehingga menyerap panas.
e. Lantainya terdiri dari lembaran papan yang diperkuat dengan
struktur lantai panggung, sehingga menghindarkan dari bahaya
hewan buas.
f. Terdapat lumbung padi yang tiang-tiangnya dibuat dari batang
pohon palem (bangah) yang licin, sehingga tikus tidak dapat
naik ke dalam lumbung.

F. Hubungan Rumah Toraja dengan Kesehatan


a. Rumah asli Toraja yang disebut Tongkonan, selalu dibuat
menghadap ke arah utara. Hampir semua rumah orang Toraja
menghadap ke arah utara, yaitu menghadap ke arah Puang
Matua, sebutan orang toraja bagi Tuhan Yang Maha Esa. Selain
itu untuk menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan
mendapatkan keberkahan di dunia. Dari sisi kesehatan, rumah
adat Toraja baik karena menghadap ke utara. Sehingga
perhawaannya lancar dan sirkulasi udara dalam rumah baik. Hal
tersebut karena di Indonesia yang beriklim tropis ini, arah angin
cenderung berhembus dari utara.
b. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, sebagai
tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin.
c. Tongkonan berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong
yang ada di bawah rumah sebagai kandang ternak seperti kerbau
dan ayam yang dipelihara oleh pemilik rumah. Adanya kandang
kerbau di bawah rumah ini tentu dapat menimbulkan beberapa
dampak, antara lain mengundang vektor (nyamuk), tikus, kecoa,
lalat karena kotoran ternak, bau dan menganggu estetika jika
tidak dirawat dengan baik.
d. Di depan tongkonan terdapat lumbung padi yang disebut
“alang”. Tiang-tiang lumbung padi dibuat dari batang pohon
palem atau “bangah” yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik
ke dalam lumbung.
e. Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian
utara, tengah, dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut
“tangalok” yang berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-
anak tidur, juga tempat meletakkan sesaji. Melihat dari
kegunaan ruangan ini, kurang pantas jika digunakan sebagai
tempat meletakkan sesaji. Karena juga dipakai untuk ruang tamu
dan tempat tidur anak, yang rentan terkena penyakit akibat asap
dari sesaji.
f. Lantai pada Tongkonan terbuat dari papan kayu uru yang
disusun di atas pembalokan lantai. Kayu uru ini bersifat ringan
dan kuat, sehingga digunakan sebagai lantai. Kayu uru termasuk
kelas awet kedua dan kelas kuat ketiga sampai keempat. Tidak
dimakan rayap dan tetap awet hingga pemakaian ratusan tahun
(Hands Book of Indonesian Forestry, 1997 dan Atlas Kayu
Indonesia, 2004). Tetapi jika pemasangan papan kayu tidak
rapat, maka bau dari kandang yang terletak di bawah kolong
rumah dapat masuk ke dalam rumah dan mengganggu
pernafasan bagi penghuninya.
g. Dinding yang berfungsi sebagai rangka menggunakan kayu uru
atau kayu kecapi. Sedangkan dinding pengisinya menggunakan
kayu enau. Pada dinding tidak terdapat celah, sehingga pada
malam hari terasa pengap karena sedikitnya udara yang masuk.
h. Atap pada Tongkonan terbuat dari bambu-bambu pilihan yang
disusun tumpang tindih yang dikait oleh beberapa reng bambu
dan diikat oleh tali bambu/rotan. Fungsi dari susunan demikian
adalah untuk mencegah masuknya air hujan melalui celah-
celahnya. Fungsi lain adalah sebagai ventilasi, karena pada
Tongkonan tidak terdapat celah pada dindingnya.

G. Konstruksi Rumah Toraja

Perlu diketahui bahwa arsitektur rumah adat Tongkonan selalu mengikuti


model desa dimana rumah tongkonan tersebut dibangun. Akan tetapi, arsitektur
tersebut tidak akan pernah lepas dari filosofi dan pakem-pakem tertentu yang
diturunkan secara turun temurun. Filosofi dan pakem-pakem tersebut antara lain:

1. Lapisan dan Bentuk


Rumah tongkonan memiliki 3 lapisan berbentuk segi empat yang
bermakna empat peristiwa hidup pada manusia yaitu, kelahiran, kehidupan,
pemujaan dan kematian. Segi empat ini juga merupakan simbol dari empat
penjuru mata angin. Setiap rumah tongkonan harus menghadap ke utara untuk
melambangkan awal kehidupan, sedangkan pada bagian belakang yaitu selatan
melambangkan akhir dari kehidupan.
2. Struktur Bangunan Rumah Adat Tongkonan

Struktur bangunan mengikuti struktur makro-kosmos yang memiliki tiga


lapisan banua(rumah) yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale
banua) dan bawah (sulluk banua).

Bagian atas (rattiangbanua) digunakan sebagai tempat menyimpan benda-


benda pusaka yang mempunyai nilai sakral dan benda-benda yang dianggap
berharga. Pada bagian atap rumah terbuat dari susunan bambu-bambu pilihan
yang telah dibentuk sedemikian rupa kemudian disusun dan diikat oleh rotan dan
ijuk. Atap bambu ini dapat bertahan hingga ratusan tahun.

Sumber :panduanrumah.com

Bagian tengah (kale banua) rumah tongkonan memiliki 3 bagian dengan


fungsi yang berbeda. Pertama, Tengalok di bagian utara difungsikan sebagai ruang
untuk anak-anak tidur dan ruang tamu. Namun terkadang, ruangan ini digunakan
untuk menaruh sesaji. Kedua, Sali dibagian tengah. Ruangan ini biasa difungsikan
sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang makan, dapur dan tempat
disemayamkannya orang mati. Dan ruangan terakhir adalah ruang sambung yang
banyak digunakan oleh kepala keluarga .Bagian bawah (sulluk banua) digunakan
sebagai tempat hewan peliharaan dan tempat menaruh alat-alat pertanian.
Fondasinya terbuat dari batu pilihan yang dipahat berbentuk persegi.

3. Ukiran Dinding
Ukiran berwarna pada dinding rumah tongkonan terbuat dari tanah liat. Ukiran-
ukiran tersebut selalu menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan
putih. Bagi masyarakat toraja, 4 warna itu memiliki arti dan makna tersendiri.
Warna kuning melambangkan anugrah dan kekuasaan Tuhan (Puang Matua),
warna hitam melambangkan kematian/duka, warna putih melambangkan tulang
yang berarti kesucian dan warna merah melambangkan kehidupan manusia.

Sumber : rumahtoraja.com

4. Tanduk Kerbau
Rumah adat Tongkonan umumnya dilengkapi dengan hiasan tanduk kerbau.
Hiasan ini tersusun menjulang pada tiang bagian depan. Hiasan tanduk kerbau
tersebut secara filosofi adalah perlambang kemewahan dan strata sosial. Semakin
banyak tanduk yang tersusun pada rumah ada tongkonan, maka semakin tinggi
strata sosial kelompok adat yang memilikinya.
Sumber : kisahasalusul.blogspot.com

Konsep Arsitektur Tradisional Toraja

Toraja mendiami dataran tinggi di kawasan utara Sulawesi Selatan. Pada


umumnya wilayah permukiman masyarakat Toraja terletak di pegunungan dengan
ketinggian 600 hingga 2800m di atas permukaan laut. Temperatur udara kawasan
permukiman masyarakat Toraja berkisar pada 150 hingga 300C. Daerah ini tidak
berpantai, budayanya unik, baik dalam tari-tarian, musik, bahasa, makanan, dan
kepercayaan Aluktodolo yang menjiwai kehidupan masyarakatnya. Keunikan itu
terlihat juga pada pola permukiman dan arsitektur tradisional rumah mereka,
upacara pengantin serta ritual upacara penguburannya.

Kondisi Tana Toraja, tang dipegunungan dan berhawa dingin diduga


mendasari ukuran pintu dan jendela yang relatif kecil, lantai dan dindingnya dari
kayu yang tebal. Ukuran atap rumah tradisional Toraja yang terbuat dari susunan
bambu sangat tebal. Wujud konstruksi ini sangat diperlukan untuk menghangatkan
temperatur udara interior rumah.karenanya masyarakat tanah toraja didalam
membangun rumah tradisional mengacu pada kearifan budaya lokal (kosmologi)
yang terdapat pada empat konsep sebagai berikut:

 Konsep ‘pusar’ atau pusat rumah sebagai paduan antara kosmologi dan
simbolisme.
 Dalam perspektif kosmologi, rumah merupakan mikrokosmos bagian dari
lingkungan makrokosmos.

 Pusat rumah meraga sebagai perapian di tengah rumah, atau atap


menjulang menaungi ruang tengah rumah asap dan atap menyatu dengan
father sky.

 Pusat rumah juga meraga sebagai tiang utama, seperti aqriri possi di toraja,
possi bola di bugis, pocci balla di makassar, tiang menyatu dengan mother
earth.

ANALOGY RUMAH ADAT TORAJA

MAKROKOSMOS MIKROKOSMOS

Langit Ratiang/Ulu banua


(Puang Matua/pencipta) (atap/kepala)
/
Bumi
/
(Datu Baine)
/
/
/
Sumber :tongkonan.com
//

Pada masyarakat toraja dalam kehidupannya juga mengenal filosofi aluq


aqpa otoqna yaitu empat dasar pandangan hidup: kehidupan manusia kehidupan
leluhur “to doloq” kemuliaan tuhan adat dan kebudayaan keempat filosofi ini
menjadi dasar terbentuknya denah rumah toraja empat persegi panjang dengan
dibatasi dinding yang melambangkan “badan” atau kekuasaan dalam kehidupan
masyarakat toraja lebih di percayai akan kekuatan sendiri, “egocentrum”. Hal ini
yang tercermin pada konsep arsitektur rumah mereka dengan ruang-ruang agak
tertutup dengan “bukaan” yang sempit. Selain itu konsep arsitektur tradisional
toraja banyak dipengaruhi dengan etos budaya “simuane tallang” atau filosofi
harmonisasi dua belahan bambu yang saling terselungkup sebagaimana cara
pemasangan belahan bambu pada atap rumah adat dan lumbung. Harmonisasi
didapati dalam konsep arsitektur tongkonan yang menginteraksikan secara
keseluruhan komponen tongkonan seperti: rumah, lumbung, sawah, kombong,
rante dan liang, di dalam satu sistem kehidupan dan penghidupan orang toraja
didalam area tongkoan.

Tata letak rumah tongkonan berorientasi utara selatan, bagian depan rumah
harus berorientasi utara atau arah puang matua ulunna langiq dan bagian belakang
rumah ke selatan atau arah tempat roh-roh polloqna langiq. Sedangkan kedua arah
mata angin lainnya mempunyai arti kehidupan dan pemeliharaan, pada arah timur
di mana para DealDewata memelihara dunia beserta isinya ciptaan puang matua
untuk memberi kehidupan bagi manusia, dan arah barat adalah tempat
bersemayam To Membali Puang atau tempat para leluhur To doloq atau selalu ada
keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
Tongkonan rumah adat toraja adalah merupakan bangunan yang sangat
besar artinya karena peranannya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat
toraja tongkonan dalam fungsinya terbagi menjadi empat macam tingkatan yaitu:
pertama: tongkonan layuk kedudukannya sebagai rumah tempat membuat
peraturan adat istiadat. Kedua: tongonan pokamberan/pokaindoran, yaitu rumah
adat tempat melaksanakan aturan pemerintahan adat dalam suatu masalah daerah.
Ketiga tongkonan batu aqriri yaitu tongkonan yang tidak mempunyai peranan dan
fungsi sebagai tempat persatuan dan pembinaan keluarga dari keturunan pertama
tongkonan itu serta tempat pembinaan warisan, ke empat tongonan paqrapuan
fingsinya sama dengan tongkonan batu aqriri tetapi tidak boleh diukir seperti tiga
tongkonan di datas dan tidak memakai longa.

KESIMPULAN

“Desain arsitektur rumah yang umumnya didasarkan pada ukuran pintu


dan jendela relatif kecil dan dinding dan lantai dari bahan kayu yang dirancang
lebih tebal.karena Kondisi Tana Toraja adalah daerah yang bersuhu dingin.
Demikian juga, atap, atap desain rumah adat Toraja yang terbuat dari struktur
bambu yang sangat kental. Tujuan dari ini tentu saja desain konstruksi yang suhu
interior udara lebih hangat. Orang Tana Toraja umumnya menggunakan konsep
budaya kearifan-Kosmologi dalam membangun sebuah rumah, yaitu konsep
‘pusat rumah’ yang merupakan perpaduan dari kosmologi dan simbolisme. Dalam
perspektif kosmologi,masyarakat tradisional Toraja rumah adalah mikrokosmos
dari makrokosmos yang merupakan komponen lingkungan.

1. Rumah Tongkonan dominan dibuat dari kayu.


2. Rumah Tongkonan terdiri dari 4 penjuru, yaitu:
Bagian utara atau Ulunna langi, bagian timur atau Matallo,
bagian barat atau Matampu, bagian selatan atau Pollo’na langi.
3. Rumah Tongkonan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian depan
disebut Tangalok, bagian belakang disebut Sumbung dan bagian
tengah disebut Sali.
4. Rumah Adat Toraja secara umum berfungsi sebagai rumah tinggal,
kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan, namun
secara khusus mempunyai fungsi sosial dan budaya yang
bertingkat-tingkat di masyarakat
5. Secara keseluruhan bahan yang digunakan dalam pembuatan rumah
sudah awet dan kuat.
6. Rumah adat tongkonan sudah memenuhi/sesuai dengan beberapa
karakteristik rumah tropis.
7. Rumah Suku Toraja mahal dalam pengadaan bahan dan
pembiayaan proses pembangunannya.

Daftar Pustaka
http://www.torajaparadise.com/2014/11/orang-toraja-dan-makna-
tongkonan.html
http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/04/konsep-arsitektur-rumah-adat-
tongkonan.html
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/12/rumah-adat-tongkonan-tana-
toraja.html
http://leezheek.blogspot.co.id/2012/11/filosofi-tongkonan-rumah-adat-
toraja.html
http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/04/konsep-arsitektur-rumah-adat-
tongkonan.html
http://www.pepih.com/1039/desain-arsitektur-rumah-adat-toraja.html
http://adhycoken.blogspot.co.id/2012/10/arsitektur-tradisional-tongkonan-
toraja.html
https://nathaniaseptavy.wordpress.com/2014/01/03/konsep-arsitektur-
tradisional-toraja/

Anda mungkin juga menyukai