Anda di halaman 1dari 10

TRANSFORMASI BENTUK DALAM PERANCANGAN GEREJA

KATEDRAL INKULTURASI
(Studi Kasus : Gereja Katedral Kristus Raja di Kupang)

Ria Rangga Alexander(1), Iwan Sudrajat(2), Christina Gantini(3)


(1)
Magister Arsitektur Alur Desain, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
(2)
KK. Sejarah, Teori Dan Kritik Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
(3)
KK. Sejarah, Teori Dan Kritik Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

Abstrak

Gereja Katedral bagi umat Katolik tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah melainkan juga
menjadi sebuah simbol identitas. Simbol identitas yang dimaksud adalah dimana Gereja Katedral
hadir sebagai wujud persatuan dari umat Katolik disuatu wilayah. Sebagai simbol identitas, Gereja
Katedral diharapkan mampu merepresentasikan unsur lokalitas setempat. Proses tersebut
merupakan salah satu bentuk usaha Gereja Katolik dalam melakukan inkulturasi dengan kebudayaan
setempat. Mengacu pada hal tersebut, tujuan tesis ini adalah mengangkat unsur lokalitas yang ada
di Pulau Timor, dalam hal ini unsur kebudayaan suku Atoni di Tamkesi, untuk diterapkan dalam
perancangan Gereja Katedral Kristus Raja di Kupang. Proses penerapan unsur kebudayaan kedalam
desain Gereja Katedral dilakukan dengan menggunakan metode transformasi bentuk. Metode
transformasi bentuk dipilih menjadi metode perancangan karena bentuk merupakan unsur yang
paling mudah dipahami oleh manusia. Sehingga diharapkan desain bangunan Gereja Katedral Kristus
Raja dapat dipahami sebagai salah satu hasil dari inkulturasi terhadap unsur kebudayaan setempat.

Kata-kunci : Inkulturasi, Transformasi bentuk, Gereja Katedral Kristus Raja, Kebudayaan suku Atoni di tamkesi

Pengantar mengalami beberapa kali renovasi guna


menambah daya tampung umat. Namun karena
Gereja Katedral Kristus Raja merupakan Gereja keterbatasan luas lahan maka usaha yang
utama bagi umat Katolik di Keuskupan Agung dilakukan menjadi kurang maksimal.
Kupang. Pada dasarnya fungsi dari Gereja
katedral serupa dengan Gereja pada umumnya, Terdapat dua alasan pokok yang mendasari
yang membedakannya adalah dimana pada proses peracangan ulang Gereja Katedral Kristus
Gereja Katedral terdapat kursi atau tahta Uskup. Raja, yakni; untuk mengatasi permasalahan
Kursi Uskup yang tedapat pada Gereja Katedral daya tampung, serta untuk menghasilkan
melambangkan peran Uskup dalam sebuah bentuk rancangan Gereja Katedral yang
kepemimpinan sebuah Keuskupan. Selain dapat menjadi simbol identitas dari umat Katolik
berfungsi sebagai tempat beribadah, Gereja di Keuskupan Agung Kupang. Untuk menunjang
Katedral juga memiliki peran sebagai sebuah alasan kedua maka dalam proses perancangan
simbol dari umat Katolik di suatu wilayah. menggunakan tema inkulturasi dengan
pendekatan transformasibentuk.
Gereja Katedral Kristus Raja saat ini berlokasi di
pusat kota Kupang, dengan luas lahan 3.800 m2.
Bangunan Gereja yang ada saat ini merupakan
bangunan lama yang telah berdiri sejak tahun
1950-an. Bangunan Gereja katedral telah
1
Transformasi Bentuk dalam Perancangan Gereja Katedral Inkulturasi

Data berlaku adalah 70, KLB maksimal 2,6, KDH


minimal 25, serta ketinggian bangunan
1. Data Tapak maksimal 7 lantai. Dengan luas lahan 25.000
m2, maka KDB yang diperoleh adalah 17.500
Untuk mengatasi pemasalahan keterbatasan
m2, KLB yang diperoleh 65.000 m2, KDH
lahan maka dipilihlah lokasi baru yang
yang diperoleh 6.250 m2.
memungkinkan untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Berikut ini adalah data-data terkait
 Kontur pada tapak relatif terjal dengan
lokasi baru dari Gereja Katedral Kristus Raja
dengan ketinggian dari titik terendah adalah
 Tapak berlokasi di tepi kota Kupang, 13 m. Dengan kondisi kontur yang demikian
tepatnya di jalan Sam Ratulangi, dengan maka pola drainase alami yang terdapat
luas lahan 25.000 m2 pada tapak adalah dari titik tertinggi di sisi
selatan menuju titik terendah di sisi utara.

 View paling potensial yang terdapat pada


tapak adalah view pesisir pantai yang
terdapat pada sisi utara dari tapak.

 Tapak dilalui oleh jalan dengan dua arah


jalur kendaraan, baik jalan di sisi utara,
barat, maupun selatan.

Gambar 1. Lokasi baru dari bagunan Gereja Katedral


yang akan dirancang

 Berdasarkan RDTR kota Kupang, area tapak


termasuk dalam kawasan campuran
sehingga memungkinkan untuk mendirikan
bangunan Gereja.
Gambar 2. Kondisi kontur, drainase, view, serta
 Tapak berbatasan dengan tiga jenis jalan sirkulasi kendaraan pada tapak
yaitu jalan kolektor sekunder, lokal primer,
dan lokal sekunder. Berdasarkan Peraturan 2. Data Unsur Kebudayaan Setempat
Daerah Kota Kupang tahun no 12 tahun
2011, terkait ketentuan garis sempadan Untuk menghasilkan desain bangunan Gereja
bangunan (GSB) maka untuk jalan kolektor Katedral yang dapat menjadi simbol identitas
sekunder GSB yang berlaku sebesar 15 m, umat Katolik di Kupang, maka hal utama yang
untuk jalan lokal primer GSB yang berlaku perlu dilakukan adalah mengangkat unsur
sebesar 10 m, untuk jalan lokal sekunder kebudayaan setempat. Berikut ini data terkait
GSB yang berlaku sebesar 8 m. GSB dihitung kebudayaan.
dari titik as jalan
 Kota Kupang merupakan ibu kota propinsi
dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang
 Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang
tepatnya terletak di pulau Timor. Terdapat
tahun no 12 tahun 2011 KDB maksimal yang
beragam suku yang mendiami pulau Timor.
2
Ria Rangga A. Bhadjowawo
Namun berdasarkan sejarah, suku asli dari kepada pemujaan Uis Neno, Uis Afu dan
pulau Timor adalah suku Atoni. nitu (leluhur). Upacara keagamaan
berskala besar dilaksanakan di depan
 Suku Atoni sendiri terbagi lagi kedalam istana kaiser/ raja, dimana disana
beberapa suku, diantaranya suku Miomafo, terdapat altar sebagai pusat
suku Insana dan suku Biboki. Ketiga suku persembahan. Upacara keagamaan itu
tersebut membentuk kerajaan masing- sendiri akan dipimpin langsung oleh
masing. Dari tiga kerajaan tersebut yang kaiser, dimana masyarakat membentuk
masih bertahan sampai sekarang hanyalah lingkaran yang mengelilingi altar
kerajaan Biboki dengan ibu kota kerajaan di persembahan sebagai pusatnya.
Kampung Tamkesi. Lokasi Kampung Tamkesi
adalah pusat kerajaan Biboki yang
keberadaannya sampai sekarang masih
lestari.

 Beragam unsur kebudayaan yang terdapat


pada suku Atoni di Tamkesi, antara lain

- Kepercayaan asli suku Atoni yang Gambar 4. Pola tata upacara di Kampung
menganut paham dualisme, percaya Tamkesi
akan adanya dua Tuhan/ Dewa yakni
dewa langit (Uis Neno) dan dewi tanah - Kerajinan tangan suku Atoni yang
(Uis Afu). Kehadiran kedua dewa menonjol adalah kain tenun ikat, dengan
diwujudkan dalam bentuk dua gunung beragam jenis motif. Namun secara garis
kapur yang terdapat di sisi timur besar terdapat 2 jenis kain tenun ikat,
(Tapenpah) dan barat (Oepuah) dari yaitu jenis tais yang di pakai oleh kaum
kampung suku Atoni di Tamkesi. wanita dan jenis bete/beti yang dipakai
oleh pria.
- Sistem kosmologi sangat di pengaruhi
oleh kepercayaan akan dua dewa yakni
Uis Neno dan Uis Afu. Perkampungan
suku Atoni di Tamkesi memanjang dari
utara ke selatan menghadap dua gunug
kembar Tapenpah dan Oepuah yang
melambangkan alam raya dan pencipta
alam raya. Gambar 5. Pola kain tenun ikat

- Keadaan topografi pada kampung suku


Atoni di Tamkesi terbilang cukup terjal,
dimana perkampungan tersebut terletak
pada sebuah bukit. Hal tersebut
menunjang sistem kepercayaan mereka,
dimana area tersakral harus terletak di
posisi yang paling tinggi.

- Pola perkampungan suku Atoni di


Gambar 3. Posisi Kampung Tamkesi terhadap Tamkesi bersifat mengelompok (cluster),
gunung Tapenpah dan Oepuah. yang di kelompokan kedalam 4 zona
yakni zona eno naikah, eno tnana, natna,
- Upacara-upacara keagamaan dalam
dan eno kotin. Posisi keempat zona
kepercayaan asli suku Atoni ditujukan
tersebut memanjang dari utara ke
3
Transformasi Bentuk dalam Perancangan Gereja Katedral Inkulturasi

selatan, dengan posisi tersakral terletak berbentuk oval, terdapat tiang


di sisi utara dimana disana terdapat persembahan di sisi kanan bangunan
istana kaiser (Sonaf Mnasi). (bahane).

S U
Gambar 6. Pola dan keadaan kontur
kampung Tamkesi

- Terdapat tiga pintu masuk menuju


perkampungan suku Atoni di Tamkesi Gambar 8. Bentuk dasar bangunan adat dan
yakni pintu eno oebnah (sisi timur), pintu tiang persembahan
eno am unah (sisi barat), dan pintu eno
naikah. Dimana pintu eno naikah (sisi Isu
selatan) merupakan gerbang kerajaan
Terdapat beberapa isu pokok yang harus
atau gerbang utama yang dikhususkan
diselesaikan dalam proses perancangan Gereja
bagi keturunan kaiser. Pola sirkulasi yang
Katedral Kristus Raja, anatara lain:
bermula dari pintu eno naikah bersifat
menerus, dimana kaiser dan  Fungsi
keturunannya dapat langsung mengakses Isu fungsi berhubungan dengan pengguna,
sonaf mnasi yang terletak di sisi utara. aktifitas, serta fasilitas yang akan diwadahi
oleh bangunan Gereja Katedral.

 Tapak
Isu tapak berhubungan dengan peraturan
daerah yang berlaku, zoning tapak, serta
sirkulasi pada tapak.

 Inkulturasi
Isu inkulturasi berhubungan dengan
bagaimana memilih unsur kebudayaan
setempat yang dapat dijadikan acuan dalam
proses perancangan.
Gambar 7. Posisi entrance dan jalur sirkulasi
di kampung Tamkesi
 Transformasi bentuk
- Terdapat 5 jenis massa bangunan pada Bagaimana unsur kebudayaan terpilih dapat
perkampungan suku Atoni di Tamkesi diterjamahkan kedalam desain.
yakni sonaf nenoboki, sonaf mnasi, ume
kbubu, ume lopo, ume kbat. Kelima jenis Tujuan Perancangan
massa bangunan tersebut memiliki fungsi
Terkait isu pokok, maka tujuan akhir dari
sosial ekonomi, sosial budaya dan religius.
perancangan Gereja Katedral Kristus Raja
Komposisi bangunan didominasi oleh
adalah sebagai berikut
bentuk atap, massa bangunan relatif
4
Ria Rangga A. Bhadjowawo
 Menghasilkan desain bangunan Gereja ketinggian bangunan), keadaan fisik alamiah
Katedral yang mampu mewadahi segala (kontur dan drainase, view), dan sirkulasi
aktifitas terkait, sesuai dengan persyaratan
standar yang berlaku.  Keberhasilan desain bangunan Gereja
Katedral Kristus Raja dalam mengangkat
 Menghasilkan desain tapak yang dapat unsur kebudayaan tidak dapat semata-mata
mewadahi fungsi bangunan Gereja Katedral diukur dengan variabel tertentu. Hal ini
dengan tetap mengacu pada peraturan yang berkaitan dengan transformasi bentuk yang
berlaku. dipilih sebagai pendekatan dalam
perancangan. Melalui pendekatan
 Memperoleh unsur-unsur kebudayaan transformasi bentuk, unsur kebudayaan
setempat yang dianggap paling representatif terpilih diterjemahkan kedalam bentuk baru
dan tidak bertentangan dengan ajaran yang kontekstual degan fungsi bangunan
agama Katolik. Gereja Katedral. Dalam proses tersebut
intuisi dari arsitek sangat berperan, sehingga
 Memperoleh bentuk dan pola dari unsur bentuk yang dihasilkan dapat menuai
kebudayaan terpilih yang kemudian pemahaman yang berbeda-beda.
diterapkan kedalam desain guna
menghasilkan desain bangunan Gereja Konsep
Katedral inkulturas.
Konsep desain bangunan Gereja Katedral Kristus
Kriteria Raja, dapat dikelompokan kedalam tiga bagian
antara lain
Dalam mencapai tujuan akhir perancangan,
terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan 1. Konsep tapak
tolak ukur kesuksesan rancangan antara lain:
 Zoning
 Analisis fungsi dan luasan ruang
Keberhasilan dari rancangan Gereja Katedral - Konsep zoning tapak merupakan hasil
Kristus Raja dalam mewadahi fungsi dari penyesuaian dari zoning yang terdapat pada
Gereja katedral dapat diukur melalui kampung suku Atoni di Tamkesi. Terdapat 4
kesesuaian hasil rancangan dengan hasil zona utama pada area kampung tamkesi
analisis fungsi (pengguna, aktifitas dan yakni zona eno naikah, eno tnana, natna,
fasilitas) dan luasan ruang. Dalam hal ini dan eno kotin.
sesuai dengan analisis fungsi dan luasan
ruang, maka: - Jika konsep zoning pada kampung tamkesi
mengacu pada strata sosial maka zoning
- Gereja Katedral Kristus Raja harus dapat pada tapak Gereja hanya sebatas
menampung 2.150 umat pada setiap pengelompokan berdasarkan fungsi yang
misa yang diselenggarakan. akan diwadahi

- Luas Maksimal dari bangunan Gereja - Zona pertama adalah area entrance Gereja,
Katedral beserta fasilitas penunjang zona kedua adalah area gedung serbaguna
adalah 7.100 m2. dan sekretariat, zona ketiga adalah area
gedung Gereja dan pastoran, zona keempat
 Analisis tapak adalah area hijau atau taman yang turut
Keberhasilan desain tapak dapat diukur dari berfungsi sebagai barrier.
kesesuaiannya dengan hasil dari analisis
tapak yang meliputi, persyaratan tapak
bangunan Gereja, tata guna lahan, tata
wilayah (Garis sempadan, KDB, KLB, KDH,
5
Transformasi Bentuk dalam Perancangan Gereja Katedral Inkulturasi

di bawah pepohonan dengan sinar matahari


yang masuk hanya pada bagian tertentu.

Gambar 11. Konsep elemen pembentuk sirkulasi


pada tapak

 Elemen landscape

- Elemen landscape turut didesain dengan


mengacu pada unsur kebudayaan Atoni.
Gambar 9. Konsep zoning tapak Elemen landscape tersebut adalah dinding
penopang kontur yang berfungsi juga
 Sirkulasi sebagai area peletakan relif jalan salib

- Pada kampung Tamkesi terdapat akses - Konsep yang diterapkan adalah penggunaan
sirkulasi utama yang menerus dari pintu eno material batu kapur yang disusun secara
naikah (disisi selatan) hingga mencapai area acak pada permukaan dinding penopang.
tersakral disisi utara tempat kediaman kaiser Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan
image layaknya dinding penopang yang
- Pola sirkulasi tersebut coba diadopsi kedalam terdapat pada kampung Atoni di Tamkesi
konsep sirkulasi tapak dengan melakukan
beberapa penyesuaian yakni terdapat
sirkulasi menerus dari area plaza menuju
langsung ke bangunan Gereja

Gambar 12. Konsep elemen lanscape

2. Konsep bangunan

 Pola massa bangunan

- Mengadopsi pola massa bangunan pada


kampung Tamkesi, yang terdiri dari banyak
Gambar 10. Konsep sirkulasi pada tapak massa bangunan.

- Suasana yang tercipta dari elemen - Terdapat 4 massa bangunan yang mewakili
pembentuk sirkulasi di kampung Tamkesi fungsinya masing-masing yaitu bangunan
coba dihadirkan pada sirkulasi di tapak Gereja, bangunan pastoran, bangunan
Gereja dengan cara membuat sirkulasi dalam sekretariat, serta bangunan serba guna.
wujud terowongan dangan skylight di
beberapa bagian. Hal tersebut dilakukan - Massa bangunan Gereja diletakan di titik
untuk menciptakan kesan layaknya berjalan tertinggi dari tapak (selatan). Mengacu pada

6
Ria Rangga A. Bhadjowawo
kebudayaan suku Atoni, dimana bangunan
tersakral terletak pada posisi yang paling
tinggi.

Gambar 13. Konsep pola massa bangunan

- Pada kampung suku Atoni di Tamkesi


bangunan tersakral diletakan disisi utara,
sedangkan pada konsep ini bangunan Gereja
diletakan disisi selatan. Penyesuaian ini Gambar 15. Konsep bentuk dasar massa bangunan
dilakukan dengan mengacu pada
kepercayaan suku Atoni, dimana terdapat - Bangunan Gereja maupun bangunan
dua area yang dianggap sakral yakni area penunjang nantinya akan dilengkapi dengan
kediaman kaiser (disisi utara) dan gunung secondary skin yang berfungsi sebagai
kembar (disisi selatan). kanopi sekaligus sun barrier

- Penempatan posisi bangunan Gereja disisi - Konsep dari secondary skin bangunan
selatan dapat dimaknai layaknya posisi diadopsi dari bentuk rangka atap dari
gunung kembar yang dalam kepercayaan bangunan tradisional suku Atoni dengan
setempat melambangkan pencipta alam raya. melakukan beberapa penyesuaian
Dimana kampung berorientasi kearah
gunung tersebut

Gambar 16. Konsep secondary skin pada bangunan

- Konsep bentuk bangunan menara lonceng


Gambar 14. Konsep posisi massa bangunan diambil dari bentuk bahane (tiang
persembahan) yang selalu terdapat pada sisi
 Bentuk massa bangunan kanan bangunan adat di kampung tamkesi.

- Bentuk dasar massa bangunan mengadopsi - Karakteristik bentuk bahane adalah batang
bentuk dasar bangunan adat suku Atoni pohon yang bercabang tiga. Mengacu pada
yaitu lingkaran. karakteristik tersebut, maka dibuat konsep
menara lonceng
- Dilakukan beberapa penyesuaian pada
bentuk dasar lingkaran berupa perubahan
dimensi, pengurangan, serta penambahan
bentuk

- Bentuk dasar di bagi menjadi dua massa


bentuk sebagai representasi dari dua gunung
Gambar 17. Konsep bentuk menara lonceng
kembar (Tapenpah dan Oepuah)

7
Transformasi Bentuk dalam Perancangan Gereja Katedral Inkulturasi

3. Konsep Interior bangunan

 Orientasi ruang

- Konsep pola orientasi ruang pada bangunan


Gereja mengacu pada pola masyarakat Atoni
saat mengikuti tata upacara adat,
membentuk lingkaran mengelilingi kaiser
yang berada di alatar persembahan. Gambar 19. Konsep ornamen

- Penerapan dalam konsep ruang berupa


penataan bangku umat yang mengitari panti Hasil Perancangan
imam, dimana di area tersebut imam
memimpin upacara agama 1. Tapak

- Konsep orientasi turut diterapkan dalam  Zoning


penataan pola ruang pada bangunan
pendukung lainnya seperti bangunan
serbaguna, sekretariat, serta pastoran

Gambar 20. Zoning tapak

Gambar 18. Konsep orientasi ruang  Sirkulasi kendaraan

 Ornamen

- Unsur ornamen pada bagian interior gereja


diambil dari motif kain tenun ikat (teis dan
beti).

- Karena beragamnya pola motif kain tenun


ikat, maka dipilih salah satu pola yang paling
dominan yakni pola 3 bagian.

- Dari pola motif kain tenun ikat tersebut


kemudian diaplikasikan kedalam desain
ornamen gereja baik dalam wujud panel
maupun railing. Gambar 21. Sirkulasi kendaraan pada tapak

8
Ria Rangga A. Bhadjowawo
 Sirkulasi pejalan kaki

Gambar 25. Bangunan pastoran

Gambar 26. Bangunan sekretariat

Gambar 27. Bangunan serbaguna


Gambar 22. Sirkulasi pejalan kaki pada tapak

3. Interior bangunan
2. Bangunan

Gambar 23. Posisi bangunan pada tapak Gambar 28. Interior bangunan Gereja

Gambar 24. Bangunan Gereja Gambar 29. Interior bangunan pastoran

9
Transformasi Bentuk dalam Perancangan Gereja Katedral Inkulturasi

Hendraningsih, dkk. (1992) : Peran, Kesan dan


Pesan Bentuk-bentuk Arsitektur. Djambatan,
Jakarta
Priatmodjo, Danang. (1997) Arsitektur Gereja
Katolik. Jakarta: Universitas Tarumanagara
Rasmussen, Steen. (1962) : Experiencing
Architecture. Cambridge: Massachusetts
Gambar 30. Interior bangunan sekretariat Institute of Technology
Laurens, Joyce. (2013) : Memahami Arsitektur
Lokal dari Proses Inkulturasi pada Arsitektur
Gereja Katolik di Indonesia (jurnal). Surabaya:
Universitas Kristen Petra
Laurens, Joyce. Relasi Bentuk-Makna Perseptual
pada Arsitektur Gereja Katolik di Indonesia
(jurnal). Surabaya: Universitas Kristen Petra
Lake, Reginaldo. (2014) : Konsep Ruang Dalam
Gambar 31. Interior bangunan serbaguna dan Ruang Luar Arsitektur Tradisional Suku
Atoni di Kampung Tamkesi di Pulau Timor
Pembimbing dan Penguji (jurnal). Bandung: Universitas Katolik
Parahyangan
Artikel ini merupakan laporan perancangan Tesis Martana, Salmon P. (2010) : Pola Inkulturasi
Desain Program Studi Magister Arsitektur SAPPK Arsitektur pada Gereja-Gereja Protestan dan
ITB. Pengerjaan tesis ini disupervisi oleh Katolik di Bali dan Jawa Tengah (disertasi).
pembimbing Iwan Sudrajat, Ir., MSA., Ph. D. Bandung: Institut Teknologi Bandung
dan Christina Gantini, Ir., MT., Dr dan penguji Srisadono, Yosef. (2012) : Konsep Sacred Space
Achmad Deni Tardiyana, Ir., MUDD dan Indah dalam Arsitektur Gereja Katolik (jurnal).
Widiastuti, ST., MT., Ph.D. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan
Sumalyo, Yulianto. (2003) : Arsutektur Klasik
Daftar Pustaka Eropa. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
White, Edward T. (1985) : Analisis Tapak ;
Antoniades, A. (1990) : Poetics of Architectur ; Pembuatan Informasi bagi Perancangan
Theory of Design. New York : Van Nostrand Arsitektur. Bandug : Intermatra
Reinhold Afif, Afthonul (2008, November 05) : Uis Neno
Boelaars, Huub (2005) : Indonesianisasi ; Dari dan Uis Fah sebagai Dewa Tertinggi Suku
Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Dawan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dikutip
Katolik Indonesia. Yogyakarta : Kanisius Mei 20, 2015, dari Melayuonline.com:
Bonta, J.P. (1979) : Architecture and Its http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2252/
Interpretation. New York : Rizzoli uis-neno-dan-uis-fah-sebagai-dewa-tertinggi-
Broadbent, Geoffrey, dkk. 1980. Sign, Symbols suku-dawan-nusa-tenggara-tim
and Architecture. Los Angeles : John Willey & Da Cunha, Bosco (2014, Februari 17) :
Sons Ltd., Chichester Perencanaan Bangunan Gereja. Dikutip Juli 05,
Ching, Francis. (2000) : Arsitektur: Bentuk, 2015, dari Katolisitas.org:
Ruang, dan Tatanan. Jakarta: Erlangga http://www.katolisitas.org/perencanaan-
Duerk, Donna T. (1993) : Architectural bangunan-gereja-bar
Programing ; Information Management for Kupang, K. A. (2015, Oktober 11) : Sejarah
Design. New York : Van Nostrand Reinhold Singkat Keuskupan Agung Kupang. Dikutip
Dillistone, FW. (2002) : The Power of Symbols. Januari 24, 2016, dari Keuskupan Agung
Yogyakarta: Penerbit Kanisius Kupang:
http://www.kak.or.id/content/sejarah-singkat-
keuskupan-agung-kupang
10

Anda mungkin juga menyukai