Nias merupakan sebuah pulau yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera, terletak antara 0 012’ – 1032’ Lintang Utara
(LU) dan 970 – 980 Bujur Timur (BT). Secara adimistratif Nias merupakan kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Sumatera
Utara.
Kabupaten Nias berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara ialah Pulau Pulau Banyak Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
2. Sebelah Selatan ialah Pulau Pulau Mentawai Propinsi Sumatera Barat.
3. Sebelah Timur ialah Pulau Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah.
4. Sebelah Barat ialah Samudera Hindia.
Kabupaten Nias mempunyai luas wilayah 5.625 KM 2 atau 7,8 % dari luas Propinsi sumatera Utara, yang terdiri dari 132
buah gugusan pulau-pulau besar dan kecil.Ibukota Kabupaten Nias yaitu Gunungsitoli berkedudukan di Pulau Nias.
RUMAH ADAT TRADISIONAL NIOS, OMOHAD
Rumah adat tradisional Nias disebut Omohada, bentuknya unik dan bernilai seni tinggi, serta menjadi sebuah
simbol kemegahan dari masyarakat lokal Nias pada jaman dulu. Di Desa Bawomataluo terdapat sekitar 1.250
rumah adat tradisional Nias yang berumur ratusan tahun, dan keberadaannya masih terpelihara dengan baik.
Setiap Omo Hada memiliki enam tiang utama yang menyangga seluruh bangunan. Empat tiang tampak di ruang
tengah rumah, sedang dua tiang lagi tertutup oleh papan dinding kamar utama. Dua tiang di tengah rumah itu
disebut simalambuo berupa kayu bulat yang menjulang dari dasar hingga ke puncak rumah. Dua tiang lagi
adalah manaba berasal dari pohon berkayu keras dipahat empatsegi, demikian pula dua tiang yang berada di
dalam kamar utama. Setiap tiang mempunyai lebar dan panjang tertentu satu dengan lainnya. Semakin lebar
jarak antara tiang simalambuo dengan tiang manaba maka semakin berpengaruhlah si pemilik rumah.
Rumah adat di Nias tidak memiliki jendela. Sekelilingnya hanya diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga
setiap orang di luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Desain ini menandakan orang Nias
bersikap terbuka, jadi siapapun di desa dapat mengetahui acara-acara di dalam rumah, terutama yang berkaitan
dengan adat dan masalah masyarakat setempat. Rumah adat di Nias tidak memiliki jendela. Sekelilingnya
hanya diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga setiap orang di luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada
di dalamnya. Desain ini menandakan orang Nias bersikap terbuka, jadi siapapun di desa dapat mengetahui
acara-acara di dalam rumah, terutama yang berkaitan dengan adat dan masalah masyarakat setempat.
KONTRUKSI
Omo Sebua ini dibangun oleh 40 pekerja ahli, dan menghabiskan masa empat
tahun untuk merampungkannya. Selama empat tahun itu, tiap harinya dua
ekor babi disediakan untuk makan para pekerja. Dan puncaknya, 300 ekor babi
dihidangkan saat Omo Hada pengetua adat ini selesai dibangun. Uniknya,
seluruh taring babi selama empat tahun tadi itu, tidak disia-siakan, melainkan
dijadikan dekorasi di dalam Omo Hada.
Salah satu pengangkutan Batu
Besar dengan menggunakan
Daro-daro dan Menhir di depan Omo Sebua (Doc:
ratusan tenaga manusia
Indri Juwono)
(Sumber: Google
Bebatuan besar yang digunakan di depan rumah adat ini bukanlah berasal dari
Bawomataluo melainkan diambil dari daerah yang jauh dengan diangkut oleh
ratusan tenaga manusia. Bawomataluo merupakan salah satu bukti sejarah akan
kejayaan leluhur masyarakat Nias di masa lampau dan merupakan "Monumen
Hidup Kebudayaan Nias yang Tersisa" yang wajib dijaga dan dilestarikan.
Omo sebua adalah rumah yang khusus dibangun
untuk kepala adat desa dengan tiang-tiang besar dari
kayu besi dan atap yang tinggi. Omo sebua didesain
secara khusus untuk melindungi penghuninya
daripada serangan pada saat terjadinya perang suku
pada zaman dahulu.
Batu Gehomo
Batu dengan permukaan rata yang digunakan untuk menyanggah tiang Ehomo
(memisahkan tiang Ehomo dari permukaan tanah)Batu cadas sungai yang pahat
berbentuk kotak.
Batu Ndriwa
Batu dengan permukaan rata yang digunakan untuk menyanggah tiang Ndriwa
(memisahkan tiang Ndriwa dari permukaan tanah) Batu cadas sungai yang pahat
berbentuk kotak.
Ehomo
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah struktur bangunan tradisional Nias yang diletakan
secara vertikal. Berbentuk balok bulat dan menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano.
Ehomo Mbumbu
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah atap
Fafa
Papan kayu, Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Fafa Daro-daro
Papan untuk tempat duduk, Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Fafa Gahembato
Papan untuk lantai, Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Gaso
Balok kayu yang menjadi bagian dari struktur kerangka atap bangunan tradisional Nias
Selatan.
Gaso Matua (Fanimba)
Balok kayu yang menjadi bagian dari struktur kerangka atap bangunan tradisional Nias
Selatan.
Jepitan Bumbu
Kayu yang disusun berbentu “X” yang berfungsi untuk menjepit atap rumbia yang berada di
puncak atap.
Kapita
Balok horizontal penyanggah atap
Lago-lago
Papan kayu tebal yang diletakkan membujur pada bagian kiri dan kanan bangunan dan
berfungsi menjepit seluruh struktur bagian bawah atap pada sebuah bangunan tradisional Nias
Selatan, Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Lali'owo
Balok membujur yang menyanggah papan lantai struktur bangunan tradisional
Berbentuk balok bulat dan menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Ndriwa (Diwa)
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah struktur bangunan tradisional Nias yang diletakan secara
diagonal. Berbentuk balok bulat dan menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Oto Mbao
Berfungsi seperti kaki gajah dalam konstruksi beton. Untuk menambah kekuatan pada Ehomo
atau sebagai anti gempa
Sago
Atap daun rumbia
Sicholi (Sikholi)
Papan kayu tebal yang diletakkan membujur dan berfungsi menjepit seluruh struktur lantai
(Ahe Mbato) pada sebuah bangunan tradisional. Diletakkan di bagian kiri dan kanan
bangunan. Ujung-ujung Sikholi akan dibentuk melengkung keatas dean diberi ragam hias
ukiran. Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Siloto
Balok melintang yang menyanggah papan lantai struktur bangunan tradisional.
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Sirau
Penyangga
Tangga
Tangga kayu
Toga (Balo-balo)
Balok melintang yang menutup ujung Laliowo dan menyanggah posisi Laso,
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
KONSEP ARSITEKTUR NIAS
Pola permukiman mereka, seperti yang ditemui penulis di Desa Bawömataluo (o dibaca e pada
kata sejenak) dan Hilisimaetanö, selalu terbentuk pada sebuah garis as yang sangat lurus. Ujung
satu merupakan gerbang permukiman dan penghubung ke ruang bekerja mereka seperti ladang
dan kebun, sedang ujung yang lain merupakan pintu menuju ruang belakang mereka seperti
sarana pemandian umum atau kuburan. Pola ini membuat pengunjung yang baru memasuki
perkampungan akan melihat lorong besar sangat panjang dengan rumah-rumah di kanan-kiri.
• Rumah adat Nias biasanya diberi hiasan berupa ukiran-ukiran kayu yang sangat halus dan
diukirkan pada balok-balok utuh. Seperti dalam ruangan Tawalo yang luas itu interinya dihiasi
ukiran kera lambang kejantanan, ukiran perahu-perahu perang melambangkan kekasaran. Dahulu,
di ruangan ini juga digantungkan tulang-tulang rahang babi yang berasal dari babi-babi yang
dipotong pada waktu pesta adat dalam pembuatan rumah tersebut.
• Omo hada asli tidak menggunakan paku, melainkan pena dan pasak kayu, sebagaimana rumah
knock down atau bongkar pasang. Bahan kayu yang digunakan merupakan pilihan, diperoleh dari
hutan-hutan di Nias. “Sekarang susah mencari kayu-kayu pilihan untuk membangun rumah adat,
sudah habis dari hutan,” ungkap Zebua. Syukurlah, rumbia untuk atap rumah masih dapat dibuat
dari nyiur sehingga bumbungannya tetap tampak unik. Bumbungan kelihatan jadi semakin unik
dengan adanya satu hingga dua tuwu zago, yaitu jendela di bagian atap sebagai ventilasi dan
sumber cahaya bagi rumah. Tuwu zago ini terdapat di atap bagian depan dan belakang
bumbungan.
Tiang Kayu dan Simbol OmoHada
Setiap omo hada memiliki enam tiang utama yang menyangga seluruh bangunan. Empat tiang tampak di
ruang tengah rumah, sedang dua tiang lagi tertutup oleh papan dinding kamar utama. Dua tiang di tengah
rumah itu disebut simalambuo berupa kayu bulat yang menjulang dari dasar hingga ke puncak rumah. Dua
tiang lagi adalah manaba berasal dari pohon berkayu keras dipahat empatsegi, demikian pula dua tiang yang
berada di dalam kamar utama. Setiap tiang mempunyai lebar dan panjang tertentu satu dengan lainnya.
“Semakin lebar jarak antara tiang simalambuo dengan tiang manaba maka semakin berpengaruhlah si
pemilik rumah,” ungkap Ya’aro Zebua lagi.
• Rumah-rumah adat di Nias juga tidak memiliki jendela. Sekelilingnya hanya diberi teralis kayu tanpa
dinding sehingga setiap orang di luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Menurut
Zebua, desain ini menandakan orang Nias bersikap terbuka, jadi siapapun di desa dapat mengetahui acara-
acara di dalam rumah, terutama yang berkaitan dengan adat dan masalah masyarakat setempat. Biasanya
pemilik rumah bersama ketua adat duduk di bangku memanjang di atas lantai yang lebih tinggi—disebut
sanuhe—sambil bersandar ke kayu-kayu teralis, sedangkan yang lainnya duduk di lantai lebih rendah atau
disebut sanari.