Anda di halaman 1dari 24

DIKERJAKAN OLEH :

Nama : Darini Yusrina Abidah

NRP : 08111750020001
Magister Arsitektur Alur Teori, Kritik dan
Sejarah Arsitektur
RESPON ARSITEKTUR
NUSANTARA TERHADAP IKLIM
DAN GEOGRAFIS INDONESIA
Paradigma Arsitektur Nusantara (RA142221)
BAB I
Iklim Dunia : Klasifikasi Dasar dan Dampak

I. Iklim

Iklim adalah pola cuaca jangka panjang di daerah tertentu. Cuaca bisa berubah dari jam ke jam, hari-
hari, bulan-ke-bulan atau bahkan tahun-ke-tahun. Pola cuaca suatu wilayah, yang biasanya dilacak
setidaknya selama 30 tahun, dianggap sebagai iklimnya.

Iklim ditentukan oleh sistem iklim suatu wilayah. Sistem iklim memiliki lima komponen utama:
atmosfer, hidrosfer, kriosfer, permukaan tanah, dan biosfer.

Atmosfer adalah bagian yang paling bervariasi dari sistem iklim. Komposisi dan pergerakan gas di
sekitar Bumi bisa berubah secara radikal, dipengaruhi oleh faktor alam dan buatan manusia.

Perubahan pada hidrosfer, yang meliputi variasi suhu dan kadar garam, terjadi pada tingkat yang
jauh lebih lambat daripada perubahan pada atmosfer.

Cryosphere adalah bagian sistem iklim yang umumnya konsisten. Lembaran es dan gletser
mencerminkan sinar matahari, dan konduktivitas termal es dan lapisan es sangat mempengaruhi
suhu. Kriosfer juga membantu mengatur sirkulasi termohalin. "Marine conveyor belt" ini memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap ekosistem laut dan keanekaragaman hayati.

Topografi dan vegetasi mempengaruhi iklim dengan membantu menentukan bagaimana energi
Matahari digunakan di Bumi. Kelimpahan tanaman dan jenis tutupan lahan (seperti tanah, pasir, atau
aspal) berdampak pada penguapan dan suhu lingkungan.

Biosfer, jumlah total makhluk hidup di bumi, sangat mempengaruhi iklim. Melalui fotosintesis,
tanaman membantu mengatur aliran gas rumah kaca di atmosfer. Hutan dan samudera berfungsi
sebagai "penyerap karbon" yang memiliki dampak pendinginan terhadap iklim. Organisme hidup
mengubah bentang alam, melalui pertumbuhan alami dan struktur yang tercipta seperti liang,
bendungan, dan gundukan. Pemandangan yang berubah ini dapat mempengaruhi pola cuaca seperti
angin, erosi, dan bahkan suhu.

Sistem penggolongan iklim yang paling populer diusulkan pada tahun 1900 oleh ilmuwan Rusia-
Jerman Wladimir Köppen. Köppen mengamati bahwa jenis vegetasi di suatu daerah sangat
bergantung pada iklim. Mempelajari data vegetasi, suhu, dan presipitasi, dia dan ilmuwan lainnya
mengembangkan sebuah sistem untuk menamai daerah iklim. Menurut sistem klasifikasi iklim
Köppen, ada lima kelompok iklim: tropis, kering, ringan, kontinental, dan polar serta iklim Highland
atau iklim pegunungan Kelompok iklim ini selanjutnya dibagi menjadi tipe iklim seperti pada
diagram berikut:

Tropical • Basah (Hutan Hujan Tropis), Monsoon, Kering dan Basah (Savana)

Dry • Arid, Semiarid

Mild • Mediterranian, Humid Sub - tropical, Marine

Continental • Warm Summer, Cool Summer, Subarctic

Polar (Kutub) • Tundra, Ice Cap


Gambar 1 Klasifikasi Cuaca menurut Köppen (Sumber : Wikipedia)

I.I. Iklim Tropis

Tropis Basah: Hujan Hutan

Tempat dengan iklim basah tropis juga dikenal sebagai hutan hujan. Daerah khatulistiwa ini
memiliki cuaca yang paling dapat diprediksi di Bumi, dengan suhu hangat dan curah hujan yang
teratur. Curah hujan tahunan melebihi 150 sentimeter, dan suhu bervariasi lebih dari satu hari
daripada yang terjadi dalam setahun. Suhu paling dingin, sekitar 20° hingga 23° Celsius, terjadi
tepat sebelum fajar. Suhu siang biasanya mencapai 30° hingga 33° Celsius. Hutan hujan
mengalami sedikit perubahan musiman, yang berarti suhu rata-rata bulanan tetap cukup konstan
sepanjang tahun. Iklim basah tropis ada di band yang memanjang sekitar 10° lintang di kedua
sisi Khatulistiwa. Bagian dunia ini selalu berada di bawah pengaruh zona konvergensi
intertropika.

Monsoon tropis

Iklim monsun tropis paling banyak ditemukan di Asia selatan dan Afrika Barat. Musim hujan
PADA monsun adalah sistem angin yang membalikkan arahnya setiap enam bulan. Monsun
biasanya mengalir dari laut ke darat di musim panas, dan dari darat ke laut di musim dingin.

Musim panas membawa curah hujan dalam jumlah besar ke daerah monsun tropis. Orang yang
tinggal di daerah ini bergantung pada hujan musiman untuk membawa air ke tanaman mereka.
India dan Bangladesh terkenal dengan pola iklim monsun mereka.

Tropis Basah dan Kering: Savanna

Savana tropis adalah bioma padang rumput yang terletak di daerah semi kering dengan daerah
iklim semi lembab dengan garis lintang subtropis dan tropis. Suhu rata-rata tetap di atas 18° C
sepanjang tahun dan curah hujan antara 750 milimeter dan 1.270 milimeter setahun.

Hidup di daerah tropis basah dan kering ini bergantung pada musim hujan. Selama tahun-tahun
ketika hujan jarang turun, manusia dan hewan menderita kekeringan. Selama musim hujan,
daerah mungkin mengalami banjir. Havana, Kuba; Kolkata, India; dan Serengeti Plain yang
luas di Afrika berada di daerah tropis yang basah dan kering.

I.II. Iklim kering

Daerah yang berada dalam kelompok iklim kering terjadi dimana curah hujan rendah. Ada dua
jenis iklim kering: gersang (arid) dan semi kering (semiarid). Iklim yang paling kering
menerima hujan 10 sampai 30 cm setiap tahun, dan iklim semi kering cukup untuk mendukung
padang rumput yang luas.

Temperatur di iklim gersang dan semi kering menunjukkan variasi harian dan musiman yang
besar. Tempat terpanas di dunia berada di iklim yang gersang. Suhu di kota El Aziza, Afrika
Utara yang kering, mencapai suhu 58° Celcius pada tanggal 13 September 1922 - suhu cuaca
tertinggi yang pernah tercatat.

Meski curah hujan terbatas di semua iklim kering, ada beberapa bagian dunia yang tidak pernah
hujan. Salah satu tempat terkering di Bumi adalah Gurun Atacama di Cile, di pantai barat
Amerika Selatan. Daerah perpanjangan Atacama tidak pernah menerima hujan dalam sejarah
yang tercatat. Daerah semi gersang, seperti Outback Australia, biasanya menerima antara 25
dan 50 cm curah hujan setiap tahunnya. Mereka sering berada di antara daerah tropis yang
gersang dan tropis.

Iklim kering dan semi kering dapat terjadi dimana pergerakan udara hangat dan lembab
terhambat oleh pegunungan. Denver, Colorado, sebelah timur Pegunungan Rocky di A.S.,
memiliki jenis iklim kering ini, yang dikenal sebagai "bayangan hujan".

I.III. Iklim Sedang

Mediterania

Iklim mediterania memiliki musim panas yang hangat dan musim dingin yang singkat, ringan,
dan hujan. Iklim Mediterania ditemukan di pantai barat benua antara 30° dan lintang 40°, dan
sepanjang tepi Laut Mediterania.

Musim panas di Mediterania menampilkan langit yang cerah, malam yang sejuk, dan sedikit
hujan. Kota Yerusalem, Israel, pernah mengalami hujan pada bulan Juli lebih dari 100 tahun.

Subtropis lembab

Iklim subtropis lembab biasanya ditemukan di sisi timur benua. Di kota-kota seperti Savannah,
Georgia, di A.S.; Shanghai, Cina; dan Sydney, Australia, musim panas terasa panas dan lembab.
Musim dingin bisa sangat dingin. Presipitasi menyebar merata sepanjang tahun dan totalnya
mencapai 76 sampai 165 sentimeter. Badai - badai dahsyat biasa terjadi di wilayah ini.

Pantai Laut Barat (Marine West Coast)

Cuaca di kedua sisi benua umumnya menjadi lebih dingin saat garis lintang meningkat. Iklim
pantai barat laut, sejenis iklim ringan khas kota seperti Seattle, Washington, di A.S. dan
Wellington, Selandia Baru, memiliki musim dingin yang lebih sejuk dan dingin daripada iklim
Mediterania. Gerimis turun sekitar dua pertiga hari musim dingin, dan suhu rata-rata sekitar 5°
Celcius

I.IV. Iklim Benua (Continental)


Daerah dengan iklim benua memiliki musim dingin yang lebih dingin, salju yang tahan lama,
dan musim tanam yang lebih pendek. Continental adalah zona transisi antara iklim ringan dan
kutub. Iklim benua mengalami perubahan musiman yang ekstrem.

Kisaran cuaca di wilayah iklim kontinental membuat wilayahnya berada di antara lokasi paling
spektakuler untuk fenomena cuaca. Di musim gugur, misalnya, hutan-hutan yang luas
menampilkan warna – warna indah setiap tahun sebelum menumpahkan daun mereka saat
musim dingin mendekat. Badai petir dan tornado sebagian besar terbentuk di iklim kontinental.

Musim panas yang hangat atau Warm Summer

Daerah iklim musim panas yang hangat sering memiliki musim panas yang basah, mirip dengan
iklim monsun. Untuk alasan ini, jenis iklim ini juga disebut kontinental lembab. Sebagian besar
Eropa Timur, termasuk Romania dan Georgia, memiliki iklim musim panas yang hangat.

Musim panas yang sejuk atau Cool Summer

Iklim musim dingin yang sejuk memiliki musim dingin dengan salju dan suhu yang rendah.
Angin dingin, menyapu dari Arktik, mendominasi cuaca musim dingin.

Orang-orang yang tinggal di iklim ini sudah terbiasa dengan cuaca yang buruk, tapi orang-orang
yang tidak siap menghadapi kedinginan semacam itu mungkin akan menderita.

Subarctic

Daerah utara dengan iklim musim panas yang sejuk adalah daerah dengan iklim subarctic.
Daerah ini, termasuk Skandinavia utara dan Siberia, mengalami musim dingin yang sangat
panjang dan dingin dengan sedikit curah hujan. Iklim subarctic juga disebut iklim boreal atau
taiga.

I.V. Iklim Kutub

Dua jenis iklim kutub, tundra dan Ice cap (Tertutup es), terletak di Lingkaran Arktik dan
Antartika di dekat Kutub Utara dan Selatan.

Tundra

Di iklim tundra, musim panas pendek, tapi tanaman dan hewan berlimpah. Temperatur dapat
mencapai rata-rata setinggi 10° Celsius pada bulan Juli. Bunga liar menandai bentang alam, dan
kawanan burung yang bermigrasi memakan serangga dan ikan. Paus hidup perairan dingin dan
kaya nutrisi di kawasan ini. Orang telah menyesuaikan diri dengan kehidupan di tundra selama
ribuan tahun.

Ice Cap

Beberapa organisme bertahan di iklim tutup es Arktik dan Antartika. Suhu jarang naik di atas
titik beku, bahkan di musim panas. Es yang selalu hadir membantu menjaga cuaca dingin
dengan merefleksikan sebagian besar energi Matahari kembali ke atmosfer. Langit sebagian
besar jelas dan curah hujannya rendah. Sebenarnya, Antartika, ditutupi oleh tutup es setebal
satu mil, adalah salah satu gurun pasir terkering terbesar di Bumi.

I.VI. Iklim Ketinggian (Highland)


Banyak ahli geografi dan ahli iklim telah memodifikasi sistem klasifikasi Köppen selama
bertahun-tahun, termasuk ahli geografi Glen Trewartha, yang menambahkan kategori untuk
iklim ketinggian.

Ada dua jenis iklim ketinggian: Upland dan Highland. Iklim Upland terjadi di high plateaus,
atau pegunungan datar. Dataran Tinggi Patagonian, di selatan Amerika Selatan, memiliki iklim
upland. Iklim Highland terjadi di pegunungan.

Iklim upland dan highland ditandai oleh suhu dan tingkat curah hujan yang sangat berbeda.
Mendaki gunung yang tinggi atau mencapai dataran tinggi bisa seperti bergerak ke arah kutub.
Di beberapa gunung, seperti Gunung Kilimanjaro, Tanzania, iklimnya tropis di dasar dan kutub
di puncak. Seringkali, iklim ketinggian tinggi berbeda dari satu sisi gunung ke sisi yang lain.

II. Dampak Iklim Terhadap Peradaban

Berbagai macam kehidupan di Bumi sebagian besar


disebabkan oleh beragam iklim yang ada dan perubahan iklim
yang telah terjadi di masa lalu. Iklim telah mempengaruhi
perkembangan budaya dan peradaban. Orang-orang di mana
saja telah beradaptasi dengan berbagai cara dengan iklim
tempat mereka tinggal.

Iklim juga mempengaruhi bagaimana peradaban membangun perumahan. Misalnya, orang Anasazi
kuno di selatan Amerika Utara membangun apartemen di tebing tinggi. Kawasan yang terlindung
dan teduh membuat penduduk tetap sejuk di iklim gurun yang kering dan panas.

Yurt adalah bagian dari identitas banyak budaya di padang rumput berangin dan semi-kering di Asia
Tengah. Yurt adalah tipe asli "rumah bergerak", tempat tinggal portabel dan melingkar yang terbuat
dari kisi tiang fleksibel dan ditutupi kain felt atau kain lainnya. Yurt melindungi penduduk dari angin
kencang, dan portabilitasnya menjadikan Yurt struktur ideal untuk budaya penggembalaan nomaden
dan semi-nomaden di padang rumput.

Masyarakat yang tinggal di daerah dengan curah hujan tinggi dan iklim lembab cenderung
membangun rumah panggung dengan bukaan-bukaan yang memungkinkan angin untuk masuk.
Sementara masyarakat yang tinggal di daerah dingin dengan Gambar 2: Yurt (Source : yurtdictionary)
musim dingin panjang yang terkadang bersalju akan
membangun rumah dengan dinding tebal dan sedikit bukaan untuk melindungi mereka dari suhu
udara dingin.

Kondisi alam tentu berbeda pula bergantung pada kondisi iklim masing-masing. Daerah dengan
iklim tropis memiliki vegetasi yang beragam, hutan-hutan, pegunungan dan bukit-bukit yang hijau
karena mendapat hujan dan matahari sepanjang tahun. Daerah dengan iklim kering memilii banyak
daerah kering seperti gurun dan bukit-bukit yang kering. Daerah dingin memiliki pegunungan yang
tertutup salju, masih terdapat bukit hijau dan hutan-hutan pinus.

Meskipun beberapa daerah dengan iklim berbeda masih memiliki bukit, pegunungan, pantai dan
sungai, kondisinya tentu berbeda.
BAB II
Karakteristik Arsitektur Nusantara : Merespon Iklim dan Geografi Indonesia

I. Iklim

Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur.
Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap
air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara
kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat
Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.

Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau
di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan
Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt.
Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).

Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal
musim pancaroba, yaitu musim di antara perubahan kedua musim tersebut.

Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih
dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah
yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan
delta Mamberamo di Irian.

Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang
menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya
diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya.
Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi
selatan atau Southern Oscillation.

II. Geografi

Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004) sekitar 6.000 di antaranya tidak
berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat
penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia
terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian
pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.

Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif.
Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia
merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan
patahan aktif di wilayah Indonesia yang menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang rawan gempa,
longsor dan tsunami.

Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:

o Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.

Pulau Sumatra
Pulau Sumatra memiliki daerah tertinggi dengan ketinggian 3000 km di atas permukaan laut,
Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi
disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar
Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia,
Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.

Pulau Kalimantan

Di bagian tengah pulau Kalimantan merupakan wilayah bergunung-gunung dan berbukit;


pegunungan di Kalimantan wilayah Indonesia tidak aktif dan tingginya dibawah 2.000 meter di
atas permukaan laut; sedangkan wilayah pantai merupakan dataran rendah, berpaya-paya dan
tertutup lapisan tanah gambut yang tebal.

Pulau Kalimantan dilintasi oleh garis katulistiwa sehingga membagi pulau Kalimantan atas
Kalimantan belahan bumi utara dan Kalimantan belahan bumi selatan. Secara geologik pulau
Kalimantan stabil, relatif aman dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) karena tidak dilintasi
oleh patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung berapi aktif seperti halnya
pulau Sumatera, pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Sungai terpanjang di Indonesia, Sungai
Kapuas, 1.125 kilometer, berada di pulau Kalimantan.

Pulau Jawa

Barisan pegunungan berapi aktif dengan tinggi di atas 3.000 meter di atas permukaan laut
berada di pulau ini, salah satunya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Bromo di Jawa
Timur yang terkenal sangat aktif. Secara geologik, pulau Jawa merupakan kawasan episentrum
gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan kerak bumi dari pulau
Sumatera, yang berada dilepas pantai selatan pulau Jawa.

Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi merupakan gabungan dari 4 jazirah yang memanjang, dengan barisan
pegunungan berapi aktif memenuhi lengan jazirah, yang beberapa di antaranya mencapai
ketinggian di atas 3.000 meter di atas permukaan laut. Secara geologik pulau Sulawesi sangat
labil secara karena dilintasi patahan kerak bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik tumbukan
antara Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.

o Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Kepulauan Sunda Kecil merupakan barisan gunung berapi aktif dengan tinggi sekitar 2.000
sampai 3.700 meter di atas permukaan laut. Diantaranya yang terkenal adalah Gunung Agung
di Bali, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung Lewotobi di
Flores. Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin ke timur gugus pulau
maka hutan telah berganti dengan sabana.

Secara geologik, kawasan Sunda Kecil juga termasuk labil karena dilintasi oleh patahan kerak
bumi di selatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil yang merupakan lanjutan patahan kerak bumi
diselatan pulau Jawa. Komodo, reptilia terbesar di dunia terdapat di pulau Komodo, salah satu
pulau di kepulauan Sunda kecil. Danau Tiga Warna, merupakan kawasan yang sangat unik juga
terdapat di Kepulauan Sunda Kecil, yaitu di Pulau Flores.

o Kepulauan Maluku dan Irian


Kepulauan Maluku dan Irian, terdiri dari 1 pulau besar yaitu pulau Irian dan beberapa pulau
sedang seperti pulau Halmahera, pulau Seram, pulau Buru dan Kepulauan Kei dan Tanimbar
serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya baik berpenghuni maupun tidak.

Gunung berapi yang tertinggi di kepulauan Maluku adalah Gunung Binaiya, setinggi 3.039
meter; sedangkan di pulau Irian pegunungan berapi aktif memlintang dari barat ke timur pulau,
gunung yang tertinggi adalah Puncak Jaya setinggi 5.030 meter di atas permukaan laut. Secara
geologik, kawasan Maluku dan Irian juga termasuk sangat labil karena merupakan titik
pertemuan tumbukan ketiga lempeng kerak bumi, Lempeng Asia, Lempeng Australia dan
Lempeng Pasifik. Palung laut terdalam di Indonesia terdapat di kawasan ini, yaitu Palung Laut
Banda, kedalaman sekitar 6.500 meter dibawah permukaan laut.

III. Karakteristik Arsitektur Nusantara

Rumah Bolon Batak Toba – Sumatra Utara

Suku batak Toba tinggal dikepulauan samosir yang berada ditengah danau Toba. Umumnya mata
pencaharian suku ini adalah bertani dan memiliki lahan dan sawah yang permanen. Hal ini
menyebabkan hunian yang dibangun juga hunian permanen dan berkelompok.

Ciri khas dari perkampungan batak Toba ini adalah perkampungan yang dibangun secara linear
dan berporos arah utara-selatan. Selain dari rumah, masyarakat suku batak Toba juga memiliki
sopo sebagai lumbung. Ruma Bolon dan Sopo disusun berhadap-hadapan secara linear yang
dipisahkan oleh halaman besar ditengah yang dipergunakan oleh warga untuk kegiatan bersama.

Gambar 3 Pola Perkampungan Batak Toba (Sumber: Link Studio Desain)

Gambar 4 Desa Suhi -suhi, Samosir, Sumatra Utara (Foto Oleh : Barry Kusuma)
Rumah Bolon memiliki pondasi tiang pancang yang ditumpangkan ke atas batu pondasi. Tiang-
tiang ini menopang dan mengangkat lantai rumah dari permukaan tanah. Rumah Bolo berporos
utara-selatan dengan bukaan yang menghadap arah yang sama untuk menhindari dari paparan sinar
matahari langsung.

Gambar 5 Rumah adat Bolon suku Batak (sumber : danautoba.org)

Rumah Adat Batak Karo Siwaluh Jabuh – Sumatra Utara

Siwaluh Jabu adalah rumah adat suku Karo pada zaman


dahulu.). Seperti dengan Rumah Bolon, Siwaluh Jabuh juga
berorientasi Utara-Selatan untu mencegah paparan sinar
matahari secara langsung.

Rumah adat Karo adalah rumah


yang memanjang , untuk hunian
Gambar 6 Rumah Adat Siwaluh beberapa keluarga dengan
Jabuh (Sumber :
jumlah 8 – 12 keluarga.
https://amstrophel13architect.word
press.com)
Rumah-rumah yang dibangun
bermaterial kayu, bambu, menggunakan ijuk serat untuk mengikat
dan untuk atap jerami. Desain secara alami tahan gempa karena
pondasi yang menyediakan stabilitas dan fleksibilitas rumah.

Pola permukiman Batak Karo berkelompok mengikuti Gambar 7 Pola Permukiman Karo (Sumber :
kontur dengan pelataran datar https://cutnuraini.wordpress.com)

Omo Sebua dan Omo Hada – Nias Selatan

Omo Sebua

Rumah ini hanya dibangun untuk kepala desa dan


biasanya terletak di pusat desa. Omo Sebua dibangun di
atas tumpukan kayu ulin besar dan memiliki atap yang
menjulang. Budaya Nias, yang dulunya sering terjadi
perang antar desa, membuat desain Omo Sebua dibuat
untuk tahan terhadap serangan. Satu-satunya akses
masuk ke dalam rumah adalah melalui tangga sempit
Gambar 8 Omo Sebua, Desa Bawomataluo
(Sumber : https://www.arsitag.com) dengan pintu kecil di atasnya. Bentuk atapnya yang
curam dapat mencapai ketinggian hingga 16 meter. Selain memiliki pertahanan yang kuat, Omo
Sebua telah terbukti tahan terhadap gempa.

Bangunan ini memiliki pondasi yang berdiri di atas lempengan batu besar dan balok diagonal yang
juga berukuran besar serta bahan-bahan lainnya yang dapat meningkatkan fleksibilitas dan
stabilitas terhadap gempa bumi. Atap pelana di bagian
depan dan belakang juga memberikan perlindungan yang
sangat baik terhadap hujan.

Omo Hada, sama seperti Omo Sebua, merupakan rumah


rakyat jelata yang berbentuk persegi. Untuk tindakan
perlindungan, pintu dibuat untuk menghubungkan setiap
rumah, yang memungkinkan warga desa untuk berjalan di Gambar 9 Omo Hada, Desa Bawomataluo
sepanjang teras tanpa harus menginjakkan kaki di tanah. (sumber : pinterest)

Perkampungan di Nias Selatan terletak di atas perbukitan. Pada zaman dahulu, ketika serangan
perang dan perburuan kepala muncul di wilayah ini, warga membangun parit yang dalam tepat
di belakang pagar bambu runcing sebagai benteng pertahanan kampung.

Pada setiap permukiman terdiri dari beberapa ratus tempat tinggal yang terletak di kedua belah
sisi jalan yang memanjang hingga 100 meter. Daerah pemukiman yang tinggi mengharuskan
mereka untuk menempuh anak tangga panjang yang terbuat dari batu. Pola jalan dari
perkampungan ini bisa bertambah sesuai dengan pertambahan penduduknya hingga
membentuk pola “T” atau “L”.

Gambar 10 Pola permukiman Nias (Sumber : https://cutnuraini.wordpress.com)

Rumah Panjang (Betang) dan Rumah Bubungan Tinggi – Kalimantan

Rumah Panjang

Rumah Panjang adalah rumah adat Kalimantan terutama


Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Rumah Panjang
merupakan ciri khas dan gambaran masyarakat dayak.
Rumah panjang dari Kalimantan Barat mempunyai tinggi 5
sampai 8 meter. Tinggi rumah tergantung dari tinggi tiang
yang menopang rumah tersebut. Rumah panjang dari
Kalimantan barat mempunyai panjang sekitar 180 meter
dan lebar 6 meter. Rumah panjang memiliki sekita 50 Gambar 11. Rumah Panjang (Sumber :
ruangan. Ruangan-ruangan ini umumnya dihuni oleh banyak Wikipedia)
keluarga yang di dalamnya juga termasuk keluarga inti. Untuk masuk ke rumah panjang, keluarga
mengunakan tangka atau anak tangga. Rumah panjang di Kalimantan Barat mempunyai bentuk
yang sempit tetapi dengan ukuran panjang yang ekstrem.

Rumah Bubungan Tinggi

Rumah Bubungan Tinggi atau Rumah Ba-Bubungan


Tinggi adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu
rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan
dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar
karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena
menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan
Selatan.

Rumah adat Banjar pada mulanya hanyalah dibangun


Gambar 13 Rumah Bubungan Tinggi (Sumber : dengan kontruksi yang berbentuk segi empat yang
Website Kemdikbud) memanjang ke depan. Perkembangan selanjutnya,
pada
samping kiri dan kanan bangunan agak ke
belakang disumbi ditambah dengan sebuah
ruangan yang panjang dan lebarnya berukuran
sama. Bangunan tambahan yang menenpel di
samping kiri dan kanan dalam istikah Banjar
dimanakan Pisang Sasikat “pisang sesisir” dan
menganjur keluar. Bangunan tambahan di kiri
kanan ini disebut dengan ‘’anjung’’ . Oleh Gambar 12 Rumah Bubungan Tinggi Ba'anjung Jurai.
karena itu, rumah adat banjar juga disebut Desa Selok Telong (Sumber : Wikipedia)

dengan rumah Ba’anjung. Rumah Adat Banjar


awalnya bernama Rumah Bubungan Tinggi, dinamakan demikian karena bagian atapnya
berbentuk atap pelana demikian tingginya dan lancip ke atas dengan membentuk sudut sekitar
45 º. Atap pada Rumah Tradisional Bubungan Tinggi terbuat dari sirap kayu ulin berukuran
panjang 50 cm dan lebar 8 cm. Atap dalam bahasa banjar disebut dengan hatap. Secara umum
atap pada bangunan ini dibedakan berdasarkan bagian-bagiannya dan juga perletaknnya,
sedangkan bagian atap lainnya relatif landai dengan kemiringan 15 º. Komposisi ini dimaksudkan
untuk mempercepat jatuhnya air dari bagian tengah bangunan.

Jikalau diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter
sedang lebar bangunan induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing 5 meter. Lantai
dari permukaan tanah sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan; sedangkan
jarak lantai terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang palatar. Pola perkampungan
rumah panjang linier mengikuti
sungai atau padat berkelompok
tergantung mata pencaharian
dari masyarakatnya.
Gambar 14 Desa Long Nawang,
Kalimantan Utara (Living House : An
Anthropology of Architecture in South -
East Asia)
Gambar 15 Lukisan Rivier bij Bandjermaisn (Dwars Door Borneo)

Rumah Adat Toraja, Tongkonan – Sulawesi Selatan

Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung


menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian
tongkonan menggunakan atap seng). Di depan tongkonan terdapat
lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat
dari batang pohon palem (banga) saat ini sebagian sudah dicor.

Gambar 16 Rumah Tongkonan


Tongkonan biasanya dibangun menghadap
(Sumber : utara-selatan. Mendominasi seluruh
http://diasporaiqbal.blogspot.com)
struktur adalah atap berbentuk pelana
dengan ujung yang ditarik ke atas. Ruang
internal kecil dibandingkan dengan struktur atap luar biasa yang menutupinya. Interior biasanya
sempit dan gelap dengan beberapa jendela, namun sebagian besar kehidupan sehari-hari
dilakukan di luar rumah, dengan ruang dalam hanya digunakan untuk tidur, penyimpanan,
pertemuan dan terkadang perlindungan.

Di desa Tana Toraja besar, rumah-rumah diatur secara berderet, atapnya berorientasi ke arah
utara-selatan dengan atap depan menghadap utara. Di
seberang rumah masing-masing adalah gudang beras
keluarga. Bagian halaman (ulu ba‘bah) yang luas
dipergunakan oleh
masyarakat sebagai
area pelaksanaan
upacara adat dan
tempat berkumpul.

Gambar 17 Desa Toraja (Sumber : Modul


Perkuliahan oleh Rahil Muhammad Hasbi)

Gambar 18 Denah Pola Permukiman


adat Tongkonan Tana Toraja (Sumber
: PPT Kuliah Arsitektur Indonesia
Minggu ke - 3)
Rumah Madura – Pulau Madura
Tanean Lanjang adalah pemukiman taradisional masyarakat Madura yang merupakan kumpulan
rumah yang terdiri atas beberapa keluarga yang masih terikat dalam satu ikatan keluarga. Jarak
antara satu rumah dengan rumah lainnya pun terbilang cukup dekat. Biasanya hanya dibatasi oleh
pekarangan. Letaknya sangat berdekatan dengan lahan garapan, mata air atau sungai.
Dalam satu Tanean Lanjang terdapat beberapa rumah yang berjajar dan memanjang dari arah Barat
ke Timur dilengkapi dengan adanya mushola sebagai tempat ibadah keluarga serta kandang ternak,
sumur, dan halaman yang memanjang.

Gambar 19 Perspektif Tanean Lenjang (Sumber :http://www.wisatamadura.or.id)

Gambar 20 Suasana Tanean Lenjang (Sumber : http://shifafadlilah10.blogspot.co.id)

Rumah dibangun menggunakan beragam material. Ada yang berasal dari alam dan komersial.
Untuk lantai rumah ini dapat ditemukan dengan alas tanah atau plesteran semen. Tinggi lantai
biasanya sekitar 40 cm dari tanah di sekitarnya. Ketinggian ini untuk menghindari merembesnya
air ke permukaan lantai dalam rumah saat terjadi hujan.
Dinding dan kerangka rumah terbuat dari kayu. Kerangka dinding dari balok kayu, dinding dari
papan, sementara kerangka atap dibuat dari bambu. Untuk atapnya sendiri digunakan genteng
tanah, daun nipah, atau daun alang-alang tergantung kemampuan ekonomi pemiliknya.
Rumah adat Bali – Pulau Bali
Gapura Candi Bentar adalah nama rumah adat bali. Karena Gapura Candi Bentar ini terdiri dari
dua buah bangunan candi yang mempunyai bentuk sangat identik dan juga diletakkan sejajar. Maka
bangunan ini menjadi gerbang utama rumah adat suku bali.
Fungsi dari gerbang utama ini untuk masuk ke halaman dalam rumah atau juga pintu gerbang
terluar. Biasanya juga dipakai untuk pintu masuk Pura atau juga tempat ibadah orang Hindu di
Bali.
Di dalam kompleks rumah biasanya ada angkul-angkul yakni gerbang masuk yang dilengkapi
dengan aling-aling / tembok yang menghalangi pandangan dari luar. Pemerajaan / sanggah yakni
tempat sembahyang di Timur Laut, Bale Metem/ Bale Daja yakni rumah tidur utama di sebelah
Utara, Bale Tiang Sangah / Bale Dauh yakni rumah penjamu tamu dan tempat tidur bagi para
remaja di sebelah Barat, Bale Sakepat yakni tempat tidur anak-anak di sebelah Selatan, Bale
Dangin/Bale Gede yakni tempat upacara adat di sebelah Timur dan Paon/pawaregan yakni Dapur
dan terkadang area MCK di sebelah Barat Daya/ Selatan.

Gambar 21 Residential Compound Rumah Adat Bali (Sumber :Indonesian Heritage : Architecture)

Pola permukiman di Bali mengikuti arah mata angin dengan ketentuan Utara – Timur dianggap
daerah yang lebih suci daripada Barat – Selatan.
Rumah Adat Suku Sasak, Bale – NTB
Bale adalah rumah adat dari suku Sasak yang berada di dusun Sade di desa Rembitan, Pujut,
Lombok Tengah. Rumah adat suku Sasak di dusun Sade terdiri dari berbagai macam Bale yang
semuanya beratap jerami atau alang –alang dan memiliki fungsi tersendiri, diantaranya Bale
Lumbung, Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah,
Bale Tajuk, Bale Gunung Rate, Bale Balaq dan Bale Kodong.
Bale menghadap arah Timur ke arah terbitnya matahari untuk alasan keamanan. Dibangun diatas
pondasi dan undak-undak yaitu untuk menghindari banjir tahunan dan menghangatkan ruangan
pada waktu cuaca dingin. Pola perkampungan suku sasak adalah berkelompok padat dan
menyebar.

Gambar 22 Pola Permukiman Desa Limbungan, Lombok Timur (Sumber : Jurnal Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1,
Nomor 2, Juli 2010)

Istana Sumbawa Loka – Sumbawa, NTB


Rumah istana Sumbawa atau Dalam Loka adalah rumah adat atau istana yang didirikan dan
dikembangkan oleh pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III di Pulau Sumbawa,
tepatnya di kota Sumbawa Besar. stana dalam loka dibangun mengarah ke selatan yaitu ke Bukit
Sampar dan alun-alun kota dan hanya memiliki satu
pintu masuk utama melalui tangga depan dan pintu
samping melalui tangga kecil. Tangga depan yang
dimiliki Dalam Loka tidak seperti tangga pada
umumnya, tangga ini berupa lantai kayu yang
dimiringkan hingga
menyentuh tanah dan
lantai kayu tersebut
Gambar 23 Istana Sumbawa Loka (Sumber : ditempeli oleh
http://www.rumah-adat.com) potongan kayu sebagai
penahan pijakan.
Pada bagian dalam bangunan terdapat beberapa ruangan yaitu, Gambar 24 Istana Sumbawa Loka
Lunyuk Agung, Lunyuk Mas, Ruang Dalam, dan Ruang Sidang. (Sumber : http://www.rumah-
Di luar komplek ini terdapat kebun istana (kaban alas), gapura adat.com)
atau tembok istana (bala buko), rumah jam (bala jam) dan tempat untuk lonceng istana.
Uma Mbatangu di Kampung adat Tarung – Flores, NTT
Kampung Adat Tarung terletak di bukit kecil
dengan ketinggian sekitar 100 meter di atas
permukaan daratan Kota Waikabubak, ibu kota
Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.
Kampung itu hanya terdiri atas 102 rumah
panggung, dihuni sekitar 400 keluarga. Di dalam
satu rumah panggung berukuran sekitar 15 meter
x 15 meter itu dihuni 3-4 keluarga. Jumlah warga
Gambar 25 Kampung Adat Tarung (Sumber : Tarung 1.530 jiwa dengan mata pencarian sebagai
http://travel.kompas.com)
petani, perajin tenun ikat, dan pegawai negeri sipil.
Rumah-rumah itu dibangun melingkari puncak
bukit. Terdapat sebuah pelataran di tengah
kampung. Di pelataran itu terdapat 17 kubur batu
berbentuk altar (meja) dengan titik pusat pelataran
berada di ujung timur, tempat matahari terbit.
Material rumah ini sebagian besar adalah kayu dan
bambu. Kayu digunakan sebagai konstruksi
penyangga utama, dinding dan lantainya terbuat dari Gambar 26 Kampung Adat Tarung (Sumber :
http://travel.kompas.com)
bambu, atapnya terbuat dari ijuk. Kampung adat
Tarung memiliki pola perkampungan yang padat
melingkar.

Gambar 27 Pola Perkampungan Kampung Adat Tarung (Sumber : http://www.hipwee.com)


Rumah Adat Suku Rote, Musalaki – NTT
Rumah adat Rote disebut Rumah Musalaki, rumah adat orang Rote tersebut berbentuk persegi
panjang, konsep desain rumahnya ialah konsep rumah panggung dengan ketinggian dari tanah
sekitar 40-80 cm. rumah adat Rote keseluruhannya terbuat dari Kayu selain penutup atapnya yang
terbuat dari daun Lontar atau anyaman alang-alang. Rumah adat suku Rote tersebut memiliki
tangga yang menguhubungkannya dengan tanah, tangga tersebut hanya terdapat pada pintu masuk
rumah. Dibagian depan rumah terdapat balai panjang yang digunakan sebagai tempat untuk
menerima tamu.

Gambar 28 Musalaki (Sumber : http://www.rumahperumahan.com)

Seperti halnya rumah adat panggung di daerah lain, rumah adat di pulau Rote ini juga memiliki
pondasi yang tidak ditanam didalam tanah, melainkan pondasi yang berupa batu besar datar yang
diletakkan di atas tanah sebagai penyangga tiang – tiang rumah, sehingga batu tersebut berfungsi
sebagai pondasi rumah yang fleksibel terhadap guncangan gempa. Pola permukiman desa Suu Rote
adalah cluster acak.

Gambar 29 Pola Permukiman Suku Rote (Sumber : PPT Kuliah Arsitektur Indonesia Minggu ke - 3)

Rumah Adat Mbaru Niang – Wae Rebo, Flores, NTT


Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada di Wae Rebo, yaitu sebuah desa yang letaknya
berada di pedalaman dan diarungi oleh pegunungan dan panorama hutan tropis lebat di Desa
Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa
Tenggara Timur. Rumah adat Mbaru Niang bentuknya seperti cone yang dibalik, yaitu kerucut
menjulur ke bawah dan hampir menyentuh tanah. Strukturnya setinggi 5 lantai dengan tinggi
sekitar 15 meter. Atap rumah adat Nusa Tenggara Timur ini diisi oleh daun lontar yang ditutupi
ijuk atau ilalang dan kerangka atap terbuat dari bambu sedangkan pilar rumah menggunakan
kayu worok yang besar dan kuat.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda. Secara
berurutan tersusun dari lutur, lobo, lentar, lempa rae,
dan terakhir hekang kode. Tingkat pertama disebut
lutur atau tenda, biasa digunakan sebagai tempat
hunian dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat
kedua adalah lobo atau loteng yang berfungsi untuk
menaruh bahan makanan dan barang sehari-hari.
Tingkat ketiga disebut lentar untuk menaruh benih-
benih tanaman pangan yang digunakan untuk
bercocok tanam, seperti benih jagung, padi, dan
kacang-kacangan. Tingkat keempat disebut lempa
rae yaitu ruangan untuk stok pangan apabila terjadi
gagal panen atau hasil panen kurang berhasil akibat Gambar 30 Mbaru Niang (Sumber :
kekeringan, dan tingkat kelima disebut hekang kode http://www.rumah-adat.com)

untuk tempat menaruh sesajian persembahan kepada leluhur.

Gambar 31 Kampung Wae Rebo (Sumber : http://www.rumah-adat.com)

Di bagian tengah ruang dalam Mbaru Niang terdapat perapian tempat penghuninya memasak dan
untuk menghangatkan suhu rumah saat malam hari. Pola Permukiman Wae Rebo adalah radial di
pelataran yang datar di antara pegunungan dan lembah yang berjurang.

Gambar 32 Pola Perkampungan Wae Rebo (Sumber : PPT Kuliah Arsitetur Indonesia minggu ke - 3)

Rumah Adat Baileo – Maluku Utara


Nama “Baileo” berasal dari bahasa Maluku yang berarti Balai. Sesuai namanya, rumah adat ini
memang bukan difungsikan sebagai tempat tinggal masyarakat Maluku. Rumah Baileo secara
turun temurun lebih dikenal sebagai balai adat tempat dilangsungkannya beragam upacara adat,
pertemuan adat, dan kegiatan keagamaan. Sesuai fungsi tersebut, desain rumah ini kemudian
dibuat sedemikian rupa agar dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalamnya.
Rumah Baileo memiliki struktur panggung. Tegaknya bangunan rumah ini ditopang tiang-tiang
kayu pendek yang berjajar ditanam ke dalam tanah. Tiang yang umumnya dibuat dari kayu kelapa
ini hanya menopang lantai rumah. Sementara atap ditopang oleh tiang sambungan yang ukurannya
lebih kecil. Kerangka atap menopang atap yang terbuat dari daun sagu atau daun kelapa. Atap
tersebut disusun sehingga berbentuk seperti prisma dengan selasar di bagian depan dan
belakangnya. Meski dibuat dari bahan alam, atap rumah adat Maluku ini tetap awet dan tahan lama.

Gambar 33 Rumah Baileo (Sumber : http://adat-tradisional.blogspot.com)

Rumah Adat Honai – Papua


Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk
kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja
dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang
bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada
bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api
unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi
dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai),
wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).
Gambar 34 Rumah Honai, Papua (Sumber :
Wikipedia) Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang.
Rumah Honai
dalam satu bangunan digunakan untuk tempat
beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk tempat
makan bersama, dan bangunan ketiga untuk kandang
ternak.Rumah Honai pada umumnya terbagi menjadi
dua tingkat. Lantai dasar dan lantai satu dihubungkan
dengan tangga dari bambu. Para pria tidur pada lantai
dasar secara melingkar, sementara para wanita tidur di
lantai satu. Di bagian tengah ruangan terdapat perapian
untuk memasak dan menghangatkan suhu.
Permukiman Suku Dani berkelompok membentuk sili
yang dibatasi dan dihubungkan oleh jalur sepanjang 8 –
Gambar 35 Bagian Rumah Honai (Sumber
12 meter beratap jerami. Jalur ini hanya memiliki satu
:Indonesian Heritage : Architecture)
akses keluar masuk dan dibatasi oleh pagar rendah agar
binatang terna tidak meninggalkan kompleks. Orientasi
gerbang mengikuti kepercayaan kosmlogikal antara lain :
menghadap ke arah matahari, menghindari bayangan gunung dan
membelakangi arah desa musuh. Di bagian tengah pemukiman
terdapat halaman luas untuk kegiatan bersama.

Gambar 36 Pola Permukiman Suku Dani (Sumber :


Indonesian Heritage : Architecture)
BAB III
Kesimpulan

I. Karateristik Arsitektur Nusantara

Arsitektur Indonesia memiliki karakteristik – karakteristik sebagai respon terhadap keadaan iklim
dan geografis di Indonesia. Tiga karakterisitik Arsitektur Nusantara penting dalam merespon ikilm
dan keadaan geografis adalah Pondasi, lantai yang ditinggikan, serta atap.

Pondasi pada rumah Nusantara memiliki beberapa keuntungan di daerah beriklim tropis. Pondasi
tiang pancang mengangkat level lantai sehingga rumah terhindar dari lumpur dan banjir yang juga
menyediakan ventilasi underfloor yang menyebabkan udara dalam rumah bergerak naik dan keluar
melalui bukaan - bukaan atap. Atap pada rumah nusantara beratap tinggi pelana, beberapa memiliki
ujung-ujung yang menukik. Hal ini bertujuan agar air hujan dapat langsung jatuh dan dialirkan ke
tanah

Pada beberapa daerah, tiang/kolom hanya ditumpangkan ke atas batu pondasi. Hal ini untuk
memastikan agar rumah memiliki stabilitas dan fleksibilitas yang cukup untuk menahan gempa.
Beberapa daerah menaikkan level lantai rumah mereka untuk menghindari kelembaban akibat
iklim humid dan banjir karena curah hujan yang tinggi.

II. Tata Tapak

Tata tapak yang ditemui dalam pola permukiman arsitetur nusantara antara lain: Berderet,
Berkelompok Padat, Berkelompok Terpencar, Kompleks satu keluarga, dan Radial (melingkar).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk tata tapak dan orientasinya yaitu :

1. Matahari

Sinar Matahari menentukan orientasi tapak, gerbang dan kemana arah hadap rumah. Sebagian
besar daerah menggunakan sumbu Utara –Selatan dengan arah atap dan bukaan – bukaan ke
arah Utara / Selatan untuk menghindari sinar matahari secara langsung. Sementara gerbang
masuk ke dalam perkampungan yang tidak terhalang vegetasi menghadap Timur – Barat ke
tempat yang terang dan terkena cahaya matahari langsung untuk alasan keamanan.

Beberapa daerah mengaplikasikan sebaliknya dengan alasan keamanan dan kosmologis.

2. Arah angin

Seperti yang telah disebutkan, gerbang masuk perkampungan biasanya terletak di arah Barat
– Timur. Selain arena alasan keamanan juga sebagai jalan keluar masuknya angin yang
berhembus dari arah Barat dan Timur sehigga rumah – rumah panggung terbebas dari
kelembaban.

3. Mata Pencaharian Masyarakat

Beberapa daerah membangun permukiman berkelompok di dekat sawah atau ladang, dan
pantai, atau perkampungan linier yang mengikuti arah sungai.

4. Keadaan Geografis Tapak


Beberapa daerah mengikuti kontur tempat permukiman di bangun sehingga membentuk pola
berkelompok yang acak. Beberapa daerah menggunakan pelataran yang datar di daerah
pegununggan dan membentuk pola perkampungan yang radial. Beberapa daerah ‘menimbun’
permukiman di daerah pegunungan agar terhindar dari suhu dingin.

Gambar 37 Desa Bolonga, Ngada, Flores (Sumber : Living House : An Anthropology of Architecture in South - East Asia )

Gambar 38 Desa Bolonga, Ngada, Flores (Sumber : PPT Kuliah Arsitektur Indonesia Minggu ke - 3)

III. Dataran Rendah, Dataran Tinggi, Lembah, dan Pantai

Perbedaan Arsitektur Nusantara yang berhubungan dengan responnya terhadap Iklim dan
Geografis antara lain :

1. Penghawaan

Rumah – rumah yang berada di daerah dataran rendah dan pantai umumnya memiliki bukaan
yang lebih banyak untuk pertukaran udara yang lebih baik. Proporsi atap lebih kecil atau sama
dengan proporsi dinding. Biasanya merupakan rumah panggung dengan tujuan menghindari
kelembaban dan banjir.

Sementara itu, rumah – rumah di daerah dataran tinggi pegunungan dan lembah bukaannya
sedikit. Proporsi atap lebih besar dari dinding, bahkan ada yang tidak memiliki dinding sama
sekali. Denah berbentuk lingkaran. Hal ini bertujuan untuk menjaga suhu di dalam ruangan
tetap hangat. Rumah – rumah panggung di daerah lembah lebih bertujuan untuk
menghindarkan penghuni dari serangan hewan buas.

2. Lokasi perapian

Lokasi perapian pada rumah dataran rendah dan pantai berada di bagian belakang/samping
rumah atau bahkan terpisah dari bangunan yang berfungsi sebagai ruang tidur, karena
fungsinya untuk memasak. Sementara rumah pada dataran tinggi pegunungan dan lembah
umumnya memiliki perapian di tengah ruangan, karena selain untuk memasak juga untuk
menghangatkan suhu di dalam ruangan.

3. Tata tapak

Tata tapak tidak selalu mengikuti kondisi geografis tanah. Namun, di daerah dataran rendah
yang pelatarannya sudah datar, permukiman umumnya dibangun dengan pola berderet yang
dihuni kerabat, atau mengikuti mata pencaharian penduduknya.

Pada dataran tinggi, permukiman dapat dibangun mengikuti kontur sehingga membentu pola
acak atau dibangun di atas pelataran datar dan membentuk pola seperti radial dan berderet
dengan alasan keamanan dan iklim.
Notes :

1. Waterson, Roxana. 2009. The Living Houses : An Anthropolgy of Architecture in South –


East Asia. USA. Tuttle Publishing.
2. Miksic, John. 2003. Architecture (Indonesian Heritage, Vol. 6). USA. Archipelago Press.
3. Gludemans, Cees. 1979. Dwas Door Borneo. Belanda. Publisher Atlas Contact B.V.
4. Hasbi, Rahil Muhammad. 2013. Sejarah Arsitektur : Arsitektur Tradisi Kuno Austronesia.
Modul Perkuliahan Jurusan Arsitektur Universitas Mercubuana.
http://www.mercubuana.ac.id. (01 Juni 2016)
5. Sabrina, Rina. 2010. Pelestarian Pola Permukiman Tradisional Suku Sasak Dusun
Limbungan Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2,
Juli 2010
6. PPT Perkuliahan Arsitektur Indonesia Minggu e – 3 Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
7. https://en.wikipedia.org/wiki/Climate
8. https://www.nationalgeographic.org/encyclopedia/climate/
9. https://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia
10. https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_panjang
11. http://danautoba.org/makna-dan-filosofi-rumah-adat-batak/
12. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/2016/07/rumah-tradisional-bubungan-
tinggi/
13. https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bubungan_Tinggi
14. http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-aceh-krong-bade-gambar-
dan.html
15. https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBudaya/Repositorys/nias/
16. https://cutnuraini.wordpress.com/2010/07/22/building-architectural-quality-arsitektur-
tradisional-sebagai-wujud-ketergantungan-antara-lingkungan-dan-sosio-kultural/
17. https://www.arsitag.com/blog/omo-sebua-dan-omo-hada-rumah-tradisional-nias-yang-
tahan-gempa/
18. https://amstrophel13architect.wordpress.com/2012/11/17/70/
19. https://en.wikipedia.org/wiki/Tongkonan
20. https://id.wikipedia.org/wiki/Tongkonan
21. http://www.wisatamadura.or.id/keunikan-rumah-adat-madura-tanean-lanjhang/
22. http://shifafadlilah10.blogspot.co.id/2017/01/rumah-adat-madura.html
23. http://www.rumah-adat.com/2014/11/rumah-adat-nusa-tenggara-barat.html
24. http://travel.kompas.com/read/2016/05/25/154500727/Kampung.Adat.Tarung.Bertahan.di.
Era.Modern
25. http://www.hipwee.com/travel/desa-adat-suku-loli-di-sumba-jadi-salah-satu-desa-terindah-
indonesia-masa-nggak-pengen-ke-sana/
26. http://www.rumahperumahan.com/2016/08/desain-bentuk-rumah-adat-rote-dan.html
27. http://www.rumah-adat.com/2014/11/rumah-adat-nusa-tenggara-timur.html
28. http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-maluku-rumah-baileo-
gambar.html
29. https://id.wikipedia.org/wiki/Honai

Anda mungkin juga menyukai