Anda di halaman 1dari 20

Daftar isi

KATA PENGANTAR.................................................................................................... A

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL LAMPUNG DARI WAKTU KE WAKTU.... 3

KESIMPULAN........................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayahnya lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang Tradisi
Arsitektur Lokal Lampung sebatas kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat dalam
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai museum samarinda.Makalah ini kami
susun dengan sebaik mungkin dengan mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber yang
dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan dan
jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Tradisi Arsitektur Lokal
Lampung ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya maupun inspirasi terhadap
pembaca. Sebelumnya kami mohon maaf jika terdapat kesalahan kata- kata yang kurang
berkenan.

Samarinda,4 April 2019


PENDAHULUAN

Lampung merupakan salah satu provinsi yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatera.
Rumah adat Lampung memiliki keterangan dan fungsi sendiri-sendiri berdasarkan bagian-
bagiannya. Rumah adat Lampung disebut Nuwo Sesat, Nuwo artinya adat sedangkan Sesat
artinya Balai.
Fungsi setiap bagian ini biasanya lebih dipengaruhi oleh bentuk dan fungsi masing-
masing dan kegunaannya yang disesuaikan dengan adat yang berkembang di wilayah
lampung dan fungsi dari setiap-setiap bangunannya. Berikut ini bagian-bagian rumah adat
Lampung beserta fungsinya yang wajib kamu ketahui :
1. IJAN GELADAK

Ini adalah bagian dari rumah adat lampung yang berupa tangga yang memiliki atap
diatasnya yang disebut Rurung Agung, fungsinya adalah sebagai tempat untuk naik para
purwatin atau penyimbang menuju ke Ruang Pusiban untuk melaksanakan pepung adat atau
musyawarah.
Fungsi lain dari Ijan Geladak adalah sebagai jalan bagi penjaga pepungan adat untuk
menyampaikan kepada para purwatin jika ada tamu hendak menemui para purwatin ketika
sedang melaksanakan pepungan adat.
Selain itu sebagai tempat untuk menyambut tamu kehormatan maupun digunakan
sebagai pintu masuk menuju ruang serambi dan ruang utama para purwatin maupun tamu-
tamu kehormatan. Biasanya penyambutan ini diringi dengan tarian khas Lampung.

2. ANJUNGAN ATAU SERAMBI

Anjungan atau serambi ini letaknya diluar dari Ruang Pasiban, Ruangan anjungan ini
biasanya untuk tempat menyambut tamu kehormatan hingga pertemuan kecil para purwatin.
Selain itu, Anjungan ini digunakan untuk istirahat para purwatin ketika mereka melakukan
pepung adat.
Anjungan ini juga digunakan sebagai tempat untuk menghibur para purwatin yang
ketika sedang jeda atau istirahat saat musyawarah berlangsung.

3. RUANG PUSIBAN

Ruangan ini adalah ruangan yang bisa dikatakan sebagai ruangan utama dari
bangunan Nuwou Sesat atau rumah adat Lampung ini. Tidak semua orang boleh memasuki
ruangan ini kecuali para purwatin atau penyimbang.
Ruangan ini digunakan sebagai tempat untuk melakukan Pepungan adat, acara
musyawarah masyarakat lampung apabila terjadi masalah penting yang harus diselesaikan
secara adat, dan juga untuk membahas mengenai acara-acara adat tahunan masyarakat
lampung.
Ruangan ini masih disakralkan oleh masyarakat lampung hingga kini, sebab hanya tamu
kehormatan dan para purwatin dari adat saja yang boleh mengikuti musyawarah dan masuk
ke dalam ruangan tersebut.

4. RUANG TETABUHAN

Ruang Tetabuhan seperti namanya adalah tempat untuk “menabuh” di Jawa yang di
tabuh atau pukul biasanya adalah alat musik gamelan, hal senada juga dilakukan oleh
masyarakat lampung dan ruangan ini adalah tempat untuk menyimpan alat musik gamelan
lampung.
Musik gamelan ini digunakan untuk menghibur para purwatin apabila mereka sedang jeda
atau istirahat ketika melakukan musyawarah. Gamelan di jawa dan di lampung memiliki
banyak kemiripan sebab terpengaruh oleh kebudayaan Kesultanan Banten.

5. RUANG GAJAH MEREM

Ruang Gajah merem ini bukan tempat untuk Gajah tidur, Gajah adalah binatang khas
yang endemik di wilayah Lampung sehingga Gajah sering didientikkan sebagai pemimpin.
Yang disebut Gajah di sini adalah Para Purwatin.
Ruangan Gajah Merem ini digunakan untuk tidur para purwatin yang sedang melakukan
Pepungan Adat . Sebab, pepungan adat di Lampung ini bisa berlangsung selama berhari-hari
sehingga disediakan tempat untuk tidur bagi para purwatin.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL LAMPUNG DARI WAKTU KE WAKTU

Setiap komunitas mengembangkan teknologi sebagai perpanjangan anggota badan


dan akal budinya. Teknologi tersebut berkembang selaras dengan kondisi lingkungan hidup
dan nilai-nilai kehidupan suatu komunitas. Demikian pula dengan teknologi pembangunan
rumah masyarakat asli Provinsi Lampung. Teknologi arsitektur tradisional masyarakat
Lampung tidak hanya dilihat dari bentuk, tapi juga ruang yang terjadi karena kebutuhan , adat
kebiasaan, pandangan hidup, norma, dan tatanan nilai. Dengan pemahaman demikian,
arsitektur tradisional akan banyak menggambarkan kebudayaan yang ada.
Seperti umumnya rumah di kawasan hutan tropik, rumah tradisional Lampung juga
memanfaatkan produk hutan sebagai bahan baku. Begitu pula teknologi pembuatan rumah
panggung (nowou gacak/lamban langgar/lambahan ranggal) dengan atap yang miring
merupakan salah satu karakteristik arsitektur tropis Asia. Arsitektur rumah tradisional
Lampung masih dapat dikatakan “hidup”. Masih banyak masyarakat Lampung yang masih
mempertahankan rumah tradisionalnya. Rumah yang secara arsitektural sesuai dengan kaidah
yang diakui bersama dan dianut oleh sebagian besar masyarakat asli daerah ini sebagai tradisi
turun temurun.

2.1 Tradisi Pembangunan Rumah


Beberapa cara dalam membangun rumah tradisional Lampung berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat serta tujuan pembangnan rumah itu sendiri. Misalnya, masyarakat
Desa Blambangan Pagar, Lampung Utara, melakukan upacara sesaji dan pembacaan
mantera-mantera (nyebut) saat mulai membangun rumah. Sesajian akan diletakan saat
penanaman tiang pertama rumah yang berada di tengah-tengah bangunan tersebut. Sesajian
itu antara lain berupa baning, puyuh, lipan, ayam hitam, air tujuh sungai, serta batu tujuh
buah.
Baning merupakan sejenis kura-kura air tawar. Sesajian ini melambangkan agar atap rumah
kokoh atau sekuat punggung baning. Puyuh maksudnya anak burung puyuh. Sesaji ini
mengekspresikan harapan penghuni rumah dapat mencari atau langsung dapat hidup sendiri
begitu menetas dari telur. Lipan atau kelabang melambangkan harapan agar para penghuni
rumah selalu sehat atau tidak mendapatkan kesukaran seperti lipan yang tidak pernah sakit.
Ayam hitam yang seringkali mengorek-ngorek tanah yang kemudian meninggalkan bekas.
Sesaji ini dimaksudkan agar rumah yang hendak dibangun dapat meninggalkan bekas atau
ciri-ciri mereka yang melihatnya. Air tujuh sungai dimaksudkan agar suasana rumah selalu
sejuk, nyaman, dan rezeki berdatangan dari tujuh penjuru. Batu tujuh buah melambangkan
harapan agar rumah dapat sekuat batu. Semua bahan-bahan sesaji tersebut dimasukan ke
dalam lobang. Setelah dibacakan mantera-mantera, tiang dipancangkan dan lobang ditimbun
tanah kembali.
Sesaji berupa pisang emas, tunas kelapa dan air intan dipersembahkan ketika
pemasangan kap atau atap rumah. Padi dan tunas kelapa melambangkan harapan para
penghuninya agar selalu mendapatkan rezeki. Pisang mas dan air intan melambangkan agar
rumah selalu memancarkan keindahan. Selain berupa sesajian, pada bagian tertentu rumah,
dipakai dari kayu yang berasal dari punjug. Tujuannya agar rumah tidak terkena banjir.
Sesajian yang menyimbolkan berbagai macam hal tersebut meruopakan
pengejawantahan falsafah pembangunan rumah. Harapannya, masyarakat lebih mudah
memahami falsafah-falsafah pembangunan rumah. Dengan kata lain sesaji merupakan pesan
tentang hakekat pembuatan rumah yang disampaikan dengan “bahasa” yang gampang
dipahami masyarakat pada awal tradisi pembuatan rumah tradisional.
Di era modernitas saat ini, ada yang memandang sebelah mata tradisi sesajian
tersebut. Mereka yang bersikap seperti itu menilai sesaji merupakan tahayul. Tapi, ada yang
berpikiran bijak. Orang-orang seperti itu berpendapat bahwa makna dari tradisi itu pada
hakekatnya merupakan pesan moral yang sangat baik untuk keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
Rumah bukan cuma tempat bernaung, tapi memiliki makna yang lebih substantif lagi.
Dari rumah, karakterisitik suatu keluarga inti hingga suatu komunitas masyarakat terbentuk.

2.2 Bentuk Rumah Tradisional Lampung


Sebagian besar bentuk rumah tradisional Lampung yang dikenal sekarang sudah
mendapatkan pengaruh kebudayaan lain, antara lain Sumatera Selatan dan Pulau Jawa.
Awalnya, rumah tradisional Lampung berbentuk bujur sangkar. Rumah tradisional lampung
dibangun dari kayu-kayu yang dihubungkan dengan tali rotan. Tangga masuk dan keluar
rumah dapat dinaik-turunkan. Atap rumah dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan
yang ada di sekitarnya, yaitu ijuk dan rumbia. Bentuk atap lazim disebut limas giccing.
Bentuk yang banyak dikenal sekarang umumnya empat persegi panjang. Dapur sudah
terpisah dari ruang utama. Sambungan menggunakan pasak. Atap sudah menggunakan seng
atau genteng. Bentuk atap biasa disebut limas burung. Bentuk ini sudah dipengaruhi rancang
bangun dar Palembang (Meranjat), Sumatera Selatan. Umumnya, sebagian bentuk rumah
tradisioanal yang dibangun menjelang tahun 1930-an, sebelum masa resesi ekonomi dunia
saat itu (maleise). Berdasarkan cerita turun-temurun, harga lada yang cukup tinggi
menjadikan masyarakat Lampung mampu memesan genteng langsung dari Palembang,
Sumatea Selatan melalui Menggala, Tulangbawang.
Selain dua bentuk rumah tradisional di atas, adalagi bentuk rumah yang lebih tua.
Rumah tersebut mengingatkan kita pada arsitektur perahu dari Batak atau Toraja, Sumatera
Utara. Bentuk rumah ini masih memberikan kesan masif, atap ijuk.

2.3 Tata Ruang Rumah Tradisional Lampung


Tata ruang dalam rumah tradisioanal Lampung dipengaruhi oleh faktor hubungan
kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluaarga dan kerabat. Di
dalam rumah, ada tempat-tempat tertentu yang hanya layak dihuni oleh penghuni rumah atau
kerabat tertentu saja.
Setiap rumah menyediakan tempat yang dapat dimanfaatkan para tamu, anggota
keluarga, serta para kerapat. Ruang tersebut dapat diakses dengan mudah. Umumnya ruang
terbuka atau tempat berkumpulnya tamu, kerabat, serta keluarga berada di depan dan di
tengah rumah. Serambi tamu dan ruang keluarga merupakan tempat membahas berbagai hal
dengan tamu, kerabat, atau antaranggota keluarga.
Pada rumah tradisional Lampung Pepadun di Blambangan Pagar, Lampung Utara, ruang-
ruang tersebut antara lain ruang tepas, agung, tabik temen, kebik tengah, kebik cangekebik
temen, kebik tengah, kebik changek, gaghang, dapur, ganyang besi:
Tepas

Ruang serambi atau berada terbuka pada bagian muka rumah yang berhubungan langsung
dengan ijan (tangga) untuk naik ke rumah tradisional Lampung. Ruang tersebut berfungsi
sebagai tempat menerima tamu atau tempat anggota keluarga bersantai, melepas lelah,
terutama pada siang hari. Serambi juga tempat generasi muda mufakat (merwatin). Lantai
ruang berada serta bagian ruang-ruang lain untuk tipe rumah mewah dan rumah biasa
umumnya menggunakan lantai papan kayu. Sedangkan rumah sederhana menggunakan pilah-
pilah bambu yang disusun serta diikat dengan rotan.
Tepas ambin merupakan ruang terbuka yang didisain seolah-olah mengundang tamu
untuk mampir. Karena letaknya yang tinggi dan jarak rumah terhadap jalan cukup jauh, bila
penghuni rumah berada di serambi ini dapat melihat dengan sudut pandang yang luas kr
sudut rumh yang lain. Ruang tapas ambin ini dapat memeberikan ikatan yang kokoh
antarwarga dan kerabat. Hal ini mencerminkan salah satu dari empat falsafah atau pandangan
hidup masyarakat Lampung (piil pesenggiri), yakni nemui nyimah. Nemui artinya selalu
membuka diri terhadap tamu.
Makna lebih dalamnya, suatu sikap ingin memberikan sesuatu secara ikhlas kepada
seseorang atau sekelompok orang sebagai cermin semangat persaudaraan. Nemui nyimah
merupakan sikap bermurah hati dan ramah terhadap siapapun juga, kerabat maupun mereka
yang berasal dari keluarga atau suku lain. Tiga prinsip masyarakat Lampung lainnya adalah
sakai sambayan (tolong menolong), nengah nyapur (bersaudara), bejuluk beadek (bergelar
atau berjuluk).
Pada masyarakat adat Lampung Melinting, ruang pertama dalam rumah disebut ruang
pengindangan luwah/ragah/lapang luar. Ruang yang biasanya berbentuk segi empat sama sisi
tersebut berfungsi sebagai ruang-ruang musyawarah keluarga atau kerabat. Bagian kiri, kanan
dan depan ruang beranda, ada teralis kayu (andang-andang, pembas, kadang rarang).

Ruang Agung
Ruang agung brada di tengah-tengah rumah. Fungsi ruang sebagai tempat merwatin.
Lantainya sedikit lebih tinggi dari tepas. Ruang agung-perwatin yang lantainya sedikit lebih
tinggi menunjukan hirarki ruang yang lebih tinggi. Adanya ruang ini adalah cerminan dari
sakai sambayan atau mufakat.
Pada masyarakat adat di Desa Wana, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, setelah
melewati ruang pengindahan luwah, ada ruang yang sama besarnya. Ruang yang disebut
ruang lapang lom itu hampir sama luasnya dengan ruang lapang luar. Ruang ini berfungsi
sebagai (a) tempat musyawarah atau tempat berbincang-bincang kaum wanita (pengindangan
sebay) yang biasa juga dipakai sebagai tempat tidur anak-anak wanita yang telah lepas
menyusui atau tamu wanita, (b) ruang makan tamu menjamu kerabat dekat.

Kebik Pates, Kebik Temen, Kebik Tengah, Kebik Changek


Pada masyarakat adat Desa Wana, Labuhanmaringgai, Lampung Timur, di sebelah ruang
agung atau ruang lapang lom, ada kamar atau ruang tidur (pates). Ruang lapang lom dengan
pates dipisahkan oleh dinding atau penyekat. Ruang tidur itu digunakan sebagai tempat tidur
istri atau ibu rumah tanggabeserta anak balita (dibawah lima tahun).
Pates bersebelahan dengan ruang yang disebut lambe pates. Ruang ini berfungsi
sebagai tempat anggota keluarga yang sakit,sudah manula (manusia lanjut usia), atau tempat
memandikan jenazah. Jika tidak digunakan untuk itu, ruang lambe pates dimanfaatkan
sebagai tempat menyimpan barang-barang rumah tangga.
Sedangkan masyarakat adat di Desa Blambangan Pagar, Lampung Utara, selain ruang
untuk ibu rumah tangga, ruang atau kamar lainnya dibagi untuk anak lelaki tertua, wanita,
serta untuk anak laki-laki kedua. Masing-masing kebik atau ruang dipisahkan dengan lidung
andak, lidung bunguk suluh, lidung pelangi merah ati.

Gaghang
Tempat mencuci peralatan rumah tangga

Dapur
Setelah melewati ruang lapang lom, ada ruang tempat memasak makanan. Pada tipe
rumah mewah dan rumah biasa. Lampung melinting yang memiliki ukuran lebih luas ruang
lapang lom dan dapur dihubungkan semacam koridor penghubung
(geragal/jembatan/jerabah). Bagian geragal diberi atap yang sama tingginya dengan atap
dapur. Selain tempat tungku perapian untuk memasak sehari-hari (pawon/sakelak) dan tempat
menyimpan persediaan makanan, ruang dapur juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan
peralatan, baik peralatan memasak, pengolahan makanan, maupun pengolahan pertanian.

Ganyang Besi
Tempat untuk famili yang belum berkeluarga. Ruang ini dibatasi dengan lindung
suluh merah hati. Pada rumah tradisional masyarakat pesisir (Wayurang, Kalianda, Lampung
Selatan), ruang-ruang rumah terbagi lima, yakni ambin, ruang perwatin, bilik balak, ruang
tengah, kilik anak:
Ambin: serambi atau tepas yang berfungsi sama dengan di Blambangan pagar,
Ruang perwatin: ruang mufakat,
Bilik balak: kamar pangeran
Ruang tengah: ruang pertemuan keluarga,
Kilik anak: kamar untuk istri kedua dan seterusnya.
Arsitektur rumah tradisional Lampung telah berhasil menempatkan para penghuninya secara
manusiawi, baik antarpara penghuninya sendiri maupun dengan lingkungannya. Beberapa
konsep rumah tradisional Lampung merefleksikan semangat keterbukaan, kekuatan,
kenyamanan, keindahan dan hierarki ruang dengan baik.
Kita sering dihadapkan pada keinginan atau kebutuhan untuk memodernisasi bagian-bagian
tertentu rumah tradisional. Hal ini sah-sah saja dilakukan. Arsitektur rumah tradisional juga
membutuhkan transformassi agar sesuai dengan kebutuhan masa kini. Tetapi bentuk
komponen modern tidak bisa begitu saja ditempelkan pada rumah tradisional.
Modernisasi yang diharapkan adalah perubahan yang dapat memperbaiki teknologi,
estetika, apalagi makin mengentalkan nilai-nilai yang terkandung dalam arsitektur rumah
tradisional. Jangan sampai, modernisasi malah merusak tradisi kaidah-kaidah yang
terkandung dalam arsitektur rumah tradisional Lampung.

2.4 Perubahan Rumah Tradisional Lampung

Perkembangan teknologi ikut mempengaruhi konstruksi rumah tradisional Lampung.


Perubahan pada rumah tradisional Lampung dapat dilihat antara lain pada ruang di bawah
rumah (di bah nuwo/ lamban). Awalnya bagian bawah rumah atau kolong, tidak bermanfaat
banyak, kecuali untuk menghindari para penghuninya dari binatang buas, seperti harimau dan
beruang. Selain itu rumah panggung dibuat agar terhindar dari luapan banjir.
Makin ramainya pemukiman serta makin jarangnya binatang buas masuk
perkampungan, kolong rumah lambat-laut berubah fungsi menjadi tempat menyimpan
berbagai peralatan pertanian serta kebutuhan rumah tangga, seperti kayu bakar dan lain-lain.
Malah, banyak warga yang memanfaatkan kolong rumah tersebut sebagai kandang hewan
atau ternak, seperti ayam, sapi, kambing, dan berbagai hewan peliharaan lainnya.
Banyak pula masyarakat yang memanfaatkan kolong rumah itu untuk mengolah padi
bahkan kini sudah banyak bagian bawah rumah yang berubah fungsi menjadi garasi
kendaraan, warung, atau ruang lainnya. Malahan ada yang telah menjadikan kolong mejadi
beberapa ruang seiring dengan pertambahan anggotta keluarga. Sebagian masyarakat telah
menggnti agi (tiang kayu) dengan bata. Beberapa bagian rumah lainnya juga sudah ada yang
menggunakan semen, cat, dan kaca.
Beberapa pengembangan ruang dan penggunaan teknologi baru ini (modern)
terkadang memaksa, sehingga arsitekturnya tidak dapat dikatakan tradisional lagi karena
sudah hilang kaidah dan fungsinya. Misalnya serambi ditutup dengan jendela kaca. Ruang di
bah nuwo ditutup dengan kayu atau bahan-bahan bangunan lainnya.
Sesat atau pusiban bisa saja dirubah, tetapi harus memperhatikan hirarki tata ruang yang telah
diwariskan secara turun-temurun. Maksudnya, teknologi serta bahan-bahan bangunan modern
dapat dimanfaatkan untuk memperindah dan memperkokoh bangunan, tapi arsitektur
dasarnya tetap. Tata bangunan ruang mengandung makna simbolis tertentu.

2.5 Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Kota

Dalam pembangunan wilayah perkotaan, berbagai benturan budaya melatarbelakangi


corak dan wujud arsitektur kota sekarang ini. Terjadi krisis penghargaan terhadap bentuk
maupun sistem penataan lingkungan dan bangunan tradisional. Akibatnya lumayan fatal, tata
kota kehilangan roh. Wajah kota nyaris sekedar bangunan-bangunan egois, tidak
mencerminkan kepribadian masyarakatnya.
Padahal, untuk masyarakat kota, kenyamanan tetap dapat diperoleh dengan tidak melepaskan
nilai-nilai tradisional. Malahan dengan tetap mengambil roh arsitektur tradisional, masyarakat
perkotaan tidak kehilangan identitas diri. Dengan mencaplok begitu saja arsitektur asing,
bisa-bisa masyarakat kota merasa teraliansi dengan lingkungan metropolisnya. Tata ruang
kota mestinya tidak Cuma membuat alokasi kapling tanah untuk kebutuhan teknis ekonomi,
tapi juga harus diikuti dengan penataan tata ruang kota yang dapat menjamin keselarasan
dengan lingkungan. Harus tertata dengan baik tata ruang untuk pemukiman, perdagangan,
jasa, perkantoran, dan lain-lain.
Seperti umumnya perubahan kota-kota di Indonesia, dengan berkembangnya kota
menjadi pusat-pusat jasa budaya, terutama budaya ekonomi, pertumbuhan kota lebih banyak
diearnai pasar serba ada (supermarket), pusat perbelanjaan, real etate, bioskop, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan pembangunan yang tertib di perkotaan yang mampu mencerminkan nilai
budayaarsitektur tradisional, maka diperlukan kemampuan untuk memahami nilai budaya
yang berkaitan, antara lain terhadap lingkungan fisik buatan manusia yang diharapkan dapat
diterapkan pada wajah perkotaan saat ini, tidak hanya tambal sulam.
Penataan kembali tatanan ini dalam bentuk konsep diatas dapat diharapkan sebagai
penyangga proses akulturasi dan asimilasi budaya bangun-membangun di perkotaan yang
cenderung tiru meniru begitu saja. Akibatnya banyak masyarakat Lampung yang sudah tidak
memahami lagi makna yang terkandung pada rumah tradisionalnya. Sebagian masyarakat
adat terbawa arus rumah model daerah atau negara lain. Mereka menganggap rumah
tradisional sudah ketinggalan zaman, sudah ketinggalan model.
Padahal rumah model negara lain belum tentu cocok dengan negara kita yang beriklim
tropis. Rumah tradisional Lampung sudah teruji cocok untuk kondisi iklim tropis, misalnya
dengan laingit-langit rumah yang tinggi serta jendela-jendela yang lebar untuk sirkulasi
udara.
Ruang-ruang rumah modern, seperti loteng di samping rumah, cenderung membentuk
karakter anggota keluarga menjadi individualistik. Berbeda denga ruang rumah tradisional
Lampung yang justru membangun semangat kebersamaan antar anggota keluarga dan
kerabat. Selain itu rumah tradisional juga teruji lebih fleksibel terhadap gempa tektonik.

2.6 Pengembangan Arsitektur Tradisional Lampung

Kegiatan rancang bangun arsitektur masa lalu sampai kini masih memasukan
kebutuhan tata ruang, fungsi, teknologi, dan kondisi lingkungan sekitarnya. Dalam
perkembangannya, tata hubungan sosial dan masukan lainnya, mendorong berkembangnya
ciri suatu arsitektur tradisional Lampung.
Ciri ini tentunya mencerminkan sakai sembayan, merefleksikan nemui nymimah, tata
hubungan sosial, tata hubungan dengan alam lingkungannya, kenyamanan, kekuatan,
ketersediaan bahan, alat, dan teknologi rancang bangun pada saat ini. Ciri seperti itulah yang
secara fungsional dapat dikembangkan dengan menggunakan kemajuan teknologi rancang
bangun pada saat ini.
Ciri seperti itulah yang secara fungsional dapat dikembangkan dengan menggunakan
kemajuan teknologi rancang bangun yang ada sekarang untuk dapat mewujudkan budaya
bangsa yang berkembang. Jangan sampai upaya mengangkat arsitektur tradisional dari aspek
estetikanya atau sekedar melestarikan barang tua saja.

2.7 Pelestarian dan Pengambangan Arsitektur Tradisional Lampung

Upaya pelestarian dan pengembangan arsitektur tradisional Lampung dapat dilakukan


secara sendiri-sendiri atau secara lembaga. Hanya saja, makin lunturnya apresiasi terhadap
rumah tradisional, harus ada upaya yang lebih intensif lagi untuk merevitalisasikannya lagi.
Jangankan para arkeolog, arsitek, dan ahli teknik, masyerakat adat sendiri juga sudah banyak
yang tidakk memahami lagi kekayaan makna simbolis rumah tradisional. Pelestarian dalam
arti terbatas yang dilakukan selama ini harus dilakukan lebih bersungguh-sungguh oleh
berbagai pihak yang menyadari aset arsitektur rumah tradisional. Identifikasi dan
inventarisasi tidak lagi ssendiri-sendiri. Antara arkeolog, arsitek, dan ahli teknik harus saling
mengisi agar referensi yang akan didapatkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat.
Pengembangan arsitektur tradisional Lampung dapat dilakukan lewat upaya
menyampaikan ciri yang didapatkan dan pelestarian kepadda pelaku rancang bangun dalam
arsitektur saat ini, yaitu arsitek, pemakai, dan pemerintah. Ciri tersebut digunakan sebagaii
masukan dan merupakan batasan rencang bangun arsitektur yang akan merancang
penangkapan esensi, kreativitas dalam pengembangannya.

2.8 Permukiman Rumah Tradisional Lampung

Sistem kekerabatan masyarakat Lampung pada dasarnya merupakan tipe keluarga


luas. Jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dengan lahan yang cukup luas
memungkinkan seorang anak yang baru menikah dapat membuat rumah di sekitar rumah
orang tuanya. Lahan rumah atau wangunan/pemapalan/petegian merupakan a-real lahan yang
dapat digunakan rumah, termasuk halaman bangunannya. Biasanya areal lahan ini ditata lebih
dahulu. Lahan diratakan serta dibersihkan dari tumbuh-tumbuhan. Areal lahan untuk
pembangunan rumah dibuat lebih tinggi dari halaman rumah.
Beberapa titik areal untuk pembangunan rumah diletakkan umpak-umpak atau
umpakan batu (pematu, galang batu). Umpak-umpak tersebut menjadi tempat bertumpunya
tian-tiang kayu bangunan. Selain itu, umpak-umpak berfungsi membentuk denah bagian-
bagian ruang bangunan kelak. Lahan sekitar rumah umumnya dibiarkan terbuka, tanpa pagar.
Tujuannya, para tetangga dapat berinteraksi dengan mudah. Hal ini mencerminkan adanya
pola hubungan sosial yang erat serta terbuka antarkeluarga. Beberapa pemukiman masih
mempertahankan tradisi ini. Jika pun ada pagar, dibuat sederhana dengan tetap menyediakan
tempat lalu-lalangnya antar keluarga.

Rumah tinggal adat milik masyarakat di Pekon Batubekhak (baca=batu berak), Kenali,
daerah yang diyakini sebagai asal mula masyarakat adat Lampung, diperkirakan berusia
200—500 tahun, yang berdiri pada pondasi dan kolom berdiameter 0,5—1 meter.
Bangunan yang memiliki nilai sejarah arsitektur ini telah berulang-ulang direnovasi,
namun renovasi tersebut justru menghilangkan nilai-nilai sejarahnya. Keberadaan rumah
tradisional Kenali hanya tinggal 2 unit. Satu berada di lokasi aslinya, dan sekarang telah
menjadi benda cagar budaya. Sedangkan yang satu lagi berada di Museum Lampung,
dengan harapan kekayaan nilai indigeneous knowledge daerah Kenali ini dapat terus
dipelajari dari segi antropologi budaya, arsitektural, struktur dan konstruksinya, bahkan
ke hal-hal detail lainnya.

Dalam hubungan arsitektur dan budaya, rumah tradisional di Indonesia dipandang sebagai
bentuk strategi adaptasi terhadap alam (gempa) melalui rekayasa struktur konstruksi
(sistem sambungan dan tumpuan) dengan eksplorasi material lokal (batu, kayu dan
bambu), (Rapoport 1969). Menurut Teddy Boen 1983, bangunan yang tahan gempa
mempunyai denah bangunan yang sederhana dan simetris serta penempatan dinding-
dinding penyekat dengan lubang pintu dan jendela diusahakan simetris terhadap sumbu
denah bangunan. Bangunan Lamban Tuha (ada yang menyebut Lambahan Tuha yang
berarti rumah tua) mempunyai denah yang sederhana walaupun tidak dapat dikatakan
simetris. Perletakan dinding bagian dalam rumah simetris serta tidak terlalu banyak.
Selanjutnya Teddy Boen, menyebutkan bahwa atap ringan serta meletakkan dasar pondasi
pada tanah yang kering, padat dan merata kekerasannya merupakan satu syarat agar
bangunan tahan terhadap gempa. Atap Lamban Tuha termasuk ringan dengan bahan seng
atau daun nipah sedangkan pondasi yang berupa sistem Kalindang pada umpak batu
diperkuat dengan tapakan pada balok di atas permukaan tanah yang keras sesuai dengan
penjelasan sebelumnya. Secara umum, tidak ada tiang kayu yang menyangga Lamban
Tuha yang ditancapkan di dalam tanah. Dengan demikian, konstruksi sistem Kalindang di
atas umpak memberikan fleksibilitas yang tinggi terhadap goyangan dan pergerakan bumi
pada struktur konstruksi bangunan.

Menurut Wiratman, detail konstruksi yang tepat pada bangunan akan memberikan
pengaruh yang sangat baik pada konstruksi bangunan tahan gempa. Lamban Tuha
mempunyai detail konstruksi yang sangat baik, teliti dan sesuai dengan fungsi
konstruksinya. Detail konstruksi diselesaikan secara pen dan lubang, memakai
sambungan dengan takikan atau dengan sistem tumpuan, Pada dasarnya, Lamban Tuha
tidak mengenal hubungan kayu cara skoor.

a. b.
Gambar 2.1. A. Lamban Tuha, B. Susunan & Posisi Kelindang
(Sumber : Data Lapangan.)

Ari Siswanto 2009, mengatakan bahwa pemahaman masyarakat tradisional terhadap


penggunaan pondasi umpak batu di daerah rawan gempa bumi sangat menarik untuk
dipelajari. Mereka secara sadar memisahkan struktur bangunan rumah dengan pondasi
sehingga getaran yang terjadi pada pondasi akibat tanah yang bergoyang hanya
menimbulkan efek yang tidak terlalu besar pada struktur bangunan rumah. Oleh sebab itu,
pemisahan struktur bangunan rumah dengan pondasi menjadi faktor yang sangat penting
dan mendasar. Selanjutnya Ari Siswanto, menyebutkan bahwa denah rumah tradisional
yang cenderung sederhana dan simetris atau relatif seimbang di daerah rawan bencana
gempa bumi menunjukkan bahwa mereka memahami jika bangunan memerlukan
elastisitas atau kelenturan yang dapat mengurangi pengaruh kerusakan akibat getaran
karena gempa bumi. Bangunan yang relatif simetris dan ringan serta dengan teknik jepit
dan tumpu, sangat adaptif menerima gaya tekan dan tarik di daerah rawan gempa bumi.

Reaksi bangunan kayu terhadap gempa fleksibilitas (kekauan dan keliatan) yaitu kekauan
unsur atau sambungannya yang membentuk keliatan; redaman dan stabilitas (friction dan
pegas) yaitu penyerapan getaran untuk melawan gaya inersia; elastisitas dan duktilitas,
yaitu kemampuan bangunan untuk melakukan deformasi plastis tanpa runtuh dan
kehiperstatisan yang dibuat oleh unsur balok yang membentuk sendi plastis
(Wangsadinata, 1975).

a. SISTEM STRUKTUR ARSITEKTUR TRADISIONAL KENALI

1. Struktur Bangunan Rumah Tradisional Kenali


Seperti halnya rumah tradisional di Indonesia, rumah tradisional Kenali juga mempunyai
filosofi kepala, badan dan kaki pada bentuk arsitekturnya. Namun yang membedakannya
adalah kolom atau kaki pada bangunan tradisional Kenali terkesan terpisah dari badan
dan kepala. Berbeda halnya dengan rumah tradisional lainnya, contohnya rumah kayu
Meranjat yang cukup terkenal konstruksinya, dimana kolom berdiri sampai pangkal atap
bangunan atau kolom bangunan langsung mendukung beban atap.

Pondasi rumah tradisional Kenali sama dengan pondasi rumah tradisional yang ada di
Indonesia pada umumnya, yaitu dengan menggunakan umpak batu. Umpak batu tersebut
selain menjadi media perataan beban yang di atasnya, juga sebagai media pemisah antara
material kayu dengan tanah agar tidak cepat terjadi kerusakan material kayu yang
merupakan material utama rumah tradisional Kenali tersebut. Selain itu juga umpak batu
tersebut apabila terjadi gempa dapat meredam dan mengurangi gerakan tanah terhadap
struktrur bangunan di atasnya sehingga bangunan tersebut dapat tetap berdiri.

Rumah Tradisional Kenali Rumah Tradisional Meranjat

Gambar 3.1. Bentuk Dasar Rumah Tradisional Kenali dan Meranjat


(Sumber : Data Lapangan)

Kaki atau kolom yang menjadi tumpangan struktur di atasnya memberikan efek
fleksibelitas pada bangunan secara keseluruhan. Hal ini adaptif sekali tehadap kondisi
daerah rawan gempa. Dan pada bagian struktur atasnya yaitu bagian badan dan kepala
mempunyai struktur yang rigid, dengan menggunakan sambungan purus dan pen pada
tiap-tiap bagian konstruksinya

KOLOM KAYU

UMPAK BATU

Gambar 3.2. Rumah Tradisional Kenali dan Pondasi Umpaknya


(Sumber : Data Lapangan)

a. Konstruksi Rumah Tradisional Kenali

Konstruksi kayu rumah tradisional Kenali terpisah dalam dua bagian besar, yaitu
konstruksi bagian atas yang rigid ditumpangkan ke konstruksi kolom dan balok dengan
sistem rol atau sendi. Balok pengikat antar kolom dan lantai disusun empat lapis dengan 2
lapis pertama penampang balok berbentuk segi delapan dan 2 lapis di atasnya penampang
balok berbentuk segi empat. Dengan susunan demikian rupa dapat disimpulkan bahwa
konstruksi tersebut sebagai antisipasi terhadap gempa yang sering terjadi di daerah
tersebut.

Gambar 3.3. Konstruksi Rumah Panggung Kenali

(Sumber : Data Lapangan)

Dua balok segi delapan yang membujur dan melintang menjadi tumpuan balok lantai yang ada di
atasnya dan ditumpukan terhadap kolom yang ada di bawahnya. Sedangkan balok lantai yang
berpenampang segi empat pada lapisan pertama dipasang membujur dan melintang yang menjadi
satu dengan konstruksi lantainya. Dan balok lantai paling atas terpasang hanya disatu arah dan
menjadi tumpuan terhadap kolom dinding rumah dan dinding itu sendiri. Hal ini menjadikan
sistem konstruksi rumah tersebut saling tumpu, tekan, jepit dan tarik.

b. Sistem Sambungan dan Tumpuan

Dalam kaitan struktur bangunan yang tahan gempa, titik kritis terletak di sambungan
(Siddiq, 2001). Pada bentuk rumah tradisional Kenali sambungan terdapat pada
pertemuan umpak-kolom-balok segi delapan yang bersifat sendi, dan balok lantai-kolom
dinding-balok dinding-atap yang bersifat jepit terbatas. Kombinasi dua sifat sambungan
ini dapat mengatasi gaya gempa, dimana sifat sendi pada umpak sebagai upaya
mengurangi getaran gempa yang sampai ke balok lantai (base isolation) dan sifat jepit
pada balok dinding menjadikan atap berlaku seperti bandul untuk menstabilkan bangunan
ketika menerima gaya gempa (pendulum), serta kedua sambungan tersebut menimbulkan
friksi (friction) sebagai peredam getaran dan merupakan sarana disipasi energi
(Prihatmaji, 2003).

Gambar 3.4. Sistem Sambungan dan Tumpuan

(Sumber : Data Lapangan)


Pada gambar 3.4.(kiri) terlihat bahwa kolom dinding memiliki purus berbentuk tabung
(sambungan tekan) yang menembus dua balok lantai berpenampang segi empat yang
terpasang melintang dan membujur. Kolom dinding tersebut juga menjepit dan tertumpu
pada kedua balok tersebut. Sedangkan kedua balok tersebut saling tarik berdasarkan sifat
pembalokkannya, sehingga terlihat jelas bahwa system tumpu,jepit, tekan dan tarik pada
sistem sambungannya menjadi kesatuan yang rigid namun tetap dapat menimbulkan friksi
antar elemen-elemen konstruksi.

Gambar 3.4. (kanan) memperlihatkan sistem sambungan konstruksi lantai rumah ini yang
saling menjepit dan saling tarik antara balok-balok yang terpasang membujur dengan
balok-balok yang terpasang melintang. Balok-balok lantai tersebut menjadi satu kesatuan
yang rigid yang ditumpangkan atau ditumpukan langsung terhadap balok berpenampang
segi delapan lapis kedua yang langsung diteruskan terhadap kolom utama bangunan.
Namun pada gambar tersebut terlihat terjadi kesalahan rekonstruksi yang seharusnya
balok segi delapan besar tidak ditumpukan pada balok kecil di bawahnya.

Kolom dinding bangunan yang berfungsi


sebagai penekan dan penjepit konstruksi di
bawahnya.

Balok utama lantai yang berfungsi


sebagai balok tarik dengan ornamen yang
berfungsi menarik kolom di atasnya.

Balok antar kolom yang menjadi tumpuan


konstruksi di atasnya dengan sistem sendi/rol.

Paguk pada balok utama berfungsi sebagai


pengunci balok membujur dan melintang yang
menekan dinding kolom.

Hubungan antar kolom kayu utama


dengan umpak batu.

Gambar 3.5. Sistem Tumpu, Jepit, Tekan dan Tarik


Penyelesaian konstruksi tangga cukup menarik terlihat pada konstruksi antara anak tangga
dan badan tangga dengan menggunakan sistem purus dan dikunci dengan menggunakan
pasak kayu. Hal ini memperlihatkan bahwa rumah tradisional Lampung tidak mengenal
sambungan dengan menggunakan paku.

Gambar 3.6.
Konstruksi Tangga (Sumber :
Data Lapangan)

Seluruh penyelesaian sambungan ditiap-tiap konstruksi rumah tradisional Kenali memiliki


teknik dan sistem yang tepat sesuai dengan fungsi, maksud dan tujuan tiap-tiap elemen
konstruksi, bahkan terdapat beberapa makna filosofis yang tersirat pada tiap-tiap elemen
detilnya.

b. KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR TRADISIONAL KENALI

Rumah tradisional yang berada di Liwa merupakan salah satu kearifan peninggalan nenek
moyang daerah tersebut yang sarat dengan makna filosofis dan budaya. Bentuk bangunan,
ornamen dan lay-out bangunan teraplikasi dari kebutuhan nilai kekerabatan yang terjadi
seseuai dengan budaya setempat. Dimensi rumah yang tidak terlalu besar pada rumah
tradisional yang terletak di dataran tinggi atau daerah berbukit menunjukkan bahwa
pengaruh lay-out rumah terhadap perubahan permukaan lahan juga tidak terlalu besar.
Dengan kata lain, lay-out rumah tradisional relatif dapat menyesuaikan diri dengan
karakter atau kondisi tanah setempat. Oleh sebab itu, kegiatan cut and fill akibat
pembangunan rumah tradisional dapat dihindarkan sehingga struktur permukaan tanah
secara alami tidak mengalami perubahan yang berarti.

Rumah di Kenali dan Lamban Tuha di kota Liwa yang merupakan jenis rumah panggung
memiliki adaptasi yang sangat baik dengan kondisi alam setempat yang merupakan
dataran tinggi serta sebagian besar dipengaruhi karena sering terjadinya gempa. Rumah
panggung yang dibangun di dataran tinggi dengan ketinggian lantai berkisar antara 1,5
meter-2 meter. Permukaan lantai yang tinggi tersebut selain dapat menghindarkan
kerusakan atau kerugian karena lapuk serta ancaman dari binatang buas, tapi juga
memiliki filosopis budaya yang mempercayai bahwa bagian bawah bangunan adalah
dunia binatang. Pada tahun 1933 ketika terjadi gempa bumi dahsyat di desa Surabaya
kecamatan Banding Agung yang terletak di tepi danau Ranau, hanya dua rumah dengan
tipe Lamban Tuha yang mampu bertahan tanpa kerusakkan berarti sedang rumah-rumah
lainnya terduduk di samping halamannya. Rumah – rumah lainnya umumnya adalah
rumah panggung dengan pondasi umpak batu. Sebagai catatan, salah satu Lamban Tuha
yang masih bertahan sampai sekarang telah dihuni 13 generasi dan telah berpindah lokasi
sebanyak 3 kali (Ari Siswanto).

Di ujung atap rumah Kenali terdapat Culu Langi (tangga roh) yang terbuat dari bahan
tembaga, dan dibagian loteng atap merupakan tempat untuk menyimpan perabotan dan
benda-benda pusaka. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila ada salah satu
keluarga meninggal dan dibaringkan di lantai tepat di bawah Culu Langi tersebut tidak
akan berbau dan membusuk walaupun dibiarkan selama 5 hari. Hal ini menjadi fenomena
menarik yang dapat diteliti lebih lanjut. Bentuk rumah tradisional Kenali mempunyai
sistem struktur penahan beban lateral yang berbeda dengan rumah tradisional Lampung
lainnya. Perbedaan itu terletak pada struktur penahan gaya lateral melalui pembebanan
pusat bangunan yang berupa konstruksi yang rigid pada struktur tengah dan atas yang
memberi beban pada struktur bawah (umpak dan kolom utama), dengan tujuan agar
bangunan menjadi berat dan stabil bila terkena gaya later
KESIMPULAN

Propinsi Lampung yang terletak di ujung Selatan Pulau Sumatera merupakan suatu
daerah yang banyak sekali mengandung kekhasan lokal. Seperti di daerah-daerah lain di
Indonesia, provinsi Lampung juga mempunyai rumah tradisional khas Lampung yang juga
mengandung banyak kearifan lokal yang ditinggalkan oleh nenek moyang daerah tersebut,
baik nilai-nilai yang sifatnya filosofis hingga bentuk, struktur dan konstruksi rumah
tradisonal yang khas.
Dan seiring perkembangan jaman, arsitektur di lampung dari waktu ke waktu
mengalami perubahan mengikuti kemajuan teknologi dan perubahan lingkungan,
fungsi dari rumah adat lampung pun mulai perlahan berubah. Tapi, sekali tradisi
tetaplah akan menjadi tradisi, masyarakat lampung pun berusaha tetap
mempertahankan kekhasan arsitektur mereka walau dihantam oleh perubahan jaman.
Seperti juga yang dapat kita lihat dari salah satu contoh rumah adat di lampung ,
yaitu rumah kenali .
Pola hidup dan sistem kekerabatan masyarakat tradisional Kenali tercermin
dalam bentuk dan filosofis bangunan yang mereka ciptakan. Seluruh bentuk dan
sistem yang mendukung bentuk bangunan merupakan upaya masyarakat tradisional
Kenali dalam menyelesaikan dan mengeksplorasi potensi alam dan budaya mereka,
dalam arti mereka memiliki filosofi kearifan lokal yang tepat dalam membangun
lingkungan binaan pada saat itu. Struktur bangunan, konstruksi dan sistem
sambungan pada rumah tradisional Kenali juga merupakan kearifan lokal yang dapat
dikembangkan dan mempunyai nilai serta teknologi yang cukup baik sebagai
alternatif penyelesaian konstruksi bangunan dan penanggulangan bencana alam pada
masa ini. Kearifan lokal bentuk, struktur dan konstruksi bangunan tradisional
merupakan kekayaan Indonesia yang dapat terus dikembangkan sebagai kekayaan
khasanah arsitektur Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Kelik Hendro, 2010, Rumah Tradisional Liwa Tahan Gempa, Tugas Mata
Kuliah Arsitektur dan Teknologi, ITB, Bandung

Boen, Teddy, 1983, Manual Bangunan Tahan Gempa (Rumah Tinggal), Yayasan
Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung

Prihatmaji, Yulianto P., Perilaku Rumah Tradisional Jawa “Joglo” Terhadap


Gempa, (Penelitian), Yogyakarta

Rapoport, Amos, 1969, House Form and Culture, Prentice Hall Inc, Engelwood
Cliftts, New Jersey

Siswanto, Ari, 2009, Kearifan Lokal Arsitektur Tradisional Sumatera Selatan Bagi
Pembangunan Lingkungan Binaan (penelitian), Palembang

Wangsadinata, Wiratman, Perencanaan Bangunan Tahan Gempa (Study case :


High Rise Building Wima Nusantara), Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalahan Bangunan, Bandung

http://akademilampung.wordpress.com/2008/01/20/arsitektur-tradisional-lampu

https://muhammadrozadi.wordpress.com/2016/08/10/arsitektur-rumah-tradisional-
lampung-dari-waktu-ke-waktu/

http://ft-sipil.unila.ac.id/ejournals/index.php/jrekayasa/article/download/80/pdf

https://kumparan.com/potongan-nostalgia/arsitektur-tradisional-masyarakat-lampung

Anda mungkin juga menyukai