Anda di halaman 1dari 6

KRITIK ARSITEKTUR

Masjid Said Naum, Jakarta

Masjid Said Naum, Kebon Kacang, Jakarta (foto : AKDN)


Masjid Said Naum dibangun di atas bekas lahan pekuburan, wakaf dari Almarhum Said Naum.
Pembangunan masjid ini atas gagasan dari Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Masjid dengan rancangan
eksentrik ini dirancang oleh Atelier Enam Architects and Planners / Adhi Moersid. Masjid Said Naum
dikelola oleh Pemerintah DKI Jakarta dan Yayasan Saïd Naum selesai dibangun tahun 1977 diatas
lahan seluas 15'000 m².

Said Naum atau Syekh Said Naum adalah seorang Kapitan Arab pertama untuk wilayah Pekojan
dimasa kolonial Belanda berkuasa di Batavia di awal abad ke 19. Beliau juga saudagar muslim kaya
raya dari Palembang yang memiliki armada kapal dagang sendiri. Di tahun 1883 Syekh Said Naum
mendanai perbaikan dan perluasan Masjid Langgar Tinggi Pekojan yang masih berdiri kokoh hingga
kini, dan mewakafkan salah satu lahan tanah miliknya untuk digunakan sebagai lahan pemakaman
umum yang kini berubah menjadi rumah rumah susun dan Masjid Said Naum[i].

Lokasi Masjid Said Naum


Masjid Said Naum
Kebon Kacang 9 No. 25, Kelurahan Kebon Kacang
Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat
DKI Jakarta 10240 - Indonesia

Sejarah Masjid Said Naum

Pembangunan Masjid Said Naum ini disayembarakan oleh pemda DKI pada tahun 1975 untuk
mendapatkan rancangan yang iinginkan. Sayembara itu kemudian dimemenangkan oleh Atelier Enam
Architects and Planners / Adhi Moersid.yang berhasil membuat rancangan yang memapu memenuhi
kriteria utama nya yang harus merepresentasikan karakter arsitektur tradisional dan cocok dengan
lingkungan sekitar dan menggunakan material local. Atas alasan itu pulalah bangunan masjid yang
selesai pembangunannya tahun 1977 ini mendapatkan penghargaan honourable Mentiion dari Aga
Khan Award for Architecture pada tahun 1986[ii].

Lahan yang kini menjadi lahan Masjid Said Naum pada awalnya adalah lahan pemakaman umum
wakaf dari Syekh Said Naum di awal abad ke 19. Gubernur DKI (kala itu) Ali Sadikin berencana
memindahkan pemakaman umum tersebut untuk kemudian membangun komplek rumah susun di
sana, mengingat lokasinya yang sudah tidak sesuai lagi bagi peruntukan pemakaman umum. Rencana
tersebut tak pelak lagi mendapat tentangan dan protes dari masyarakat luas.

M. Haidar Putra Ardi/16660075/Kelas E


Sebagian ulama mengharamkan proses ‘penggusuran makam’ sebagian lagi membolehkan dengan
beberapa persyaratan, termasuk di dalamnya untuk tetap memanfaatkan lahan tersebut bagi
kepentingan kemaslahatan ummat Islam agar amal jariah bagi yang mewakafkan tanah tersebut tetap
mengalir. Ahli waris yang anggota keluarganya dimakamkan di areal ini sempat melayangkan gugatan
ke dua pengadilan negeri Jakarta sekaligus di tahun 1975 namun semua gugatan tersebut kandas dan
proses pembongkaran makam tetap dijalankan dibawah kawalan pasukan polisi dan tentara [iii]

Setelah musyawarah panjang antara pemerintah DKI Jakarta dengan para tokoh masyarakat dan alim
ulama disepakati bahwa di lahan bekas pekaman umum tersebut juga akan dibangun sarana ibadah
berupa Masjid dan madrasah yang pembangunan serta pengelolaannya berada di bawah kendali para
tokoh masyarakat dan ulama bersama pemerintah DKI Jakarta. Selain itu untuk menjamin bahwa
masjid dan madrasah tersebut berkekuatan hukum tetap dan tidak akan diambil alih pemerintah di
kemudian hari maka dibentuk Yayasan Wakaf Said Naum yang akan mengelola masjid dan seluruh
fasilitasnya. Kontroversi dan protes masyarakat-pun berahir.

Masjid Said Naum diresmikan penggunaannya oleh Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud pada
tahun 1975. Proses pembangunan masjid Said Naum dibiayai oleh Pemprov DKI Jakarta dan sebagai
konsekwensinya Pemprov berhak membangun rumah susun di sebagian tanah wakaf tersebut. Masjid
Said Naum juga dilengkapi dengan bangunan sekolah mulai dari Taman Kanak Kanak, Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).Selain itu Meskipun
begitu pemprov DKI tidak memberikan dana operasional bagi penyelenggaraan Masjid Said Naum.
Sejak diresmikan penggunaannya hingga saat ini biaya pengelolaan masjid di dapatkan dari jemaah
masjid dan dari pengelolaan parkir dari lahannya yang cukup luas.

arsitektural indonesia asli dengan atap limas bersusun di olah -


sedemikian rupa oleh perancang masjid dengan memutar atap
puncak masjid menghadirkan bentuk baru tanpa menghilangkan
bentuk tradisionalnya (foto : AKDN)
Arsitektural Masjid Said Naum

Rancangan Masjid Said Naum ini dapat disebut sebagai suatu rancangan yang sangat berhasil dalam
upaya menghadirkan kosa bentuk masjid tradisional Jawa ke dalam ungkapan ungkapan modern
Masjid yang dirancang arsitek Adhi Moersid dan tim ini jelas memperlihatkan usaha serius
mengakomodasi dua kepentingan berbeda yaitu merepresentasikan karakter arsitektur
lokal/tradisional dengan pendekatan modern [iv][v].

Menurut catatan tertulis dari sang arsitek, pada waktu menggarap rancangan ini sebenarnya tidak ada
pretensi mengupas kemudian merumuskan bagaimana tradisi dan unsur arsitektur tradisional dapat
dimasukkan kedalam rancanngan dengan mengikuti aturan atau teori tertentu. Namun yang dicoba
dilakukan adalah mencarikan landasan untuk memberikan makna pada ungkapan arsitekturnya baik
yang terasa maupun yang tidak terasa.

M. Haidar Putra Ardi/16660075/Kelas E


bentuk baru dari atap masjid tradisional Indonesia pada masjid
Said Naum, bentuk baru dari stock lama (foto : AKDN)
Salah satu landasan perancangan adalah keyakinan bahwa islam merupakan ajaran atau ideology
yang kemanapun ia datang tidak secara langsung membawa atau memberikan bentuk budaya berupa
fisik. Dimana pun islam datang ia siap memakai berbagai bentuk local/tradisional untuk dijadikan
identitas fisiknya. Dari sini kita menemukan banyak bangunan bangunan tradisional yyang dengan
mudah dapat berubah fungsinya menjadi masjid diberbagai masyarakat yang telah memeluk agama
Islam.

Arsitektur islam dapat juga dinyatakan sebagai manifestasi fisik dari adaptasi yang harmonis antara
ajaran Islam dengan bentuk bentuk local. Oleh karena itu arsitektur islam bisa amat kaya akan ragam
dan jenisnya sebagaimana yang diungkapkan arsitek muslim turki Dogan Kuban bahwa tidak ada
homogenitas dan kesatuan dalam bentuk dari apa yang disebut arsitektur Islam. Konsep inilah yang
dipakai sanga arsitek sebagai focus sentral dalam mendisain masjid bernuansa modern diatas tanah
wakaf warga keturunan mesir bernama Said Naum.

Dari segi bentuk, gubahan pertama yang menarik perhatian


adalah design atap masjid. Karena arsitektur atap
merupakan salah satu cirri menonjol dalam arsitektur
tradisional di Indonesia/Jawa, dapatlah dimengerti jika
design ini mencoba mengambil kembali karakteristik atap
masjid tradisional namun direvitalisasi.

Penampilan masjid di dominasi atap yang mencoba


menggubah kembali atap tumpang atau meru tradisional
yang sering ditampilkan dalam bangunan sacral di Jawa atau
Bali ke dalam perwujudan baru (sumber : masjid 2000org/N
Luthfi). Berbeda pada bangunan tradisional, bagian atas
diputas 90 derajad dari bentuk massa bangunan masjidnya
hal ini jelas memperlihatkan uusaha menarik dalam
menampilkan gagasan baru untuk merevitalisasi bentuk atap
local/tradisional tersebut. Bentuk seperti itu tampaknya
berkembang lebih lanjut kemudian hari pada bangunan
masjid masjid modern ainnya di Indonesia seperti Masjid
Al-Markaz Al-Islami di Makasar dan masjid Pusdai (Islamic
Center) di Bandung.
sinar matahari menerobos masuk
bentuk atap tersebut sebenarnya juga memperlihatkan
dari celah antara atap puncak
dengan atap di bawahnya (AKDN) kesamaan profil dengan tipe atap tumpang dengan saka guru
ditengah ruang sholat untuk menyangga atap kedua maupun
ketiganya. Namun empat saka guru tersebut di dalam rancangan ini dihilangkan agar di dapat
pandangan secara jelas kea rah mihrab dan tersedia ruang tempat shalat dengan bebas.

M. Haidar Putra Ardi/16660075/Kelas E


Konsekwensi penghilangan kolom kolom saka guru di
tengah tengan ruangan tersebut adalah diperlukannya
struktur bentang cukup lebar. Tampaknya pilihan struktur
rangka baja telah dipakai untuk menggantikan struktur kayu
yang biasa pada masjid tradisional. Namun yang sangat
menarik disini adalah dikembangkannya kembali konsep
system atap lama pada struktur atap yang rigid sebagai self
bearing structure untuk menutup ruang dengan bentang
lebar. Design ini dengan jelas memeragakan pemanfaatan
teknologi yang di adaptasikan dengan tradisi lokal.

Pencahayaan alami yang masuk ke ruang sholat memberi


suasana nyama bagi setiap pengguna. Sementara pada
bagian atas terlihat balok struktur rangka atap yang menjadi
self bearing structure dari system atap tradisional yang si
ekspose.

Yang juga terlihat sangat menonjol dalam rancangan masjid


yang berdenah segi empat simetris ini adalah kenyamanan
ruang ruangnya, yang terjadi sebab adanya bukaan di
ketiadaan 4 sokoguru di tengah semua sisi dindingnya sehingga tercapai penghawaan silang
masjid sebagai penyanggah atap dengan baik. Disetiap sisi dinding masjid terdapat lima
menghadirkan ruang yang lebih
lega di dalam masjid (AKDN) jendela kayu lengkung yang lebar dengan beberapa
diantaranya dipakai sebagai pintu. Uniknya bukaan bukaan
ini tidak menggunaan daun jendela/pintu tetapi deretan kayu berukir/berulir berjarak tertentu
dengan arah vertical yang mengisi luas jendela tersebut. model jendela seperti ini mengingatkan
kepada rumah rumah tradisional betawi maupun masjid masjid lama di ajakarta yang dibangun sejak
abad ke 18.
Bukaan tanpa daun jendela pada setiap sisi bangunan seperti
ini menjadikan angin bebas bertiup ke dalam bangunan
sehingga tercapai penghawaan silang. Nampaknya ini
merupakan salah satu kunci kenyamanaan karena
mengadaptasi kondisi iklim lokal (sumber
masjid2000/N.luthfi).

Penggunaan sirkulasi yang mudah dan jelas juga memberi


kenyamaan tersendiri dari bangunan berkarakter public ini.
selain itu penggunaan bentuk atap juga sangat cocok untuk
bangunan yang memiliki curah hujan tinggi bajkan adanya
selasar yang lebar pada semua sisi yang dapat melindungi
ruang dalam / interior dari hujan dan silai akibat panas
matahari luar semakin menambah kenyamanan ruang ruang
masjid.

Pencahayaan alami yang dramatis dan sayup sayup lembut


yang memasuki ruangan sholat baik dari samping maupun
dari lubang cahaya dari pertemuan bidang miring atap yang
diputar dengan atap dibawahnya sangatlah mendukund
suasana kekhusu’an sementara lampu di tengah langit langit
Bukaan tanpa daun jendela pada atap sangat serasi dengan geometri yang memberikan cahaya
setiap sisi bangunan seperti ini
menjadikan angin bebas bertiup iluminasi bagaimanapun efek pencahayaan ini memberikan
ke dalam masjid (kompas4/11/01) kenyamanan sangat bagi setiap pengguna ketika berada di
dalam masjid.

Area luar bangunanan dirancang dengan berbagai leveldengan tanaman berbeda pada masing masing
tempat. Pepohonan disekeliling batas dan sebagai pengisi antar baris paving lantai menyediakan
baangan dan atmosfir yang relative sejuk yang mengalir secara silang kedalam bangunan.tata letak

M. Haidar Putra Ardi/16660075/Kelas E


bangunan dan penataan lanskap tersebut jelas hendak menjadikan area yang tenang, sejuk dan damai
bagai oase ditengah hiruk pikuk area urban kota Jakarta. Ini menunjukkan desain bangunan yang
sangat adaptif dengan iklim local.

Masjid Said Naum di rindangnya pepohonan di lahan parkirnya


(foto : AKDN)
Dengan demikian baik penampilan masjid dalam ruang dan bentuk tata letak dan penataan lanskap
tampaknya sangat mendekati ideal. Kehadirannya begitu nyaman bagi kegiatan ritual ibadah seperti
sholat, I’tikaf (berdiam diri dalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah) perenungan hingga
muhasabah (mengevaluasi diri).

Ini semua tidak lepas dari kuatnya ungkapan ungkpan karakter local atau lokalitas dalam rancangan
masjid baik secara keseluruhan maupun detail detailnya. Ungkapan lokalitas memang banyak di olah
dan menjadi cirri penting dalam rancangan masjid modern ini. bahkan materialnya menunjukkan
material lokal kecuali bahan bahan baja untuk struktur atap. ini yang tampaknya patut menjadi
contoh dan perlu dikembangkan perancang/arsitek untuk bangunan masjid khususnya dan bangunan
lain pada umumnya di negeri kita tercinta, Indonesia.

Foto Foto Masjid Said Naum

platform masjid Said Naum ditinggikan dari permukaan tanah


disekitranya (foto : AKDN)

M. Haidar Putra Ardi/16660075/Kelas E


nyaris tak ada pembeda antara bukaan daun pintu dengan
jendela masjid yang dirancang saling menyerupai (foto : AKDN)

sejuk dan tenang ditengah hiruk pikuk Jakarta yang panas dan
bising (foto : AKDN)

Referensi

[i] Bujangmasjid.blogspot.com – masjid langgar tinggi pekojan jakarta


[ii] Akdn.org – said naum mosque
[iii] Majalah.tempointeraktif.com - setelah mesin menggiling makam
[iv] Bambang Setia Budi, Masjid Said Naum Ungkapan Lokalitas dalam Masjid Modern, harian Kompas
4 November 2011
[v] bambangsb.blogspot.com - masjid-said-naum-ungkapan-lokalitas

Sumber: https://bujangmasjid.blogspot.com/2012/04/masjid-said-naum.html

M. Haidar Putra Ardi/16660075/Kelas E

Anda mungkin juga menyukai