Anda di halaman 1dari 27

Nama : Muhammad Faris Madani

NPM : 17051010060
Mata Kuliah : Perancangan Tematik

Tugas-01b : Preseden Arsitektur Simbolik

1. Perpustakaan dan Museum Bung Karno, Blitar


1.1. Lokasi
Perpustakaan Bung Karno terletak di Jl. Kalasan 1 Blitar, Desa
Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. Perpustakaan
ini dibangun pada lahan hibah di dekat Makam Bung Karno yang luasnya
sekitar4.029 m2. Lahan hibah ini adalah pemberian dari seorang dermawan,
yaitu Bapak Pamoe Rahardjo yang juga Ketua Yayasan PETA. Untuk
membuat lahan hibah perpustakaan itu berintegrasi dengan Makam Bung
Karno, maka pemukiman warga di sekitar makam dipindahkan. Total luas
lahan perpustakaan Bung Karno adalah sekitar 1,5 hektare.

Gambar 1.1. Letak perpustakaan Bung Karno.


Sumber: https://petatempatwisata.com/belajar-sejarah-di-
perpustakaan-dan-museum-proklamator-bung-karno-blitar/
1.2. Konsep dan Fungsi
Perpustakaan Bung Karno ini adalah sebuah konfigurasi ruang dan
bangunan modern yang monumental dengan ide perancangannya adalah analogi
Candi Punden, khususnya Candi Penataran. Analogi ini dilakukan dengan
pendekatan transformasi bentuk candi dengan fungsi-fungsi ruang baru yang telah
direncanakan pada Perpustakaan Bung Karno. Analogi candi dipilih karena ada
beberapa pertimbangan, yaitu:
 Candi pada jaman dahulu didirikan dengan tujuan untuk menghormati dan
memuliakan bangsawan yang telah wafat.
 Tipe Candi Punden atau Candi Penataran dipilih karena konteks kedekatan
makam dengan candi tersebut, juga dikarenakan Candi Penataran merupakan
unsur lokal yang sangat identik dengan kota Blitar.

Gambar 1.2. Sketsa Konsep Perpustakaan Bung Karno.


Sumber: http://www.astudioarchitect.com/2012/02/candi-
penataran-blitar.html

Analogi candi memiliki beberapa prinsip yang ditransformasikan ke dalam


perancangan bangunan perpustakaan. Prinsip-prinsip itu antara lain:
 Pola ruang yang simetris dan memusat.
 Sumbu-sumbu utama bangunan saling tegak lurus.
 Bangunan Tiga lantai yang berundak-undak.

Gambar 1.3. Sketsa Konsep Candi Penataran.


Sumber: http://www.astudioarchitect.com/2012/02/candi-
penataran-blitar.html
Perpustakaan Bung Karno terdiri atas empat gedung bertingkat yang
berjajar dua secara berhadap-hadapan, dipisahkan oleh selasar. Gedung
Perpustakaan Proklamator ini terdiri atas beberapa bagian, koleksi khusus berada
di Gedung A lantai 1 timur, menyimpan koleksi otobiografi Bung Karno, buku-
buku karya Bung Karno, serta buku-buku tentang Bung Karno. Masih di gedung
yang sama, terdapat juga kamus, ensiklopedi, indeks, peta, dan lain-lain. Gedung
A lantai 1 barat digunakan untuk tempat koleksi foto, lukisan, dan peninggalan
Bung Karno. Lantai 2 untuk mengoleksi buku-buku yang berkaitan dengan karya
umum, filsafat, agama, ilmu sosial, bahasa, ilmu murni, ilmu terapan/teknologi,
kesenian/olahraga, kesusasteraan, sejarah, dan geografi.
Dari tampak atas, gedung utama perpustakaan ini terdiri dari 4 form
bentukan candi yang ditata simetris. Namun, pada perjalanan perancangannya 1
sisi form-nya dimodifikasi agar form-nya sesuai dengan gedung lain yaitu gedung
C. Pada peletakannya, form-form tersebut ditata sedemikian rupa sesuai dengan
site perancangan, baru setelah itu menjadi sebuah kesatuan desain yang bagus.
Form-form tersebut jika dilihat dari sudut pandang manusia hanya terlihat form
geometris kotak-kotak saja, mengingat fungsi utama bangunan ini adalah
perpustakaan dan galeri. Selain form geometris kotak, juga terdapat form silinder
berupa pilar-pilar yang ditata sedemikian rupa dari ruang selasar luar dan
menembus ruang selasar dalam. Fungsi pilar ini adalah sebagai transisi dan
penunjuk arah jalan. Pada area selasar luar selain ada pilar-pilar yang tertata rapi,
juga terdapat ruang perpustakaan non pustaka (gedung B), juga terdapat kolam
pemisah sisi kiri dan kanan serta ada sebuah relief tentang sejarah perjalanan
hidup Bung Karno. Pada sisi-sisi bangunan A/ bangunan utama perpustakaan,
terdapat beberapa tangga yang berfungsi sebagai jalan naik ke lantai 2 ruang luar
perpustakaan. Namun pada kegiatan sehari-hari, tangga-tangga tersebut ditutup
sehingga tidak memungkinkan bagi pengunjung untuk naik ke atas.

1.3. Sistem Bangunan

Tabel 1.1. Elemen Pembentuk Ruang Pada Perpustakaan Bung Karno Gedung A.
Sumber : https://dewey.petra.ac.id/repository/jiunkpe/jiunkpe/s1/desi/2010/
No. Elemen Ruang Detail keterangan
1. Lantai:
a. Lantai pabble wash a. Lantai pabble wash
digunakan pada area
transisi/ selasar dan
teras gedung A timur
dan barat.

b. Lantai keramik 30x30 b. Lantai keramik 30x30,


warna abu-abu muda,
tua dan hitam
digunakan pada
hampir seluruh
ruangan perpustakaan
di gedung A timur
lantai 1 dan lantai 2.
c. Lantai kayu, 20x20 c. Lantai kayu digunakan
pada area galeri/
museum Bung Karno
di gedung A barat
lantai 1.

No. Elemen Ruang Detail keterangan


2. Dinding dan kolom: a. Digunakan pada
a. Dinding batu Candi Padhalarang sebagain besar
dinding luar bangunan
& transisi. Pada
bagian dalam gedung
digunakan pada
dinding diagonal pada
tangga dan dinding
diagonal galeri di
gedung A barat lantai
1.
b. Dinding bata plester, finishing cat abu- b. Digunakan pada
abu dan putih hampir semua dinding
gedung, teknisnya
digunakan pada ¼
dinding bagian atas,
sedangkan pada
bagian ¾ adalah
material gypsum
dengan frame kayu.
Finishingnya cat putih
dan abu-abu.
c. Dinding kayu c. Digunakan sebagai
frame dari material
dinding gypsum.
Penggunaan frame
kayu ini hampir
digunakan pada semua
ruangan baik galeri/
museum dan
perpustakaan.

d. Dinding gipsum dan keramik d. Dinding gypsum ini


digunakan pada
hampir sebagian besar
ruangan perpustakaan
atau museum baik
lantai 1 dan 2.
Keramik 30x30 ini
digunakan sebagai
dinding bawah pada
ruang galeri untuk
mengimbangi material
kayu frame pada
dinding.

No. Elemen Ruang Detail keterangan


g. Kolom g. Kolom bermaterial
beton plester yang
difinishing cat, juga
ada yang dilapis
dengan kayu lapis.

3. Jendela/ bukaan: a. Jendela/ bukaan


a. Kaca transparant kaca ini
digunakan sebagai
pembatas fisik dan
visual pemisah pada
area luar selasar
dengan ruang dalam.
4. Plafon/ langit-langit:
a. Gipsum a. Plafon yang digunakan
pada perpustakaan ini
adalah material
gypsum, pada teras
dan galeri
menggunakan gypsum
dengan finishing cat
putih, sedangkan pada
Skala tinggi plafon: gedung timur lantai 1
 Ruang selasar: ± 9,4 meter menggunakan gypsum
 Area teras: ± 3,5 meter khusus akustik dan
 Ruang dalam lantai 1: ± 3 meter pada lantai 2
 Ruang dalam lantai 2: ± 4 meter menggunakan gypsum
dengan finishing
tekstur dan cat abu-
abu muda.

5. Pintu: a. Material kaca ini sebagai


a. Pintu kaca material pintu pada semua
ruangan di perpustakaan
ini kecuali pintu
ruang service/ toilet.

Cahaya:
a. Alami: a. Pencahayaan alami
pada ruangan ini
berasal dari cahaya
matahari yang masuk
secara tidak langsung
dari ruang selasar
dalam sehingga
cahaya masuk tidak
secara langsung.
b. Buatan/ lampu b. Pencahayaan buatan
 Pencahayaan umum pada ruangan ini
berasal dari:
 Pencahayaan umum
 Pencahayaan lokal
 Pencahayaan aksen

 Pencahayaan lokal
 Pencahayaan aksen

1.4. Bentuk dan Estetika


Tabel 1.2. Elemen Pembentuk Estetika Pada Perpustakaan Bung Karno Gedung A.
Sumber : https://dewey.petra.ac.id/repository/jiunkpe/jiunkpe/s1/desi/2010/

No. Unsur Ruang Detail keterangan


1. Bentuk/ form: Geometris a. Pada perpustakaan ini
a. Bentuk massa dan bentuk Void menggunakan
bentukan massa dan
void. Bentukan void/
kosong bisa dilihat
seperti gambar pada
table yaitu bukaan
kotak di lantai 3
gedung A, bukaan ini
berfungsi sebagai
bukaan cahaya dan
angin. Tepat di bawah
void ini adalah
patung Bung Karno.
b. Bentuk kotak dan persegi panjang b. Bentuk geometris
persegi dan persegi
panjang mendominasi
pada perancangan
perpustakaan ini.
Bentuk geometris ini
juga mendukung gaya
modern yang
mengutamakan
fungsional.

c. Lingkaran-silinder c. Bentuk lingkaran


yang menjadi bentuk
3 dimensi berupa
silinder ini berupa
pilar-pilar yang
berfungsi
mengarahkan
pengunjung atau
masyarakat dari
perpustakaan ke arah
makam Bung Karno.
2. Susunan sirkulasi: Secara makro/
a. Terpusat (lantai 1) arsitektur, gedung A
perpustakaan Bung
Karno ini mempunyai
organisasi ruang
terpusat, dengan
pusatnya ada di
selasar dengan patung
Bung Karno.
Dikatakan terpusat
karena secara ruang
makro, pengunjung
akan kemanapun
selalu akan melalui
ruang selasar yang
tepat berada di
tengah-tengah gedung
A

b. Linier Lantai 2: Pada gedung A lantai 2,


organisasi
ruangnya adalah
organisasi ruang linear,
karena ruang- ruang kecil
berupa rak display yang
tercipta didesain
berulang-ulang dan
berjajar (seperti pada
gambar kiri, yaitu ruang
di lantai 1).

3. Warna: Penggunaan warna pada


a. Abu-abu tua/ gelap dan muda/ terang perpustakaan adalah
dominan dengan
warna netral seperti
putih dan warna
alami dari material
seperti batu dan kayu
yang sudah
dipaparkan
sebelumnya
b. Putih

c. Coklat
d. Hitam

e. Merah

1.5. Proporsi, Skala dan Keseimbangan


Proporsi pada gedung A tampak balance dengan penataan perabot yang
berukuran standart normal. Pada lantai 1 tampak ada proporsi yang sesuai antara
bentuk dan perabot yang ada di perpustakaan ini, sedangkan pada lantai 2 proporsi
perabot ada variasi berupa pilar-pilar kolom yang tampak kurus dan tinggi. Namun
jika dilihat dari ukuran ruangnya memang bisa dilihat bahwa perabot yang ada
tampak lebih kecil sehingga tampak tidak proporsi, tetapi jika perbandingan antar
perabot dan bentuk pada elemen interior maka terlihat proporsi.
Gambar 1.4. Layout yang menunjukkan kesesuaian pada proporsi perabot
dan elemen yang ada.
Sedangkan skala pada perancangan ini juga ada beberapa macam. Di lantai 1
kita akan merasakan skala normal dengan ketinggian plafon ± 3,5 meter di area luar
(teras), dan plafon ketinggian ± 3 meter di area dalam lantai 1 (perpustakaan dan
galeri). Pada lantai 2 ketinggian plafon lebih tinggi dari lantai 1 yaitu ± 4 meter.
Secara keseluruhan, bangunan ini memiliki skala yang tidak normal, bangunan
terasa megah dengan ketinggian plafon total mencapai ± 9,4 meter.

Gambar 1.5. Sketsa potongan selasar dengan tinggi ± 9.40 meter,yang menunjukkan
ruang dengan skala yang monumental

Gambar 1.6. Tampak Perbedaan Skala pada Lantai 1 (± 3 meter) dan


Skala pada Lantai 2 (± 4 meter).

Pada gedung A, tampak kesimbangan asimetris pada layout ruangnya dan


pada masing-masing ruang dalamnya.
Gambar 1.7. Layout dan pembagian ruang yang menunjukkan
keseimbangan asimetris

2. Istana Budaya, Kuala Lumpur

Istana Budaya adalah Teater Nasional Malaysia. Juga dikenal sebagai Istana
Kebudayaan, menara ini menjulang di atas Galeri Seni Nasional di Jalan Tun Razak.
Dibangun pada tahun 1999, ini adalah tempat utama negara untuk pertunjukan musik,
tari dan drama lokal dan internasional, termasuk operet, konser klasik dan banyak lagi.
Teater pertama di Asia dengan peralatan panggung tercanggih, Istana Budaya dinilai
sebagai salah satu dari 10 teater tercanggih di dunia, setara dengan Royal Albert Hall di
London. Kompleks RM210 juta tersebar di 54.400m persegi dan secara resmi dibuka
oleh mantan Perdana Menteri Tun Dr. Mahatir Mohamad.
Gambar 2.1.Istana Budaya Kuala Lumpur.
Sumber: http://www.istanabudaya.gov.my/
2.1. Lokasi

Istana Budaya terletak di Jalan Tun Razak, sebuah jalan protokol di pusat
jantung kota Kuala Lumpur. Hal ini menjadikan Istana Budaya sangat mudah
diakses, baik dengan sarana transportasi umum maupun kendaraan pribadi.

Gambar 2.2. Lokasi Istana Budaya Kuala Lumpur.


Sumber: Stacyangle.com

2.2. Konsep dan Fungsi


Desain unik dari pusat budaya ini, Istana Budaya, didasarkan pada aspek-
aspek tertentu dari budaya Malaysia. Dengan konsep tradisional berpadu modern,
dan semangat dalam membawa bangunan ke Gambar menjadi landmark budaya ras
melayu. Dilihat dari atas, rumitnya bentuk potongan dan penempatan perangkat
layang-layang bulan tradisional, "Wau Bulan Kelantan", layang-layang tradisional
wilayah Kelantan, namun juga mengingatkan pada re-cut.

Arsitek Malaysia, Muhammad Kamar Ya'akub juga menyempurnakan


konsep tersebut dengan mengembangkan tradisi melayu. Pada bangunan utama
misalnya, bangunan merupakan susunan atap pohon sirih ukir tangan tradisional
"sirih junjung" yang digunakan dalam upacara pernikahan dan penyambutan
Malaysia sebagai kata pembuka dan upacara untuk mempererat hubungan antara
pengunjung dan resepsionis, sejalan dengan fungsi bangunan yang selalu menyambut
pengunjung dengan berbagai pertunjukan seni unggulan. Hal ini diterapkan pada
atap bangunan dan juga desain logo utama Istana Budaya.

Menurut sang arsitek setiap bagian bangunan didesain berdasarkan aspek


budaya melayu, artinya bangunan tersebut mengikuti ciri-ciri rumah melayu atau
dikenal dengan istilah Rumah Melayu Tradisional. Seperti penataan ruang dan
tangga besar tangga melaka' terinspirasi dari rumah kampung Melaka.
Gambar 2.3. Konsep Istana Budaya Kuala Lumpur.
Sumber: Wikiarquitectura

2.3. Struktur Istana Budaya


Dirancang oleh arsitek lokal, Muhammad Kamar Ya'akub, Istana Budaya
adalah salah satu bangunan paling mencolok di Kuala Lumpur karena atap ubinnya
yang berwarna biru kehijauan – 'lipatannya' mengingatkan pada salah satu karya
origami raksasa. Seperti di rumah tradisional Melayu, teater dibagi menjadi tiga area:
'serambi' (lobi dan serambi), 'rumah ibu' (auditorium) dan 'rumah dapur' (panggung
atau aula latihan).
Gambar 2.4. Area Istana Budaya Kuala Lumpur.
Sumber: Wikiarquitectura

Bangunan utama berbentuk 'sireh junjung' – pengaturan daun sirih tradisional


yang digunakan selama pernikahan Melayu dan upacara penyambutan – dengan
serambi mengklaim tempat itu sebagai aspek teater yang dirancang paling rumit.
Selain itu, ruang teater utama (Panggung Sari) yang dapat menampung hingga 1.412
orang adalah gedung opera klasik dengan twist – kotak kerajaannya terbuka seperti
jendela tradisional bergaya Melayu.

Tabel 2.1. Elemen Pembentuk Ruang dan Struktur Pada Istana Budaya
Sumber : Wikiarquitectura
No. Elemen Ruang Detail keterangan
1. Tangga masuk:
Tanngga yang bertujuan
sebagai jalur masuk
menuju gedung Istana
Budaya mencerminkan
tangga pada rumah
tradisional Malaysia,
rumah tradisional
Melaka. Tangga yang
melebar pada bagian
depan menyambut
pengunjung dan
berkesan megah.

Dinding: Penggunaan dinding


menyesuaikan dengan
fungsi masing masing
ruang seperti pada
lobby yang
menggunakan penutup
kaca transparan dan
bagian dalam bangunan
menggunakan dinding
bata plester.

Hall: Auditorium/ hall dirancang


untuk mencerminkan
istana kerajaan pada
zaman sejarah.

Jendela: Bentuk jendela yang besar


dan luas merupakan pengaruh
Arsitektur vernakular
Malaysia.
Atapnya membuat
bangunan ini menjadi salah
satu struktur yang paling
mencolok di Kuala
Lumpur karena atap
genteng pirus yang unik
dan menjulang megah di
atas puncak pohon baik
dari segala arah. Desain
dan atap Istana Budaya
responsif terhadap iklim
terhadap iklim tropis
Malaysia karena
memberikan kontrol total
pada dua faktor iklim
utama yaitu matahari dan
hujan. Sama seperti atap
rumah Melayu vernakular,
atapnya yang miring,
curam dan memiliki
ambang lebar untuk
melindungi dari radiasi
matahari langsung dan
mengontrol silau dari
langit terbuka.

Plafon terbentuk dari


bentuk atap yang
menyerupai lipatan
daun. Dengan bentuk
ini plafond dapat
menyerap suara
dengan baik.

Pada auditorium plafond


menggunakan
fiberglass gypsum
bertulang yang
berfungsi sebagai
memperlambat gema
suara.
Struktur kolom
menggunakan
struktur beton
bertulang dengan
mayoritas dimensi
kolom berbentuk
silinder/tabung.

Lantai : Struktur lantai


menggunakan plat
beton dengan
penutup yang
beragam tergantung
dengan fungsi ruang.
Salah satu penutup
lantai adalah marmer
putih Langkawi pada
lobby dan karpet pada
auditorium .

Pengkabelan listrik dari


saluran melewati suspensi
Ada saluran servis yang
berjalan vertikal melalui
langit-langit dan di bawah
lantai gantung dan melalui
lantai di koridor sisi utara
dan selatan. dinding ke
ruang atau area yang
dirancang. Saluran Istana
Budaya digunakan untuk
membawa layanan ini
memiliki ruang kontrol
daya sendiri di sebelah
gedung. kabel listrik ke
seluruh lantai dan
bangunan. Bersama
dengan saluran ada Semua
sambungan listrik berasal
dari papan distribusi di
setiap tingkat serta Ada
ruang Trafo di tingkat
dasar di ujung timur
saluran Listrik khusus di
dekat area panggung
sebagai bangunan. Ada
akses terpisah ke ruangan
serta area panggung utama
akan membutuhkan
kemudahan dari luar.
Trafo menyediakan akses
daya ke sambungan listrik.
ke gedung.
Sistem Penghawaan: Dengan mempelajari
denah lantai, maka
Istana Budaya
memiliki dua sistem
HVAC yang
ditempatkan yaitu
sistem Ventilasi Asap
dan sistem AC.
Sistem ventilasi asap
terletak di tingkat atas
di menara terbang
gedung. Beberapa
pintu ventilasi asap
dipasang di tepi garis
atap untuk
memungkinkan asap
keluar dari ruang
tertutup saat
kebakaran terjadi
Sistem pendingin
udara di Istana
Budaya memiliki dua
sistem saluran
terpisah yaitu Air
Handling Unit
(AHU). AHU
pertama terletak di
sisi timur basement
gedung. Sedangkan
AHU kedua terletak
di sisi barat gedung
dengan ketinggian •
14 meter. Saluran
AC Vertikal
terhubung ke setiap
AHU di sepanjang
bangunan. Saluran
dipasang di berbagai
tempat di gedung
yang memungkinkan
aliran udara dingin ke
dalam ruang.
Sistem Drainase:
Saluran drainase di
Istana Budaya
terbuka dari saluran
melalui langit-langit
yang lebih rendah
dan, di bawah lantai
yang lebih rendah dan
melalui dinding ke
ruang dan permukaan
yang diinginkan.
Pipa knalpot berasal
dari toilet dan terbuka
ke plafon gantung
dan di bawah papan.
Istana Budaya
meliputi jaringan
pipa saluran
pembuangan bawah
tanah, stasiun pompa,
instalasi pengolahan
limbah dan instalasi
pengolahan lumpur.
Ini membantu
mengangkut sampah
atau sampah dari
rumah.
Sistem Pemadam kebakaran: Sistem pemadam
kebakaran
menggunakan fire
hydrant system
dengan jenis wet riser
yang dapat
memompa sampai
lantai 3 bangunan.
Dan juga terdapat lift
pemadam kebakaran
dan tangga
kebakaran.

2.4. Bentuk dan Estetika


Istana Negara sangat luas dan mewah, dengan banyak marmer putih dan pintu
yang terbuat dari kayu tropis berkualitas tinggi dengan ukiran bunga dan desain
daun. Aula masuk memiliki karpet yang rimbun, dengan lobi yang menonjolkan
bunga cempaka dan pohon beringin. Pintu masuk ke teater dikatakan tiruan
dari istana tradisional Melayu – terlihat Balairong Seri di Istana Negara (Istana
Nasional).
Tabel 2.2. Elemen Pembentuk Ruang dan Estetika Pada Istana Budaya
Sumber : Wikiarquitectura

No. Elemen Bentuk dan Estetika Detail keterangan


1. Hierarki: Kepadatan arus orang di
Istana Budaya berbeda-
beda di setiap bagian
bangunan. a) Lobi adalah
satu-satunya ruang publik
yang terbuka untuk semua
pengunjung dan memiliki
arus orang tertinggi.
b) Auditorium adalah area
pribadi yang tertutup untuk
pengunjung pada siang
hari, tetapi ketika ada
pertunjukan dibuka untuk
umum. Akibatnya,
pergerakan orang berbeda.
c.) Akhirnya, panggung
dan aula latihan memiliki
paling sedikit jumlah orang
yang mengalir. Area ini
hanya dapat digunakan
oleh mereka yang
berwenang.

Sirkulasi : Tipologi yang


digunakan adalah
Linear karena bentuk
bangunan yang
memanjang dengan
alur sesuai hierarki
bangunan.

Pengulangan: Bentuk atap


bangunan Istana
Budaya menyerupai
Sirih Junjung sebagai
simbol tradisi
pernikahan Malaysia.
Bentuk atap
merupakan gabungan
atap pelana yang
diulang.
Keseimbangan: Jika ditarik garis imajiner
pada bagian tengah
bangunan Istana
Budaya ini
membentuk simetri
yang seimbang dari
tampak depan
bangunan maupun
tampak atas. Tampak
atas bangunan ini
sendiri terinspirasi
dari Wau Bulan,
laayang layang
tradisional Malaysia.

Ornamentasi: Ornamentasi yang


digunakan pada
bangunan diletakkan
pada beberpa sudut
seperti pda diding,
plafond, dan lis atap
yang diberi ukiran
bunga cempaka
seperti pada
bangunan rumah
tradisional malaysia.
Gambar 2.5.Denah dan Potonngan Istana Budaya Kuala Lumpur.
Sumber: http://www.istanabudaya.gov.my/

Pertunjukan di Istana Budaya


Penampil yang sering di Istana Negara termasuk National Theatre Company dan
National Symphony Orchestra, yang kantor pusatnya terletak di dalam kompleks. Pada hari
Sabtu dari pukul 11:00 – 18:00, ada pertunjukan musik dan tarian gratis yang dipentaskan di
depan teater sementara di luar gerbang depan, warung makanan murah didirikan,
memungkinkan untuk salah satu budaya mingguan paling unik di pusat kota. acara.

Pertunjukan internasional penting yang telah berlangsung di Istana Negara termasuk


The Merchant of Venice oleh Royal Shakespeare Company, The Merry Widow, Tosca, La
Bohme, Turandot, Carmen dan banyak lagi. Salah satu pertunjukan lokal yang paling sukses
adalah produksi Puteri Gunung Ledang – The Musical, yang diputar ke rumah yang penuh
sesak hampir setiap malam.

Simpulan

Kedua onjek preseden arsitektur simbolik ini yaitu Museum dan Perbustakaan Bung
Karno di Blitar serta Istana Budaya di Kuala Lumpur memiliki persamaan yaitu mengambil
inspirasi dari bangunan sejarah maupun arsitektur tradisional masing-masing yang
diwujudkan dalam desain tatanan bangunan seperti pada Museum BungKarno yang
memakai susunan Candi Penataran sebagai dasar Layout Desain Museum sedangkan Istana
Budaya Kuala Lumpur menggunakan Layout rumah tradisonal Malaysia sebagai dasar
Layout bangunan. Selain itu penggunaan material lokal diterapkan pada kedua objek
bangunan yang menjadikan identitas dari kota itu sendiri . Terkahir yang paling penting
adalah fungsi dari bangunan tersebut sama-sama bertujuan untuk menjaga budaya dan
sejarah masing-masing daerah dengan cara yang berbeda

Anda mungkin juga menyukai