Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH : ARSITEKTUR NUSANTARA

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH : Ir. PILIPUS JERAMAN , MT

KONSEP ARSITEKTUR NUSANTARA BERDENAH LINGKARAN DAN BERATAP


KERUCUT

( ARSITEKTUR TRADISIONAL KAMPUNG ADAT WAE REBO)

Oleh :

Frederikus Jentius Logo Due (22118011)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
2020

i
ABSTRAK

Kampung adat Wae Rebo merupakan sebuah kampung tradisional di Manggarai yang
memiliki 7 buah rumah Mbaru Niang, kampung yang membentuk lingkaran mengelilingi
sebuah batu urugan yang disebut compang yang berfungsi sebagai tempat
penghormatan kepada Tuhan dan para leluhur.

Mbaru niang merpakan bangunan tradisional bertingkat yang memiliki lima buah ruang
yaitu : Lantai pertama (lantai dasar) disebut lutur yang dipakai sebagai tempat tinggal
dan berkumpul dengan keluarga, Lantai kedua merupakan loteng atau disebut lobo
berfungsi untuk menyimpan bahan makanan, Lantai ketiga dinamakan lentar yaitu
tempat untuk menyimpan benih-benih, Lantai keempat disebut lempa rae yang
digunakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan, Lantai kelima disebut dengan
hekang kode sebagai tempat untuk sesajian persembahan kepada leluhur. Struktur dan
konstruksi bangunan menggunakan kayu dengan material alang-alang yang di peroleh
dari alam.

Iklim pada kampung adat wae Rebo beriklim tropis, namun bangunan tradisioanl mbaru
niang sudah dirancang sedemikian rupa untuk menanggapi keadaan iklim setempat.

Kata kunci : Tapak, Ruang dan Iklim

ABSTRACT
The traditional village of Wae Rebo is a traditional village in Manggarai which has 7
houses of Mbaru Niang, a village that forms a circle around a rock called compang
which serves as a place of respect for God and the ancestors.
Mbaru niang is a traditional multi-storey building which has five rooms, namely: The
first floor (ground floor) is called lutur which is used as a place to live and gather with
families, the second floor is an attic or called lobo which functions to store food
ingredients, the third floor is called lentar, which is a place to store seeds, the fourth
floor is called lempa rae which is used for food stock in case of drought. The fifth floor

ii
is called hekang code as a place for offerings to the ancestors. The structure and
construction of the building uses wood with reeds obtained from nature.
The climate in the Wae Rebo traditional village has a tropical climate, but the traditional
buildings of Mbaru Niang have been designed in such a way as to respond to local
climatic conditions.

Keywords: Site, Space and Climate

iii
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak cagar budaya ,


salah satunya karya arsitektur tradisioanal rumah adat peninggalan nenek moyang di
masa lalu. Bangunan rumah adat tersebut memiliki ciri khas masaing – masing yang
menjadi identitas suatu daerah tersebut. Selain itu, bangunan rumah adat peninggalan
masa lalu tersebut memiliki filosofi, fungsi dan makna yang berkembang di masa itu.
Bukan tidak mungkin nenek moyang bangsa Indonesia dengan pengetahuan serta
teknologi yang terbatas mampu mengembangkan sebuah bangunan yang memiliki
fungsi dan makna tertentu , untuk melindungi diri dari bintang buas, panas terik
matahari, angin dan hujan. Namun, dengan seiring berjalannya waktu arsitrktur
tradisional mulai di lupakan di karenakan generasi penerus tidak memiliki kesadaran
untuk memprthankan serta memlihara warisan nenek moyang. Oleh karena itu, dengan
mempelajari rumah adat tradsisional Wae Rebo menjadi contoh bagaimana
memeprtahankan budaya asritektur tradisional warisan masa lalu.

Rumah merupakan cerminan dan status sosial dan kepribadian seseorang . Dalam
konteks tradisional nya rumah merupakan cerminan kultural sosial dimana ia
berkembang. Oleh karena perbedaan wilayah menjadi salah satu cerminan yang
membedakan bentuk dan ungkapan arsitektur tradisionalnya.

Rumah panggung merupakan bentuk yang paling umum dari rumah-ruamh


tradisional yang terdapat di Indonesia, hal ini disebabkan oleh tujuan masyarakat
Indonesia lampau dalam pembangunan rumah untuk menghindari serangan hewan
buas dengan bentuknya yang tinggi, salah satunya rumah adat Nbaru niang yang
terdapat di kampung adat tradisional Wae Rebo.

Rumah adat Mbaru Niang yang terdapat di kampung adat Wae Rebo juga
memiliki fungsi sebagai tempat berlindung. Rumah Mbaru Niang memiliki filosofi yang
mencerminkan sifat dan kebijaksanaan suku Manggarai dalam memperlakukan alam
sekitarnya. Ditempat ini pula terjadi proses alamiah dari kelahiran dan praktik kegiatan

1
religius dari suku Manggarai. Keunikan dari rumah Mbaru Niang suku Manggarai adalah
rumah ini tidak dipengaruhi oleh kebudayaan lain yang pernah datang ke Indonesia.
Bentuk fisik dan filosofi rumah Mbaru Niang adalah murni kebudayaan asli suku orang
Indonesia bagian timur. Bentuk denah lingkaran sudah menjadi ciri khas bentuk rumah
masyarakat timur. Namun rumah suku manggarai menjadi lebih unik dengan bentuknya
yang terus mengecil hingga puncaknya sehingga menimbulkan bentuk mengerucut.

Gambar 1. Rumah Adat Mbaru Niang

(sumber : Wikipedia )

Mbaru Niang itu sendiri mempunyai hubungan erat dengan tujuan, material, dan
karakter dari rumah adat tersebut. Mbaru Niang bagi masyarakat Wae Rebo bukan
hanya sebagai tempat tinggal, Mbaru Niang adalah bagian dari diri mereka, setiap sudut
dalam Mbaru Niang memiliki fungsi khusus yang semuanya memiliki makna.

selain memahami material dan karakter rumah adat Mbaru Niang, kita juga akan
membahas bagaimana tata tapak, tata ruang dalam, bentuk dan tampilan, struktur dan
konstruksi, ragam hias serta tanggapan terhadap iklim setempat, hal ini merupakan hal
pokok yang menjadi kasus studi dalam pembahasan ini.

2
METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan adalah menggunakan merode deskriptif dan


metode komparatif. Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk
menjelaskan bagaimana konsep tata tapak, tata ruang dalam, struktur dan konstruksi,
ragam hias serta tanggapan terhadap iklim pada arsitektur tradisional Mbaru Niang.
Sedangkan metode komparatif digunakan untuk membandingkan arsitektur tradisional
mbaru niang masa kini dan arsitektur tradisIOnal masa lalu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Lokasi

Wae Rebo adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di Kabupaten


Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan
laut. Di kampung ini hanya terdapat 7 rumah utama atau yang disebut sebagai  Mbaru
Niang. Dusun Wae Rebo adalah bagian dari Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese
Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, Indonesia.

Mbaru Niang adalah rumah adat dari wilayah Pulau Flores, Indonesia. Rumah


adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi sekitar 15
meter. Rumah adat Mbaru niang dinilai sangat langka karena hanya terdapat di
kampung adat Wae Rebo yang terpenci di atas pegunungan.

Rumah panggung Mbaru Niang tidak hanya sekedar rumah sebagai tempat


berlindung, Rumah mbaru niang memiliki filofi yang mencerminkan sifat dan
kebijaksanaan suku manggarai dalam memperlakukan alam sekitarnya. ditempat ini
pula terjadi proses alamiah dari kelahiran dan praktik kegiatan religius dari suku
manggarai.Keunikan dari rumah mbaru -niang suku manggarai adalah rumah ini tidak
dipengaruhi oleh kebudayaan lain yang pernah datang ke Indonesia.

3
Gambar 2. kampung adat Wae Rebo

(sumber : Wikipedia )

2. Konsep Tata Tapak ( Ruang Luar )

Gambar 3. Tapak kampung adat Wae Rebo

(sumber : Wikipedia )

Kampung Wae Rebo memiliki enam niang gena (rumah biasa sebagai tempat
tinggal). Enam niang gena itu diberi nama Niang Gena Maro, Niang Gena Jintam, Niang
Gena Pirung, Niang Gena Ndorom, Niang Gena Jekong, dan Niang Gena Mandok.
Ketujuh mbaru niang dibangun menghadap selatan dan membentuk pola setengah
lingkaran. Pola ini memiliki makna yang dalam, yaitu menjaga agar antara rumah satu
dengan rumah yang lainnya tidak ada yang saling membelakangi. Di tengah pola
setengah lingkaran tersebut, tepatnya di depan mbaru gendang, terdapat panggung
batu yang disebut dengan compang. Compang atau batu temu gelang adalah susunan
4
batu berbentuk lingkaran atau elips yang di tengah-tengahnya diurug dengan tanah
dan batu-batuan. Fungsi compang yaitu sebagai pusat sarana upacara sebelum upacara
dilakukan di dalam rumah adat. Compang di Wae Rebo berukuran diameter 7,4 m dan
tingginya sekitar 1,2 m.

Gambar 4. Tapak kampung adat Wae Rebo

( sumber : The Manggaraians,1999)

Berikut merupakan konsep tapak pada kampung adat Wae Rebo :

 Tapak terdiri dari 7 gugus rumah beserta altar (compang) sebagai mezbah
persembahan dalam upacara tertentu. Mezbah ini diyakini juga sebagai
representasi kehadiran pelindung masyarakat yang dapat dimediasi oleh
seorang tua adat (Tu’a Golo).
 Hubungan antara tapak dengan rumah Niang terlihat sangat jelas
digambarkan dengan pola lingkaran sebagai makna kasatuan dan
keutuhan.
 Compang secara simbolis berperan sebagai penjaga keutuhan kampung
dan menjadi tempat melakukan persembahkan kepada Tuhan dan leluhur,
sedangkan hiri bongkok merupakan kolom pusat yang menjaga kestabilan
dan keutuhan rumah Niang.

5
3. Konsep Tata Ruang Dalam

Gambar 5 . Ruang Dalam Rumah Adat Mbaru Niang

( sumber : wikipedia)

Rumah utama Mbaru Niang hanya berjumlah 7 saja. Setiap rumah dihuni enam
hingga delapan keluarga. Rumah adat ini berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai
dengan tinggi sekitar 15 meter beratap daun lontar dan ditutup dengan ijuk. Tujuh
rumah Mbaru Niang yang dibuat oleh para nenek moyang mereka memiliki arti untuk
menghormati 7 arah mata angin dari puncak-puncak gunung yang yang mengelilingi
Kampung Waerebo. Hal itu mereka percayai sebagai cara untuk menghormati roh-roh
yang memberikan mereka kesejahteraan. Semua Mbaru Niang berdiri di tanah datar
dan dibangun mengelillingi sebuah altar yang disebut “Compang”. Compang berdiri
sebagai titik pusat dari ketujuh rumah tersebut dan dipercaya sebagai bangunan paling
sakral yang ada di disana. Fungsi Compang adalah sebagai altar untuk memuji dan
menyembah Tuhan serta para roh-roh nenek moyang.

Dalam Mbaru Niang, aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para keluarga dan
warga Waerebo kebanyakan berpusat pada tingkat pertama dari rumah tersebut, atau
yang biasa disebut dengan Tenda. Dengan bentuk lantai yang bulat, Niang Gendang
(Rumah Utama) memiliki diameter 14 Meter. Sedangkan Niang Seluruh Mbaru Niang
memiliki nama asli yang berbeda-beda, mereka adalah: Niang Gendang, Niang Gena
Mandok , Niang Gena Jekong, Niang Gena Ndorom, Niang Gena Keto, Niang Gena

6
Jintam, Niang Gena Maro. Gena (rumah yang lainnya) memiliki diameter 11 Meter.
Alasan adanya perbedaan ukuran diameter tersebut adalah jumlah keluarga yang
mendiami setiap rumah. Niang Gendang didiami oleh 8 keluarga, sedangkan Niang
Gena diisi oleh 6 Keluarga.

Rumah adat Mbaru Niang secara tata ruang vertikal terbagi atas  5 lantai. Setiap
level lantainya mempunyai nama dan fungsinya masing-masing yaitu :

 Lantai pertama (lantai dasar) disebut lutur yang dipakai sebagai tempat
tinggal dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat lutur dibagi tiga, bagian
depan ruangan untuk bersama, seperti ruang keluarga. Di bagian dalam
adalah kamar-kamar yang dipisahkan dengan papan, sementara dapur ada
di bagian tengah rumah.

Gambar 6 . Denah Lantai 1

 Lantai kedua merupakan loteng atau disebut lobo berfungsi untuk


menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari

7
Gambar 7. Denah Lantai 2

 Lantai ketiga dinamakan lentar yaitu tempat untuk menyimpan benih-benih


tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan

Gambar 8. Denah Lantai 3

 Lantai keempat disebut lempa rae yang digunakan untuk stok pangan
apabila terjadi kekeringan,

8
Gambar 9. Denah Lantai 4

 Lantai kelima disebut dengan hekang kode sebagai tempat untuk sesajian
persembahan kepada leluhur.

Gambar 10. Denah Lantai 5

9
Gambar 11. Potongan Mbaru Niang

Setiap rumah adat Mbaru Niang memiliki dua pintu, yaitu di depan, di belakang.
Selain itu juga terdapat empat jendela kecil. Pintu depan setiap rumah adat dibangun
menghadap ke compang. Compang adalah titik pusat Kampung Wae Rebo yang berada
di batu melingkar di depan rumah utama. Compang dipakai sebagai pusat kegiatan
warga untuk mendekatkan diri dengan alam, leluhur dan Tuhan.

4. Konsep Sktur Dan Konstruksi

Rumah adat Mbaru Niang strukturnya terdiri dari 5 lantai yang memiliki fungsi
tertentu. Tiang utama dibuat dari bahan kayu Worok, papan lantai dibuat dari kayu
Ajang, sementara untuk balok-balok struktur rumah menggunakan kayu Uwu.

10
Gambar 12. Struktur Bangunan

( sumber : Wikipedia )

Rangka atap rumah dibuat dari bambu, ada juga yang dibuat dari kayu yang
berukuran 1 cm, yaitu kayu kentil. Kayu-kayu ini dirangkai membentuk ikatan-ikatan
panjang, yang kemudian diikatkan secara horizontal membentuk lingkaran pada setiap
tingkatan lantai rumah.

Proses pembangunan rumah adat ini dimulai dengan meletakan tiang utama pada
lantai dasar yang dimasukan sekitar 1,50 sampai 2.00 meter ke dalam tanah. Supaya
tiang utama ini tidak cepat lapuk, tiang ini dilapisi ijuk. Lantai dasar rumah ini dibuat
seperti panggung, tingginya sekitar 1.20 m dari permukaan tanah.

Gambar 13. Proses pembangunan Rumah Adat

( sumber : Wikipedia )

11
Tahap selanjutnya adalah pemasangan balok-balok lantai dan langkah yang sama
dilakukan hingga lantai yang terakhir. Tiang disetiap tingkat lantainya ternyata tidak
menerus, namun terputus disetiap tingkat lantainya. Setelah setiap lantainya berbentuk
lingkaran, proses selanjutnnya yaitu memasang rangka atap atap yang terbuat dari
bambu. Rumah ini menggunakan bahan rotan sebagai bahan balok-balok strukturnya.

Elemen struktur penopang pada rumah Niang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tiang utama (hiri mehe) Rumah Niang tersusun oleh sistem rangka yang
disokong oleh 9 hiri mehe (tiang utama). Tiang-tiang tersebut ditata dalam 3
deret dengan jarak yang sama (simetris), dan masing-masing deretnya terdiri
dari 3 tiang (Jeraman, 2000). Secara struktural rumah Niang tersusun antara lain
:
 Salah satu tiang yang merupakan poros bangunan atau tiang tengah
adalah hiri bongkok. Tiang ini disebut tiang suci karena fungsinya
sebagai poros dari bangunan ini. hiri bongkok dipilih dari kayu jenis
tertentu denganketinggian ± 4.00 m – 4.50 m.

Gambar 14. Tiang utama Hiri Bongkok

( sumber : Wikipedia )

12
 Hiri leles merupakan tiang penunjang yang secara khusus memikul
tepi atap bagian bawah yang mengelilingi bangunan.

Gambar 15. Tiang penunjang Hiri leles

( sumber : Wikipedia )

 Hiri ngaung merupakan kolong atau ruang bagian bawah bangunan.


Disitu terdapat tiang pemikul beban lantai bangunan pada bagian
wase leles (rangka 21 pembentuk lingkar luar lantai pertama)
sedangkan hiri mehe berfungsi memikul beban lantai.

Gambar 16. Tiang kolong hiri ngaung

( sumber : Wikipedia )

13
2. Tiang dan Balok
Leba merupakan pengaku antara hiri mehe dengan hiri mehe lainnya, dan
bertumpu diatas hiri mehe lainnya. Cara bertumpunya ada 2, antara lain ;
 Sistem tumpang Ujung hiri mese menjadi tumpuan leba yang diberi
coakan (ukuran lebar dan tinggi disesuaikan dengan tinggi balok
(penampang balok berkisar antara 20/25 cm – 25/30 cm) sehingga
memungkinkan leba terjepit dan jadi lebih kaku sekalipun tidak
menggunakan pasak.
 Sistem hubungan elemen struktur menggunakan konstruksi ikat
dengan pen dan lubang sebagai sistem sambungan

5. Konsep Bentuk Dan Tampilan

Bentuk dasar rumah Niang tersusun dari bentuk kerucut dengan penampang
berupa lingkaran. Semakin keatas, penampang berupa lantai semakin mengecil
mengikuti bentuk kerucut tersebut. Bentuk dasar rumah Niang dapat dipahami sebagai
satu kesatuan antara bentuk atap/badan Niang dengan bentuk penampang lantai yang
berbentuk lingkaran dan bertingkat. Bentuk kerucut tersebut dikonfigurasi dengan
kakikaki niang yang berbentuk balok vertikal lurus dan menyiku.

Gambar 17. Bentuk dan Tampilan

( sumber : Wikipedia )

14
6. Ornament dan Dekorasi

Tidak terdapat ornamen-ornamen yang khan pada rumah Baru Niang, bagian luar
bangunan hanya trlihat seperti krucut yang beratap ijuk, dan memiliki beberapa pintu
dan jendela.

7. Tanggapan Terhadap Iklim

Wujud rumah Niang yang secara alami terbentuk dari proses penyesuaian dengan
iklim yang terdapat di pegunungan membuatnya memiliki bentukan yang demikian.
Pada proses pengembangannya, arsitektur rumah Niang juga mengalami proses
metamorphosis, dimana dalam keadaan iklim dan karakter alam pendukungnya juga
bisa menjadi potensi bagi proses pemalihannya. Tanggapan Rumah Mbaru Niang
Terhadap Iklim :

 Rumah Berbentuk panggung dengan alasan mencegah kelembaban dan


serangan binatang buas
 Atap berbentuk kerucut dan menutupi hampir setiap sisi bangunan, hal ini
agar mencegah hawa panas dan kecepatan angina yang masuk berlebihan
kedalam bangunan.

15
KESIMPULAN

Rumah Mbaru Niang dibangun memiliki makna simbolis yang sangat kuat, di mana
konstruksi rumah dibangun dalam lima tingkat yang mewakili lima makna. Sedangkan
secara fungsional, Mbaru Niang memiliki fungsi yang menjelaskan bagaimana
kehidupan itu harus dibangun dan sosialitas mereka terhadap keluarga, masyarakat dan
lingkungan mereka. Fungsi ruang-ruang dalam Mbaru Niang juga mewakili konsep
kosmologis mereka. Orang Manggarai memandang rumah tidak hanya sekedar tempat
tinggal tetapi juga sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia dilahirkan,
dibesarkan, kawin, dan meninggal. Karena itu, membangun rumah haruslah didasarkan
tradisi dan kepercayaan yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.akdn.org/architecture/project.asp?id=4317

http://bandanaku.wordpress.com

http://www.dezeen.com/

http://www.femina.co.id/

http://www.floresecotourism.com/profil/2/2/alam_flores_barat.html

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mbaru_Niang&veaction=edit&section=3

http://www.indonesia.travel/

16
LAMPIRAN

17
18

Anda mungkin juga menyukai