Anda di halaman 1dari 9

Permasalahan Permukiman Perkotaan

Menurut Kirmanto (2002), isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah

(1) perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh ketimpangan pada
pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, perumahan dan ruang untuk kesempatan berusaha;

(2) konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada suatu kelompok
dalam pembangunan perumahan dan permukiman;

(3) alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan yang
cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang yang
tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang
bersangkutan;

(4) terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat urbanisasi dan
industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam; dan

(5) komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada pengejaran target
melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar terbuka dan terhadap kelompok
masyarakat yang mampu dan menguntungkan.

Kirmanto (2002) juga menyebutkankan isu-isu perkembangan pembangunan permukiman yang


akan datang ialah

(1) urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk secara positif
berupaya agar pertumbuhan lebih merata;

(2) perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; dan

(3) marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.

Pengertian kota secara sistematis dapat dikelompokkan menjadi enam tinjauan, yakni dari segi
(1) yuridis administratif,

(2) morfologikal,

(3) jumlah penduduk, (4) kepadatan penduduk, (5) jumlah penduduk plus kriteria tertentu, dan
(6) fungsi kota dalam suatu organic region (Yunus 1989). Menurut Bintarto (1983), kota dari
segi geografi dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang
heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya
yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan meterialistis
dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Menurut Yunus (1987), permasalahan permukiman perkotaan menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan upaya penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem pembuangan
kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta
pencemaran air, udara, dan tanah. Bintarto (1983) melihat kemunduran atau kerusakan
lingkungan hidup kota dari dua segi, yakni (1) dari segi fisis, berupa gangguan yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur alam, seperti air yang sudah tercemar dan udara yang sudah tercemar, serta (2)
dari segi masyarakat atau segi sosial, berupa gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri
dan dapat menimbulkan kehidupan yang tidak tenang dan tidak tenteram. Masalah yang dihadapi
dalam pembangunan perumahan di daerah perkotaan adalah luas lahan yang semakin
menyempit, harga tanah dan material bangunan yang dari waktu kewaktu semakin bertambah
mahal, serta kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kondisi semacam ini
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perumahan, bahkan seringkali menumbuhkan pemukiman
kumuh (Keman 2005).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 3 menyatakan
bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata,
kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian
lingkungan hidup. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 selanjutnya merumuskan
tujuan penataan perumahan dan permukiman, yaitu untuk (1) memenuhi kebutuhan rumah
sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat; (2) mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur; (3) memberi arah pada pertumbuhan wilayah
dan persebaran penduduk yang rasional; dan (4) menunjang pembangunan di bidang ekonomi,
sosial, budaya, dan bidang- bidang lain.

5. Sumber Air Bersih

Berdasarkan dari ilmu kesehatan masyarakat, penyedian sumber air bersih harus dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat karena jika persedian air bersih terbatas memudahkan timbulnya penyakit
di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap orang perharinya sekitar 150-200 liter.
Kebutuhan air tergantung dari kondisi iklim, standar kehidupan dan kebiasan masyarakat daerah
masing-masing. Kebutuhan air untuk dikonsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih
dan aman, air dikatakan aman dikonsumsi manusia ada beberapa batasannya, berikut batasannya:

1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.


2. Bebas dari subtansi kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Tidak berasa dan berbau
4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga
5. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI.

Latar Belakang
Kota merupakan tempat bagi banyak orang untuk melakukan berbagai aktivitas, maka
untuk menjamin kesehatan dan kenyamanan penduduknya harus ada sanitasi yang memadai,
misalnya drainase. Dengan adanya drainase tersebut genangan air hujan dapat disalurkan sehingga
banjir dapat dihindari dan tidak akan menimbulkan dampak gangguan kesehatan pada masyarakat
serta aktivitas masyarakat tidak akan terganggu.

Drainase merupakan suatu sistem untuk menyalurkan air hujan. Sistem ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat, apalagi di daerah yang
berpenduduk padat seperti di perkotaan. Drainase juga merupakan salah satu fasilitas dasar yang
dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen
penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal.Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang
tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut.

Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang
dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih,
dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air
(sumber air permukaan dan bawah permkaantanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga
berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir.

Permasalahan Permukiman Kota


Menurut Kirmanto (2002), isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah (1)
perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh ketimpangan pada pelayanan
infrastruktur, pelayanan perkotaan, perumahan dan ruang untuk kesempatan berusaha; (2) konflik
kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada suatu kelompok dalam
pembangunan perumahan dan permukiman; (3) alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat
pasar tanah dan perumahan yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada
alokasi tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi
ekologis daerah yang bersangkutan; (4) terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang
mengalami tingkat urbanisasi dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam; dan
(5) komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada pengejaran target
melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar terbuka dan terhadap kelompok
masyarakat yang mampu dan menguntungkan. Kirmanto (2002) juga menyebutkankan isu-isu
perkembangan pembangunan permukiman yang akan datang ialah (1) urbanisasi di daerah tumbuh
cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih
merata; (2) perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; dan (3)
marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.Pengertian kota secara sistematis dapat
dikelompokkan menjadi enam tinjauan, yakni dari segi (1) yuridis administratif, (2) morfologikal,
(3) jumlah penduduk, (4) kepadatan penduduk, (5) jumlah penduduk plus kriteria tertentu, dan (6)
fungsi kota dalam suatu organic region (Yunus 1989). Menurut Bintarto (1983), kota dari segi
geografi dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan
coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar
dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan meterialistis dibandingkan dengan daerah
belakangnya. Menurut Yunus (1987), permasalahan permukiman perkotaan menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan upaya penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem
pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah. Bintarto (1983) melihat kemunduran atau
kerusakan lingkungan hidup kota dari dua segi, yakni (1) dari segi fisis, berupa gangguan yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alam, seperti air yang sudah tercemar dan udara yang sudah
tercemar, serta (2) dari segi masyarakat atau segi sosial, berupa gangguan yang ditimbulkan oleh
manusia sendiri dan dapat menimbulkan kehidupan yang tidak tenang dan tidak tenteram. Masalah
yang dihadapi dalam pembangunan perumahan di daerah perkotaan adalah luas lahan yang
semakin menyempit, harga tanah dan material bangunan yang dari waktu kewaktu semakin
bertambah mahal, serta kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kondisi semacam ini
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perumahan, bahkan seringkali menumbuhkan pemukiman
kumuh (Keman 2005).
Pemukiman kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan
rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung
kehidupan warganya secara mandiri.

Grunfield

Kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada
kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem penggunaan
tanah yang beraneka ragam, serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan.

Permasalahan Limbah

Posted by Toni hafiuddin in C. Permasalahan Limbah. Tagged: pengolahan sampah. Tinggalkan


komentar

Limbah menjadi masalah serius terutama di perkotaan. Contohnya limbah pabrik dibuang ke
lingkungan sekitar yang mengakibatkan pencemaran udara dan air tanah, selain masalah tersebut
terdapat TPA dan TPS yang tidak dikelola dengan baik sehingga menjadi sumber binatang
maupun bakteri pembawa penyakit.

Limbah rumah tangga yang dibuang di pinggir jalan kota.

Seiring dengan melajunya waktu, pertumbuhan penduduk, dan perkembangan tekhnologi,


mengakibatkan bertambahnya jenis dan volume limbah, sehingga belum semua limbah penduduk
terlayani oleh fasilitas umum pengolahan sampah Akibatnya sebagian masyarakat yang mencari
jalan keluar sendiri dengan membakarnya, atau membuang kesungai yang tentunya bukanlah
jalan keluar yang baik, karena akan lebih memperparah kerusakan lingkungan. Jumlah pabrik
industri semakin banyak dan penduduk Indonesia yang tinggal diperkotaan semakin meningkat
dari tahun ke tahun.Terkonsentrasinya pabrik-pabrik industri dan penduduk didaerah perkotaan
membuat daya dukung lingkungan untuk menyerap bahan pencemar semakin menurun.

Menurut Ign Suharto 2011, terdapat 3 faktor yang berpengaruh pada kualitas limbah :

1. Jumlah penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan.

2. Keadaan sosial ekonomi

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita
limbah yang dibuang. Kualitas limbahnyapun banyak yang bersifat tidak dapat terurai.
Perubahan kalitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta
kesadaran masyarakat akan persoalan limbah. Kenaikan kesejahteraan inipun akan meningkatkan
kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi, produk
pertanian, industri, dan lain-lain. Sebagai konsekuensi dari semua itu akan menambah volume
dan jenis sampah.

3. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas limbah, karena pemakaian bahan
baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam
pula.

Perkembangan lingkungan permukiman di perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju


pertumbuhan penduduk karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri dan faktor
urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung selama ini lebih disebabkan oleh
tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah perdesaan dan perkotaan, sehingga
memunculkan adanya daya tarik kota yang dianggap mampu memberikan masa depan yang lebih
baik bagi masyarakat perdesaan atau luar kota, sementara latar belakang kapasitas dan
kemampuan para pendatang sangat marjinal.

Selain itu, akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya
maka bertambah pula limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut menjadi permasalahan
lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya dapat mengganggu kehidupan makhluk
hidup lainnya.

Berdasarkan informasi dari Kementerian lingkungan Hidup, setiap individu menghasilkan rata-
rata 0,8 kilogram sampah per hari. Rata-rata limbah per orang akan terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat. Dengan asumsi 220 juta
penduduk Indonesia, limbah yang terbuang mencapai 176.000 ton per hari . (Nusa Idaman Said,
2008 :78)
Dampak limbah

Penanganan limbah masih dilakukan secara konvensional belum dapat mengendalikan limbah
yang ada. Limbah yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai permasalahan
kesehatan. Polusi bau dari sampah yang membusuk, pencemaran air akibat pembuangan limbah
ke sungai dan merembesnya air lindi dari TPA (tempat pembuangan akhir) dan limbah cair
pabrik ke permukiman dan sumber air penduduk, serta pencemaran udara akibat asap pabrik dan
asap kendaraan bermotor dan pembakaran sampah .

Pencemaran air sungai akibat pembuangan limbah juga membawa dampak negatif pada
kesehatan manusia, terutama dengan meningkatnya penyakit diare serta biaya pengolahan air
baku untuk air minum yang terus meningkat. Bahkan seringkali terjadi, terutama pada musim
kemarau, kualitas air baku sudah tercemar berat akibatnya sulit diolah menjadi air yang layak
diminum, sehingga bahan baku air minum harus didatangkan dari sumber yang lain.

pencemaran logam berat di lingkungan akan berdampak padamanusia

Pengaruh limbah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak
langsung, sebagai berikut :

1. Efek langsung; efek yang disebabkan karena adanya kontak langsung dengan limbah tersebut.
Misalnya limbah beracun, limbah yang korosif terhadap tubuh, karsinogenik, teratogenik, dan
lain-lain. Selain itu ada pula limbah yang mengandung kuman patogen, sehingga dapat
menimbulkan penyakit. Limbah beracun jg akan membawa dampak langsung pada manusia
seperti keracunan bahkan kematian. limbah ini dapat berasal dari limbah rumah tangga selain
limbah industri.
2. Efek tidak langsung; pengaruh tidak langsung ini dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah. Dekomposisi limbah biasanya terjadi
secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila oksigen telah habis.
Dekomposisi anaerobik akan menghasilkan lindi (leachate) beserta gas. Di dalam lindi tersebut
mengandung mikroba patogen, logam berat dan zat lainnya yang berbahaya. Selain itu efek
tidak langsung lainnya dapat berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di dalam
limbah.

Penyakit yang di akibatkan limbah sangat banyak dan dapat berupa penyakit tidak menular,
menular, potensi kebakaran, keracunan, dan lain-lain. Berikurt merupaka beberapa penyakit yang
diakibatkan baik secara langsung mauapun tidak langsung dari limbah :

Nama Penyakit dan pembawanya Penyebab Penyakit/Patogen

Bawaan lalat : Dysenterie basillarisDysenterie Shigella shigae Entamoeba


amoebicaTyphus histolytica Salmonella typhy Vibrio cholerae A.
abdominalisCholeraAscariasisAncylostomiasis lumbricoide A. duodenale

Bawaan tikus/pinjal : PestLeptospirosis Pasteurella pestis Leptospira


icterohaemorrhagicaRat bite Fever icterohaemorrhagica Streptobacillus
monilliformis

Keracunan :MetanKarbonmonoksida,
DioksidaHidrogen sulfidaLogam berat, dst.

Sumber : Beneson, A., 1970 dalam Soemirat, Juli, 2004

Limbah apabila tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkab bencana, yaitu :

1. Sumber penyakit
2. Pencemaran lingkungan
3. Kematian

Lokasi dan pengolahan limbah yang kurang memadai (pembuangan limbah yang tidak
terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme pembawa patogen seperti
lalat dan tikus yang dapat menjangkit penyakit, misalnya bahaya kesehatan pada manusia seperti
: Penyakit diare, tifus, bahkan demam berdarah karena virus yang berasal dari sampah dengan
pengelolahan tidak tepat dapat bercampur air minum.

Limbah rumah tangga selain membahayangkan kesehatan manusia, limbah ini juga sangat
berpengaruh terhadap kelestarian dan lingkungan yang ada di sekitar kita. Contoh limbah rumah
tangga yaitu penggunaan sebun detergen untuk mencuci, air cucian itu kemudian dibuang
keselokan dan merembes ke air tanah, air selokan mengalir ke sungai dan seterusnya kelaut.
Karena adanya limbah-limbah rumah tangga ini itu akan sangat membahayangkan kelestarian
lingkungan disekitar yang ada. Penguraian limbah yang dibuang kedalam air akan menghasilkan
asam organik.
Sistem pengelolaan limbah terpadu dinilai tepat dan dapat diterapkan untuk memecahkan
permasalahan limbah, penanganan limbah dari segi teknologi tidak akan tuntas hanya dengan
menerapkan satu metode saja tetapi harus dengan kombinasi dari berbagai metode yang
kemudian dikenal sebagai Sistem Pengelolaan Limbah Terpadu. Sistem Pengelolaan Limbah
Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur
ulang & guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir (landfilling).

Pengurangan sumber limbah industri berarti perlunya teknologi proses yang nirlimbah serta
packing produk yang ringkas/ minim serta ramah lingkungan.Sedangkan bagi rumah tangga
berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan barang-barang keseharian.
Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya pada limbah non organik
seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan lain-lain. Sementara untuk limbah organic
missal daun kering dapat didaur ulang, salah satunya dengan pengkomposan.

Anda mungkin juga menyukai