Anda di halaman 1dari 35

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 4
1.4 Sasaran ...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Pengertian Perumahan dan Permukiman .................................................. 5
2.2 Permukiman Kumuh................................................................................. 5
2.3 Tipe Wujud Fisik Arsitektural Bangunan ................................................ 6
2.3.1 Hunian Tidak Bertingkat ................................................................... 6
2.3.2 Hunian Bertingkat ............................................................................. 6
2.4 Tipe Rumah Berdasarkan Fungsi ............................................................. 7
2.5 Tipe Rumah Berdasarkan Fisik Bangunan ............................................... 7
2.6 Persyaratan Dasar Permukiman................................................................ 7
2.6.1 Prasarana ........................................................................................... 7
2.6.2 Sarana .............................................................................................. 10
2.6.3 Utilitas ............................................................................................. 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 15
3.1 Lokasi Kegiatan ...................................................................................... 15
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 15
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 15
3.3.1 Observasi ......................................................................................... 15
3.3.2 Wawancara ...................................................................................... 15
3.3.3 Studi Literatur ................................................................................. 15
3.4 Metode Analisis ...................................................................................... 15
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 16
4.1 Gambaran Umum ................................................................................... 16
4.2 Hasil Observasi ....................................................................................... 16
4.3 Analisis SWOT....................................................................................... 21
BAB V PENUTUP................................................................................................ 30

ii
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 30
5.2 Saran ....................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
LAMPIRAN .......................................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perumahan dan permukiman menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
pembangunan suatu wilayah, sebab pertumbuhan dan perkembangan perumahan
serta permukiman yang tersebar di berbagai bagian wilayah kota yang diikuti
dengan peningkatan kebutuhan penduduk akan mempengaruhi pertambahan beban
sarana dan prasarana lingkungan yang mengharuskan adanya peningkatan
penyediaan dan pelayanan sarana dan prasarana lingkungan sehingga akan
terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota. Pengertian perumahan sendiri
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (SNI
03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan).
Kemudian pengertian dari permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (SNI 03-1733-2004
Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan).
Dikarenakan pertumbuhan perumahan dan permukiman menjadi salah satu
perhatian akibat dari pengaruhnya terhadap pembangunan suatu wilayah, membuat
perwujudan kota dengan permukiman yang aman, berketahanan, inklusif, dan
berkelanjutan menjadi salah satu tujuan pembanguan berkelanjutan yang sudah
diintegrasikan dengan Tujuh Agenda Pembangunan RPJMN Tahun 2020-2024.
Selain demi mewujudkan ketetapan tujuan pembangunan berkelanjutan,
perencanaan pembangunan perumahan dan permukiman yang inklusif dan
berkelanjutan juga menjadi upaya dalam pemenuhan hak warga dalam menikmati
kehidupan yang layak, lingkungan hunian yang sehat dan terjangkau. Adapun salah
satu wujud perencanaan pembangunan perumahan dan permukiman yaitu dengan
meningkatkan pelayanan dan penyediaan infrastruktur dasar sebagai salah satu
kebutuhan primer yang perlu diprioritaskan.

1
Dengan pengaruh pendapatan penduduk dan tingkat pertumbuhan populasi
membuat terjadinya perbedaan karakteristik setiap kawasan permukiman, seperti
permukiman berwawasan ekologi, permukiman nelayan, permukiman perdesaan,
permukiman kumuh, serta permukiman perkotaan, yang tentunya memiliki potensi
dan permasalahan serta cara penanganan yang berbeda-beda pula dalam
penyelesaian permasalahannya. Adapun salah satu karakteristik kawasan
permukiman yang menjadi permasalahan urgent untuk dibahas yaitu, kawasan
permukiman kumuh. Sebab kawasan permukiman kumuh yang menjadi salah satu
tantangan besar dalam mewujudkan kota dan permukiman yang inklusif, aman,
tangguh, dan berkelanjutan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebab target
untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satunya pada tahun 2030 sudah
terjaminnya perumahan yang layak, aman, terjangkau, pelayanan dasar, serta telah
ditatanya kawasan kumuh bagi seluruh penduduk.
Adapun pengertian dari permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang
tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi
syarat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman). Kemudian kriteria sebuah kawasan
ditetapkan menjadi kawasan kumuh ialah jika kawasan tersebut adalah lingkungan
hunian dan usaha yang ditandai dengan banyaknya rumah tidak layak huni, banyak
saluran pembuangan limbah yang tidak berfungsi dengan baik, penduduk beserta
bangunannya yang sangat padat, serta masih tidak adanya jamban yang baik
(Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota
Metropolitan, Jakarta, 2006, Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat
Jenderal Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum).
Kota Bontang merupakan salah satu kota yang tergabung ke dalam Gerakan
100 Kota/Kabupaten Smart City. Kota Bontang merupakan salah satu kota di
Provinsi Kalimantan Timur yang nantinya akan menjadi salah satu kota penyangga
dari Ibu Kota Negara Baru yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten
Penajam Paser Utara, bersama dengan Kota Samarinda sebagai Ibu Kota Provinsi
dan Kota Balikpapan. Adapun program yang diusung oleh pemerintah pusat ini
bertujuan agar kota/kabupaten di setiap daerah dapat menyusun master plan agar

2
bisa lebih memaksimalkan pemanfaatan teknologi, baik dalam meningkatkan
pelayanan masyarakat maupun mengakselerasikan potensi yang ada di masing-
masing daerah. Untuk mewujudkan Smart City, terdapat enam dimensi yang harus
dicapai, salah satunya yaitu Smart Living atau penjaminan kelayakan hidup
masyarakat sehingga berkelanjutan, layak huni, dan efisien. Dari tujuan serta
dimensi pada program Smart City tersebut, mengharuskan Kota Bontang untuk
membenah diri salah satunya dengan penyelenggaraan pembangunan infrastruktur
dan penataan kawasan kumuh dengan bergabung melalui Program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) dengan sasaran wilayahnya yaitu Kampung Selambai
Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara.
Oleh karena itu, dibutuhkannya identifikasi karakteristik kawasan
permukiman untuk dapat menghimpun dan menyusun alternatif strategi kebijakan
dalam membangun maupun mengevaluasi kebijakan yang telah diterapkan pada
suatu permukiman agar dapat mencapai salah satu targetnya yaitu permukiman
yang layak huni dan efisien mengingat Kota Bontang akan menjadi salah satu kota
penyangga Ibu Kota Negara Baru dan agar dapat segera mewujudkan Smart City
dengan mencapai salah satu dimensi Smart City itu sendiri yaitu Smart Living
dengan pembenahan kawasan permukiman kumuh melalui penyelenggaraan
pembangunan infrastruktur.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat disusun dari penjabaran latar belakang
tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Bagaimana distribusi dan kondisi tipe rumah menurut fisik bangunan,
fungsi rumah, serta jumlah lantai bangunan di koridor permukiman kumuh
RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan?
b. Bagaimana kesediaan dan kondisi fasilitas penunjang berupa prasarana,
sarana, dan utilitas yang berada pada lingkungan koridor permukiman
kumuh RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan?
c. Apa potensi dan permasalahan pada koridor permukiman kumuh RT 3
Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan?
d. Apa kegiatan pembangunan beserta informasi unik dari koridor
permukiman kumuh RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan?

3
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini yaitu dapat diketahuinya
karakteristik permukiman kumuh di koridor permukiman RT 3 Kampung Selambai
melalui pengidentifikasian dan penghimpunan data kondisi tipe rumah beserta
fasilitas penunjangnya.
1.4 Sasaran
Adapun sasaran yang dapat disusun untuk mencapai tujuan dari penulisan
laporan ini antara lain sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi distribusi dan kondisi tipe rumah menurut fisik


bangunan, fungsi rumah, serta jumlah lantai bangunan di koridor
permukiman kumuh RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan.
b. Mengidentifikasi kesediaan dan kondisi fasilitas penunjang berupa
prasarana, sarana, dan utilitas yang berada pada lingkungan koridor
permukiman kumuh RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan.
c. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan pada koridor permukiman
kumuh RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan.
d. Mengidentifikasi kegiatan pembangunan beserta informasi unik dari
koridor permukiman kumuh RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok
Tuan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perumahan dan Permukiman


Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan (SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan). Sedangkan permukiman adalah kumpulan sejumlah
besar rumah-rumah yang terletak pada suatu kawasan tertentu berkembang atau
diadakan, untuk dapat mengakomodasikan sejumlah besar keluarga yang
memerlukannya (Sujarto, 2005). Permukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan). Berdasarkan kawasannya, permukiman
dapat dibagi menjadi kawasan permukiman berwawasan ekologi, permukiman
nelayan, permukiman perdesaan, permukiman kumuh, serta permukiman
perkotaan.
2.2 Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman). Kemudian kriteria sebuah kawasan ditetapkan menjadi kawasan
kumuh ialah jika kawasan tersebut adalah lingkungan hunian dan usaha yang
ditandai dengan banyaknya rumah tidak layak huni, banyak saluran pembuangan
limbah yang tidak berfungsi dengan baik, penduduk beserta bangunannya yang
sangat padat, serta masih tidak adanya jamban yang baik (Pedoman Identifikasi
Kawasan Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan, Jakarta,
2006, Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya -
Departemen Pekerjaan Umum).

5
2.3 Tipe Wujud Fisik Arsitektural Bangunan
2.3.1 Hunian Tidak Bertingkat
a. Rumah Tunggal
Rumah tunggal atau hunian tidak bertingkat merupakan rumah kediaman
yang mempunyai persil sendiri dan salah satu dinding bangunan induknya tidak
dibangun tepat pada batas persil (SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan).
b. Rumah Kopel
Rumah kopel atau hunian gandeng dua merupakan dua buah tempat
kediaman lengkap, dimana salah satu sisi bangunan induknya menyatu dengan
sisi satu bangunan lain atau satu tempat kediaman lain, dan masing-masing
mempunyai persil sendiri (SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan).
c. Rumah Deret
Rumah deret atau hunian gandeng banyak merupakan beberapa tempat
kediaman lengkap dimana satu atau lebih dari sisi bangunan induknya menyatu
dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau tempat kediaman lain, tetapi
masing-masing mempunyai persil sendiri (SNI 03-1733-2004 Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan).
2.3.2 Hunian Bertingkat
Hunian bertingkat adalah rumah susun baik berupa rumah susun sederhana
sewa, rumah susun sederhana, maupun apartemen. Bangunan rumah bertingkat
dengan kepemilikan dan dihuni pihak yang berbeda dan terdapat ruang serta
fasilitas bersama. Rumah susun atau hunian bertingkat merupakan bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun
vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan
bagian-bersama, benda bersama dan tanah bersama (SNI 03-1733-2004 Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan).

6
2.4 Tipe Rumah Berdasarkan Fungsi
Fungsi rumah dibedakan menjadi rumah tinggal, rumah toko/kantor, rumah
produktif dan bangunan campuran. Rumah tinggal merupakan unit rumah yang
berorientasi pada kegiatan hunian saja. Kemudian rumah toko/kantor merupakan
unit rumah yang sekaligus berorientasi pada kegiatan hunian dan perdagangan atau
kegiatan hunian dan perkantoran. Lalu rumah produktif merupakan unit yang
sekaligus berorientasi pada kegiatan hunian dan tempat memproduksi barang dan
kerajinan. Dan bangunan campuran merupakan unit yang berorientasi pada
kegiatan-kegiatan komersial campuran.
2.5 Tipe Rumah Berdasarkan Fisik Bangunan
Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah dapat digolongkan menjadi
rumah permanen, rumah semi-permanen, dan rumah non-permanen. Rumah
permanen adalah rumah yang memiliki ciri dinding bangunannya terbentuk dari
tembok, berlantai semen atau keramik, dan atapnya yang berbahan genteng.
Kemudian rumah semi-permanen adalah rumah yang memiliki ciri dindingnya
setengah tembok dan setengah bamboo/kayu, kemudian atapnya yang terbuat dari
genteng, seng, atau asbes. Selanjutnya yaitu rumah non-permanen yaitu rumah yang
berdinding kayu, bambu, atau gedek, kemudian berlantai tanah, dan atap rumahnya
yang terbuat dari seng atau asbes.
2.6 Persyaratan Dasar Permukiman
Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan, untuk menunjang kegiatan berkehidupan pada
permukiman, maka dibutuhkannya fasilitas penunjang berupa prasarana, sarana,
dan utilitas.
2.6.1 Prasarana
Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Adapun prasarana lingkungan meliputi, jalan lingkungan, drainase, serta tempat
pembuangan sementara. Untuk pengertian jalan lingkungan adalah jalan yang
memiliki lebar kurang lebih empat meter dengan keberadaannya berada dalam
satuan permukiman atau lingkungan perumahan. Kemudian untuk tempat
pembuangan sementara sampah-sampah pada lingkup RW, sampah-sampah

7
tersebut akan diangkut menggunakan gerobak sampah dengan ketentuan sampah
diangkut tiga kali dalam seminggu (SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan di
Perkotaan).
a. Jalan
Lingkungan perumahan harus disediakan jaringan jalan untuk pergerakan
manusia dan kendaraan, dan berfungsi sebagai akses untuk penyelamatan dalam
keadaan darurat. Dalam merencanakan jaringan jalan, harus mengacu pada
ketentuan teknis tentang pembangunan prasarana jalan perumahan, jaringan jalan
dan geometri jalan yang berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum
jaringan jalan pergerakan kendaraan dan manusia, dan akses penyelamatan dalam
keadaan darurat drainase pada lingkungan perumahan di perkotaan. Jalan
perumahan yang baik harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi
pergerakan pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengendara kendaraan bermotor.
Adapun klasifikasi di lingkungan perumahan menurut hirarkinya antara lain sebagai
berikut (Acuan diambil dari Pedoman Teknis Prasarana Jalan Perumahan (Sistem
Jaringan dan Geometri Jalan), Dirjen Cipta Karya, 1998).
1. Jalan Lokal Sekunder I
Jalan lokal sekunder I memiliki lebar tiga sampai dengan tujuh meter yang
diperuntukkan untuk dilintasi oleh kendaraan sepeda motor sampai mobil,
dengan memiliki bahu jalan yang memiliki lebar 1,5 sampai dengan dua meter
diperuntukkan untuk darurat parkir oleh pengendara. Kemudian memiliki jalur
pedestrian selebar 1,5 meter yang diperuntukkan untuk pejalan kaki, vegetasi,
serta penyandang cacat roda.
2. Jalan Lokal Sekunder II
Jalan lokal sekunder II memiliki lebar tiga sampai dengan enam meter yang
diperuntukkan untuk dilintasi oleh kendaraan sepeda motor sampai mobil,
dengan memiliki bahu jalan yang memiliki lebar satu sampai dengan 1,5
diperuntukkan untuk darurat parkir oleh pengendara. Kemudian memiliki jalur
pedestrian selebar 1,5 meter yang diperuntukkan untuk pejalan kaki, vegetasi,
serta penyandang cacat roda.

8
3. Jalan Lokal Sekunder III
Jalan lokal sekunder II memiliki lebar tiga meter yang diperuntukkan untuk
dilintasi oleh kendaraan sepeda motor sampai mobil, dengan memiliki bahu
jalan yang memiliki lebar 0,5 meter diperuntukkan untuk darurat parkir oleh
pengendara. Kemudian memiliki jalur pedestrian selebar 1,2 meter yang
diperuntukkan untuk pejalan kaki, vegetasi, serta penyandang cacat roda.
4. Jalan Lingkungan I
Jalan lingkungan I memiliki lebar 1,5 sampai dengan dua meter yang
diperuntukkan untuk dilintasi oleh pejalan kaki hingga penjual dorong, dengan
memiliki bahu jalan yang selebar 0,5 meter.
5. Jalan Lingkungan II
Jalan lingkungan II memiliki lebar 1,2 meter yang diperuntukkan untuk
dilintasi oleh pejalan kaki hingga penjual dorong, dengan memiliki bahu jalan
yang selebar 0,5 meter.
b. Persampahan
Distribusi prasarana persampahan dimulai dari lingkup terkecil antara lain RT,
Kelurahan, Kecamatan, hingga lingkup kota. Pada lingkup rumah yang terdiri dari
5 jiwa maka prasarana persampahannya yaitu tong sampah yang berstatus pribadi,
kemudian untuk lingkup RW yang terdiri dari 2.500 jiwa maka prasarana
persampahannya meliputi gerobak sampah yang berdimensi 2 m3 dan bak sampah
kecil yang berdimensi 6 m3 dengan status TPS, lalu untuk lingkup kelurahan yang
terdiri dari 30.000 jiwa maka prasarana persampahannya meliputi gerobak sampah
yang berdimensi 2 m2 dan bak sampah besar yang berdimensi 12 m2 dan berstatus
TPS, kemudian pada lingkup kecamatan maka prasarana persampahannya meliputi
mobil sampah dan bak sampah besar yang berdimensi 25 m2 dan berstatus
TPS/TPA lokal, dan pada lingkup kota dengan skala pelayanan lebih dari 480.000
jiwa maka prasarana persampahannya yaitu tempat daur ulang sampah dengan
status TPA. Untuk pengangkutan oleh gerobak dan mobil pengangkut pada lingkup
RW, Kelurahan, dan Kecamatan dilakukan setiap 3 kali dalam seminggu (SNI 03-
1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan).

9
2.6.2 Sarana
Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
Adapun sarana lingkungan meliputi sarana pemerintahan dan pelayanan umum
informal, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana
perdagangan dan jasa. Penyediaan setiap sarana lingkungan didasarkan pada
pertimbangan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan
yang ada kemudian dengan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan
terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada
area tertentu.
a. Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Dasar penyediaan sarana pemerintahan dan pelayanan umum untuk melayani
setiap unit administrasi pemerintahan baik yang informal (RT dan RW) maupun
yang formal (Kelurahan dan Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada
jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Adapun sarana pemerintahan
dan pelayanan umum meliputi, kantor-kantor pelayanan/administrasi pemerintahan
dan administrasi kependudukan, kemudian kantor pelayanan utilitas umum dan
jasa, seperti layanan air besih dan PLN, serta pos-pos pelayanan keamanan dan
keselamatan seperti pos keamanan dan pos pemadaman kebakaran.
b. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung
dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar
mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media
pembelajaran (Mulyasa, 2004). Dalam menyediakan sarana pendidikan,
pemerintah memiliki pedoman umum dalam pelaksanaannya. Penyediaan sarana
pendidikan dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan, pertumbuhan penduduk, dan
aktivitas sosial ekonomi masyarakat setempat. Ketersediaan suatu infrastruktur
merupakan faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas (Tarigan, 2005).
Sehingga, ketersediaan sarana pendidikan berupa sekolah dapat memberikan
kesempatan bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan.
Selain ketersediaan, yang memengaruhi aksesibilitas antara lain kemudahan,
kegunaan, keselamatan, serta kemandirian. Kemudian tujuan dari penyediaan

10
sarana pendidikan adalah untuk pemerataan layanan sarana, kesempatan
pemanfaatan, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Adapun penggolongan jenis
sarana pendidikan dan pembelajaran meliputi taman kanak-kanak (TK) yang
merupakan kegiatan pada tingkat pra belajar, kemudian sekolah dasar (SD) yang
merupakan program penyelenggaraan belajar selama enam tahun, kemudan sekolah
lanjutan tingkat pertama (SLTP) merupakan program penyelenggaraan belajar
selama tiga tahun, serta sekolah menengah umum (SMU) yaitu penyelenggaraan
program pendidikan menengah sebagai tahap persiapan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
c. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan meliputi posyandu, balai pengobatan warga, balai
kesejahteraan ibu dan anak (BKIA), puskesmas dan balai pengobatan, puskesmas
pembantu dan balai pengobatan, tempat praktik dokter, serta apotik. Adapun fungsi
utama dari sarana kesehatan antara lain memberikan pelayanan kesehatan serta
memberikan manfaat yang besar bagi kesehatan kepada masyarakat. Kemudian
untuk fungsi khususnya antara lain, penyembuhan, pencegahan, serta pengobatan.
d. Sarana Peribadatan
Sarana peribadatan merupakan sarana yang berfungsi untuk mengisi kebutuhan
rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan keputusan masyarakat
yang bersangkutan, dikarenakan beragamnya agama dan kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat penghuni yang bersangkutan. Sehingga penetapan terkait jenis dan
jumlah fasilitas peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah
lingkungan perumahan dihuni selama beberapa waktu. Jenis sarana peribadatan
sangat tergantung pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk
menurut agama yang dianut juga tata cara atau pola masyarakat setempat dalam
menjalankan ibadah agamanya. Adapun jenis sarana peribadatan berdasarkan
standar pelayanannya meliputi musholla/langar untuk kelompok penduduk 250
jiwa, kemudian masjid untuk kelompok penduduk 2.500 jiwa, masjid kelurahan
untuk 30.000 jiwa, masjid kecamatan untuk 120.000 jiwa, sarana ibadah agama
katolik dalam penyediaannya mengikuti paroki, hindu mengikuti adat, dan budha
serta kristen protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hirarki lembaga.

11
e. Sarana Perdagangan dan Jasa
Menurut skala pelayanan, jenis sarana perdagangan dan jasa dibagi menjadi
toko/warung yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan skala
pelayanan unit RT, kemudian pertokoan yang menjual barang-barang kebutuhan
sehari-hari yang lebih lengkap dengan skala pelayanan untuk 6.000 penduduk,
pusat pertokoan/pasar lingkungan yang menjual keperluan sehari-hari termasuk
komoditas bahan pangan, bahan-bahan pakaian, pakaian, alat-alat pendidikan,
beserta alat-alat rumah tangga lainnya dengan skala pelayanan unit kelurahan, dan
yang terakhir yaitu pusat perbelanjaan dan niaga merupakan sarana perdagangan
dan jasa yang menjual diluar kebutuhan yang telah dipenuhi oleh sarana
perdagangan dan jasa pada jenis sebelumnya.
2.6.3 Utilitas
Utilitas merupakan pelayanan seperti jaringan drainase, jaringan air bersih,
jaringan air limbah, jaringan gas, jaringan listrik, dan jaringan telepon, yang pada
umumnya diperlukan untuk beroperasinya suatu bangunan dan lingkungan
permukiman (SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan
di Perkotaan).
a. Jaringan Drainase
Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan
ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan, yang harus disediakan
pada lingkungan perumahan di perkotaan. Adapun badan penerima air yang
dimaksud meliputi sumber air di permukaan tanah yang terdiri dari laut, sungai,
danau, serta sumber air di bawah permukaan tanah yitu air tanah akifer (SNI 03-
1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan).
b. Jaringan Air Bersih
Lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan jaringan air bersih agar dapat
memenuhi persyaratan untuk melayani kebutuhan rumah tangga. Adapun fasilitas
pendamping jaringan air bersih lainnya meliputi kran umum dan hidran kebakaran,
dengan ketentuan penginstalan untuk kran umum disediakan untuk jumlah pemakai
sebanyak 250 jiwa dengan radius pelayanan maksimum 200 meter, kemudian untuk
ketentuan penginstalan hidran kebakaran pada kawasan perumahan jarak antara
kran maksimum 200 meter.

12
c. Jaringan Air Limbah
Untuk membentuk jaringan air limbah, maka komponen yang harus diinstal
untuk dapat diintegrasikan meliputi septik tank, bidang resapan, serta jaringan
pemipaan air limbah. Adapun ketentuan alternatif jika tidak memungkinkannya
penginstalan septik tank dan bidang resapan yaitu dengan disediakannya sistem
pembuangan air limbah lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem
pembuangan air limbah kota atau dengan cara pengolahan lain serta harus dibuat
bidang resapan bersama yang dapat melayani beberapa rumah.
d. Jaringan Listrik
Sebelum dilakukannya pemasangangan instalasi jaringan listrik di lingkungan
perumahan dan bagunan hunian perlu diketahui dan dipertimbangkannya
kebutuhan daya listrik dan jaringan listrik pada daerah tersebut. Adapun
persyaratan terkait kriteria dalam penyediaan kebutuhan daya listrik meliputi setiap
lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber
lain dan setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450
VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah
tangga. Kemudian untuk persyaratan terkait kriteria dalam penyediaan jarinngan
listrik meliputi disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki
pelayanan, dimana besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit
hunian yang mengisi blok siap bangun; disediakan tiang listrik sebagai penerangan
jalan yang ditempatkan pada area daerah milik jalan pada sisi jalur hijau yang tidak
menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar; disediakan gardu listrik untuk setiap
200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas dari kegiatan
umum; adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan
tinggi lebih darai 5 meter dari muka tanah; sedangkan untuk daerah di bawah
tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk tempat tinggal atau kegiatan
lain yang bersifat permanen karena akan membahayakan keselamatan.
e. Jaringan Telepon
Adapun jenis prasarana jaringan telepon yang harus dimiliki pada kawasan
perumahan antara lain kebutuhan sambungan telepon dan jaringan telepon. Adapun
persyaratan terkait kriteria dalam penyediaan kebutuhan sambungan telepon
meliputi tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan

13
telepon umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa; dibutuhkan
sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250 jiwa penduduk
atau skala pelayanan unit RT yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut; ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus
memiliki jarak radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m; penempatan pesawat
telepon umum diutamakan di area-area publik seperti ruang terbuka umum, pusat
lingkungan, ataupun berdekatan dengan bangunan sarana lingkungan; dan
penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca seperti terpapar air
hujan dan panas matahari yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan
kenyamanan pemakai telepon umum tersebut. Kemudian untuk persyaratan terkait
kriteria dalam penyediaan jaringan telepon meliputi tiap lingkungan rumah perlu
dilayani jaringan telepon lingkungan dan jaringan telepon ke hunian; jaringan
telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan (jaringan jalan) dan
jaringan prasarana / utilitas lain; tiang listrik yang ditempatkan pada area daerah
milik jalan pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di
trotoar; dan stasiun telepon otomat untuk setiap 3.000 – 10.000 sambungan dengan
radius pelayanan 3 – 5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai pusat
pengendali jaringan dan tempat pengaduan pelanggan.

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Kegiatan


Lokasi penelitian karakteristik kawasan permukiman kumuh ini terletak di RT 3
Kampung Selambai Kelurahan Loktuan Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, smartphone,
laptop, Microsoft Word, Google Maps, Map Maker, dan ArcGIS.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui survei primer
dengan melakukan observasi dan wawancara serta survei sekunder dengan mereview berbagai
literatur terkait permukiman kumuh di Kampung Selambai.
3.3.1 Observasi
Melalui metode observasi ini diharapkan penulis dapat melihat langsung kondisi dari
lingkungan permukiman beserta fasilitas penunjang dan kegiatan masyarakatnya untuk dapat
mengetahui karakteristik, potensi, dan permasalahan pada permukiman kumuh di RT 3
Kampung Selambai.
3.3.2 Wawancara
Melalui metode wawancara yang dilakukan pada Jumat, 23 Oktober 2020 dengan Ketua
Gerakan Pemuda Selambai yaitu atas nama Fachrul Rasyid dan tiga anggota Gerakan Pemuda
Selambai antara lain Suryani, Eko Saputra, dan Erwin Saputra. Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan, diperoleh data dan informasi terkait ketersediaan dan permasalahan
prasarana, sarana, dan utilitas sebagai fasilitas penunjang permukiman di lokasi studi serta
potensi dari kawasan permukiman di lokasi studi.
3.3.3 Studi Literatur
Literatur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan literatur yang berkaitan
dengan karakteristik dan penanganan kawasan permukiman kumuh.
3.4 Metode Analisis
Adapun metode analisis yang digunakan yaitu analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunities, dan Threats) dengan menggunakan data dan informasi yang telah diperoleh dari
observasi, wawancara, serta studi literatur yang telah dilakukan.

15
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum


Wilayah studi RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Loktuan Kecamatan
Bontang Utara Kota Bontang merupakan sebuah kawasan permukiman yang berada
di daerah pesisir Kota Bontang sekaligus telah ditetapkan sebagai kawasan
permukiman kumuh oleh Pemerintah Kota Bontang. Pola permukiman pada
wilayah studi ini yaitu linier atau memanjang, sebab tumbuhnya permukiman
mengikuti garis pantai mengingat Kampung Selambai berada pada wilayah pesisir
Kota Bontang. Adapun pada wilayah studi terdapat 19 rumah yang terbagi menjadi
beberapa klasifikasi.
4.2 Hasil Observasi
Berdasarkan hasil survei primer dan sekunder yang telah dilakukan,
diperoleh klasifikasi rumah, fasilitas penunjang, serta potensi maupun
permasalahan yang terdapat di koridor permukiman sepanjang 150 meter di RT 3
Kampung Selambai Kelurahan Loktuan Kecamatan Bontang Utara antara lain
sebagai berikut.
Tabel 4. 1 Klasifikasi Rumah pada Permukiman Kumuh
RT 3 Kampung Selambai
No. Gambar Menurut Menurut Menurut Menurut
Fisik Fungsi Lantai Bentuk
Bangunan Bangunan
1. Semi Hunian & Berlantai Tunggal
permanen Perdagangan 1
dan Jasa

2. Permanen Hunian Berlantai Tunggal


2

16
No. Gambar Menurut Menurut Menurut Menurut
Fisik Fungsi Lantai Bentuk
Bangunan Bangunan
3. Permenen Hunian Berlantai Tunggal
1

4. Semi Hunian & Berlantai Kopel


permanen Perdagangan 1
dan Jasa

5. Semi Hunian & Berlantai Tunggal


permanen Perdagangan 1
dan Jasa

6. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

7. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 2

8. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

9. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

10. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

17
No. Gambar Menurut Menurut Menurut Menurut
Fisik Fungsi Lantai Bentuk
Bangunan Bangunan
11. Permanen Hunian Berlantai Tunggal
1

12. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

13. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

14. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

15. Semi Hunian Berlantai Tunggal


permanen 1

16. Semi Hunian & Berlantai Tunggal


permanen Perdagangan 1
dan Jasa

17. Semi Hunian & Berlantai Tunggal


permanen Perdagangan 1
dan Jasa

18
No. Gambar Menurut Menurut Menurut Menurut
Fisik Fungsi Lantai Bentuk
Bangunan Bangunan
18. Permanen Hunian Berlantai Tunggal
1

19. Semi Hunian & Berlantai Tunggal


permanen Perdagangan 1
dan Jasa

Sumber: Penulis, 2020


Selain tipe rumah menurut fisik bangunan, fungsi, jumlah lantai bangunan, dan
bentuknya, dibagi juga rumah dengan fasilitas keamanan pagar yaitu sebanyak dua
rumah yang dapat dilihat pada Nomor 3 dan 11 Tabel 4.1.
Pada wilayah studi ditemukan prasarana sebagai fasilitas penunjang dalam
permukiman tersebut meliputi hidran dan tempat pembuangan sementara dengan
masing-masing berkondisi baik sebab untuk hidran sendiri baru dilakukannya
pemasangan, dan untuk tempat pembuangan sementaranya juga dalam kondisi baik
dengan tidak berbau dan tidak dalam kondisi penuh sampah. Menurut keterangan
dari Ketua RT 3 Kampung Selambai atas nama Bapak Ahmadi, bahwa
pengangkutan sampah dilakukan setiap harinya pada pukul 18.00 WITA oleh
petugas.
Pada wilayah studi ditemukan sarana sebagai fasilitas penunjang dalam
permukiman tersebut meliputi sarana peribadatan yang berjarak 67 meter dari
wilayah studi. Kemudian adanya sarana pemerintahan dan pelayanan umum
informal yaitu Kantor sekaligus Rumah Hunian Ketua RT serta Rumah Ketua
Komunitas Nelayan Hidayah. Lalu adanya sarana perdagangan dan jasa berupa
tempat penampungan ikan dan pujasera yang menjadi tempat berkumpul dan
hiburan di Kampung Selambai bahkan Kelurahan Lok Tuan. Dan permukiman ini
berjarak ± 1 km dari Pasar Tradisional Lok Tuan.
Kemudian untuk utilitas, berdasarkan keterangan anggota Gerakan Pemuda
Selambai dan hasil observasi, wilayah studi telah teraliri jaringan listrik dari PLN

19
dan telah terjangkau air bersih PDAM, serta telah adanya jaringan telepon dan telah
dilakukannya pemasangan Wi-Fi.

Gambar 4. 1 Utilitas RT 3 Kampung Selambai


Kelurahan Loktuan Kecamatan Bontang Utara
Sumber: Penulis, 2020
Adapun permasalahan yang dapat dipaparkan atas dasar telah
dibandingkannya kondisi bangunan beserta fasilitas penunjangnya dengan dasar
teori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka antara lain sebagai berikut.
1. Pemasangan jaringan limbah yang menurut masyarakat masih tidak tertata
dengan baik sebab letak septic tank warga berdekatan dengan rumah lainnya
sehingga tercium bau yang tidak sedap dan pada akhirnya masyarakat lebih
memilih untuk tidak memiliki septic tank dan berpotensi menyebabkan
permasalahan lingkungan dikarenakan limbah akan langsung menuju laut.
2. Jarak antar rumah saling berdekatan bahkan ada yang berhimpitan sehingga
menunjukkan bahwa besarnya presentase Koefisien Dasar Bangunan dan
Garis Sempadan Bangunan yang sekaligus menunjukkan kurangnya ruang
terbuka pada setiap rumahnya.
Adapun potensi dari koridor permukiman ini yang dapat dipaparkan atas
dasar telah dibandingkannya kondisi bangunan beserta fasilitas penunjangnya
dengan dasar teori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka yaitu dapat
ditransformasikannya kawasan kumuh ini menjadi kawasan pariwisata dengan telah
dilakukannya perbaikan dan pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah Kota
Bontang dari perencanaan yang telah dilakukan sejak 2018.
Kemudian adanya kegiatan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi
dengan Program KOTAKU dengan infrastruktur yang dibangun meliputi jembatan
beton, landmark atau icon patung Burung Kuntul Perak, penginstalan hidran, dan
pemasangan jaringan limbah di bawah jembatan beton yang sedang dibangun.

20
(a) (b) (c) (d)
Gambar 4. 2 Kegiatan Pembangunan di Koridor Permukiman
RT 3 Kampung Selambai
Sumber: Penulis, 2020
Adapun informasi unik dari permukiman ini ialah berdasarkan keterangan
Gerakan Pemuda Selambai bahwa 90% penduduk dari Kampung Selambai adalah
Suku Bugis membuat banyaknya penduduk yang membangun atap rumah mereka
dengan ornamen khusus sebagai identitas warganya yang bersuku bugis. Kemudian
dengan hanya berjarak 100 meter dari koridor permukiman ini telah dilakukannya
pembangunan Masjid Terapung yang direncakana akan menjadi icon wisata religi
Kota Bontang.

Gambar 4. 3 Informasi Unik di Sekitar Koridor Permukiman


RT 3 Kampung Selambai
Sumber: Penulis, 2020

4.3 Analisis SWOT


Berdasarkan penyajian data dan informasi, berikut analisis SWOT yang
dapat disusun.
SWOT Keterangan
Strength 1. Masyarakat yang harmonis akibat
didominasi oleh suatu suku yaitu
Suku Bugis sehingga terciptanya
keseragaman dalam hal budaya.

21
SWOT Keterangan
2. Letak koridor permukiman ini
yang berada pada pintu masuk
Kampung Selambai.
3. Hanya berjarak 3-5 meter dari
koridor permukiman terdapat
Pujasera sebagai tempat untuk
menjual makanan ringan dan
tempat berkumpulnya masyarakat.
Weakness Masih berdekatannya jarak antar
rumah yang menandakan besarnya
presentase KDB dan GSB sehingga
kurangnya RTH yang tersedia.
Opportunity 1. Telah dilakukannya pembangunan
infrastruktur meliputi
pembangunan landmark,
jembatan beton, penginstalan
hidran, serta pemasangan
jarinngan limbah dalam rangka
pelaksanaan Program KOTAKU.
2. Telah dilakukannya pembangunan
icon wisata religi Kota Bontang
yaitu Masjid Terapung.
3. Pekerjaan masyarakat yang
didominasi sebagai nelayan.
Threats Perkerasan jaringan jalan lingkungan
berupa papan kayu yang dikhawatirkan
akan memudahkan potensi terjadinya
kebakaran dengan skala besar.
Sumber: Penulis, 2020

22
Setelah dipaparkannya hasil analisis SWOT tersebut, dapat dirumuskan
strategi kebijakan untuk koridor permukiman kumuh RT 3 Kampung Selambai
yaitu dengan telah dibangunnya jembatan beton beserta icon patungnya, kemudian
mengingat profesi masyarakat didominasi sebagai nelayan, maka sangat
memungkinkan jika masyarakat di koridor permukiman ini diberdayakan untuk
pengembangan kawasan pariwisata kuliner di Kampung Selambai, mengingat telah
tersedianya pujasera serta koridor permukiman ini merupakan pintu masuk
Kampung Selambai.

23
Gambar 4. 4 Peta Wilayah Studi RT 3 Kampung Selambai
Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara
Sumber: Penulis, 2020 24
Gambar 4. 5 Peta Tipe Rumah Menurut Fisik Bangunan
RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara
Sumber: Penulis, 2020 25
Gambar 4. 6 Peta Tipe Rumah Menurut Fungsi
RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara 26
Sumber: Penulis, 2020
Gambar 4. 7 Peta Tipe Rumah Menurut Jumlah Lantai Bangunan
RT 3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara
Sumber: Penulis, 2020 27
Gambar 4. 8 Peta Prasarana RT 3 Kampung Selambai
Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara 28
Sumber: Penulis, 2020
Gambar 4. 9 Peta Sarana RT 3 Kampung Selambai
Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara 29
Sumber: Penulis, 2020
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukannya pengumpulan data melalui survei primer dengan
observasi dan wawancara, serta dengan membaca berbagai literatur terkait
permukiman kumuh dan permukiman pada RT 3 Kampung Selambai, yang
selanjutnya telah dilakukannya identifikasi sesuai dengan sasaran yang telah
dirumuskan, sampai kepada penyajian hasil olahan data berupa deskripsi, tabel, dan
peta, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permukiman kumuh di RT 3 Kampung
Selambai Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara yang sampai ditulisnya
laporan ini telah berada dalam tahap pembangunan infrastruktur yang sudah
direncanakan sejak tahun 2018 oleh Pemerintah Kota Bontang melalui Program
KOTAKU, dengan begitu diharapkannya karakteristik permukiman kumuh yang
sebelumnya ada pada koridor permukiman RT 3 Kampung Selambai ini seperti
tidak baiknya sistem pembuangan limbah serta dekatnya jarak antar rumah dapat
segera teratasi dengan penyediaan dan pembangunan infrastruktur yang saat ini
sedang dijalankan.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada koridor permukiman kumuh di RT
3 Kampung Selambai Kelurahan Lok Tuan Kecamatan Bontang Utara yaitu
sebaiknya ketika masih dilakukannya pembangunan terutama pada jembatan beton
harap warga untuk tidak terlebih dahulu memenuhi jembatan beton tersebut yang
biasa masyarakat lakukan di sore hari mengingat saat ini juga masih terjadinya
pandemi Covid-19.

30
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, A. G. (2007). Identifikasi Perumahan dan Permukiman di Kecamatan Palu Selatan


Kota Palu. Mektek, 1.
Bontang, B. P. (2019). Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 13 Tahun 2019 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2019-2039. Bontang: Badan
Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kota Bontang.
Bontang, D. P. (2018). Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bontang. Bontang: Dinas
Perumahan Kota Bontang.
Direktorat Pengembangan Permukiman, D. J. (2006). Peroman Identifikasi Kawasan
Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan. Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta
Karya.
Kustiawan, I., & Ramadhan, A. (2019). Strategi Peningkatan Kualitas Lingkungan Kampung
Kota dalam Rangka Pembangunan Kota yang Inklusif dan Berkelanjutan. Regional and
Rural Development Planning, 64-84.
Nasional, B. S. (2004). SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan. Jakarta.
Permukiman, D. P. (2019). Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan
Infrastruktur Bantuan Pemerintah untuk Masyarakat (BPM) Peningkatan
Penghidupan Masyarakat Berbasis Komunitas (PPMK). Jakarta: Direktorat Jenderal
Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Rakyat, D. P. (2011). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.

31
LAMPIRAN

https://youtu.be/VgwoIwxBPs4

32

Anda mungkin juga menyukai