Mata Kuliah:
Pengembangan Masyarakat
Dosen Pengampu:
Dwiana Novianti Tufail, S.T., M.T.
Asri Prasaningtyas, S.Hut., M.Sc.
Disusun Oleh:
Ribka Dwi Sellin (08191064)
BALIKPAPAN
2020
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
2.1.1 Sub Materi: Integrasi dan Koordinasi Pembangunan yang Sepadan dengan Perubahan
Iklim 2
2.1.4 Sub Materi: Fenomena Perubahan Iklim di Indonesia: Tantangan Respon Kebijakan dan
Pengembangan Teknologi ............................................................................................................... 4
2.1.5 Sub Materi: Pelibatan Masyarakat untuk Pemulihan Ekologi-Sosial di Indonesia ......... 4
2.3 Kesan....................................................................................................................................... 6
LAMPIRAN............................................................................................................................................ 7
ii
BAB I
PROFIL KEGIATAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
atmosfer yang memicu peningkatan suhu antara 1,4-5,8 derajat celcius sehingga dapat terjadinya
pemanasan global.
Kemudian program yang disusun dari hasil kebijakan Daerah Provinsi Jawa Barat,
dilakukannya Program Kampung Iklim (PROKLIM) yang dilaksanakan secara lokal oleh masyarakat
yang diharapkan nantinya dapat meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dan
pengurangan emisi gas rumah kaca. Pada penyelenggaraan Program Kampung Iklim ini telah terlebih
dahulu dilakukannya pembinaan eco-village atau pengembangan desa berbudaya lingkungan. Capaian
keberhasilan dari pembentukkan PROKLIM ini dapat ditinjau dari tiga aspek yang masing-masing
memiliki poin penilaian, meliputi aspek adaptasi dengan poin pengendalian kekeringan, banjir, dan
longsor, peningkatan ketahanan pangan, penanganan atau antisipasi kenaikan muka air laut, dan
pengendalian penyakit terkait iklim; kemudian aspek mitigasi dengan poin pengolahan sampah dan
limbah padat, pengolahan dan pemanfaatan limbah cair, penggunaan energi baru, terbarukan, dan
konservasi energi, pengelolaan budidaya pertanian, peningkatan tutupan vegetasi, serta pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan; serta aspek kelembagaan dan dukungan keberlanjutan
dengan poin kelompok masyarakat, dukungan kebijakan, dinamika kemasyarakatan, kapasitas
masyarakat, keterlibatan pemerintah, keterlibatan dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, serta
universitas, pengembangan kegiatan, dan manfaat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipasi
penuh masyarakat terhadap pelaksanaan peningkatan kepedulian perlindungan lingkungan hidup secara
mandiri menjadi salah satu capaian yang diinginakan dari PROKLIM. Pada tahun 2019, PROKLIM
Jawa Barat yang telah terverifikasi telah mencapai 61 lokasi. Telah disusunnya pula rencana pembinaan
alumni PROKLIM dengan proses pelatihannya melibatkan berbagai pihak atau dapat disebut dengan
pentahelix meliputi pemerintah, masyarakat, swasta, media, dan akademisi dengan distribusi peserta
yaitu masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak swasta yang terlibat PROKLIM, fasilitator yaitu
akademisi, dan supervise yaitu media massa dan influencer.
2.1.3 Sub Materi: Renewable Energy Lifestyle
Teknologi diciptakan untuk mengatasi permasalahan, dan tidak selalu teknologi diciptakan
langsung dan baru melainkan lebih kepada penggunaan teknologi yang telah ada kepada permasalahan
yang tepat, termasuk eco-technology. Keterlaksanaan penggunaan renewable energy bergantung
kepada pilihan manusia, apakah akan dijakan sebagai gaya hidup atau sebagai trending. Ketika memilih
menjadi gaya hidup sudah tidak ada pilihan untuk tidak menggunakan renewable energy tetapi ketika
masih memilih trending berarti masih memiliki kesempatan untuk memilih tidak menggunakan
renewable energy. Maka dari itu dibutuhkannya inovasi dalam hal penerapan renewable energy yang
kemudian sampai kepada tahap gaya hidup salah satunya dengan membuat masyarakat resilience
terhadap bencana telah dilakukannya berbagai upaya baik dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia dan PT PLN untuk meningkatkan rasio elektrifikasi yang diupayakan pada
Desa Tawui, Desa Lailunggi, Desa Praimadita, Desa Praiwitu, dan Desa Tandula Jangga dengan
dilakukannya pelatihan kepada penduduk untuk memasang dan menggunakan inovasi teknologi yang
3
telah diintegrasikan oleh PT Inovasi Dinamika Pratama, dengan tujuan untuk dapat menciptakan
masyarakat yang resilience meskipun penggunaan teknologi renewable energy terisebut merupakan
gaya hidup atau tidak ada pilihan lain oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan listrik mereka.
2.1.4 Sub Materi: Fenomena Perubahan Iklim di Indonesia: Tantangan Respon Kebijakan
dan Pengembangan Teknologi
Peran ITB sebagai pihak akademisi terhadap adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Secara
teoritis, pemikiran terhadap perubahan iklim terbagi menjadi dua yaitu yang telah percaya bahwa telah
terjadinya perubahan iklim dan yang skeptis atas terjadinya perubahan iklim. Sebenarnya melalui siklus
alam, telah seimbangnya karbon yang dihasilkan dan diserap, tetapi yang membuat menjadi
permasalahan adalah manusia dengan pemikiran antroposentrisnya menghasilkan karbondioksida lebih
banyak. Menurut UNFCC, diperlukannya adaptasi dan mitigasi untuk merespon perubahan iklim.
Mitigasi dalam hal ini berarti upaya pengurangan konsentrasi gas emisi rumah kaca. Kemudian adaptasi
adalah penyusunan sistem alam dan manusia dalam merespon dampak stimuli aktual di masa depan.
Adapun fokus penanganan isu perubahan iklim di berbagai instansi di pemerintah memiliki fokus yang
beragam. Sehingga perlu dibuat dan diutamakannya kebijakan yang bersifat adaptif.
2.1.5 Sub Materi: Pelibatan Masyarakat untuk Pemulihan Ekologi-Sosial di Indonesia
Harus dilakukannya peninjauan penyebab krisis ekologis agar solusi atau teknologi yang
ditawarkan dapat dengan permanen menjawab berbagai permasalahan ekologis. Masyarakat Indonesia
masih rentan terhadap bencana, dengan bukti diketahui sebanyak lima juta penduduk yang belum siap
siaga ataupun masih menjadi penderita dari perubahan iklim. Kemudian penyebab terjadinya
permasalahan ekologis dikarenakan kecenderungan sistem ekonomi Indonesia seperti negara pada
umumnya di dunia, memandang sumber daya alam sebagai bahan input kegiatan produksi, sehingga
terjadinya eksploitasi yang kemudian terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan sebagai
indikasi penurunan daya dukung atau kualitas ekosistem.
Dalam mengukur partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut teori Arnstein (1969),
maka diketahui bahwa level tertinggi dari partisipasi masyarakat Indonesia berada pada level lima yaitu
placation atau simbolisasi yang berarti belum sepenuhnya menampung dan melaksanakan
sesungguhnya dari masyarakat. Sehingga jika ingin dicapainya penurunan kerentanan masyarakat
terhadap bencana, peningkatan resilience/ketahanan masyarakat terhadaap bencana, dan kesejahteraan
masyarakat, maka perlu dilakukannya upaya untuk meningkatkan level partisipasi masyarakat.
Kemudian perlu diperhatikannya indikator kemajuan suatu bangsa secara kualitatif dan perlu
dilakukannya demokratisasi atas penguasaan dan pemanfaatan kekayaan alam dengan penghentian
ekspansi industri yang monokultur dalam upaya pengentasan kemiskinan. Selanjutnya perlu
dilakukannya transformasi ekonomi dari model ekonomi linier menuju model ekonomi sirkular yang
bertujuan untuk dilakukannya efisiensi sumber daya. Pelaksanaan model sirkular ini meliputi, desain
4
produk harus minim bahan baku, energi, dan limbah serta upaya mempertahankan umur produk selama
mungkin.
2.2 Pandangan Teoritis
Dalam pembangunan berbasis masyarakat yang perlu diperhatikan meliputi kebutuhan
masyarakat, kemampuan masyarakat, dan ketersediaan sumber daya. Adapun sumber daya yang
digunakan merupakan sumber daya lokal yang sekaligus sebagai tanda menghargai kearifan lokal. Dari
dasar teori pembangunan berbasis masyarakat tersebut telah tercermin pada penyampaian sub materi
“Renewable Energy Lifestyle” oleh Andre Susanto, yang telah menyebutkan bahwa dilakukannya
pelatihan kepada masyarakat untuk menggunakan alat energi terbarukan yang digunakan sebagai
sumber energi listrik di daerah tersebut yang menjadi kebutuhan vital dari masyarakat pada Desa Tawui,
Desa Lailunggi, Desa Praimadita, Desa Praiwitu, dan Desa Tandula Jangga. Hal ini menunjukkan untuk
melakukan suatu pembangunan baik yang berskala kecil ataupun besar, harus dilakukan dengan melihat
kebutuhan masyarakat lokal yang kemudian akan melanjutkan secara mandiri ataupun menjaga
pembangunan yang telah dilakukan. Selain itu dapat ditarik kesimpulannya bahwa kegiatan oleh PT
Inovasi Dinamika Pratama telah mencapai tujuan dari pengembangan masyarakat pada kelima desa
tersebut sebab mereka telah membantu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik
dengan penyediaan listrik dari tenaga terbaharukan yang sebelumnya merupakan desa tanpa listrik.
Kemudian dalam pendekatan untuk mengeksekusi pengembangan masyarakat terdapat tiga
cara meliputi self-help, technical assistance, dan konflik sosial. Self-help merupakan cara yang
didasarkan oleh adanya kepercayaan diri dan komitmen dari masyarakat itu sendiri untuk mengatasi
permasalahan komunitasnya. Kemudian technical assistance merupakan kegiatan pembimbingan dan
bantuan teknis yang berasal dari luar komunitas untuk membantu masyarakat agar dapat lebih sadar
atas permasalahan ataupun potensi dari lingkungan lokal mereka sehingga dibutuhkannya intervensi
pihak luar. Lalu konflik sosial merupakan perilaku yang mengancam dari satu pihak ke pihak lainnya
yang merasa diganggunya hak kebebasannya, sehinga dapat terungkapnya yang menjadi sebuah
keresahan dari masyarakat tersebut. Dari ketiga cara pendekatan dalam pengembangan masyarakat
tersebut, cara technical assistance digunakan dalam pengembangan masyarakat yang disampaikan oleh
narasumber pada sub materi “Pengembangan Kampung Iklim di Jawa Barat” yang disebutkan
dilakukannya kegiatan Program Kampung Iklim (PROKLIM) oleh masyarakat lokal dengan
diprakarsainya kegiatan ini oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang bertujuan untuk dapat
meningkatkan kepedulian perlindungan lingkungan hidup secara mandiri oleh masyarakat Jawa Barat.
Melihat tujuan tersebut, menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Barat harus terlebih dahulu diintervensi
untuk sadar akan perlindungan lingkungan hidup. Sehingga pemerintah daerah, pihak swasta, dan
akademisi merupakan pihak yang terlibat dalam mengintervensi masyarakat tersebut. Tetapi sangat
disayangkan, pemateri tidak menyebutkan lebih lanjut terkait peran dari setiap pihak tersebut apakah
sebagai fasilitator, edukator, penasehat, konsultan, ataupun organizer.
5
Selanjutnya yaitu tingkat partisipasi menurut Wilcox (1988) dikemukakan lima tingkatan
partisipasi masyarakat meliputi tingkat pemberian informasi, tingkat konsultasi yaitu penawaran
pendapat oleh masyarakat, kemudian tingkat pengambilan keputusan bersama, lalu tingkat bertindak
bersama dimana masyarakat terlibat dalam menjalin kemitraan dan pelaksanaan, serta tingkat
memberikan dukungan baik dari pendanaan, nasihat, maupun tenaga. Yang kemudian berdasarkan
pemaparan materi oleh narasumber pada sub materi “Pelibatan Masyarakat untuk Pemulihan Ekologi-
Sosial di Indonesia,” diketahui bahwa level tertinggi dari partisipasi masyarakat Indonesia berada pada
level placation atau simbolisasi yang berarti belum sepenuhnya menampung dan melaksanakan
sesungguhnya dari masyarakat jika berdasarkan teori Arnstein (1969). Hal ini menunjukkan masih perlu
dimaksimalkannya pelaksanaan pengembangan masyarakat dengan sungguh-sungguh melalui salah
satu dari ketiga pendekatan yang telah disebutkan.
Lalu dari penjabaran materi pada sub materi Integrasi dan Koordinasi Pembangunan yang
Sepadan dengan Perubahan Iklim, diketahui bahwa memang peranan masyarakat dalam suatu
pembangunan sangat penting dengan dapat dilihat pada pernyataan pemateri yang mengatakan dalam
pengurangan risiko bencana sebagai dampak dari adaptasi perubahan iklim, Pemerintah juga berfokus
pada peningkatan kapasitas adaptif masyarakat juha diperlukannya kerjasama yang sinergis antar sektor
baik dari pemerintah dan pelaku usaha.
2.3 Kesan
Kesan sebagai penulis pada Laporan Webinar Pengembangan Masyarakat terhadap Webinar
Pembangunan Adiwidya 8 “Ecotechnology dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Indonesia Berdaya
Menghadapi Perubahan Iklim” ini yaitu saya mendapatkan wawasan dan sudut pandang baru dalam
melihat penanganan atau pengantisipasian dampak dari suatu permasalahan dalam hal ini yaitu
permasalahan perubahan iklim. Dari webinar ini dapat diketahuinya bahwa dalam menangani
permasalahan climate change atau perubahan iklim dapat dilakukan dari ruang lingkup kecil seperti
pembangunan Kampung Iklim juga penggunaan pembangkit listrik dengan energi terbaharukan. Tetapi
meskipun dalam ruang lingkup kecil, pihak yang terlibat tidaklah sedikit, dibutuhkannya berbagai pihak
atau bisa disebut pentahelix, dimana tidak hanya masyarakat tetapi juga dari pihak pemerintah, swasta,
pengusaha, media, dan influencer yang dapat membantu dalam mengintervensi masyarakat.
6
LAMPIRAN
7
8
e-sertificate Peserta Webinar Pembangunan Adiwidya 8: