Anda di halaman 1dari 20

KEBIJAKAN SOSIAL dan LINGKUNGAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Akuntansi LIngkungan dan Sosial

Dosen Pengampu:
Wa Ode Sitti Nur Insani, SE.,M.E

Oleh:
Kelompok 4
FARRAS MUTTAQIN 216602082
DWI SETIA RINI 216602074

KELAS KAP
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM ENAM KENDARI
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalahini dengan judul
“Kebijakan Sosial dan Lingkungan”, tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti
dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Wa Ode Sitti Nur Insani,
SE.,M.E sebagai dosen pengampu mata kuliah Akuntansi LIngkungan dan
Sosial yang telah membantumemberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini. Tidak lupa juga ucapan Terimakasih kepada anggota
kelompok yang sudah berkontribusi dalam pembuatan makalah.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Kendari, Oktober 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................

BAB I.........................................................................................................................................

PENDAHULUAN.....................................................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................

BAB II.......................................................................................................................................

PEMBAHASAN.......................................................................................................................

2.1 Strategi Pengelolaan Lingkungan................................................................................

2.2 Kelembagaan Lingkungan Hidup................................................................................

2.3 Pengungkapan Sosial...................................................................................................

2.4 Teori Pengungkapan Sosial.......................................................................................

2.5 Pengungkapan Lingkungan.......................................................................................

2.6 Kasus Lingkungan.....................................................................................................

BAB III....................................................................................................................................

PENUTUP...............................................................................................................................

3.1 Kesimpulan................................................................................................................

3.2 Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Lingkungan Hidup
dimulai pada tahun 1976 disertai persiapan pembentukan kelompok kerja
hukum dan aparatur dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang kemudian menjadi Undang Undang (UU) No.4/1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan
adanya UU ini kesadaran masyarakat Indonesia akan arti penting untuk
memelihara lingkungan hidup mulai tumbuh. Untuk menindaklanjuti
undang-undang tersebut kemudian ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP)
No.29/1986 tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
merupakan pedoman pelaksanaan suatu proyek pembangunan. Setiap
proyek yang diperkirakan memiliki dampak penting diharuskan melakukan
studi AMDAL. Pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia telah
memperbaharui UU No.4/1982 dengan UU No.23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan Keppres No.23/1990 dibentuk Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) yang bertugas melaksanakan pemantauan
dan pengendalian kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup. Kemudian sejalan dengan
perkembangan masalah pengelolaan lingkungan hidup, pembentukan
Bapedal diperbaharui dengan Keppres No.77/1994, dan kemudian
diperbaharui lagi dengan Keppres No.196/1998 dan Keppres No.10/2000.
Melalui Keppres No.2/2002 telah ditetapkan Perubahan Keppres
No.101/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara serta Keppres No.4/2002 telah
ditetapkan Perubahan atas Keppres No.108/2001 Tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Menteri Negara.

1
Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup menyatakan bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya
alam untuk memajukan kesejahteraan umum perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan
terencana memadukan sumber daya ke dalam proses pembangunan
sehingga menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi
kini dan mendatang. Pendayagunaan sumber daya alam serta pengelolaan
lingkungan yang efektif dapat dipantau dan ditinggkatkan manfaatnya bila
suatu usaha atau kegiatan memiliki sistem administrasi pembangunan yang
mendokumentasikan secara sistematis, berkala dan objektif dari setiap
kegiatan yang dilakukannya. Instrumen yang diharapkan mampu
meningkatkan kinerja perusahaan dan mengukur ketaatan pelaksanaan
kegiatan pembangunan terhadap semua peraturan lingkungan yang berlaku
di Indonesia dicanangkan pada tahun 1994 oleh Pemerintah Indonesia
melalui Audit Lingkungan. Isu-isu lingkungan secara langsung dan tidak
langsung dapat mempengaruhi performa ekonomi suatu usaha/kegiatan
maupun organisasi. Peningkatan kebijakan lingkungan usaha dan informasi
keuntungan bagi investor maupun pelaku bisnis berdasarkan perlindungan
lingkungan produk, merupakan salah satu contoh yang bisa diketengahkan
saat ini. Dampak finansial dalam pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan isu-isu lingkungan, seringkali salah dalam
perhitungannya akibat adanya hidden cost maupun overhead cost apabila
menggunakan metode perhitungan akuntansi konvensional. Konsep
akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun
1970-an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan
meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang
mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan
lingkungan, bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja. Dan di tahun
1980-an, negara maju seperti Kanada sudah mulai memikirkan dan
menerapkan Audit Lingkungan.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Strategi pengolaan lingkungan
2. Bagaimana Kelembagaan lingkungan hidup
3. Bagaimana Pengungkapan social
4. Bagaimana Teori pengungkapan social
5. Bagaimana Pengungkapan lingkungan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengatahui Bagaimana Strategi pengolaan lingkungan
2. Untuk mengatahui Bagaimana Kelembagaan lingkungan hidup
3. Untuk mengatahui Bagaimana Pengungkapan social
4. Untuk mengatahui Bagaimana Teori pengungkapan social
5. Untuk mengatahui Bagaimana Pengungkapan lingkungan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Strategi Pengelolaan Lingkungan


Menurut Sulistyowati,2009, pada awalnya strategi pengolaan lingkungan didasarkan
pada pendekatan “carrying capacity approach”, akibat terbatasnya dukungan
lingkungan alamiah untuk menetralisir pencemaran yang terus meningkat, makanya
Upaya untuk mengendalikan pencemaran berubah dari “end of pipe treatment”
menjadi “pollution prevention” dimana pelaku industi di tuntut untuk melakukan peran
aktif dalam pengelolaan lingkungan, bahkan dengan meningkatnya kesadaran industri
akan pentingnya pengelolaan lingkungan, mereka bertindak proaktif didalam
pengupayaan pengendalian pencemaran untuk menghasilkan suatu produk yang aman
dan ramah lingkungan, dimana salah satu pendekatan tersebut adalah konsep “greening
business”

Greening business management adalah strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu


yang meliputi pengembangan struktur organisasi,sistem, dan budidaya dalam suatu
kompotensi hijau dengan cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang
pengolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengelolaan limbah,
penggunaan sumber daya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang
menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi
seluruh karyawan dalam organisasinya. Berdasarkan pengalaman dari beberapa
industri, maka ada 4 alasan yang menjadi penyebab industri harus meletakkan masalah
lingkungan sebagai aspek yang penting dalam usahanya, yaitu

A. Lingkungan dan efisiensi

Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (materi dan energi) sangat
terbatas, maka apapun juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya.
Oleh sebab itu industry harus mengupayakan daur ulang dan melakukan efisiensi

4
dalam penggunaan setiap material dan energi dalam proses produksinya, yang
mana hal tersebut mempunyai implikasi pada pengurangan biaya produksi.

B. Image lingkungan

Mempunyai sikap positif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik
unruk dapat menumbuhkan image yang selanjutnya untuk memperbesar market
share. Memperluas pasar dengan greening image akan tercapai apabila konsumen
telah bernuansa hijau pila.

C. Lingkungan dan peluang pasar


Dengan adanya tuntutan pasar terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam
hal Sistem Manajemen Lingkungan (SML), yang selanjutnya dikembangkan
menjadi pemberian sertifikat ISO 140001, maka hal ini memberikan dampak
positif bagi dunia usaha.
D. Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun low enforcement pemerintahan masih lemah, namun demikian
apabila terjadi pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan ataupun adanya
pengaduan masyarakat akibat dampak dari suatu aktivitas industry, maka akan
berdampak negative terhadap reputasi industry tersebut. Selain itu, organisasi
lingkungan lokal dan internasional akan bereaksi keras apabila terjadi
pelanggaran terhadap peraturan lingkungan. Oleh sebab itu, ketaatan terhadap
setiap peraturan lingkungan secara proaktif sangat dianjurkan agar peluang
untuk memperluas pasar dan sasaran dari bidang usaha tidak terganggu.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa bisnis hijau adalah trend saat ini,
yang mana untuk mencapai hal tersebut harus ada interaksi antar ekonomi dan
ekologi, hal ini disebabkan karena danya dampak sumber daya alam dan
sumber daya manusia dari setiap aspek dari suatu aktivitas perusahaan industry.
Untuk mencapai tujuannya, makas suatu perusahaan harus menciptakan sistem
input, proses, dan output yang terintegrasi sehingga memungkinkan
tercapainya suatu perusahaan hijau secara komperhensif.
Adapun keuntungan dari bisnis hijau adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya oprasi dengan mengefisiensikan eksploitasi sumber
daya alam

5
2) Menciptakan keunggulan bersaing dan dapat mempertahankan
kesetiaan pelanggan
3) Dapat menciptakan strategi lingkungan yang unik
4) Membantu perusahaan melakukan ekspansi ke pasar global
5) Meningkatkan image perusahhan dan hubungan baik dengan
masyarakat
6) Memperkecil resiko lingkungan jangka Panjang yang berkaitan dengan
kerusakan sumber daya alam, kenservasi energi dan pengendalian
pencemaran serta pengelolaan limbah
7) Memberikan keuntungan bagi ekosistem dan komunitas dimana
perusahaan itu beroprasi
8) Tidak dipandang dari sudut etika merupakan sesuatu yang sangat
diinginkan dan tidak dapat dihindari
9) Menjadikan perusahaan selangkah lebih maju dalam menaati peraturan
lingkungan

2.2 Kelembagaan Lingkungan Hidup


Kelembagaan dapat dilihat dari instansi pemerintahan dan LSM, perangkat hukum, dan
peraturan perundang-undangan, serta program-program yang dijalankan pemerintah
dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melaksanakan pembangunan
berkelanjutan

Perangkat hukum

Perangkat hukum yang berhubungan dengan lingkungan hidup mengacu


pada UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keppres
No.2/2002 tentang pengalihan tugas, fungsi dan kewenangan Bapendal ke
Mentri Negara dan Lingkungan Hidup, serta Keppres N0.4/2002 tentang unit
organisasi dan tugas eselon I Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam
melaksanakan tugasnya Menteri Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh:

a) Sekertaris Menteri Negara


b) Deputi Bidang Kebijaksanaan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup
c) Deputi Bidang Perningkatan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kewilayahan
d) Deputi Bidang Pengembangan Peran Masyarakat

6
e) Deputi Bidang Dampak Lingkungan Sumber Institusi
f) Deputi Bidang Dampak Lingkungan Sumber Non Institusi
g) Deputi Bidang Kelestarian Lingkungan
h) Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup
i) Staf Ahli Bidang Lingkungan Global
j) Staf Ahli Bidang Hukum Lingkungan
k) Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Lingkungan
l) Staf Ahli Bidang Sosial Budaya

Disaping memuat wewnang pemerintah dalam mengatur kebijakan untuk


melestarikan fungsi lingkungan hidup, UU No.23/1997 juga berisi persyaratan
penataan, penyelesaian sengketa, penyidikan, dan ketantuan pidana.
Persyaratan penataan lingkungan hidup dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

 Perijinan
Setiap kegiatan yang dapat menimbulkan dampak pentingnya terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki analisis dampak lingkungan untuk
memperoleh ijin melakukan kegiatan tersebut. Ijin diberikan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Pengawasan
Menteri mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan ketentuan
yang telah ditetapkan dalam perun dang-undangan lingkungan hidup. Untuk
melakukan pengawasan tersebut Menteri dapat menetapkan pejabat yang
berwenang.
 Sanksi Administrasi
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintah
terhadap penanggung jawab kegiatan yang melanggar perundang-undangan
lingkungan hidup. Wewenang ini dapat diserahkan kepada Bupati/Walikota
Madya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I
 Audit Lingkungan
Pemerintah mendorong penanggung jawab kegiatan/usaha untuk melakukan
audit lingkungan hidup

Isi dari UU Lingkungan Hidup yang pentingnya lainnya adalah:

7
 Bila terjadi sengketa lingkungan hidup, maka dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak
yang bersengketa.
 Untuk lebih meningkatkan penegakan hukum, selain penyidik Pejabat Polisi,
Pejabat Pegawai Sipil tertentu diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai
UU Hukum Acara Pidana yang berlaku.
 Bila terjadi tindak pidana yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup maka diancam dangan pidana penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah.

Lembaga

Berdasarkan UU No.23/1997 tidak secara eksplisit menyatakan struktur organisasi


yang menangani lingkungan hidup. Kementrian Negara Lingkungan Hidup bertugas
merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengelolaan lingkungan hidup,
juga mengkoordinasi kegiatan seluruh instansi pemerintahan yang berhubungan dengan
pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan Keppres No.2/2002 maka tugas dan
wewenang Bapendal dialihkan ke Kementrian Negara Lingkungan Hidup sehingga
struktur organisasinya mengalami perubahan sesuai Keppres No.4/2002. Sedangkan
Bapendal masih tetap dipertahankan bentuknya seperti semula. Disamping instansi
pemerintahan masih ada LSM dan Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang ikut berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Isntansi Pemerintahan

Kementrian Negara Lingkungan Hidup yang ada saat ini semula Bernama Kementrian
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang dibentuk
tahun 1978. Fungsi kementrian seperti saan ini yaitu Menyusun kebijaksanaan
pelestarian lingkungan hidup dan mengkoordinasikan pelaksanaannya. Pada awal
kegiatannya digunakan pendekatan advocacy yaitu usaha difokuskan kepada
peningkatan kesadaran berlingkungan hidup dan pengembangan sarana-sarana dasar
pelestarian lingkungan hidup. Pada tahun 1988 mulai tahapan berikutnya yaitu
accountability atau pertanggung jawaban. Dalam kerangkan accountability ini maka
dibentuk Bapendal dan mengembangkan kelembagaan serta meningkatkan penataan,
baik melalui pendekatan hukum maupun melalui instrument kebijakan alternatif.
Kelanjutan dari tahap ini adalah mengembangkan berbagai produk hukum yang
operasional, membentuk Bapendal Wilayah dan kemudian mendorong dibentuknya
Bapendal Daerah. Dimensi baru dalam pelestarian lingkungan muncul pada tahun 1999
yaitu dimensi environmental ethics yaitu antara lain keterbukaan dan peningkatan peran

8
serta masyarakat dengan intensitas yang lebih tinggi dalam mekanisme usaha
pelestarian lingkungan hidup. Seperti telah ndisebutkan sebelumnya, Pemerintah
Daerah tetap mempertahankan Bapendal agar memiliki kemampuan Koordinasi antar
unit dalam Pemerintahan Daerah.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

LSM adalah organiosasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan
sendiri dan berminat serta bergerak dalam bidang kemasyarakatan tertentu, misalnya
lingkungan hidup. Berdasarkan Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (KPLH), LSM sebagai sarana untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin
anggota masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan
demikian, KPLH memberikan arti yang besar terhadap peran LSM, baik sebagai
pencetus gagasan, motivator, pemantau pergerakan dan pelaksanan berbagai kegiatan
masyarakat dibidang pengelolaan lingkungan hidup. LSM ini ada yang bergiat dalam
lingkungan hidup yang spesifik, ada pula yang menangani banyak bidang. Penyabaran
LSM tersebut dapat dikatakan sudah merata ke seluruh pelosok tanah air. Hal ini
menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan
hidup bagi pembangunan berkelanjutan telah berkembang dan semakin luas.

Pusat Studi Lapangan

Tahun 1979 dibentuk PSL yang tersebar di berbagai perguruan tinggi. PSL merupakan
alat perluasan kerja Kementrian Negara Lingkungan Hidup di bidang penelitian,
pelatihan dan pengelolaan lingkungan di daerah. Berkaitan dengan peningkatan kualitas
dan kuantitas permasalahan lingkungan dan peningkatan kebutuhan keahlian dalam
lingkup yang luas. Maka PSL diharapkan dapat sebagai sarana untuk meningkatkan
kemampuan dan pelayanan, baik untuk sector privat maupun umum. Meskipun secara
struktural tetap dibawah dan bertanggung jawab pada perguruan tinggi masing-masing
PSL memiliki peran yang sangat besar dalam Pendidikan lingkungan hidup di daerah.
Hamper semua Pendidikan AMDAL dilakukan PSL. Kursus-kursus AMDAL di PSL di
berbagai perguruan tinggi di Indonesia mulai diselanggarakan tahun 1982

2.3 Pengungkapan Sosial


Barthelot et.al.(2003) mendefinisikan pengungkapan lingkungan sebagai suatu set item
informasi mengenai kinerja dan aktivitas manajemen yang berkaitan dengan lingkungan,
masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang yang merupakan hasil dari keputusan atau
Tindakan manajemen yang berkaitan dengan lingkungan. Guthrie dan Mathews (1985)
dalam Kackston dan Milne (1996) menyatakan bahwa pengungkapan social lingkungan
dapat diartikan sebagai penyajian informasi finansial dan non-finansial yang berkaitan
dengan interaksi organisasi dengan lingkungan social dan fisiknya. Dari kedua definisi
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan lingkungan merupakan penyajian
informasi baik finansial maupun non-finansial yang berkaitan dengan aktivitas organisasi
dengan lingkungan fisiknya baik di masa lalu, saat ini, dan masa yangakan datang.
Pengungkapan social yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary,

9
unaudited dan unregulated (Mathews,1984:6). Namun demikian, beberapa institusi telah
menawarkan model yang bisa dijadikan pedoman dalam aktivitas pengungkapan ini,
antara lain:

a. The Corporate Report (ASSC, 1975)


Laporan ini merekomendasikan beberapa hal yang terkategori di dalam domain
akuntansi social seperti value added statement, laporan ketenagakerjaa, laporan
prospek mendatang, statement of corporate objective dan pelaporan segmen.
b. The UK. Government Green Paper
Saran yang merekomendasikan dalam bagian khusus dari laporan tahunan ini
meliputi hal yang hampir sama dengan the corporate report yaitu value added
statement, laporan ketanakerjaan, laporan prospek mendatang, dan pengungkapan
tentang pengguanaan energi.
c. The Filar Social
The Filar Social dimulai pada tahun 1977, berawal dari pergolakan social yang
terjadi di Eropa pada Mei 1968 ini hanya mengatur tema ketanakerjaan semata.
Informasi yang harus disediakan oleh perusahaan meliputi berbagai item yang
terklasifikasi dalam 7 kategori: jumlah tenaga kerja, gaji dan tunjangan
tambahan, kondisi kegiatan, kondisi Kesehatan dan keselamatan, kondisi
pekerjaan lain yang terkait dengan ketanakerjaan, pelatihan dan Pendidikan.
d. Model Ernst & Ernst (1978)
Studi yang dilakukan oleh Ernst & Ernst sejak tahun 1972 himgga tahun 1978
menelusuri perusahaan yang tersebar setiap tahun disusun oleh majalah bisnis
FortuneI. Ernst & Ernst mengembangkan suatu daftar informasi social yang
perlu diungkapkan oleh perusahaan. Terdapat 27 informasi social yang
terklasifikasi dalam kategori lingkungan ekologis, energi, praktik bisnis yang
sehat, sumber daya manusia, keterliibatan perusahaan dalam komunitas, produk
dang pengungkapan pertanggungjawaban social lainnya.
e. The Union European des Experts Economicitie et Financiers (UEC-1983)
UEC mengeluarkan rekomendasi tentang Social Reporting diantaranya: ringkasan
laporan (berisi garis besar aspek paling signifikan mengenai kinerja social
perusahaan selama satu tahun terakhir yang dilengkapi dengan statement of
principal objective dan telaah terhadap prospek tahun berikutnya), laporan social
(berisi 9 indikator-ndikator social yang bersifat kuantitatif, 7 indikator
diantaranya berkaitan dengan hubungan antara perusahaan tenaga kerja, dan 2
indikator lainnya berhubungan dengan kemasyarakatan).
f. Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW)
Organisasi profesi para akuntan di Inggris dan Wales ini mengeluarkan
rekomendasi pada tema lingkungan yang perlu diungkapkan dalam laporan
tahunan. Sasran pengungkapan yang mereka berikan meliputi:

 Kebijakan lingkungan oleh perusahaan


 Identitas para direktur, dilengkapi dengan rincian tanggung jawab mereka
dalam perusahaan

10
 Informasi aksi lingkungan yang telah dilakukan, termasuk rincian asal
dan jumlah pengeluaran dalam aktivitas lingkungan
 Tujuan lingkungan perusahaan
 Dampak utama bisnis terhadap lingkungan dan jika memungkinkan
disertai dengan pengukuran kinerja lingkungan yang terkait
 Kepatuhan terhadap aturan dan petunjuk industry yang terkait dengan
lingkungan termasuk bila memungkinkan eco-audit scheme dari
masyarakat Eropa dan rincian yang berkaitan dengan pendaftaran dan
persetujuan di bawah standar Inggris tentang sistem manajemen
lingkungan
 Risiko lingkungan yang signifikan yang tidak disyaratkan untuk
diungkapkan dalam kewajiban kontinjensi
 Laporan audit eksternal pada akuntansi lingkungan yang dilakukan oleh
perusahaan termasuk yang terkait dengan tempat-tempat tertentu

g. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)


Serupa dengan IEACW, organisasi internasional PBB melalui salah satu
organnya, The Economic and Social Council (Ecosoc) mengeluarkan
rekomendasi daftar item di bidang lingkungan ekologi yang perlu diungkapkan
oleh perusahaan di dalam laporan lingkungannya. Daftar yang cukup
komperhensif ini meliputi 18 kelompok yang terdiri dari 88 item pengungkapan
lingkungan.

h. Global reporting Initiative (GRI-1999)


Pada bulan maret 1999, Lembaga ini mengeluarkan draff Susfainability
Reporting Guidelines (SRG). SRG berisi sejumlah item yang terklasifikasi dalam
3 kelompok utama: ekonomi, social, dan lingkungan. Pada bulan juni 1999, New
Economic Foundation menindaklanjuti Langkah GRI tersebut dengan
menerbitkan petunjuk teknis pelaksanaan SRG di bidang indikator social.

2.4 Teori Pengungkapan Sosial


Beberapa teori yang mendasari perusahaan untuk melaksanakan pengungkapan social
telah dikemukakan oleh banyak ahli dalam berbagai penelitian, yang kemudian
dirangkum oleh Gray (1995:52) sebagai berikit:

1. Destision Usefulness Studies


Sebagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan teori
ini menemukan bukti bahwa informasi social dibutuhkan oleh para pengguna.
Studi ini meminta para analis, banker, dan pihak lain yang terlibat untuk memberi
peringkat terhadap informasi akuntansi
2. Economic Theory Studies
Studi ini berdasarkan pada Economic Agency Theory. Teori ini menganalogikan
manajemen sebagai agen dari suatu interest group dari perusahaan yang
bersangkutan. Sebagai agen, maka manajemen berusaha untuk mengoprasikan

11
perusahaan sesuai dengan keinginan interest group yang diantaranya adalah
masyarakat
3. Social and Political Studies
Studi dalam bidang ini mencakup tiga teori utama antara lain:

a) Stakeholder Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa eksistensi perushaan ditentukan oleh
para stakeholder. Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para
stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaan. Semakin kuat
posisi stakeholder maka semakin kuat pula kecenderungan perushaan
untuk mengadaptasi dirinya sesuai dengan keinginan para stakeholder-
nya. Dalam hal ini, menmgungkapkan informasi social dan
lingkunganharus dianggap sebagai wujud dialog antara manajemen
dengan stakeholder-nya
b) Legitimacy Theory
Pengertian Teori Legitimasi menurut Lincoln dalam Gray (1995:54)
yaitu suatu kondisi atau status yang terjadi dimana sistem nilai suatu
entitas sesuai dengan nilai dari sistem social yang lebih besar yang
merupakan tempat atau bagian dari entitas tersebut. Sehingga, apabila
terjadi perbedaan dari kedua sistem nilai tersebut akan dapat
mengancam legitimasi entitas itu sendiri.

Dari kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan merupakan pihak yg
memiliki kekuasaan dari masyarakat untuk mengelola sumber daya yang dipercayakan
olehnya.

2.5 Pengungkapan Lingkungan


Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu bagian dari tema yang dipertimbangkan
dalam akuntansi pertanggung jawaban social (Glautier dan Underdwon, 1991:126).
Pengungkapan lingkungan mencakup aspek lingkungan dari proses produksi yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan-pencegahan
atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumberdaya alam. Berbagai
dorongan yang mengkondisikan perusahaan untuk melakukan menajeman lingkungan
secara aktif maka diharapkan manajemen melakukan sistem manajemen lingkungan yang
komperhensif, yang terdiri dari 5 pendekatan, yaitu:

1. Meminimalkan dan mencegah iwaste


Merupakan perlindungan lingkungan efektif yang sangat membutuhkan aktivitas
pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna
2. Demand-sidemenegement

12
Merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya
digunakan dalam dunia industry
3. Desain Lingkungan
Meruoakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen
lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada inefisiensi dalam
mendesain produk

4. Produk Stewardship
Merupakan praktik-praktik yang dilakukan untuk mengurangi resiko terhadap
lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi,
pemakaian atau penjualan produk

5. Full Cost Environmental Accounting


Merupakan konsep cost environmental yang secara langsung akan berpengaruh
terhadap individu, masyarakat dan lingkungan yang biasanya mendapatkan
perhatian dari perusahaan

2.6 Kasus Lingkungan


Kasus Pencemaran Lingkungan oleh Pt.GC

September 2008 kejahatan lingkungan yang telah di lakukan oleh PT GC yang


merupakan sebuah perusahaan tambang petungan antara PT ANTAM 20% dan
perusahaan asing BDI Mining Corp. 80% sudah Nampak jelas. Dalam beberapa tahun
belakangan ini pencemaran maupun dampak pertambangan GC telah merusak dan
mengganggu aktivitas pertanian masyarakat di Desa Palam, Guntung Manggis dan
Cempaka. Material pasir pun sebagai sisa dari aktivitas pertambangan intan di jual
dengan ketidak jelasan hasilnya.

Terkait dengan PT GC yang ada di kalsel, menurut organisasi non pemerintah


yang focus pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan
lingkungan, yaitu sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai yang
dapat membahayakan bagi Kesehatan dan keselamatan orang banyak. Perbaikan sistem
pengelolaan air limbah (Sispal) yang dilakukan oleh PT GC adalah suatu keharusan yang
dilakukan oleh sebuah perusahaan, dan itu memang sudah termasuk dalam dokumen
AMDAL yang telah mereka buat sendiri, dan itu tidak menghilangkan kasus kejahatan
lingkungan yang telah dilakukan PT GC.

13
Menurut Walhi Kalsel, salah satu alat bukti terjadinya kejahatan lingkungannya
adalah hasil penelitian tim gabungan Pemerintah Kota Banjarbaru dan Pemerintah
Provinsi Kalsel, melalui, Bappedalda, yang mengakibatkan tingkat keasaman air sungai
(ph) mencapai 2,97, sedangkan Peraturan Gubernur (Pergub) Kalsel mencatumkan ph
normal senilai 6 hingga 9. Selain itu, PT GC juga membuang limbah timbal mencapai
0,84, padahal sesuai Pergub Kalsel hanya dibolehkan 0,1. “Ini tentu saja bertentangan
dengan UU Lingkungan Hidup No23 Tahun 1997 Bab VI tentang Persyaratan Penataan
Lingkungan Hidup Pasal 20 ayat 1 “Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang
melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup,” ujar Hegar menjelaskan.
Juga dengan KUHP Pasal 202 Ayat (!) Barang siapa memasukkan barang sesuatu ke
dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau
untuk dipakai oleh atau bersma-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa
karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau Kesehatan orang, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya, pengelolaan lingkungan dan pengungkapan sosial meripakan
aspek penting dalam tata Kelola bisnis yang berkelanjutan. Perusahaan perlu
mengadopsi strategi hijau, mematuhi peraturan lingkungan, dan berkomunikasi
secara transparan dengan para stakeholder tentang Upaya mereka dalam
menjaga lingkungan. Kelembagaan lingkungan hidup dan peraturan hukum
juga mendukung Upaya ini dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup

3.2 Saran
Berdasarkan materi yang telah disampaikan, berikut adalah beberapa
saran yang dapat Kami pertimbangkan:
 Prioritaskan Strategi Hijau dalam Bisnis Anda: Jika Anda
merupakan seorang pemilik bisnis atau seorang pengusaha,
pertimbangkan untuk memprioritaskan strategi hijau dalam operasi
perusahaan Anda. Dengan mengurangi penggunaan sumber daya
alam, efisiensi dalam proses produksi, dan mengadopsi teknologi
ramah lingkungan, Anda dapat mengurangi biaya operasional dan
meningkatkan keunggulan bersaing.

 Bangun Citra Positif: Kesadaran lingkungan semakin


meningkat di kalangan konsumen. Oleh karena itu, usahakan agar
bisnis Anda memiliki citra positif dalam hal lingkungan. Ini
dapat membantu memperluas pasar Anda dan mempertahankan
pelanggan yang loyal.
 Perhatikan Peluang Pasar: Perhatikan tren pasar terkait
lingkungan seperti permintaan akan produk dan layanan yang
ramah lingkungan. Pertimbangkan untuk mengembangkan
produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan ini.
 Patuhi Peraturan Lingkungan: Ketaatan terhadap peraturan
lingkungan sangat penting. Pastikan bisnis Anda mematuhi
semua peraturan yang berlaku dan menghindari pelanggaran yang
dapat merusak reputasi Anda.
 Transparansi dan Pengungkapan: Jika Anda adalah seorang
manajer perusahaan, pertimbangkan untuk meningkatkan
transparansi dalam pengungkapan informasi sosial dan
lingkungan. Ini dapat meningkatkan legitimasi perusahaan di
mata para pemegang saham dan stakeholder lainnya.

15
 Peran LSM dan Pusat Studi Lingkungan: Kolaborasi dengan
LSM atau bermitra dengan Pusat Studi Lingkungan dapat
membantu perusahaan Anda dalam pengelolaan lingkungan.
Mereka dapat memberikan saran, dukungan, dan memantau
kinerja lingkungan Anda.
 Edukasi Karyawan: Jika Anda adalah seorang pemimpin
perusahaan, pastikan karyawan Anda memiliki pemahaman yang
baik tentang pentingnya pengelolaan lingkungan dan
berkontribusi aktif dalam upaya pengurangan dampak
lingkungan.
 Pengelolaan Limbah: Perhatikan pengelolaan limbah di
perusahaan Anda. Menerapkan praktik daur ulang dan
pengurangan limbah dapat membantu mengurangi dampak
lingkungan Anda.
 Pertimbangkan Investasi dalam Teknologi Hijau: Jika
memungkinkan, pertimbangkan untuk menginvestasikan dalam
teknologi yang ramah lingkungan yang dapat mengurangi emisi
dan limbah.
 Lakukan Audit Lingkungan: Pertimbangkan untuk melakukan
audit lingkungan untuk mengidentifikasi area di mana perusahaan
Anda dapat meningkatkan kinerja lingkungan dan memenuhi
kewajiban regulasi.

16
DAFTAR PUSTAKA
Akuntansi Sosial dan Lingkungan/Komang Adi Kurniawan Saputra, Ni
Putu Riski Martini, Putu Dian Pradnyanitasari Edisi Pertama
—Sidoarjo: Indomedia Pustaka, 2019 Anggota IKAPI No. 195/JTI/2018

17

Anda mungkin juga menyukai