Anda di halaman 1dari 24

Bab 5 Akuntansi keuangan menengah 1

Jawaban esai hal 235

1. Untuk perolehan aktiva dicatat dan diperlakukan dengan prinsip cost method yaitu
prinsip harga perolehan, sehingga semua biaya termasuk ke dalam biaya memperoleh aset
tersebut dan aset pun dicatat dengan menjumlahkan semua biaya.
2. Suku bunga efektif, yaitu suku bunga yang sesungguhnya dibebankan kepada debitur
dalam jangka waktu satu tahun apabila suku bunga nominal akan sama dengan nilai suku
bunga efektif, sedangkan Suku bunga dasar, yaitu tingkat suku bunga yang ditentukan
oleh Bank Sentral atas kredit ynag diberikan kepada perbankan dan tingkat suku bunga
yang ditetapkan bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharga yang ditarik atau
diambil alih oleh Bank Sentral. Dan beberapa factor yang memengaruhi perbedaan antara
suku bunga efektif dengan suku bunga dasar adalah:

a.) Perbedaan resiko, pinjaman pemerintah membayar tingkat bunga yang lebih rendah
dari pada tingkat bunga pinjaman swasta karena resikonya lebih kecil.
b.) Jangka waktu pinjaman, semakin lama waktu pinjaman semakin besar tingkat bunga.
c.) Biaya administrasi pinjaman, pinjaman yang lebih sedikit jumlahnya akan membayar
tingkat bunga yang lebih tinggi.
3. Yang termasukn dalam kas adalah: (1) Uang tunai dalam bentuk kertas/logam, (2) uang
perusahaaan yang disimpan di bank yang sewaktu-waktu dapat diambil, (3) Cek yang
diterima sebagai pembayaran dari pihak lain. (4) cek perjalanan. (5) wesel post. (6) Setara
kas, dan (7) Kas kecil.
4. Jenis-jenis metode pancatatan kas kecil:

a.) Sistem imprest kas kecil adalah mekanisme kas kecil dimana dana dipertahankan
tetap. Pada awalnya dibentuk dana kas kecil dalam jumlah tertentu. Setiap ada
pengeluaran akan dibuat bukti pengeluaran tetapi tidak dibuat jurnal Jika jumlah kas kecil
akan habis, maka akan dilakukan penggantian sejumlah dana yang telah dipakai

b.) Fluctuating system, dalam system ini dana kas kecil tidak ditetapkan sejumlah tertentu
sehingga saldonya bervariasi dari waktu ke waktu. Penggantian tidak didasarkan jumlah
terpakai tetapi sering kali ditetapkan sejumlah tertentu.

Dalam rangka pengendalian, system imprest lebih baik, karena jumlah dana kas kecil
akan terkontrol dan tidak akan terjadi penumpukan dana kecil dalam unit pembayaran
(kasir). Sedangkan untuk fluctuating system, jumlah dana di kasir tidak terkontrol dan
jumlahnya dapat bertambah terus jika dana tidak terpakai.

5. Compensating balance adalah motif keterpaksaan perusahaan akibat meminjam sejumlah


uang di bank. Biasanya bank menghendaki setiap perusahaan yang meminjam, agar
meninggalkan sejumlah uang didalam rekeningnya. Seperti, suatu perusahaan meminjam
dana dari bank sebesar 500 juta dan bank mengharuskan perusahaan memiliki simpanan
di bank tersebut dengan saldo 50 juta. Jumlah 50 juta itulah yang disebut dengan
compensating balance.
6. Untuk merinci efek dan melakukan rekonsiliasi, berikut langkah-langkah yang perlu diambil:
Langkah 1: Identifikasi Kesalahan
Identifikasi bahwa bank telah melakukan kesalahan dengan mencatat pembayaran cek kepada
supplier lebih rendah daripada seharusnya.
Langkah 2: Koreksi Kesalahan pada Buku Bank
Pihak bank harus mengkoreksi kesalahan yang dilakukan dalam pencatatan dan pembayaran cek kepada
supplier. Salah satu cara yang umum adalah dengan mengkredit akun kas di bank sebesar selisih yang
dibayarkan lebih rendah, yaitu Rp75.980.000 - Rp57.890.000 = Rp18.090.000.

Langkah 3: Rekonsiliasi dengan Buku Perusahaan

Perusahaan harus melakukan rekonsiliasi antara saldo kas yang dicatat oleh perusahaan (Rp75.980.000)
dengan saldo yang sebenarnya telah diterima oleh bank setelah koreksi (Rp57.890.000 + Rp18.090.000 =
Rp76.980.000).

Langkah 4: Penyesuaian Buku Perusahaan

Perusahaan harus mengkredit akun kas dalam buku perusahaan sebesar selisih antara saldo sebenarnya
di bank (setelah koreksi) dan saldo yang dicatat oleh perusahaan sebelumnya. Dalam hal ini, itu adalah
Rp76.980.000 - Rp75.980.000 = Rp1.000.000.

Langkah 5: Penyesuaian Buku Perusahaan

Seiring dengan penyesuaian di atas, perusahaan harus mencatat penyesuaian di buku perusahaannya
untuk mencerminkan saldo kas yang benar di bank.

Dengan langkah-langkah ini, kesalahan pencatatan oleh bank akan diperbaiki, dan saldo kas di buku
perusahaan akan direkonsiliasi dengan saldo kas yang sebenarnya di bank setelah penyesuaian.

7. Proses evaluasi terhadap penurunan nilai piutang individual maupun kolektif menurut
PSAK adalah:

PSAK 55 (Revisi 2006) mengsyaratkan entitas untuk mengevaluasi apakah terdapat bukti
yang objektif bahwa asset keuangan mengalami penurunan nilai pada setiap tangga
neraca. Jika terdapat bukti tersebut, maka entitas harus menghitung jumlah kerugian atas
penurunan nilai tersebut. Besarnya kerugian penurunan nilai dihitung sebesar selisih
antara nilai tercatat asset dengan nilai kini estimasi arus kas masa depan (tidak termasuk
kerugian di masa depan yang belum terjadi) yang didiskonto menggunakan suku bunga
efektif awal dari asset keuangan tersebut. Nilai tercatat asset tersebut dikurangi, baik
secara langsung maupun menggunakan pos cadangan. Jumlah kerugian yang terjadi
diakui pada laporan laba-rugi. Dalam menerapkan ini, tahapan yang dilakukan entitas
adalah sebagai berikut:

a. Tentukan apakah terhadap bukti objektif mengenai penurunan nilai secara individual
atas piutang usaha yang signifikan secara individual, dan untuk piutang usaha yang tidak
signifikan secara individual terdapat bukti penurunan nilai secara individual atau kolektif.

b. Jika entitas menentukan tidak terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai atas
piutang usaha yang dinlai secara individual, terlepas piutang tersebut signifikan atau
tidak, maka entitas memasukan piutang tersebut kedalam kelompok piutang usaha yang
memiliki karakteristik risiko kredit yang serupa dan menilai penurunan nilai kelompok
tersebut secara kolektif.

c. Piutang yang penurunan nilainya dinilai secara individual, dan untuk itu kerugian
penurunan nilai diakui atau tetap diakui, tidak termasuk dalam penilaian penurunan nilai
secara kolektif.

8. Dua metode pencatatan kerugian penurunan nilai :


a.) Metode langsung, Metode penghapusan piutang langsung disebut juga direct method.
Dalam metode langsung, penghapusan piutang baru akan dicatat dalam pembukuan
ketika piutang sudah benar-benar dinyatakan tidak dapat ditagih lagi. Metode ini biasanya
digunakan oleh perusahaan kecil atau perusahaan yang tidak dapat memperkirakan
penghapusan piutang atau piutang tak tertagih dengan tepat.

b.) Metode cadangan, Metode penghapusan piutang cadangan disebut juga allowance
method. Dalam metode cadangan, perusahaan perlu melakukan penaksiran terhadap
piutang tak tertagih pada tiap akhir periode pembukuan. Metode ini biasanya digunakan
oleh perusahaan yang memiliki skala besar yang terbiasa mencatat perkiraan atau
estimasi piutang yang tak dapat di tagih.

Metode cadangan lebih tepat digunakan dalam mencatat penurunan nilai. Pada saat
perusahaan mengakui beban penurunan nilai piutang atau pinjaman, akan didebit akun
cadangan penurunan nilai. Perusahaan dapat menghapuskan piutang yang benar- benar
tidak dapat ditagih dengan mengkredit piutang tersebut dan mendebit akun cadangan
penurunan nilai. Nilai cadangan penurunan nilai pada akhir periode merupakan
rekonsiliasi dari cadangan penurunan nilai pada awal periode, koreksi pada periode
sebelumnya (jika ada), penambahan penurunan nilai periode berjalan, pengurangan
karena penghapusan piutang, dan penambahan karena recovery pelunasan piutang dari
piutang yang telah dihapuskan.

9. Bunga efektif yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok utang tersisa. Maka, porsi
bunga dan pokok dalam angsuran tiap bulan akan berbeda, meski besar anggaran
perbulan tetap sama. Sistem bunga ini biasanya diterapkan pada produk KPR (Kredit
pemilik rumah) atau kredit investasi. Nilai bunga yang dibayar debitur setiap bulan akan
semakin mengecil. Karena bunganya yang dibayar mengecil, maka angsuran perbulan
akan semakin menurun dari waktu ke waktu.
10. Perbedaan akuntansi untuk transfer piutang dagang yang dijamin (with recourse) dan
tidak di jamin (without recourse), yaitu:
a. Yang dijamin (with recourse),
 Penjual menjamin pembayaran ke pembeli
 Digunakan pendekatan komponen keuangan untuk mencatat transfer
 Perusahaan tetap menangani transaksi retur, allowance, dan lain-lain
 Perusahaan tidak mencatat kerugian piutang
 Dalam proses penagihan piutang, factor memberi tahu diskon penjualan
namun membebankannya ke perusahaan dengan mendebit rekening piutang
kepada perusahaan.
b. Tidak dijamin (without recourse),
 Pembeli menghadapi risiko penagihan
 Transfer merupakan penjualan putus piutang
 Penjual mencatat kerugian piutang
 Penjualan menggunakan rekening due from factor (piutang kepada factor)
untuk menampung potongan, retur, dan pengurangan biaya.

PILIHAN GANDA

1. B. Aset tidak lancar


2. D. Sangat dekat jatuh temponya sehingga tidak terdapat resiko perubahan tingkat bunga
yang signifikan
3. D. Dilaporkan sebagai liabilitas lancar
4. A. Rp260 juta
5. B. Rp285.000.000
6. A. Rp455.120.000
7. B. pada catatan ats laporan keuangan
8. C. Dihitung dengan penurunan bersama dengan piutang kolektif
9. A. Nilai pinjaman 600 juta dan bunga efektif 10%
10. 10. Metode Cadangan

LATIHAN

Latihan 5.1 Pada saat pinjaman tersebut diberikan pada karyawan, perusahaan akan
mencatatnya sebagai piutang kepada karyawan di neraca keuangan. Perusahaan akan mencatat
piutang tersebut dengan nilai nominalnya, yaitu Rp80 juta. Tidak ada bunga yang dikenakan
dalam kasus ini karena pinjaman tersebut adalah pinjaman bebas bunga.

Jadi, pada saat pinjaman diberikan pada 1 Januari 2012, catatan akuntansi akan sebagai berikut:

Debit: Piutang Karyawan = Rp80.000.000

Kredit: Kas atau Bank = Rp80.000.000

Dengan pencatatan ini, perusahaan mencatat bahwa mereka memiliki piutang kepada karyawan
sebesar Rp80 juta yang jatuh tempo pada akhir tahun kelima.

Selama periode lima tahun, perusahaan tidak akan mencatat pembayaran bulanan sebesar Rp60
juta sebagai penerimaan kas, karena pinjaman tersebut adalah pinjaman bebas bunga dan tidak
ada pembayaran bunga atau cicilan yang dibayar karyawan selama masa pinjaman. Namun, pada
saat pinjaman jatuh tempo pada akhir tahun kelima, perusahaan akan mencatat penerimaan kas
penuh sebesar Rp80 juta saat karyawan membayar pinjaman tersebut.

Latihan 5.2 a. Nilai Pinjaman PT Durgana yang Disajikan oleh PT Kalasan Sebelum Terjadi
Penurunan Nilai:

Nilai pinjaman yang disajikan oleh PT Kalasan pada awalnya adalah nilai nominal pinjaman,
yaitu Rp100.000.000.

b. Nilai Pinjaman PT Durgana yang Disajikan oleh PT Kalasan Setelah Terjadi Penurunan Nilai:

Pertama-tama, kita perlu menghitung nilai kini (present value) dari pinjaman berdasarkan tingkat
bunga pasar 8% (tingkat bunga pasar atas pinjaman yang serupa) pada tanggal jatuh tempo, yaitu
31 Desember 2015.

Diketahui:

 Nilai nominal pinjaman = Rp100.000.000


 Nilai jatuh tempo = Rp130.525.000
 Tingkat bunga efektif pinjaman = 10%

Dengan menggunakan tingkat bunga pasar 8%, kita dapat menghitung nilai kini pinjaman
sebagai berikut:

Nilai Kini = Nilai JatuhTempo / (1+TingkatBungaPasar)n

= 130.525.000 /(1+0,08)5
= 96.058.904,39

Jadi, nilai pinjaman PT Durgana yang disajikan oleh PT Kalasan setelah terjadi penurunan nilai
adalah sekitar Rp96.058.904,39.

c. Ayat Jurnal Penurunan Nilai Pinjaman PT Durgana pada 31 Desember 2015 oleh PT Kalasan:

Pada 31 Desember 2015, PT Kalasan akan mencatat penurunan nilai pinjaman PT Durgana.
Penurunan nilai ini adalah selisih antara nilai pinjaman sebelum penurunan nilai dan nilai kini
yang telah dihitung (Rp100.000.000 - Rp96.058.904,39).

Jurnal penurunan nilai akan terlihat seperti ini:

Debit: Kerugian Penurunan Nilai Pinjaman (Pendapatan) = Rp3.941.095,61

Kredit: Piutang PT Durgana = Rp3.941.095,61

Dengan pencatatan ini, PT Kalasan mencatat penurunan nilai pada pinjaman PT Durgana, yang
mengurangi nilai pinjaman yang disajikan dalam laporan keuangan.

Latihan 5.4 Berikut adalah seluruh ayat jurnal yang diperlukan terkait dengan dana kas kecil PT
Express:

1. Pada tanggal 31 Desember 2015, ketika kas kecil dihitung ulang dan tersisa Rp1.000.000:

Debit: Pengeluaran Biaya Perjalanan Dinas (Expense) = Rp1.400.000

Debit: Pengeluaran Honor Kurir Tidak Tetap (Expense) = Rp750.000

Debit: Pengeluaran Biaya Outbound (Expense) = Rp1.850.000

Kredit: Kas Kecil (Petty Cash) = Rp4.000.000

Catatan: Ini mencerminkan pengeluaran kas kecil selama periode.

2. Pada tanggal 11 Januari 2016, saat penggantian kas kecil diajukan dan disetujui oleh Direktur
Keuangan PT Express:

Debit: Kas Kecil (Petty Cash) = Rp4.000.000

Kredit: Pengeluaran Biaya Perjalanan Dinas (Expense) = Rp1.400.000

Kredit: Pengeluaran Honor Kurir Tidak Tetap (Expense) = Rp750.000

Kredit: Pengeluaran Biaya Outbound (Expense) = Rp1.850.000

Catatan: Ini mencerminkan penggantian kas kecil yang disetujui dan diisi kembali.

Dengan pencatatan ini, perusahaan mencatat penggunaan dan penggantian dana kas kecil dengan
benar dalam buku akuntansi mereka.

Latihan 5.5 Untuk menghitung nilai piutang kepada karyawan yang boleh diakui oleh PT Lunar
pada tanggal 11 Januari 2015, kita dapat menggunakan metode nilai kini (present value) dari
pinjaman dengan tingkat bunga pasar yang relevan.

Diketahui:

 Pinjaman awal = Rp100.000.000


 Tingkat bunga pinjaman = 5% per tahun
 Tingkat suku bunga pasar atas pinjaman yang serupa = 8% per tahun
 Biaya fasilitas pinjaman = Rp12.000.000

Kita akan menggunakan tingkat suku bunga pasar 8% per tahun untuk menghitung nilai kini
pinjaman. Jumlah yang harus dibayarkan karyawan adalah pinjaman awal plus bunga dikurangi
biaya fasilitas pinjaman:

Nilai Kini= PinjamanAwal /1+Tingkat Bunga Pasar) n – Biaya Fasilitas Pinjaman

NilaiKini=(1+0,08)5Rp100.000.000/ (1+0,08)5−Rp12.000.000

NilaiKini= Rp100.000.000 / (1,4693680)−Rp12.000.000

Nilai Kini= Rp68.015.956,67

Jadi, nilai piutang kepada karyawan yang boleh diakui oleh PT Lunar pada tanggal 11 Januari
2015 adalah sekitar Rp68.015.956,67.

SOAL

Soal 5.1

a. Berikut adalah jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi tersebut:

Pada 1 April 2015:

Pemutihan Piutang Tidak Dibayar (Hapus Piutang Pailit) Rp 15.000.000

Cadangan Penurunan Nilai Piutang Rp 15.000.000

Pada 2 September 2015:

Pelunasan Piutang Rp 36.000.000

Piutang Bruto Rp 36.000.000

Pada 1 November 2015:

Kas Rp 5.000.000

Piutang Yang Telah Dihapuskan Rp 5.000.000

Pada 31 Desember 2015:

Beban Penurunan Nilai Piutang (Piutang Individu Signifikan) Rp 3.000.000

Beban Penurunan Nilai Piutang (Piutang Kolektif) Rp 7.000.000

Cadangan Penurunan Nilai Piutang Rp 10.000.000

b. Untuk rekonsiliasi saldo cadangan piutang awal dan akhir periode, kita harus mempertimbangkan
perubahan saldo cadangan selama periode. Mari hitungnya:

Saldo cadangan penurunan nilai piutang awal periode (2 Januari 2015): Rp 25.000.000

Tambahkan perubahan selama periode:

 Pada 1 April 2015, Rp 15.000.000 dihapuskan, sehingga saldo berkurang menjadi Rp 10.000.000.
 Pada 2 September 2015, Rp 10.000.000 digunakan untuk pemulihan, sehingga saldo berkurang
menjadi Rp 0.
 Pada 31 Desember 2015, Rp 10.000.000 ditambahkan kembali sebagai beban, sehingga saldo
kembali menjadi Rp 10.000.000.

Jadi, saldo cadangan penurunan nilai piutang pada akhir periode (31 Desember 2015) adalah Rp
10.000.000.

Soal 5.2 (pengakuan awal- biaya transaksi)

a. Bunga Efektif Pinjaman:

Bunga efektif pinjaman dapat dihitung dengan menggabungkan bunga yang harus dibayar
dengan jumlah pinjaman dan biaya transaksi yang dibayarkan. Bunga efektif adalah tingkat
bunga yang mencerminkan biaya total pinjaman.

Diketahui:

 Jumlah Pinjaman = Rp400.000.000


 Tingkat Bunga Tahunan = 6%
 Biaya Transaksi = Rp9.080.990

Jumlah bunga yang harus dibayar selama 4 tahun adalah:


Bunga=JumlahPinjaman×TingkatBungaTahunan=Rp400.000.000×0,06=Rp24.000.000

Total biaya pinjaman adalah jumlah bunga ditambah biaya transaksi:


TotalBiayaPinjaman=Bunga+BiayaTransaksi=Rp24.000.000+Rp9.080.990=Rp33.080.990

Bunga efektif adalah selisih antara total biaya pinjaman dan jumlah pinjaman awal, yang
kemudian dihitung sebagai persentase dari jumlah pinjaman awal:

Bunga Efektif=Total Biaya Pinjaman−Jumlah Pinjaman/ ?×100%

Bunga Efektif= Rp33.080.990−Rp400.000.000 / ×100% = 8,27%

Jadi, bunga efektif pinjaman tersebut adalah sekitar 8,27%.

b. Tabel Skedul Pembayaran Pinjaman:

Dalam tabel ini, kita akan mencatat pembayaran tahunan termasuk pembayaran bunga dan
pokok.

Saldo Pinjaman Pembayaran Saldo Pinjaman


Tahun Awal Bunga Pembayaran Pokok Akhir

Rp100.000.000 - Rp24.000.000
Tahun 1 Rp400.000.000 Rp24.000.000 = Rp76.000.000 Rp324.000.000

Rp100.000.000 - Rp19.440.000
Tahun 2 Rp324.000.000 Rp19.440.000 = Rp80.560.000 Rp243.440.000

Rp100.000.000 - Rp14.606.400
Tahun 3 Rp243.440.000 Rp14.606.400 = Rp85.393.600 Rp158.046.400

Tahun 4 Rp158.046.400 Rp9.482.784 Rp100.000.000 - Rp9.482.784 = Rp67.529.184


Saldo Pinjaman Pembayaran Saldo Pinjaman
Tahun Awal Bunga Pembayaran Pokok Akhir

Rp90.517.216

c. Jurnal Pembayaran Angsuran:

1. Pada tahun 1 saat pembayaran angsuran pertama:

Debit: Pembayaran Pokok = Rp100.000.000

Debit: Pembayaran Bunga = Rp24.000.000

Kredit: Kas atau Bank = Rp124.000.000

Kredit: Saldo Pinjaman = Rp76.000.000

2. Pada tahun 2 saat pembayaran angsuran kedua:

Debit: Pembayaran Pokok = Rp100.000.000

Debit: Pembayaran Bunga = Rp19.440.000

Kredit: Kas atau Bank = Rp119.440.000

Kredit: Saldo Pinjaman = Rp80.560.000

3. Pada tahun 3 saat pembayaran angsuran ketiga:

Debit: Pembayaran Pokok = Rp100.000.000

Debit: Pembayaran Bunga = Rp14.606.400

Kredit: Kas atau Bank = Rp114.606.400

Kredit: Saldo Pinjaman = Rp85.393.600

4. Pada tahun 4 saat pembayaran angsuran terakhir:

Debit: Pembayaran Pokok = Rp100.000.000

Debit: Pembayaran Bunga = Rp9.482.784

Kredit: Kas atau Bank = Rp109.482.784

Kredit: Saldo Pinjaman = Rp90.517.216

Dengan pencatatan ini, perusahaan mencatat pembayaran angsuran tahunan termasuk


pembayaran bunga dan pokok dengan benar dalam buku akuntansi mereka.

Soal 5.3 (Penurunan Nilai)

a. Hitung Penurunan Nilai:

Penurunan nilai pada piutang harus dihitung jika terdapat indikasi bahwa piutang tersebut tidak
akan dapat dilunasi sepenuhnya. Dalam kasus ini, PT Kelud tidak dapat membayar angsuran
pokok selama tahun 2015 dan mengajukan restrukturisasi. Oleh karena itu, kita harus
menghitung penurunan nilai pada piutang.
Tingkat bunga yang digunakan untuk menghitung penurunan nilai adalah 10% (tingkat bunga
asli dari kredit).

Pertama, kita hitung nilai kini (present value) dari arus kas yang diharapkan dari restrukturisasi
piutang:

 Tahun 2015: Tidak ada pembayaran pokok, hanya bunga yang dihitung. Bunga = 10%
dari saldo pokok pada awal tahun.
 Tahun 2016: Pembayaran bunga yang tertunggak dan bunga tahun tersebut. Bunga = 10%
dari saldo pokok pada awal tahun.
 Tahun 2017 dan seterusnya: Pembayaran angsuran pokok dan bunga, dihitung secara flat
dari saldo pokok yang belum dilunasi.

Selanjutnya, kita bandingkan nilai ini dengan nilai kredit awal (Rp600 juta). Jika nilai kini arus
kas yang diharapkan kurang dari nilai kredit awal, maka terjadi penurunan nilai.

b. Jurnal Penyesuaian:

Pada 31 Desember 2015, kita harus mencatat penurunan nilai jika ada. Jika penurunan nilai
terjadi, maka perlu dicatat sebagai kerugian.

Debit: Kerugian Penurunan Nilai Piutang (Expense) = [Nilai Kredit Awal (Rp600 juta) - Nilai
Kini Arus Kas yang Diharapkan]

Kredit: Piutang PT Kelud (Asset) = [Nilai Kredit Awal (Rp600 juta) - Nilai Kini Arus Kas yang
Diharapkan]

Dengan mencatat jurnal penyesuaian ini, Bank Arjuna mencatat kerugian penurunan nilai pada
piutang mereka. Selain itu, perlu dicatat bahwa penurunan nilai hanya mencerminkan estimasi
kerugian dan dapat disesuaikan jika situasi berubah di masa depan.

Soal 5.4 ( Penurunan nilai piutang dagang jangka pendek dan wesel tagih)

a. Untuk menghitung nilai rugi penurunan nilai dan saldo akhir tahun dari piutang dagang jangka pendek
PT Salak, kita akan menggunakan informasi yang diberikan untuk piutang yang dinyatakan bernilai
signifikan, yaitu PT Abdi Putra dan PT Zahin:

PT Abdi Putra:

 Nilai Piutang Dagang Awal = Rp 167.000.000


 Penurunan Nilai = Rp 167.000.000 - Rp 148.000.000 = Rp 19.000.000

PT Zahin:

 Nilai Piutang Dagang Awal = Rp 183.000.000


 Penurunan Nilai = Rp 183.000.000 - Rp 137.000.000 = Rp 46.000.000

Selanjutnya, kita akan menghitung total penurunan nilai untuk piutang signifikan:

 Total Penurunan Nilai = Penurunan Nilai PT Abdi Putra + Penurunan Nilai PT Zahin
 Total Penurunan Nilai = Rp 19.000.000 + Rp 46.000.000 = Rp 65.000.000

Jadi, nilai rugi penurunan nilai untuk piutang dagang signifikan adalah Rp 65.000.000.

Untuk saldo akhir tahun dari piutang dagang jangka pendek, kita akan mengurangkan total penurunan
nilai dari total piutang dagang awal:

 Saldo Akhir Piutang Dagang = Total Piutang Dagang Awal - Total Penurunan Nilai
 Saldo Akhir Piutang Dagang = Rp 1.260.000.000 - Rp 65.000.000 = Rp 1.195.000.000

b. Untuk menyusun jadwal metode suku bunga efektif, kita akan menggunakan informasi tentang wesel
tagih:

 Nilai Pokok Wesel = Rp 1.000.000.000


 Tingkat Bunga Pasar = 10%
 Tingkat Bunga Wesel = 12%
 Masa Wesel = 4 tahun

Menggunakan informasi tersebut, kita dapat menggunakan rumus metode suku bunga efektif sebagai
berikut:

Tingkat Bunga Efektif (i) = [(Nilai Pokok Wesel / Nilai Kini) ^ (1 / Masa Wesel)] - 1

Di mana Nilai Kini adalah nilai sekarang dari wesel tersebut, yang dapat dihitung sebagai berikut:

Nilai Kini (PV) = (Nilai Pokok Wesel / (1 + Tingkat Bunga Wesel) ^ Masa Wesel)

Menggantikan nilai-nilai yang diberikan:

Nilai Kini (PV) = (Rp 1.000.000.000 / (1 + 0.12) ^ 4) = Rp 706.319.470.89

Sekarang, kita dapat menghitung tingkat bunga efektif:

Tingkat Bunga Efektif (i) = [(Rp 1.000.000.000 / Rp 706.319.470.89) ^ (1 / 4)] - 1 Tingkat Bunga Efektif (i)
≈ 0.0943 atau 9.43%

Jadi, tingkat bunga efektif untuk wesel tagih ini adalah sekitar 9.43%.

c. Untuk menghitung nilai rugi penurunan nilai dan saldo akhir tahun dari wesel tagih PT Salak, kita akan
menggunakan informasi berikut:

 Nilai Pokok Wesel = Rp 1.000.000.000


 Nilai Kini Wesel = Rp 706.319.470,89 (hasil perhitungan sebelumnya)
 Sisa Nilai Wesel yang Dapat Dibayar oleh PT Ultraviolet = 75% dari Nilai Pokok Wesel

Kita akan menghitung nilai rugi penurunan nilai sebagai selisih antara Nilai Pokok Wesel dan Sisa Nilai
Wesel yang Dapat Dibayar:

 Nilai Rugi Penurunan Nilai = Nilai Pokok Wesel - Sisa Nilai Wesel yang Dapat Dibayar
 Nilai Rugi Penurunan Nilai = Rp 1.000.000.000 - (0.75 * Rp 1.000.000.000) = Rp 250.000.000

Selanjutnya, kita akan menghitung saldo akhir tahun dari wesel tagih:

Saldo Akhir Wesel Tagih = Nilai Kini Wesel - Nilai Rugi Penurunan Nilai

Saldo Akhir Wesel Tagih = Rp 706.319.470,89 - Rp 250.000.000 = Rp 456.319.470,89

Jadi, nilai rugi penurunan nilai untuk wesel tagih adalah Rp 250.000.000, dan saldo akhir tahun dari
wesel tagih adalah Rp 456.319.470,89.

d. Berikut adalah jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi piutang dagang jangka pendek dan
wesel tagih, termasuk jurnal penurunan nilai:

Pada 31 Desember 2015:

1. Untuk mencatat penurunan nilai piutang dagang jangka pendek (PT Abdi Putra dan PT Zahin):

Beban Penurunan Nilai Piutang Rp 65.000.000


Cadangan Penurunan Nilai Piutang Rp 65.000.000

2. Untuk mencatat penurunan nilai wesel tagih:

Beban Penurunan Nilai Wesel Rp 250.000.000

Wesel Tagih Rp 250.000.000

Pada 1 Januari 2015 (Transaksi Wesel Tagih Awal):

Wesel Tagih Rp 1.000.000.000

Utang Wesel Rp 1.000.000.000

Pada 31 Desember 2015 (Transaksi Pelunasan Wesel Tagih):

Kas Rp 706.319.470,89

Wesel Tagih Rp 706.319.470,89

Pada 31 Desember 2015 (Penyesuaian Suku Bunga Efektif Wesel Tagih):

Beban Bunga (Selisih antara bunga efektif dan bunga nominal) Rp -Rp 18.190.063,16,

Wesel Tagih Rp 724.509.534,05

Soal 5.5 (Pengungkapan piutang)

PT Salak harus menyajikan dan mengungkapkan seluruh transaksi piutangnya pada laporan
keuangan pada akhir tahun 2015 sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Berikut adalah
cara PT Salak dapat menyajikan dan mengungkapkan transaksi piutangnya:

1. Piutang Usaha:
 PT Salak harus mencatat semua piutang usaha yang diperoleh dari penjualan barang atau
jasa kepada pihak ketiga pada neraca keuangan.
 PT Salak juga perlu mengungkapkan informasi terkait piutang usaha dalam catatan atas
laporan keuangan, termasuk estimasi penurunan nilai jika ada, persyaratan pembayaran,
jangka waktu piutang, dan lainnya.
2. Piutang Wesel:
 Piutang wesel yang diterima dari PT Suka-suka harus dicatat sebagai piutang wesel pada
neraca keuangan.
 PT Salak perlu mengungkapkan informasi mengenai wesel berjangka ini dalam catatan
atas laporan keuangan. Ini termasuk jangka waktu, nilai nominal, nilai wajar jaminan
yang dijanjikan, dan kondisi yang memungkinkan PT Salak untuk mendapatkan kas dari
penjualan jaminan jika PT Suka-suka gagal membayar.

3. Piutang kepada Anak Perusahaan (PT Hasiman):


 Piutang kepada anak perusahaan harus dicatat pada neraca keuangan.
 PT Salak perlu mencatat kondisi pinjaman kepada anak perusahaan, termasuk jangka
waktu, tingkat bunga (jika ada), dan persyaratan lainnya.
 PT Salak juga harus mengungkapkan informasi ini dalam catatan atas laporan keuangan
untuk memberikan transparansi kepada pemegang saham dan pihak yang berkepentingan.

Semua transaksi piutang ini harus diungkapkan dengan jelas dan sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku, sehingga laporan keuangan PT Salak memberikan gambaran yang akurat tentang
posisi keuangan perusahaan pada akhir tahun 2015.

Soal 5.6 (Rekonsiliasi Bank)

a. Untuk menghitung saldo kas yang telah disesuaikan per 31 Maret 2015, kita akan memperhitungkan
seluruh penyesuaian yang diberikan:

Saldo per Bank (per laporan bank) = Rp326.746.000

Ditambah:

 Deposit dalam Transit (Menambahkan) = Rp2.100.000


 Total deposit yang belum dicatat oleh bank = Rp145.689.000 - Rp142.584.000 = Rp3.105.000

Dikurangkan:

1. Cek masih beredar (Mengurangkan) = Rp3.080.000


2. Pembayaran yang dicatat oleh bank lebih tinggi daripada catatan PT Adil Sejahtera =
Rp111.600.000 - Rp110.080.000 = Rp1.520.000
3. Pengembalian cek yang tidak mencukupi = Rp40.800.000
4. Biaya administrasi bank (Mengurangkan) = Rp135.000

Sekarang, kita dapat menghitung saldo kas yang telah disesuaikan:

Saldo Kas yang Disesuaikan = Saldo per Bank + Deposit dalam Transit - Cek masih beredar - Total deposit
yang belum dicatat oleh bank - Pengeluaran yang lebih tinggi - Pengembalian cek yang tidak mencukupi -
Biaya administrasi bank

Saldo Kas yang Disesuaikan = Rp326.746.000 + Rp2.100.000 - Rp3.080.000 - Rp3.105.000 - Rp1.520.000 -


Rp40.800.000 - Rp135.000

Saldo Kas yang Disesuaikan = Rp326.746.000 - Rp3.080.000 - Rp3.105.000 - Rp1.520.000 - Rp40.800.000


- Rp135.000

Saldo Kas yang Disesuaikan = Rp278.106.000

Jadi, saldo kas yang telah disesuaikan per 31 Maret 2015 adalah Rp278.106.000.

b. Berikut adalah jurnal yang diperlukan untuk melakukan rekonsiliasi:

Pada 31 Maret 2015:

Untuk mencatat deposit dalam transit yang belum dicatat oleh bank:

Kas (Menambah) Rp 3.105.000

Deposit dalam Transit (Menambah) Rp 3.105.000

1. Untuk mencatat selisih pengeluaran bank yang lebih tinggi:

Kas (Mengurangkan) Rp 1.520.000

Beban Selisih Pengeluaran Rp 1.520.000


2. Untuk mencatat pengembalian cek yang tidak mencukupi:

Kas (Menambah) Rp 40.800.000

3. Pengembalian Cek yang Tidak Mencukupi (Menambah) Rp 40.800.000

Untuk mencatat biaya administrasi bank:

Kas (Mengurangkan) Rp 135.000

4. Biaya Administrasi Bank (Mengurangkan) Rp 135.000

Jadi, ini adalah jurnal penyesuaian yang diperlukan untuk melakukan rekonsiliasi atas saldo kas. Setelah
jurnal ini diposkan, saldo kas yang telah disesuaikan akan menjadi Rp278.106.000 sesuai dengan
perhitungan sebelumnya.

Soal 5.7 (Kas Kecil)

Berikut adalah seluruh ayat jurnal yang diperlukan terkait dengan transaksi kas kecil PT Teladan pada
bulan Mei 2015:

Pada tanggal 1 Mei 2015 (Pembukaan Kas Kecil):

Kas Kecil Rp 6.000.000

Kas Rp 6.000.000

Pada tanggal 2 Mei 2015 (Pembelian Perlengkapan Kantor):

Perlengkapan Kantor Rp 1.800.000

Kas Kecil Rp 1.800.000

Pada tanggal 4 Mei 2015 (Pembayaran Biaya Pengiriman Persediaan):

Biaya Pengiriman Persediaan Rp 750.000

Kas Kecil Rp 750.000

Pada tanggal 7 Mei 2015 (Pembayaran Tagihan Air dan Telepon):

Tagihan Air Rp 1.200.000

Tagihan Telepon Rp 510.000

Kas Kecil Rp 1.710.000

Pada tanggal 10 Mei 2015 (Pembayaran Beban Lain-lain):

Beban Lain-lain Rp 1.080.000

Kas Kecil Rp 1.080.000

Pada tanggal 12 Mei 2015 (Penggantian Kas Kecil):

Kas Kecil (Penggantian) Rp 5.640.000

Kas Kecil (Saldo Lama) Rp 360.000

Kas Rp 5.280.000
Soal 5.8 (Pengungkapan Kas)

Berikut adalah pengungkapan akun kas yang perlu disusun oleh PT Narotama:

Komposisi Kas dalam Berbagai Mata Uang:

PT Narotama harus mengungkapkan komposisi kasnya dalam berbagai mata uang, termasuk saldo
dalam Rupiah (IDR), Dolar Amerika (USD), dan Yen (JPY). Hal ini akan memberikan pemahaman tentang
bagaimana kasnya tersebar dalam berbagai mata uang.

Contoh:

1. Komposisi Kas dalam Mata Uang Asing dan Rupiah (IDR) pada Tanggal [Tanggal
Laporan]:

- Bank Maju Lagi (IDR) IDR 439.348.000.000

- Bank Jangan Mundur (IDR) IDR 198.680.000.000

- Bank Semangat (IDR) IDR 6.405.000.000

- Bank Bangkit (USD) USD 5.000

- Bank Mulia (USD) USD 400

- Bank Ceria (JPY) JPY 2.680

Nilai Tukar Kurs pada Tanggal Laporan:

- 1 USD = IDR 9.865

- 1 JPY = IDR 120

2. Detail Hubungan Relasi dengan Bank Lain:

PT Narotama harus mengungkapkan hubungan relasi dengan Bank Maju Lagi, Bank Semangat, dan Bank
Bangkit, termasuk batasan penggunaan kas yang ditempatkan pada bank-bank tersebut.

Contoh:

Hubungan Relasi dengan Bank:

- Bank Maju Lagi: Kas sebesar Rp500 juta hanya dapat digunakan untuk perluasan pabrik.

- Bank Semangat: Kas sebesar Rp90 juta hanya dapat digunakan untuk pembayaran obligasi.

- Bank Bangkit: [Sertakan informasi terkait batasan penggunaan, jika ada.]

3. Nilai Tukar Kurs:

PT Narotama harus menyediakan nilai tukar kurs yang digunakan untuk mengonversi kas dalam mata
uang asing ke dalam Rupiah. Hal ini akan membantu pemahaman tentang bagaimana nilai kas dalam
mata uang asing dihitung dalam laporan keuangan.

Contoh:
Nilai Tukar Kurs yang Digunakan pada Tanggal Laporan:

- 1 USD = IDR 9.865

- 1 JPY = IDR 120

JAWABAN BAB 6

Pertanyaan

1. Persediaan merupakan salah satu aset yang sangat penting bagi suatu entitas baik bagi
perusahaan ritel, manufaktur, jasa,maupun entitas lainnya. Persediaan didefinisikan
sebagai aset yang: (i) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa: (ii) dalam proses
produksi untuk penjualan tersebut; (ii) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
2. Persediaan diukur berdasarkan nilai yang lebih Per rendah antara nilai yang berdasarkan
biaya dan nilai realisasi neto (NRV).
3. Biaya konversi merupakan biaya yang timbul untuk memproduksi bahan baku menjadi
barang data barang dalam produksi. Biaya ini meliputi biaya yang secara langsung terkait
dengan unit yang diproduksi, termasuk juga alokasi sistematis biaya overhead produksi
yang bersifat tetap ataupun variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi
barang jadi.
4. Metode ritel merupakan metode pengukuran nilai persediaan dengan menggunakan rasio
biaya untuk menurunkan nilai persediaan akhir yang dinilai berdasarkan nilai ritelnya
menjadi nilai biaya.
5. Terkait dengan persediaan, maka dalam penyajiannya pada laporan keuangan suatu
entitas harus mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut.
 Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk rumus
biaya yang digunakan.
 Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang
sesuai bagi entitas.
 Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual.
 Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan.
 Jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang
diakui sebagai beban dalam periode berjalan.
 Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai
pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan.

PILIHAN GANDA :

1. B. Mana yang lebih rendah antara biaya dan nilai realisasi neto
2. C. Gaji staf penjualan
3. A. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa untuk tujuan administratif
4. D. Biaya penjualan
5. C. Rp50.000 dan Rp50.000 masing-masing

Latihan
Latihan 6.1 Berdasarkan informasi yang Anda berikan, biaya-biaya yang harus dimasukkan ke
dalam nilai persediaan adalah:

 Biaya tagihan barang dagangan: Biaya pembelian barang dagangan yang akan dijual.
 Biaya transportasi dari barang dagangan: Biaya transportasi yang berkaitan langsung
dengan pengadaan atau pemindahan barang dagangan ke tempat penyimpanan atau
penjualan.
 Kewajiban impor dari barang dagangan: Biaya yang terkait dengan impor barang
dagangan, seperti bea masuk atau biaya lain yang diperlukan untuk mengimpor barang.

Biaya-biaya seperti "Gaji staf akuntansi kantor" dan "Gaji kasir" biasanya tidak dimasukkan ke
dalam nilai persediaan karena mereka merupakan biaya operasional yang tidak berkaitan
langsung dengan pengadaan atau persiapan barang dagangan untuk dijual. Mereka akan dicatat
sebagai biaya operasional pada laporan laba rugi.
Latihan 6.2 Dari daftar biaya yang diberikan, berikut adalah biaya-biaya yang harus
dimasukkan ke dalam nilai persediaan:

 Gaji staf gudang: Gaji staf gudang termasuk dalam biaya yang terkait dengan
penyimpanan dan pengelolaan persediaan, sehingga harus dimasukkan ke dalam nilai
persediaan.
 Biaya asuransi gudang: Biaya asuransi yang berkaitan dengan perlindungan terhadap
kerusakan atau kehilangan persediaan juga harus dimasukkan ke dalam nilai persediaan.

Biaya-biaya lain seperti biaya operasi staf kantin, beban depresiasi peralatan kantor, dan gaji
manajer toko tidak harus dimasukkan ke dalam nilai persediaan. Biaya ini bukanlah biaya
langsung yang terkait dengan akuisisi atau pengadaan barang dagangan yang akan dijual dan
oleh karena itu tidak berkontribusi langsung terhadap penentuan nilai persediaan.

Latihan 6.3 A. Jurnal Sistem Periodik:

Pada tanggal 4 Januari: Debit: Piutang Usaha (80 unit * Rp16.000/unit) = Rp1.280.000 Kredit:
Penjualan (80 unit * Rp16.000/unit) = Rp1.280.000

Pada tanggal 11 Januari: Debit: Persediaan (150 unit * Rp13.000/unit) = Rp1.950.000 Kredit:
Utang Usaha (150 unit * Rp13.000/unit) = Rp1.950.000

Pada tanggal 20 Januari: Debit: Persediaan (120 unit * Rp17.500/unit) = Rp2.100.000 Kredit:
Utang Usaha (120 unit * Rp17.500/unit) = Rp2.100.000

Pada tanggal 27 Januari: Debit: Piutang Usaha (100 unit * Rp18.000/unit) = Rp1.800.000 Kredit:
Penjualan (100 unit * Rp18.000/unit) = Rp1.800.000

B. Jurnal Penutup Sistem Periodik (untuk mencatat Beban Pokok Penjualan): Debit: Beban
Pokok Penjualan (110 unit * Rp13.000/unit) = Rp1.430.000 Kredit: Persediaan (110 unit *
Rp13.000/unit) = Rp1.430.000

C. Jurnal Sistem Perpetual:

Dalam sistem perpetual, transaksi persediaan dicatat setiap kali ada pembelian atau penjualan.
Jadi, kita akan mencatat setiap transaksi persediaan secara individual.

D. Laba Bruto Sistem Perpetual:

Untuk menghitung laba bruto dengan sistem perpetual, kita akan menghitung selisih antara harga
jual dan harga perolehan untuk setiap unit yang dijual dan kemudian menghitung total laba bruto.

Penjualan pada tanggal 4 Januari: Laba Bruto = (Harga Jual - Harga Perolehan) * Jumlah Terjual
Laba Bruto = (Rp16.000 - Rp12.000) * 80 unit = Rp320.000

Penjualan pada tanggal 20 Januari: Laba Bruto = (Harga Jual - Harga Perolehan) * Jumlah
Terjual Laba Bruto = (Rp17.500 - Rp13.000) * 120 unit = Rp540.000

Penjualan pada tanggal 27 Januari: Laba Bruto = (Harga Jual - Harga Perolehan) * Jumlah
Terjual Laba Bruto = (Rp18.000 - Rp14.000) * 100 unit = Rp400.000

Total Laba Bruto = Rp320.000 + Rp540.000 + Rp400.000 = Rp1.260.000

Jadi, laba bruto menggunakan sistem perpetual adalah Rp1.260.000.

Latihan 6.4
a. Identifikasi Spesifik

Kita akan mengidentifikasi unit-unit yang dibeli pada tanggal tertentu dan menghitung nilai persediaan
berdasarkan harga unit yang sesuai. Pada metode ini, kita akan menggunakan harga beli sesuai tanggal
pembelian untuk menghitung nilai persediaan.

1. Saldo awal (1 Januari 2015): 600 unit * Rp 16.000/unit = Rp 9.600.000


2. Pembelian tanggal 5 Januari 2015: 1.100 unit * Rp 18.000/unit = Rp 19.800.000
3. Total persediaan (on hand):
 400 unit (saldo awal)
 1.100 unit (pembelian tanggal 5 Januari)
 0 unit (pembelian lainnya tidak digunakan)

4. Nilai saldo akhir persediaan: 1.500 unit * Harga unit terakhir = 1.500 unit * Rp 18.000/unit = Rp
27.000.000

b. FIFO (First-In-First-Out):
1. Saldo awal (1 Januari 2015):

600 unit * Rp 16.000/unit = Rp 9.600.000

2. Pembelian tanggal 5 Januari 2015:


400 it * Rp 18.000/unit = Rp 7.200.000
700 it * Rp 18.000/unit = Rp 12.600.000 (sisa 400 unit akan digunakan)

3. Total persediaan (on hand):


 unit (saldo awal)
 400 unit (sisa dari pembelian tanggal 5 Januari)
 0 unit (pembelian lainnya tidak digunakan)

4. Nilai saldo akhir persediaan: 1.500 unit * Harga unit terakhir = 1.500 unit * Rp 18.000/unit = Rp
27.000.000

c. Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average):

Kita akan menghitung rata-rata tertimbang dari semua pembelian yang digunakan dalam periode ini.

1. Total biaya persediaan awal dan pembelian:

(600 unit * Rp 16.000/unit) + (1.100 unit * Rp 18.000/unit) = Rp 9.600.000 + Rp 19.800.000 = Rp


29.400.000

2. Total unit awal dan pembelian:

600 unit + 1.100 unit = 1.700 unit

3. Rata-rata tertimbang:

Rp 29.400.000 / 1.700 unit = Rp 17.294,12/unit (approx.)

4. Nilai saldo akhir persediaan:

1.500 unit * Rata-rata tertimbang = 1.500 unit * Rp 17.294,12/unit = Rp 25.941.18,12

Jadi, saldo akhir persediaan pada tanggal 31 Maret 2015 adalah sebagai berikut: a. Identifikasi Spesifik:
Rp 27.000.000 b. FIFO: Rp 27.000.000 c. Rata-rata Tertimbang: Rp 25.941.18,12.
Latihan 6.5 Untuk menentukan nilai persediaan perusahaan berdasarkan metode Lower of Cost or Net
Realizable Value (LCNRV), kita harus membandingkan biaya persediaan dengan estimasi net realizable
value (NRV) dari setiap item persediaan dan mengambil nilai yang lebih rendah antara keduanya. NRV
adalah harga penjualan estimasi dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.

Sekarang, kita akan menghitung NRV dan membandingkannya dengan biaya persediaan untuk setiap
item:

1. Untuk item pertama:


 NRV = Estimasi Harga Penjualan - Biaya untuk Menyelesaikan dan Menjual = Rp 9.000 - Rp 3.200
= Rp 5.800
 Biaya persediaan = Kuantitas * Biaya/Unit = 1.200 * Rp 6.400 = Rp 7.680
 LCNRV = Minimum antara NRV dan Biaya persediaan = Minimum(Rp 5.800, Rp 7.680) = Rp 5.800

2. Item kedua:
 NRV = Rp 6.800 - Rp 2.000 = Rp 4.800
 Biaya persediaan = 900 * Rp 5.400 = Rp 4.860
 LCNRV = Minimum(Rp 4.800, Rp 4.860) = Rp 4.800

3. Item ketiga:
 NRV = Rp 10.000 - Rp 2.800 = Rp 7.200
 Biaya persediaan = 800 * Rp 9.000 = Rp 7.200
 LCNRV = Minimum(Rp 7.200, Rp 7.200) = Rp 7.200
4. Item keempat:
 NRV = Rp 6.400 - Rp 2.700 = Rp 3.700
 Biaya persediaan = 1.000 * Rp 7.200 = Rp 7.200
 LCNRV = Minimum(Rp 3.700, Rp 7.200) = Rp 3.700
5. Item kelima:
 NRV = Rp 6.500 - Rp 2.800 = Rp 3.700
 Biaya persediaan = 700 * Rp 4.500 = Rp 3.150
 LCNRV = Minimum(Rp 3.700, Rp 3.150) = Rp 3.150
6. Item keenam:
 NRV = Rp 7.800 - Rp 1.600 = Rp 6.200
 Biaya persediaan = 500 * Rp 6.000 = Rp 3.000
 LCNRV = Minimum(Rp 6.200, Rp 3.000) = Rp 3.000
7. Item ketujuh:
 NRV = Rp 5.000 - Rp 2.400 = Rp 2.600
 Biaya persediaan = 3.000 * Rp 3.600 = Rp 10.800
 LCNRV = Minimum(Rp 2.600, Rp 10.800) = Rp 2.600
8. Item kedelapan:
 NRV = Rp 12.000 - Rp 3.000 = Rp 9.000
 Biaya persediaan = 1.000 * Rp 9.400 = Rp 9.400
 LCNRV = Minimum(Rp 9.000, Rp 9.400) = Rp 9.000

Total nilai persediaan perusahaan = Rp 5.800 + Rp 4.800 + Rp 7.200 + Rp 3.700 + Rp 3.150 + Rp 3.000 +
Rp 2.600 + Rp 9.000

Total nilai persediaan perusahaan = Rp 39.250 (metode LCNRV)

Soal
Soal 6.1 PT Sejahtera Selalu

1. Untuk menghitung nilai persediaan yang harus dicatat oleh PT Sejahtera Selalu, kita akan
mempertimbangkan diskon yang diberikan pada pembelian barang.

Harga awal barang sebesar Rp350.000.000. Diskon pertama adalah 20%, dan diskon kedua
adalah 10%. Dengan demikian, kita akan mengurangkan kedua diskon tersebut dari harga awal:

Harga Setelah Diskon Pertama = Rp350.000.000 - (20% x Rp350.000.000) = Rp350.000.000 -


Rp70.000.000 = Rp280.000.000

Harga Setelah Diskon Kedua = Rp280.000.000 - (10% x Rp280.000.000) = Rp280.000.000 -


Rp28.000.000 = Rp252.000.000

Jadi, nilai persediaan yang harus dicatat oleh PT Sejahtera Selalu adalah Rp252.000.000.

2. PT Megah Jaya Abadi

a. Barang yang dikirim dari pemasok dengan FOB shipping point pada 24 Desember 2015,
dengan harga Rp138.000.000, akan dianggap sebagai bagian dari persediaan PT Megah Jaya
Abadi per 31 Desember 2015 karena risiko kepemilikan dan kendali barang telah berpindah ke
PT Megah Jaya Abadi saat pengiriman. Oleh karena itu, nilai Rp138.000.000 harus dimasukkan
dalam persediaan pada 31 Desember 2015.

b. Barang yang ditagih ke PT Medali Indah FOB shipping point sebesar Rp58.000.000 pada 31
Desember 2015 tetapi belum diterima pada akhir tahun harus dikecualikan dari persediaan pada
31 Desember 2015. Pengiriman barang tersebut pada tanggal 3 Januari 2016 menunjukkan
bahwa risiko kepemilikan dan kendali barang belum berpindah ke pembeli pada akhir tahun.
Oleh karena itu, nilai Rp58.000.000 tidak harus dimasukkan dalam persediaan pada 31
Desember 2015.

Jadi, nilai persediaan yang seharusnya dilaporkan oleh PT Megah Jaya Abadi dalam Laporan
Posisi Keuangan per 31 Desember 2015 adalah:

 Nilai Awal Persediaan (berdasarkan perhitungan fisik) = Rp2.200.000.000 Tambah:


Barang yang dikirim dari pemasok (Rp138.000.000) Kurang: Barang yang ditagih ke PT
Medali Indah yang belum diterima (-Rp58.000.000)
 Nilai Persediaan yang Dilaporkan = Rp2.200.000.000 + Rp138.000.000 - Rp58.000.000
= Rp2.280.000.000.

Soal 6.2

 Metode FIFO (First-In-First-Out):

1. Saldo awal persediaan pada tanggal 1 Mei 2015: 1.500 unit * Rp 42.055/unit = Rp 63.082.500

2. Pembelian pada tanggal 9 Mei 2015: 2.000 unit * Rp 44.000/unit = Rp 88.000.000

3. Pembelian pada tanggal 17 Mei 2015: 3.500 unit * Rp 46.000/unit = Rp 161.000.000

4. Pembelian pada tanggal 26 Mei 2015: 1.000 unit * Rp 48.000/unit = Rp 48.000.000

5. Total persediaan (on hand): 2.000 unit (menurut perhitungan fisik pada 31 Mei)

6. Hitung nilai persediaan pada tanggal 31 Mei 2015 dengan menggunakan metode FIFO:
 Keluarkan dulu persediaan yang paling awal masuk (9 Mei), yaitu 2.000 unit.
 Nilai persediaan yang digunakan = 2.000 unit * Rp 44.000/unit = Rp 88.000.000

7. Sisa persediaan (on hand) pada tanggal 31 Mei 2015:

1.500 unit (sisa dari saldo awal) + 3.500 unit (sisa dari pembelian 17 Mei) + 1.000 unit (sisa dari
pembelian 26 Mei) - 2.000 unit (digunakan) = 4.000 unit

8. Hitung nilai persediaan sisa (on hand) pada tanggal 31 Mei 2015:

4.000 unit * Harga unit terakhir (pembelian 26 Mei) = 4.000 unit * Rp 48.000/unit = Rp 192.000.000

 Metode Rata-Rata:

Untuk menghitung nilai persediaan menggunakan metode rata-rata, kita akan menghitung biaya rata-
rata per unit:

1. Saldo awal persediaan pada tanggal 1 Mei 2015: 1.500 unit * Rp 42.055/unit = Rp 63.082.500

2. Pembelian pada tanggal 9 Mei 2015: 2.000 unit * Rp 44.000/unit = Rp 88.000.000

3. Pembelian pada tanggal 17 Mei 2015: 3.500 unit * Rp 46.000/unit = Rp 161.000.000

4. Pembelian pada tanggal 26 Mei 2015: 1.000 unit * Rp 48.000/unit = Rp 48.000.000

5. Total biaya persediaan awal dan pembelian: Rp 63.082.500 + Rp 88.000.000 + Rp 161.000.000 + Rp


48.000.000 = Rp 360.082.500

6. Total unit awal dan pembelian: 1.500 unit + 2.000 unit + 3.500 unit + 1.000 unit = 8.000 unit

7. Rata-rata tertimbang: Rp 360.082.500 / 8.000 unit = Rp 45.010.31/unit (approx.)

8. Hitung nilai persediaan pada tanggal 31 Mei 2015 menggunakan metode rata-rata:

2.000 unit (menurut perhitungan fisik pada 31 Mei) * Rata-rata tertimbang = 2.000 unit * Rp
45.010.31/unit = Rp 90.020.620

Hasil Jawaban:

Dengan menggunakan metode FIFO, persediaan yang harus diakui oleh perusahaan per 31 Mei 2015
adalah Rp 192.000.000. Ini karena persediaan yang digunakan pada tanggal 31 Mei 2015 diambil
berdasarkan harga pembelian terakhir (pada tanggal 26 Mei 2015).

Dengan menggunakan metode rata-rata, nilai persediaan perusahaan per 31 Mei 2015 adalah Rp
90.020.620. Ini adalah biaya rata-rata per unit dari semua pembelian dan saldo awal persediaan pada
tanggal 1 Mei 2015.

Soal 6.3 Untuk menghitung beban penjualan dan laba bruto, kita perlu menghitung biaya persediaan
yang digunakan (COGS - Cost of Goods Sold) dan pendapatan dari penjualan.

Pertama, mari hitung biaya persediaan yang digunakan (COGS) berdasarkan metode FIFO (First-
In-First-Out) untuk menentukan biaya per unit dari persediaan yang digunakan:

1. Saldo awal persediaan: 4.000 unit * Rp 24.000/unit = Rp 96.000.000

2. Pembelian pada tanggal 5 Maret: 6.000 unit * Rp 32.000/unit = Rp 192.000.000

3. Pembelian pada tanggal 17 April: 7.000 unit * Rp 44.000/unit = Rp 308.000.000

4. Pembelian pada tanggal 7 September: 8.000 unit * Rp 34.000/unit = Rp 272.000.000


5. Pembelian pada tanggal 11 November: 6.000 unit * Rp 50.000/unit = Rp 300.000.000

Sekarang, kita akan menghitung biaya persediaan yang digunakan untuk memenuhi penjualan:

 Penjualan 7.000 unit pada harga Rp 44.000/unit = Rp 308.000.000


 Penjualan 6.000 unit pada harga Rp 50.000/unit = Rp 300.000.000

Jumlah total penjualan adalah Rp 608.000.000.

Menggunakan metode FIFO untuk menentukan biaya per unit persediaan yang digunakan:

1. Keluarkan persediaan yang pertama kali masuk (saldo awal):


 Biaya per unit = Rp 24.000/unit
2. Keluarkan persediaan yang masuk pada tanggal 5 Maret:
 Biaya per unit = Rp 32.000/unit

Selanjutnya, kita akan menghitung biaya COGS:

 COGS dari penjualan 7.000 unit pertama (Rp 24.000/unit) = 7.000 unit * Rp 24.000/unit
= Rp 168.000.000
 COGS dari penjualan 6.000 unit kedua (Rp 32.000/unit) = 6.000 unit * Rp 32.000/unit =
Rp 192.000.000

Total COGS = Rp 168.000.000 + Rp 192.000.000 = Rp 360.000.000

Selanjutnya, kita dapat menghitung laba bruto:

 Pendapatan dari penjualan - COGS = Rp 608.000.000 - Rp 360.000.000 = Rp 248.000.000

Jadi, beban penjualan adalah Rp 360.000.000 dan laba bruto adalah Rp 248.000.000.

6.4 Untuk menghitung nilai persediaan yang rusak akibat kebakaran menggunakan metode laba
bruto, kita dapat menggunakan persentase laba bruto yang biasa digunakan perusahaan sebelum
kebakaran.

1. Nilai penjualan sebelum terjadi kebakaran adalah Rp2.000.000.000.


2. Persentase laba bruto sebelum kebakaran adalah 40%, sehingga beban pokok penjualan
adalah 60% dari penjualan.
3. Beban pokok penjualan sebelum kebakaran adalah Rp1.200.000.000 (60% dari
Rp2.000.000.000).

Sekarang kita dapat menghitung laba bruto sebelum kebakaran:

Laba Bruto Sebelum Kebakaran = Penjualan Sebelum Kebakaran - Beban Pokok Penjualan
Sebelum Kebakaran Laba Bruto Sebelum Kebakaran = Rp2.000.000.000 - Rp1.200.000.000 =
Rp800.000.000

Selanjutnya, menggunakan laba bruto sebelum kebakaran untuk mengestimasi nilai persediaan
yang rusak:

1. Persediaan awal tahun adalah Rp1.000.000.000.


2. Transaksi pembelian sebelum kebakaran adalah Rp1.600.000.000.
Total nilai persediaan sebelum kebakaran = Persediaan Awal + Pembelian Sebelum Kebakaran
Total nilai persediaan sebelum kebakaran = Rp1.000.000.000 + Rp1.600.000.000 =
Rp2.600.000.000

Kita ingin mengetahui nilai persediaan yang rusak sebagai persentase dari total nilai persediaan
sebelum kebakaran:

Persentase Persediaan yang Rusak = (Laba Bruto Sebelum Kebakaran / Total Nilai Persediaan
Sebelum Kebakaran) * 100% Persentase Persediaan yang Rusak = (Rp800.000.000 /
Rp2.600.000.000) * 100% = 30.77%

Sekarang kita dapat menghitung nilai persediaan yang rusak:

Nilai Persediaan yang Rusak = Persentase Persediaan yang Rusak * Total Nilai Persediaan
Sebelum Kebakaran Nilai Persediaan yang Rusak = 30.77% * Rp2.600.000.000 =
Rp800.020.000

Jadi, nilai persediaan yang rusak akibat kebakaran adalah sekitar Rp800.020.000.

6.5 a. Metode FIFO (First-In, First-Out):

Dalam metode FIFO, kita menganggap bahwa barang pertama yang masuk adalah yang pertama
keluar. Oleh karena itu, biaya barang pertama yang masuk pertama kali dianggap sebagai biaya
barang yang keluar terlebih dahulu.

1. Biaya pada tahap pertama (Rp200.000) akan digunakan untuk menghitung biaya
persediaan yang masih tersisa:
 100 pon paku pada tahap pertama = Rp200.000 / 100 pon = Rp2.000/pon
 Jumlah paku yang masih tersisa dari tahap pertama: 100 pon (tidak digunakan)

2. Biaya pada tahap kedua (Rp220.000) akan digunakan untuk menghitung biaya persediaan
yang masih tersisa:
 100 pon paku pada tahap kedua = Rp220.000 / 100 pon = Rp2.200/pon
 Jumlah paku yang masih tersisa dari tahap kedua: 100 pon (tidak digunakan)

3. Biaya pada tahap ketiga (Rp240.000) akan digunakan untuk menghitung biaya persediaan
yang masih tersisa:
 100 pon paku pada tahap ketiga = Rp240.000 / 100 pon = Rp2.400/pon
 Jumlah paku yang masih tersisa dari tahap ketiga: 100 pon (tidak digunakan)

Jadi, dalam metode FIFO, biaya persediaan akhir adalah Rp2.000/pon (dari tahap pertama), dan
jumlah persediaan akhir adalah 140 pon. Oleh karena itu, biaya persediaan akhir adalah:

Biaya Persediaan Akhir = Rp2.000/pon * 140 pon = Rp280.000

b. Metode Weighted-Average (Rata-Rata Tertimbang):

Dalam metode rata-rata tertimbang, kita mengambil rata-rata biaya per unit berdasarkan total
biaya yang dikeluarkan dan total unit yang tersedia.

Total biaya = Rp200.000 + Rp220.000 + Rp240.000 = Rp660.000 Total unit = 300 pon

Rata-rata biaya per pon = Total biaya / Total unit = Rp660.000 / 300 pon = Rp2.200/pon
Jadi, dalam metode rata-rata tertimbang, biaya persediaan akhir adalah Rp2.200/pon, dan jumlah
persediaan akhir adalah 140 pon. Oleh karena itu, biaya persediaan akhir adalah:

Biaya Persediaan Akhir = Rp2.200/pon * 140 pon = Rp308.000

Jadi, biaya persediaan akhir adalah Rp280.000 dengan metode FIFO dan Rp308.000 dengan
metode rata-rata tertimbang. Pilih salah satu metode yang sesuai dengan kebijakan perusahaan
dan terapkan secara konsisten dari tahun ke tahun.

Anda mungkin juga menyukai