Anda di halaman 1dari 16

Penilaian Praktek

OECD CG Prinsip
4 dan 5 Pada PT
Garuda Indonesia
Tbk
Oleh : Kelompok 12
Anggota
Kelompok
MEY BETA RISMA
NUR JANNATI
SIHOMBING

NURKARANT NIKA
INA PRISTIYA
PUTRI RAMLA
WAHYUNI H
Kronologi Kasus
Pelanggaran Yang Dilakukan
Topik PT Garuda Indonesia Tbk
Pembaha Hubungan Kasus Dengan

san Teori/Konsep Etika


Hubungan Kasus Dengan
Pelanggaran Prinsip OECD
Hubungan Kasus Dengan
KesimpulaKNKG
Kronologi Kasus
Dilansir dari CNN Indonesia, kronologi terkuaknya skandal laporan
keuangan Garuda Indonesia berawal dari pelaporan kinerja keuangan pada
tahun 2018 yang diserahkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam laporan
keuangannya, perusahaan dengan kode saham GIAA berhasil meraup laba
bersih sebesar US$809 ribu pada tahun 2018, berbanding terbalik dengan
kondisi 2017 yang merugi sebesar US$216,58 juta. Kinerja ini terbilang
cukup mengejutkan lantaran pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi
sebesar US$114,08 juta. Selanjutnya pada akhir bulan April, PT Garuda
Indonesia Tbk mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan
(RUPST) di Jakarta.
Kronologi Kasus
Salah satu mata agenda rapat ini adalah mengesahkan laporan keuangan tahunan 2018. Namun,
dalam RUPST tersebut terjadi kisruh Dua komisaris Chairul Tanjung dan Dony Oskaria selaku
perwakilan dari PT Trans Airways menyatakan disenting opinion (perbedaan pendapat) dan tak mau
menandatangani laporan keuangan tersebut. Chairul sempat meminta agar keberatan itu dibacakan
dalam RUPST, tetapi atas keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan. Hasil rapat
pemegang saham pun akhirnya menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018, Sehari
usai kabar penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan kode
GIAA itu merosot tajam 4,4 persen pada penutupan perdagangan sesi pertama, Kamis (25/4). Harga
saham Garuda Indonesia anjlok ke level Rp478 per saham dari sebelumnya Rp500 per saham. Bursa
Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil manajemen Garuda Indonesia terkait timbulnya
perbedaan opini antara pihak komisaris dengan manajemen terhadap laporan keuangan tahun buku
2018.Selain manajemen perseroan, otoritas bursa juga akan memanggil kantor akuntan publik
(KAP) Tanubrata Sutanto, Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan perusahaan.
Pelanggaran Yang Dilakukan
PT Garuda Indonesia Tbk
• Pelanggaran atas standar Audit (SA) – Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA 315, SA 500,
dan SA 560 yang dilakukan oleh auditor dari KAP yang berpengaruh pada opini laporan auditor
independen (LAI)
• KAP yang bersangkutan belum menerapkan system pengendalian mutu secara optimal terkain
konsultasi dengan pihak eksternal.

Atas pelanggaran yang telah terjadi dijatuhkan saksi pelanggaran Pasal 69 Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengatur bahwa laporan keuangan yang disampaikan kepada
otoritas pasar modal harus disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku umum, Peraturan OJK
Nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam
Kegiatan Jasa Keuangan, SA 315, SA 500, dan SA 560, serta SA 700 yang mengatur tentang perumusan
suatu opini dan pelaporan atas laporan keuangan.
Hubungan Kasus dengan
Teori/Konsep Etika
Kasus ini berhubungan dengan teori etika bisnis, yang Pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh
mana terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis yang manajemen Garuda Indonesia berdampak negatif
dilakukan oleh manajemen garuda Indonesia antara lain bagi perusahaan, antara lain:
1. Melakukan manipulasi laporan keuangan dengan 1. Menurunkan kredibilitas dan reputasi
mengakui pendapatan dari transaksi penjualan pesawat perusahaan di mata publik, pelanggan, mitra
kepada PT Sriwijaya Air yang belum terealisasi. Hal ini kerja, dan pemegang saham.
bertentangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan standar etika profesi akuntan. 2. Menimbulkan kerugian bagi pemegang saham,
terutama minoritas, yang mengalami penurunan
2. Menyembunyikan informasi material yang nilai investasi akibat anjloknya harga saham
berpengaruh terhadap nilai saham perusahaan dari perusahaan.
pemegang saham dan publik. Hal ini bertentangan
dengan prinsip keterbukaan dan transparansi yang 3.Menyebabkan sanksi hukum dan administratif
menjadi salah satu pilar etika bisnis. dari otoritas terkait, seperti BEI, OJK, KPK, dan
BPK.
Hubungan kasus dengan
pelanggaran prinsip OECD
1 Hubungan dengan Prinsip 4 OECD “Peran Pemangku
Kepentingan dalam Tata Kelola”
• Perbedaan Pendapat Internal Menunjukkan Tantangan dalam Tata Kelola: Kasus
ini menyoroti tantangan dalam tata kelola perusahaan, terutama terkait
perbedaan pendapat antara manajemen dan komisaris. Hal ini mencerminkan
pentingnya dialog dan keterbukaan internal untuk memastikan keselarasan visi
dan integritas laporan keuangan.
• Peran Pemangku Kepentingan Eksternal dalam Membuat Perusahaan
Bertanggung Jawab: Sanksi dari Bursa Efek Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), dan Menteri Keuangan menunjukkan bahwa pemangku kepentingan
eksternal memiliki peran penting dalam menjaga transparansi, kepatuhan
regulasi, dan akuntabilitas perusahaan.
Hubungan kasus dengan
pelanggaran prinsip OECD
1 Hubungan dengan Prinsip 4 OECD “Peran Pemangku
Kepentingan dalam Tata Kelola”
• Pentingnya Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan Terhadap Saham Perusahaan:
Dampak langsung terhadap harga saham Garuda Indonesia sebagai respons
terhadap perbedaan pendapat internal menunjukkan bahwa pemegang saham
adalah pemangku kepentingan yang memiliki peran signifikan dalam menilai dan
merespons tata kelola perusahaan.
• Tata Kelola Perusahaan Harus Memperhatikan Prinsip-prinsip OECD: Keselarasan
antara manajemen, komisaris, dan pemangku kepentingan lainnya adalah esensial
dalam memastikan prinsip-prinsip OECD, terutama prinsip keempat, terpenuhi.
Dialog terbuka, transparansi, dan pertanggungjawaban perlu diterapkan untuk
membangun tata kelola perusahaan yang kuat.
Hubungan kasus dengan
pelanggaran prinsip OECD
2 Hubungan dengan Prinsip 5 OECD “Transparansi dan
• Keterbukaan
Terdapat perbedaaninformasi”
pendapat antara komisaris dan manajemen terkait laporan keuangan
tahun 2018, menunjukkan kebutuhan untuk menjelaskan dan memberikan transparansi
terkait keputusan internal.
• Kisruh dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) mencerminkan
kurangnya keterbukaan informasi, terutama ketika permintaan untuk membacakan
keberatan tidak dikabulkan.
• Sanksi dari Bursa Efek Indonesia dan OJK diberikan sebagai tanggapan terhadap
kurangnya transparansi dalam proses pelaporan keuangan, menegaskan pentingnya
informasi yang akurat dan terpercaya.
• Pemanggilan manajemen dan auditor oleh BEI dan OJK menunjukkan upaya untuk
meningkatkan transparansi dan memastikan akuntabilitas dalam penyampaian informasi.
1. Keterbukaan (Transparency)
Dalam kasus ini, PT Garuda Indonesia gagal menerapkan asas transparansi dengan
tidak mengungkapkan secara jujur kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya
dalam laporan keuangan. Hal ini bertentangan dengan prinsip transparansi menurut
KNKG yang mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)

Hubungan Direksi PT Garuda Indonesia gagal mempertanggung jawabkan kinerja perusahaan


secara transparan dan wajar. Hal ini bertentangan dengan prinsip akuntabilitas KNKG

Kasus yang mengharuskan perusahaan dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
Dengan saham dan pemangku kepentingan lain.

KNKG
3. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Direksi dan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia tidak melaksanakan tanggung
jawabnya sesuai peran masing-masing dalam hal pengawasan dan pengelolaan
perusahaan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pertanggung jawabkan KNKG dimana
masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung
jawabnya secara efektif dan independen.
Hubungan Kasus
Dengan KNKG
4. Independensi (Independency)
Kesalahan dalam penyajian laporan keuangan menunjukkan kurangnya independensi dalam proses
audit dan pelaporan keuangan, yang bertentangan dengan prinsip independensi dalam Kerangka
Kerja Tata Kelola Perusahaan (KNKG) . Prinsip independensi menekankan pentingnya lembaga
pemerintah dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip pemerintahan yang sehat
5. Kewajaran (Fainess)
Terdapat ketidakwajaran dalam transaksi PT Garuda Indonesia dengan pihak terafiliasi yang
merugikan perusahaan dan pemegang saham minoritas. Hal ini tidak sesuai prinsip kewajaran
KNKG yang mengharuskan perusahaan memperhatikan kepentingan seluruh pemegang saham
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
SESI
TANYA
JAWAB
Kesimpulan
Studi kasus di atas terkait dengan prinsip ke-5 OECD CG pada PT
Garuda Indonesia tbk yang terlibat dalam skandal laporan keuangan
yang melibatkan pelanggaran atas standar audit (SA), pelanggaran etika
bisnis yg berdampak negatif pada perusahaan, dan pelanggaran prinsip
OECD. Hubungan kasus dengan pelanggaran prinsip OECD menyoroti
tantangan dalam tata kelola perusahaan, terutama terkait perbedaan
pendapat antara manajemen dan komisaris. Kaitan kasus dengan
KNKG mencakup aspek transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, indepedensi, dan kewajaran.
Sumber
Referensi
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190430174733-92-390927/kronologi-
kisruh-laporan-keuangan-garuda-indonesia
https://www.cnbcindonesia.com/market/20210726191301-17-263827/deretan-
skandal-lapkeu-di-pasar-saham-ri-indofarma-hanson/2
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sriwijaya/evaluasi-kebijakan/
kelompok-1-analisis-kasus-garuda-indonesia/7556081
https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072245/kronologi-kasus-
laporan-keuangan-garuda-indonesia-hingga-kena-sanksi?page=3
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai