Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah...........................................................................................4
1.3. Tujuan Dan Kegunaan........................................................................................5
1.4. Metode Penyusunan...........................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................7
KAJIAN TEORITIS..........................................................................................................7
2.1. Pengertian Infrastruktur......................................................................................7
2.2. Pengertian Pemukiman Kumuh..........................................................................8
BAB III...........................................................................................................................10
EVALUASI DAN ANALISIS.........................................................................................10
3.1. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Dalam Sistem Penataan Ruang Dan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional...............................................................10
3.2. Strategi Penataan Bangunan Dan Lingkungan..................................................11
BAB IV............................................................................................................................14
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS...........................................14
4.1. Landasan Filosofis............................................................................................14
4.2. Landasan Sosiologis.........................................................................................15
4.3. Landasan Yuridis..............................................................................................16
BAB V.............................................................................................................................17
JANGKAUAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN RUANG LINGKUP.................................17
5.1. Jangkauan Dan Arah Pengaturan......................................................................17
5.2. Ruang Lingkup.................................................................................................17
BAB IV............................................................................................................................18
PENUTUP.......................................................................................................................18
6.1. Kesimpulan......................................................................................................18
6.2. Saran................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem


sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman secara luas dan
merata ditujukan untuk memenuhi standar pelayanan minimal dan turut
menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat, serta memberikan dukungan
terhadap pertumbuhan sektor riil. Berdasarkan hal di atas, maka Pemerintah
Provinsi Banten menganggarkan dana APBD untuk Pekerjaan Penataan
Kawasan Kumuh (Kewenangan Provinsi) Di Kabupaten Tangerang yang
tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKAP-SKPD) Dinas Perumahan Rakyat Dan Kawasan
Permukiman Provinsi Banten.Mengingat potensi serta kecenderungan
pertumbuhan fisik secara cepat sering terjadi di daerah perkotaan, maka
prioritas penanganan/ penataan terutama dilakukan pada kawasan yang
padat, yaitu kawasan pesisir, kawasan pusat perdagangan, permukiman
campuran, atau pada kawasan yang kondisi geografisnya memerlukan
perhatian khusus. Disatu sisi, terutama atas pertimbangan makin tingginya
harga tanah di perkotaan, optimalisasi pemanfaatan lahan untuk
pembangunan perumahan dan permukiman menjadi suatu hal yang tak
terelakkan, di sisi lain potensi masyarakat yang mampu memiliki rumah
cenderung menurun, sehingga di banyak di antara masyarakat tinggal di
kawasan padat, meskipun berkondisi kumuh dan tidak sehat. Pemerintah
bersama warga tentu mencita-citakan suatu kondisi tempat tinggal
permukiman kota dimana kondisi kota yang baik harus merupakan suatu
kesatuan sistem organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan-kegiatan
sosial, budaya, memiliki citra yang fisik maupun yang non-fisik yang kuat,

HALAMAN 1
keindahan visual serta terencana dan terancang secara terpadu, seperti
tersirat dalam UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Peraturan
pembangunan setempat yang bersifat khusus diperlukan sebagai pengarah
terwujudnya wajah bangunan dan lingkungan dengan karakter yang khas/
unik terutama pada kawasan atau bagian kota yang tumbuh cepat dan
berkembang. Sedangkan masalah ketidakteraturan-ketidakserasian
bangunan dan lingkungan didalamnya harus dibuat solusi pemecahan dan
penyelesaiannya dengan memperhatikan umum. Banyak program yang
dibuat pemerintah untuk mengendalikan gerak laju dari kawasan yang
berkembang tersebut. Program-program tersebut bertujuan memajukan dan
mensejahterahan kehidupan masyarakat umum, walaupun dapat dihindari
jika beberapa program terlihat tumpang tindih pada pelaksanaannya. Multi
interpretasi pelaksanaan program dapat menyebabkan stagnasi yang berefek
hambatan bagi perkembangan suatu kawasan atau sebaliknya,
perkembangannya menjadi tak terkendali. Panduan tersebut sebagai turunan
dalam bagian UU no. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, diperlukan
sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan
terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. Peraturan
Bangunan Setempat yang bersifat khusus yang diperlukan sebagai pengarah
perwujudan arsitektur lingkungan perkotaan (urban architecture) terutama
pada kawasan atau bagian kotayang tumbuh cepat dan berkembang secara
tidak teratur bagi dari segi tertib bangunan, keselamatan bangunan maupun
keserasian bangunan terhadap lingkungannya. Panduan akan memberikan
arahan pengendalian pemanfaatan ruang dan menindaklanjuti rencana rinci
tata ruang, serta sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka
perwujudan kualitas bangunan gedung dan lingkungannya. Dengan arahan
tersebut, Pemerintah daerah, pemerhati kawasan dan bangunan dan stake
holder lainnya akan mempunyai kejelasan menyangkut kebijaksanaan
pembangunan fisik dari Pemerintah Daerah setempat. Meluasnya
lingkungan permukiman kumuh diperkotaan membawa banyak

HALAMAN 2
konsekwensi pada kehidupan di perkotaan. Secara estetika, konsekwensi
nya adalah menimbulkan lingkungan yang rendah kualitasnya. Namun lebih
dari itu, pemukiman kumuh ini mengakibatkan konflik ruang, kawasan
hunian yang sesak dengan daya dukung rendah, menurunnya tingkat
kesehatan masyarakat, menurunnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana
permukiman. Belum lagi karena kepadatannya, dapat meningkatkan
kerawanan dan konflik sosial. Oleh karena itu, permukiman kumuh di
perkotaan ini harus segera ditangani agar dampak buruk tidak semakin
bertambah. Banyak pemerintah daerah (pemkot) di kota-kota Indonesia
sudah menangani pemukiman kumuh dengan berbagai macam cara, tentu
disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah yang bersangkutan.
Salah satu model penanganan lingkungan kumuh ini adalah penataan
berbasis kawasan yang mengintegrasikan pemukiman kumuh ini dengan
lingkungan sekitarnya sebagai satu kawasan, artinya mengintegrasikan
dengan kegiatan lingkungan di sekitarnya (sistem kota) baik aktivitas
ekonomi, lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial. Dengan perencanaan
model ini, diharapkan kawasan kumuh akan berkembang secara
berkelanjutan dan saling mendukung dengan potensi-potensi perkembangan
yang ada disekitarnya. ari waktu ke waktu, rumah semakin dibutuhkan oleh
setiap rumah tangga bersamaan dengan kebutuhan pokok sandang dan
pangan. Kebutuhan rumah tidak saja dilihat dari aspek kuantitasnya saja
namun juga kualitasnya. Kebutuhan rumah ini semakin bertambah sejalan
dengan bertambahnya kawasan perkotaan di berbagai wilayah di Indonesia.
UUD 1945, Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa "Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan". Amanat UUD 1945 tersebut memposisikan bahwa rumah atau
tempat tinggal sebagai hak setiap orang. Rumah merupakan kebutuhan
dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, kualitas kehidupan,
serta sebagai cerminan diri. Lebih dari itu rumah juga berperan dalam

HALAMAN 3
pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa. Namun karena
jumlah kebutuhan akan rumah yang sangat besar, maka pemenuhan akan
rumah belum terkejar hingga saat ini, belum lagi dalam pelaksanaannya
ditemukan berbagai macam hambatan. Hambatan utama adalah semakin
langkanya lahan bagi pengembangan kawasan perumahan di perkotaan,
kalaupun ada tentu harganya sangat mahal dan menjadi tidak efisien untuk
dibangun sebagai perumahan murah bagi golongan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR). Berkaitan dengan penataan perumahan di
perkotaan khususnya perumahan kumuh, hambatan yang dijumpai adalah
penanganan yang masih cenderung parsial dan belum efektif dan masih
luasnya kawasan perumahan yang berkembang kurang terintegrasi dan
serasi dengan fungsi kawasan di sekitarnya.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Keberadaan aktivitas permukiman padat penduduk yang semakin


berkembang di Provinsi Banten ini, menimbulkan berbagai
permasalahan bagi penataan ruang kawasan pusat kota secara
keseluruhan. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan dikemukakan
beberapa rumusan masalah, sebagai berikut: Kekumuhan kawasan
permukiman ditinjau dari aspek fisik, yang terlihat dari:
o Ketimpangan tampilan fisik bangunan yang terjadi di kawasan studi
yaitu adanya bangunan mewah atau modern di kawasan perdagangan
berdampingan dengan bangunan tradisional sederhana di
permukiman. Bangunan sektor formal yang berbaur dengan sektor
informal yang liar dan tidak tertata,
o Munculnya bangunan-bangunan tidak permanen baru di badan jalan
maupun di trotoar yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan
dan kenyamanan pengguna jalan,

HALAMAN 4
o Pemanfaatan daerah sungai oleh masyarakat untuk kegiatan
ekonomi, yang menjadikan terganggunya fungsi sungai secara
maksimal,
o Tidak adanya jarak antar bangunan yang mengakibatkan rumah
menjadi tidak sehat,
o Kumuhnya permukiman akibat aktivitas kawasan yang terlalu
berlebihan, sehingga menyebabkan lingkungan hunian menjadi tidak
sehat dan tidak nyaman untuk ditinggali,
o Tidak berfungsinya saluran drainase kota di kawasan tersebut secara
optimal,
o Sampah dan limbah akibat aktivitas warga yang tidak dikelola
dengan baik, sehingga menyebabkan pemandangan yang kotor,
o Kurangnya sarana prasarana juga kurang terpeliharanya sarana
prasarana (jalan lingkungan, tempat sampah, MCK umum)
2. Terlalu padatnya jumlah penduduk, yang kurang seimbang dengan daya
tampung ruang hunian dan penataan ruang yang kurang tepat.

1.3. Tujuan Dan Kegunaan

Tujuan dari kajian ini adalah memberikan gambaran dan


pengetahuan tentang bagaimana penataan infrastruktur pada permukiman
padat perkotaan di Provinsi Banten. Kajian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai pedoman atau bahan untuk gagasan yang berhubungan dengan
bagaimana pengaruh penataan infrastruktur di Provinsi Banten.

1.4. Metode Penyusunan

1.4.1 Metode Analisis


Metode analisis pada kajian ini terdiri dari 3 (tiga) tahapan,
pertama adalah kondisi yang terjadi saat ini di lapangan. Kedua adalah
mencari sumber permasalahan yang mungkin dapat menjadi

HALAMAN 5
penghambat pengelolaan. Ketiga adalah analisis kesenjangan antara
kondisi saat ini dengan kondisi yang seharusnya lalu dilakukan
perumusan strategi dan kebijakan.

1.4.2 Metode Pengambilan Data


Data yang diambil untuk melakukan kajian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder.

HALAMAN 6
BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1. Pengertian Infrastruktur

Pengertian Infrastruktur, menurut Grigg (1988) infrastruktur


merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,
bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun
kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai
suatu sistem. Infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian
berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama
lain. Enam kategori besar infrastruktur (Grigg): 1) Kelompok jalan (jalan,
jalan raya, jembatan); 2) Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan
rel, pelabuhan, bandar udara); 3) Kelompok air (air bersih, air kotor, semua
sistem air, termasuk jalan air); 4) Kelompok manajemen limbah (sistem
manajemen limbah padat); 5) Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga
luar; 6) Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan
gas).Berdasarkan American Public Works Association (Stone, 1974),
infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas – fasilitas fisik yang
dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen – agen publik untuk fungsi –
fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan
limbah, transportasi, dan pelayanan – pelayanan yang sama untuk
memfasilitasi tujuan – tujuan ekonomi dan sosial. Infrastruktur sendiri
dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus
menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur
memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada
di masyarakat. Oleh karena itu, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-
dasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005).

HALAMAN 7
2.2. Pengertian Pemukiman Kumuh

Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya


pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman.
Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta
prasarana dan sarana lingkungan. Perumahan menitik beratkan pada fisik
atau benda mati, yaitu houses dan landsettlement. Pemukiman memberikan
kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan
perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitik beratkan
pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia
(human).Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakikatnya
saling melengkapi (Kurniasih, 2007). Kawasan kumuh adalah kawasan di
mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat
buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan
standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan,
persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun
persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan
fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007). Menurut Sinulingga (2005) ciri
kampung/pemukiman kumuh terdiri dari: a. Penduduk sangat padat antara
250-400 jiwa/ha. Pendapat para ahli perkotaan (MMUDP,90) menyatakan
bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwa/ha maka
timbul masalah akibat kepadatan ini, antara perumahan yang dibangun tidak
mungkin lagi memiliki persyaratan fisiologis, psikologis dan perlindungan
terhadap penyakit. b. Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan
roda empat, karena sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi
dibalik atap-atap rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain. c.
Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan-
jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah

HALAMAN 8
akan tergenang oleh air. d. Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat
minim sekali. Ada diantaranya yang langsung membuang tinjanya ke
saluran yang dekat dengan rumah, ataupun ada juga yang membuangnya ke
sungai yang terdekat. e. Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim,
memanfaatkan air sumur dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan.
Jadi menurut Sinulingga (2005) pemukiman kumuh adalah lingkungan
hunian atau tempat tinggal/rumah beserta lingkungannya, yang berfungsi
sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana pembinaan keluarga, tetapi tidak
layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, sarana dan
prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana
sosial budaya masyarakat.

HALAMAN 9
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS

3.1. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Dalam Sistem Penataan


Ruang Dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang


wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif yang
secara hierarki terdiri atas RTRW nasional, RTRW provinsi, dan RTRW
kabupaten/kota. Rencana umum tata ruang nasional adalah arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional yang disusun
guna menjaga integritas nasional, keseimbangan dan keserasian
perkembangan antar wilayah dan antar sector, serta keharmonisan antar
lingkungan alamdengan lingkungan buatan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.Rencana umum tata ruang provinsi adalah
rencana kebijakan operasional dari RTRW Nasional yang berisi strategi
pengembangan wilayah provinsi, melalui optimasi pemanfaatan sumber
daya, sinkronisasi pengembangan sektor, koordinasi lintas wilayah
kabupaten/kota dan sektor, serta pembagian peran dan fungsi
kabupaten/kota di dalam pengembangan wilayah secara
keseluruhan.Rencana umum tata ruang kabupaten/kota adalah penjabaran
RTRW provinsi kedalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana
pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan, strategi
pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana
strukturdan rencana pola ruang operasionalDalam operasionalisasinya
rencana umum tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci tata ruang yang
disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan
kawasan dengan muatan subtansi yang dapat mencakup hingga penetapan
blok dan subblok yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai salah satu dasar

HALAMAN 10
dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat
dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata
ruang. Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan
strategis dan rencana detail tata ruang. Kawasan strategis adalah Kawasan
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh penting
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, pertumbuhan
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia. Rencana tata ruang kawasan strategis
adalah upaya penjabaran rencana umum tata ruang ke dalam arahan
pemanfaatan ruang yang lebih spesifik sesuai dengan aspek utama yang
menjadi latar belakang pembentukan kawasan strategis tersebut. Tingkat
kedalaman rencana tata ruang kawasan strategis sepenuhnya mengikuti
luasan fisik serta kedudukannya di dalam sistem administrasi.Rencana tata
ruang kawasanstrategis tidak mengulang hal-hal yang sudah diatur atau
menjadi kewenangan dari rencana tata ruang yang berada pada jenjang
diatasnya maupun dibawahnya. Rencana detail tata ruang merupakan
penjabaran dari RTRW pada suatu kawasan terbatas, ke dalam rencana
pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan bersifat
operasional. Rencana detail tata ruang berfungsi sebagai instrumen
perwujudan ruang khususnya sebagai acuan dalam permberian advise
planningdalam pengaturan bangunan setempat dan rencana tata bangunan
dan lingkungan.

3.2. Strategi Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Strategi dan program pembangunan dan pengembangan kawasan


permukiman dan infrastruktur perkotaan Kota Serang untuk merealisasikan
visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun lingkup aspek dalam strategi
pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dan infrastruktur
Kota Serang adalah Aspek fisik, sosial, kelembagaan, pembiayaan,
pelibatan masyarakat dan pelaku terkait, legalitas, dan ekonomi.

HALAMAN 11
Selengkapnya mengenai strategi dalam bidang permukiman dan
infrastruktur adalah sebagai berikut:

1. Aspek Fisik
Pemenuhan kebutuhan permukiman yang layak dan terjangkau
dengan menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan
berpendapatan rendah.Adapun program strategisnya adalah:
 Penyediaan PSD bagi Kawasan Urban Renewal (Kawasan
Kota Baru)
 Kajian Pusat Kawasan Cepat Tumbuh dan Penataan
Bangunan
 Kajian Pusat Kawasan Agropolitan dan Agrowisata
2. Pembangunan rumah susun di kawasan permukiman padatAdapun
program strategisnya adalah:
 Studi Rencana Pengembangan Perumahan
Rusunawa/Rusunami
 Pembangunan Rusunawa/Rusunami di Serang Timur 2 Ha
3. Peningkatan kualitas permukiman kawasan kumuh perkotaan dan
nelayan.Adapun program strategisnya adalah:
 Dukungan PSD Kawasan Kumuh (Kawasan Serang, Kel.
Cipare)
 Dukungan PSD Kawasan Nelayan (Kawasan Kasemen, Kel.
Karang Antu
 SPAM Kawasan Kumuh dan Nelayan (Kel. Karangantu,
Kecamatan Kasemen.
 Terlaksananya Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Bersih
Prioritas Penanggulangan Kemiskinan bagi Daerah Perdesaan
dan Perkotaan
 SPAM Rawan Air (Desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen)

HALAMAN 12
 Pembangunan Transmisi Air Bersih (PDAM) Se-Kota Serang
dari Gelam Cipocok Jaya
4. Memacu pemenuhan kebutuhan permukiman berikut sarana dan
prasarana yang layak, terjangkau dan sesuai dengan tipologi kota
serta karakteristik masyarakat dan lingkungan sekitarnya.Adapun
program strategisnya adalah:
 Peningkatan kapasitas RPIJM yang jelas, terukur dan
mendudukan fungsi prasarana sebagai pengarah dan
pengendali struktur kota Pengembangan kampanye dan
edukasi publik didalam pemanfaatan dan pemeliharaan
infrastruktur publik secara berkelanjutan
 Pengintegrasian perencanaan transportasi dengan perencanaan
tata ruang, perancangan kota dan infrastruktur
 Penyediaan fasilitas sarana prasarana dan perumahan yang
aman, layak, terjangkau dan sesuai dengan karakteristik
masyarakat
5. Penyediaan danPengembangan Drainase perkotaan. Membangun
sistem persampahan yg berwawasan lingkungan dengan konsep
3RAdapun program strategisnya adalah:
 Pembangunan Prasarana dan Sarana Terpadu 3R (Menunjang
RSH, Keterpaduan dengan Program Pengembangan Kawasan
Permukiman Banten dan Pengelolaan Air Minum)
 Peningkatan Pelayanan TPA Cilowong

HALAMAN 13
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

4.1. Landasan Filosofis

Hak dasar yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28 H adalah


bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh layanan kesehatan”. Rumah merupakan kebutuhan
dasar (basic needs) bagi setiap manusia dalam meningkatkan harkat,
martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri
pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, kepribadian serta peradaban
bangsa. Rumah merupakan pusat pendidikan keluarga, penyiapan generasi
muda, serta menjadi roda penggerak pembangunan ekonomi
nasional.Dalam Undang-Undang No 1 tahun 2011 pasal 5 ayat 1 yang
disebutkan bahwa Negara bertanggungjawab atas penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan
oleh pemerintah. Pembinaan oleh pemerintah ini dijelaskan lagi dalam pasal
6 ayat 1 meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan.
Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, dasar pemerintah harus
melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi
masyarakat ada di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun. Dalam kedua undang-undang ini juga disebutkan bahwa setiap
badan hukum maupun peroranganharus merealisasikan konsep hunian
berimbang. Hal ini ada dalam pasal 34 hingga 37 Undang-Undang Nomor 1
tahun 2011.Sebagai konsekuensinya, Negara dalam hal ini pemerintah
bertanggungjawab agar ke-butuhan akan perumahan masyarakat dapat
terpenuhi. Walaupun dalam kenyataannya, masih sekitar 8,2 juta keluarga
belum menempati rumah yang layak huni.Konsep hunian berimbang
kemudian menjadi salah satu jalan keluar pemenuhan hak perumahan

HALAMAN 14
masyarakat. Na-mun dari kacamata pengem-bang, pelaksanaan konsep
hunian berimbang menjadi seperti pergeseran tanggungjawab dari
pemerintah kepada pihak pengembang. Kondisi ini sangat terasa ketika
tidak tersedia insentif yang memadai bagi pengembang dalam
pelaksanaannya.

4.2. Landasan Sosiologis

Konsep hunian berimbang telah dikenal lama dalam ilmu


perencanaan kota maupun sosiologi perkotaan, sebagai upaya untuk
menjaga keseimbangan sosiologis masyarakat. Ide dasarnya bahwa
keberadaan beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian akan
menjamin terciptanya kerukunan diantara berbagai strata yang ada. Selain
itu, akan menjamin tersedianya rumah bagi masyarakat berpendapatan
rendah.Kesadaran akan pentingnya konsep ini yang mendorong pemerintah
mengadopsinya melalui penetapan lingkung-an hunian berimbang dalam
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Tahun 1992, sehingga
diharapkan bahwa konsep hunian berimbang dapat terwujud. Walaupun
kemudian ternyata penerapannya tidak semudah yang dibayangkan,
sehingga sampai saat ini masih sangat sedikit pembangunan perumahan
yang menerapkan konsep ini. Konsep hunian berimbang kemudian
dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 34 sampai pasal 37, dan
ditindaklanjuti dalam Permenpera Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian
Berimbang.Hunian berimbang didefinisikan sebagai perumahan dan
kawasan pemukiman yang dibangun secara berimbang dengan komposisi
tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah deret antara rumah
sederhana, rumah mene-ngah dan rumah mewah atau dalam bentuk rumah
susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial (Pasal 1
Permenpera Nomor 10/2012).

HALAMAN 15
4.3. Landasan Yuridis

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030

HALAMAN 16
BAB V
JANGKAUAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN RUANG LINGKUP

5.1. Jangkauan Dan Arah Pengaturan

Sasaran kajian ini adalah pada pengaruh penataan infrastruktur. Kajian


ini menjelaskan tentang pengaruh penataan infrastruktur pada kawasan
permukiman padat perkotaan di Provinsi Banten. Rencana struktur ruang
wilayah kota adalah rencana yang mencakup rencana sistem perkotaan
wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah
kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota selain untuk
melayani kegiatan skala kota, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem
jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan lainnya.

5.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah kajian ini berada pada pengaruh Penataan


Infrastruktur di Provinsi Banten. Adapun Ruang lingkup pembahasan
materi menganalisa dan mengidentifikasi terkait Permukiman Padat
Perkotaan di Provinsi Banten.

HALAMAN 17
BAB IV
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi oleh setiap


warga negara sesuai amanat UUD 45 Republik Indonesia, namun karena
keterbatasan pemerintah hingga saat ini masih banyak masyarakat yang
belum memiliki rumah. Masyarakat mencari cara sendiri untuk memiliki
rumah, antara lain dengan mendirikan rumah seadanya di kawasan
perkotaan. Rumah tanpa fasilitas sekedar tempat berlindung dari panas dan
hujan dikenal dengan perumahan kumuh. Banyak konsekwensi yang
ditimbulkan oleh hadirnya perumahan kumuh ini, mulai dari rendahnya
kualitas sumber daya manusia yang tinggal di lingkungan ini, kerawanan
sosial dan kriminal hingga rendahnya estetika kota. Sejalan dengan
pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat maka
kawasan kumuh perkotaan ini juga meningkat. Dalam kurun waktu 5 tahun
(2004 -2009) kawasan kumuh di Indonesia bertambah dari 54.000 ha
menjadi 59.000 ha. Banyak pemerintah daerah/kota di Indonesia memutar
otak untuk mengurangi jumlah perumahan kumuh di daerahnya masing-
masing. Beragam program sudah digulirkan untuk memecahkan masalah
ini. Salah satu model adala penataan kawasan kumuh dengan perencanaan
berbasis kawasan. Penataan lingkungan kumuh dengan ‘menyatukan’nya
pada lingkungan sekitarnya menjadi satu kesatuan sehingga
perkembangannya pun kemudian menjadi saling terkait dengan lingkungan
yang lebih luas. Namun sebelum program dimulai, pemahaman
karakteristik lahan dan kawasan mutlak diketahui karena akan menentukan
cara penanganannya. Ada beberapa hal yang menjadi dasar yaitu : status
tanah, perkembangan kota dan peran serta masyarakat. Semua ini yang
harus jelas terlebih dahulu agar pelaksanaan penataan tersebut tidak

HALAMAN 18
mengalami kendala sehingga harapan untuk menciptakan lingkungan
hunian yang nyaman dan aman dapat terwujud.

6.2. Saran

Pengembangan dan optimalisasi sarana dan prasarana pendukung


aktifitas bermukim, seperti halnya:
 Pelebaran jalan lingkungan dari 2 meter menjadi 3 meter.
 Pengadaan jaringan air bersih melalui sistem pemipaan.
 Penambahan bangunan MCK di beberapa titik hingga mampu
menjangkau seluruh kebutuhan penghuni, terutama bagi mereka
yang belum mampu memenuhi kebutuhan MCK secara pribadi.
 Penyediaan sarana pembuangan sampah sementara dengan didukung
oleh manajemen pengangkutan yang teratur.

HALAMAN 19

Anda mungkin juga menyukai