Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STRUKTUR KERUANGAN PERKEMBANGAN


KOTA DAN DESA

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
1. Diana
2. Alif
3. Nilam
4. Mutia
5. Wahyu

SMA NEGERI 1 RANGSANG BARAT


KECAMATAN RANGSANG BARAT
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT


berkat rahmat dan hidayahnya saya selaku penyusun dapat meyelesaikan makalah
ini. Shalawat serta salam kami curahkan kepada rasulullah SAW, keluarga, dan
sahabatnya.
Selanjutnya, kami selaku penyusun ingin meyampaikan rasa terimakasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran pembuatan
makalah ini, baik berupa dorongan moril maupun materi. Terimakasih kepada
dosen mata kuliah Geografi Desa Kota yang telah membimbing. Semoga makalah
ini dapat berguna baik untuk diri kami, teman-teman, maupun yang membaca
makalah ini.
Saya selaku penyususn memohon maaf atas segala kekurangan yang
terdapat dalam makalah ini.Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
memenuhi tugas yang diberikan.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2
2.1 Pengertian Kota dan Desa ............................................................ 2
2.2 Struktur Keruangan Daerah Perkotaan......................................... 2
2.3 Struktur Keruangan Daerah Pedesaan........................................... 5
BAB III PENUTUP.................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan................................................................................... 9
3.2 Saran.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang
Kota merupakan kawasan permukiman dengan jumlah dan kepadatan
penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat
non agraris, tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat
tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola
hubungan rasional, ekonomis dan individualis. Perkembangan suatu perkotaan
biasanya diawali dari pertumbuhan pusat kota. Pusat kota merupakan pusat
aktitivitas yang terjadi pada kota tersebut. Pusat kota ini ditandai dengan adanya
pusat perekonomian, pusat pemerintahan, maupun pusat aktivitas campuran yang
membentuk CBD (central bussins district).
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan
nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa juga dapat dikatakan sebagai suatu
hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya.
Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, social, ekonomi, politik dan cultural yang
saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan
daerah-daerah lain. Suatu lokasi di pedesaan memiliki kondisi lahan yang sangat
heterengen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah
tergantung pada topografi yang ada. Pola tata raung merupakan pemanfaatan
ruang atau lahan di desa untuk keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang
tindih dan berguna bagi kelangsungan hidup penduduknya. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai evolusi dan pola tata ruang desa dimana
sangat dibutuhkan untuk menganalisis mengenai potensi yang dapat
dikembangkan desa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana struktur keruangan dari daerah perkotaan?


2. Bagaimana struktur keruangan dari daerah perkotaan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan dalam makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana struktur keruangan dari daerah perkotaan.


2. Untuk mengetahui bagaimana struktur keruangan dari daerah pedesaan.

iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kota dan Desa
Bintarto (1983:36) menyebutkan bahwa kota dapat diartikan sebagai suatu
sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk
yang tinggi, dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan
coraknya yang materialistis. Hal menonjol yang membedakan desa dengan kota
adalah desa merupakan masyarakat agraris, sedang kota nonagraris;
Wirth, kota adalah suatu permukiman yang cukup besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kehidupan sosialnya;
Max Weber, kota adalah sustu daerah tempat tinggal yang penghuni
setempat dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
P.J.M.Nas, kota dapat dilihat dari berbagai segi:
1) Dari segi morfologi kota, adanya cara membangun dan bentuk fisik
bangunan yang berjejal-jejal;
2) Dari segi ekonomi, merupakan daerah bukan agraris. Fungsi kota yang
khas adalah kegiatan budaya, industri, perdagangan dan niaga, serta
kegiatan pemerintahan;
3) Dari segi sosial, bersifat kosmopolitan, hubungan social impersonal,
sepintas lalu, terkotak-kotak.

Desa adalah sebuah daerah geografis yang terbentuk atas satuan hukum
masyarakat tertentu dan membentuk pemerintahan paling rendah (di bawah
Kecamatan). Sedangkan kota, dijelaskan sebagai tempat tinggal masyarakat
heterogen yang tujuan utama kehidupannya berupa ekonomi dan industri.

Melansir catatan di situs Sumber Belajar Kemdikbud, sebuah daerah bisa


saja menjadi desa atau kota, tergantung potensi yang berkembang di sana,
menyangkut sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM).

Dimulai dari suatu desa, sebuah wilayah dapat berubah menjadi kota
akibat kemajuan yang terjadi di daerah tersebut. Setidaknya, desa yang bisa
berkembang jadi kota ini terbentuk atas tiga unsur pokok, yakni ada yang tinggal,
terkait kualitas serta kuantitas, dan memiliki aturan tertentu.

2.2 Struktur Keruangan Daerah Perkotaan


Berbicara tentang kota sebagai pusat kegiatan, ada yang dinamakan inti
kota atau pusat kota (core of city) merupakan pusat dari kegiatan ekonomi,
kegiatan politik, kegiatan pendidikan, kegiatan pemerintahan, kegiatan
kebudayaan dan kegiatan- kegiatan lainnya. Karena itu, daerah seperti ini

v
dinamakan Pusat Daerah Kegiatan (PDK) atau Central Business Districts (CBD).
PDK berkembang dari waktu ke waktu sehingga meluas ke arah daerah di luarnya,
daerah ini disebut Selaput Inti Kota (SIK). Adapun jenis kegiatan ekonomi di kota
pada dasarnya terdiri dari:

1) Kegiatan ekonomi dasar (basic activities) yang membuat dan menyalurkan


barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau ekspor. Barang dan jasa
tersebut berasal dari industri, perdagangan, rekreasi dan sebagainya.
2) Kegiatan ekonomi bukan dasar (non basic activities) yang memproduksi
dan mendistribusi barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota sendiri.

Kegaitan ekonomi dasar merupakan hal penting bagi suatu kota, yaitu
merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang. Adanya
pengelompokan dan penyebaran jenis-jenis kegiatan di kota sangat bergantung
pada beberapa faktor yang meliputi:

a. ketersediaan ruang di dalam kota


b. jenis-jenis kebutuhan dari warga kota
c. tingkat teknologi yang diserap
d. perencanaan kota dan
e. faktor-faktor geografi setempat

Istilah lain adanya alokasi atau segmentasi ruang dalam kota sangat
tergantung pada:
a. Lokasi kota
b. Karakteristik fisik
c. kebijakan penggunaan lahan
d. kondisi sosial ekonomi penduduk

Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya tarik.


Keadaan ini sebagai akibat dari pasang surutnya penduduk serta perkembangan
kotanya sendiri. Keramaian yang ada di kota tergantung pada beberapa faktor,
antara lain:

1. kemampuan daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung tempat


menyalurkan kebutuhan sehari-hari.
2. tingkat kemakmuran warga kota dilihat dari daya belinya.
3. tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik.
4. sarana dan prasarana dalam kota yang memadai.
5. pemerintahan dan warga kota yang dinamis.

vi
Struktur ruang kota dapat diukur berdasarkan kerapatan bruto dan
kerapatan netto. Kerapatan bruto bagi industri adalah ukuran yang meliputi
bangunan gudang, tempat parkir, tempat bongkar muat, rel kereta api dan jalan di
dalam kawasan pabrik, ruang terbuka (taman), ruang yang belum terpakai, dan
sebagainya. Sedangkan kerapatan netto bagi industri adalah ukuran yang hanya
meliputi bangunan pabrik, gudang, tempat parkir dan tempat bongkar muat saja.
Kedua ukuran ini digunakan untuk menganalisis penggunaan tanah yang sedang
berlaku; untuk perencanaan, akan lebih mudah jika hanya digunakan kerapatan
bruto yaitu untuk tanah yang kosong.
Sebagai contoh adalah standar luas (netto) untuk kegiatan industry
umumnya di Amerika Serikat sekitar 47-75 orang per hektar, dan di Inggris 75
orang per hektar (Chapin, 1972). Selain industri, penggunaan tanah di kota adalah
jasa. Perusahaan jasa maupun instansi yang menggunakan tanah terdiri dari lalu
lintas (jalan, rel kereta api, stasion, terminal, dan sebagainya), perdagangan (toko,
warung, pasar, gudang, dan sebagainya), pendidikan dan agama (sekolah,
museum, universitas, kebun binatang, perpustakaan, madrasah, mesjid dan tempat
peribadatan lain, kuburan, dan sebagainya) kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
klinik, balai kesehatan, dan sebagainya) rekreasi (lapangan olahraga, taman,
gedung kesenian, bioskop, dan sebagainya), pemerintahan dan pertahanan
(asrama, tempat latihan, dan sebagainya). Penggunaan tanah di kota untuk jasa
juga diperlukan standar luas seperti halnya dalam industri. Adanya berbagai
fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat kota, telah membentuk struktur
kota yang berbeda dengan struktur di desa. Menurut Johara (1986), segala yang
dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti bukit, gunung dan sebagainya,
maupun oleh manusia seperti gedung-gedung, rumah, pabrik dan sebagainya,
biasanya yang tersembul dari permukaan bumi dianggap sebagai suatu struktur
ruang kota.
Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di Negara
Negara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu ada
Alun-alun, mesjid agung, penjara, pamong praja atau kantor pemerintahan, dan
pertokoaan.
Perkembangan kota dapat dipengaruhi oleh berbagai rintangan alam
seperti pegunungan, perbukitan, lembah sungai dan lain-lain, dalam
perkembangannya akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik
wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai
kota yang tidak terencana. Kota-kota yang sudah berkembang pesat dan merata,
antarkota seringkali dihubungkan oleh koridor perkotaan (coridor city). Pola-pola
penggunaan lahan pada dasarnya adalah konsep zonasi penggunaan lahan disebut

vii
juga ekologi sosial perkotaan, yaitu bentuk pengembangan dan penyebaran
penggunaan ruang perkotaan oleh warga kota dan pengatur kota. Kebudayaan
warga kota dan kedinamisannya merupakan faktor utama zonefikasi yang
menunjukkan adanya hubungan sosial yang khas.

2.3 Struktur Keruangan Daerah Pedesaan

1. Penggunaan Lahan di Perdesaan


Menurut Wibberley dalam JoharaT.Jayadinata(1999:61) wilayah
perdesaan menunjukkan bagian suatu negeri yang memeperlihatkan penggunaan
lahan yang luas sebagai ciri penentu, baik pada waktu sekarang maupun beberapa
waktu yang lampau. Lahan di perdesaan umumnya digunakan untuk kehidupan
sosial dan kegiatan ekonomi. Kehidupan social seperti berkeluarga, bersekolah,
beribadat, berekreasi, berolah raga dan sebagainya. Kegiatan itu biasanya
dilakukan di dalam perkampungan.Lahan yang ada juga dimanfaatkan untuk
kegiatan ekonomi, misalnya kegiatan ekonomi bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perindustrian dan perdagangan yang pada umumnya
dilakukan di luar kampung. Jadi dapat disimpulkan bahwa lahan di wilayah
perdesaan adalah untuk permukiman dalam rangka kehidupan sosial, dan untuk
pertanian dalam rangka kegiatan ekonomi.

2. Pola Permukiman Perdesaan


Pola persebaran dan pemusatan penduduk desa dapat dipengaruhi oleh
keadaan tanah, tata air, topografi dan ketersediaan sumberdaya alam yang terdapat
di desa yang bersangkutan. Pola persebaran permukiman desa dalam
hubungannya dengan bentang alamnya, dapat dibedakan atas:
1) Pola terpusat
Bentuk permukiman terpusat merupakan bentuk permukiman yang
mengelompok (aglomerated, compact rural settlement). Pola seperti ini banyak
dijumpai didaerah yang memiliki tanah subur, daerah dengan relief sama,
misalnya dataran rendah yang menjadi sasaran penduduk bertempat tinggal.
Banyak pula dijumpai di daerah dengan permukaan air tanah yang dalam,
sehingga ketersediaan sumber air juga merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap bentuk pola permukiman ini. Demikian pula di daerah yang keamanan
belum terjamin, penduduk akan lebih senang hidup bergerombol atau
mengelompok.
2) Pola tersebar atau terpencar ( fragmented rural settlement type)
Bentuk permukiman tersebar, merupakan bentuk permukiman yang
terpencar, menyebar di daerah pertaniannya (farm stead), merupakan rumah
petani yang terpisah tetapi lengkap dengan fasilitas pertanian seperti gudang
mesin pertanian, penggilingan, kandang ternak,penyimpanan hasil panen dan
sebagainya. Bentuk ini jarang ditemui di Indonesia, umumnya terdapat di negara
yang pertaniannya sudah maju.Namun demikian, di daerah-daerah dengan kondisi
geografis tertentu, bentuk ini dapat dijumpai, misalnya daerah banjir yang
memisahkan permukiman satu sama lain,daerah dengan topografi kasar, sehingga

viii
rumah penduduk tersebar, serta daerah yang kondisi air tanah dangkal sehingga
memungkinkan rumah penduduk dapat didirikan secara bebas.
3) Pola memanjang atau linier (line village community type)
Pola memanjang memiliki ciri permukiman berupa deretan memanjang di
kiri kanan jalan atau sungai yang digunakan untuk jalur transportasi, atau
mengikuti garis pantai. Bentuk permukiman seperti ini dapat dijumpai di dataran
rendah. Pola atau bentuk ini terbentuk karena penduduk bermaksud mendekati
prasarana transportasi, atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan
di sepanjang pinggiran pantai.
4) Pola mengelilingi pusat fasilitas tertentu.
Bentuk permukiman seperti ini umumnya dapat ditemukan di daerah
dataran rendah, yang di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas umum yang
dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan seharihari,
misalnya mata air, waduk dan fasilitas lainnya.

Landis mengemukakan empat tipe pola permukiman desa sebagai berikut:


1) Farm village type
Merupakan satu desa dimana penduduk bersama dalam satu tempat dengan
sawah ladang berada di sekitarnya. Desa seperti ini banyak terdapat di Asia
Tenggara, juga di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Di sini tradisi masih
dipegang kuat oleh masyarakatnya, demikian pula dengan ke gotong royongan
yang masih cukup kuat. Tetapi hubungan antar individu dalam proses produksi
usaha tani sudah bersifat komersial karena masuknya revolusi hijau yang
merupakan teknologi pertanian modern. Di samping itu desa yang berdekatan
dengan daerah perkotaan akan mengalami gangguan sebagai akibat perluasan
kota.Gangguan yang dimaksud adalah terjadinya alih fungsi lahan produktif untuk
permukiman, kantor pemerintah, swasta dan sebagainya.Semua ini merupakan
kondisi obyektif yang tidak terelakkan, sehingga akan mempengaruhi kegotong
royongan, ketaatan pada tradisi yang sebelumnya masih dipegang kuat oleh
masyarakat desa yang bersangkutan.

2) Nebulous farm village type


Merupakan desa dimana sejumlah penduduk berdiam bersama dalam suatu
tempat, sebagian lainnya menyebar di luar tempat tersebut, di antara sawah ladang
mereka. Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi, Maluku, Papua,Kalimantan
dan sebagian Pulau Jawa terutama di daearhdaerah dengan sistem pertanian tidak
tetap atau perladangan berpindah. Tradisi dan gotong royong serta kolektivitas
sangat kuat di kalangan anggota masyarakat ini.

3) Arranged isolated farm type


Suatu desa diamana penduduk berdiam di sekitar jalan-jalan yang
berhubungan dengan trade center dan selebihnya adalah sawah lading mereka,
tipe ini banyak ditemui di negara barat. Tradisi kurang kuat, sifat individu lebih
menonjol, lebih berorientasi pada bidang perdagangan.

4) Pure isolated farm type

ix
Tempat tinggal penduduk tersebar bersama sawah ladang masingmasing,
banyak dijumpai di negara Barat. Tradisi, dinamika pertumbuhan, orientasi
perdagangan, sifat individualistik sama dengan desa sebelumnya
.
Everett M.Roger dan Rabel J.Burge (1972) mengelompokkan pola
permukiman sebagai berikut:

a. The scattered farmstead community


Sebagian penduduk berdiam di pusat pelayanan yang ada, sedang yang
lain terpencar bersama sawah ladang mereka. Tipe ini sama dengan nebulous farm
village type.
b. Cluster village
Penduduk berdiam terpusat di suatu tempat, dan selebihnya adalah sawah
ladang mereka.
c. The line village
Bentuk pola permukiman penduduk di berbagai wilayah bervariasi, hal ini
dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat, ketersediaan pusat pelayanan serta
jalur transportasi yang ada. Bentuk pola permukiman di pegunungan akan berbeda
dengan yang ada di dataran, berbeda pula dengan bentuk yang ada di sekitar jalan
raya. Bentuk permukiman penduduk di perdesaan pada prinsipnya mengikuti pola
persebaran desa, yang dapat dibedakan atas permukiman mengelompok atau
memusat, permukiman terpencar, permukiman linier dan permukiman
mengelilingi fasilitas tertentu.

3. Penggunaan Lahan Perdesaan Untuk Kegiatan Ekonomi


Penggunaan lahan di perdesaan untuk kegiatan ekonomi umumnya terdiri
atas penggunaan lahan untuk pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan,
kehutanan, perdagangan dan industri. Pola penggunaan lahan di perdesaan
umumnya masih didominasi untuk kegiatan pertanian, baik pertanian tradisional
maupun pertanian yang sudah maju. Lahan pertanian di Indonesia digunakan
untuk pertanian berpindah pada masyarakat yang sederhana, dan untuk pertanian
menetap.
a. Pertanian berpindah (shifting cultivation)
Perladangan berpindah, yaitu sistem pertanian yang dilakukan dengan
membuka sebagian hutan untuk bertani dengan cara tebang bakar. Tanah yang
telah rata ditanami, alat yang digunakan masih sederhana. Hasil pertama
umumnya baik, tetapi setelah ditanami dua tiga kali hasil makin berkurang.
Kemudian lahan ditinggalkan, dan petani membuka bagian hutan lain untuk
ditanami dengan cara yang sama. Proses semacam ini dilakukan berulang ulang,
sehingga pada suatu waktu akan kembali ke hutan pertama yang dulu telah
ditinggalkan. Lahan yang dulu ditinggalkan telah tumbuh menjadi hutan kembali
(hutan sekunder) dan petani membukanya lagi untuk pertanian. Cara inilah yang
disebut pertanian berpindah atau shifting cultivation. Lahan yang telah digunakan
untuk pertanian berpindah ini sebaiknya diistirahatkan dalam waktu yang lama,
supaya hutan pulih kembali. Bila waktu istirahat pendek, kesempatan menjadi

x
hutan kembali menjadi berkurang, sehingga jika digunakan untuk perladangan
lagi hasilnya akan semakin menurun. Lahan itu hanya ditumbuhi alang-alang, dan
tumbuhan lain tidak dapat tumbuh, sehingga terjadi lautan alang-alang. Seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk, siklus kembalinya ke hutan yang pertama
semakin pendek. Oleh karena itu untuk melestarikan lahan, perladangan berpindah
hanya dapat dilakukan dengan syarat:
1) Lahan masih luas;
2) Penduduk masih jarang;
3) Pemilikan lahan secara bersama (milik desa)
Apabila penduduk sudah semakin padat,agar supaya sumber daya lahan
tidak rusak, perladangan berpindah berangsur-angsur harus diubah menjadi
pertanian menetap yang lebih maju.

b. Pertanian menetap yang lebih maju


Pertanian menetap umumnya sudah merupakan pertanian yang lebih maju,
dilakukan secara teratur, menggunakan alat yang cukup (cangkul,bajak, traktor),
ada upaya pengairan, pemupukan dan pemeliharaan. Pertanian (bercocok tanam)
dapat dibedakan, pertanian irigasi (bersawah) dan pertanian tadah hujan. Peralatan
yang digunakan dapat merupakan peralatan teknologi madya ataupun teknologi
maju. Pertanian maju selalu merupakan pertanian menetap (sedentary
agricultural). Pertanian sebenarnya dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Dalamarti sempit pertanian identik dengan usaha bercocok tanam,
sedangan dalam arti luas pertanian tidak hanya berupa usaha bercocok tanam,
tetapi juga mencakup kegiatan perkebunan. Lahan di pedesaan yang digunakan
untuk kegiatan ekonomi, disamping untuk pertanian, juga untuk usaha perikanan,
peternakan, perkebunan.

c. Perikanan dan peternakan, dibedakan atas perikanan darat dan perikanan


laut

d. Kehutanan
Umumnya hutan dimiliki oleh negara, hutan dapat dibedakan atas: hutan
cagar alam, hutan lindung, hutan produksi dan hutan rekreasi.

xi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Struktur ruang wilayah perkotaan dan pedesaan, baik di negara kita
maupun di negaranegara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Hal
ini dapat di pengaruhi dengan persebaran sesuai beberapa teori yang terkemuka.
Beberapa teori yang sering di kemukakan seperti Teori Kosentris yang
menyatakan sesuatu kota yang besar mempunyai kecenderungan berkembang ke
arah luar di semua bagian-bagiannya, teori Sektoral yang menyatakan bahwa
pertumbuhan kota berawal dari beberapa sektor-sektor, dan teori inti berganda
dimana dalam perkembangan kota terdapat beberapa inti wilayah yang
berkembang. Ketiga teori ini yang sering terdapat di beberapa perkotaan.

3.2 Saran
Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari teknik
penyajian maupun teknik penjelasan. Diharapkan setelah membaca ini materi
yang didapatkan dapat dikembangkan kembali.

xii
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/50187010/
MAKALAH_STRUKTUR_KERUANGAN_DAN_TEORI_SEBARAN_KOTA

https://www.scribd.com/document/496695400/Struktur-keruangan-serta-
pengembangan-desa-dan-kota

xiii

Anda mungkin juga menyukai