Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
1. Diana
2. Alif
3. Nilam
4. Mutia
5. Wahyu
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2
2.1 Pengertian Kota dan Desa ............................................................ 2
2.2 Struktur Keruangan Daerah Perkotaan......................................... 2
2.3 Struktur Keruangan Daerah Pedesaan........................................... 5
BAB III PENUTUP.................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan................................................................................... 9
3.2 Saran.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang
Kota merupakan kawasan permukiman dengan jumlah dan kepadatan
penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat
non agraris, tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat
tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola
hubungan rasional, ekonomis dan individualis. Perkembangan suatu perkotaan
biasanya diawali dari pertumbuhan pusat kota. Pusat kota merupakan pusat
aktitivitas yang terjadi pada kota tersebut. Pusat kota ini ditandai dengan adanya
pusat perekonomian, pusat pemerintahan, maupun pusat aktivitas campuran yang
membentuk CBD (central bussins district).
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan
nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa juga dapat dikatakan sebagai suatu
hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya.
Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, social, ekonomi, politik dan cultural yang
saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan
daerah-daerah lain. Suatu lokasi di pedesaan memiliki kondisi lahan yang sangat
heterengen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah
tergantung pada topografi yang ada. Pola tata raung merupakan pemanfaatan
ruang atau lahan di desa untuk keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang
tindih dan berguna bagi kelangsungan hidup penduduknya. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai evolusi dan pola tata ruang desa dimana
sangat dibutuhkan untuk menganalisis mengenai potensi yang dapat
dikembangkan desa tersebut.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan dalam makalah ini yaitu :
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kota dan Desa
Bintarto (1983:36) menyebutkan bahwa kota dapat diartikan sebagai suatu
sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk
yang tinggi, dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan
coraknya yang materialistis. Hal menonjol yang membedakan desa dengan kota
adalah desa merupakan masyarakat agraris, sedang kota nonagraris;
Wirth, kota adalah suatu permukiman yang cukup besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kehidupan sosialnya;
Max Weber, kota adalah sustu daerah tempat tinggal yang penghuni
setempat dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
P.J.M.Nas, kota dapat dilihat dari berbagai segi:
1) Dari segi morfologi kota, adanya cara membangun dan bentuk fisik
bangunan yang berjejal-jejal;
2) Dari segi ekonomi, merupakan daerah bukan agraris. Fungsi kota yang
khas adalah kegiatan budaya, industri, perdagangan dan niaga, serta
kegiatan pemerintahan;
3) Dari segi sosial, bersifat kosmopolitan, hubungan social impersonal,
sepintas lalu, terkotak-kotak.
Desa adalah sebuah daerah geografis yang terbentuk atas satuan hukum
masyarakat tertentu dan membentuk pemerintahan paling rendah (di bawah
Kecamatan). Sedangkan kota, dijelaskan sebagai tempat tinggal masyarakat
heterogen yang tujuan utama kehidupannya berupa ekonomi dan industri.
Dimulai dari suatu desa, sebuah wilayah dapat berubah menjadi kota
akibat kemajuan yang terjadi di daerah tersebut. Setidaknya, desa yang bisa
berkembang jadi kota ini terbentuk atas tiga unsur pokok, yakni ada yang tinggal,
terkait kualitas serta kuantitas, dan memiliki aturan tertentu.
v
dinamakan Pusat Daerah Kegiatan (PDK) atau Central Business Districts (CBD).
PDK berkembang dari waktu ke waktu sehingga meluas ke arah daerah di luarnya,
daerah ini disebut Selaput Inti Kota (SIK). Adapun jenis kegiatan ekonomi di kota
pada dasarnya terdiri dari:
Kegaitan ekonomi dasar merupakan hal penting bagi suatu kota, yaitu
merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang. Adanya
pengelompokan dan penyebaran jenis-jenis kegiatan di kota sangat bergantung
pada beberapa faktor yang meliputi:
Istilah lain adanya alokasi atau segmentasi ruang dalam kota sangat
tergantung pada:
a. Lokasi kota
b. Karakteristik fisik
c. kebijakan penggunaan lahan
d. kondisi sosial ekonomi penduduk
vi
Struktur ruang kota dapat diukur berdasarkan kerapatan bruto dan
kerapatan netto. Kerapatan bruto bagi industri adalah ukuran yang meliputi
bangunan gudang, tempat parkir, tempat bongkar muat, rel kereta api dan jalan di
dalam kawasan pabrik, ruang terbuka (taman), ruang yang belum terpakai, dan
sebagainya. Sedangkan kerapatan netto bagi industri adalah ukuran yang hanya
meliputi bangunan pabrik, gudang, tempat parkir dan tempat bongkar muat saja.
Kedua ukuran ini digunakan untuk menganalisis penggunaan tanah yang sedang
berlaku; untuk perencanaan, akan lebih mudah jika hanya digunakan kerapatan
bruto yaitu untuk tanah yang kosong.
Sebagai contoh adalah standar luas (netto) untuk kegiatan industry
umumnya di Amerika Serikat sekitar 47-75 orang per hektar, dan di Inggris 75
orang per hektar (Chapin, 1972). Selain industri, penggunaan tanah di kota adalah
jasa. Perusahaan jasa maupun instansi yang menggunakan tanah terdiri dari lalu
lintas (jalan, rel kereta api, stasion, terminal, dan sebagainya), perdagangan (toko,
warung, pasar, gudang, dan sebagainya), pendidikan dan agama (sekolah,
museum, universitas, kebun binatang, perpustakaan, madrasah, mesjid dan tempat
peribadatan lain, kuburan, dan sebagainya) kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
klinik, balai kesehatan, dan sebagainya) rekreasi (lapangan olahraga, taman,
gedung kesenian, bioskop, dan sebagainya), pemerintahan dan pertahanan
(asrama, tempat latihan, dan sebagainya). Penggunaan tanah di kota untuk jasa
juga diperlukan standar luas seperti halnya dalam industri. Adanya berbagai
fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat kota, telah membentuk struktur
kota yang berbeda dengan struktur di desa. Menurut Johara (1986), segala yang
dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti bukit, gunung dan sebagainya,
maupun oleh manusia seperti gedung-gedung, rumah, pabrik dan sebagainya,
biasanya yang tersembul dari permukaan bumi dianggap sebagai suatu struktur
ruang kota.
Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di Negara
Negara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu ada
Alun-alun, mesjid agung, penjara, pamong praja atau kantor pemerintahan, dan
pertokoaan.
Perkembangan kota dapat dipengaruhi oleh berbagai rintangan alam
seperti pegunungan, perbukitan, lembah sungai dan lain-lain, dalam
perkembangannya akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik
wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai
kota yang tidak terencana. Kota-kota yang sudah berkembang pesat dan merata,
antarkota seringkali dihubungkan oleh koridor perkotaan (coridor city). Pola-pola
penggunaan lahan pada dasarnya adalah konsep zonasi penggunaan lahan disebut
vii
juga ekologi sosial perkotaan, yaitu bentuk pengembangan dan penyebaran
penggunaan ruang perkotaan oleh warga kota dan pengatur kota. Kebudayaan
warga kota dan kedinamisannya merupakan faktor utama zonefikasi yang
menunjukkan adanya hubungan sosial yang khas.
viii
rumah penduduk tersebar, serta daerah yang kondisi air tanah dangkal sehingga
memungkinkan rumah penduduk dapat didirikan secara bebas.
3) Pola memanjang atau linier (line village community type)
Pola memanjang memiliki ciri permukiman berupa deretan memanjang di
kiri kanan jalan atau sungai yang digunakan untuk jalur transportasi, atau
mengikuti garis pantai. Bentuk permukiman seperti ini dapat dijumpai di dataran
rendah. Pola atau bentuk ini terbentuk karena penduduk bermaksud mendekati
prasarana transportasi, atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan
di sepanjang pinggiran pantai.
4) Pola mengelilingi pusat fasilitas tertentu.
Bentuk permukiman seperti ini umumnya dapat ditemukan di daerah
dataran rendah, yang di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas umum yang
dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan seharihari,
misalnya mata air, waduk dan fasilitas lainnya.
ix
Tempat tinggal penduduk tersebar bersama sawah ladang masingmasing,
banyak dijumpai di negara Barat. Tradisi, dinamika pertumbuhan, orientasi
perdagangan, sifat individualistik sama dengan desa sebelumnya
.
Everett M.Roger dan Rabel J.Burge (1972) mengelompokkan pola
permukiman sebagai berikut:
x
hutan kembali menjadi berkurang, sehingga jika digunakan untuk perladangan
lagi hasilnya akan semakin menurun. Lahan itu hanya ditumbuhi alang-alang, dan
tumbuhan lain tidak dapat tumbuh, sehingga terjadi lautan alang-alang. Seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk, siklus kembalinya ke hutan yang pertama
semakin pendek. Oleh karena itu untuk melestarikan lahan, perladangan berpindah
hanya dapat dilakukan dengan syarat:
1) Lahan masih luas;
2) Penduduk masih jarang;
3) Pemilikan lahan secara bersama (milik desa)
Apabila penduduk sudah semakin padat,agar supaya sumber daya lahan
tidak rusak, perladangan berpindah berangsur-angsur harus diubah menjadi
pertanian menetap yang lebih maju.
d. Kehutanan
Umumnya hutan dimiliki oleh negara, hutan dapat dibedakan atas: hutan
cagar alam, hutan lindung, hutan produksi dan hutan rekreasi.
xi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Struktur ruang wilayah perkotaan dan pedesaan, baik di negara kita
maupun di negaranegara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Hal
ini dapat di pengaruhi dengan persebaran sesuai beberapa teori yang terkemuka.
Beberapa teori yang sering di kemukakan seperti Teori Kosentris yang
menyatakan sesuatu kota yang besar mempunyai kecenderungan berkembang ke
arah luar di semua bagian-bagiannya, teori Sektoral yang menyatakan bahwa
pertumbuhan kota berawal dari beberapa sektor-sektor, dan teori inti berganda
dimana dalam perkembangan kota terdapat beberapa inti wilayah yang
berkembang. Ketiga teori ini yang sering terdapat di beberapa perkotaan.
3.2 Saran
Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari teknik
penyajian maupun teknik penjelasan. Diharapkan setelah membaca ini materi
yang didapatkan dapat dikembangkan kembali.
xii
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/50187010/
MAKALAH_STRUKTUR_KERUANGAN_DAN_TEORI_SEBARAN_KOTA
https://www.scribd.com/document/496695400/Struktur-keruangan-serta-
pengembangan-desa-dan-kota
xiii