Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………………………………..1
B. TUJUAN……………………………………………………………………………………………………………………………….1
C. SISTEMATIKA PENULISAN…………………………………………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………….2
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………..10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abad XXI disebut abad perkotaan (the urban age) yang menawarkan beragam
peluang sekaligus tantangan yang harus disikapi secara bijak. Kota pada dasarnya adalah
permukiman kompleksitas dengan yang berbeda dan beragam, ciri lain dari kota adalah
kebebasannya, menjadi global hampir tidak terkontrol oleh pemeritah pusat, terutama dalam
kegiatan ekonomi, sehingga menjadikannya economic city state. Kota harus dipahami sebagai
permukiman yang berkembang lanjut untuk memenuhi kehidupan dan penghidupan
warganya. Hanya di kota yang berkembang baik warga dapat memajukan diri karena
dukungan sarana dan prasarana yang bermutu. Sebagian besar (dua pertiga) kota adalah
perumahan dan permukiman, khususnya melayani penduduk lapis menegah ke bawah.
Permukiman dan prasarana wilayah di era reformasi dan otonomi daerah hingga kini belum
disertai dengan perubahan mendasar dalam konsep guna menyelesaikan masalah perbaikan
mutu dan keadan perumahan dan permukiman. Hal in dapat dilihat dari pendekatan top down
dan sentralistik yang masih mewarnai kebijakan maupun program pemerintah di bidang
perumahan dan permukiman.. Perencanaan kota baru kedepan perlu memperhatikan
perkembangan kota dalam berbagai skala dan kepentingan. Dalam aspek perumahan dan
permukiman kekhasan lokal (local identity) yang dimilki oleh oleh daerah setempat
merupakan aset yang pantas disertakan secara utuh dimasa depan.
A. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui apa saja hal-hal yang terkait dengan pertumbuhan kota baru
2. Untuk Mengetahui ciri-ciri perkotaan yang sedang berkembang
B. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Berisi Latar Belakang, Tujuan dan Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
Berisi tentang hal hal yang terkait dengan pertumbuhan kota baru
BAB III KESIMPULAN
Berisi tentang Kesimpulan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kota baru Ide awal kota baru mengemuka sekitar awal abad ke sembilan belas. Hal ini
dilatar belakangi oleh kondisi sosial masyarakat yang memburuk dari perkembangan industri
di Zaman Victoria. Saat ini tuntutan pengembangan kota baru telah bergeser, dengan
demikian konsepsi Kota Baru dalam perkembangannya pun akan terus mengalami
penyesuaian sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Pelopor utama idea Kota Baru
adalah Ebenezer Howard (1850-1928), melalui konsep Garden City (kota-taman), tetapi
Howard bukanlah satu-satunya reformis sosial yang mengangankan suatu lingkungan kota
yang ideal. William Morris, Thomas More, John Ruskin (Stephen V Ward, 1992), merupakan
tokoh-tokoh yang mempunyai pemikiran tentang reformasi sosial masyarakat kota. Harvey S.
Perloff dan Neil C.Sandbery dalam bukunya Why and For Whom (1973:3-12)
mengungkapkan pengertian Kota Baru sebagai Kota yang dirancang dan direncanakan untuk
bisa "mandiri" dengan ukuran luas yang relatif kecil dalam komunitas yang seimbang.
Pengertian mandiri yang dimaksud adalah (1) Fasilitas kota yang direncanakan mempunyai
peluang pekerjaan yang mencukupi, fasilitas perdagangan, kesehatan, pendidikan dan
sebagainya terletak dalam jarak yang relatif dekat sehingga mudah dijangkau
(2) Kota baru dapat memberikan suasana lingkungan kehidupan yang kondusif untuk
komunitas/ masyarakat kota tersebut. Pengertian seimbang mempunyai arti bukan saja
keseimbangan kesempatan kerja, penduduk , industri, perdagangan, rekreasi dan fasilitas
hunian, tetapi juga mengandung pengertian seimbang dalam kelompok umur, pendapatan,
pekerjaan , etnik, serta komposisi klas/status sosial masyarakat.
Kota Baru dapat dipahami sebagai sebuah proyek pengembangan lahan yang
luasannya mampu menyediakan unsur-unsur perkotaan secara lengkap dan utuh, yang
mencakup tempat tinggal (perumahan), fasosum, perdagangan dan industri, yang secara
keseluruhan dapat memberikan : Kesempatan untuk hidup dalam lingkungan tersebut Jenis
dan harga rumah yang beragam Ruang terbuka aktif dan pasif serta buffer zone ( penyangga)
Program dan kegiatan pengendalian lingkungan fisik Biaya investasi relatif besar. (Eko Budi
Santoso, 2001). Kota baru direncanankan, dibangun dan dikembangkan dari kota yang
sebelumnya telah tumbuh dan berkembang. dimana konsentrasi penduduk relatif kurang.
Sebagai kota baru penunjang (supporting new town) perencanaan dan pembangunannya
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil disekitar
kota induk. Pada gilirannya kota baru tersebut diharapkan menjadi kota mandiri, yang dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan dan kegiatan usaha bagi penduduknya. Secara sosial dan
ekonomis Kota Baru masih tergantung pada kota induknya (75-90 %).
3. REVOLUSI INDUSTRI
Revolusi Industri terjadi pada periode antara tahun 1760-1850 di mana terjadinya
perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi,
dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya di dunia.Revolusi ini menyebabkan terjadinya perkembangan besar-besaran yang
terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Revolusi Industri dimulai dari Britania
3
Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar
ke seluruh dunia.
Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir setiap
aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri, khususnya dalam hal
peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum
pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan
perkapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat.
Faktor kunci yang turut mendukung terjadinya Revolusi Industri antara lain:
(1) Masa perdamaian dan stabilitas yang diikuti dengan penyatuan Inggris dan Skotlandia,
(2) Tidak ada hambatan dalam perdagangan antara Inggris dan Skotlandia,
(4) sistem hukum yang sederhana yang memungkinkan pembentukan saham gabungan
perusahaan (korporasi), dan
Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan dalam
penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan dan
manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang berbasis
menufaktur. Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi terhadap industri tekstil,
pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan batubara. Ekspansi
perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel
kereta api. Adanya peralihan dari perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian
yang berbasis manufaktur menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari
desa ke kota, dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar
di Inggris.
4
5. KONSEP KOTA BARU ABAD 20
Modern selalu dikaitkan dengan konsep pemikiran kota baru yang dikembangkan
sejak dikenalnya iilsafat perencanaan modern yang dimulai akhir abad ke 19, yaitu sejak
dicetuskannya konsepsi 'Garden City' oleh Ebenezer Howard di inggris (A.C. Duff, 1964).
Sebagai suatu 'konsepsi', kota baru kemudian dianggap merupakan salah satu cara dalam
pemecahan masalah perumahan dan permukiman kota. Konsepsi dasar mengenai 'kota baru'
yang pada awalnya dikembangkan di inggn's tersebut telah berkembang menjadi landasan
pemikiran konsepsual untuk memecahkan masalah perumahan dan permukiman kota di
belahan bumi lainnya.
Demikian spesifik dan tipikainya perilaku 'kota baru' ini, sehingga pengertian, batasan dan
perwatakannya telah mengalami perkembangan yang tipikal untuk setiap negara. Berbagai
literatur memberikan wawasan yang seolah bersifat 'khas' dari berbagai sudut pandang (ond
Rodwin, 1964," Jorge E. Hardoy, 1964; William A. Robson, 1964; Peter Hall, 1980).
Secara geografis misalnya, dikenal wawasan tipikal tentan 'Kota Baru lnggn's' (Britain's New
Towns); 'Kota Baru Amerika' (American New Towns); 'Kota Baru Eropa'( uropean New
owns), bahkan juga berkembang wawasan mengenai kota baru di negara dunia kati a, seperti
'Latin American New Towns'; African New Towns' dan 'Asian New Towns'. Secara subtantif,
' oia baru' mempunyai watak yang tipikal dalam segi kehidupan perekonomian, sosial-budaya
serta perwatakan pola fisiknya (Boleslaw Malisz, 1970; Athens Technological institute, 1965).
Di indonesia, konsepsi 'kota baru' juga dikenal meski relatif baru diperkenalkan sejak awal
penerapan konsepsi perencanaan kota modern" sekitar awal abad ke 20. Penerapan konsepsi
'kota baru modem' yang n ata baru dimulai sekitar dekade 1950-an, se erti Kota Baru
Kebayoran di sebelah selatan Jakarta atau ola Baru Banjarbaru di sebelah tenggara
anjarmasin atau Kota Baru Palangkaraya di Kalimantan Tengah. Konsepsi 'kota baru' sampai
saat ini telah mengalami perkembangan di negara kita, sebagai salah satu acara dalam
mengupayakan pemecahan masalah perumahan dan permukiman kota (Repelita IV, 1983-
1988).Pemikiran yang kelak akan menjadi dasar pengembangan pola "kota baru' di indonesia
merupakan"tantangan" yang sangat esensial, Untuk memperoleh rentang wawasan 'kota baru',
maka pengenalan dan pemahaman tentang pengertian, batasan dan pematakan 'kota baru'
akan menjadi landasan dalam upaya pengembangan kota baru di Indonesia.
5
B. PENGEMBANGAN KOTA BARU DI INDONESIA
Pembentukan kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan
perkotaan metropolitan khususnya di luar Pulau Jawa – Bali merupakan sesuatu yang
mendesak dan harus dilaksanakan sebagai keberpihakan bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi.
Kawasan kota baru sebagai bagian dari kawasan permukiman perkotaan harus direncanakan,
dilaksanakan serta dikelola dengan baik dengan memasukkan unsur-unsur kota hijau dan kota
cerdas, yang pada gilirannya dapat mendukung terwujudnya kawasan permukiman yang
layak huni dan berkelanjutan.
Direktorat Jenderal Cipta Karya sebagai salah satu instansi yang bertanggung jawab dalam
pengaturan, pembinaan dan pengendalian serta pengawasan dalam hal pengelolaan kawasan
permukiman terutama kawasan perkotaan perlu mengambil langkah nyata dengan kegiatan
perencanaan kawasan permukiman kota baru yang mengadaptasi konsepsi kota hijau dan kota
cerdas dalam mendukung terwujudnya kawasan permukiman layak huni dan berkelanjutan.
Kota sebagai ruang bagi kehidupan manusia merupakan adalah sebuah kumpulan artefak
(pembuatan) yang tumbuh dari interaksi alam beserta tindakan manusia terhadapnya (Zahnd,
1999:58).
Ruang kota terwujud dalam dimensi fisik (nyata), sosial serta mental (psikis). Bentuk kota
memperhatikan aspek morfologi kota secara fungsional, visual dan struktural. Semua hal
tersebut membutuhkan sebuah pandangan terhadapnya dari perspektif ”dari atas” (sistem
politik, ekonmi, budaya) serta ”dari bawah” (tindakan perilaku sehari-hari). Oleh sebab
berbagai aspek, arsitektur kota tumbuh sebagai produk maupun proses yang bersifat sosio-
spasial.Produk dan prosesnya akan mempengaruhi artefak serta manusia yang ada didalam
kota, dan dinamika ini akan belangsung secara sirkuler dan terus menerus.Pengamatan
terhadap kota dapat dilakukan dalam berbagai matra. Matra "settlement morphology" dan
matra "legal articulation" merupakan dua matra yang paling banyak berkaitan secara
langsung dengan ekspresi ruang kota. Matra morfologi permukiman menyoroti tentang
eksistensi keruangan kekotaan pada bentuk-bentuk wujud dari pada ciri-ciri atau karakteristik
kota.
6
Tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk-bentuk fisikal dari lingkungan
kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain
tercantum pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah human ataupun
bukan (perdagangan,industri) dan. juga bangunan-bangunan individual (Herbert dalam Yunus,
2000:108).
FOREST CITY,MALAYSIA
7
Merupakan salah satu kota baru yang paling kontroversial, ketika mereka memecah
tanah dalam beberapa tahun terakhir – atau, seperti halnya, membuat landasan. Dengan dana
100 miliar dolar Amerika di belakangnya – kira-kira total PDB tahunan Maroko – Forest City
dirancang untuk menjadi jawaban Malaysia untuk Singapura.
Di bangun sebagai kemitraan antara Country Garden, pengembang Cina dan Esplanade
Danga, yang 99,9% dimiliki oleh Sultan Johor, Forest City dirancang untuk menarik massa
penduduk Singapura dan investor real estat Tiongkok yang ingin melepaskan aset mereka.
Forest City tidak ada artinya jika tidak ambisius. Kota ini diidealkan sebagai “kota masa
depan” – sebuah kota ramah lingkungan empat kali ukuran Central Park di New York dimana
bangunan-bangunannya akan tertutup tanaman dan tidak akan ada mobil. Kota ini akan
menampung hingga 700.000 orang, baik di perumahan bertingkat tinggi, menara perkantoran,
pusat perbelanjaan, dan hotel yang dibangun di atas tanah yang direklamasi dari laut.
Forest City memang sedang dibangun di atas empat pulau buatan yang menonjol dari ujung
semenanjung Malaysia dan mengapit sudut barat laut Singapura, yang terletak hampir dua kilometer
jauhnya. Forest City ditargetkan akan selesai pada tahun 2035, dan diharapkan menjadi mesin
ekonomi baru yang dapat bersaing dengan Singapura dan menciptakan 220.000 pekerjaan.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.umm.ac.id › jiptummpp-gdl-octavia
http://repository.untar.ac.id
COREhttps://core.ac.uk
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri
10