Anda di halaman 1dari 19

ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

“KOTA BERKELANJUTAN”

DOSEN PENGASUH:

MARIA L. HENDRIK, ST., MT


KELAS : A

KELOMPOK 2 :

ARIEL A. NUBATONIS (1606090066)


HUTRI PROKLAMIRA S. SAU (1706090015)
NELA LARASATI NALLE (1706090023)
MARIO MBALO (1706090076)
MARIA DELLA S. BONE (1706090118)
LUKAS WIE (1706090138)

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “ KOTA BERKELANJUTAN ”.
Penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata kuliah Arsitektur berkelanjutan yang
diampu oleh Ibu Maria L. Hendrik,ST.,MT

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan pembaca tentang Arsitektur Berkelanjutan . Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.Besar harapan kami bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya, serta dapat menjadi sumber kontribusi penambah pengetahuan bagi para pembaca.

Kupang, 01 April 2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHALUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................5
1.3 Tujuan..............................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Definisi Pembangunan Berkelanjutan..........................................................................6
2.2 Definisi Pembangunan Kota yang berkelanjutan........................................................8
2.3 Konsep Pembengunan Kota Berkelanjutan...............................................................11
2.4 Studi Kasus Kota yang Berkelanjutan........................................................................13
BAB III.........................................................................................................................................18
PENUTUP....................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19
BAB I

PENDAHALUAN

1.1 Latar Belakang


Kota merupakan suatu sistem yang mengakomodasi kebutuhan manusia. Bukan
sekedar wadah fisik, manusia, benda saja, melainkan kota juga sebagai ekpresi masyarakat
yang memerlukan suatu pengelolaan, pemerintahan, perdagangan, budaya, pendidikan, dan
masyarakat, untuk memfasilitasi lingkungan bagi eksistensi dan interaksi manusia (Egger,
2006). Oleh karena kota adalah suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan penghuninya, maka
kota dapat pula negara, ibu kota negara atau daerah. Sebagai suatu wadah kegiatan rekreasi,
keagamaan, militer, atau para purnakaryawan. Ketika filsafat ilmu pengetahuan dipengaruhi
oleh pandangan Karl Marx, Imanuel Kant, dan Max Weber yang paling berpengaruh tentang
Spirit Kapitalisme (1905) dimana kota adalah suatu tempat sebagian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal, ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng dan mempunyai
sistem hukum dan bersifat kosmopolitan. Melihat perkembangan pembentukan sejarah kota
sangat beragam yaitu kota berasal dari pusat perdagangan (Rotterdam, Shanghai, dan
Hamburg), kota berasal dari pusat pemerintahan dan ibukota (London, Jakarta, Tokyo, dan
Kyoto), dan ada juga kota berasal dari pusat kebudayaan atau agama (Vatican, Yerusalem,
dan Lordess). Di Indonesia sejarah pembentukan kota berasal dari perkebunan seperti Bogor
(teh), Pematang Siantar, Deli Serdang (tembakau), dan Palembang (karet). Kota yang berasal
dari pusat pertambangan seperti Dumai, Tarakan, Ombilin, Sawah Lunto, Pangkal Pinang,
Balikpapan, Martapura, Cepu, Tembaga Pura, Tanjung Enim dan Bontang. Kota yang berasal
dari administrasi seperti Jakarta, Demak, Cirebon, Surakarta, Yogjakarta, Gowa,
Banjarmasin, Palangka Raya, dan NAD Kota yang berasal dari pusat kebudayaan seperti
Yogjakarta dan Solo.
Kota-kota yang berkembang di Indonesia beraneka ragam pola pertumbuhannya dan
berkembang karena nilai strategis dan potensi yang dimilikinya. Ketika kota mulai
bertumbuh semakin baik maka secara tidak langsung aktivitas ekonominya semakin
meningkat, pengaruh yang dihasilkan adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk,
bertambahnya aktivitas kegiatan didalam kota tersebut, dan pada akhirnya kebutuhan akan
ruang-ruang aktivitas kota pun bertambah, hingga bertambangnya luas ukuran wilayah
terbangun didalam perkotaan. Perkembangan kota dikatakan suatu proses alamiah, pola
pergerakan yang dinamis. kota dianggap lebih menarik (magnet) dan lebih banyak
menyediakan lapangan pekerjaan dibandingkan perdesaan sehingga terjadi arus urbanisasi,
atau sebaliknya kerena pemerintah menggunakan kebijakan pemerataan penduduk dengan
mengadakan program transmigrasi ke perdesaan agar mempercepat perkembangan, tentunya
hal ini terjadi pembukaan lahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Definisi Pembangunan Berkelanjutan
2. Menjelaskan Definisi Pembangunan Kota yang berkelanjutan
3. Menjelaskan Konsep Pembengunan Kota Berkelanjutan
4. Studi Kasus Kota yang Berkelanjutan
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi Definisi Pembangunan Berkelanjutan
2. Mengidentifikasi Definisi Pembangunan Kota yang berkelanjutan
3. Mengidentifikasi Konsep Pembangunna kota berkelanjutan
4. Mengidentifikasi studi kasus kota yang berkelanjutan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pembangunan Berkelanjutan


Keberlanjutan (sustainability) secara umum berarti kemampuan untuk menjaga dan
mempertahankan keseimbangan proses atau kondisi suatu sistem, yang terkait dengan sistem
hayati dan binaan. Dalam konteks ekologi, keberlanjutan dipahami sebagai kemampuan
ekosistem menjaga dan mempertahankan proses, fungsi, produktivitas, dan keanekaragaman
ekologis pada masa mendatang.Dalam perkembangannya seiring dengan kebutuhan menjaga
keberlanjutan kehidupan manusia di bumi, masyarakat dunia diperkenalkan pada pemahaman
mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Walaupun hingga kini
secara ilmiah belum terbukti adanya kehidupan manusia yang tidak berkelanjutan, namun
pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan agar pemanfaatan sumberdaya
alam dipertahankan pada laju dimana kelangkaan dan kepunahan sumberdaya alam
bersangkutan tidak dihadapi oleh generasi mendatang. Dalam prinsip tersebut terkandung
makna adanya batas atau limitasi keberlanjutan.
Dalam berbagai konteks kepentingan, pengertian berkelanjutan menjadi semakin
kompleks terkait dengan beragamnya sistem kehidupan, baik yang terkait dengan
karakteristik lingkungan hayati, lingkungan fisik, dan lingkungan binaan, termasuk
diantaranya pengertian dan pemaknaan mengenai kota berkelanjutan (sustainable cities) dan
ecomunicapilities.Sejak tahun 1980an, berkembang gagasan mengenai format kehidupan
berkelanjutan sebagai perwujudan kesadaran kolektif akan keterbatasan sumberdaya alam
dan lingkungan menopang kehidupan manusia pada masa mendatang. Pada tahun 1989,
World Commission on Environment dan Development (WCED) mempublikasikan
Brundtland Report dalam dokumen Our Common Future mengenai pembangunan
berkelanjutan yang selanjutnya dikenal dan diterima secara luas sebagai basis mengatur tata
kehidupan dunia yang lebih berkelanjutan. Keberlanjutan (sustainability) didefinisikan
sebagai “memenuhi kebutuhan pada masa kini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi pada masa mendatang” (to meet the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs). Prinsip penting lainnya dari definisi
Brundtland Commission adalah kepentingan mengintegrasikan tiga pilar ekonomi, sosial, dan
lingkungan dalam mencapai tujuan keberlanjutan.
Walaupun demikian, definisi Brundtland Commission secara universal masih
diinterpretasikan secara beragam dengan berbagai makna. Yang paling mendasar adalah
kenyataan bahwa sebagian mengartikan definisi Brundtland Commission sebagai proses dan
sebagian lainnya sebagai tujuan dari suatu fakta atau nilai. Hal ini menjadi penting dalam
menerapkan dan mengaplikasikan prinsip berkelanjutan bagi suatu kepentingan, dimana
dibutuhkan suatu konteks dan tujuan yang jelas dan nyata.Beberapa premis lain menyatakan
bahwa walaupun keberlanjutan merupakan konsep yang penting, namun relatif tidak fokus,
cenderung bias, dan memiliki substansi yang sangat terbatas. Bahkan jika dikaitkan dengan
kegiatan pembangunan (development) yang secara harfiah dapat diartikan sebagai aktifitas
penggunaan atau bahkan menghabiskan sumberdaya alam serta berpotensi merusak
lingkungan, maka pembangunan berkelanjutan sebagai suatu konsep dianggap menjadi
kurang tepat. Pandangan tersebut pada dasarnya bermaksud memposisikan lingkungan
sebagai ekstrim yang berbeda dari kegiatan pembangunan, sehingga konsep keberlanjutan
lingkungan (ecological sustainability) dianggap lebih tepat. Berbagai pandangan di atas
mengisyaratkan pentingnya dialektika yang perlu dipertimbangkan dalam memaknai
keberlanjutan, yakni memposisikan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan sebagai tiga
pilar utama dalam sistem kehidupan sebagaimana dinyatakan oleh Brundtland Commission.
Jika dimensi ekonomi dan sosial dianggap dapat mewakili dan merepresentasikan tujuan dan
kegiatan pembangunan (development), maka keduanya perlu memiliki keterkaitan dengan
dimensi lingkungan, termasuk sumberdaya alam. Pada hakekatnya keterkaitan (overlapping)
ketiga pilar tidak sepenuhnya bersifat mutually exclusive, namun mampu menciptakan
perkuatan satu dengan lainnya (mutually reinforcing)
2.2 Definisi Pembangunan Kota yang berkelanjutan
Sebelum memahami lebih dalam tentang kota yang berkelanjutan maka perlu diketahui
terlebih dahulu tentang apa definisi kota, padanan, perbedaan, dan skala dari kota itu sendiri.
Dalam pandanan kata “kota” adalah (1) metropolis, metropolitan, praja, pura, benteng. (2)
daerah tingkat II, dan negeri. Sedangkan lawan kata dari kota adalah desa, dusun, dan udik.
Berdasarkan dari penelusuran makna kata diatas maka kota yang keberlanjutan
(sustainability city) adalah kota yang memiliki kemampuan, kesanggupan, dan kearifan untuk
menopang, menyokong kebutuhan makhluk hidup di dalam yang termasuk dalam sebuah
sistem (cover in system). Pertumbuhan kota yang dinamis dan berkembang secara signifikan
tentunya membutuhkan pengelolaan atau perencanaan. Sehingga kota tersebut perlu
diperkuat secara fisik dan mental untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan
keseimbangan lingkungan sehingga pada akhirnya kota diharapkan berkeadilan dan sejahtera.
Konsep keberlanjutan telah diperkenalkan untuk menggabungkan perhatian untuk
kesejahteraan para planet dengan pertumbuhan yang berkelanjutan dan perkembangan
manusia, Dalam konteks ekologi, keberlanjutan dipahami sebagai kemampuan ekosistem
menjaga dan mempertahankan proses, fungsi, produktivitas, dan keanekaragaman ekologis
pada masa mendatang (Wardhono, 2012). Kota yang berkelanjutan adalah kota yang mampu
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang,
bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan
pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Konsep kota yang berkelanjutan (Sustainablle
Cities) diluncurkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juni 2012 dalam pertemuan
Rio+20 The United Nation Conference on Sustainable Development. Konsep ini
direncanakan untuk disebarkan kepada para steakholder perkotaan didunia yang bertanggung
jawab dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan perkotaan.
Kota yang memiliki kemampuan pendorong pertumbuhan masa depan, akan tetapi juga
sebagai penyumbang emisi CO2 terbesar. Konsep keseimbangan lingkungan hidup terkait
dengan kota yang berkelanjutan “ecocity”, yaitu pembangunan kota yang saat ini
membutuhkan jenis pembangunan yang tidak hanya memperhatikan perkembangan dari sisi
ekonomi (without the financial and material), tetapi perlu memperhatikan aspek-aspek
perkembangan kualitas hidup manusia di dalamnya (Richard Register, 1987). Kemudian
dalam Research Triangle Institute (1996) Kota harus mampu memiliki lima prinsif dasar
dalam konsep berkelanjutan, yaitu : Environmental (Ecology), Economy (Employment),
Society (Equity), Engagement dan Energy. Dalam aplikasinya kelima elemen tersebut harus
mampu berjalan secara bersamaan, ketimpangan pembangunan akan terjadi apabila
perkembangan pembangunan pada tiap elemen tidak merata (Budihardjo dan Sujarto, 1999).
Selanjutnya Konsep kota berkelanjutan menurut Rogers (1998), harus mengakui bahwa kota
perlu memenuhi tujuan sosial, lingkungan, politik dan budaya serta ekonomi dan fisik.
Rogers menguraikan dengan mencantumkan kata kunci tersebut maka kota semacam itu juga
memperhatikan aspek keindahan dalam seni dan arsitekturnya, kreativitas untuk
mengoptimalkan potensi manusia, efisiensi sumber daya dan dampak ekologis minimal,
kemudahan kontak, mobilitas, komunitas terpadu dan kompak dan perbedaan.
UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan kawasan
perkotaan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Beberapa pakar memberikan
pengertian kota atau perkotaan sebagai area terbangun yang berlokasi saling berdekatan,
meluas dari pusatnya hingga ke daerah pinggiran dan terdiri dari bangunan-bangunan
permukiman, komersial, industri, pemerintahan, prasarana transportasi, dan lain-lain
Karakteristik di atas dapat dirangkum sebagai ciri-ciri kehidupan kota yang mendasari
kepentingan untuk mewujudkan keberlanjutan kehidupan warga kota, yakni :
1. Merupakan konsentrasi penduduk, dalam arti jumlah, kepadatan, dan pertambahan
penduduk yang lebih tinggi.
2. Merupakan kawasan terbangun yang lebih masif.
3. Merupakan pusat produksi dan produktivitas barang dan jasa.
4. Bukan merupakan kawasan pertanian dalam arti luas.
5. Didominasi oleh permukiman kota, bangunan komersial, bangunan industri, bangunan
pemerintahan, dan bangunan sosial.
6. Dilengkapi oleh prasarana dan sarana transportasi, ekonomi, dan sosial perkotaan.
7. Dilengkapi oleh utilitas air bersih, drainase, air kotor, persampahan, telepon, dan listrik.
8. Penduduk kota cenderung berlatar belakang heterogen, berpendidikan relatif lebih tinggi,
berstatus ekonomi dan sosial lebih baik, bersifat rasional dan individualistik, dan
memiliki inovasi dan kreativitas lebih maju.
Pengertian pembangunan kota berkelanjutan secara prinsipil selaras dengan
pengertian pembangunan berkelanjutan, dimana perspektif ruang difokuskan pada ruang
perkotaan. Sebagaimana dinyatakan oleh Urban21 Conference (Berlin, July 2000),
pembangunan kota berkelanjutan diartikan sebagai upaya meningkatkan kualitas
kehidupan kota dan warganya tanpa menimbulkan beban bagi generasi yang akan datang
akibat berkurangnya sumberdaya alam dan penurunan kualitas lingkungan.Dalam
konteks yang lebih spesifik, kota yang berkelanjutan (sustainable city) diartikan sebagai
kota yang direncanakan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang didukung
oleh warga kota yang memiliki kepedulian dan tanggung-jawab dalam penghematan
sumberdaya pangan, air, dan energi; mengupayakan pemanfaatan sumberdaya alam
terbarukan; dan mengurangi pencemaran terhadap lingkungan
Sesuai dengan karakteristik suatu kota, maka pembangunan kota berkelanjutan
dapat diartikan sebagai upaya terus-menerus untuk meningkatkan kualitas kehidupan
warga kota melalui peningkatan produktivitas di sektor sekunder dan tersier dan
penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang layak dengan mempertimbangkan
dampak invasi dan intensifikasi kawasan terbangun terhadap kerusakan lingkungan kota
serta mensyaratkan keterlibatan yang tinggi dari warga kota terhadap upaya penghematan
konsumsi sumberdaya alam dan pengendalian penurunan kualitas lingkungan.
Oleh karena kawasan perkotaan cenderung didominasi kawasan terbangun dan bukan
merupakan kawasan pertanian dalam arti luas, maka secara implisit memiliki
ketergantungan terhadap pasokan sumberdaya alam dari kawasan lainnya. Dengan
demikian, pembangunan kota berkelanjutan relevan dengan pengertian upaya mengurangi
ketergantungan terhadap pasokan sumber daya alam dari luar tersebut.
2.3 Konsep Pembengunan Kota Berkelanjutan
Graham Haughton and Colin Hunter (1994) menekankan tiga prinsip dasar
pembangunan kota berkelanjutan, yakni :
1. Prinsip kesetaraan antar generasi (intergeneration equity) yang menjadi asas
pembangunan berkelanjutan dengan orientasi masa mendatang.
2. Prinsip keadilan sosial (social justice) dalam kesenjangan akses dan distribusi
sumberdaya alam secara intragenerasi untuk mengurangi kemiskinan yang dianggap
sebagai faktor degradasi lingkungan.
3. Prinsip tanggung-jawab transfrontier yang menjamin pergeseran geografis dampak
lingkungan yang minimal dengan upaya-upaya kompensasi. Dalam konteks perkotaan
diharapkan tidak terjadi pemanfaatan sumberdaya alam dan penurunan kualitas
lingkungan pada wilayah di luar perkotaan bersangkutan secara berlebihan yang
berdampak terhadap laju pertumbuhannya.
Lokakarya Indonesia Decentralized Environmental and Natural Resources Management
Project (IDEN) dan Urban and Regional Development Institute (URDI) juga mengusulkan
beberapa prinsip pembangunan kota berkelanjutan di Indonesia yang diantaranya selaras
dengan yang diutarakan oleh Graham Haughton et al. Prinsip-prinsip berikut perlu
disesuaikan kembali dengan kondisi setempat (sumber : Lampiran F, Bahan Lokakarya,
Penguatan Aksi bagi Pembangunan Perkotaan secara Berkelanjutan di Indonesia, Laporan
Akhir Tahap Persiapan. Kerjasama antara Indonesia Decentralized Environmental & Natural
Resources Management Project (IDEN) dan Urban and Regional Development Institute
(URDI), serta partisipasi aktif dari lembaga/pihak terkait lainnya, Desember 2004) :
1. Memiliki visi, misi dan strategi jangka panjang yang diwujudkan secara konsisten dan
kontinyu melalui rencana, program, dan anggaran disertai mekanisme insentif-disinsentif
secara partisipatif.
2. Mengintegrasikan upaya pertumbuhan ekonomi dengan perwujudan keadilan sosial,
kelestarian lingkungan, partisipasi masyarakat serta keragaman budaya.
3. Mengembangkan dan mempererat kerjasama dan kemitraan antar pemangku kepentingan,
antar-sektor, dan antar-daerah.
4. Memelihara, mengembangkan, dan menggunakan secara bijak sumberdaya lokal serta
mengurangi secara bertahap ketergantungan terhadap sumberdaya dari luar (global) dan
sumberdaya tidak terbarukan.
5. Meminimalkan tapak ekologis (ecological footprint) suatu kota dan memelihara dan
bahkan meningkatkan daya dukung ekologis setempat.
6. Menerapkan keadilan sosial dan pengembangan kesadaran masyarakat akan pola
konsumsi dan gaya hidup yang ramah lingkungan demi kepentingan generasi mendatang.
7. Memberikan rasa aman dan melindungi hak-hak publik.
8. Pentaatan hukum yang berkeadilan.
9. Menciptakan iklim yang kondusif yang mendorong masyarakat yang belajar terhadap
perbaikan kualitas kehidupan secara terus-menerus.
Terkait dengan pilar pembangunan berkelanjutan, konsepsi pembangunan kota
berkelanjutan juga berlandaskan pada empat pilar utama, yakni dimensi ekonomi, sosial,
dan lingkungan yang didukung oleh pilar governance.
2.4 Studi Kasus Kota yang Berkelanjutan
1. Kota Stockholm, Swedia

Stockholm adalah ibu kota dari Swedia. Stockholm juga menjadi salah satu kota
ramah lingkungan pertama di Eropa yang menerapkan konsep arsitektur hijau/arsitektur
berkelanjutan guna menciptakan kota yang ramah lingkungan. Stockholm di nobatkan
sebagai ibu kota ramah lingkungan pertama di Eropa oleh komisi Eropa pada tahun 2010.
Konsep ramah lingkungan kota Stockholm menyediakan sistem transportasi yang efisien
dan ramah lingkungan. Demi menghindari masalah kemacetan dan polusi, kota ini
dilayani oleh jaringan yang didukung oleh lebih dari 2000 bis, 1000 gerbong kereta api,
berbagai jenis angkutan perkotaan (metro carriages) dan juga bersepeda setiap harinya.


Semua sistem

transportasi publik menggunakan bahan bakar yang bersih (clean energy) dan ramah
lingkungan.
• Dalam rencana pengelola limbah strategis (Strategis Waste Management Plan) untuk
tahun 2008-2012, stockholm berupaya menungkatkan jmlah limbah makanan yang di
kumpulkan untuk di olah.

• Target kota ini adalah mengolah 35% limbah makanan yang berasal dari restoran dan
toko kelontong lalu 10% limbah makanan ruma tangga guna mencapai target tersebut ,
pemerintah mempromosikan pengumpulan dan pemilihan limbah makanan yang di
hasilkan dari pengolahan limbah makanan di gunakan untuk sistem pemanas rumah
tangga dan sudah memasok lebih dari 70%.

Dari sisi pengelolaan limbah, 25% limbah kota berhasil di daur ulang dan
dikomposisikan sehingga menciptakan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Dalam
pengelolaan air limbah di kota ini diproses dengan teknologi canggih dan menghasilkan
biogas yang ditingkatkan kualitasnya untuk digunakan sebagai bahan bakar
transportasi. Panas yang dihasilkan pun dipakai untuk kebutuhan rumah tangga , semua
kebijakan ini saling terkait dan mendkung kota Stockholm menjadi ibukota hijau
pertama di Eropa.

2. Curitiba, Brazil

Curitiba adalah sala satu kota di negara berkembang Brazil Selatan. Curitiba mulai
mengalami pertumbuhan fisik,ekonomi, sosial, dan demografis pada tahun 1970-1980,
Curitiba mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pada saat itu dan menjadi pusat
perdagangn dan industri sejak 1990 hingga saat ini pembangunan kota di fokuskan pada
pembangunan berkelanjutan dan mengintegrasi wilayah metropolitan Curitiba.

 Untuk transportasi sendiri strategi yang di terapkan oleh Curitiba dalam


mengurangi konsentrasi kegiatan di pusat kota adalah dengan mengembangkan sistem
transpotasi massal. Di mulai dari redesign kota dan menerapkan kebijakan yakni
mendorong perkembangan kawasan sepanjang 5 jarinan alteri eluar pusat kota sehingga
membantu menyebarkan pergerakan dari pusat kota ke arah luar/pingiran kota.

 Untuk taman kota pemerintah melakukan penanaman sebanyak 1,5 juta pohon di
sepamjang jalan secara bertahap serta pengembangan 21 taman kota dan 1000 plaza.
Ruang terbuka hijau per kapita meningkat 100 kali lipat yang semula 0,5 m2 RTH pada
tahun 1970 kini menjadi lebih dari 50 m2 RTH per kapita atau empat kali dari standar
minimum yang di rekomendasikan oleh WHO per kapita atau empat kali dari
standar.jumlah tersebut melebihi 30% luas kota.
3. Melbourne, Australia

Melbourne adalah ibu kota dan kota terpadat di negara bagian Victoria sekaligus kota
terpadat ke dua di Australia. Melbourne telah menerimah pujian di seluruh dunia atas
keberhasilan mereka dalam menciptakan kota yang berkelanjutan. Melbourne secara
konsisten merai nilai tinggi dalam semua kriteria EIU dan mencapai nilai sempurna di
bidang layanan kesehatan , pendidikan, dan infrastruktur. Investasi berkelanjutan dalam
infrastruktur menjadi catatan penting dalam membawa Melbourne terkenal akan kualitas
hidup yang tinggi, dengan keragaman budaya,kesenian,pusat wine dan kuliner dunia,
serta tempat perbelanjaan dan hiburan terbaik di australia. Melbourne adalah kota yang
menawarkan berbagai pilihan transportasi berkelanjutan untuk deleglasi.

Melbourne berkomitmen untuk menjadi kota netral karbon dan menciptakan masa depan
yang berani berkelanjutan. Sasaran ambisius semacam itu hanya dapat di capai melalui
kolaborasi dengan pemangku kepentingan utama di seluruh Melbourne, termasuk
penyelengaraan acara dan konferensi besar untuk memberikan acara praktik terbaik
berkelanjutan di Melbourne.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari teori yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kota-kota yang ada didunia zaman sekarang sedang menghadapi permasalahan yang
besar tentang perkembangannya yang tidak terkontrol
2. Penduduk dunia semakin bertambah, semakin dibutuhkan tahan untuk hunian, yang
notabene sebagai kebutuhan pokok manusia namun sampai saat ini masih tergerus
terhadap perkembangan ekonomi
3. Sumber daya alam yang tersedia semakin menipis, jejak ekologis yang dilakukan oleh
kota-kota semakin besar dan tidak terkendali
4. Sustainability sebagai sebuah konsep besar dari sustainable development hadir sebagai
penawar solusi terhadap permasalahan ekologis yang ada, dan kemudian berkembang
pesat secara konseptual menjadi berbagai macam teori termasuk perencanaan kota dan
arsitektur.
DAFTAR PUSTAKA

http://m.persamaankata.com/9088/kota

Anda mungkin juga menyukai