Anda di halaman 1dari 24

ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

“SUSTAINABLE CITY”

NAMA-NAMA KELOMPOK

 JOSHUA M. SIALLAGAN (1506090015)


 BINZAR W. SIMORANGKIR (1506090029)
 YUDA S. BENYAMIN (1506090012)
 MARIANO N. SIBA (1506090038)
 ALFREDOS B. TAEK (1506090022)
 REDEMTUS D.R. LANGOBELENN (1506090024)
 JUNEL U.P. TUSI (1506090031)
 HENSON DILLAK (1506090040)
 SAMUEL B. GRIMU (1506090002)

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................... 5
2.1 Sustainable City ( Kota yang berkelanjutan ) .................................................................................... 5
2.2 Pengertian Kota yang Berkelanjutan ................................................................................................ 5
2.3 Konsep dan prinsip kota berkelanjutan (Sustainable City) ................................................................. 6
2.4 Prinsip Dasar Sustainable City ........................................................................................................ 7
2.5 Contoh Pengembangan Berkelanjutan Mixed Use Development......................................................... 8
2.6 studi kasus sustainable city............................................................................................................ 12
2.6.1. Kota Rotterdam, Belanda ....................................................................................................... 12
2.6.2. Zurich, Swiss ........................................................................................................................ 17
2.6.3. Singapura dengan Konsep Green City..................................................................................... 19
2.6.4. Stockholm, Swedia sebagai ibu kota hijau............................................................................... 20
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 23
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 24

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan anugerah-Nya kami
dapat menulis laporan yang berjudul “Sustainable City” dengan baik.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah di Jurusan Arsitektur,
Universitas Nusa Cendana yaitu Arsitektur berkelanjutan.

Dalam menyelesaikan tugas ini, kami banyak mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

Akhir kata, kami menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belumlah sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan di
masa- masa yang akan datang, dan penulis mengharapkan kiranya laporan ini turut memperkaya
pengetahuan bersama.

Kupang, MEI 2019

Penulis

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep Kota keberlanjutan merupakan salah satu konsep yang mengandung indicator-indikator
sebagai tolok ukur atau alat yang dapat membantu menilai apakah suatu kota baru/ permukiman berskala
besar telah mencapai kondisi yang ideal atau kah belum. Dimana merupakan konsep yang telah
berkembang dan banyak dipergunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara menyeluruh,
yang menyangkut aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial. Aspek-aspek tersebut merupakan integrasi
dari berbagai kegiatan manusia sehingga memerlukan koordinasi antar sektor maupun wilayah.

Keberlanjutan kadangkala didefinisikan secara sempit yang hanya ditekankan kepada


permasalahan lingkungan seperti penurunan kualitas sumber daya alam dan permasalahan polusi. Tetapi
sesungguhnya, konsep keberlanjutan telah berkembang ke dalam berbagai isu lain secara komprehensif.
Penerapan kebijakan transportasi dan penurunan kadar emisi akan berdampak pada permasalahan
ekonomi, sosial dan lingkungan. Karena itulah diperluakan analisis komprehensif yang memperhatikan
seluruh aspek yang ada, agar menghasilkan strategi menyeluruh dan optimal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian Sustainable City ?
2. Apa saja aspek-aspek yang diperhatikan dalam penerapan Sustainable city ?
3. Bagaimana Konsep dan prinsip dasar Sustainable City ?
4. Bagaimana contoh penerapan Sustainable City ?
5. Bagaimana penerapan studi kasus kota yang menerapkan Sustainable City?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian Sustainable City


2. Mengetahui asppek yang diperhatikan dalam penerapan Sustainable City
3. Mengetahui prinsip Sustainable City
4. Memahami tujuan Sustainable City
5. Mengetahui contoh penerapan pembangunan Sustainable City
6. Memberikan contoh studi kasus ddari kota yang menerapkan sisten Sustainable City

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sustainable City ( Kota yang berkelanjutan )


Ide kota yang berkelanjutan (sustainable city) dimunculkan oleh Richard Register dengan
mengeluarkan istilah “ecocity” dalam bukunya pada tahun 1987. Ecocity Berkeley: building cities for
healthy future. Dapat diartikan, pembangunan kota yang sekarang membutuhkan jenis pembangunan
yang tidak hanya memperhatikan perkembangan dari sisi ekonomi saja, tetapi perlu memperhatikan
aspek-aspek perkembangan kualitas hidup manusia di dalamnya. Tokoh lain yang memvisikan hal yang
sama adalah seorang arsitek bernama Paul F. Downtown (pendiri perusahaan Ecopolis Pty Ltd).

2.2 Pengertian Kota yang Berkelanjutan

Kota yang berkelanjutan atau biasa disebut sustainable city adalah sebuah kota yang di desain
dengan mempertimbangkan dampak pada lingkungan sekitar. Dengan kata lain kota yang sustainable
adalah kota yang memperhatikan keseimbangan harmonis antara perkembangan kotanya, dengan
perkembangan linkungannya. Jika keseimbangan ini rusak, maka munculah ketidak berlanjutan sistem
dalam suatu kota. Pada awal isu keberlanjutan kota, hal ini hanya di lihat dari dampaknya pada
kesehatan lingkungan dan energi. Namun kini, pengertian kota yang berkelanjutan atau sustainable city
telah berkembang luas. Dan dampak pada lingkungan yang diperhatikan pun menjadi beragam, dilihat
dari bermacam aspek. Berikut ini adalah aspek – aspek yang diperhatikan untuk sebuah kota yang
berkelanjutan:
1. Kualitas udara, air dan iklim

2. Biodiversitas

3. Energi

4. Makanan, dan pertanian

5. Ekonomi, dan pengembangan ekonomi

6. Lingkungan dan Ruang terbuka publik

5
7. Kesehatan dan kebersihan

8. Transportasi publik

9. Penggunaan material, berbahaya, pengolahan limbah padat dan cair

10. Pendidikan

2.3 Konsep dan prinsip kota berkelanjutan (Sustainable City)

Beberapa pendapat para ahli (Brutland,1987; Holden dan Ehrlich, 1992; Stren danWhitney, 1992;
Sarageldin dan Steer; 1994 dalam Budihardjo, 2009) tentang pembangunan berkelanjutan yang
dirumuskan secara ringkas dengan batasan pengertian kota berkelanjutan (sustainable city) dapat
didefinisikan bahwa “Kota yang dalam perkembangannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya
masa kini,mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan
vitalitas sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanannya tanpa mengabaikan atau
mengurangikemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka” (Budihardjo, E dan
Sudjarto, DJ. 2009).

Dalam mewujudkan kota berkelanjutan tentu saja diperlukan beberapa prinsip dasar yang dikenal dengan
Panca E yaitu Environment (Ecology), Economy (Employment), Eqiuty, Engagement dan
Energy (Research Trianggle Institute,1996 dalam Budihardjo, 2009). Dibawah ini, ilustrasi dari prinsip
panca E sebgai berikut:

6
Dari 5 prinsip dasar di atas maka dapat digambarkan secara rinci lima kaidah prinsip dasar tersebut
dalam tabel dibawah ini:

2.4 Prinsip Dasar Sustainable City


Aspek Pendekatan kota yang Pendekatan kota yang
kurang berkelanjutan berkelanjutan

EKONOMI (KESEJAHTERAAN)
Pendekatan Kompetisi,industri besar, Kerjasama strategis,
retensi bisnis dan peningkaan keahlian pekerja,
ditarget,ekspansi. infrastruktur dasar dan
informasi.
Hubungan antara Kesenjangan yang Penanaman modal strategis
perkembangan sosial dan bertambah,kesempatan kerja pada tenaga kerja dan
ekonomi terbatas dilihat sebagai kesempaten kerja dilihat
tanggung jawab pemerintah. sebagai tanggung jawab
bersama (pemerintah, swasta
dan masyarakat).

EKOLOGI (LINGKUNGAN)
Peraturan penggunaan Penggunaan tertinggi dan Penggunaan lahan campuran,
tanah terbaik; penggunaan lahan koordinasi dengan sistem
yang tunggal (terpisah), transportasi, menciptakan
kurang terpadu dengan taman,menetapkan batas
sistem transportasi, perkembangan/pemekaran

7
pemekaran kota tanpa kota
kendala

EQUITY (PEMERATAAN)

Disparitas Disparitas yang makin Disparitas kurang dan


meningkatkan antar kesempatan yang seimbang
kelompok income dan ras

ENGAGEMENT (PERAN SERTA)

Partisipasi rakyat Diminimalkan Dioptimalkan


Kepemimpinan Isolasi dan Fragmentasi Justifikasi jurisdiksi silang
Regional Kompetisi Kerjasama strategis
Peran pemerintah Penyedia jasa,regulator, Fasilitator pemberdayaan,
komando dan pusat kontrol Negosiator dan menyaring
masukan dari bawah

ENERGI

Sumber energi Pengurasan Penghematan


Sistem Transportasi Mengutamakan kendaraan Mengutaakan transportasi
pribadi yang boros energi umum,massal, hemat energi
Alternatif Alternatif energi terbatas Alternaif energi meluas
Bangunan Menggunakan pencahayaan Mendayagunakan
dan penghematan artifisial pencahayaan dan
penghematan alami

Dari lima kaidah di atas masih terdapat 2 kaidah E yakni etika pembangunan dan estetika kota.
Sehingga ke tujuh prinsip dasar tersebut dapat menuntun dalam mengembangkan kota berkelanjutan.

2.5 Contoh Pengembangan Berkelanjutan Mixed Use Development

Mixed Use Development adalah suatu pengembangan produk properti yang terdiri dari produk
perkantoran, hotel, tempat tinggal, komersial yang dikembangkan menjadi satu kesatuan atau minimal
dua produk properti yang dibangun dalam satu kesatuan. Konsep ini menjawab kebutuhan akan
optimalisasi return pada suatu lahan untuk pengembangan produk properti. Di mana disinilah adanya

8
konsep deferensiasi produk serta ada beberapa macam produk yang dapat ditawarkan. Konsep ini juga
cukup menjawab permasalahan pengembangan property pada suatu wilayah ataupun perkotaan. Isu-isu
permasalahan perkotaan yang kerap muncul dalam hal pengembangan infrastruktur dan properti, yaitu :
1. Keterbatasan Lahan & Nilai Lahan (Sistem Pertanahan & Harga Patokan)

2. Keterbatasan Sumber Daya (Alam, Manusia, Buatan)

3. Peraturan (Pertanahan, Zoning Regulation)

4. Tata Nilai Perkotaan (Keteraturan dan Ketertiban)

5. Urbanisasi

6. Penyediaan Prasarana Dasar (Air, Listrik, rumah)

7. Jumlah Penduduk Yang Besar

Dalam pengembangan konsep ini sebetulnya ada hal-hal yang harus menjadi titik fokus bagi
para pengembang (developer), karena dengan memperhatikan hal-hal tersebut secara langsung akan
membuat Konsep yang dikembangkan tersebut menjadi daya tarik konsumen serta akan menjadi konsep
yangsempurna, beberapa hal tersebut antara lain :
1. Posisi dan lokasi proyek akan menentukan besarnya profit yang akan dihasilkan.

2. Keberadaan Infrastuktur harus efisien

3. Adanya akses pedestrian yang ideal antar komponen

4. Adanya amenities dan attractions yang tidak mungkin pada penggunaan single use.

5. Menciptakan massing untuk memperoleh maximal interest

6. Adanya keterkaitan antara bangunan dengan lingkungan.

7. Adanya Keterkaitan antara proyek sejenis di lingkungan sekitar.

8. Perhatikan dengan seksama pentahapan konstruksi

9. Penggunaan bersama fasilitas

10. Pengelolaan proses perancangan harus efisien dan professional

Di bawah ini beberapa contoh produk pengembangan mixed use development sebagai berikut:
 Rasuna Epicentrum dengan produknya yang dikembangkan adalah apartement, perkantoran,
pusat hiburan dan hotel.

9
 Season City dengan produknya yang dikembangkan adalah apartement, perkantoran dan Pusat
Belanja.

 Grand Indonesia dengan produknya yang dikembangkan adalah apartement, perkantoran, pusat
belanja dan hotel.

 Kemang Village dengan produknya yang dikembangkan adalah apartement, pusat belanja dan
hotel.

10
Dari beberapa hal yang telah dipaparkan jelas kiranya konsep pengembangan ini tepat dalam hal
optimalisasi lahan maupun produk properti ditengah keterbatasan lahan. Hal tersebut menjadi solusi
pengembangan properti yang cukup relevan untuk saat ini dan masa depan karena semakin besar
pertumbuhan manusia maka semakin terbatas lahan yang dapat dibangun. Oleh karena itu, penerapan
konsep optimalisasi produk dan lahan harus menjadi dasar pengembangan suatu property atau sering kita
sebut Mixed Use Development mencerminkan suatu integritas antar komponen yakni keseimbangan
antara sosial, ekonomi, dan lingkungan (Sustainable Development) yang baik, dengan syarat
pengembangannya sesuai dan tepat sasaran serta memperhatikan kondisi lingkungan, sosial, dan
ekonomi masyarakat. Dengan demikian, Mixed Use Development secara tidak langsung mampu
menghadirkan konsep kota kompak sebagai rerprentasi pembangunan berkelanjutan, seperti terlihat
dalam gambar dibawah ini :

11
2.6 STUDI KASUS SUSTAINABLE CITY

2.6.1. Kota Rotterdam, Belanda

Kota ini dipilih menjadi lokasi penelitian berdasarkan alasan akademis dan praktis. Berdasarkan
press release yang dikeluarkan oleh Rotterdam Partners tanggal 7 April 2014, Rotterdam terpilih menjadi
salah satu Smart City 2014. Majalah The New Economy menganugerahkan penghargaan “Smart Cities
Awards” kepada 20 kota di seluruh dunia yang memenuhi kualifikasi sebagai ‘kota masa depan’ dalam
konteks pembangunan berkelanjutan. The New Economy memberikan penghargaan yang tinggi kapada
Rotterdam atas upayanya memelihara kotanya menghadapi ancaman perubahan iklim dan mendukung
citra kota tersebut sebagai kota pelabuhan paling berkelanjutan di dunia

12
gambar. Erasmusbrug, simbol Kota Rotterdam dan keseharian masyarakat Rotterdam menggunakan
sepeda sebagai alat transportasi ramah lingkungan. Sumber: Penelitian lapangan tanggal 18 dan 20
April 2015.

Foto pertama adalah jembatan Erasmus, yang mengubungkan bagian utara dan selatan kota
Rotterdam, merupakan infrastruktur yang dibangun sebagai simbol kota yang mengedepankan
modernitas dan inovasi. Panjang jembatan ini 800 meter dan dibangun dengan memadukan arsitektur
dan seni. Rotterdam merupakan salah satu kota yang cukup terkenal bidang arsitekturnya. Oleh karena
itu, menjadi menarik mengamati bangunan ini karena tidak hanya berfungsi untuk memperlancar
jalannya roda perekonomian, mengingat Rotterdam adalah kota yang memiliki pelabuhan terbesar di
Belanda yang merupakan kota industri dan perkantoran, tetapi juga mengharmonisasikannya dengan
keindahan arsitektur.

Sementara itu, foto kedua adalah pemandangan sehari-hari masyarakat Rotterdam dan kota- kota
lain di Belanda dalam memanfaatkan alat transportasi. Infrastruktur yang memadai bagi para pengguna
sepeda memungkinkan mereka lebih memilih alat transportasi tersebut untuk mencapai tujuan mereka.
Selain murah dan menyehatkan, menggunakan sepeda juga ramah lingkungan karena tidak menghasilkan
asap beracun seperti kendaraan bermotor. Penggunaan alat transportasi ramah lingkungan menjadi salah
satu upaya mendukung program kota berkelanjutan dimana tingkat polusi udara dapat ditekan seminimal
mungkin sehingga udara yang dihirup menjadi lebih bersih.

Pelajaran ini menjadi penting mengingat Indonesia menghadapi tantangan yang sangat besar
dalam mengimplementasikan pembangunan kota berkelanjutan. Kota-kota di Indonesia menghadapi
permasalahan yang luar biasa kompleks, mulai dari kepadatan populasi yang semakin tak terkendali
hingga dampak perubahan iklim yang menyebabkan kerentanannya semakin tinggi. Jakarta, sebagai
ibukota negara yang juga merupakan kota terpadat di Indonesia menghadapi tantangan dalam
pembangunan kota berkelanjutan. Kompas online tanggal Jumat, 13 Februari 2015 menyebutkan bahwa
Jakarta menempati posisi sepuluh terbawah dalam indeks kota berkelanjutan atau Sustainable Cities
Index 2015 yang dirilis ARCADIS. Ibu kota Indonesia ini sejajar dengan Doha, Moskow, Jeddah,
Riyadh, Manila, Mumbai, Wuhan, New Delhi, dan Nairobi.2 Dalam konteks ini upaya-upaya Rotterdam
dalam mengimplementasikan pembangunan kota berkelanjutan dapat menjadi inspirasi bagi Jakarta.

Salah satunya adalah upaya Rotterdam dalam memperbaiki berbagai infrastruktur kotanya untuk
menghadapi banjir baik akibat luapan air laut maupun hujan melalui water plazas dan green roofs. Selain
itu, kota ini juga dinilai berhasil membangun jaringan transportasi kota yang dinyatakan sebagai salah
satu contoh paling baik di Eropa. Rotterdam kemudian boleh berbangga dengan predikat sebagai ‘smart
city’ karena mampu memanfaatkan teknologi terkini untuk mewujudkan kota yang semakin siap
menghadapi tantangan alam.

13
Berkolaborasi dengan beberapa mitra yang cukup terkemuka, Rotterdam membentuk sebuah
Strategi Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Strategy) yang menggunakan
pendekatan-pendekatan inovatif yang kini banyak ditiru oleh negara-negara di seluruh dunia. Sistem
penyimpanan air di bangunan-bangunan baru, khususnya yang dirancang dalam water plaza,
berkapasitas sekian meter kubik dari atap-atap yang dibangun dan pusat pengetahuan tentang

konstruksi mengapung menunjukkan bagaimana lingkungan perkotaan yang padat penduduk


seperti Rotterdam dapat merespon air hujan dalam kuantitas besar dan tingginya air laut dengan cara
yang cerdas. Seperti digambarkan di bawah ini.

Gambar . Water Plaza di Benthemplein, Rotterdam yang diklaim sebagai penampung air (water square)
pertama terbesar di dunia. Sumber: RCI, 2012.

Selain itu, ukuran-ukuran tersebut berkontribusi terhadap penghijauan di luar ruangan dan
menciptakan pemandangan yang lebih menarik bagi penduduk di sekitarnya. Rotterdam menjadikan hal
tersebut sebagai uji coba guna menghasilkan solusi-solusi yang bersifat inovatif dimana kota-kota
lain di dunia dapat mengambil manfaat dari upaya tersebut (Heinen, 2014: 1-2). Water plaza juga

14
diperuntukan sebagai tempat pertemuan warga yang tinggal di sekitarnya karena bangunan ini berada di
antara kampus the Zadkine and the Graphic Lyceum, sebuah gereja, gedung teater dan tempat kebugaran
David Lloyd, dan permukiman warga yang bernama the Agniese. Tujuan pembangunannya adalah
mengurangi risiko terjadinya banjir dan menjadi lokasi di mana warga dapat bertemu dan memanfaatkan
ruang terbuka tersebut untuk berolah raga dan berekreasi. Meskipun mendapat kritikan dari beberapa
akademisi karena lokasinya yang tidak terlihat dari jalan raya sehingga terkesan terpencil, namun
bangunan ini diyakini menjadi investasi yang sangat penting bagi Rotterdam dalam upaya mitigasi
bencana.

Water plaza hanya satu diantara beberapa program kota berkelanjutan yang diimplementasikan
di Rotterdam. The Rotterdam Climate Initiative (RCI)4 menyatakan bahwa organisasi ini bertujuan
untuk menjadikan Rotterdam sebagai kota yang menginspirasi delta cities lain di dunia untuk melewati
masa transisi menuju keberlanjutan. Hingga tahun 2030 organisasi dan para mitranya ini memiliki 3
ambisi besar, yaitu:

1. Komitmen pada perwujudan kota yang hijau, sehat, dan tangguh. Warga Kota Rotterdam hidup
dalam kota yang menarik, hijau dengan kualitas hidup yang sangat baik, dan udara yang bersih. Kota ini
menggunakan alat transportasi yang lebih ramah lingkungan, yaitu sepeda, alat trans- portasi massal atau
kendaraan-kendaraan elektrik. Salah satu hal penting dalam pembangunan kota berkelanjutan adalah
memaksimalkan pelayanan transportasi publik yang ramah lingkungan.

2. Investasi pada energi bersih dengan biaya yang lebih rendah. Rotterdam menghasilkan lebih
banyak energi terbarukan dari total konsumsi daya kota saat ini. Kota dan kompleks pelabuhan telah
memiliki kemitraan yang berhasil mengelola sisa uap panas dari proses pemanasan di pelabuhan
sehingga mampu memberikan panas dan mendinginkan setidaknya setengah dari seluruh rumah dan
bangunan. Energi surya dan angin ditambah penghematan energi akan menghasilkan tagihan energi yang
lebih rendah bagi warga Rotterdam pada tahun 2030 tanpa mengalami transisi energi terbarukan. Atap
bangunan kota akan lebih hijau dan digunakan untuk menghasilkan energi surya sebanyak mungkin.

3. Pembangunan ekonomi yang didorong agar lebih kuat dan inovatif. Rotterdam adalah kota
dengan kompleks pelabuhan yang efisien dan bersih, menjadikannya sebagai pusat dari ekonomi bio-
based di Eropa. Salah satu cara organisasi mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan limbah
sebagai sumber daya untuk pembuatan produk baru dan menghasilkan energi. Pada skala global,
Rotterdam berada di garis depan bidang pengelolaan air dan teknologi delta. Ini menempatkan ekonomi
Clean Tech klaster dalam posisi yang kuat sebagai salah satu pilar perekonomian Rotterdam.

Kota berkelanjutan, baik sebagai ide maupun praktik (tindakan) dimaknai sebagai hal yang
sangat ideal namun tidak mustahil dapat diwujudkan. Seperti pernyataan Clark II dan Vare (2010: 2) that

15
“sustainability is achievable. It can be done, and must be done, at the community level. Block by block,
city by city, region by region, communities can change how they live.” Bagi Rotterdam sendiri, salah
satu kekuatan yang dimiliki dan disebutkan dalam beberapa hasil kajian para pemerhati kota
berkelanjutan adalah kerjasama yang terjalin diantara para pemangku kepentingan di kota tersebut.

RCI dalam salah satu dokumen yang dipublikasikan (RCI, 2011: 47-65) menyebutkan bahwa
seluruh elemen di kota Rotterdam diarahkan untuk bekerja sama secara komprehensif untuk
mewujudkan ‘Rotterdam as The United Port City in 2042’. Mereka adalah penduduk, para pengusaha
(pelabuhan, industri, pertokoan, properti, investor, developer, dan jasa transportasi), para ahli di bidang
pendidikan (guru, dosen, dan akademisi), dan pegawai pemerintahan. Dengan demikian, kota
berkelanjutan juga menjadi tanggung jawab semua pihak yang tinggal di Rotterdam.

Website resmi pemerintah Belanda menguatkan pernyataan RCI dengan menyebutkan bahwa
Belanda memiliki tradisi yang panjang dalam proses konsultasi dan berjalannya kerja sama di lembaga -
lembaga pemerintahan, organisasi-organisasi pemangku kepentingan, dan warga masyarakat. Dalam
kerangka pikir seperti ini, isu kebijakan di level nasional maupun internasional telah dipersiapkan oleh
pemerintah lokal dan membentuk dasar dari aturan yang diratifikasi oleh Parlemen Belanda (the Dutch
Parliament). Kebijakan yang terkait dengan propinsi-propinsi atau kotamadya-kotamadya dilimpahkan
ke pemerintah di level-level tersebut supaya lebih dekat dengan masyarakat dan prinsip partisipasi publik
dalam demokrasi.

Rotterdam sebagai The United Port City yang ditargetkan terwujud pada tahun 2042 secara nyata
menuntut kerja keras dan koordinasi yang baik. Pemerintah kota menyebarkan pengetahuan dan
pemahaman kepada seluruh elemen masyarakat bahwa ‘sustainability’ menjadi sangat penting
mengingat secara geografis kota ini berada di bawah permukaan laut dan sangat rentan terhadap bencana
banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Hal ini kemudian diperkuat oleh hasil-hasil kajian para
akademisi tentang Rotterdam.

Namun demikian, banjir bukanlah satu-satunya ancaman bagi masyarakat Rotterdam karena
banyak pula tantangan lain, seperti penyediaan infrastruktur kota yang lebih baik. Oleh karena itu,
hingga tahun 2014 yang lalu, pemerintah kota Rotterdam menguraikan 10 tugas pokok yang harus
dicapai dalam konteks kota berkelanjutan, yaitu menurunkan emisi CO2; menghemat energi; beralih ke
energi terbarukan dan bahan-bahan mentah biomass; menstimulasi kendaraan dan transportasi ramah
lingkungan; mengurangi polusi suara dan meningkatkan kualitas udara; menambah pepohonan dan
daerah hijau in dalam kota; meningkatkan investasi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang
lebih berkelanjutan; meningkatkan dukungan publik untuk mewujudkan keberlanjutan dan mendukung
pendidikan dan penelitian yang juga bersifat keberlanjutan; mempersiapkan diri menghadapi dampak
perubahan iklim; dan menstimulasi pembangunan berkelanjutan kota dan regional (RCI, 2011: 18)

16
2.6.2. Zurich, Swiss

Kota Zurich di Swiss terpilih menjadi Kota Paling Berkelanjutan di dunia berdasarkan
Indeks Kota Berkelanjutan Arcadis 2016. Secara sub indeks tempat atau Planet, Zurich berada di
posisi pertama, sedangkan secara sub indeks masyarakat (People) dan ekonomi (Profit), kota
tersebut menempati posisi 27 dan 5. Indeks Kota Berkelanjutan Arcadis ini mengeksplorasi tiga
permintaan terhadap People, Planet, dan Profit untuk mengembangkan sebuah peringkat indikatif
terhadap 50 kota-kota di dunia.
Adapun sub indeks pengukuran People berdasarkan infrastruktur transportasi, kesehatan,
edukasi, ketidaksamaan pendapatan, keseimbangan kehidupan kerja, rasio ketergantungan dan ruang
hijau di dalam kota. Indikator ini dapat secara luas dianggap sebagai upaya menangkap kualitas
hidup untuk warganya di kota masing- masing.
Sementara sub indeks Planet melihat pada konsumsi energi kota, pembagian energi
terbarukan, siklus daur ulang, emisi gas rumah kaca, risiko bencana alam, ketersediaan air minum,
sanitasi, dan tingkat polusi udara.
Sedangkan sub indeks Profit melihat performa kota dalam hal perspektif bisnis,
penggabungan sistem transportasi, kemudahan melakukan bisnis, keterlibatan kota dalam jaringan
ekonomi global, kepemilikan properti, biaya hidup, produk domestik bruto (PDB) per kapita, dan
efisiensi energi. Menurut penilaian Arcadis, terpilihnya Zurich sebagai kota paling berkelanjutan di
dunia karena memiliki reputasi kuat sebagai kota yang ramah untuk ditinggali. Selain itu Zurich juga
dikenal sebagai kota kontemporer yang fokus terhadap lingkungan sama dengan fokusnya menjadi
institusi finansial dunia. Kendati memuncaki sub indeks Planet dan Profit, Zurich masih berada di
posis 27 untuk sub indeks People. Hal ini terjadi lantaran biaya hidup tinggi dan keseimbangan
antara pekerjaan dan kehidupan pribadi masih terjadi di sana. Adapun faktor yang membuat Zurich
berada di posisi pertama sub indeks Planet adalah upayanya untuk menjadi pioner sebagai kota
2.000-watt society pada 2050 mendatang. 2.000-watt society merupakan pendekatan yang dilakukan
Pemerintah Kota Zurich untuk menghadapi perubahan iklim dan semakin langkanya sumber daya
alam.

17
Tujuannya adalah untuk membuat masyarakat Zurich hanya menggunakan energi sebesar
2.000 watt per kapita, sesuai dengan jumlah penggunaan energi berkelanjutan global. Adapun
komitmen yang dibuat untuk bisa merealisasikan program ini di antaranya adalah dengan investasi
dan fokus terhadap penghematan energi serta energi terbarukan, dan membangun gedung-gedung
berkelanjutan. Kemudian mobilitas untuk masa depan, dan upaya-upaya guna meningkatkan
kesadaran publik, termasuk pagelaran acara tahunan bertemakan lingkunga n dalam Hari Aksi Zurich
Multimobil. Faktor berikutnya adalah transportasi umum yang modelnya sangat berkelanjutan
dibandingkan negara lain. Keberadaan trem, kereta, bus, kereta cepat, dan lainnya terkoordinasi
dengan baik sehingga mobilitas publik menjadi lebih simpel dan terjangkau. Sebagai sub ekonomi
global, Zurich tidak hanya menarik sebagai tempat bisnis tetapi juga orang-orang untuk berada di
sana. Bagusnya kualitas kehidupan, pendidikan yang atraktif, dan kesempatan bekerja tinggi
menjadi faktor lain tingginya posisi Zurich dalam segala indeks Arcadis. Bermacam inovasi dan
industri bisnis mulai dari yang kecil sampai besar membentuk dasar penting dalam sektor ekonomi
Zurich. Sebagai tambahan, tingginya level produktivitas dan rendahnya upah buruh di Zurich
membuat biaya produksi lebih rendah dibandingkan kota-kota lainnya di dunia.

Gambar : penggunaan kereta sebagai alat transportasi di zurich,swiss

18
2.6.3. Singapura dengan Konsep Green City

Dalam mewujudkan permukiman dan perkotaan yang lebih baik, salah satu strateginya
adalah dengan mengembangkan Kota Hijau (green city) yang dapat mendorong pembangunan kota
secara berkelanjutan (sustainable city). Kota hijau atau “eco-city” dalam konsepnya menggabungkan
prinsip pembangunan “hijau” dengan memanfaatkan teknologi informasi (ICT) untuk mengurangi
dan menghilangkan dampak-dampak buruk kota terhadap lingkungan. Konsep ini telah diadopsi
oleh Singapura dalam penataan kota di negara tersebut. Berbagai strategi diterapkan untuk
mendorong terbentuknya kota hijau dimana Urban Redevelopment Authority (URA) memiliki
kewenangan dalam penataan ruang. Antara lain pelaksanaan Rencana Tata Ruang Ramah
Lingkungan melalui Rencana Induk RTH dengan mengakomodasi proporsi RTH dalam kota secara
memadai, mengembangkan infrastruktur perkotaan yang ramah lingkungan yang mencakup
penataan kawasan permukiman melalui revitalisasi kawasan kota lama, aplikasi gedung hijau (green
building) untuk bangunan gedung, pengelolaan air limbah (green waste), pengelolaan air minum
(green water) dan pengendalian pencemaran udara. Selain itu pemerintah juga mendorong
terbentuknya Green Community, yaitu pengembangan jaringan kerjasama pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha yang sehat serta menciptakan Green Transportation dan Green Energy.

Keberhasilan Green City di Singapura didukung oleh kesadaran etika terhadap nilai
lingkungan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas pengelolaan lingkungan yang baik.
Masyarakat secara konsisten dan berkomitmen untuk mengalokasikan sumber dayanya secara
efisien dan efektif karena kesadaran bahwa sumberdaya tersebut terbatas. Dengan demikian
masyarakat merubah perilakunya untuk lebih ramah lingkungan, hemat energi, tidak konsumtif
terhadap energi kemudian dilengkapi adanya dukungan pemerintah untuk terwujudnya kota hijau.

19
Masyarakat telah sadar untuk menghindari keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), sadar
bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta sadar keselarasan
terhadap semua kehidupan dan materi yang ada di sekitarnya. Lingkungan hidup bukanlah obyek
untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran bahwa antara
manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling mengikat. Rusaknya
lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya kelangsungan hidup manusia.
Perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pemerintah dan masyarakat berkomitmen untuk
mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam melaksanakan pembangunan dan
dilakukan secara konsisten melalui pendekatan holistik. Dengan demikian, setiap usaha untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan didasari dengan semangat kebersamaan, kemitraan,
keberlanjutan dan akuntabilitas pada semua pihak yang terkait dengan pembangunan. Aksi
kolaboratif tersebut tentunya tidak hadir secara mekanistik semata, namun proses yang konsisten
dan sistematis, mulai dari sosialisasi, mobilisasi, persuasi, hingga implementasi, sehingga gerakan
kolektif yang sebenarnya dapat terbangun di Singapura.
Selanjutnya, untuk menjamin keberlanjutan Green City di Singapura, upaya pengendalian
kegiatan pembangunan kota dilaksankan oleh pemerintah agar tidak merusak lingkungan melalui
mekanisme insentif disinsentif; dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan pelibatan aktif
masyarakat dalam mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat dan adaptif terhadap bencana
dan perubahan iklim melalui pembangunan kota yang terintegrasi dan seimbang antara aspek
ekonomi dan ekologi.

2.6.4. Stockholm, Swedia sebagai ibu kota hijau

Stockholm, Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa ini menerapkan sejumlah inisiatif
hijau guna menciptakan kota yang ramah alam. Stockholm dinobatkan sebagai Ibu Kota Ramah
Lingkungan Pertama di Eropa oleh Komisi Eropa pada 2010. Guna meraih gelar tersebut, dalam
beberapa tahun terakhir, Stockholm berinvestasi di beberapa sektor guna menciptakan model kota

20
yang berkelanjutan. Hasilnya, pada 2009, produksi gas rumah kaca Swedia turun 3,6 juta ton
menjadi 60 juta ton dari level 2008. Tingkat polusi juga turun 17% dari tahun 1990. Jumlah total
emisi gas rumah kaca dari industri transportasi domestik mencapai 20,3 juta ton, sementara emisi
dari sektor energi mencapai 24,2 juta ton.

Inisiatif Program Lingkungan Stockholm menyediakan sistem transportasi yang efisien dan
ramah lingkungan. Sekitar 670 juta perjalanan individu dilayani oleh jaringan yang didukung oleh
lebih dari 2000 bis, 1000 gerbong kereta api dan berbagai jenis angkutan perkotaan (metro
carriages).

gambar : angkutan perkotaan di stockholm

Semua sistem transportasi publik tersebut menggunakan bahan bakar yang bersih dan ramah alam
(clean energy). Semua layanan kereta dan juga bis-bis perkotaan dioperasikan dengan energi
terbarukan. Mobil-mobil tradisional diganti dengan mobil-mobil ramah lingkungan yang jumlahnya
kini mencapai hampir 100.000 armada. Dari sisi regulasi, sejak 2006, Stockholm membebankan
pajak emisi pada semua mobil yang terdaftar di Swedia yang masuk dan keluar pusat kota
Stockholm di luar jam kantor. Kebijakan ini berhasil mengurangi emisi dan kepadatan lalu lintas
sebesar 10-15%.

Di bidang energi, kota Stockholm memiliki tradisi pengelolaan sampah dan pengolahan
energi dari limbah rumah tangga sejak berabad silam. Dalam Rencana Pengelolaan Limbah Strategis
(Strategic Waste Management Plan) untuk tahun 2008-2012, Stockholm berupaya meningkatkan
jumlah limbah makanan yang dikumpulkan dan diolah. Target kota ini adalah mengolah 35%
limbah makanan yang berasal dari restoran dan toko kelontong – dan 10% limbah makanan rumah
tangga. Guna mencapai target tersebut, pemerintah memromosikan pengumpulan dan pemilahan

21
limbah makanan yang berasal dari restoran. Saat ini, panas yang dihasilkan dari pengolahan limbah
makanan digunakan untuk sistem pemanas ruangan rumah tangga dan sudah memasok lebih dari
70% rumah.

Teknologi yang digunakan adalah Combine Heat Power yang sudah cukup banyak juga diterapkan
di Indonesia. Sampah dibakar untuk memanaskan air, air menjadi uap, uap digunakan untuk
memutar turbin sehingga timbulah listrik dan panas. Panasnya digunakan untuk pemanas di rumah-
rumah masyarakat.

Sementara itu, dari sisi pengelolaan limbah, 25% limbah kota berhasil didaur ulang dan
dikomposkan sehingga menciptakan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Stockholm juga
memiliki dua pusat pengelolaan air limbah yang mampu memasok air bagi 1 juta penduduk. Air
limbah diproses dengan teknologi canggih guna memisahkan unsur nitrogen dan fosfor. Standar
pengelolaan air limbah ini melampaui Standar Pengelolaan Air Limbah Perkotaan yang ditetapkan
oleh Uni Eropa. Biogas yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan air limbah ditingkatkan kualitasnya
untuk digunakan sebagai bahan bakar bis umum, taksi dan kendaraan pribadi. Sementara panas yang
dihasilkan dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Semua kebijakan ini saling terkait dan
mendukung Stockholm menjadi Ibu Kota Hijau Pertama di Eropa.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perwujudan Pembangunan kota berkelanjutan adalah hasil konsep integrasi dari nilai lingkungan,
nilai ekonomi, dan nilai social untuk menghasilkan kehidupan yang sejahtera bagi manusia. Dalam suatu
penerapan pembangunan berkelanjutan pada kota,maka semua elemen tersebut harus diperhatikan agar
dapat berjalan sama baiknya dan tidak terjadi ketimpangan salah satu elemen.
Sustainable City dapat diwujudkan melalui :
1. Komitmen pada perwujudan kota yang hijau, sehat, dan tangguh.

Warga Kota dpat hidup dalam kota yang menarik, hijau dengan kualitas hidup yang sangat baik, dan
udara yang bersih. Juga dapat menggunakan alat transportasi yang lebih ramah lingkungan, yaitu sepeda,
alat trans- portasi massal atau kendaraan-kendaraan elektrik. Salah satu hal penting dalam pembangunan
kota berkelanjutan adalah memaksimalkan pelayanan transportasi publik yang ramah lingkungan.

2. Investasi pada energi bersih dengan biaya yang lebih rendah..

3. Pembangunan ekonomi yang didorong agar lebih kuat dan inovatif

Sementara itu, mixed-use development merupakan salah satu atribut kota kompak dalam
pembangunan kota berkelanjutan yang menitik beratkan pada suatu pengembangan produk properti yang
terdiri dari produk perkantoran, hotel, tempat tinggal, komersial yang dikembangkan menjadi satu
kesatuan atau minimal dua produk properti yang dibangun dalam satu kesatuan.

3.2 SARAN
Mengingat bahwa konsep pembangunan kota berkelanjutan telah diterpakan negara lain,maka
pentingnya dirumuskan kebijakan yang tegas dan jelas tentang arah pembangunan kota berkelanjutan.
Secara empiris kota-kota di Indonesia memiliki karakteristik yang luar biasa beragam dengan
perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya yang juga berbeda-beda, maka pemerintah pusat maupun
daerah (dalam konteks otonomi) seharusnya memiliki visi yang sama tentang pembangunan kota
berkelanjutan. Dengan demikian, bukan hanya kota yang dikembangkan yang akan memperoleh
manfaat dari pembangunan, tetapi juga kota-kota satelit atau wilayah-wilayah di sekitar kota sehingga
cita-cita UUD 1945 tentang kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia dapat sungguh-sungguh
diwujudkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Muluk, S. (2014). Jakarta Menuju Kota yang Berkelanjutan: Analisis Pembangunan Kota Berkelanjutan
Dalam Dokumen RPJMD DKI Jakarta Tahun 2013 – 2017. Diakses online inisiatif.org/.../
Jakarta-Menuju-Kota-yang-Berkelanjutan_Ipung pdf,
Natter, W. dan Wolfgang Zierhofer. (2002). Political Ecology, Territoriality, and Scale. Geo-Jurnal,
58: 225-231.
Newman, P. and Isabella Jennings. (2008). Cities as Sustainable Ecosystems: Principles and Practices.

Washington: Island Press.


Rochecouste, G. and Leonie J.P. (2014). Delivering Resilient, Sustainable Cities is All about People
and Place. Leonie J. Pearson, Peter W. Newton, and Peter Roberts (eds.). resilient Sustainable
Cities: A Future. New York: Routledge.

Rees, W.E. and Mathis Wackernagel. (1996). Urban Ecological Footprints: Why Cities Cannot Be
Sustainable – And Why They are A Key to Sustainability. Environmental Impact Assessment
Review, (16): 223-248. New York: Elsevier Science Inc.
Rotterdam Climate Initiative (RCI). (2011). Investing in Sustainable Growth. Rotterdam Programme
on Sustainability and Climate Change. Rotterdam: Doepel Strijkers Architects.
Satterthwaite, D. (1997). “Sustainable Cities or Cities that Contribute to Sustainable Development?”.
Urban Studies, 34(10): 1667-1691

24

Anda mungkin juga menyukai