Anda di halaman 1dari 8

Urban Design Elements & Sustainability

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan
1.3 Tujuan
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari Bab I sampai Bab IV yang meliputi:
Bab I Pendahuluan
Bab ini membahas mengenai latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah,
tujuan terkait rumusan masalah, serta sistematika penulisan makalah.
Bab II Landasan Teori
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan urban design elements
& sustainability, sub bab dari bab ini antara lain: pengertian keberlanjutan sosial dan
ruang lingkup keberlanjutan sosial.
Bab III Pembahasan
Bab ini membahas mengenai studi kasus yang berkaitan dengan urban design elements
& sustainability kabupaten badung
Bab IV Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran mengenai hal yang dibahas pada bab sebelumnya.
Daftar Pustaka
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini akan menguraikan beberapa teori yang berhubungan dengan materi
yang dibahas
2.1 Urban Elements
2.2 Sustainability
Secara etimologi Sustainability berasal dari bahasa latin “susteinere” yang
berarti menjaga, bertahan, menopang dan “ability” yang berarti kemampuan sehingga
Sustainability berarti kemampuan untuk mempertahankan, menjaga, menopang
keberlanjutan hidup untuk generasi selanjutnya, istilah sustainability ini pertama
digaungkan pada 1880 untuk mewakili keberlanjutan kehidupan umat manusia di bumi.
Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah
bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan
pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Menurut Laporan dari KTT Dunia (2005),
menjabarkan bahwa pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga pilar utama yakni
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat.

Gambar 2.1 Diagram hubungan aspek pembangunan keberlanjutan


Sumber: Konversi ITB, 2010

Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya
menimbulkan hubungan sebab – akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan
dapat menciptakan hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan
lingkungan diharapkan dapat terus berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial
dan lingkungan bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu
aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan
(sustainable). Ketiga prinsip pembangunan berkelanjutan ini pada dasarnya merupakan
prinsip yang mendorong agar terciptanya keadilan pembangunan antar generasi.
Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dapat
memberikan generasi yang akan datang peluang pendapatan dan kehidupan sosial yang
sama atau lebih tinggi dari generasi sekarang.
Isu global yang menjadi
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Profil Kabupaten Badung

Kabupaten Badung adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Bali,


Indonesia. Ibu kotanya berada di Mengwi, dahulu berada di Denpasar. Secara Geografis
Kabupaten Badung terletak membujur dari Utara ke Selatan, hampir di tengah-tengah
Pulau Bali. Kabupaten Badung berada pada koordinat: 08°14’17”-08°50’57″LS,
115°05’02”-115°15’09″BT.
Batas wilayahnya adalah Kabupaten Buleleng di sebelah Utara, Kabupaten
Tabanan di Barat, dan Kabupaten Bangli, Gianyar serta kota Denpasar di sebelah
Timur. Adapun luas wilayahnya sebesar 418,52 km². Penduduknya berjumlah 358.311
jiwa (2004) dengan kepadatan 8.629,8 jiwa/km².
Kabupaten Badung merupakan salah satu wilayah di Provinsi Bali. Secara
administratif kewilayahan Kabupaten Badung memiliki 6 kecamatan dan
64 desa/kelurahan. Berikut nama-nama desa/kelurahan se Kabupaten Badung:
1. Kecamatan Badung : Beloksidan, Pelaga, Sulangai, Petang, Pangsan,
Getasan, Carangsari
2. Kecamatan Abiansemal : Darmasaba, Sibang Gede, Jagapati, Angantaka,
sedang, Sibang Kaja, Mekar Buana, Mambal, Abiansemal, Dauh Yeh Cani,
Ayunan, Blahkiuh, Punggul, Bongkasa, Taman, Selat, Sangeh, Bongkasa
Pertiwi, Gerih
3. Kecamatan Mengwi : Baha, Buduk, Cemagi, Gulingan, Kekeran,
Kuwum, Mengwi, Mengwitani, Munggu, Penarungan, Pererenan, Sembung,
Sobangan, Tumbak Bayuh, Werdi Bhuwana, Abianbase, Kapal, Lukluk,
Sading, Sempidi
4. Kecamatan Kuta : Kedonganan, Tuban, Kuta, Legian, Seminyak
5. Kuta Utara : Kerobokan Klod, Kerobokan, Kerobokan Kaja,
Tibu Beneng, Canggu, Dalung
6. Kecamatan Kuta Selatan : Pecatu, Ungasan, Kutuh, Benoa, Tanjung
Benoa, Jimbaran

Kabupaten Badung memiliki komitmen yang sungguh-sungguh dalam menjaga


kelestarian lingkungannya. Itikad ini dinyatakan secara eksplisit dalam MISI dan
strategi pembangunannya sebagaimana sudah dituliskan di atas. Namun tekad ini tidak
akan berarti apabila tidak diwujudkan dalam keseimbangan pemanfaatan spasial
wilayahnya. Karenanya penting untuk mengetahui neraca lahan yang dinyatakan dalam
RTRW Kabupaten. Neraca lahan Kabupaten Badung dirinci pada tabel 1. Dari tabel ini
terlihat bahwa komitmen dalam menjaga kelestarian lingkungan di Kabupaten Badung
telah dinyatakan dalam rencana tata ruang wilayahnya melalui perwujudan 59%
kawasan yang berupa RTH. Implementasi neraca lahan kedalam matra ruang dapat
dilihat pada gambar 1.
Tabel 1. Neraca Lahan Kabupaten Badung
PEMANFAATAN
NO LUAS (Km2) Persentase (%)
LAHAN
1 Kawasan Lindung 1.861,22 4%
2 Hutan Rakyat 446,2 1%
3 Pertanian 22.404,13 54%
4 Permukiman 4.244,59 31%
5 Pariwisata 12.895,86 10%
TOTAL 41.852 100%
Ruang Terbuka Hijau 24.711,55 59%
Kawasan Terbangun 17.140,45 41%
Kebijakan Pengembangan Wilayah Berdasarkan Kesesuaian Karakteristik
Lahan. Pengembangan wilayah Kabupaten Badung didasarkan pada potensi dan
kendala aspek fisik lingkungannya. Berdasarkan karakteristik topografi dan
kelerengannya, wilayah kabupaten ini memiliki variasi yang sangat beragam, yaitu
ketinggiannya antara 0 – 3.000 m dpl dengan kelerengan datar hingga jurang yang
curam. Penataan ruang pada wilayah seperti ini relative sulit dibandingkan dengan
wilayah yang datar. Kondisi ini telah mendorong Pemda Kabupaten Badung untuk
bersikap berhati-hati dan bijaksana dalam merencanakan pengembangan wilayahnya.
Kabupaten Badung dibagi menjadi 3 Wilayah Pengembangan yaitu: Badung Utara,
Badung Tengah dan Badung Selatan. Masing-masing wilayah memiliki perbedaan
karakteristik fisik lingkungan yang mencolok. Wilayah Badung Utara, merupakan
kawasan pegunungan yang subur dengan hutan dan RTH yang luas, karena itu sesuai
untuk fungsi konservasi lingkungan. Wilayah Badung Tengah, merupakan kawasan
dengan ketinggian dan kesuburan sedang, karena itu sesuai untuk fungsi transisi antara
fungsi lindung dan budidaya alamiah seperti pertanian. Wilayah Badung Selatan
merupakan kawasan yang datar, tidak subur dan pesisir. Karena itu sepenuhnya sesuai
untuk fungsi budidaya yang bersifat terbangun. Berikut ini rincian kebijakan
pengembangan masing-masing wilayah.
1. Kebijakan pengembangan wilayah Badung Utara, antara Lain:
a. Mempertahankan Badung Utara sebagai kawasan resapan air dan
konservasi lingkungan.
b. Menetapkan wilayah Kecamatan Petang sebagai Kawasan Agropolitan;
c. Mengembangkan pertanian sebagai budidaya utama yang berorientasi pada
agribisnis;
d. Menetapkan wilayah Petang sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata Khusus
(ODTWK) Kabupaten.
2. Kebijakan pengembangan wilayah Badung Tengah, antara lain;
a. Mempertahankan wilayah Badung Tengah sebagai kawasan pertanian
dalam arti luas.
b. Menetapkan kawasan perkotaan Mengwi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) dan Ibukota Kabupaten serta kawasan perkotaan Blahkiuh sebagai
Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
c. Mengembangkan sarana dan prasarana wilayah skala kabupaten;
d. Mengembangkan potensi kegiatan Industri Kecil dan menengah (IKM)
yang ramah lingkungan serta berorientasai pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
3. Kebijakan pengembangan wilayah Badung Selatan, antara lain:
a. Menetapkan kawasan Nusa Dua, Tuban dan Kuta sebagai kawasan
pariwisata.
b. Mensingkronkan penataan ruang wilayah Kabupaten dengan
pengembangan penataan ruang kawasan perkotaan Sarbagita;
c. Menetapkan kawasan perkotaan Kuta sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) Orde K1 dan kawasan perkotaan Benoa sebagai pusat kegiatan Lokal
(PKL);
d. Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan umum yang berkualitas;
e. Meningkatkan kualitas lingkungan sebagai asset utama kepariwisataan yang
berkelanjutan;
f. Mempertahankan keberadaan kawasan lindung serta mengendalikan
pembangunan pada kawasan rawan bencana.
g. Memantapkan pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara terpadu
3.2
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai