BAB III
STUDI PENGADAAN PUSAT PELESTARIAN KESENIAN WAYANG KULIT
TRADISIONAL BALI DI BADUNG
Luas wilayah Kabupaten Badung adalah 418,52 km² atau sekitar 7,43 % dari
dataran Pulau Bali dan terbagi atas 6 wilayah kecamatan yaitu dengan luas masing-
masing kecamatan sebagai berikut :
B. Keadaan Topografi
Wilayah Kabupaten Badung terletak pada ketinggian 0 – 2.075 meter di atas
permukaan laut (DPL). Jika dilihat dari masing-masing kecamatan mulai dari utara
ke selatan yaitu Kecamatan Petang dari 275 - 2.075 meter di atas muka laut,
Kecamatan Abiansemal dari 75,0 meter – 350 meter di atas muka laut, Kecamatan
Mengwi dari 0 - 350 meter di atas muka laut, Kecamatan Kuta dari 0 meter - 65
meter di atas muka laut.
Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Badung tergolong jenis Inceptisols
berbahan induk abu vulkan intermedier dan tuf. Disamping itu terdapat pula jenis
tanah Andisol dari bahan induk yang sama terdapat di daerah hutan lindung yang
berbatasan dengan Kabupaten Buleleng, dan jenis tanah Entisols terdapat di sekitar
dataran pantai Kuta.
Implikasi Terhadap Rancangan : Dengan mengetahui keadaan topografi
tanah dari suatu daerah, maka dapat membantu dalam proses perancangan terutama
dalam penentuan letak massa bangunan. Keadaan topografi yang dibutuhkan yaitu
relatif datar, memiliki kemiringan ±3-5%. Dengan kemiringan tersebut, tapak sudah
memiliki sistem drainase air hujan yang cukup baik, sehingga resiko genangan air
dalam rancangan bisa diminimalkan.
C. Keadaan Geologi
Struktur geologi Kabupaten Badung sebagian besar merupakan produk gunung
api muda yang terdiri dari breksi vulkanik, tufa pasiran dan endapan lahar. Sebagian
kecil daerah pesisir sekitar Kuta merupakan daerah alluvial endapan pantai yang
tersusun dari pasir, sedangkan di daerah selatan merupakan bukit kapur yang berasal
dari batu gamping, batu pasir gampingan dan napal.
Implikasi Terhadap Rancangan : Dengan mengetahui keadaan geologi tanah
dari suatu daerah, maka dapat ditentukan jenis-jenis pondasi yang bisa digunakan
dalam proses perancangan nantinya sehingga ini akan berpengaruh pada hasil
rancangan itu sendiri.
D. Keadaan Klimatologi
Sama halnya dengan daerah lainnya, Kabupaten Badung mengalami dua musim
yakni musim kemarau dan musim penghujan. Suhu udara berkisar antara 22,9ºC
yang merupakan suhu terendah dan suhu tertinggi mencapai 31,2ºC. Sementara itu
kelembaban udara berkisar antara 80% - 86%. Kelembaban tertinggi biasanya terjadi
pada bulan April, sementara kelembaban terendah terjadi pada bulan Januari.
Implikasi Terhadap Rancangan : Dengan kata lain, daerah ini memiliki iklim
tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi, sehingga ini akan mempengaruhi
bentuk rancangan nantinya. Pada umumnya sebuah rancangan arsitektur patut
memperhitungkan iklim agar terjadi keselarasan di antara arsitektur dan lingkungan
itu sendiri. Karena berada di wilayah iklim tropis, maka bentuk rancangan nantinya
adalah akan memperhatikan arsitektur tropis.
Tabel 3.2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Pnduduk Kabupaten Badung tahun 2008-2012
B. Sosial Budaya
Dalam aspek sosial budaya, Kabupaten Badung, menganut konsep-konsep Budaya
Bali yang Relevan dengan Tata Ruang, yaitu sebagai berikut :
agung harus dijaga agar dapat memberikan manfaat berkelanjutan bagi kesejahteraan
umat manusia.
b. Tri Hita Karana
Istilah Tri Hita Karana muncul pertama kali pada tanggal 11 Nopember 1966
pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah I Badan Perjuangan Umat Hindu Bali
bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar, secara leksikal berarti tiga unsur
penyebab kesejahteraaan yaitu Sanghyang Jagatkarana/Tuhan (parhyangan), Bhuana
(palemahan), dan Manusia (pawongan). Dari pengertian tersebut berkembang ke
konsep keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
alam lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya.
c. Hulu-teben
Penataan ruang memperhatikan konsep hulu yang bernilai utama dan teben yang
berniali nista. Hulu dan teben secara horizontal berorientasi ke gunung (atau
pegunungan) dan ke laut atau Timur dan Barat atau Atas dan Bawah. Fungsi-fungsi
pokok yang bernilai utama diletakkan di hulu sedangkan yang sebaliknya di letakkan
di teben. Pada masa Kerajaan Mengwi, Badung mengambil gunung-gunung di
Wilayah Kerajaan Tabanan sebagai hulu terutama Gunung Watukaru, sedangkan
Mengwi mengambil hulu ke Pucak Mangu di Gunung Catur. Setelah penyatuan
Mengwi dengan Badung maka deretan pegunungan dari Watukaru sampai ke Gunung
Catur menjadi orientasi arah utama. Sedangkan saat ini dengan batas-batas wilayah
kabupaten maka deretan pegunungan yang ada di bagian utara desa-desa Pelaga dan
Belok menjadi orientasi hulu atau kawasan utama mandala Wilayah Kabupaten
Badung.
d. Luhur-sor
Secara vertikal maka bagian atau daerah atas menjadi orientasi hulu yang bernilai
utama. Hal ini konkuren dengan konsep bhuana dalam tataran tri loka di mana alam
swah atau swah loka yang bernilai utama berada paling atas dua alam yang lain, bhur
dan bhuwah loka.
e. Pengider-ider
Konsep pengider-ider mendasari terbentuknya pola sangamandala dengan
pusatnya di tengah-tengah dan mendasai pola catuspatha yang menjadi kerangka
penataan letak-letak fungsi-fungsi pokok perkotaan di masa kerajaan seperti puri
sebagai pusat pemerintahan, pasar sebagai pusat jual beli, kalangan dengan bangunan
wantilan-nya sebagai tempat hiburan, dan taman dengan bale lantang-nya sebagai
ruang terbuka hijau untuk rekreasi kota.
Kecamatan Petang
Sebagian dari Kecamatan
Abiansemal
Kecamatan Mengwi
Sebagian dari Kecamatan
Abiansemal
Kecamatan Kuta
Kecamatan Kuta Utara
Kecamatan Kuta Selatan
Tahun
No. Kecamatan
2006 2009 2012
1. Petang 18 15 9
2. Abiansemal 25 25 21
3. Mengwi 39 27 20
4. Kuta 6 5 2
5. Kuta Utara 12 10 5
6. Kuta Selatan 4 2 -
Jumlah/ tahun 104 84 57
Dari tabel di atas, dapat dilihat pendataan dilakukan 3 tahun sekali. Dari
tahun 2006 sampai terakhir tahun 2012, terus terjadi penurunan jumlah sekaa
dan dalang sehingga ini bisa menjadi masalah terhadap perkembangan kesenian
wayang kulit tradisional ini. Penurunan jumlah sekaa ini diperkirakan karena
usia dalang dan dalang yang kurang mendapat respon atau tanggapan dari
masyarakat sehingga jarang mendapatkan kesempatan pentas, sehingga lama-
kelamaan profesinya sebagai dalang ditinggalkan.
b. Kualitas Dalang
Berbicara mengenai kualitas Dalang, tentu ada perbedaan antara Dalang pada
jaman dulu dengan Dalang pada saat ini. Perbedaan itu, terlihat dari bagaimana
seseorang tersebut bisa menjadi seorang Dalang. Pada jaman dulu untuk
menjadi seorang Dalang, seseorang harus Nyantrik (langsung belajar ke seorang
Dalang). Jika yang ingin menjadi Dalang berasal dari lingkungan keluarga,
orang tersebut harus mulai ikut mengikuti pertunjukan wayang dengan menjadi
seorang Ketengkong (pengiring/pembantu Dalang). Setelah itu akan diawali
dengan pengetahuan spiritual dan diwajibkan untuk menghafal dan memahami
mantra dalam Dharma Pewayangan, etika pewayangan, dan pantangan Dalang.
Setelah itu, barulah seorang tersebut mulai menghafal kekawin dan lakon
pewayangan Parwa (cerita Mahabharata). Terakhir setelah orang tersebut hafal
dengan lakonnya, barulah mulai belajar gerakan wayang dan memainkannya.
Dengan kata lain, proses untuk menjadi Dalang membutuhkan waktu berpuluh-
puluh tahun.
Sedangkan, pada saat ini, pendidikan menjadi Dalang sudah bisa melalui
pendidikan formal, dan terdapat perbedaan dalam proses pemelajarannya.
Dalam instansi pendidikan proses belajar menjadi Dalang dimulai dari
pengetahuan umum mengenai wayang dan teknis memainkan wayang, setelah
itu, barulah mempelajari Dharma Pewayangan (kitab yang berisikan mantra-
mantra serta aturan-aturan untuk menjadi seorang Dalang) berupa mantra-
mantra dan lainnya. Dan pendidikannya pun terbilang cukup singkat sampai
seseorang tersebut bisa mempertunjukan wayang.
Dengan ini bisa dikatakan Dalang dahulu lebih memahami mantra-mantra
dalam Dharma Pewayangan karena dulu dituntut harus benar-benar
menguasainya sebelum mempelajari gerak wayang. Selain itu dengan
pengalaman mengikuti Dalang dan menjadi Ketengkong saat pertunjukan
wayang memberikan pelajaran langsung di lapangan sehingga saat terjun dalam
dunia pewayangan orang tersebut tidak buta akan pertunjukan wayang. Selain
hal tersebut, Dalang saat ini juga hanya fokus pada lakon Ramayana dan
Mahabharata (Parwa) karena kedua lakon tersebut bersifat multifungsi artinya
bisa digunakan untuk fungsi wali, bebali maupun balih-balihan, sehingga
penguasaan terhadap repertuar atau jenis-jenis wayang lainnya sangat kurang.
(Wicaksana, Wawancara, 2015)
2. Pengrajin Wayang
Saat ini, di Badung belum memiliki pengrajin wayang yang khusus membuat
wayang untuk dijual seperti di kawasan Sukawati, Gianyar. Namun, beberapa
Dalang di Badung seperti narasumber I Made Nuarsa memiliki kemampuan untuk
membuat wayang untuk kebutuhan pertunjukannya sendiri dan wayang tersebut
tidak diperjual-belikan.
2. Teknik Penggarapan
Perkembangan teknik penggarapan pertunjukan wayang dapat dilihat di jurusan
pedalangan ISI. Sesuai dengan hasil wawancara dengan I Made Nuarsa, seorang
dalang tamatan ISI, menceritakan pengalamannya saat menggarap sebuah
pertunjukan wayang kulit yang melibatkan 2-10 dalang dalam pertunjukan yang
bersamaan. Selain itu, dalam pertunjukan tersebut juga menggunakan Kelir dengan
ukuran yang besar di luar ukuran yang sering digunakan dalam pertunjukan wayang
biasa. Hal lainnya yaitu penggunaan cahaya lampu dengan tenaga listrik dan
pengiring gamelan dengan gong gede atau gong kebyar telah membuktikan bahwa
teknik penggarapan wayang telah mengalami perkembangan. (Nuarsa, Wawancara,
2015)
kesenian wayang kulit tidak akan pernah bisa lepas dari suatu rangkaian upacara
keagamaan umat Hindu di Bali, sehingga dinilai untuk perlu adanya sebuah Pusat
Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Badung.
3.4 Spesifikasi Khusus Proyek Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional
Bali di Kabupaten Badung
3.4.1 Pengertian Proyek
Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali merupakan sebuah wadah
yang disediakan untuk usaha Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Wayang Kulit
Tradisional Bali. Bentuknya berupa wadah arsitektural yang dirancang guna untuk
mewadahi segala aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan pelestarian dan pengembangan
kesenian wayang kulit tradisional Bali.
kegiatan rekreasi yang ditujukan bagi pengunjung yang disiapkan berupa cafeteria
dan toko-toko souvenir yang menjual sesuatu yang berhubungan dengan kesenian
wayang kulit.
Dinas Kebudayaan
Kabupaten Badung
Staff Keterangan
: Garis Komando
Gambar 3.4 Status Pengelolaan : Garis Direktiva
( Struktur Organisasi Ekstern) : Garis Koordinasi
: Garis Informatif
Gambar di atas merupakan status pengelolaan atau Struktur Organisasi Ekstern dari
Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali. Untuk tata pengelolaan atau
tata kerja intern dan Pusat Pelestarian ini sesuai dengan pengamatan terhadap studi objek
yang bergerak di bidang pelestarian juga yaitu di BPNB (Balai Pelestarian Nilai Budaya)
dan BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) maka dapat ditentukan struktur organisasi
intern dari Pusat Pelestarian Wayang Kulit ini. Berikut merupakan bagan dari struktur
organisasi intern tersebut :
Kelompok Sub. Urusan Sub. Urusan Sub. Urusan Sub. Urusan Pembinaan
Penelitian Informasi Pameran Pertunjukan dan Pengembangan
B. Pelaku
Pelaku dari kegiatan-kegiatan atau aktifitas tersebut di atas dapat dibedakan
menjadi beberapa pelaku aktifitas yaitu sebagai berikut :
1. Peneliti yaitu mereka yang terlibat dalam kegiatan atau aktifitas penelitian
dalam Pusat Pelestarian Wayang Kulit Tradisional Bali ini.
2. Seniman Pewayangan yaitu mereka yang terlibat dalam akrifitas pelatihan
seniman pewayangan. Selain itu seniman juga terlibat dalam aktifitas
pertunjukan wayang kulit tradisional Bali.
3. Pengunjung yaitu mereka yang menikmati hasil dari kesenian wayang kulit baik
itu yang masih bersifat tradisional dalam wujud berupa pameran dan
pertunjukan serta dalam bentuk pengembangannya berupa permainan-
permainan dalam bentuk Digital Video Games.
4. Pengelola yaitu mereka yang mengelola Pusat Pelestarian Wayang Kulit
tersebut. Pengelola disini mencakup semua karyawan dan pegawai yang berada
dalam Pusat Pelestarian Wayang Kulit tersebut.
3.4.6 Fasilitas
Terkait dengan beberapa kegiatan atau aktifitas yang dilakukan di Pusat Pelestarian
Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali tersebut, maka dapat diklasifikasikan bahwa
fasilitas yang dibutuhkan dalam Pusat Pelestarian ini yaitu :
A. Fasilitas Utama :
Fasilitas utama dalam Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali ini
adalah sebagai berikut :
1. Ruang Penelitian yang digunakan untuk penelitian mengenai fungsi, gaya dan jenis-
jenis wayang kulit yang mulai menghilang.
2. Ruang Pelatihan untuk Seniman Pewayangan untuk meningkatkan kualitas Dalang
dan mengembangkan pengrajin wayang.
3. Ruang Pameran untuk memamerkan kesenian wayang kulit tradisional Bali, baik itu
berupa jenis-jenis wayang yang ada, lontar-lontar mengenai kesenian wayang kulit
tradisional Bali, musik pengiring dan lainnya.
4. Ruang Pertunjukan Wayang Kulit sebagai tempat untuk mempertunjukan kesenian
wayang kulit tradisional Bali ini.
B. Fasilitas Penunjang :
Fasilitas penunjang dalam Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional
Bali ini adalah sebagai berikut :
1. Kantor Pengelola yang digunakan oleh para pengelola untuk melakukan aktifitas
pengelolaan atau manajemen dan bertanggung jawab atas segala kegiatan yang
dilakukan di Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali ini.
2. Cafetaria dan Toko Souvenir merupakan fasilitas tambahan yang disediakan bagi
pengunjung agar mereka merasa lebih betah dan nyaman saat berkunjung di Pusat
Pelestarian ini.
C. Fasilitas Servis
Fasilitas penunjang dalam Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional
Bali ini adalah sebagai berikut :
1. Toilet Pengunjung dan Pengelola untuk kebutuhan sanitair para pelaku aktifitas yang
ada di Pusat Pelestarian ini.
2. Ruang ME dan lainnya sebagai ruang untuk menunjang kinerja dari Pusat Pelestarian
ini dalam hal sistem utilitasnya.
2. Penelitian
Penelitian dalam hal ini mencakup kegiatan meneliti ataupun merekonstruksi
jenis-jenis maupun gaya wayang yang ada di Bali namun sudah sangat jarang
ditemui. Hasil dari kegiatan penelitian ini yaitu berupa buku-buku yang akan
mengungkap tentang kesenian wayang tradisional Bali. Dengan adanya kegiatan
penelitian ini, diharapkan jenis-jenis serta gaya wayang yang ada di Bali mampu
digali kembali dan dapat bertahan seiring dengan perkembangan jaman.
3. Pembinaan
Kegiatan pembinaan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu atau kualitas
Dalang, calon Dalang maupun pengrajin wayang dalam menghasilkan seni
pewayangan. Kegiatan pembinaan ini dapat berupa pelatihan mendalang,
membuat wayang dan pelatihan instrumen pengiring pertunjukan wayang tradisi.
4. Pengembangan
Kegiatan pengembangan bertujuan untuk memberikan kesempatan untuk para
seniman pewayangan untuk berinovasi dan berkreasi dalam seni pewayangan
Bali. Kegiatan ini dapat melalui kegiatan pameran, pertunjukan wayang dan
diskusi ataupun seminar. Selain itu kegiatan pengembangan ini juga menyangkut
bagaimana untuk menampilkan serta memperkanalkan kesenian wayang kulit
tradisional Bali dengan cara yang berbeda, lebih menarik dan tentunya dengan
kemasan yang lebih modern. Pengembangan ini dapat berupa dibuatnya fasilitas
digital video games yang bertemakan tentang seni pewayangan sehingga
nantinya dapat menarik minat masyarakat utamanya bagi generasi muda untuk
mengenal bahkan mempelajari kesenian wayang kulit tradisional Bali tersebut.
5. Edukasi dan Rekreasi
Edukasi dan rekreasi ditujukan untuk masyarakat umum. Tujuannya untuk
memberikan pengetahuan tentang seni pewayangan tradisional Bali, sehingga
dapat menanamkan rasa kecintaan terhadap kesenian ini. Dengan ini secara tidak
langsung akan dapat menimbulkan rangsangan untuk menekuni kesenian ini di
kemudian hari. Bentuk kegiatannya dapat berupa membaca hasil penelitian
mengenai kesenian wayang, melihat proses pembuatan wayang, melihat pameran
wayang dan menonton pertunjukan wayang.
B. Materi Kegiatan
1. Materi Penelitian
Materi dari kegiatan penelitian disini adalah tentang jenis-jenis wayang
tradisional Bali yang sudah jarang ditemui. Selain itu juga diteliti mengenai gaya
dan bentuk dari wayang yang berasal dari daerah yang berbeda di Bali.
2. Materi Pembinaan
Berdasarkan pendekatan materi seni pewayangan dalam uraian kurikulum di
SMKN 3 Sukawati dan ISI Denpasar, maka materi pembinaan seniman
pewayangan di Pusat Pelestarian ini adalah 40% mengenai pendalaman wawasan
tentang wayang baik itu mengenai jenis dan lakon wayang, filsafat wayang dan
lainnya. Kemudian 60% adalah kegiatan praktek yang mencakup vokal, gerak
wayang, memainkan instrumen wayang maupun dalam pembuatan kerajinan
wayang. Berikut merupakan kurikulum untuk pembinaan seniman pewayangan
yang akan dibuat dalam Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional
Bali ini.
Tabel 3.8 Kurikulum Pembinaan Seniman Pewayangan
Kelas
Durasi Waktu (jam)
No Materi Pelajaran Dalang Calon Dalang
Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat
1 2 1 2 3
A. Dasar Bidang Keahlian
1. Wawasan Seni Pertunjukan - - 6 6 -
2. Tata Teknik Pentas - - 6 6 -
3. Manajemen Pertunjukan - - 6 6 -
B. Dasar Program Keahlian
1. Pengetahuan Pedalangan
- Pengetahuan Pedalangan 6 - 6 - -
- Bahasa Kawi 6 - 6 - -
2. Vokal Pedalangan Dasar
- Vokal Tembang 6 - 6 - -
- Retorika 6 - 6 - -
3. Teknik Gerak Wayang 18 - 18 - -
4. Iringan Pedalangan
- Gender Wayang 6 - 6 - -
C. Paket Keahlian
1. Vokal Pedalangan
- Vokal Tembang 6 6 - 6 6
- Retorika 6 6 - 6 6
2. Iringan Pedalangan 6 6 - 6 6
3. Pengetahuan Lakon 6 6 - 6 6
4. Mendalang
- Praktek Wayang Parwa 18 - - 18 -
- Praktek Wayang Ramayana 18 - - 18 -
- Praktek Wayang Cupak Grantang 18 - - 18 -
- Wayang Calonarang 18 - - 18 -
- Wayang Gambuh - 18 - - 18
- Wayang Arja - 18 - - 18
- Wayang Tantri - 18 - - 18
- Wayang Sapuh Leger - 18 - - 18
- Wayang Sudamala - 18 - - 18
5. Membuat Kerajinan Wayang 6 6 - 6 6
3. Materi Pameran
Materi pameran disini mencakup benda dua dimensi dan tiga dimensi. Dua
dimensi berupa semua jenis wayang kulit yang ada di Bali. Sedangkan materi
pameran dalam wujud tiga dimensi berupa lontar-lontar pewayangan, instrument
pengiring pertunjukan wayang dan perlengkapan pertunjukan wayang kulit.
Selain itu juga terdapat materi pameran wayang yang bersifat temporer.
4. Materi Pertunjukan
Materi pertunjukan wayang kulit disini mencakup pertunjukan dari semua jenis-
jenis wayang kulit yang ada di Bali, namun yang bisa bersifat sebagai hiburan
saja (Fungsi Balih-balihan) baik itu yang bersifat tradisi maupun pengembangan.
Sedangkan jenis wayang dengan Fungsi Wali (Sakral) tidak akan dipertunjukan
secara sembarangan.