ALUR DESAIN
DI BANYUWANGI
Disusun oleh:
1519251060
Fakultas Teknik
Universitas Udayana
BAB I
PENDAHULUAN
Wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan yang dikagumi oleh masyarakat Indonesia
dan Internasional. Kesenian wayang telah diangkat sebagai karya agung budaya dunia oleh
UNESCO tanggal 7 Nopember 2003 atau Masterpiece of Oral And Intangible Heritage of
Humanity. (Winoto, 2006) Di daerah jawa cerita yang populer yang tersebar di masyarakat
adalah cerita Ramayana, Mahabharata, dan cerita Arjunasasrabahu. Namun cerita
Arjunasasrabahu kalah populer dibanding kedua cerita lainnya. Ketiga cerita tersebut
merupakan cerita yang berasal dari tanah India. Cerita yang diangkat dalam pewayangan
mengandung nilai-nilai kehidupan yang sangat mendalam. Nilai-nilai tersebut ditanamkan
oleh para leluhur secara mentradisi melalui pertunjukan. Masyarakat diajak untuk merenung
dan berfikir mengenai nilai-nilai dualisme; baik-buruk, utama-angkara, terpuji-tercela, dan
sebagainya, yang pada akhirnya masyarakat tersebut selalu memenangkan yang baik.
Dalam Kesenian wayang kulit terdapat dua peran penting yang selalu dinamis mengikuti
perubahan zaman dan isu ditengah masyarakat yaitu sosok Dalang dan Lakon (tokoh yang
diperankan). Dalang sebagai aktor yang memainkan boneka dengan mengarahkan penonton
pada sebuah kisah yang ingin dituju. Seorang dalang yang hebat, tidak hanya cakap dalam
bercerita dan memainkan wayang, akan tetapi juga mampu mengarahkan alur cerita terhadap
penonton. Sehingga pementasan wayang kulit tidak hanya sebatas hiburan rakyat semata.
Sedangkan lakon adalah tokoh dalam cerita yang diperankan dalam suata pagelaran. Lakon
ini sangat dipengaruhi unsur budaya lokal klasik dan budaya luar. Lakon yang dipengaruhi
budaya lokal didasarkan pada kisah-kisah leluhur dan hasil kreasi dalang pendahulu, seperti
Semar, Gareng, Petrok dan Bagong. Sedangkan lakon yang berasal dari budaya luar seperti
yang dikisahkan dalam kisah Ramayana dan Mahabarata dengan lakon Rama, Rahwana,
hingga Pandawa Lima dan seterusnya.
Seiring perkembangan jaman, keberadaan seni pewayangan di Jawa Timur saat ini sudah
mengalami penurunan minat oleh para masyarakatnya, ditandai dengan berkurangnya minat
para generasi muda untuk turut menikmati seluk beluk dunia pewayangan dan pertunjukan
wayang kulit itu sendiri, padahal seni wayang kulit ini dapat dijadikan hiburan dan sarana
penyampaian berita ataupun realita-realita kehidupan yang terjadi pada saat ini yang tentunya
sarat akan makna. Permasalahan yang timbul saat ini adalah kurangnya minat generasi muda
terhadap seni pewayangan ini. Tentunya kelestarian seni wayang kulit di Jawa Timur tidak
terlepas dari campur tangan para generasi muda untuk mengenal, mempelajari,
mengembangkan dan ikut melestarikan budaya seni wayang kulit di Jawa Timur. Tujuan dari
penyusunan perancangan Gedung Pertunjukan dan Museum Wayang di Banyuwangi ini
adalah untuk menumbuhkan rasa kepedulian para generasi muda untuk ikut mengembangkan
dan melestarikan budaya seni wayang kulit di Jawa Timur dengan pendekatan unsur komedi
di dalamnya, sehingga Tergugahnya rasa kepedulian dan minat para generasi muda untuk
lebih mengenal dan ikut melestarikan budaya seni wayang kulit di Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diperoleh yaitu:
1.3 Tujuan
Berdasarkan paparan rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan yaitu:
1. mengetahui sasaran dari perencanaan Gedung Pertunjukan dan Museum Wayang di
Banyuwangi
2. Memberikan wadah bagi para pecinta pertunjukan Wayang Kulit untuk menikmati serta
memahami lebih dalam akan fungsi setiap jenis wayang
3. Menyediakan wadah kepada masyarakat umum, terutama bagi generasi muda yang ingin
belajar dan mengetahui lebih dalam terhadap seni pertunjukan wayang kulit
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang berhubungan dengan gedung pertunjukan dan
museum wayang, tinjauan proyek sejenis dan spesifikasi umum untuk bangunan gedung
pertunjukan dan museum wayang.
1. Teater
Ciri khas gedung teater adalah dengan adanya bentuk tempat duduk dilantai bawah
(yaitu penonton duduk pada bidang besar berbentuk kurva yang menanjak/naik) dan
melalui sebuah depan panggung yang tampak jelas, depan panggung yang dapat dicontoh
(bidang pertunjukan sebelum pintu gerbang di ruang penonton) (Neufert, 2002:137).
3. Bioskop (Cinema)
Menurut Aulia 2009, Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios
(yang artinya hidup) dan σκοπος (yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton
pertunjukan film dengan menggunakan layar lebar. Gambar film diproyeksikan ke layar
menggunakan proyektor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga,
Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2008 bioskop atau teater
memiliki arti :
Pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film), yang disorot sehingga dapat
bergerak (berbicara); film; gedung pertunjukan film cerita.
Konsep dan definisi bioskop adalah suau perusahaan yang bergerak di dalam bidang
pemutaran film untuk umum atau semua golongan masyarakat dengan pembayaran
dan dilakukakn pada bangunan tertentu.
Gambar 2.3 IMAX Cinema XXI
Sumber : google.com/images
Di dalam perancangan sebuah bioskop ada beberapa jenis sirkulasi yang harus
diperhatikan yaitu sebagai berikut:
a. Sirkulasi Linier
Merupakan alur sirkulasi yang memiliki jalur lurus yang berkembang dari sebuah
pusat bersama.
d. Sirkulasi Organik
Suatu bentuk jaringan yang terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan titik
tertentu dalam ruangan.
Tipe museum menurut Josep Montaner (1990) ditinjau secara bersama-sama dari segi
program, ukuran, bentuk, dan kompleksitasnya adalah sebagai berikut :
Kompleks kebudayaan
Galeri seni nasional
Museum seni kontemporer
Museum IPTEK dan industry
Galeri dan pusat seni kontemporer
Menurut Prof. Dr. Wiyoso Yudoseputrodikan (2015), wayang adalah salah satu
kebudayaan asli bangsa Indonesia, penyelidikan tersebut menghubungkan pertunjukan
wayang dengan tradisi cara berfikir alam kepercayaan lama. Dalam perkembangannya setelah
melalui proses akulturasi dengan kebudayaan dari luar, khususnya dari India dan kebudayaan
Islam, wayang menjadi bentuk manifestasi seni budaya yang tinggi mutunya.
Pada periode penyebaran agama Islam di Jawa, para muballigh (wali songo) dalam
menjalankan dakwah Islam telah memakai alat berupa wayang kulit. Salah seorang wali songo
yang piawai memainkan wayang kulit sebagai media penyebaran Islam adalah Sunan
Kalijaga. Mengingat cerita itu sarat dengan unsur Hindu-Budha, maka Sunan Kalijaga
berusaha memasukkan unsur-unsur Islam dalam pewayangan. Ajaran-ajaran dan jiwa
keIslaman itu dimasukkan sedikit demi sedikit. Bahkan lakon atau kisah dalam pewayangan
tetap mengambil cerita Pandawa dan Kurawa yang mengandung ajaran kebaikan dan
keburukan.
a. Wayang Ramayana merupakan wayang yang didalam ceritanya menggambil tema atau
lakon atau epos Ramayana.
b. Wayang Purwa (Marwa) merupakan wayang yang didalam ceritanya menggambil tema
atau lakon atau epos Mahabarata.
c. Wayang Calonarang merupakan wayang yang menceritakan tentang kisah pemerintahan
Prabu Erlangga, dimana Sang Raja yang kawin dengan Dewi Ratna Mangali yang dalam
topiknya menceritakan kegiatan ilmu hitam oleh Calonarang di Desa Girah yang dilawan
dan dikalahkan oleh tingkah laku baik yang dipelopori oleh Empu Barata.
d. Wayang Cupak/Gerantang merupakan pertunjukkan wayang dengan lakon atau cerita
Cupak Gerantang. Mereka adalah tokoh wayang dalam cerita wayan itu sendiri sepertii
halnya Wayang Jemblung di Jateng, dimana raja (Umarmaya) oleh masyarakat diberi
julukan “Jemblung”. Lama – kelamaan terkenal dengan nama “Wayang Jemblung” bagi
pertunjukkan wayang itu. Dalam wayang Cupak Gerantang mereka adalah dua tokoh
kakak beradik. Lakon ini menceritakan seseorang yang buruk karena pendir (Cupak)
denga tingkah laku yang baik dan cakap yang dipelopori oleh Gerantang.
e. Wayang Gambuh merupakan jenis pertunjukkan wayang yang menggambil tokoh – tokoh
pengambuhan untuk disajikan sistem pakeliran (dibalik layar). Sumber lakon pertunjukan
wayang in berasal dari drama tari Gambuh dengan menggambil cerita Panji Inukertapati
dan Rangkesari.
f. Wayang Arja merupakan seni pertunjukan wayang yang tokohnya diambil dari drama tari
Arja. Beberapa tokoh tersebut seperti mantra, galuh, condong, desak, penasar dan lainnya.
Cara pementasan sama dengan wayang lainnya, namun sistem pembabakannya sama
persis dengan drama tari Pangarjan.
g. Wayang Tantri merupakan satu jenis seni pertunjukan wayang yang ceritanya
menggambarkan tokoh – tokoh dalam cerita Tantri.
Setia Darma House of Mask and Puppets adalah tempat preservasi, pembelajaran
dan pajangan dari topeng dan wayang dari Indonesia dan negara – negara lainnya. Kira –
kira terdapat 1.300 koleksi topeng dari Indonesia, Afrika, Jepang, Mexico, China,
Srilangka dan Korea dan sekitar 5.700 koleksi wayang dari Indonesia, China, Malaysia,
Myanmar, Camboja, India, Laos, Srilangka dan Korea.
Setia Darma House of Mask and Puppets memiliki luas lahan sekitar 1.5 hektare,
terdapat 9 ruang pameran yang sepenuhnya menggunakan rumah tradisional Jawa (Joglo)
dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan terdapat juga halaman terbuka yang
melambangkan halaman tradisional Bali yang difungsikan sebagai tempat pertunjukkan.
A. Tugas Pokok
Sebagai salah satu museum yang memiliki kebudayaan Indonesia dalam pelestarian
topeng dan wayang tradisional, Setia Darma House of Mask and Puppets memiliki
tugas poko sebagai media pembelajan serta pengetahuan kepada masyarakat umum
tentang kebudayaang tradisonal Indonesia khususnya dibidang seni topeng dan
wayang.
B. Fungsi
Sebagai sebuah lembaga yang memiliki kewajiban sebagai media pengetahuan dan
pembelajaran, adapun Setia Darma House of Mask and Puppets memiliki fungsi
sebagai berikut:
Sasaran dan pelaku aktivitas dari Setia Darma House of Mask and Puppets adalah
bagi instansi pendidikan sebagai sarana pembelajaran dan juga masyarakat umum yang
ingin mengetahui tentang kebudayaan khususnya dalam bidang topeng dan wayang.
D. Bentuk Kegiatan
Kegiatan dan aktivitas yang ada di Setia Darma House of Mask and Puppets ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu:
1. Kegiatan Utama, meliputi kegiatan primer dalam pameran baik itu pameran tetap
atau temporer
2. Kegiatan Pendukung, yakni kegiatan yang membantu kegiatan utama seperti
mengadakan pertunjukan
3. Kegiatan Penunjang, seperti menjual sourvenir atau pernak - pernik
E. Pengelolaan
Pengelolaan atau struktur organisasi Setia Darma House of Mask and Puppets adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.12 Lay Out Setia Darma House of Mask and Puppets
Sumber : Setia Darma House of Mask and Puppets
Gambar 2.13 Rua ng Pameran Setia Darma House of Mask and Puppets
Sumber : Dokumentasi 2018
Fasilitas – fasilitas yang terdapat di Setia Darma House of Mask and Puppets selain
fasilitas utama sebagai sumber midiasi untuk masyarakat umum juga terdapat fasilitas
lainnya yaitu sebagai berikut:
Desiana, S. (2015). Pusat Sinema Bandung (Banding Cinema Centre). Gedung Pertunjukan.
Ifant. (2017, November 09). Gedung Pertunjukan. Retrieved from SCRIBD:
https://www.scribd.com/document/363932030/Gedung-Pertunjukan
Mertosedono, A. (1994). Sejarah Wayang, Asal-Usul, Jenis dan Cirinya. 28-32.
Sandrian. (2014, September 03). Sejarah Perkembangan Wayang dan Jenisnya . Retrieved from
Krezz Topik: http://krezztopik.blogspot.com/2014/09/sejarah-wayang.html
Setyani, T. I. (2008). Ragam Wayang di Nusantara. 6-12.