Disusun Oleh :
Kelompok 3
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt karena dengan limpahan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga kami mampu
menyelesaikan Makalah Hidrologi dan Geohidrologi ini. Dan kami berterima kasih
kepada Bapak Nofriya ST., M.Si selaku dosen mata kuliah Hidrologi dan
Geohidrologi yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi pembacanya dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari nilai
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat
berguna bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata dan penulisan yang kurang berkenan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
3.2 Saran.........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dari berbagai penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa air sumur, air
sungai, rawa, telaga, danau, empang dan sejenisnya termasuk jenis perairan darat.
Tata air yang berada di wilayah daratan tersebut dipelajari oleh suatu ilmu yang
disebut hidrologi. Air permukaan tanah dan air tanah yang dibutuhkan untuk
kehidupan dan produksi adalah air yang terdapat dalam proses daur/siklus hidrologi.
Jika peredaran siklus hidrologi atau siklus air tidak merata (hal mana memang terjadi
demikian), maka akan terjadi berbagai kesulitan. Peredaran air yang berlebih dapat
mengakibatkan permasalahan banjir, untuk ini harus diupayakan segera pengendalian
banjir.sementara itu jika peredaran air sedikit/kurang dapat mengakibatkan
permasalahan kekeringan.
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Hujan yang sampai di tanah mengalami infiltrasi dan menjadi jenuh. Setelah itu
terjadilah aliran permukaan. Proses tranformasi ini sering disebut model transformasi
hujan aliran atau dalam bentuk transformasi hydrograf hujan menjadi hidrograf aliran.
Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan
permukaan disebut runoff. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi
aliran permukaan (run off) setelah tanah di lapisan permukaan jenuh oleh air hujan
dan proses hujan memiliki intensitas lebih besar dari laju perkolasi. Aliran permukaan
kemudian saling bertemu pada jaringan pengaliran yang kecil sebagai anak-anakan
sungai. Aliran tersebut terus berkumpul dan selanjutnya akan bertemu di sungai
sebagai aliran air yang lebih besar dimana aliran permukaan berpadu dengan aliran
bawah permukaan (interflow) dan aliran dasar (base flow).
Sungai sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa anak sungai yang
tergabung ke dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu
sungai yang sering disebut DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi
oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur
air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui sistem sungai yang mempunyai
outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran hulu, daerah
aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi proses
geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi
vertikal, bagian daerah tengah terjadi erosi vertikal dan lateral kira-kira sama kuat,
dan di daerah aliran hilir terjadi proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai
biasanya adalah mengambil (mengerosi/mengikir), mengangkut, dan mengendapkan,
sehingga suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu mengalami
perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya
lembah.
Air sungai dalam perjalanannya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis,
mengambil bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan. Suatu lembah
penampangnya tidak tetap dan sifatnya dinamik (mengalami perubahan-perubahan).
Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi tersebut bisa berupa erosi mudik
7
(menyebabkan lembah panjang kearah hulu), erosi lateral (menyebabkan pelebaran
lembah), dan erosi vertikal (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat
bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada
stadium tua. Terbentuknya meander menyebabkan bertambah panjangnya lembah.
Meander merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral,
sehingga dengan berliku-likunya aliran sungai lembah sungai pun bertambah panjang.
Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air
laut ini dapat disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunan dasar
laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai
bertambah panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai
bertambah lebar.
Jika hujan berlangsung terus, air hujan yang mencapai permukaan tanah akan
meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas
hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di
permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua
dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi runoff.
Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan
dipengaruhi pula oleh kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah
yang kering) biasanya tinggi, tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun
hingga mencapai nilai keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir. Aliran
antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi dibawah permukaan
tanah.
Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara lateral menuju
elevasi yang lebih rendah. Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah
permukaan air tanah ke elevasi yang lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau
langsung ke laut. Dalam analisis hidrologi aliran permukaan dan aliran antara dapat
dikelompokkan menjadi satu yang disebut aliran langsung, sedangkan aliran tanah
disebut aliran tak langsung.
8
Aliran Permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir
dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga
aliran langsung (direct runoff). Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai
dalam waktu singkat, sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama
terjadinya banjir.
Banjir merupakan bencana yang dapat mengurangi kualitas tanah untuk
pertumbuhan tanaman. Perubahan penggunaan lahan dari daerah
pertanian/perkebunan (tegalan) atau hutan menjadi daerah pemukiman berpotensi
menyebabkan banjir karena proses infiltrasi alami berkurang. Pengaruh hujan
memberikan peluang untuk menjadi aliran permukaan sehingga air akan mengalir
bergerak kearah yang lebih rendah menuju sungai menjadi aliran sungai. Air hujan
yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi air di udara, sebagian masuk
ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini
kemudian akan berkumpul mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk
sungai yang kemudian mengalir ke laut lalu terjadilah suatu keadaan debit air sungai
melebihi aliran dasar akibat dari hujan yang jatuh di atas vegetasi/tanaman, bebatuan,
permukaan air, permukaan tanah, dan saluran sungai yang membentuk limpasan air.
Sungai merupakan sumber air utama bagi masyarakat yang berada didaerah
beriklim monsun. Kondisi pengaliran air di sungai sangat ditentukan oleh jenis tanah
yang menjadi daerah pengaliran sungai. Aliran air sungai sering kali berubah
berdasarkan jenis tanah dan batuan penyusun daerah pengaliran sungai. Sungai yang
berada di daerah aluvial dan endapan memiliki kecenderungan untuk berubah arah
ketika energi yang dimiliki aliran sungai meningkat. Energi aliran (kinetik) ini
menyebabkan penerobosan tanah oleh air dan membentuk aliran baru seperti yang
terjadi di beberapa sungai di Sulawesi misalnya Sungai Larian di Provinsi Sul-Bar
dan Sungai Rongkong di Provinsi Sul-Sel. Perubahan aliran sungai kerap kali
dianalogikan dengan umur sungai. Sungai muda cenderung berubah arah dalam
periode waktu tertentu, sementara sungai tua cenderung tetap pada aliran yang ada.
9
Gerakan air dan angin di permukaan lahan dapat membentuk pola aliran secara
alamiah mengikuti arah gerakan air secara gravitasional. Meskipun demikian ada
beberapa hal yang merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan pola aliran
termasuk slope atau kemiringan lahan, sifat tanah dan batuan dasar penyusun DAS,
dan sejarah gerakan hidraulika aktivitas batuan beku, dan transport sedimen.
Tipe pola aliran limpasan :
1. Tipe pola aliran yang paling umum adalah dendritik.
Pola ini dicirikan oleh banyaknya aliran-aliran kecil yang berhubungan dari
orde rendah ke orde yang tinggi.
2. Pola Trellis dicirikan oleh aliran utama yang panjang yang dialiri oleh
sejumlah anakan-anakan sungai pendek.
3. Pola tipe Radial banyak ditemukan di daerah pegunungan dengan tanah dan
batuan yang umumnya masih berkembang. Hal ini sering menimbulkan
aliran yang terpisah-pisah menuruni pegunungan dan sangat jarang
ditemukan aliran yang lurus kecuali pada daarah curam dengan material
dasar yang homogen.
4. Pola Braided dicirikan oleh sejumlah percabangan sungai dan saluran air
pada wilayah bantaran sungai. Aliran Braided umumnya membawa banyak
sedimen, namun sering memiliki debit air yang kecil diistilahkan dengan
incipient forms of meandering dimana kenyataan bahwa kelokan sungai
terbentuk oleh sedimen dan pengaruh kecepatan aliran air yng
memasukinya.
2.3 Kaitan Aliran dengan Data Hujan
Hujan yang jatuh di suatu DAS akan berubah menjadi aliran di sungai. Dengan
demikian terdapat suatu hubungan antara hujan dan debit aliran, yang tergantung
pada karakteristik DAS. Stasiun pengukuran hujan bisa cukup banyak di suatu DAS,
dan pengukuran juga dapat dilakukan dalam waktu yang panjang. Sementara itu
pengukuran debit biasanya lebih sedikit daripada pengukuran hujan, baik dalam hal
jumlah stasiun maupun waktu pengukuran. Dengan demikian jumlah data hujan
10
biasanya jauh lebih banyak daripada data debit. Untuk itu perlu dicari bentuk
persamaan debit aliran sebagai fungsi curah hujan, berdasarkan kedua jenis data yang
tercatat dalam waktu bersamaan. Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan
limpasan adalah:
Q = b (P – Pa)
Keterangan:
Q = kedalaman limpasan
P = kedalaman hujan
Pa = kedalaman hujan di bawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan
B = kemiringan garis.
Apabila curah hujan P lebih kecil dari Pa, berarti seluruh hujan tersebut hilang dari
DAS yang berupa infiltrasi dan evapotranspirasi, dan tampungan permukaan, namun
limpasan mulai terjadi setelah P lebih besar dari Pa.
2.4 Pengukuran Air Permukaan
Menghitung limpasan permukaan (run off) pada suatu areal lahan penting untuk
maksud perencanaan penggunaan lahan. Dari perhitungan pendugaan runoff itu dapat
dibuat perencanaan untuk berbagai hal, salah satunya adalah upaya apa yang dapat
dilakukan dalam rangka mengendalikan runoff dan erosi tanah. Selain itu, para
perencana dapat merencanakan pembuatan waduk, palung atau hanya cekdam atau
embung dalam rangka melakukan konservasi air. Dengan demikian, perencanaan
yang holistik dapat dibuat, dalam rangka membangun ramah lingkungan.
Dengan menggunakan rumus Rasional, pendugaan debit air limpasan dapat
dilakukan dengan mudah. Debit air limpasan adalah volume air hujan per satuan
waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran
drainase. Debit air limpasan terdiri dari tiga komponen yaitu Koefisien Run Off ( C ),
Data Intensitas Curah Hujan (I), dan Catchment Area (Aca).
Koefisien yang digunakan untuk menunjukkan berapa bagian dari air hujan
yang harus dialirkan melalui saluran drainase karena tidak mengalami penyerapan ke
dalam tanah (infiltrasi). Koefisien ini berkisar antara 0-1 yang disesuaikan dengan
11
kepadatan penduduk di daerah tersebut. Semakin padat penduduknya maka koefisien
Run-Offnya akan semakin besar sehingga debit air yang harus dialirkan oleh saluran
drainase tersebut akan semakin besar pula.
Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus) air
sungai atau aliran air lainnya. Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling
(propeller type) dan tipe canting (cup type). Penggunaan alat tersebut dilakukan
dengan tongkat berskala atau dengan menggunakan perahu. Bila menggunakan
tongkat, ujung tongkat dipasang pada bagian alat yang telah tersedia lalu dimasukkan
ke dalam air. Dan bila menggunakan perahu, alat dimasukkan ke dalam air dengan
menggunakan tali berskala yang ujungnya diikatkan pada bagian alat pemberat yang
tersedia. Skala pada tali atau tongkat ini berfungsi untuk menunjukkan kedalaman
pengukuran yang dikehendaki.
1. Pengukuran Tinggi Air Limpasan Permukaan
Limpasan air dalam daerah aliran sungai (DAS) nampak dalam bentuk
sistem yang sangat kompleks, terjadi setelah air hujan mengalami
perjalanan melalui beberapa tahap mulai dari penimbunan dan
pemindahan sampai masuk ke dalam saluran. Kekomplekan ini semakin
bertambah sejalan dengan faktor variabel dalam DAS. Limpasan air dari
suatu daerah aliran sungai (DAS) yang besar biasanya dimonitor dengan
alat AWLR (Automatic Water Level Recorder). Alat ini mengukur tinggi
muka air sungai secara terus menerus. Hasil pengukurannya berupa grafik
hubungan antara tinggi muka air dengan waktu atau sering disebut
hidrograf. Data debit merupakan salah satu data hidrologi yang sangat
penting yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan bangunan-
bangunan keairan. Untuk mendapatkan data debit dapat diperoleh dengan
berbagai cara, salah satunya dengan alat ukur AWLR (Automatic Water
Level Recorder), hasil berupa output data berupa debit air.
Untuk dapat mengukur besarnya debit sungai maka pada saat tertentu
(biasanya pada saat musim hujan dan kemarau) dilakukan pengukuran
12
debit sungai. Hubungan antara debit dan tinggi muka air dapat dihitung
dengan menggunakan stage hydrograph curve. Hidrograf adalah suatu
diagram yang menggambarkan variasi debit sungai atau tinggi muka air
menurut waktu. Hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS
terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang
bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan
waktu terjadinya masukan. Bentuk hidrograf banjir sangat dipengaruhi
oleh bentuk DAS. Jika bentuk DAS membesar di tengah maka bentuk
hidrografnya adalah debit puncak berlangsung dalam waktu yang cepat.
Jika berbentuk membesar di hulu maka debit puncak akan dicapai dalam
waktu yang relatif lama, sedangkan jika berbentuk mengecil ditengah dan
membesar dibagian hulu dan hilir maka bentuk hidrografnya mempunyai
puncak dua buah. Jika DAS mempunyai bentuk panjang maka bentuk
hidrografnya relatif simetris.
2. Pengukuran Kecepatan Aliran Limpasan Permukaan
Menurut Sosrodarsono dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran
debit di atas cara menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas
penampang melintang yang paling sering digunakan adalah metode
pelampung. Cara tersebut dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran
permukaan tinggi. Cara ini sering digunakan karena tidak dipengaruhi
oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan mudah dilaksanakan.
Pelampung tangkai merupakan satu contoh pelampung yang digunakan
untuk mengukur kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari
setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya.
Pelampung jenis ini memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi
dibanding pelampung jenis lain yang tidak memiliki pemberat. Akan
tetapi kedalaman pelampung tidak boleh mencapai dasar sungai sehingga
tangkai tidak dipengaruhi oleh bagian kecepatan yang lambat pada lapisan
13
bawah. Jadi hasil yang didapat adalah lebih tinggi dari kecepatan rata-rata
sehingga pelampung harus disesuaikan dengan sesuatu koefisien.
3. Metode Perhitungan Debit Limpasan Permukaan
Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data
intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah
hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut
terkonsentrasi (Loebis 1992). Intensitas curah hujan dinotasikan dengan
huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadian
hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan
durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang
meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat
berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas
hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila
terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari
langit. Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan
analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari
rekaman data hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya
intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat
ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus
eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigura
(Suyono dan Takeda 1993).
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limpasan permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah. Limpasan ini terjadi apabila intensitas hujan yang
jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi maka
air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan-
cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas permukaan
tanah.
Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber, yaitu aliran permukaan,
aliran antara dan aliran air tanah.
Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan limpasan adalah:
Q = b (P – Pa)
Keterangan:
Q = kedalaman limpasan
P = kedalaman hujan
Pa = kedalaman hujan di bawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan
b = kemiringan garis.
Pengukuran air permukaan terdiri dari pengukuran tinggi air limpasan
permukaan, pengukuran kecepatan aliran air limpasan permukaan, dan pengukuran
debit air permukaan.
15
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari banyak kekeliruan dan
masih jauh darikata sempurna, Oleh karena itu kami mengharapkan dari semua
pihak untuk memberikan kritikdan saran yang bersifat membangun, untuk
kelancaran pembuatan makalah selanjutnya. Namun, kami berharap makalah
kami bisa bermanfaat bagi kita semua terutama bagi kami sendiri.
16
DAFTAR PUSTAKA
Chay Asdak. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Indarto. 2014. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi
Aksara. Jakarta
Indarto. 2015. Hidrologi – Metode Analisis dan Tool untuk Interpretasi Hidrograf
Aliran Sungai. Bumi Aksara. Jakarta
Loebis, J., 1992. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta
17