Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HIDROLOGI
DAN
LINGKUNGAN
(ABKA537)

Dosen Pembimbing :
Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc.
Drs. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si.
Oleh :
LIA YULIYANTI (A1A513089)
NORHAYATI (A1A513054)
EKA HENDIANA SAFITRI (A1A513245)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
SEPTEMBER 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulisan
makalah tentang “Run Off atau limpasan permukaan”. Ini dapat
terselesaikan sebagaimana mestinya. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hidrologi dan
Lingkungan yang telah diberikan dosen kepada kami.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak,


dan kami menyadari sepenuhnya tanpa adanya bantuan dan
dukungan tersebut makalah ini mungkin tidak akandapat
terselesaikan tepat waktu. Terkait dengan semua itu pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan
setinggi tingginya kepada dosen yang telah mendidik kami,
semoga jerih payah dosen akan tercatat sebagai amal ibadah di
sisi Allah SWT Amiiinnnn.

Banjarmasin, 1 Oktober 2014

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................i

Daftar Isi............................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Run Off...................................................................
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian limpasan permukaan..............................
3.2 Klasifikasi limpasan permukaan.............................
3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi.........................
3.4 Pengukuran limpasan ..............................................
3.5 Metode perhitungan debit limpasan permukaan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................
Daftar pustaka.............................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Wilayah Indonesia dengan kondisi tropis dimana hujan terjadi
terpusat pada enam bulan periode hujan menyebabkan kita harus bisa
melakukan rekayasa konservasi air dengan cara menyimpan air hujan
sebanyak mungkin di dalam tanah.
selama musim hujan dan memanfaatkannya setelah datangnya periode
musim kemarau. Disamping itu, penyimpanan air hujan yang baik akan
mampu meredam kejadian aliran puncak yang tinggi yang dapat
menyebabkan banjir. Sedangkan apabila tanah tidak mampu menahan
resapan air yang cukup besar pada musim kemarau maka akan terjadi
bencana tahunan sepanjang musim penghujan yaitu banjir.
Faktor terjadinya banjir selain intensitas curah hujan tinggi namun
ada faktor lain yang mempengaruhi, yaitu tanah yang mapu menahan air.
Meresapnya air hujan kedalam tanah biasa kita kenal dengan istilah
infiltrasi. Air yang telah meresap kedalam tanah maupun yang tidak
meresap akan mengalir ke sungai dan kemudian akan larut sampai ke laut
dan akan mengalami proses evaporasi dan kembali ke siklus hidrologi.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang limpasan permukaan (run off),
klasifikasi, apa saja faktor yang mempengaruhi dan cara penghitungan
limpasan permukaan itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah pokok yang disampaikan pada makalah ini antara lain
adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan limpasan permukaan ?
2. Bagaimana klasifikasi limpasan permukaan ?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan ?
4. Bagaimana pengukuran limpasan ?
5. Bagaimana metode perhitungan debit limpasan permukaan ?

1.3Tujuan
1. Kita dapat mengetahui apa itu limpasan permukaan.
2. Kita dapat mengetahui klasifikasi limpasan permukaan.
3. Kita dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan
permukaan.
4. Kita dapat mengetahui bagaimana pengukuran limpasan.
5. Kita dapat mengetahui metode perhitungan debit limpasan permukaan
BAB II
KAJIAN TEORI

Salah satu komponen dalam siklus hidrologi adalah limpasan hujan.


Komponen limpasan hujan dapat berupa runoff (aliran permukaan) ataupun aliran
yang lebih besar seperti aliran air di sungai.
Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula setelah
beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan puncak dan aliran
puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat jatuhnya hujan. Makin besar
perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan debit puncak, makin baik kondisi
wilayah tersebut dalam menyimpan air di dalam tanah, air yang terserap kedalam
tanah akan dialirkan kesungai-sungai, danau atau waduk.
Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa anak sungai yang
tergabung ke dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu
sungai yang sering disebut DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh
pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air
beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui system sungai yang mempunyai outlet
tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran hulu, daerah aliran
tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi proses geomorfik
yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi vertical,
bagian daerah tengah terjadi erosi vertical dan lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah
aliran hilir terjadi proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah
mengambil (mengerosi/ mengikir), mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu
lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu mengalami perubahan-perubahan
tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya lembah.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Run Off

Air limpasan atau nama lain dari Run-Off merupakan salah satu bagian dari air
hujan yang mengalir tipis diatas permukaan tanah. Air tersebut mmengalir ketempat
yang lebih rendah dan kemudian bermuara ke Sungai atau danau atau waduk bahkan
laut. Pada akhirnya air tersebut akan ter-evaporasi lagi.
Setiap tetes air hujan yang jatuh ke tanah merupakan pukulan-pukulan kecil ke
tanah. Pukulan air ini memecahkan tanah yang lunak sampai batu yang keras. Partikel
pecahan ini kemudian mengalir menjadi lumpur, dan lumpur ini menutupi pori-pori
tanah sehingga menghalangi air hujan yang akan meresap ke dalam tanah. Dengan
demikian maka semakin banyak air yang mengalir di permukaan tanah. Aliran
permukaan ini kemudian membawa serta batu-batu dan bongkahan lainnya, yang akan
semakin memperkuat gerusan pada tanah. Goresan akibat gerusan air dan partikel
lainnya ke tanah akan semakin membesar. Goresan ini kemudian menjadi alur-alur kecil,
kemudian membentuk parit kecil, dan akhirnya berkumpul menjadi anak sungai. Anak-
anak sungai ini kemudian berkumpul menjadi satu membentuk sungai.
Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir
di permukaan ke darah yang lebih rendah, dan kemudian akan berkumpul di danau atau
sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Bila curah hujan lebih besar daripada kemampuan
tanah untuk menyerap air, maka kelebihan air tersebut akan mengalir dipermukaan
menuju ke danau atau sungai. Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang
mengalir di permukaan (run off) akan menemukan jalannya untuk kembali ke atmosfer,
karena adanya evaporasi dari tanah, danau dan sungai.
Run off adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan
kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya
berasal dari permukaan maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat
dinyatakan sebagai tebal runoff, debit aliran (river discharge) dan volume runoff.
Pada permulaan aliran air/sungai terjadi karena air mengalir mengikuti retakan-
retakan/patahan-patahan (joint) yang ada di permukaan bumi. Sehingga pada awalnya
daerah tersebut bukan merupakan daerah aliran sungai, tetapi merupakan akumulasi air,
kemudian terjadi proses lanjutannya seperti prose pelapukan, erosi, pelarutan dan
sebagainya. Proses tersebut berjalan terus, sehingga berkembang menjadi sebuah parit-
parit kecil yang makin lama makin tertoreh/terkikis baik secara lateral maupun vertikal.
Akhirnya terbentuk sungai-sungai kecil sebagai sistem sungai.
Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck,
1939: 158) adalah sebagai berikut :
1. Curah hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan
aliran yang kuat, tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang
permanen. Sebagai contoh,  sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih
banyak jika dibandingkan dengan di bagian barat.
2. Tanah-tanah ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh
cenderung menyerap air hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) .
Seperti pada daerah-daerah tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan
Missisipi, walaupun curah hujan tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya.
3. Daerah yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah
tanah) tidak menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah
Karst Dalmatia tidak mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya
paling lebat didaerah Eropa.
4. Daerah arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik
volume, jumlah air , maupun keadan permanen aliran yang minimum.
5. Tanah-tanah liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan
yang mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat
pengerjaan erosi.
Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti
muatan sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai
mempunyai ciri yang tersendiri  dan berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut,
dan sebagainya.
Adapun ciri tersebut adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh
Sudarja dan Akub (1977: 38) antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pengalirannya tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya
lambat, menghilang ke bawah permukaan dan sebagainya.
2) Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai
pada material batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.
3) Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi
oleh tebing yang bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal
sampai pada lembah-lembah yang dalam.
Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis,
mengambil bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya
tidak tetap dan sifatnya dinamik (mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini di
sebabkan karena erosi, erosi tersebut bias berupa erosi mudik(menyebabkan lembah
panjang kearah  ulu), erosi lateral (menyebabkan pelebaran lembah), dan erosi vertical
(menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat bertambah panjang akibat terjadi
erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada stadium tua. Terbentuknya meander
menyebabkab bertambah panjangnya lembah. Meander merupakan aliran merupakan
aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral, sehingg dengn berliku-
likunya aliran sungai lembah sungaipun bertambah panjang.
Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air
laut ini dapat disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunana dasar
laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai
bertambah panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai bertambah
lebar.
3.2. Klasifikasi Limpasan Permukaan
Klasifikasi atau Komponen Limpasan:
Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber :
1. Aliran permukaan
Aliran Permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir
dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut
juga aliran langsung (direct runoff).Aliran permukaan dapat terkonsentrasi
menuju sungai dalam waktu singkat,sehingga aliran permukaan merupakan
penyebab utama terjadinya banjir.
2. aliran antara
Aliran antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah
permukaan tanah.Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara
lateral menuju elevasi yang lebih rendah.
3. Aliran air tanah
Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke
elevasi yang lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut.
Dalam analisis hidrologi aliran permukaan dan aliran antara dapat dikelompokkan
menjadi satu yang disebut aliran langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak
langsung.

Tipe Sungai:
Memperhatikan berbagai jenis fluktuasi debit di sungai, sungai dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
 Sungai Parennial
Yaitu sungai – sungai yan kondisi akifernya sedemikian baik. sehingga baik
selama musim hujan ataupun musim kemarau, masih dapat memberikan sumbangan
aliran dasar kesungai ( sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun). Sungai tipe
ini terjadi pada DAS yang sangat baik, misalnya masih berhutan lebat.
 Sungai Ephemeral
Adalah sungai yang mempunyai debit hanya apabila terjadi hujan yang melebihi
laju infiltrasi. Permukaan air tanah selalu berada dibawah dasar sungai, sehingga
sungai tidak menerima aliran air tanah, yang berarti tidak mempunyai aliran dasar.
Dengan demikian di sungai hanya terdapat aliran pada saat terjadi hujan saja dan
aliran hanya terdiri dari komponen saja yaitu limpasan permukaan dan mungkin aliran
antara.
 Sungai Intermitten
 Adalah sungai yang mempunyai karakteristik campuran antara kedua tipe diatas.
Yaitu sungai yang keadaan akifer lebih buruk, sehingga pada saat musim kemarau 
tidak dapat memberikan sumbangan aliran dasar kedalam aliran sungai. elevasi muka
air tanah berubah dengan musim. Pada saat musim penghujan muka air tanah naik
sampai diatas dasar sungai sehingga pada saat tidak ada hujan masih terdapat aliran
yang berasal dari  dari aliran dasar. Pada musim kemarau muka air tanah turun sampai
dibawah dasar sungai sehingga disungai tidak ada aliran.

Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan limpasan adalah :


Q = b (P-Pa)
Dimana:
Q : kedalaman limpasan
P : kedalaman hujan
Pa: kedalaman hujan dibawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan
b : Kemiringan garis
3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan
Ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan
langsung dengan kejadian dan volume runoff.
1.      Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang
menentukan kapasitas simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke
lapisan tanah yang lebih dalam.
Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas infiltrasi tertinggi
dijumpai pada tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat
dan berliat biasanya mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah.
Kapasitas infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas tanah pada akhir periode
hujan sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu
(asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil
tanah telah jenuh air.
Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak
mengalami gangguan. Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air hujan
meningkat dengan meningkatnya intensitas hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang
tinggi, energi kinetik tetesan air hujan sangat besar pada saat memukul permukaan
tanah. Hal ini dapat menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong
partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan
terbentuklah lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga
mereduksi kapasitas infiltrasi.
Fenomena seperti ini lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal
ini dapat menjelaskan mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai
pola hujan dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar
meskipun hujannya sebentar dan kedalaman hujan relatif kecil.
Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan
dengan kandungan liat 20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan
selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena
kerak-permukaan ini relatif kecil.
2.      Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam
vegetasi dan fase pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm.
Misalnya tanaman serealia, mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil
dibandingkan dengan rumput penutup tanah yang rapat. Hal yang lebih penting adalah
efek vegetasi terhadap kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi yang rapat menutupi tanah
dari tetesan air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan. Selain itu, perakaran
tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga
memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat
aliran air permukaan terutama pada lereng yang landai, sehingga air mempunyai
kesempatan lebih banyak untuk meresap dalam tanah atau menguap.

3.      Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan


Pengamatan pada petak-petak ukur runoff menunjukkan bahwa petak-petak pada
lereng yang curam menghasilkan runoff lebih banyak dibanding dengan petak-petak
pada lereng yang landai. Selain itu, jumlah runoff menurun dengan meningkatnya
panjang lereng. Hal seperti ini terjadi karena aliran air permukaan lebih lambat dan
waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu waktu yang diperlukan oleh tetes air hujan
untuk mencapai outlet daerah tangkapan air). Hal ini berarti bahwa air mempunyai lebih
banyak kesempatan untuk infiltration dan evaporasi sebelum ia mencapai titik
pengukuran di outlet. Hal yang sama juga berlaku kalau kita membandingkan daerah-
daerah tangkapan yang ukurannya berbeda.
Efisiensi runoff (volume runoff per luasan area) meningkat dengan menurunnya
ukuran daerah-tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti
semakin besar (lama) waktu konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi runoff.
Disis lain, adapun faktornya ;
a. Elemen-elemen meteorologi
 Jenis presipitasi
 Intensitas curah hujan
 Lamanya curah hujan
 Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
 Arah pergerakan curah hujan
 Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah
 Kondisi – kondisi meteorology.
b. Elemen daerah pengaliran
 Kondisi penggunaan tanah
 Daerah pengaliran
 Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
 Jenis tanah
 Faktor – faktor yang memberikan pengaruh.

Besar kecilnya volume air yang mengalir (debit air sungai) dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :

1) Iklim, usur iklim sangat berpengaruh terhadap debit air sungai. Banyaknya
curah hujan (Presipitasi) dan besarnya penguapan (evaporasi) sangat
menentukan volume air yang ada dalam sungai.
Pada saat musim penghujan presipitasi lebih besar dibandingkan
besarnya evaporasi yang mengakibatkan debit air menjadi besar bahkan terjadi
luapan air atau banjir. Tetapi sebaliknya, pada musim kemarau jumlah
presipitasi menurun tetapi tingkat penguapan meningkat sehingga debit air
semakin kecil.
2) Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), luas dan ketinggian daerah aliran
sungai berpengaruh besar terhadap debit air sungai. Daerah aliran sungai
adalah bagian permukaan bumi yang berfungsi untuk menerima, menyimpan,
dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya melalui sungai. Contoh :
hujan yang jatuh pada bagian permukaan bumi mengalirkan airnya ke sungai,
misalnya sungai Kapuas. Bagian permukaan bumi yang menerima air hujan
dan mengalirkan airnya ke sungai Kapuas disebut DAS Kapuas. Das biasanya
dibatasi oleh punggung/igir perbukitan atau pegunungan. DAS yang luas
berarti memiliki daerah tangkapan hujan yang luas pula, sehingga debit air
sungai yang mengalir pada DAS itu akan lebih besar.
3.4. Pengukuran Limpasan
Dalam analisa, perlakuan terhadap kehilangan air akibat infiltrasi untuk
memperkiraakan limpasan permukaan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang
berbeda – beda.
1. Andaikan kehilangan air mengikuti lengkung infiltrasi teoritik dengan
persamaan.
2. Andaikan bahwa kehilangan air akibat infiltrasi sebagai kehilangan tetap
(constanloss), cara ini dilakukan dengan andaian kehilangan tetap sebagai
indek f (phi indek). Cara ini dapat dilakukan bila terdapat data hujan (jam-
jaman/hyterograph) dan data aliran (hydrograph). Kehilangan air akibat
infiltrasi ini dilakukan dengan cara coba – coba untuk dikuraangkan dari data
hujan jam- jaman yang menimbulkan hidrograp yang bersangkutan.
3. Andaikan bila kehilangan air merupakan presentasi (%) tetap dari hujan yang
bersangkutan, cara ini digunakan dalam rumus rasional. Koefisien limpasan
ditakrifkan sebagai perbandingan antara limpasan total dengan hujan
penyebabnya, koefisien limpasan berlaku pada periode tertentu.
4. Andaikan adanya sejumlah kehilangan awal (initial loss) sebelum terjadinya
limpasan. Biasanya prosedur ini diikuti dengan andaikan kehilangan air tetap
seperti yang disebutkan pada no. 2, kehilangan awal bervariasi dan didekati
dengan berbagai besaran dan alasan tertentu.
Metode/ Cara Rasional
Banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan
hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil. DAS disebut kecil apabila distribusi
hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan waktu, biasanya durasi hujan
melebihi waktu kosentrasi, jika luas DAS kurang dari 2,5 km 2 dianggap sebagai DAS
kecil.
Waktu kosentrasi ( tc/ time of concentration ) adalah waktu yang diperlukan
oleh partikel air untuk mengalir dari titik terjauh dalam daerah tangkapan sampai titik
yang ditinjau. Waktu kosentrasi tergantung pada karakteristik daerah tangkapan,
tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh sampai stasiun yang ditinjau.

3.5 Metode Perhitungan Debit Limpasan


Besarnya debit air limpasan (Qlimpasan) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Qlimpasan = 0,278, C , I , ACA

Keterangan :

Q =  Debit aliran air limpasan (m3/detik)

C =   Koefisen run off (berdasarkan standar baku)

I  =   Intensitas hujan (mm/jam)

ACA   =  Luas daerah pengaliran (ha)

Menurut Asdak (1995), debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Rumus umum
yang biasa digunakan adalah:
Q=vxA
Keterangan:
Q = Debit aliran sungai (m3/detik)
A = Luas bagian penampang basah (m2)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
Menurut Soewarno (1991), pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung
(direct) atau tidak langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan langsung apabila
kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran.
Berbagai alat ukur kecepatan aliran adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (floating method);

2. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);


3. Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan zat warna (dillution method).

Menurut Sosrodarsono dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran debit di


atas cara menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang
melintang yang paling sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut
dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering
digunakan karena tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan
mudah dilaksanakan. Pelampung tangkai merupakan satu contoh pelampung yang
digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari
setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini :

(Pelampung tangkai dari batang bambu)

Pelampung jenis ini memiliki tingkat ketilitian yang lebih tinggi dibanding
pelampung jenis lain yang tidak memiliki pemberat. Akan tetapi kedalaman
pelampung tidak boleh mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak dipengaruhi
oleh bagian kecepatan yang lambat pada lapisan bawah. Jadi hasil yang didapat
adalah lebih tinggi dari kecepatan rata-rata sehingga pelampung harus disesuaikan
dengan sesuatu koefisien.

Metode Manning
Metode penentuan waktu konsentrasi dengan Manning dapat dilakukan karena
pada metode ini, diketahui kecepatan aliran dan jarak pengaliran. Dengan berdarkan
pada karakteristik DAS berupa kemiringan aliran dan profil atau penampang
pengaliran, maka waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan persamaan kinematik
Manning sebagai berikut:
Metode Manning dengan prosedur dapat pula dilakukan dengan urutan sebagai
berikut:
The Manning equation in U.S. units: Q = (1.49/n)A(R2/3)(S1/2)
The Manning equation in S.I. units: Q = (1.0/n)A(R2/3)(S1/2)
Dimana R = A/P
V = Q/A
tc = L/(60V)
Keterangan:
Q = Debit aliran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
R = Jari jari hidraulik (= A/P) (m)
A = Luas penampang prngaliran (m2)
P = wetted perimeter saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
n = koefisien Manning (dimensioness)
L = panjang pengaliran (m)
tc = waktu konsentrasi (menit)
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pengertian Run Off

Air limpasan atau nama lain dari Run-Off merupakan salah satu bagian dari air
hujan yang mengalir tipis diatas permukaan tanah. Air tersebut mmengalir ketempat
yang lebih rendah dan kemudian bermuara ke Sungai atau danau atau waduk bahkan
laut.
Klasifikasi Limpasan Permukaan
Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber :
1. Aliran permukaan
2. aliran antara
3. Aliran air tanah
Tipe Sungai:
 Sungai Parennial
 Sungai Ephemeral
 Sungai Intermitten 
Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan limpasan adalah :
Q = b (P-Pa)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan
1.      Tipe Tanah
2.      Vegetasi
3.      Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi :
Elemen-elemen meteorologi

 Jenis presipitasi
 Intensitas curah hujan
 Lamanya curah hujan
 Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
 Arah pergerakan curah hujan
 Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah
 Kondisi – kondisi meteorology.

Elemen daerah pengaliran
 Kondisi penggunaan tanah
 Daerah pengaliran
 Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
 Jenis tanah
 Faktor – faktor yang memberikan pengaruh.

Besar kecilnya volume air yang mengalir (debit air sungai) dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :

a) Iklim
b) Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pengukuran Limpasan

Metode/ Cara Rasional


Banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan
hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil. DAS disebut kecil apabila distribusi
hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan waktu, biasanya durasi hujan
melebihi waktu kosentrasi, jika luas DAS kurang dari 2,5 km 2 dianggap sebagai DAS
kecil.
Metode Perhitungan Debit Limpasan
Besarnya debit air limpasan (Qlimpasan) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Qlimpasan = 0,278, C , I , ACA

Menurut Soewarno (1991), pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung (direct) atau
tidak langsung (indirect).
1. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (floating method);

2. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);

3. Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan zat warna (dillution method).


Metode Manning
The Manning equation in U.S. units: Q = (1.49/n)A(R2/3)(S1/2)
The Manning equation in S.I. units: Q = (1.0/n)A(R2/3)(S1/2)
DAFTAR PUSTAKA

http://dediirawan66.blogspot.com/2013/04/limpasan-air-permukaan-runoff-oleh-dedi.html
Sumber : Sosrodarsono, Suyono. Hidrologi.
http://ferliani.blogspot.com/2010/01/limpasan-permukaan.html

Sudarja Adiwikarta dan Akub Tisnasomantri, (1977), Geomorfologi jilid 1, Bandung


             Jurusan Pend. Geografi IKIP Bandung.
http://inspagr.blogspot.com/2014/05/limpasan-permukaan-air-tanah-runoff.html
http://aconkmedia.wordpress.com/hidrologi-limpasan-dan-hidrograf/

http://one-geo.blogspot.com/2011/01/limpasan-permukaan-runoff.html

youtube.com/watch?v=P9wX3YdhUEg

Anda mungkin juga menyukai