Anda di halaman 1dari 33

A.

PENGESAHAN PROPOSAL TESIS

Judul : Penentuan Skala Prioritas Kegiatan Penanganan Jalan


Kabupaten Pidie Menggunakan Metode Analisis Multi
Kriteria (AMK)

Nama : Thantawi
Nim : 1409200060049
Program Studi : Magister Teknik Sipil
Sub Bidang Studi : Manajemen Rekayasa Transportasi

Darussalam, Oktober 2018


Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,

Dr. Ir. M.Isya, MT Dr. Eng. Sugiarto, ST, M.Eng


NIP.196220411 198903 1 002 NIP. 19810410 200604 1 003

Mengetahui,
Program Studi
Magister Teknik Sipil
Universitas Syiah Kuala

Koordinator,

Dr. Ir. Sofyan M. Saleh, M.Sc.Eng, IPM


NIP.19590512 198702 1 001

1
B. RINGKASAN PROPOSAL

Keterbatasan dana pemerintah Kabupaten Pidie untuk pembangunan infrastruktur


jalan serta cara penentuan proyek pembangunan jalan yang masih belum tepat dan
proses penganggaran paket pekerjaan yang kurang proporsional menyebabkan
belum bisa terpenuhinya kebutuhan pembangunan jalan di Kabupaten Pidie
secara optimal. Oleh karena itu perlu adanya skala prioritas yang dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam proses penyusunan program pembangunan
infrastruktur jalan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan urutan
prioritas beberapa proyek pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Pidie
dengan memilih atau mempertimbangkan kriteria-kriteria yang tepat dan sesuai
dengan kondisi pembangunan di Kabupaten Pidie dengan menggunakan metode
Analisis Multi Kriteria (AMK). Bobot tiap-tiap kriteria dihitung berdasarkan
penilaian kepentingan antar kriteria yang diperoleh dengan melakukan wawancara
kepada stakeholders di lingkungan pemerintah Kabupaten Pidie dan pengamat
pembangunan di Kabupaten Pidie, sedangkan skor kinerja alternatif jalan
diperoleh dengan menganalisa dan menghitung skala penilaian secara kuantitatif
terhadap masing-masing kriteria berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh
dari dinas terkait. Kriteria-kriteria yang dipilih adalah aksesibilitas, aspek
lingkungan, aspek pengembangan wilayah, aspek sosial dan biaya pembangunan.
Penentuan prioritas penanganan jalan dilakukan pada ruas jalan di Kabupaten
Pidie yang memiliki lebar masing-masing 6 s.d 7 meter dan menggunakan 6
faktor kriteria tinjauan yaitu kriteria pemerataan aksesibilitas, kriteria
pengembangan wilayah, kriteria pengembangan sektor ekonomi, kriteria aspek
biaya, kriteria dampak lingkungan dan kriteria kerusakan jalan. Data dikumpulkan
dan dikelompokkan ke dalam suatu hirarki yang menjelaskan hubungan antara
komponen-komponen (kriteria dan alternatif). Manfaat dari penelitian setelah
dilakukan penelelitian ini dapat diketahui skala perioritas penanganan jalan
berdasarkan metode Analisis Multi Kriteria (AMK). Hasil yang diharapkan dari
penelitian ini dapat diketahui penilaian skala prioritas penanganan jalan yang
lebih objektif dan tepat sasaran berdasarkan prioritas pananganan.

Kata Kunci : Prioritas, Penanganan Jalan dan AMK

2
C. RENCANA OUTLINE

I PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu aspek yang paling berpengaruh dalam


rencana pembangunan suatu daerah. Transportasi dapat menjadi suatu
penghubung antar daerah dan memperlancar proses perpindahan barang dan
manusia. Prasarana transportasi darat yang sangat penting bagi kelancaran dalam
transportasi adalah jalan. Agar jalan tetap dapat mengakomodasi kebutuhan
pergerakan dengan tingkat layanan tertentu maka perlu dilakukan suatu usaha
untuk menjaga kualitas layanan jalan. Prasarana transportasi jalan mempunyai
peranan untuk mendorong pembangunan semua wilayah pengembangan dalam
usaha untuk mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Prasarana transportasi
jalan juga merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat - pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya.
Jaringan jalan di wilayah Kabupaten Pidie yang disediakan diharapkan
dapat menjawab tantangan pembangunan dan perkembangan ekonomi di wilayah
tersebut di masa mendatang, sejalan dengan diterapkannya otonomi daerah
yang juga dapat berimbas pada tuntutan peningkatan peran dan fungsi
jaringan jalan di daerah-daerah.
Rendahnya tingkat aksesibilitias sering dianggap sebagai salah satu
masalah pembangunan yang hanya dapat diselesaikan melalui pembangunan
jalan. Pembangunan dan perbaikan jaringan jalan ini diharapkan mempengaruhi
pelayanan transportasi dan adanya peningkatan aksesibilitas.
Implikasi dari adanya UU Otonomi Daerah maka kewenangan beralih
ke daerah khususnya ke Kabupaten/Kota. Hal ini karena sejalan dengan tujuan
desentralisasi pemerintahan di Kabupaten/Kota diberi wewenang untuk
mengatur wilayah sendiri. Dengan demikian daerah otonom dapat memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

3
menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat.
Berbagai perubahan mendasar dalam pola pemerintahan dengan
ditetapkannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah harus ditanggapi oleh
Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai sebuah
tantangan. Sejumlah isu mendasar dengan berlakunya otonomi daerah harus
diperhatikan dalam merencanakan sistem transportasi wilayah di masa
mendatang, setidaknya pola perencanaan harus lebih memperhatikan adanya
aspirasi daerah. Penyediaan sistem jaringan transportasi yang berorientasi pada
perkembangan wilayah (development oriented) harus diimbangi dengan adanya
konsep pemerataan aksebilitas (equity).
Beberapa permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan tuntutan
pembangunan/peningkatan jalan di wilayah Kabupaten Pidie, antara lain adanya
keterbatasan dalam hal pendanaan yang mampu disediakan oleh Pemerintah
Daerah dalam usaha penanganan sistem jaringan jalan yang telah ada. Dimana
jalan itu menghubungkan permukiman dengan pusat-pusat pelayanan
masyarakat atau ke seluruh wilayah Kabupaten Pidie. Selain hal tersebut,
umumnya pemerintah dalam melaksanakana proyek penanganan jalan hanya
berdasarkan satu kriteria saja, misalnya kondisi kerusakan jalan. Dengan berdasar
satu kriteria saja, maka ruas jalan yang memiliki kondisi paling parah adalah
menjadi prioritas utama tanpa mempertimbangkan apakah ruas jalan tersebut
memiliki peranan lain bagi masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka seharusnya perlu diadakan skala
prioritas berdasarkan beberapa kriteria dalam penanganan sistem jaringan
transportasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik pada masyarakat
dalam wilayah Kabupaten Pidie. Perencanaan penanganan jalan yang
berdasarkan skala prioritas diperlukan agar perencanaan yang dihasilkan efisien
dan efektif. Selain itu, seharusnya dalam perencanaan penanganan jalan
didasarkan pada beberapa kriteria-kriteria yang memberikan manfaat secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini bertujuan agar program pemerintah
dalam penanganan jaringan jalan dapat mengakomodasi berbagai kriteria dalam
penanganan jalan yang berasal dari berbagai macam stakeholders, sehingga

4
diharapkan penanganan jaringan jalan akan memberikan manfaat yang optimal
terhadap pengembangan wilayah dan peningkatan taraf sosial ekonomi
masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka beberapa rumusan masalah yang
akan dikaji antara lain :
1. Kriteria-kriteria apakah yang dapat dijadikan penentu dalam usaha
penanganan jaringan jalan di Kabupaten Pidie?
2. R u a s j a l a n m a n a kah yang menjadi urutan prioritas penanganan jalan di
Kabupaten Pidie untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur transportasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:


1. Untuk mengidentifikasi kriteria -kriteria yang menetukan dalam usaha
penanganan jaringan jalan di Kabupaten Pidie.
2. Untuk menentukan urutan prioritas dalam usaha penanganan sistem
jaringan jalan akibat terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki
Pemerintah Kabupaten Pidie.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Sebagai informasi bagi Pemerintah Kabupaten Pidie dalam menyusun
usulan program penanganan jalan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Pidie dalam
perencanaan prasarana jalan di wilayah tersebut.

5
1.5 Ruang Lingkup

Adapun usaha untuk memperoleh urutan prioritas dalam penanganan sistem


jaringan jalan dengan memperhatikan aspek pendanaan yang terbatas, maka
digunakan Analisis Multi Kriteria (AMK) yang dapat mengakomodasi beberapa
kriteria penilaian yang berbeda yang berdasarkan penilaian stakeholders yang
terkait di bidang perencanaan transportasi. Penggunaan metode ini dimaksudkan
untuk memperoleh urutan prioritas penanganan sistem jaringan jalan.
Proses penelitian ini dimulai dengan melakukan pengumpulan data primer
berupa data survei wawancara. Survei wawancara dilaksanakan dengan menyebar
kuesioner kepada pihak yang terkait untuk memperoleh nilai tingkat kepentingan
antar kriteria-kriteria yang telah dipilih dalam penentuan prioritas pembangunan
jalan di Kabupaten Pidie. Kuesioner tersebut disebar ke pemangku
jabatan/stakeholders, antara lain:
1. Asisten Kesejahteraan Setdakab Pidie;
2. Kepala dinas PUPR Kabupaten Pidie;
3. Kepala Bappeda Kabupaten Pidie;
4. Kepala dinas Perhubungan Kabupaten Pidie;
5. Kepala dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pidie;
6. Kepala bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Pidie;
7. Kepala bidang Bina Program Dinas PUPR Kabupaten Pidie;
8. Kepala bidang Perencanaan Pembangunan Infrastruktur dan Kewilayahan
Bappeda Kabupaten Pidie;
9. Kepala bidang Perencanaan Ekonomi dan Sumberdaya Alam Bappeda
Kabupaten Pidie;
10. Kepala seksi Pembagunan Jalan dan Jembatan Kabupaten Pidie;
11. Kepala seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Kabupaten Pidie;
12. Kepala seksi Pembagunan Jalan dan Jembatan Perdesaan Kabupaten Pidie;
13. Anggota DPRD Kabupaten Pidie yang mewakili lokasi penelitian (dua
orang);

6
14. Anggota DPRD Kabupaten Pidie dari Komisi C (satu orang) dan
15. Pengamat pembangunan di Kabupaten Pidie (satu orang).

Survei wawancara dengan para stakeholders tersebut dilakukan pada hari-


hari kerja yaitu senin sampai jumat dengan mendatangi kantor dinas terkait,
setelah diperoleh hasil wawancara maka dilakukan pengolahan data dan
penyusunan kriteria. Kriteria-kriteria disusun berdasarkan kebutuhan serta tujuan
dari penelitian. Dalam hal ini, kriteria yang dibutuhkan meliputi aspek teknis,
serta aspek lainnya yang mendukung seperti aspek ekonomi, lingkungan
kesejahteraan/sosial dan resiko. Bedasarkan data hasil survei selanjutnya berbagai
skenario pembobotan dilakukan pada kriteria-kriteria tersebut dan melakukan
proses skoring masing-masing alternatif penanganan berdasarkan penilaian
variabel kriteria secara kuantitatif, kemudian mengalikan bobot setiap kriteria
dengan skor masing-masing alternatif jalan yang diperoleh sehingga akan
dihasilkan urutan prioritas dari setiap alternatif jalan.

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bab ini akan menjelaskan beberapa teori dan rumus-rumus yang akan
digunakan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penulisan tugas
akhir ini. Berdasarkan teori dan rumus tersebut akan dilakukan pendekatan dengan
meninjau beberapa aspek untuk menunjang kelancaran dalam penelitian.

2.1. Definisi Jaringan Jalan

Berdasarkan Undang-undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan,


undang-undang RI No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 1985 tentang
Jalan, antara lain menyatakan bahwa klasifikasi jalan dapat dibagi berdasarkan
sistem jaringan, peranan dan wewenang pembinaannya

7
Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat kegiatan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (Tamin, 2008). Macam
sistem jaringan jalan menurut peran pelayanan jasa distribusi dapat dibagi atas :
a. Sistem jaringan jalan primer.
b. Sistem jaringan jalan sekunder.

Di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, hirarki


jalan disusun atas dasar jalan arteri yang fungsinya untuk mengalirkan arus lalu
lintas yang tinggi, jalan kolektor yang fungsinya mengumpulkan arus yang datang
dari jalan lokal. Jalan lokal berfungsi untuk memberikan akses yang tinggi kepada
daerah sekitarya. Berdasarkan sistem jaringannya, jalan dikelompokkan ke dalam
jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder, sedangkan berdasarkan
peranannya, jalan dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan
lokal. Sejalan dengan itu dalam penetapan kelas jalan perlu dipertimbangkan
ketentuan tentang pengelompokan jalan yang diatur dalam pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 yang menentukan susunan sistem jaringan
jalan primer dan pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 yang
menentukan sistem jaringan jalan sekunder.

2.2. Penyelenggaraan Prasarana Jalan

Pada era otonomi daerah dalam penyusunan mekanisme penyelenggaraan


jalan turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan
jalan. Menurut Permen PU No.78 Tahun 2005 penyelenggara jalan nasional
adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan.
Dalam penyelenggaraan jalan terdapat 3 (tiga) tugas yang diemban oleh
pemerintah untuk melayani kebutuhan perjalanan di wilayahnya, yakni
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan. UU No. 38 Tahun 2004 menyatakan
tugas-tugas tersebut dibagi secara struktur sesuai tugas pokok dan fungsi jaringan
jalannya. Dari tujuan penyelenggaraan transportasi jalan tersebut setidaknya

8
terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
penyelenggaraan jalan, yakni aspek yang berkaitan dengan :
a. Pemerataan aksesibilitas ke seluruh wilayah,
b. Keselamatan dalam pengoperasian jaringan jalan,
c. Efisiensi operasi, yang dalam hal ini cepat dan lancar
d. Efektivitas jaringan jalan sebagai penunjang pembangunan,
e. Biaya yang semurah mungkin dan terjangkau, dan
f. Keterpaduan antar moda.

2.3. Klasifikasi Jalan di Indonesia

Menurut Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004, definisi jalan adalah


prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah
dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan
jalan kabel. Pada dasarnya pengelompokan jalan berdasarkan UU No. 38/2004
tentang jalan adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari:
a. Sistem jaringan jalan primer (antar kota)
b. Sistem jaringan jalan sekunder (dalam kota)
2. Berdasarkan fungsi jalan, dimana dalam setiap sistem jaringan tersebut peran
jalan dipisahkan menjadi :
a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

9
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan
rata-rata rendah.
3. Berdasarkan status jalan, menurut wewenang pengelolaan jalan tersebut akan
dipisahkan statusnya menjadi:
a. Jalan nasional, yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis
serta jalan tol.
b. Jalan provinsi, yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota
atau antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten, yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar
pusat kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota.
e. Jalan desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau di
dalam desa serta jalan lingkungan.

2.4. Pembagian Kewenangan Penyelenggaraan Jalan

Menurut Sinaga (2006) secara umum penyelenggaraan jalan tidak dapat


dipisahkan dari sejumlah kebijakan yang melatar belakangi konsep
penyelenggaraannya.

10
Alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari ditetapkannya
sejumlah undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah
yang menjadi dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan
jalan di Indonesia yang merupakan penentu bagi proses perencanaan baik
jaringan maupun teknis, studi kelayakan, program dan anggaran, proses
konstruksi, operasi dan pemeliharaan yang semuanya sangat berkaitan dengan
hasil output, outcome serta dampak dari penyelenggaraan jalan tersebut.
Wewenang penyelenggaraan jalan meliputi kegiatan-kegiatan yang
mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri dari pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan,
penyusunan perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundangan
jalan. Khususnya untuk penyusunan peraturan perundang-undangan jalan
hanya dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
2. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis,
pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan
pengembangan jalan.
3. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemograman, penganggaran,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan.
4. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib
pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan. Pengawasan yang dilakukan
tersebut meliputi kegiatan evaluasi, pengkajian dan pengendalian. Sedangkan
yang termasuk dalam kegiatan pengendalian adalah kegiatan pengamatan dan
tindakan turun tangan.

2.5. Penetuan Prioritas Penanganan Jalan

Idealnya penilaian suatu rencana penanganan jaringan jalan di suatu


wilayah tidak hanya ditetapkan dari nilai kelayakan ekonomi saja. Diperlukan
kriteria lain yang lebih komprehensif untuk mengkaji usulan/rencana penanganan

11
jaringan jalan dalam rangka pembangunan wilayah. Dengan banyaknya kriteria
(multi kriteria) pertimbangan, maka diharapkan keputusan yang dihasilkan
mampu mencakup seluruh aspek dari sistem transportasi yang bersifat multi-
demensional. Selain itu, keputusan yang diambil harus mampu menghasilkan
kompromi, dimana kehendak (aspirasi) daerah kabupaten/kota yang dipadukan
dengan konsep pembangunan jaringan transportasi.
Berdasarkan hal tersebut maka kriteria penanganan jaringan jalan tidak
dapat dipisahkan dari konsep penyelenggaraan jaringan jalan, yaitu Undang-
undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 3
disebutkan bahwa :
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu
lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan
teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi
lainnya menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan
penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat.
Dalam Pasal tersebut, kalimat ”....menjangkau seluruh pelosok wilayah
daratan....” dapat diasumsikan sebagai pemerataan aksesibilitas di seluruh
wilayah. Kata ”efisien” dan ”....biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat” dapat diasums ikan sebagai adanya harapan bahwa aspek
biaya (biaya penanganan) merupakan bagian yang harus dipertimbangkan
dalam tujuan penyelenggaraan penanganan jaringan jalan.
Selain itu harapan Pemerintah Daerah tentang pembangunan infrastruktur
dapat dilihat pada Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Pidie:
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
mendukung dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki.
Kalimat ”.... saling mendukung dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan....”
dapat diasumsikan sebagai adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat berupa peningkatan aksesibilitas di

12
wilayahnya. Hal ini juga dapat diasumsikan bahwa kriteria pemerataan
aksesibilitas sebaiknya dipertimbangkan dalam penanganan jalan di wilayah
penelitian.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rencana penanganan jaringan
jalan sebaiknya diseleraskan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah
Kabupaten Pidie dalam penataan ruang wilayah. Dengan demikian, rencana
penanganan jaringan jalan juga mengakomodasi pendekatan dalam mencapai
terciptanya tata ruang yang baik, yaitu pertumbuhan ekonomi dan berorientasi
lingkungan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa dalam rencana penanganan
jaringan jalan aspek ekonomi dan aspek dampak lingkungan merupakan salah
satu kriteria yang perlu dipertimbangkan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam penanganan jaringan jalan
yaitu tujuan kegiatan penanganan jaringan jalan itu sendiri. Adapun tujuan
penanganan jaringan jalan antara lain untuk mencapai kondisi/keadaan jalan
100% mantap, untuk mencapai SPM dan akomodasi/penyesuaian terhadap
pengembangan wilayah. Dengan demikian maka dalam upaya penanganan
sistem jaringan jalan perlu dipertimbangkan kriteria akomodasi terhadap
pengembangan wilayah dan kriteria yang menggambarkan kondisi/keadaan
jaringan jalan yang akan ditinjau.
Berdasarkan konsep di atas, maka beberapa kriteria diasumsikan memiliki
pengaruh dalam kegiatan penanganan sistem jaringan jalan. Dengan demikian
usulan kriteria yang digunakan dalam kegiatan penanganan jaringan jalan di
wilayah penelitian, yaitu :
a. Kriteria pemerataan aksesibilitas
Kriteria pemerataan aksesibilitas dapat dinyatakan dalam bentuk variabel
peningkatan indeks aksebilitas yaitu perbandingan antara panjang jalan yang

di suatu wilayah (km) dengan luas wilayah daratan (km 2) tersebut. Dasar
menghitung kriteria pemerataan aksesibilitas adalah besarnya indeks
aksesibilitas wilayah dimana ruas jalan yang ditin jau tersebut berada.
Sedangkan penentuan indeks aksesibilitas suatu wilayah berdasarkan

13
Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dikeluarkan melalui Keputusan
Menteri Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001.
b. Kriteria pengembangan wilayah
Menurut Tamin (2002), penentuan kriteria pengembangan wilayah andalan
berdasarkan variable perbaikan akses ke kewasan andalan atau sentra
produksi. Pembobotan terhadap kriteria pengembangan wilayah andalan
berdasarkan kota yang dihubungkan oleh ruas jalan yang ditinjau. Untuk
masing-masing rencana pengembangan tersebut, setiap alternatif/pembangunan
akan dilihat pengaruh dan kesesuaiannya.
c . Kriteria pengembangan sektor ekonomi
Kriteria dalam mendukung pengembangan sektoral dapat diberi bobot
berdasarkan variabel kawasan ekonomi yang dihubungkan oleh ruas jalan
yang ditinjau. Variabel tersebut antara lain kawasan pertanian, perkebunan
dan kehutanan.
d. Kriteria aspek biaya
Kriteria aspek biaya merupakan gambaran tingkat kebutuhan terhadap biaya
penyediaan dan pengoperasian dari rencana penanganan jalan. Dalam
pemenuhan terhadap syarat Standar Pelayanan Minimum jalan dibutuhkan
sejumlah kegiatan penanganan jalan, baik berupa pemeliharaan rutin,
pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan. Pembobotan kriteria aspek biaya
dilakukan berdasarkan asumsi kebutuhan penanganan jalan dengan melihat
besarnya persentase kondisi/kerusakan pada ruas jalan yang ditinjau. Apabila
suatu ruas jalan memiliki persentase kondisi rusak berat yang lebih besar
dibanding kondisi lainnya, maka diasumsikan ruas jalan tersebut
membutuhkan penanganan berupa peningkatan jalan.
e. Kriteria dampak lingkungan
Aspek lingkungan dilihat dari hubungan timbal-balik antara pembangunan
jalan dengan daerah preservasi lingkungan, misalnya daerah resapan air,
kawasan hutan lindung atau kawasan perkebunan.
f. Kriteria kerusakan jalan

14
Setiap ruas jalan yang ditinjau akan dihitung prosentase kerusakan. Besarnya
prosentase masing-masing kondisi ini yang akan digunakan sebagai bobot
untuk menghitung bobot total masing-masing ruas jalan, kerusakan lapis
permukaan dibagi atas tiga variabel yang juga menggambarkan kondisi ruas
jalan yang ditinjau, yaitu rusak berat/sedang, rusak ringan, baik.

2.6. Konsep Analisis Multi Kriteria (AMK)

Salah satu cara untuk memprioritaskan serangkaian alternatif kebutuhan


penanganan jalan di setiap ruas jalan adalah dengan menggunakan Analisis Multi
Kriteria (AMK). Tamin (2008) menjelaskan bahwa metode AMK merupakan
metode yang di kembangkan dan digunakan dalam proses pengambilan keputusan
yang telah mempertimbangkan semua variabel sekomprehensif mungkin dengan
tetap berada dalam koridor proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan yang
dilakukan.
Analisis Multi Kriteria (AMK) memiliki sejumlah kelebihan jika
dibandingkan dengan proses pengambilan keputusan informal (informal
judgement) yang saat ini umum digunakan. Keuntungan tersebut antara lain :
 Proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka bagi semua pihak
berkepentingan,
 Variabel dan kriteria analisis yang digunakan dapat lebih luas, baik yang
kuantitatif maupun yang kualitatif,
 Pemilihan variabel tujuan dan kriteria terbuka untuk dianalisis dan diubah jika
dianggap tidak sesuai,
 Nilai dan bobot ditentukan secara terbuka sesuai dengan persepsi pihak terkait
yang dilibatkan (stakeholders),
 Memberikan arti lebih terhadap proses komunikasi dalam pengambilan
keputusan, diantara para penentu kebijakan, dan dalam hal tertentu dengan
masyarakat luas.

Konsep yang dikembangkan dalam Analisis Multi Kriteria adalah :

15
 Analisis sudah mempertimbangkan semua variable sekomperhensif mungkin
dengan tetap menjaga proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan,
 Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak yang
harus diakomodasi,
 Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan dengan
mengembangkan sejumlah kriteria yang terukur,
 Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu,
 Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria
Namun di lain pihak kerugian penggunaan metode ini adalah bahwa proses
evaluasi lebih komplek serta perlu data yang banyak dan ada kemungkinan sulit
diinterpretasikan secara sederhana karena adanya komponen scientific yang
menutupi proses analisis ini.
Pembobotan (weighting) diperoleh dari pairwise comparison hasil persepsi
aktor. Sedangkan skoring untuk jumlah alternatif yang banyak paling cocok
dilakukan dengan pendekatan expert judgement dari ahli (dalam hal ini diwakili
oleh instansi terkait). Proses skoring dapat diminimalisir porsi judgemental-nya
jika variabel alternatifnya diusahakan berupa data kuantitatif yang dapat
diperbandingkan secara langsung besarannya.
Inti dari AMK adalah pada metoda untuk mengkonversikan pikiran
subyektif dari tingkat kepentingan relatif ke dalam suatu set skor atau bobot total.
Metoda ini pertama kali dikemukakan oleh Saaty (1980). Input dasar untuk AMK
adalah jawaban para pengambil keputusan terhadap serangkaian pertanyaan yang
dalam bentuk umum dapat diekpersikan sebagai berikut: "Seberapa penting
kriteria yang satu relatif lebih penting terhadap kriteria yang lainnya?" Kondisi ini
menyatakan adanya perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Dalam hal
ini penilaian dapat dilakukan dengan memberikan suatu skala penilaian yang
menunjukan seberapa besar perbandingan tingkat kepentingan antara dua kriteria.
Memberikan skala penilaian yang lazim digunakan untuk membandingkan tingkat
kepentingan antara dua variabel.
Menurut Saaty (1993), kriteria dinilai melalui perbandingan
berpasangan. Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik

16
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2. 1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan


Intensitas
Keterangan
Kepentingan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang
3
lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen yang
7
lainnya
9 Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan- pertimbangan yang
2,4,6,8
berdekatan
Sumber : Saaty, (1994)
Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan
dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya. Proses
perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan
untuk memilih kriteria, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal

17
a, b dan c. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan
tampak seperti pada Tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan


kriteria A B c

a 1 Xab Xac

b Xba 1 Xbc

c Xca Xcb 1

Sumber : Saaty (1994)

Dalam metoda dasar yang dikembangkan Saaty (1996), untuk


mengindentifikasi bobot dari suatu kriteria didasarkan pada ide yang relatif lanjut
dari aljabar matrik dan menghitung bobot sebagai elemen dari suatu eigenvector
yang diasosiasikan dengan maksimum eigenvector dari suatu matriks.

Nilai eigenvector dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

¿ √n X i1 x X i2 x ….. X i j
Wi √n Xi 1 x Xi 2 x … . Xij..

……………………………………....(2.1)
Dimana:
Wi = Eigenvector Kriteria “i”
Xi1 = Perbandingan tingkat kepentingan kriteria i terhadap kriteria l
Xij = Perbandingan tingkat kepentingan kriteria i terhadap kriteria j
n = Jumlah Kriteria

2.6.1 Konsistensi Pembobotan

Konsistensi jawaban atau pembobotan setiap responden harus diperiksa


untuk menjaga kualitas model secara keseluruhan. Dalam AHP tingkat konsistensi
ini dinyatakan dengan besaran indeks konsistensi ( CI ). Adapun perhitungan
indeks konsistensi dilakukan dengan persamaan :

18
CI = ( λmaks n)/(n-1) ……………..………………………….……(2.2)

λmaks = (ΣW in*Wn)/n………………...……………………………(2.3)

Dimana : λmaks = eigenvalue maksimum,

N = ukuran matriks,

W in = nilai perbandingan antara kriteria i terhadap kriteria n,

W n = tingkat kepentingan kriteria n.

Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi (CR)
lebih kecil atau sama dengan 0,1. Rasio konsistensi dihitung dengan persamaan
berikut:

CR = CI/RI……………..……………………………………………(2.4)

Dalam hal ini RI adalah indeks random yang nilai nya ditentukan berdasarkan
hasil perhitungna yang dilakukan oleh Saaty (1994) dengan menggunakan 500
sampel, dimana jika “ judgement “ numeric diambil secara acak dari skala 1/9,
1/8, …, 1, 2, …, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan
ukuran yang berbeda seperti yang disampaikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai Indeks Random


Ukuran
1,2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15
Matriks

Indeks
0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 0 0.58 0.9 1.12 1,24
Random

Sumber : Saaty ( 1994 )

2.6.2 Skoring Kinerja Alternatif

Menurut Tamin (2008) proses skoring kinerja alternatif dapat dilakukan


dengan metoda proporsional sebagai perbandingan langsung dari nilai variabel

19
kinerja yang ditampilkan oleh setiap usulan, dimana skor dinilai dengan skala
antara 0 sampai dengan 10. Adapun proses skoring kinerja yang terukur secara
kuantitatif dilakukan sebagai berikut :
1. Usulan dengan angka variabel terbaik dari suatu kinerja diberi skor
maksimum, yakni 10
2. Skor untuk kinerja alternatif lain (yang lebih rendah) dihitung secara
proporsional terhadap variabel pada alternatif dangan variabel terbaik
dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :
Untuk variabel terbaik adalah angka tertinggi :
Skor kinerja X = (Nilai variabel X)/(Nilai variabel terbaik) * 10….…(2.5)
Untuk variabel terbaik adalah angka terendah
Skor kinerja X = (Nilai variabel terbaik)/(Nilai variabel X) * 10….…(2.6)
Sedangkan untuk kinerja alternatif yang bersifat terukur secara kualitatif
proses skoring dilakukan dengan memberikan nilai yang besarnya mencerminkan
kualitas pemenuhan kinerja seperti yang disampaikan pada Gambar 2.1 berikut
ini:

Nilai
10 Sangat memuaskan

8 Memuaskan

6 Cukup memuaskan

3 Kurang memuaskan

0 Sangat kurang

Gambar 2.1 : Skala penilaian kinerja usulan untuk variabel kualitatif


Sumber : Saaty, (1994)

20
2.6.3 Prioritas Alternatif

Matrik kinerja merupakan representasi dari tingkat pemenuhan kriteria


suatu alternatif yang merupakan hasil perkalian antara bobot kriteria dengan skor
kinerja alternatif. Penentuan matrik kinerja dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.4 Pembentukan Matrik Kinerja

Kriteria a Kriteria b Kriteria… Kriteria j Kinerja

Alternatif 1 S1a*Wa S1b *Wb … S1j*Wj P1

Alternatif 2 S2a*Wa S2b *Wb … S2j*Wj P2

Alternatif…
Sij*Wj … (Weigthed…score)……………………………………..(2.7)
= Skor terbobot … … …
Pi = ∑Sij*Wj……………………………………………..…………………...(2.8)
Alternatif i Sia*Wa Sib *Wb … Sij*Wj Pi
Keterangan :
Sij = Skor Alternatif i terhadap j
Wj = Bobot kriteria j
Pi = Kinerja Alternatif I

2.7. Hasil Studi yang Menjadi Referensi

Studi yang dijadikan referensi dan masukan serta perbandingan dalam


tesis ini adalah penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan dan khususnya
yang berkaitan dengan Analisis Multi Kriteria (AMK) antara lain sebagai berikut:
1. Studi Penentuan Prioritas Penganganan Ruas Jalan Nasional Bireuen-
Lhokseumawe-Panton Labu (Risdiansyah,2014). Hasil dari penelitian ini
tercatat bahwa berdasarkan hasil analisis didapatkan kriteria yang paling
berpengaruh adalah kriteria volume lalu lintas dengan bobot 0,387 dan
segmen ruas jalan I (Km. 232 + 000 s/d Km. 239 + 000) menjadi Prioritas
pertama penanganan jalan dengan bobot skor 6,472.
2. Prioritas Penanganan Jalan Nasional Berdasarkan Metode Analisis Muti

21
Kriteria (Studi Kasus di Kota Banda Aceh) (Maulidya, 2014). Hasil dari
penelitian ini tercatat bahwa kriteria kondisi (51,84%) menjadi pilihan
responden dalam menentukan kriteria penanganann jalan. Sedangkan kriteria
LHR (14,25%) menjadi pilihan akhir, ruas jalan yang menjadi prioritas
penanganan jalan adalah Jalan Teuku Umar (14,32%) dengan penilaian ruas
jalan yaitu kondisi sedang, jenis penangan rutin, tingkat volume LHR tinggi
dan tata guna lahan berupa daerah perdagangan.
3. Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas Timur Provinsi Sumatera
Utara (Ritonga, 2011). Hasil penelitian ini tercatat bahwa dari 5 (lima)
kriteria yang diambil dalam penelitian ini yakni, kondisi ruas jalan (43.33%)
merupakan kriteria yang paling dominan. Diikuti fungsi aksesibilitas
(26.67%), efektifitas biaya (16.67%), fungsi mobilitas (6.67%) dan fungsi
arus ruas jalan (3.33%).
4. Penentuan Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan
Strategis Di Pulau Sumbawa (Afriansyah, 2012). Hasil penelitian ini tercatat
bahwa pola pengembangan jaringan jalan dipengaruhi oleh kritera
aksesibilitas dengan bobot 31 %, kondisi jalan dengan bobot 22 %, ekonomi
19 %, biaya 17 %, sosial 6%, dan kesesuaian tata ruang 5 % . Studi ini
merekomendasikan urutan prioritas pengembangan jaringan jalan prioritas I :
jaringan jalan strategis Agropolitan Manggalewa dan Teluk Bima.

III METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan tahapan-tahapan dan proses penelitian,


metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif, dengan pendekatan metode Analisis Multi Kriteria (AMK) yang
digunakan dalam penentuan prioritas pengambilan keputusan. Secara umum
bagan alir penelitian yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada Lampiran
A Gambar A.1.

3.1 Lokasi Penelitian

22
Penelitian dilakukan pada ruas jalan di Kabupaten Pidie yang menjadi
program pembangunan oleh pemerintah Kabupaten Pidie berdasarkan Sk Bupati
Kabupaten Pidie. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.2

3.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini dilakukan proses pengumpulan data yang meliputi data
primer maupun data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung
dari lapangan melalui kuisioner. Sedangkan untuk data sekunder merupakan data
pendukung yang diperoleh dari pihak-pihak dan instansi terkait.

3.2.1 Data Primer


Data primer terdiri dari data hasil wawancara dengan menyebarkan
kuisioner kepada pihak terkait untuk memperoleh pembobotan tingkat
kepentingan antar kriteria. Kuisioner tersebut disebar ke pemangku kebijakan dan
stakeholders, antara lain Asisten Kesejahteraan Setdakab Pidie, kepala dinas
PUPR Kabupaten Pidie, kepala Bappeda Kabupaten Pidie, kepala dinas
Perhubungan Kabupaten Pidie, kepala dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pidie,
kepala bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Pidie, kepala bidang Bina
Program Dinas PUPR Kabupaten Pidie, kepala bidang Perencanaan Pembangunan
Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Kabupaten Pidie, kepala bidang
Perencanaan Ekonomi dan Sumberdaya Alam Bappeda Kabupaten Pidie, kepala
seksi Pembagunan Jalan dan Jembatan Kabupaten Pidie, kepala seksi
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Kabupaten Pidie, kepala seksi Pembagunan
Jalan dan Jembatan Perdesaan Kabupaten Pidie, anggota DPRD Kabupaten Pidie
yang mewakili lokasi penelitian (dua orang), anggota DPRD Kabupaten Pidie
dari Komisi C (satu orang) dan pengamat pembangunan di Kabupaten Pidie
(satu orang.

3.2.2 Data Sekunder


Data sekunder merupakan data yang telah tersedia di beberapa sumber instansi
terkait yang dibutuhkan dalam mendukung penelitian. Data sekunder yang
dibutuhkan antara lain :

23
a. Data jaringan jalan diperoleh dari Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pidie.
b. Data lokasi kawasan andalan diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Pidie.
c . Data mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah diperoleh dari Bidang Tata
Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pidie.
d. Data tentang kondisi geografis, luas dan jumlah penduduk diperoleh
dari Kantor BPS Kabupaten Pidie.

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Dalam tahap ini hasil dari kompilasi data digunakan untuk menganalisis
sesuai dengan literatur dan metoda yang dipakai. Setelah data primer dan data
sekunder diperoleh kemudian akan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan ke
dalam suatu hirarki yang menjelaskan hubungan antara kriteria dengan alternatif
penanganan jalan. Secara garis besar diagram hirarki hubungan tiap kriteria
dengan alternatif penganan dalam proses penentuan skala prioritas penanganan
jalan di Kabupaten Pidie dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini:

Urutan Prioritas Penanganan


Jalan di Kabupaten Pidie

Aspek Pengembangan Pengembangan Aspek Aspek Dampak Aspek Kerusakan


Aksesibilitas
wilayah ekonomi Biaya Lingkungan Jalan

Ruas 1 Ruas 2 Ruas 3 Ruas 4 Ruas 5 Ruas 6 Ruas 7 Ruas 8 Ruas 9 Ruas 445

Gambar 3.1: Diagram hirarki proses penentuan skala prioritas

24
3.3.1 Aplikasi Analisis Multi Kriteria (AMK)
Pendekatan yang digunakan untuk pemilihan altematif penanganan terbaik
jalan di Kabupaten Pidie adalah dengan analisis multi kriteria (AMK). Analisis ini
menggunakan persepsi stakeholders menjadi pegangan dalam pengambilan
keputusan. Dimana persepsi-persepsi stakeholders tersebut merupakan penilaian
terhadap kriteria-kriteria yang berpengaruh dan kemudian di lakukan pembobotan
kriteria selanjutnya dikalikan dengan masing-masing skor alternatif jalan untuk
mendapatkan urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Pidie. Adapun
diagram dari aplikasi Analisi Multi Kriteria (AMK) dapat dilihat pada Gambar
berikut ini :

Pairwise Comparison Expert Judgement

Bobot Antar Kriteria Skor Antar Alternatif


( Weighting ) x ( Weighting )

Performance Matrik

Weighted Score

Prioritas

Gambar 2.7 Aplikasi Analisa Multi Kriteria (AMK) dalam menentukan prioritas
Sumber : Saaty, (1994)
Gambar 3.2 : Aplikasi Analisis Multi Kriteria (AMK) dalam menetukan prioritas
Sumber : Saaty, (1994)

3.3.2 Proses penetapan prioritas alternatif


Matriks Kinerja (Performance Matrix) merupakan representasi dari tingkat
pemenuhan kriteria dari suatu alternatif yang merupakan hasil perkalian dari skor

25
alternatif terhadap variabel kriteria dengan besarnya bobot kriteria. Skoring
kinerja tiap alternatif dengan memberikan penilaian terukur terhadap variabel
kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif. Mengalikan bobot setiap kriteria
dengan score/rangking kinerja alternatif pada kriteria tersebut.
Selanjutnya merangking nilai tersebut sehingga didapat prioritas alternatif.
Penyimpulan prioritas untuk setiap alternatif ditentukan oleh besarnya nilai
kinerja alternatif, dimana alternatif yang menunjukkan nilai yang lebih besar akan
lebih diprioritaskan.
Tahapan proses pengambilan keputusan dalam Analisa Multi Kriteria
(AMK) secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan jumlah alternative penanganan yang di tinjau,
2. Meninjau dominansi suatu pilihan terhadap pilihan lainnya, terjadi ketika
kinerja suatu altematif/penanganan sama lebih baik untuk semua kriteria
terhadap altematif lainnya,
3. Melakukan pembobotan, dengan menggunakan matriks Pair Wise
Comparison,
4. Skoring kinerja tiap alternatif/penanganan dengan memberikan penilaian
terukur terhadap variabel kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif,
5. Mengalikan bobot setiap kriteria dengan skor kinerja
alternatif/penanganan pada kriteria tersebut,
6. Menjumlahkan nilai setiap kriteria sehingga didapat nilai total suatu
alternatif,
7. Merangking nilai tersebut sehingga didapat prioritas a1ternatif
pembangunan.

3.3.3 Bobot kriteria pemilihan alternatif


Pembobotan kriteria dilakukan atas presepsi responden wakil stakeholders
yang diwawancarai. Adapun proses pembobotan untuk mendapatkan bobot
kepentingan setiap kriteria secara umum dilakukan dengan metodologi sebagai
berikut :

26
1. Membuat matriks perbandingan berpasangan (pair wishcomparison
metrix) untuk setiap responden untuk mendapatkan bobot kriteria dari
responden,
2. Membuat rata-rata bobot untuk setiap kelompok stakeholders,
3. Membuat rata-rata bobot untuk seluruh stakeholders dari hasil rata-rata
setiap kelompok yang di buat pada butir (2).

Dalam penelitian ini digunakan beberapa kriteria dalam menentukan


prioritas penanganan ruas jalan di Kabupaten Pidie secara optimal yang akan
memberikan kontribusi bagi pengembangan wilayah, kemudahan akses, efisien
secara pembiayaan dan menimbulkan dampak negatif minimal bagi lingkungan
dan kehidupan sosial masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan tersebut dianggap
sangat sesuai dengan proses penentuan prioritas pembangunan di Kabupaten Pidie
karena Kabupaten Pidie masih sangat perlu kerbukaan akses jaringan jalan, faktor
lingkungan yang harus menjadi perhatian, pengembangan wilayah kota dan
keadaan sosial masyarakat serta penunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat.
3.3.4 Penilaian kinerja alternatif melalui skoring
Proses penilaian kinerja suatu usulan terhadap kriteria pengembangan
jaringan jalan dilakukan dengan memberikan skor yang dilakukan oleh pakar
(expert judgement) yang berkompeten. Dalam hal ini skor diberikan dengan skala
antara 0 s/d 10, di mana angka 10 diberikan untuk alternatif atau usulan
pengembangan yang mampu memenuhi syarat kriteria yang tertinggi, dan
sebaliknya angka 0 diberikan untuk penilaian terendah (tidak ada kaitannya sama
sekali dengan kriteria).
Adapun proses penilaian kinerja dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Nilai kuantitatif ataupun kualitatif dari setiap alternatif untuk setiap variabel
kriteria yang digunakan ditentukan.
2. Proses skoring setiap variabel alternatif dilakukan sesuai skala penilaian
yang digunakan.

3.4 Pilihan Alternatif Penanganan Jalan di Kabupaten Pidie

27
Dalam kurun waktu lima tahun ini Pemerintah Kabupaten Pidie terus
mengejar program-program pembangunan diberbagai sektor untuk dapat
memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi yang baik untuk
warga Kabupaten Pidie dalam menunjang mobilitas dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Terutama pembangunan dan peningkatan jalan-jalan lokal yang
masih sangat banyak yang harus dibangun mulai dari jalan kabupaten yang
menghubungkan antar kecamatan dengan kecamatan lain, kecamatan dengan
ibukota kabupaten dan jalan-jalan lingkungan diseluruh desa di kabupaten Pidie.
Berdasarkan data SK daftar ruas jalan yang diperoleh dari bidang Bina
Marga Dinas PUPR kabupaten Pidie maka akan dihitung skala prioritas dalam
pembangunannya untuk seluruh ruas jalan yang ada di kabupaten Pidie yang
berjumlah 445 ruas.
Semua ruas jalan tersebut akan ditentukan urutan prioritas penanganannya
dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang tepat dan sesuai dengan kondisi
di kabupaten Pidie dalam pengambilan keputusan.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dikemukakan hasil dari penelitian yang didasarkan pada
data yang diperoleh dari dinas terkait berupa data sekunder dan hasil kuesioner
sesuai dengan metodelogi penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian
yang dicapai dengan teori dan rumus-rumus yang telah dikemukakan pada
tinjauan kepustakaan.

4.1 Hasil
Berdasarkan teori-teori dan rumus-rumus pada bab II, akan dilakukan
pengolahan data yang didapat dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner
kepada para stakeholders. Hasil yang diperoleh akan dilakukan penentuan bobot
kriteria yang dianalisis dengan menggunakan metoda AMK

4.2. Pembahasan

28
Pembahasan ini berkenaan dengan penentuan prioritas penanganan jalan di
Kabupaten Pidie berdasarkan pembobotan 6 (enam) kriteria yang dipilih dan skor
terhadap alternatif. Hal ini dapat dilakukan setelah melakukan penelitian dan
pengolahan data pada segmen ruas jalan.

V KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penelitian selesai dilakukan dan telah diperoleh hasilnya, maka


diharapkan adanya kesimpulan mengenai ruas jalan yang menjadi prioritas untuk
dilakukan penanganan di Kabupaten Pidie. Saran yang akan diberikan penulis
yaitu dari hasil pengolahan data yang diperoleh pada saat observasi di lapangan
dan kesimpulan setelah penelitian ini selesai dilakukan.

29
D. DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2004, Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang


Jalan, Jakarta.
Anonim 1985, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRl) Nomor 26 Tahun
1985 Tentang Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendera Bina
Marga, Jakarta.
Anonim 1992, Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 1992 Tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya, Jakarta.
Afriansyah R, 2012, Penentuan Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung
Kawasan Strategis di Pulau Sumbawa, Universitas Brawijaya, Malang.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2001, Kepmen Kimpraswil Nomor
: 534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal
(SPM).
Maulidya M, 2014, Prioritas Penanganan Jalan Nasional Berdasarkan Metode
Analisis Muti Kriteria (Studi Kasus di Kota Banda Aceh). ETD. Unsyiah, Banda
Aceh
Risdiansyah, 2014, Studi Penentuan Prioritas Penganganan Ruas Jalan Nasional
Bireuen-Lhokseumawe-Panton Labu, ETD. Unsyiah, Banda Aceh
Ritonga, 2011, Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas Timur Provinsi
Sumatera Utara, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Saaty, T.L., 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks, PT.
Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Saaty, T.L., 1994, The Analytical Hierarchy Process: Decision Making in Economic,
Political, Social, and Technological Environments, University of Pittsburght,
USA

30
Tamin, Ofyar, 2002. Konsep Pengembangan Sistem Transportasi Wilayah di Era
Otonomi Daerah. Materi Kuliah Perencanaan Prasarana Transportasi.
Pascasarjana, Universitas Hasanuddin Makassar.
Tamin, O.Z., 2008, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB,
Bandung.

31
LAMPIRAN A

Mulai

Studi pendahuluan

Perumusan masalah dan tujuan penelitian

Studi Literatur

Pengumpulan data

Data Primer : Data Sekunder :


Data kuesioner persepsi Data jaringan dan kondisi jalan kab.
stakeholders dalam menilai Pidie Ta. 2018
Peta Jaringan jalan Kabupaten Pidie
kepentingan dan prioritas Data wilayah dan penduduk
penanganan. RTRW Kab. Pidie 2014 - 2034

Analisis data

Pembobotan Kriteria Dari


Pendapat Responden Dengan
Metode AMK

Penentuan Skoring Alternatif Ruas


Jalan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

32
D. RENCANA JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

JADWAL (BULAN)
NO KEGIATAN
AGT SEPT OKT NOP DES JAN

1 Studi awal/Literatur            
2 Penyusunan proposal tesis            
3 Seminar proposal tesis            
4 Pengumpulan data            
5 Pengolahan data            
6 Penyusunan tesis            
7 Seminar tesis            

Darussalam, Oktober 2018


Penulis,

Thantawi
NIM : 1409200060049

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. M. Isya, MT Dr. Eng. Sugiarto, S.T, M.Eng


NIP. 19620411 198903 1 002 NIP. 19810410 200604 1 003

33

Anda mungkin juga menyukai