Nama : Thantawi
Nim : 1409200060049
Program Studi : Magister Teknik Sipil
Sub Bidang Studi : Manajemen Rekayasa Transportasi
Mengetahui,
Program Studi
Magister Teknik Sipil
Universitas Syiah Kuala
Koordinator,
1
B. RINGKASAN PROPOSAL
2
C. RENCANA OUTLINE
I PENDAULUAN
3
menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat.
Berbagai perubahan mendasar dalam pola pemerintahan dengan
ditetapkannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah harus ditanggapi oleh
Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai sebuah
tantangan. Sejumlah isu mendasar dengan berlakunya otonomi daerah harus
diperhatikan dalam merencanakan sistem transportasi wilayah di masa
mendatang, setidaknya pola perencanaan harus lebih memperhatikan adanya
aspirasi daerah. Penyediaan sistem jaringan transportasi yang berorientasi pada
perkembangan wilayah (development oriented) harus diimbangi dengan adanya
konsep pemerataan aksebilitas (equity).
Beberapa permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan tuntutan
pembangunan/peningkatan jalan di wilayah Kabupaten Pidie, antara lain adanya
keterbatasan dalam hal pendanaan yang mampu disediakan oleh Pemerintah
Daerah dalam usaha penanganan sistem jaringan jalan yang telah ada. Dimana
jalan itu menghubungkan permukiman dengan pusat-pusat pelayanan
masyarakat atau ke seluruh wilayah Kabupaten Pidie. Selain hal tersebut,
umumnya pemerintah dalam melaksanakana proyek penanganan jalan hanya
berdasarkan satu kriteria saja, misalnya kondisi kerusakan jalan. Dengan berdasar
satu kriteria saja, maka ruas jalan yang memiliki kondisi paling parah adalah
menjadi prioritas utama tanpa mempertimbangkan apakah ruas jalan tersebut
memiliki peranan lain bagi masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka seharusnya perlu diadakan skala
prioritas berdasarkan beberapa kriteria dalam penanganan sistem jaringan
transportasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik pada masyarakat
dalam wilayah Kabupaten Pidie. Perencanaan penanganan jalan yang
berdasarkan skala prioritas diperlukan agar perencanaan yang dihasilkan efisien
dan efektif. Selain itu, seharusnya dalam perencanaan penanganan jalan
didasarkan pada beberapa kriteria-kriteria yang memberikan manfaat secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini bertujuan agar program pemerintah
dalam penanganan jaringan jalan dapat mengakomodasi berbagai kriteria dalam
penanganan jalan yang berasal dari berbagai macam stakeholders, sehingga
4
diharapkan penanganan jaringan jalan akan memberikan manfaat yang optimal
terhadap pengembangan wilayah dan peningkatan taraf sosial ekonomi
masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka beberapa rumusan masalah yang
akan dikaji antara lain :
1. Kriteria-kriteria apakah yang dapat dijadikan penentu dalam usaha
penanganan jaringan jalan di Kabupaten Pidie?
2. R u a s j a l a n m a n a kah yang menjadi urutan prioritas penanganan jalan di
Kabupaten Pidie untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur transportasi?
5
1.5 Ruang Lingkup
6
14. Anggota DPRD Kabupaten Pidie dari Komisi C (satu orang) dan
15. Pengamat pembangunan di Kabupaten Pidie (satu orang).
Bab ini akan menjelaskan beberapa teori dan rumus-rumus yang akan
digunakan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penulisan tugas
akhir ini. Berdasarkan teori dan rumus tersebut akan dilakukan pendekatan dengan
meninjau beberapa aspek untuk menunjang kelancaran dalam penelitian.
7
Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat kegiatan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (Tamin, 2008). Macam
sistem jaringan jalan menurut peran pelayanan jasa distribusi dapat dibagi atas :
a. Sistem jaringan jalan primer.
b. Sistem jaringan jalan sekunder.
8
terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
penyelenggaraan jalan, yakni aspek yang berkaitan dengan :
a. Pemerataan aksesibilitas ke seluruh wilayah,
b. Keselamatan dalam pengoperasian jaringan jalan,
c. Efisiensi operasi, yang dalam hal ini cepat dan lancar
d. Efektivitas jaringan jalan sebagai penunjang pembangunan,
e. Biaya yang semurah mungkin dan terjangkau, dan
f. Keterpaduan antar moda.
9
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan
rata-rata rendah.
3. Berdasarkan status jalan, menurut wewenang pengelolaan jalan tersebut akan
dipisahkan statusnya menjadi:
a. Jalan nasional, yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis
serta jalan tol.
b. Jalan provinsi, yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota
atau antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten, yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar
pusat kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota.
e. Jalan desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau di
dalam desa serta jalan lingkungan.
10
Alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari ditetapkannya
sejumlah undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah
yang menjadi dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan
jalan di Indonesia yang merupakan penentu bagi proses perencanaan baik
jaringan maupun teknis, studi kelayakan, program dan anggaran, proses
konstruksi, operasi dan pemeliharaan yang semuanya sangat berkaitan dengan
hasil output, outcome serta dampak dari penyelenggaraan jalan tersebut.
Wewenang penyelenggaraan jalan meliputi kegiatan-kegiatan yang
mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri dari pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan,
penyusunan perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundangan
jalan. Khususnya untuk penyusunan peraturan perundang-undangan jalan
hanya dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
2. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis,
pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan
pengembangan jalan.
3. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemograman, penganggaran,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan.
4. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib
pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan. Pengawasan yang dilakukan
tersebut meliputi kegiatan evaluasi, pengkajian dan pengendalian. Sedangkan
yang termasuk dalam kegiatan pengendalian adalah kegiatan pengamatan dan
tindakan turun tangan.
11
jaringan jalan dalam rangka pembangunan wilayah. Dengan banyaknya kriteria
(multi kriteria) pertimbangan, maka diharapkan keputusan yang dihasilkan
mampu mencakup seluruh aspek dari sistem transportasi yang bersifat multi-
demensional. Selain itu, keputusan yang diambil harus mampu menghasilkan
kompromi, dimana kehendak (aspirasi) daerah kabupaten/kota yang dipadukan
dengan konsep pembangunan jaringan transportasi.
Berdasarkan hal tersebut maka kriteria penanganan jaringan jalan tidak
dapat dipisahkan dari konsep penyelenggaraan jaringan jalan, yaitu Undang-
undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 3
disebutkan bahwa :
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu
lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan
teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi
lainnya menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan
penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat.
Dalam Pasal tersebut, kalimat ”....menjangkau seluruh pelosok wilayah
daratan....” dapat diasumsikan sebagai pemerataan aksesibilitas di seluruh
wilayah. Kata ”efisien” dan ”....biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat” dapat diasums ikan sebagai adanya harapan bahwa aspek
biaya (biaya penanganan) merupakan bagian yang harus dipertimbangkan
dalam tujuan penyelenggaraan penanganan jaringan jalan.
Selain itu harapan Pemerintah Daerah tentang pembangunan infrastruktur
dapat dilihat pada Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Pidie:
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
mendukung dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki.
Kalimat ”.... saling mendukung dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan....”
dapat diasumsikan sebagai adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat berupa peningkatan aksesibilitas di
12
wilayahnya. Hal ini juga dapat diasumsikan bahwa kriteria pemerataan
aksesibilitas sebaiknya dipertimbangkan dalam penanganan jalan di wilayah
penelitian.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rencana penanganan jaringan
jalan sebaiknya diseleraskan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah
Kabupaten Pidie dalam penataan ruang wilayah. Dengan demikian, rencana
penanganan jaringan jalan juga mengakomodasi pendekatan dalam mencapai
terciptanya tata ruang yang baik, yaitu pertumbuhan ekonomi dan berorientasi
lingkungan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa dalam rencana penanganan
jaringan jalan aspek ekonomi dan aspek dampak lingkungan merupakan salah
satu kriteria yang perlu dipertimbangkan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam penanganan jaringan jalan
yaitu tujuan kegiatan penanganan jaringan jalan itu sendiri. Adapun tujuan
penanganan jaringan jalan antara lain untuk mencapai kondisi/keadaan jalan
100% mantap, untuk mencapai SPM dan akomodasi/penyesuaian terhadap
pengembangan wilayah. Dengan demikian maka dalam upaya penanganan
sistem jaringan jalan perlu dipertimbangkan kriteria akomodasi terhadap
pengembangan wilayah dan kriteria yang menggambarkan kondisi/keadaan
jaringan jalan yang akan ditinjau.
Berdasarkan konsep di atas, maka beberapa kriteria diasumsikan memiliki
pengaruh dalam kegiatan penanganan sistem jaringan jalan. Dengan demikian
usulan kriteria yang digunakan dalam kegiatan penanganan jaringan jalan di
wilayah penelitian, yaitu :
a. Kriteria pemerataan aksesibilitas
Kriteria pemerataan aksesibilitas dapat dinyatakan dalam bentuk variabel
peningkatan indeks aksebilitas yaitu perbandingan antara panjang jalan yang
di suatu wilayah (km) dengan luas wilayah daratan (km 2) tersebut. Dasar
menghitung kriteria pemerataan aksesibilitas adalah besarnya indeks
aksesibilitas wilayah dimana ruas jalan yang ditin jau tersebut berada.
Sedangkan penentuan indeks aksesibilitas suatu wilayah berdasarkan
13
Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dikeluarkan melalui Keputusan
Menteri Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001.
b. Kriteria pengembangan wilayah
Menurut Tamin (2002), penentuan kriteria pengembangan wilayah andalan
berdasarkan variable perbaikan akses ke kewasan andalan atau sentra
produksi. Pembobotan terhadap kriteria pengembangan wilayah andalan
berdasarkan kota yang dihubungkan oleh ruas jalan yang ditinjau. Untuk
masing-masing rencana pengembangan tersebut, setiap alternatif/pembangunan
akan dilihat pengaruh dan kesesuaiannya.
c . Kriteria pengembangan sektor ekonomi
Kriteria dalam mendukung pengembangan sektoral dapat diberi bobot
berdasarkan variabel kawasan ekonomi yang dihubungkan oleh ruas jalan
yang ditinjau. Variabel tersebut antara lain kawasan pertanian, perkebunan
dan kehutanan.
d. Kriteria aspek biaya
Kriteria aspek biaya merupakan gambaran tingkat kebutuhan terhadap biaya
penyediaan dan pengoperasian dari rencana penanganan jalan. Dalam
pemenuhan terhadap syarat Standar Pelayanan Minimum jalan dibutuhkan
sejumlah kegiatan penanganan jalan, baik berupa pemeliharaan rutin,
pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan. Pembobotan kriteria aspek biaya
dilakukan berdasarkan asumsi kebutuhan penanganan jalan dengan melihat
besarnya persentase kondisi/kerusakan pada ruas jalan yang ditinjau. Apabila
suatu ruas jalan memiliki persentase kondisi rusak berat yang lebih besar
dibanding kondisi lainnya, maka diasumsikan ruas jalan tersebut
membutuhkan penanganan berupa peningkatan jalan.
e. Kriteria dampak lingkungan
Aspek lingkungan dilihat dari hubungan timbal-balik antara pembangunan
jalan dengan daerah preservasi lingkungan, misalnya daerah resapan air,
kawasan hutan lindung atau kawasan perkebunan.
f. Kriteria kerusakan jalan
14
Setiap ruas jalan yang ditinjau akan dihitung prosentase kerusakan. Besarnya
prosentase masing-masing kondisi ini yang akan digunakan sebagai bobot
untuk menghitung bobot total masing-masing ruas jalan, kerusakan lapis
permukaan dibagi atas tiga variabel yang juga menggambarkan kondisi ruas
jalan yang ditinjau, yaitu rusak berat/sedang, rusak ringan, baik.
15
Analisis sudah mempertimbangkan semua variable sekomperhensif mungkin
dengan tetap menjaga proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan,
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak yang
harus diakomodasi,
Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan dengan
mengembangkan sejumlah kriteria yang terukur,
Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu,
Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria
Namun di lain pihak kerugian penggunaan metode ini adalah bahwa proses
evaluasi lebih komplek serta perlu data yang banyak dan ada kemungkinan sulit
diinterpretasikan secara sederhana karena adanya komponen scientific yang
menutupi proses analisis ini.
Pembobotan (weighting) diperoleh dari pairwise comparison hasil persepsi
aktor. Sedangkan skoring untuk jumlah alternatif yang banyak paling cocok
dilakukan dengan pendekatan expert judgement dari ahli (dalam hal ini diwakili
oleh instansi terkait). Proses skoring dapat diminimalisir porsi judgemental-nya
jika variabel alternatifnya diusahakan berupa data kuantitatif yang dapat
diperbandingkan secara langsung besarannya.
Inti dari AMK adalah pada metoda untuk mengkonversikan pikiran
subyektif dari tingkat kepentingan relatif ke dalam suatu set skor atau bobot total.
Metoda ini pertama kali dikemukakan oleh Saaty (1980). Input dasar untuk AMK
adalah jawaban para pengambil keputusan terhadap serangkaian pertanyaan yang
dalam bentuk umum dapat diekpersikan sebagai berikut: "Seberapa penting
kriteria yang satu relatif lebih penting terhadap kriteria yang lainnya?" Kondisi ini
menyatakan adanya perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Dalam hal
ini penilaian dapat dilakukan dengan memberikan suatu skala penilaian yang
menunjukan seberapa besar perbandingan tingkat kepentingan antara dua kriteria.
Memberikan skala penilaian yang lazim digunakan untuk membandingkan tingkat
kepentingan antara dua variabel.
Menurut Saaty (1993), kriteria dinilai melalui perbandingan
berpasangan. Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik
16
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
17
a, b dan c. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan
tampak seperti pada Tabel 2.2 berikut ini :
a 1 Xab Xac
b Xba 1 Xbc
c Xca Xcb 1
¿ √n X i1 x X i2 x ….. X i j
Wi √n Xi 1 x Xi 2 x … . Xij..
……………………………………....(2.1)
Dimana:
Wi = Eigenvector Kriteria “i”
Xi1 = Perbandingan tingkat kepentingan kriteria i terhadap kriteria l
Xij = Perbandingan tingkat kepentingan kriteria i terhadap kriteria j
n = Jumlah Kriteria
18
CI = ( λmaks n)/(n-1) ……………..………………………….……(2.2)
N = ukuran matriks,
Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi (CR)
lebih kecil atau sama dengan 0,1. Rasio konsistensi dihitung dengan persamaan
berikut:
CR = CI/RI……………..……………………………………………(2.4)
Dalam hal ini RI adalah indeks random yang nilai nya ditentukan berdasarkan
hasil perhitungna yang dilakukan oleh Saaty (1994) dengan menggunakan 500
sampel, dimana jika “ judgement “ numeric diambil secara acak dari skala 1/9,
1/8, …, 1, 2, …, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan
ukuran yang berbeda seperti yang disampaikan pada Tabel 2.3.
Indeks
0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 0 0.58 0.9 1.12 1,24
Random
19
kinerja yang ditampilkan oleh setiap usulan, dimana skor dinilai dengan skala
antara 0 sampai dengan 10. Adapun proses skoring kinerja yang terukur secara
kuantitatif dilakukan sebagai berikut :
1. Usulan dengan angka variabel terbaik dari suatu kinerja diberi skor
maksimum, yakni 10
2. Skor untuk kinerja alternatif lain (yang lebih rendah) dihitung secara
proporsional terhadap variabel pada alternatif dangan variabel terbaik
dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :
Untuk variabel terbaik adalah angka tertinggi :
Skor kinerja X = (Nilai variabel X)/(Nilai variabel terbaik) * 10….…(2.5)
Untuk variabel terbaik adalah angka terendah
Skor kinerja X = (Nilai variabel terbaik)/(Nilai variabel X) * 10….…(2.6)
Sedangkan untuk kinerja alternatif yang bersifat terukur secara kualitatif
proses skoring dilakukan dengan memberikan nilai yang besarnya mencerminkan
kualitas pemenuhan kinerja seperti yang disampaikan pada Gambar 2.1 berikut
ini:
Nilai
10 Sangat memuaskan
8 Memuaskan
6 Cukup memuaskan
3 Kurang memuaskan
0 Sangat kurang
20
2.6.3 Prioritas Alternatif
Alternatif…
Sij*Wj … (Weigthed…score)……………………………………..(2.7)
= Skor terbobot … … …
Pi = ∑Sij*Wj……………………………………………..…………………...(2.8)
Alternatif i Sia*Wa Sib *Wb … Sij*Wj Pi
Keterangan :
Sij = Skor Alternatif i terhadap j
Wj = Bobot kriteria j
Pi = Kinerja Alternatif I
21
Kriteria (Studi Kasus di Kota Banda Aceh) (Maulidya, 2014). Hasil dari
penelitian ini tercatat bahwa kriteria kondisi (51,84%) menjadi pilihan
responden dalam menentukan kriteria penanganann jalan. Sedangkan kriteria
LHR (14,25%) menjadi pilihan akhir, ruas jalan yang menjadi prioritas
penanganan jalan adalah Jalan Teuku Umar (14,32%) dengan penilaian ruas
jalan yaitu kondisi sedang, jenis penangan rutin, tingkat volume LHR tinggi
dan tata guna lahan berupa daerah perdagangan.
3. Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas Timur Provinsi Sumatera
Utara (Ritonga, 2011). Hasil penelitian ini tercatat bahwa dari 5 (lima)
kriteria yang diambil dalam penelitian ini yakni, kondisi ruas jalan (43.33%)
merupakan kriteria yang paling dominan. Diikuti fungsi aksesibilitas
(26.67%), efektifitas biaya (16.67%), fungsi mobilitas (6.67%) dan fungsi
arus ruas jalan (3.33%).
4. Penentuan Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan
Strategis Di Pulau Sumbawa (Afriansyah, 2012). Hasil penelitian ini tercatat
bahwa pola pengembangan jaringan jalan dipengaruhi oleh kritera
aksesibilitas dengan bobot 31 %, kondisi jalan dengan bobot 22 %, ekonomi
19 %, biaya 17 %, sosial 6%, dan kesesuaian tata ruang 5 % . Studi ini
merekomendasikan urutan prioritas pengembangan jaringan jalan prioritas I :
jaringan jalan strategis Agropolitan Manggalewa dan Teluk Bima.
22
Penelitian dilakukan pada ruas jalan di Kabupaten Pidie yang menjadi
program pembangunan oleh pemerintah Kabupaten Pidie berdasarkan Sk Bupati
Kabupaten Pidie. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.2
23
a. Data jaringan jalan diperoleh dari Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pidie.
b. Data lokasi kawasan andalan diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Pidie.
c . Data mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah diperoleh dari Bidang Tata
Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pidie.
d. Data tentang kondisi geografis, luas dan jumlah penduduk diperoleh
dari Kantor BPS Kabupaten Pidie.
Ruas 1 Ruas 2 Ruas 3 Ruas 4 Ruas 5 Ruas 6 Ruas 7 Ruas 8 Ruas 9 Ruas 445
24
3.3.1 Aplikasi Analisis Multi Kriteria (AMK)
Pendekatan yang digunakan untuk pemilihan altematif penanganan terbaik
jalan di Kabupaten Pidie adalah dengan analisis multi kriteria (AMK). Analisis ini
menggunakan persepsi stakeholders menjadi pegangan dalam pengambilan
keputusan. Dimana persepsi-persepsi stakeholders tersebut merupakan penilaian
terhadap kriteria-kriteria yang berpengaruh dan kemudian di lakukan pembobotan
kriteria selanjutnya dikalikan dengan masing-masing skor alternatif jalan untuk
mendapatkan urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Pidie. Adapun
diagram dari aplikasi Analisi Multi Kriteria (AMK) dapat dilihat pada Gambar
berikut ini :
Performance Matrik
Weighted Score
Prioritas
Gambar 2.7 Aplikasi Analisa Multi Kriteria (AMK) dalam menentukan prioritas
Sumber : Saaty, (1994)
Gambar 3.2 : Aplikasi Analisis Multi Kriteria (AMK) dalam menetukan prioritas
Sumber : Saaty, (1994)
25
alternatif terhadap variabel kriteria dengan besarnya bobot kriteria. Skoring
kinerja tiap alternatif dengan memberikan penilaian terukur terhadap variabel
kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif. Mengalikan bobot setiap kriteria
dengan score/rangking kinerja alternatif pada kriteria tersebut.
Selanjutnya merangking nilai tersebut sehingga didapat prioritas alternatif.
Penyimpulan prioritas untuk setiap alternatif ditentukan oleh besarnya nilai
kinerja alternatif, dimana alternatif yang menunjukkan nilai yang lebih besar akan
lebih diprioritaskan.
Tahapan proses pengambilan keputusan dalam Analisa Multi Kriteria
(AMK) secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan jumlah alternative penanganan yang di tinjau,
2. Meninjau dominansi suatu pilihan terhadap pilihan lainnya, terjadi ketika
kinerja suatu altematif/penanganan sama lebih baik untuk semua kriteria
terhadap altematif lainnya,
3. Melakukan pembobotan, dengan menggunakan matriks Pair Wise
Comparison,
4. Skoring kinerja tiap alternatif/penanganan dengan memberikan penilaian
terukur terhadap variabel kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif,
5. Mengalikan bobot setiap kriteria dengan skor kinerja
alternatif/penanganan pada kriteria tersebut,
6. Menjumlahkan nilai setiap kriteria sehingga didapat nilai total suatu
alternatif,
7. Merangking nilai tersebut sehingga didapat prioritas a1ternatif
pembangunan.
26
1. Membuat matriks perbandingan berpasangan (pair wishcomparison
metrix) untuk setiap responden untuk mendapatkan bobot kriteria dari
responden,
2. Membuat rata-rata bobot untuk setiap kelompok stakeholders,
3. Membuat rata-rata bobot untuk seluruh stakeholders dari hasil rata-rata
setiap kelompok yang di buat pada butir (2).
27
Dalam kurun waktu lima tahun ini Pemerintah Kabupaten Pidie terus
mengejar program-program pembangunan diberbagai sektor untuk dapat
memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi yang baik untuk
warga Kabupaten Pidie dalam menunjang mobilitas dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Terutama pembangunan dan peningkatan jalan-jalan lokal yang
masih sangat banyak yang harus dibangun mulai dari jalan kabupaten yang
menghubungkan antar kecamatan dengan kecamatan lain, kecamatan dengan
ibukota kabupaten dan jalan-jalan lingkungan diseluruh desa di kabupaten Pidie.
Berdasarkan data SK daftar ruas jalan yang diperoleh dari bidang Bina
Marga Dinas PUPR kabupaten Pidie maka akan dihitung skala prioritas dalam
pembangunannya untuk seluruh ruas jalan yang ada di kabupaten Pidie yang
berjumlah 445 ruas.
Semua ruas jalan tersebut akan ditentukan urutan prioritas penanganannya
dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang tepat dan sesuai dengan kondisi
di kabupaten Pidie dalam pengambilan keputusan.
Pada bab ini akan dikemukakan hasil dari penelitian yang didasarkan pada
data yang diperoleh dari dinas terkait berupa data sekunder dan hasil kuesioner
sesuai dengan metodelogi penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian
yang dicapai dengan teori dan rumus-rumus yang telah dikemukakan pada
tinjauan kepustakaan.
4.1 Hasil
Berdasarkan teori-teori dan rumus-rumus pada bab II, akan dilakukan
pengolahan data yang didapat dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner
kepada para stakeholders. Hasil yang diperoleh akan dilakukan penentuan bobot
kriteria yang dianalisis dengan menggunakan metoda AMK
4.2. Pembahasan
28
Pembahasan ini berkenaan dengan penentuan prioritas penanganan jalan di
Kabupaten Pidie berdasarkan pembobotan 6 (enam) kriteria yang dipilih dan skor
terhadap alternatif. Hal ini dapat dilakukan setelah melakukan penelitian dan
pengolahan data pada segmen ruas jalan.
29
D. DAFTAR PUSTAKA
30
Tamin, Ofyar, 2002. Konsep Pengembangan Sistem Transportasi Wilayah di Era
Otonomi Daerah. Materi Kuliah Perencanaan Prasarana Transportasi.
Pascasarjana, Universitas Hasanuddin Makassar.
Tamin, O.Z., 2008, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB,
Bandung.
31
LAMPIRAN A
Mulai
Studi pendahuluan
Studi Literatur
Pengumpulan data
Analisis data
Selesai
32
D. RENCANA JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
JADWAL (BULAN)
NO KEGIATAN
AGT SEPT OKT NOP DES JAN
1 Studi awal/Literatur
2 Penyusunan proposal tesis
3 Seminar proposal tesis
4 Pengumpulan data
5 Pengolahan data
6 Penyusunan tesis
7 Seminar tesis
Thantawi
NIM : 1409200060049
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
33