Diterbitkan Oleh :
Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat
Komp. Perkantoran Gubernur Sulawesi Barat Wings 6 Lt. 2,
Jl. Abd. Malik Pattana Endeng, Rangas-Mamuju, Sulbar
Telp./Fax : 0426 2325098
Website : http://blh.sulbarprov.go.id; email : blhsulbar@yahoo.co.id
Pelindung :
Gubernur Sulawesi Barat
Pengarah :
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat
Penanggung Jawab :
dr. Hj. Fatimah, MM (Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat)
Ketua Pelaksana :
Irvan, ST, MM (Kabid. Penaatan dan Komunikasi Lingkungan BLH Prov. Sulbar)
Tim Penyusun :
1. Yohanis, ST, MM (Kasubid. Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat)
2. Desiana Malino, S.Si
3. Fransiscus Pakiding, SE
Tim Sekretariat :
1. Syahrun, SH
2. Hariani, A.Md.Kom
3. Elmi, ST
4. Firman Mathias Pinantik, SE
5. Nurhana
6. Mulyanti
Tim Pengumpul Data :
1. Nicolas Torano, SH, M.Sc (Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi
Sulawesi Barat)
2. Jamaluddin Tahir, ST (Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Barat)
3. Maman Suparman (Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Sulawesi Barat)
4. Kalsum Basri, ST (UPTD Balai Sungai KKM, Dinas PU Provinsi Sulawesi Barat)
5. Halijah Syam, SH (Dinas PU Provinsi Sulawesi Barat)
6. Menzy Ganofa, S.ST (Kanwil Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat)
7. Syarifuddin Said, SE (Dinas Koperindag Provinsi Sulawesi Barat)
8. Robertus Paliling, ST (Bappeda Provinsi Sulawesi Barat)
9. Andi Rudi H. (Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat)
10. Adi Rudi (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat)
11. Syamsyucri, A.Md.Kl (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat)
12. Sulaiman, S.TP (Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat)
13. Amri Sulo, S.Sos, M.Si (Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat)
14. Raodah, SH, MH (Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat)
15. Rahyati Rauf, SP (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Barat)
16. Timotius Tangnga, A.Md.Pi (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat)
17. Ardi Anugerah Said (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat)
Editor :
Fransiscus Pakiding, SE
Design/Layout :
Fransiscus Pakiding, SE
Peta Administratif Provinsi Sulawesi Barat
Kata Pengantar
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) ini pada dasarnya disusun
dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlidungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khusunya pada pasal 62 yang mengatakan bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Wajib mengembangkan Sistem Informasi Daerah
yang sekurang-kurangnya memuat tentang Status Lingkungan Hidup, Peta Kerusakan
Lingkungan dan Informasi Lingkungan Hidup Lainnya.
BAB I PENDAHULUAN
I.A Latar Belakang .......... P - 1
I.B Gambaran Umum Daerah ....... P - 3
I.C Visi Dan Misi .... P - 5
I.D Tujuan Penulisan Laporan ......... P - 7
I.E Issu Lingkungan Hidup Utama ..... P - 8
I.F Analisa Status, Tekanan dan Respon Dari Issu Utama .. P - 8
I.G Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup ... P - 16
I.H Manfaat SLHD dalam Pengambilan Kebijakan Daerah .... P - 25
I.I Agenda Pengelolaan Lingkungan . P - 25
Bab I
Grafik 1.1 Grafik Persentase Luas Wilayah Kabupaten di Sulawesi P-3
Barat
Bab II
Grafik 2.1 Persentase Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan Lahan K-4
Utama Di Provinsi Sulawesi Barat
Grafik 2.2 Perbandingan Luas Hutan Menurut Fungsinya K-5
Grafik 2.3 Luas Kerusakan Hutan Provinsi Sulawesi Barat K - 12
Grafik 2.4 Pelepasan Kawasan Hutan Yang Dapat Dikonversi K - 14
Grafik 2.5 Luas dan Persentase Kerusakan Padang Lamun Provinsi K - 48
Sulawesi Barat
Grafik 2.6 Persentase Curah Hujan Rata-Rata Bulanan K - 52
Grafik 2.7 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Provinsi Sulawesi Barat K - 53
Grafik 2.8 Data Bencana Kebakaran Hutan Tahun 2015 K - 57
Bab III
Grafik 3.1 Grafik Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-Laki dan T-3
Perempuan
Grafik 3.2 Perbandingan Penduduk Menurut Umur di Sulawesi Barat T-7
Grafik 3.3 Perbandingan Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut T-8
Tingkat Pendidikan
Grafik 3.4 Grafik Perbandingan jumlah Penduduk Miskin Per T-9
Kabupaten
Grafik 3.5 Persentase Jumlah Keluarga Miskin Terhadap Jumlah T - 10
Kepala Keluarga Menurut Kabupaten
Grafik 3.6 Grafik Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air T - 12
Minum Per Kabupaten se-Sulawesi Barat
Grafik 3.7 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat T - 14
BAB
Grafik 3.8 Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk T - 17
Grafik 3.9 Luas Lahan Sawah dan Frekuensi Penanaman T - 19
Grafik 3.10 Produksi Perkebunan Besar Rakyat Menurut Jenis Tanaman T - 20
Grafik 3.11 Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi dan Palawija T - 21
Grafik 3.12 Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian T - 23
Grafik 3.13 Jumlah Hewan Unggas Menurut Jenisnya T - 24
Bab I
Gambar 1.1 Bajir Beberapa Daerah di Sulawesi Barat P-9
Gambar 1.2 Kebakaran Hutan dan Lahan di Sulbar P - 11
Bab II
Gambar 2.1 Beberapa Contoh Jenis Tanaman Yang Teridentifikasi K - 21
Gambar 2.2 Beberapa Jenis Hewan Yang Diketahui K - 21
Peta 2.1 Peta Rawan Gempa dan Resiko Gempa di Sulawesi Barat K - 54
Pendahuluan
P-1
ketersediaan data, keakuratan analisis, serta penyajian informasi lingkungan
hidup yang informatif.
Pada pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pendahuluan
P-2
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu Buku Data dan Laporan
Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat menjadi acuan dan
pedoman kondisi lingkungan hidup daerah saat ini dan ini merupakan suatu
tantangan untuk menjadi lebih baik lagi.
I-B. GAMBARAN UMUM DAERAH
Provinsi Sulawesi Barat adalah daerah yang terletak pada sisi barat Pulau
Sulawesi yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi ini
terbentuk pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26
tahun 2004 tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara
tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4422), Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menjalankan
pemerintahannya yang mencakup 6 Kabupaten 69 Kecamatan dan 649
Kelurahan/Desa sebagai satuan pemerintahan terendah.
Pendahuluan
P-3
dengan luas wilayah 900,20 kilometer persegi atau sekitar 5,32 persen dari luas
wilayah Provinsi Sulawesi Barat.
Jarak ibukota provinsi ke ibukota kabupaten cukup beragam. Kota kabupaten
yang paling jauh adalah Kabupaten Mamasa yakni sekitar 292 km dan Mamuju
Utara (Pasangkayu) sekitar 276 km.
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat
tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Berdasarkan laporan
dari Stasiun Meteorologi Kabupaten Majene pada tahun 2015 suhu udara di
Sulawesi Barat berkisar antara 26,7C hingga 29,1C dengan rata-rata suhu
udara sekitar 27,8C. Sedangkan kelembapan udara rata-ratanya berkisar
antara 73,33 persen sampai dengan 82,0 persen. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Pada tahun 2015, Sulawesi Barat tergolong daerah yang memiliki intensitas
hujan yang rendah yakni rata-rata hanya mencapai 135,13 mm serta rata-rata
hari hujan sekitar 11,6 hari. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi di bulan
November di Kabupaten Polewali Mandar sedangkan pada beberapa bulan
lainnya di Kabuaten Majene dan Mamuju Tengah, sama sekali tidak ada curah
hujan.
Pendahuluan
P-4
I-C. VISI DAN MISI
Dalam rangka menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan
hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia sebagaimana amanah dari pasal
(3) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Visi Pemerintah Sulawesi Barat 2012
2016 sebagaimana tertuang dalam RPJMD yakni :
Pendahuluan
P-5
VISI
Mendukung Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan yang Berwawasan
Lingkungan di Provinsi Sulawesi Barat
MISI
1. Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
yang terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan
berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau berbasis kearifan
lokal masyarakat Sulawesi Barat;
2. Mewujudkan koordinasi antar stakeholder dalam mensinkronisasikan
kebijakan ekonomi dengan nilai ekologi guna pembangunan berkelanjutan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pegelola sumber daya alam dan
lingkungan hidup di daerah.
a. Tugas pokok
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang lingkungan hidup,
berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
b. Fungsi
Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya sebagaimana dimaksud tersebut
diatas, Badan Lingkungan Hidup mempunyai fungsi :
1. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis di bidang pengelolaan
lingkungan hidup daerah;
2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah bidang
kepegawaian daerah meliputi kesekretariatan, tata kelola lingkungan,
pengendalian pencemaran lingkungan, konservasi SDA dan mitigasi
Pendahuluan
P-6
bencana serta panaatan hukum, kemitraan dan pengembangan
kapasitas lingkungan;
3. Pengkoordinasian dan pembinaan UPTB.
Pendahuluan
P-7
e. Memfasilitasi pengembangan, penilaian dan pelaporan himpunan indikator
dan indeks lingkungan yang disepakati pada tingkat nasional.
f. Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang dirancang untuk
menjawab perubahan lingkungan, termasuk kemajuan dalam mencapai
standar dan target lingkungan.
Selain itu, di Sulawesi Barat terdapat 193 buah gunung. Gunung tertinggi adalah
Gunung Ganda Dewata dengan ketinggian 3.037 meter diatas permukaan laut
yang menjulang tegak di Kabupaten Mamasa. Namun demikian, dari 6
Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, 5 diantaranya berada di daerah
pesisir. Dari kelima kabupten tersebut, tiga dintaranya menjadi lokasi pusat
pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Pendahuluan
P-8
a. Status
Banjir
Kondisi wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang meliputi daerah
pengunungan dan dilintasi oleh sungai besar dan kecil yang sangat rawan
terhadap bencana banjir khususnya banjir bandang akibat meluapnya
aliran sungai.
Sampah yang menyumbat saluran air Sampah yang menyumbat saluran air
Pendahuluan
P-9
yang jauh lebih rendah dibandingkan saluran pembuangan air sehingga
drainase tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Abrasi Pantai
Kondisi geografis Provinsi Sulawesi Barat yang sebagian besar berada di
wilayah pesisir, dimana dari keenam kabupaten di wilayah Provinsi
Sulawesi Barat, lima diantaranya berada di daerah pantai yakni
Kabupaten Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Mamuju Utara dan Kabupaten Mamuju Tengah
Tahun 2015 ini, abrasi pantai terjadi di Kabupaten Majene Abrasi pantai
ini terjadi di Kecamatan Banggae Timur yang merupakan kawasan
pasang surut. Selain itu banjir juga terjadi di kecamatan Malunda
sepanjang 600 meter yang terbagi di tiga wilayah.
Pengertian hutan atau definisi hutan yang diberikan Dengler adalah suatu
kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup
areal yang cukup luas sehingga akan dapat membentuk iklim mikro yang
kondisi ekologi yang khas serta berbeda dengan areal luarnya
(Anonimous 1997).
Salah satu issu yang cukup mengemuka akhir-akhir ini adanya kebakaran
hutan yang melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.
Kebakaran hutan terparah berada di Kepulauan Sumatera dan
Kalimantan yang menjadi perbincangan dunia di tahun 2015.
Pendahuluan
P - 10
Untuk wilayah Sulawesi Barat, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir
di seluruh wilayah Sulawesi Barat yang tersebar di beberapa desa dan
kecamatan. Untuk wilayah kabupaten Mamuju Utara, Mamuju Tengah
dan Mamuju, kebakaran hutan dan lahan terjadi di beberapa perkebunan
sawit milik masyarakat. Kebakaran ini sempat menjadi issu bagi
perusahaan khusunya di Mamuju Tengah dalam program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan. Untuk wilayah Mamuju Tengah, kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi pada bulan Agustus 2015 menyebabkan 1
rumah ikut terbakar dan beberapa lahan perkebunan masyarakat hangus
terbakar. Penyebab kebakaran hingga saat ini masih belum diketahui.
Pendahuluan
P - 11
Tambang Galian C
Salah satu issu yang mengemuka di Sulawesi Barat dari tahun ke tahun
adalah maraknya penambangan galian C, baik yang memiliki izin
lingkungan maupun yang tidak memiliki izin lingkungan. Kegiatan ini
dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh kelompok usaha.
b. Tekanan
Banjir
Pendahuluan
P - 12
keluarga yang anggota keluarganya meninggal dunia dan kehilangan
tempat tinggal.
Abrasi Pantai
Kondisi lain adalah adanya aktifitas laut yang tinggi di perairan Sulawesi
Barat, yang mengakibatkan terjadinya gelombang laut yang sering
mencapai empat sampai enam meter, mengakibatkan terjadinya abrasi
pantai yang merusak pemukiman warga, kerusakan mangrove dan juga
berdampak pada kerugian materil dan moril.
Pada tahun 2015, issu nasional bahkan menjadi issu dunia adalah
banyaknya peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Di
Sulawesi Barat sendiri, dari enam kabupaten, lima diantaranya
mengalami kebakaran hutan dan lahan. Selain merusak lahan pertanian
warga, kebakaran hutan ini juga merusak ekosistem hutan khususnya
yang berada dalam kawasan hutan lindung.
Pendahuluan
P - 13
Pana (1 titik panas), Kecamatan Sesena Padang (5 titik panas),
Kecamatan Tabang (3 titik panas) dan Kecamatan Tanduk Kalua 1 titik
panas, Kecamatan Tawalian (4 titik panas). Kemudian Kabupaten
Mamuju, Kecamatan Bonehau (1 titik panas), Kecamatan Kalumpang (3
titik panas), Kecamatan Tommo (3 titik panas). Kabupaten Mamuju
Tengah, Kecamatan Budong-budong (3 titik panas), Kecamatan Karossa
(1 titik panas) dan Kabupaten Polman, Kecamatan Anreapi (2 titik panas),
Kecamatan Binuang (2 titik panas) Kecamatan Polewali (1 titik panas).
Tambang Galian C
Pendahuluan
P - 14
c. Respon
Banjir
Daerah-daerah yang sering dilanda banjir telah dilakukan rehabilitasi
antara lain :
1. Pelaksanaan program normalisasi sungai
2. Reboisasi di daerah hilir untuk hutan-hutan yang gundul akibat
penebangan liar
3. Bekerja sama dengan pemerintah kabupaten melaksanakan
sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya banjir sebagai akibat
dari penggundulan hutan.
4. Memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan penebangan
kayu yang tidak memperhatikan perbaikan kualitas lingkungan.
Abrasi Pantai
Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya
abrasi pantai antara lain :
1. Penanaman mangrove di wilayah yang terkena dampak abrasi.
2. Pembangunan tanggul-tanggul penahan ombak di daerah pesisir
khususnya di sekitar daerah pemukiman.
3. Pembangunan tanggul pemecah ombak di daerah-daerah yang
berpotensi aktifitas laut yang tinggi.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Pendahuluan
P - 15
Gubernur sudah memerintahkan kepada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah dan Kepala Bandara Tampapadang untuk membuka
posko siaga 24 jam dalam menanggapi kejadian kebakaran hutan dan
lahan di Sulawesi Barat.
Tambang Galian C
Indeks pencemaran air Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2015 dihitung
berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai di 5 (lima) kabupaten.
Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju, Polewali
Mandar dan Kabupaten Mamasa di laksanakan oleh Bidang Pengendalian
Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BLH Provinsi Sulawesi Barat sedangkan
untuk pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Majene dilaksanakan oleh
BLHP Kabupaten Majene.
Pendahuluan
P - 16
Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju Utara dilakukan di sungai
lariang, di Kabupaten Polewali Mandar di sungai Mandar dan di Kabupaten
Mamasa dilakukan di sungai Mamasa. Periode pemantauan ketiga sungai
tersebut 5 kali dalam setahun dengan jumlah titik sampling 6 titik sampling.
Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju dilakukan di dua sungai
yaitu sungai karama dan sungai kali mamuju dengan periode pemantauan 2 kali
dalam setahun dengan jumlah titik sampling masing-masing sungai sebanyak 3
titik sampling.
Pendahuluan
P - 17
dinyatakan cukup baik adalah Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah dengan nilai
IPA 66,67. Secara keseluruhan kondisi kualitas air sungai di Provinsi Sulawesi
Barat Tahun 2015 sangat kurang dengan nilai IPA 57,20.
Perbandingan nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat selama tiga tahun terakhir dapat
dilihat pada tabel berikut :
Pendahuluan
P - 18
Indeks Pencemaran Udara
Pemantauan kualitas udara ambien dilaksanakan oleh bidang Pengendalian
Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BLH Provinsi Sulawesi Barat. Pengambilan
sampel udara ambien dilaksanakan di 6 Kabupaten se - Sulawesi Barat dengan
tiga titik sampling setiap kabupaten. Di Kabupaten Mamuju Utara pengambilan
sampel udara ambien dilakukan di lokasi Jl. Ir. Soekarno, Jl. H. Andi Depu
(Lapangan Sepakbola) dan Jl. Urip Sumoharjo Pasangkayu.
Berikut rekap tabel mengenai rerata konsentrasi NO2 dan SO2 tiap kabupaten dan
perhitungan IP dan IPU.
Pendahuluan
P - 19
Berdasarkan tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks
pencemaran udara Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 ini masih cukup
bagus yakni mencapai nilai 96,68. Jika ditinjau berdasarkan masing-masing
kabupaten, maka Kabupaten Majene dan Polewali mandar masih menduduki
peringkat pertama sebagai Kabupaten dengan tingkat pencemaran udara
terendah, sedangkan Kabupaten Mamuju/Mamuju tengah pada peringkat
terakhir.
Berikut perbandingan nilai indeks kualitas udara untuk tahun 2014 dan 2015.
Pada hakekatnya tutupan hutan dan lahan secara tidak langsung memiliki
kontribusi besar dalam perubahan kualitas air sungai dan pencemaran udara. Jika
Pendahuluan
P - 20
persentase luas hutan masih lebih besar dari total luas wilayah suatu daerah,
dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan di daerah tersebut masih cukup
baik. Jika kualitas hutan masih terjaga, maka secara tidak langsung ikut menjaga
kualitas air sungai dan tingkat pencemaran udara. Sebaliknya, jika semakin
banyak alih fungsi hutan akan menimbulkan pencemaran air sungai dan udara.
Untuk perhitungan indeks tutupan hutan maka diperlukan data hutan primer dan
hutan sekunder yang kemudian dijumlahkan. Data hutan primer dan hutan
sekunder per Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat yang diperoleh dari Dinas
Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat (SK. Menhut No. SK.862/MENHUT.II/2014)
yang kemudian dibandingkan dengan luas wilayah administrasi setiap kabupaten
maka dapat diperoleh persentase tutupan hutan setiap kabupaten. Dari hasil
perhitungan persentase Tutupan Hutan maka dapat diperoleh Indeks Tutupan
Hutan per-Kabupaten dengan melakukan konversi persentase yang merupakan
perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah menggunakan rumus
perhitungan sebagai berikut :
ITH 100 84 ,3 THx 100 x 50
54 , 3
Berdasarkan rumus diatas, maka Indeks Tutupan Hutan Sulawesi Barat untuk
tahun 2015 menurut kabupaten dan Provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
3 Majene 53,17
5 Mamasa 66,79
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks tutupan hutan
untuk semua daerah di Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan. Hal ini
ditandai dengan nilai indeks tutupan hutan masih mencapai rata-rata 66,96. Nilai
ini dipengaruhi oleh Indeks Tutupan Hutan di Kabupaten Majene dan Polewali
Mandar yang sangat rendah. Nilai indeks tutupan hutan tertinggi berada di
Pendahuluan
P - 21
Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah mencapai 77,27, sedangkan nilai indeks
tutupan hutan terendah berada di Kabupaten Polewali Mandar yakni hanya
mencapai 36.56.
Perhitungan Indeks kualitas lingkungan memiliki sifat komparatif yang berarti nilai
satu kabupaten relatif terhadap kabupaten lainnya. Hasil perhitungan indeks
kualitas lingkungan bukan semata-mata untuk melihat peringkat IKLH per-
Kabupaten akan tetapi bagaimana setiap kabupaten saling bersinergi untuk
Pendahuluan
P - 22
memperbaiki kualitas lingkungan sehingga dapat mengangkat kualitas lingkungan
Provinsi Sulawesi Barat.
Dari rumus perhitungan tersebut diatas, maka Indeks Kualitas Lingkungan untuk
Provinsi Sulawesi Barat dan masing-masing kabupaten dapat dilihat melalui tabel
berikut :
Tabel 1.8 : Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Per Kabupaten
No. Provinsi/Kabupaten IPA IPU ITH IKLH
Perubahan nilai IKLH setiap kabupaten di pangaruhi oleh perubahan nilai IPA, IPU
da ITH. Penurunan nilai IKLH paling signifikan terdapat di Kabupaten Mamasa, hal
ini dipengaruhi oleh penurunan nilai Indeks Pencemaran Air yang sangat
Pendahuluan
P - 23
signifikan. Dari hasil perhitungan IPA untuk sungai Mamasa, dari 30 titik
pemantauan hanya 1 titik yang memenuhi baku mutu, 28 titik tercemar ringan
dan 1 titik cemar sedang. Di Kabupaten Polewali Mandar penurunan nilai IKLH
juga dipengaruhi oleh turunnya nilai IPA. dari hasil perhitungan nilai IPA
Kabupaten Polman dari 30 titik pemantauan 21 titik yang memenuhi baku mutu,
9 titik cemar ringan.
Selain dari nilai IPA yang rendah, Indeks tutupan hutan di Kabupaten Polewali
Mandar mempunyai nilai yang terendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya
di Provinsi Sulawesi Barat. Meskipun ITH di Polman mengalami kenaikan
dibandingkan dengan Tahun 2014 akan tetapi tutupan hutan di Kabupaten
Polewali Mandar masih kurang dibandingkan dengan luas administrasinya. Di
Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah penurunan nilai IKLH dipengaruhi oleh
semua indikator baik air, udara dan tutupan hutan. Untuk Kabupaten Mamuju
Utara dan Majene sedikit mengalami kenaikan karena dipengaruhi oleh naiknya
nilai IPA dibandingkan dengan tahun 2014.
Dari rentang nilai IKLH maka Kabupaten Majene dan Polewali berada pada
kategori kurang. Untuk Kabupaten Mamuju Utara dan Mamasa masuk dalam
kategori cukup dan Kabupaten Mamuju masuk dalam kategori baik. Dengan
melihat hasil ini seharusnya setiap kabupaten yang masuk kategori cukup bahkan
kurang untuk berbuat sesuai dengan proporsi dalam memperbaiki kualitas
lingkungan hidup dan Kabupaten yang sudah masuk dalam kategori baik untuk
tetap mempertahankan kondisi lingkungannya dan juga selalu berupaya untuk
meningkatkan kualitas pada posisi yang unggul.
Pendahuluan
P - 24
Tabel 1.9 : Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Sulbar Tahun 2015
Populasi Luas
IKLH NILAI IKLH
No. Kabupaten Kab/Populasi Kab/Luas
Kab Prov. Prov.
Prov.
1 Mamuju Utara 71,55 0,121 0,177 10,658
Mamuju / Mamuju
2 79,55 0,299 0,469 30,592
Tengah
3 Majene 65,62 0,128 0,053 5,948
4 Polewali Mandar 63,18 0,332 0,123 14,372
5 Mamasa 70,83 0,119 0,178 10,508
IKLH Provinsi Sulbar Tahun 2015 72,08
Pendahuluan
P - 25
2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia pengelola
lingkungan hidup;
3. Membangun kemampuan dalam pelaksanaan koordinasi kebijakan dan
perencanaan pembangunan di bidang lingkungan hidup;
4. Peningkatan partisipasi dan peran serta masyarakat;
5. Peningkatan upaya penegakan hukum lingkungan;
6. Penguatan akses masyarakat terhadap informasi lingkungan hidup.
Pada tahun 2015 ini melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah,
pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran untuk bidang pengelolaan
lingkungan hidup sebesar Rp. 21.079.938.500,- serta anggaran pendapatan
dan belanja nasional melalui dana dekonsentrasi bidang lingkungan hidup
sebesar Rp. 1.300.000,-. Dengan demikian, total anggaran pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat dalam bidang lingkungan hidup untuk tahun 2015 sebesar Rp.
22.379.938.500,-
Pendahuluan
P - 26
1. Kegiatan yang bersumber dari dana APBD :
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
Bimbingan teknis persampahan
Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.
Koordinasi penilaian kota sehat Adipura
Pengelolaan B3 dan Limbah B3
Pengkajian Dampak Lingkungan
Inventarisasi Usaha Kegiatan Wajib AMDAL/UKL/UPL
Koordinasi Pengawasan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Pos P3SLH
Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Udara Skala Provinsi
Penetapan Baku Mutu Air Provinsi Sulawesi Barat
Updating Draf Peraturan Bidang AMDAL dan Sistem Informasi Data Base
(Aplikasi Data Base Dokumen AMDAL UPL-UKL)
Penyusunan Pergub Baku Mutu Air
Penyusunan Pergub tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
dilengkpi dengan UKL/UPL
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
Konservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian Kerusakan Sumber-
Sumber Air
Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan dan Konservasi
SDA
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Pengembangan Data dan Informasi Lingkungan
Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daeah (SLHD) dan IKLH
Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut
Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut
Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
Pengembangan Program Program ADIWIYATA (Sekolah Peduli
Lingkungan)
Penyusunan PDRB Hijau Sulawesi Barat
Pendahuluan
P - 27
2. Kegiatan yang bersumber dari dana APBN yakni Program Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Peningkatan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah, antara lain :
Pengawasan dan Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan
Limbah Berbahaya dan Beracun
Pemantauan Kualitas Air Pada Sumber Air Skala Nasional Dan Atau
Merupakan Lintas Batas Negara Dan Atau Prioritas Nasional
Pemantauan Kualitas Udara Lintas Provinsi Dan Atau Lintas Batas Negara
Dan/Atau Prioritas Nasional
Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagaimana yang telah diagendakan
dalam program kerja Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat untuk
tahun 2015, harus dibarengi dengan ketersediaan sumber daya manusia
pengelola lingkungan hidup. Berdasarkan data yang dihimpun dari Sekretariat
Badan lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat, Jumlah pegawai negeri di BLH
Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2015 ini baru sekitar 47 orang yang terdiri
dari 23 laki-laki dan 24 perempuan. Jumlah ini mengalami pertabahan dari
tahun sebelumnya yakni hanya 43 orang.
Pendahuluan
P - 28
BAB II
KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
DAN KECENDERUNGANNYA
Berdasarkan data yang tertuang dalam Perda RTRW Provinsi Sulawesi Barat, luas
kawasan lindung di Sulawesi Barat adalah 1.557.229,50 hektar yang terdiri atas
kawasan perlindungan terhadap kawasan seluas 668.375,10 hektar, kawasan
perlindungan setempat seluas 675.041 hekar dan kawasan suaka alam seluas
213.813,40 hektar. Pembagian kawasan berdasarkan tutupan lahan belum dapat
dihitung secara terperinci baik dari data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat
maupun penjabaran dari Perda RTRW Provinsi Sulawesi Barat.
Luas Tutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan
Data luas tutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan dirinci
menurut kabupaten berdasarkan data yang tertuang dalam lapiran II-Lapiran IV
Perda Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2015-2034, yang dapat dihitung adalah luas kawasan
hutan yang dirinci sebagai berikut :
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa luas lahan kritis di Provinsi
Sulawesi Barat untuk tahun 2015 adalah 178.462, 83 hektar dengan wilayah
terluas berada di Kabupaten Mamuju yakni seluas 71.533,83 hektar. Jumla ini
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni
mencapai 246.517 hektar.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.
1. Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai dan rawa-rawa.
Kerusakan tanah untuk produksi biomassa dapat disebabkan oleh sifat alami
tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah
tersebut terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai media untuk
produksi biomassa secara normal. Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan
tanah untk produksi biomassa ini hanya berlaku untuk pengukuran kerusakan
tanah karena tindakan manusia di areal produksi biomassa maupun karena
adanya kegiatan lain diluar areal produksi biomassa yang dapat berdampak
terhadap terjadinya kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
Kriteria baku yang digunakan untuk menentukan status kerusakan tanah untuk
produksi biomassa didasarkan pada parameter kunci sifat dasar tanah, yang
mencakup sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Sifat dasar tanah ini
menentukan kemampuan tanah dalam menyediakan air dan unsur hara yang
cukup bagi kehidupan (pertumbuhan dan perkembangan) tumbuhan. Dengan
mengetahui sifat dasar suatu tanah maka dapat ditentukan status kerusakan
tanah untuk produksi biomassa.
Kriteria baku ini dapat digunakan untuk produksi biomassa tanaman semusim
maupun tanaman keras (perkebunan dan kehutanan). Khusus untuk parameter
ketebalan solum nilai ambang kritis hanya berlaku untuk tanaman semusim,
sedangkan untuk tanaman keras (perkebunan dan kehutanan) nilai ambang kritis
harus disesuaikan dengan kebutuhan jenis tanaman keras tersebut (berdasarkan
evaluasi kesesuaian lahan).
Pada periode pemantauan kualitas tanah tahun 2015 pada Lahan Kering
dilakukan oleh Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar. Untuk
Kabupaten Majene dilakukan di tiga lokasi yakni berada di Desa Lambe, Desa
Pangaleroang dan Desa Talongga. Dari hasil pemantauan di Kabupaten Majene
dapat dijabarkan bahwa parameter yang melebihi baku mutu sesuai dengan
Tidak bisa dipungkiri bahwa kerusakan hutan terjadi setiap hari, informasi
tersebut seringkali kita dapatkan dari berbagai macam media seperti televisi,
internet, radio, dan media-media lainnya. Padahal kita tahu semua bahwa
keberadaan hutan sangatlah penting bagi kehidupan didunia ini dianataranya
sebagai paru-paru dunia, mengendalikan bencana alam, rumah bagi flora fauna,
dan masih banyak lagi.
Dan dibawah ini akan dijelaskan secara singkat penyebab kerusakan hutan serta
dampaknya bagi kehidupan dimuka bumi ini.
1. Kebakaran Hutan
Penyebab kerusakan hutan lainnya yang memilidi andil yang sangat besar adalah
penebangan hutan secara liat atau yang biasa disebut illegal logging. Umumnya
kejadian seperti ini dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi, untuk itu
Pemerintah diharapkan bisa memberikan solusi dalam permasalahan ini.
4. Mentalitas Manusia
Sebenarnya penyebab kerusakan hutan yang terjadi selama ini adalah karena
mantalitas sebagian manusia yang menganggap dirinya paling berhak untuk
mengelola hutan. Padahal kenyataan dilapangan banyak amanah yang
disalahgunakan sehingga menjadikan hutan yang semakin hari semakin rusak.
Pada tahun 2015 ini, hampir semua daerah di seluruh Indonesia dilanda
kebakaran hutan yang berkepanjangan. Jika ditelusuri secara mendalam, sebagin
besar kebakaran hutan diakibatkan oleh perambahan hutan untuk alih fungsi
lahan yang tidak mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Pengaruh kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2015 ini menjadi salah satu
penyebab kebakaran hutan dari akibat perambahan hutan dan penebangan liar.
Berdasarkan grafik diatas, pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi yang
terbesar adalah untuk kawasan pertanian yakni seluas 7.314,44 hektar,
sedangkan untuk kawasan industry dan pertambangan, belum mendapatkan
ruang untuk pengembangan kawasan.
1 Pemukiman 512,51
2 Pertanian 7314,44
3 Perkebunan 9,67
4 Industri 0,00
5 Pertambangan 0,00
6 Lainnya 1458,48
Sumber : Tabel SD-10 Buku Data
Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi menutut peruntukannya
sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Luas wilayah Provinsi Suawesi Barat yang didominasi oleh sebagian besar wilayah
hutan tropis sangat memungkinkan untuk perkembangan keanekaragaman hayati
yang tedapat di dalamnya.
Jenis tubuhan yang mendominasi pada hutan rimba antara lain : kayu alo (litsea
ampala), rambutan hutan (Nephelium lamppaceum), lemo (Ilex pleibrachiata),
Lepto-lepto (Litsea sp), kelong (Artocarpus dosyphyllus), bulieng (Diospyros
buxifolia), kayu bado (Scleichera oleorsa), kayu rita (Alstonia scholaris), jati
(Tectona grandis), Campagi (dalbergia latifolia), sugimanae (Antocephalus
cambada), durian hutan (Durio sp), kasea (Eucalyptus sp), bambo (Bambossa sp),
kayu hitam (Diospyros celebica), dan jenis-jenis lainnya.
Di dalam ekosistem hutan ini, terdapat berbagai jenis tumbuhan yang dapat
menghasilkan berbagai jenis hasil hutan nirkayu seperti : terpentin, getah damar,
madu, rotan dan sebagainya. Selain itu juga terdapat berbgai jenis tumbuhan
yang berkhsiat untuk pengobatan tradisional seperti : berbagi jenis empon-empon
(jahe, kunyit, laos, lempuyang temulawak) dan berbagai jenis tumbuhan lainnya.
Ekosistem hutan di daerh ini juga menjadi habitat berbagai jenis satwa liar, baik
dari jenis mamalia, burung, reptilian maupun serangga.
Tabel 2.5 : Beberapa Tumbuhan Daratan Yang Teridentifikasi
Nama
Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat
Lokal
Pohon Borassus Majene, Polewali Mandar Endemik Daerah kering
Lontar Flabilifer
Eboni Diospyros Mamuju, Mamuju Utara Endemik, Hutan Tropis
Celebia terancam
Pinus Pinus Mamasa Tidak tahu Daerah
Merkusii Pegunungan
Jati Tectona Mamuju, Majene, Polman Terancam Daerah Kering
Grandis
Meranti Shorea sp Mamuju, Mamuju Utara Terancam Hutan Tropis
Nama
Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat
Lokal
Anoa Bubalus Mamuju, Mamasa, Mamuju Terancam dan Hutan
Quarlesi Utara Endemik
Burung Megachepalon Mamuju, Mamuju Utara Terancam dan Pantai
Maleo Maleo Endemik
Babi Babarusa Mamuju, Mamasa, Mamuju Terancam dan Hutan
Hutan Babirusa Utara, Polman Endemik
Kutul Anhinga Provinsi Sulbar Terancam Hutan
Besar Melanogaster
Monyet Mecaca Provinsi Sulbar Terancam Hutan
Tongkeana
Rusa Cervus sp Provinsi Sulbar Terancam Hutan
Dari berbagai jenis tanaman budidaya yang terdapat atau diusahakan oleh
masyarakat, beberapa jenis tanaman terutama dari tanaman buah-buahan,
keanekaragaman varietas/spesies yang terdapat di daam agroekosistem ini
cukup banyak. Jenis tanaman manga (Mangifera sp) yang terdapat di dalam
agroekosistem ini lebih dari sepuluh jenis. Pisang (Musa sp) juga terdiri atas
banyak varietas/spesies, demikian pula dengan rambutan, durian dan jambu.
Selain itu, terdapat pula jenis tanaman yang berada pada dataran tinggi seperti
markisa yang menjadi identitas wilayah tesebut.
Nama
Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat
Lokal
Asam Tamarindus Mamuju, Majene, Polman, Tidak Tahu Lahan
Indicus Mamuju Utara Masyarakat
Durian Durio Mamuju, Mamuju Utara, Melimpah Lahan
Zibethinus Polman, Mamasa Masyarakat
Cempedak Arthocarpus Mamuju, Mamuju Utara Tidak Tahu Lahan
Integer Masyarakat
Jambu Biji Psidium Provinsi Sulbar Melimpah Lahan
Guajava Masyarakat
Kuini Mangifera Mamuju, Majene, Polman, Tidak Tahu Lahan
Odorata Mamuju Utara Masyarakat
Langsat Aglaia Mamuju, Majene, Polman, Melimpah Lahan
Eusiderox Mamuju Utara Masyarakat
Lobi-Lobi Flacourtia Mamuju, Mamuju Utara, Melimpah Lahan
Inermis Polman Masyarakat
Mangga Mangifera Provinsi Sulbar Melimpah Lahan
Indica Masyarakat
Mengkudu Morinda Provinsi Sulbar Melimpah Lahan
Citrifolia Masyarakat
Selain jenis tumbuhan, terdapat pula berbagai jenis ternak yang diusahakan dan
dipelihara oleh masyarakat antara lain : sapi, kambing, kuda, babi dan jenis
unggas. Jenis ternak ini, selain diternakkan di lading yang kosong juga sebagian
besar dikandangkan di habitat pekarangan masyarakat.
Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu
sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.
Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa
bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke
dalam air tawar, payau atau asin.
Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang
subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-
lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasipertambakan, maupun --
di Indonesia-- sebagai wilayah transmigrasi. Mengingat nilainya yang tinggi itu, di
banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta
dimasukkan ke dalam program-program konservasi dan rancangan pelestarian
keanekaragaman hayati semisal Biodiversity Action Plan.
Di ekosistem pesisir ini masih dapat dijumpai jenis burung pantai seperti bluwok,
bangau tontong, dan cangak laut. Untuk keanekaragaman hayati jenis ikan laut di
selat Makassar yang masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat antara lain :
ikan perepek, ikan bambangan, ikan kerapuh, ikan lencam, ikan kurisi, gulama,
cucut, pari, layang, selar, kuwe, ikan terbang, belanak, teri, japuh, tembang,
lamuru, kembung, cakalang, udang putih, cumi-cumi, tenggiri dan lain sebagainya.
Jenis-jenis ikan ini dapat teridentifikasi berdasarkan hasil tangkapan nelayan di
wilayah ini.
Tabel 2.8 : Beberapa Jenis Satwa Pesisir dan Laut yang Teridentifikasi
Berikut ini adalah beberapa contoh jenis flora dan fauna yang berhasil diidentifiasi
di Sulawesi Barat :
Pemulihan tanaman saat ini ditujukn pada tanaman budidaya seperti pad,
anggrek serta kultivar lainnya. Untuk hewan, upaya penangkaran dan persilangan
dilaukan pada berbagai jenis hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kuda dan
ayam. Kebun koleksi plasma yang ada di Indonesia saat ini belum menghasilkan
banyak kultivar unggul baru. Sebenarnya secara tradisional masyarakat Indonesia
telah memiliki pola pelestarian alam yang ekologis, misalnya tidak boleh
menebang pohon beringin, mengambil ikan di lubuk danlain sebagainya. Namun
karena kemajuan teknologi, warisan tradisional tersebut perlahan-lahan mulai
memudar bahkan hilang.
Keanekaragaman hayati ini terus menurun dari tahun ke tahun akibat kegiatan
manusia yang tidak mampu menjaga kelestarian keanekarahaman hayati. Hutan
sebagai habitat dari hewan dan tumbuh-tumbuhan sebagian besar telah dialih
fungsikan sebagai lahan perkebunan dan pembangunan. Untuk mengantisipasi
hilangnya beberapa flora dan fauna yang endemic dan terancam punah,
diperlukan kebijakan yang harus dimulai dari pihak pemerintah khsusnya dalam
pembuatan aturan-aturan yang tegas.
Pada umumnya masyarakat mengharapkan potensi jenis flora dan fauna dapat
dipertahankan karena merupakan sumber pemenuhan kebutuhan dan
pendapatan masyarakat jika dikelola dengan baik. Hal sederhana yang dapat
dilakukan adalah rehabilitasi areal yang telah mengalami perubahan fungsi
dengan mengembangkan jenis keanekaragaman hayati lokal yang bernilai
ekonomi.
II-C. AIR
Air merupakan elemen yang sangat signifikan bagi kehidupan mahluk hidup baik
hewan, tumbuhan, dan manusia. Semua memerlukan air untuk membantu
metabolism yang ada didalam tubuh karena hapir tiga perempat dari tubuh
manusia adalah air. Jadi bisa dibayangkan betapa susahnya jika tidak ada air
didunia ini. Air juga penting bagi lingkungan dan kelestarian alam beserta isinya.
Apabila keberadaan air tidak seimbang dengan keberadaan alam maka tidak
akan tercipta keselarasan yang indah. Misalnya air tidak bisa memenuhi
kebutuhan hutan, maka manfaat hutan tidak akan bisa dirasakan oleh mahluk
hidup yang lainnya.
Keberadaan manfaat air bagi kesehatan tubuh sangat penting dimana air adalah
sumber kehidupan. Kemampuan air bisa memperbaiki daya tahan tubuh karena
air dapat menaikkan simpanan glycogen, suatu bentuk dari karbohidrat yang
tersimpan dalam otot dan digunakan sebagai energi saat manusia sedang
beraktifitas atau pun bekerja.
Inventarisasi Sungai.
Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar
khusunya air sungai. Dari sekian banyak sungai yang berada di Sulawesi Barat,
ada lima sungai yang merupakan sungai besar yakni : Sungai Lariang, Sungai
Karama, Sungai Mandar, Sungai Mamasa dan Sungai Mapilli. Dari kelima sungai
tersebut, tiga diantaranya merupakan sungai lintas provinsi yang bermuara di
Provinsi Sulawesi Barat yakni :
2. Sungai Karama ( Sungai terbesar kedua di Pulau Sulawesi). Sungai ini hulunya
berada di Kabupaten Luwu-Provinsi Sulawesi Selatan, dan bermuara di
Kabupaten Mamuju-Provinsi Sulawesi Barat. Pengelolaan sungai tersebut
sedang dalam proses kerjasama dengan Pemerintah Cina untuk dijadikan
sebagai sumber Pembangkit Listrik bertenaga Air yang terbesar di Indonesia
Selain kelima sungai besar tersebut diatas, masih ada beberapa anak sungai yang
tersebar di masing-masing kabupaten yang menjadi sumber air minum dan
pengairan bagi lahan persawahan. Sebagai contoh : Sungai Kali Mamuju (Sebagai
sumber air PDAM); sungai Madatte, Kabupaten Polewali Mandar (sebagai sumber
air PDAM dan Pengairan untuk persawahan)
Dari sekian banyak sungai yang mengalir di Sulawesi Barat, jumlah sungai
tersebut dibagi kedalam 4 wilayah sungai berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi
Barat sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :
Malunda Majene
Mandar Majene
Babalalang Mamuju
Mamasa Mamasa
Bone-Bone Mamuju
Mamuju Mamuju
Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung.
Air tawar yang tersimpan dalam kolam, tambak dan persawahan sifatnya hanya
sementara saja, pada musim kemarau umumnya sudah mengalami kekeringan.
Untuk meningkatkan keterseiaan air tawar pada daerah-daerah yang iklimnya
relatif kering atau mengalami musim kemarau lebih darii enam bulan, maka
pembuatan embung adalah salah satu alternatif untuk mengatasinya. Salah satu
daerah yang menerapkan system ini adalah Kabupaten Majene. Salah satu
kelebihan dari embung jika dibandingkan dengan danau, waduk atau bendungan
adalah airnya tidak mengalir sehingga hanya akan surut oleh peristiwa penguapan
dan perembesan kedalam tanah.
Dari beberapa sungai yang ada di Sulawesi Barat, hanya sebahagian kecil saja
yang dibendung. Bendungan yang terbesar adalah Bendungan Sekka-Sekka yang
berada di Kabupaten Polewali Mandar. Jumlah air yang ditampung pada
umumnya digunakan untuk sumber air minum, pengairan dan perikanan. Selain
beberapa sungai, juga terdapat Chekdam yang fungsinya pada umumnya juga
untuk mengendalikan debit air agar tidak menimbulkan sedimentasi dan banjir.
Selain itu, juga dapat dimanfaatkan untuk hal lain seperti pengairan dan
pengembangan bududaya perikanan.
dimana:
(Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij
(Ci/Lij)R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij
Evaluasi terhadap PIj adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika 0 PIj 1,0
b. Tercemar ringan jika 1,0 < PIj 5,0
c. Tercemar sedang jika 5,0 < PIj 10,0
d. Tercemar berat jika PIj > 10,0.
Pada prinsipnya nilai PIj > 1 mempunyai arti bahwa air sungai tersebut tidak
memenuhi baku peruntukan air j, dalam hal ini mutu air kelas II. Penghitungan
indeks kualitas air dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Setiap lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap sebagai satu
sampel;
b. Hitung indeks pencemaran setiap sampel untuk parameter TSS, DO, COD, BOD,
Total Phospat, Fecal Coli dan Total Coli;
c. Hitung persentase jumlah sampel yang mempunyai nilai PIj > 1, terhadap total
jumlah sampel pada tahun yang bersangkutan.
d. Melakukan normalisasi dari rentang nilai 0% - 100% (terbaik terburuk)
jumlah sampel dengan nilai PIj > 1, menjadi nilai indeks dalam skala 0 100
(terburuk terbaik).
Untuk pengambilan sampel air sungai dipilih dari masing-masing Kabupaten
dengan kriteria bahwa sungai tersebut merupakan sungai lintas kabupaten atau
merupakan sungai prioritas yang akan dikendalikan pencemarannya.
Pemantauan untuk setiap sungai dilakukan 5 kali dalam satu tahun dengan 6 titik
lokasi pengambilan sampel sehingga dihasilkan paling tidak 30 sampel kualitas
air sungai untuk setiap sungai dalam setahun.
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Pencemaran Air (IPA) Sulawesi Barat, maka
dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai dengan tingkat pencemaran paling
tinggi adalah Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamasa dengan nilai IPA hanya
50.00. Kualitas air sungai yang masih dinyatakan cukup baik adalah Kabupaten
Berikut hasil perhitungan indeks Pencemaran Air di Sulawesi Barat di rinci per
Kabupaten :
Berdasarkan data-data pada tabel diatas, maka hasil pengujian kualitas air
sungai di sungai yang dipantau dapat dijabarkan sebagai berikut :
Yang dimaksud bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang
berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan
tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan
pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidalTerjadinya endapan di
dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena
endapan akan menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur
ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi
sumber makanan ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari.
Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau
terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.
Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan
yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga dapat
menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Apabila ion-ion logam berasal
dari logam berat maupun yang bersifat racun seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air
yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia,
air tersebut tidak layak minum.
Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung dan
amenutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak mengandung senyawa
yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak yang
menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan minyak ini tergantung pada
jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan air dapat terdegradasi
oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama.
Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat menghalau
ikan atau spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses biologis pada
tumbuhan dan hewan bahkan akan menurunkan tingkat oksigen dalam air.
Sabun natron (sabun keras) adalah garam natrium asam lemak seperti pada
contoh reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam kalium asam lemak
yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan basa K(OH). Sabun lemak diberi
pewarna yang menarik dan pewangi (parfum) yang enak serta bahan antiseptic
seperti pada sabun mandi. Beberapa sifat sabun antara lain adalah sebagai
berikut :
Sedangkan deterjen adalah juga bahan pembersih sepeti halnya sabun, akan
tetapi dibuat dari senyawa petrokimia. Deterjen mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan sabun, karena dapat bekerja pada air sadah. Bahan
deterjen yang umum digunakan adalah dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam
Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk
dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Pembagian kelas air didasarkan pada
gradasi tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaanya. Tingkatan
mutu air kelas satu merupakan tingkatan terbaik.
Kualitas Air Danau/Waduk/Situ/Embung.
Waduk adalah tempat penampungan air yang sangat besar yang dibuat dengan
cara membendung aliran sungai. Air yang sudah ditampung dalam waduk lantas
pH 8,61 9,17
TSS (mg/ L) 22 31
COD (mg/ L) 48 80
Berdasarkan ketentuan dalam PP 82 Tahun 2001 pada baku mutu air kelas II,
untuk Waduk Tunda terdapat parameter yang melebihi baku mutu yang
ditetapkan yakni parameter TDS yang mencapai 1070 sedangngkan baku mutu
yang dipersyaratkan maksimal 1000 mg/L. Untuk Waduk Kalambangan, juga
terdapat satu parameter yang melebihi baku mutu yakni pada pH yang mencapai
9,17 sedangkan baku mutu yang dipersyaratkan adalah 6 9.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah
permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air Selain air
sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting
terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk
kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri.
Fecal coliform
0 0 0 0 0 0 0
(jml/100 ml)
Total coliform
31 172 49 7 10 57 33
(jml/100 ml)
Sumber : Tabel SD-17 Buku Data
Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat pencemaran udara adalah upaya
untuk menggalakkan penanaman pohon yang akhir-akhir ini dikenal dengan istilah
penanaman satu milyar pohon. Beberapa komponen zat pencemar yang dapat
menimbulkan pencemaran udara antara lain; Particulate Matter (PM10) yaitu
padatan atau likuid udara dalam bentuk asap, debu dan uap yang dapat tinggal
dalam admosfir dalam waktu yang cukup lama; Ozone (O3) adalah bahan
pencemar sekunder yang terbentuk di admosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC;
Carbon Monoxide (CO) adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan
bakar yang tidak sempurna; Carbon Dioxide (CO2) adalah gas yang diemisikan dari
sumber-sumber alamiah dan antropogenik; Nitrogen Oxide (NOx) adalah kontributir
dimana:
IPU = Indeks Pencemaran Udara
IPNO2 = Indeks Pencemar NO2
IPSO2 = Indeks Pencemar SO2
Tabel 2.14 : Tabel Indeks Pencemaran Udara Sulbar 2015
Kabupaten Mamuju,
2 12,00 69,17 99,58 91,35 95,46
Mamuju Tengah
Kabupaten Polewali
4 12,00 31,00 99,58 96,13 97,85
Mandar
Peningkatan gas buang seperti NH3, NO2, SO2 dan aerosol akan mempengaruhi
kadar keasaman air hujan. Arosol dan gas-gas tersebut yang larut dalam udara
dapat dibersihkan dari admosfer melalui proses pembersihan secara kering (dry
deposition) atau secara basah (wet deposition). Menurut Seinfeld J.H. (1986) garis
batas keasaman air hujan adalah 5,6 yang berada dalam garis kesetimbangan
dengan konsentrasi CO2 atmosfer 330ppm. Jika jika kadar keasaman air hujan
dibawah 5,6 maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi hujan asam.
Jan 6,75 0,37 tad 0,9 tad 0,03 tad 0,02 0,04
Feb 6,82 0,68 tad 0,7 tad 0,02 tad 0,02 0,03
Mar N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Apr N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Mei N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Jun N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Jul N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Ags N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Sep N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Okt 6,35 0,3 tad 0,8 tad 0,01 tad 0,03 0,05
Nop 7,56 0,26 tad 0,5 tad 0,01 tad 0,01 0,03
Secara geografis, Provinsi Sulawesi Barat sebagian besar berada di daerah pesisir
pantai yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Dari enam Kabupaten
yang ada dalam wilayah Pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat, lima diantaranya
berada pada daerah pesisir pantai. Hanya Kabupaten Mamasa yang berda di
daerah pegunungan.
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang cukup unik karena merupakan
tempat pencampuran pengaruh antara darat, laut dan udara yang disebut iklim.
Pada umumnya wilayah pesisir dan estuaria pada khusunya mempunyai tingkat
kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organik yang
penting dalam rantai makanan laut. Namun demikian, perlu dipahami bahwa
sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh
adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam, dan karenanya merupakan
wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan
dengan fluktuasi di luar normal.
Untuk mendukung pengembangan produksi perikanan, sangatlah didukung oleh
terpeliharanya ekositem perikanan dan kelautan. Salah satunya adalah menjaga
kelestrian kualitas air laut khusunya dari pencemaran akibat usaha dan atau
kegiatan manusia baik perorangan maupun kelompok bahkan dunia usaha serta
ditambah lagi dengan rusaknya terumbu karang dan padang lamun yang menjadi
habitat utama perkembangan perikanan dalam laut.
Kualitas Air Laut.
Sebagian besar permukaan bumi di Indonesia adala perairan. Di antaranya adalah
laut. Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubbungan dengan
samudera. Air di aut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material
lainnya seperti garam, gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak
terlarut. Sifat-sifat fisik air laut ditentukan oleh 96,5% air murni. Air laut dapat
dibedakan antara wilayah laut satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut
dapat di lihat dari suhu, kecerahan dan salinitas.
Perbandingan nilai antar waktu dan antar lokasi
Keadaan suhu perairan laut banyak ditentukan oleh penyinaran matahari yang
disebut isolation. Pemanasan di daerah tropic/khatulistiwa akan berbeda dengan
Pola suhu di perairan laut pada umumnya makin ke kutub makin dingin dan makin
ke bawah makin dingin. Pada permukaan samudera, umumnya dari khatulistiwa
berangsur-angsur dingin sampai ke laut-laut kutub, di khatulistiwa 280C, pada
laut-laut kutub antara 00 sampai 20 C. panas matahari anya berpengaruh di
lapisan atas saja. Di dasar samudera rata-rata mencapai 20C. Air dingin yang
berasal dai daerah kutub akan mengalir ke daerah khatulistiwa. Laut yang tidak
dipengaruhi arus dingin suhunya akan tinggi.
Kecerahan air laut ditentukan oleh tingkat kekeruhan air itu sendiri yang berasal
dari kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh,
radiasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuhan laut
akan kurang dibandingkan dengan air laut jernih. Pada perairan laut yang dalam
dan jernih, fotosintesis tumbuhan itu mencapai 200 meter, sedangkan jika keruh
hanya mencapai 15 40 meter. Laut yang jernih merupakan lingkungan yang baik
intuk tumbuhnya terumbu karang dari cangkang binatang atau koral. Air laut juga
menampakkan warna yang berbeda-beda, tergantung pada zat-zat organik
maupun anorganik yang ada.
Salinitas atau kadar garam ialah banyaknya garam-garaman yang terdapat dalam
air laut, yang dinyatakan dengan 0/00 atau perseribu. Salinitas umumnya stabil,
walaupun di beberapa tempat terjadi fluktuasi. Laut Mediterania dan Laut merah
dapat mencapai 300/00 - 400/00 yang disebabkan banyak penguapan, sebaliknya
dapat turun dengan drastic jika turun hujan. Laut yang memiliki kadar garam
rendah banyak di jumpai di daerah-daerah yang banyak muara sungainya. Tinggi
rendahnya kadar garam dalam air laut dipengaruhi oleh faktor penguapan, curah
hujan dan banyaknya muara sungai di laut tersebut.
Padahal jika dipandang dari letak geografis, Wilayah Provinsi Sulawesi Barat
beradah di wilayah Pesisir. Oleh karena itu, sektor perikanan merupakan sektor
prospektif dalam peningkatan perekonomian masyarakat. Untuk menunjang minat
masyarakat dalam pengelolaan sektor perikanan, maka diperlukan upaya-upaya
yang dapat mendorong pengembangan pada sektor perikanan.
Produksi dari perikanan yang ada saat ini, masih dapat ditingkatkan dan akan
memberikan penerimaan dan penyerapan tenaga kerja yang maksimal. Saat ini,
manajemen/pengelolaan produksi perikanan belum optimal, yang ditunjukkan
dengan kontribusi ekonomi yang relatif rendah (berbanding terbalik dengan
potensi yang dimiliki). Sehingga untuk menunjang dan meningkatkan produksi
perikanan maka diperlukan program pengembangan yang memperhatikan
dukungan alam bagi setiap jenis perikanan.
Perbandingan nilai antar lokasi
Tabel 2.17 Persentase Luas Terumbu Karang
Luas
Sangat
No. Kabupaten/Kota Tutupan Baik Sedang Rusak
Baik
(Ha)
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang terletak di daerah pesisir
atau perairan laut dangkal. Keunikan dari tumbuhan lamun dari tumbuhan laut
lainnya adalah adanya perakaran yang ekstensif dan system rhizome. Karena tipe
perakaran ini menyebabkan daun-daun tumbuhan lamun menjadi lebat, dan ini
besar manfaatnya dalam menopang keproduktivan ekosistem padang lamun
(Supriharyono, 2007).
Seperti pada tanaman air lainnya, maka faktor pembatas yang menentukan
kehidupan lamun, secara fisiologis adalah faktor-faktor yang membatasi proses
fotosintesis, yaitu penetrasi cahaya matahari, unsure hara, dan difusi anorganik
karbon. Di samping itu ada faktor lain, seperti suhu air, salinitas, pergerakan air,
juga pentingnya peranannya terhadap kebanyakan tumbuhan makrofita
(Supriharyono, 2007).
Dari 12 jenis lamun yang dikena di Indonesia, 5 jenis diantaranya dijumpai di
pesisir Provinsi Sulawesi Barat. Kelima jenis tersebut adalam Enhalus Acoroides,
Thalassia Hemprichii, Halophila Ovalis, Halodule Uninervis dan Syringodium
Isoetifolium. Meskipun demikian jenis E. Acoroides, T. Hemprichii dan S.
Isoetifolium merupakan jenis yang dominan dengan sebaran yang luas.
Untuk Provinsi Sulawesi Barat, berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan
Perikanan, persentase kerusakan padang lamun terbesar berada di Kabupaten
Mamuju Utara yakni sebesar 41,92 persen, menyusun Kabupaten Mamuju seluas
33,25 persen, Kabupaten Mamuju Tengah 24,06 persen, Kabupaten Majene 6,75
persen dan yang paling rendah di Kabupaten Polewali Mandar yang hanya
mencapai 1,10 persen. Luas padang lamun secara keseluruhan untuk Sulawesi
Barat adalah 2.094,61 Ha atau sekitar 0,06 persen dari total luas padang lamun
di Indonesia.
Bentuk pengelolaan lamun yang bisa dilakukan secara nyata adalah mengawasi
pembangunan yang ada di pesisir dan tetap mengelola dengan baik limbah yang
mengalir langsung ke laut. Selain itu, perawatan ekosistem padang lamun yang
bisa dilakukan yaitu membudidayakan dan memonitoring setiap kegiatan
masyarakat yang memerlukan padang lamun sebagai matapencaharian. Lamun,
walaupun tidak terlihat begitu produktif, namun mempunyai manfaat yang lebih
dari yang diperkirakan, karena alam yang terjaga adalah untuk masa depan.
Mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tetinggi (maximum spring tide)
sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level).
Komunitas (tumbuhan) hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di
Jenis mangrove di Sulawesi Barat : Jenis tumbuhan ini didominasi oleh genera
Rhizophora, Avicenia, Brugueira, Sonneratia. Mangrove ikutan (Associated
Mangrove); merupakan kelompok tumbuhan yang ditemukan tumbuh bersama-
sama komunitas mangrove, tetapi tidak termasuk mangrove karena tumbuhan ini
bersifat lebih kosmopolrt dan memiliki kisaran toleransi yang besar terhadap
perubahan faktor fisik lingkungan seperti suhu, salinitas dan substrat. Jenis
tumbuhan yang tergolong mangrove ikutan adalah waru laut, pandan, ketapang,
jeruju dan Iain-Iain.Vegetasi pantai non Mangrove; merupakan kelompok
tumbuhan yang memiliki ciri adanya zona bentuk pertumbuhan (habitus) secara
horizontal dari daerah intertidal ke arah darat yang terdiri dari tumbuhan menjalar,
semak belukar, perdu, pohon, dimana semakin kearah darat, keragaman jenis dan
habitus pohon akan semakin besar. Jenis vegetasi pantai non mangrove umumnya
terdiri dari tapak kambing, rumput angin, santigi, ketapang, cemara, laut dan
kelapa.egetasi pantai di Kabupaten Mamuju Utara dicirikan dengan tumbuhan
peralihan yang dapat hidup pada kondisi tergenang air laut dan darat.
Untuk data tahun 2015, diperkirakan bahwa sekitar 1,8 juta hektar hutan
mangrove di Indonesia mengalami kerusakan atau sekitar atau sekitar 58 persen
dari total 3,1 juta hektar hutan mangrove. Dari 1,8 juta hektar mangrove yang
rusak, 1,4 juta diantaranya berada di luar kawasan hutan dan 400 ribu hektar
lainnya berada dalam kawasan hutan.
II-F. IKLIM
Iklim di Sulawesi Barat memiliki tipe A (Sangat Basah) dan tidak terdapat bulan
kering. Penentuan tipe iklim wilayah digunakan metode dari Schmidt- Ferguson
(1951). Schmidt-Ferguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumiah rata-rata
bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan kering,
jika dalam satu bulan terjadi curah hujan kurang dari 60 mm disebut bulan basah,
Hujan di Indonesia ada beberapa macam yang terdiri atas faktor-faktor yang
berbeda, yaitu:
a. Hujan orografis
b. Hujan muson
c. Hujan zenith
Hujan orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan karena awan yang
mengandung banyak uap air mengalami pengembunan ketika tertiup dari laut ke
pegunungan sehingga hujan turun di lereng pegunungan itu. Hujan jenis ini
menghasilkan daerah tangkapan hujan dan daerah bayangan hujan. Contoh
jelasnya adalah Pulau Jawa, yang mana daerah tangkapan hujannya adalah Jawa
bagian utara dan daerah bayangan hujannya adalah Jawa bagian selatan.
Hujan muson adalah hujan yang terjadi karena angin muson yang bertiup rata-rata
enam bulan sekali karena adanya perbedaan tempratur antara daratan dan
lautan. Hujan muson biasanya datang bersamaan dengan bertiupnya angin muson
barat yang banyak mengandung uap air.
Hujan zenit adalah hujan yang penyebabnya adalah suhu yang panas pada garis
khatulistiwa sehingga memicu penguapan air ke atas langit bertemu dengan udara
yang dingin menjadi hujan. Hujan zenit terjadi di sekitar daerah garis khatulistiwa
saja.
Sulawesi Barat terletak pada jalur katulistiwa sehingga memiliki curah hujan yang
cukup tinggi. Namun demikian intesitas hujan pada tahun 2015 dan hampir di
seluruh wilayah Indonesia sangat kurang. Bahkan untuk tahun 2015 ini, terjadi
kemarau panjang yang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di
berbagai tempat. Berdasarkan grafik diatas, dapat dikatakan bahwa curah hujan
yang tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember yang juga
menyebabkan terjadinya banjir di beberapa tempat.
Untuk bulan Januari 2015, curah hujan yang tinggi masih dipengaruhi oleh
keadaan cuaca dari tahun 2014 sampai dengan April 2015. Untuk bulan Mei
sampai dengan bulan Oktober 2015 merupakan hari waktu terpanjang terjadinya
kemarau. Hanya pada bulan juni saja yang masih terjadi hujan denga intensitas
yang agak tinggi.
Suhu udara di Sulawesi Barat bervariasi tiap bulannya dengan interval yang tidak
berbeda jauh. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi
rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai.
Berdasarkan laporan dari Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Berdasarkan kondisi geologi wilayah, jenis tanah, dan kondisi fisik lingkungan yang
mempengaruhinya, Sulawesi Barat mempunyai potensi kerawanan bencana, baik
yang disebabkan oleh alam maupun akibat dari pembangunan. Selain itu,
Sulawesi Barat merupakan daerah yang rawan banjir hal ini disebabkan karena
empat dari lima kabupaten yang ada di Sulawesi Barat berada pada daerah pesisir
pantai. Selain bahaya banjir, Provinsi Sulawesi Barat juga berpotensi bahaya
tsunami khusunya di Kabupaten Mamuju, Majene dan Polewali Mandar dengan
kategori run-up 2-5 (berbahaya) seperti yang pernah terjadi di Nanggoro Aceh
Darussalam.
Curah hujan yang cukup tinggi pada penghujung tahun 2015 menyebabkan
terjadinya banjir di beberapa daerah. Berdasarkan informasi yang dihimpun, banjir
terparah berada di Desa Lembah Hopo, Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju
Tengah. Banjir bandang yang terjadi ini, selain mengakibatkan rusaknya
infrastruktur daerah juga menyebabkan kerusakan rumah warga. Dari keterangan
yang terhimpun, terdapat 5 warga yang terseret banjir, dan tiga diantaranya
ditemukan dalam keaadaan sudah meninggal.
Untuk di Kabupaten Mamuju, banjir yang terjadi dalam kota di sekitar Karema
Utara akibat kurang berfungsinya drainase serta saluran air lainnya. Hujan Deras
yang turun beberapa jam megakibatkan genangan air akibat drainase yang
tersumbat dengan sampah-sampah yang menyumbat saluran air. Selain itu,
beberapa ruas jalan di Kota Mamuju yang jauh lebih rendah dibandingkan saluran
pembuangan air sehingga drainase tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam
masa yang berkepanjangan. Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilaah secara
terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang
panjang akan menyebabkann kekeringan karena cadangan air tanah akan habis
akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu
wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertaian dan
ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi keeringan
Kekeringan menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara
presipitasi dan evaportranspirasi. Kekeringan tidak hanya dilihat sebagai
fenomena fisik cuaca saja, tetapi hendaknya juga dilihat sebagai fenomena alam
yang terkait erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air.
Bertambahnya jumlah penduduk telah megakibatkan terjadinya tekanan
penggunaan lahan dan air serta menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya
kekeringan semakin sering terjadi dan semakin meluas. Kekeringan dapat
menimbulkan dampak yang amat luas, kompleks dan juga rentang waktu yang
panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama
tersebut disebabkan karena air merupaka kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh
makhluk hidup yang tidak dapat digantikan oleh sumberdaya lainnya.
4 Majene 79 394.921.875
Salah satu issu yang cukup mengemuka akhir-akhir ini adanya kebakaran hutan
yang melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Kebakaran hutan
terparah berada di Kepulauan Sumatera dan Kalimantan yang menjadi
perbincangan dunia di tahun 2015.
Untuk wilayah Sulawesi Barat, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir di
seluruh wilayah Sulawesi Barat yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan.
Untuk wilayah kabupaten Mamuju Utara, Mamuju Tengah dan Mamuju, kebakaran
hutan dan lahan terjadi di beberapa perkebunan sawit milik masyarakat.
Kebakaran ini sempat menjadi issu bagi perusahaan khusunya di Mamuju Tengah
dalam program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan. Untuk wilayah Mamuju
Tengah, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada bulan Agustus 2015
menyebabkan 1 rumah ikut terbakar dan beberapa lahan perkebunan masyarakat
hangus terbakar. Penyebab kebakaran hingga saat ini masih belum diketahui.
Untuk bencana tanah longsor, terjadi di dua kabupaten yakni Kabupaten Majene
dan Kabupaten Mamasa. Bencana tanah longsor ini pada umumnya disebabkan
oleh penurunan kualitas tanah serta kountur tanah yang labil sehingga mudah
bergeser saat terjadi hujan lebat. Peristiwa ini lebih diperparah lagi dengan adanya
proyek pelebaran jalan yang kurang memperhatikan kondisi dan struktur tanah
serta kemiringan tanah saat melakukan pengerukan. Untuk Kabupaten Mamasa,
bencana tanah longsor yang terjadi di sebagian jalan poros menuju kota Mamasa,
selain diakibatkan oleh pelebaran jalan, juga sebagian besar akibat pengambilan
material batuan oleh sekelompok masyarakat.
Selain bencana alam yang telah dipaparkan diatas, dari data yang dihimpun dari
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat, beberapa
kejadian bencana alam lainnya yang terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dalam tahun
2015 antara lain abrasi pantai dan angin puting beliung.
III-A. KEPENDUDUKAN
Penduduk adalah warga Negara yang tinggal dan berdiam di suatu daerah.
Penduduk di Indonesia adalah warga Negara Indonesia dan orang asing yang
tinggal di Indonesia. Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan
jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan,
kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Pengelolaan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana
untuk mengarahkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
untuk emwujudkan penduduk yang tumbuh seimbang dan mengembangkan
kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk. Perkembangan
kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan
kependudukan yang berpengaruh serta dipengaruhi oleh keberhasilan
pembangunan yang berkelanjutan.
Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang
meliputi derajat kesehatan, pendidikan, ekerjaan, produktifitas, tingkat social,
ketahanan, kemandirian dan kecerdasan sebagai ukuran dasar untuk
mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang
beriman, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup secara layak.
Luas Wilayah, Jumlah Peduduk, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Sebagai daerah yang baru dengan sejumlah potensi yang dimilikinya, Sulawesi
Barat memiliki daya tarik tersendiri bagi sejumlah imigran untuk memilih daerah
ini sebagai tempat tinggal baru. Setelah hampir 12 tahun sejak dibentuk pada
tahun 2004, Jumlah penduduk Sulawesi Barat sampai dengan tahun 2015
mencapai 1.258.090 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki sebanyak 630.903
jiwa dan selebihnya adalah penduduk perempuan sebanyak 627.187 jiwa.
Penduduk Usia Kerja (PUK) didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15
tahun ke atas. Penduduk Usia Kerja terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan
Angkatan Kerja. Mereka yang termasuk dalam Angkatan Kerja adalah penduduk
yang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan Bukan Angkatan
Jika dilihat dari laju pertumbuhan penduduk, Kabupaten Mamuju Utara justru
menempati urutan pertama yakni sebesar 3,15 persen disusul oleh Kabupaten
Mamuju dan Mamuju Tengah masing-masing sebesar 2,8 persen Kabupaten
Mamasa sebesar 1,66 persen, Kabupaten Majene sebesar 1,59 persen dan
terakhir adalah Kabupaten Polewali Mandar yakni hanya sekitar 1,29 persen.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat pada hasil
intercept data 2014, jumlah penduduk laki-laki di Sulawesi Barat sebanyak
630.090 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 627.187 jiwa.
Jika dilihat per kabupaten, jumlh penduduk laki-laki terbanyak berada di
Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju Tengah, Mamuju dan Mamasa sdangkan untuk
Kabupaten Majene dan Polewali Mandar justru sebaliknya. Perbandingan jumlah
Provinsi Sulawesi Barat dalam program nasional sejak dulu menjadi salah satu
wilayah yang dijadikan tujuan transmigrasi. Hal ini disebabkan karena luas wilayah
jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masih tergolong daerah yang belum
terlalu padat. Perkembangan yang tidak sepesat Provinsi Induknya yakni Sulawesi
Selatan seolah-olah tidak menjadi tujuan utama bagi sebagian besar penduduk di
luar Sulawesi Barat untuk mengadu nasib dan berinvestasi di wilayah ini. Dilain
pihak, Sulawesi Barat yang baru dimekarkan dari Sulawesi Selatan, juga menjadi
tujuan untuk mencari lapangan pekerjaan
Jumlah Rumah
No. Kabupaten Jumlah Desa Jumlah Penduduk
Tangga
Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Pola permukiman dibagi dalam beberapa bentuk antara lain pola memanjang
(linear), pola terpusat dan pola tersebar. Untuk provinsi Sulawesi Barat, pola
pemukiman yang paling banyak di jumpai adalah pola memanjang atau linear. Pola
ini sejalan dengan kondisi geografis Sulawesi Barat yang berada pada garis pantai
dengan panjang pantai mencapai 677 kilometer, dengan peta wilayah memanjang
dari utara ke selatan pulau Sulawesi. Hanya sebagian kecil saja yang
menggunakan pola terpusat khusunya yang tinggal di daerah pegunungan seperti
Kabupaten Mamasa. Pola pemukiman tersebar pada umumnya pada daerah-
daerah transmigrasi seperti di sebagian wilayah Kabuaten Mamuju dan Mamuju
Utara
Grafik 3.5 : Persetase Jumlah Keluarga Miskin Terhadap Jumlah Kepala Keluarga
Menurut Kabupaten
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamuju Utara sebanyak 6.319 jiwa atau
sekitar 17,64 persen dari total jumlah KK di Mamuju Utara.
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamuju Tengah sebanyak 2.722 jiwa atau
sekitar 10,40 persen dari total jumlah KK di Mamuju Tengah.
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamuju sebanyak 8.319 jiwa atau sekitar
14,46 persen dari total jumlah KK di Mamuju.
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Majene sebanyak 9.666 jiwa atau sekitar
29,48 persen dari jumlah KK di Majene.
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 37.231 atau
sekitar 39,76 persen dari jumlah KK di Polewali Mandar.
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamasa sebanyak 11.033 atau sekitar
31,56 persen dari jumlah KK di Mamasa.
Jika dihitung secara keseluruhan, maka jumlah keluarga miskin di Provinsi
Sulawesi Barat sebanyak 75.290 jiwa atau sekitar 26,80 persen dari jumlah KK di
Sulawesi Barat.
Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum
Menurut WHO, jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita sangat
terkait dengan resiko kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan higienis.
Rerata pemakaian air bersih per individu adalah rerata pemakaian air bersih per
rumah tangga dalam sehari dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Rata-
rata pemakaian individu ini kemudian dikelompokkan menjadi : <5 liter per orang
per hari; 5-19,9 liter per orang per hari; 20 49,9 liter per orang per hari; 50
99,9 liter per orang per hari dan 100 liter per orang per hari. Berikut adalah
grafik perbandingan penggunaan air bersih per rumah tangga untuk masing-
masing Kabupaten di Sulawesi Barat.
Keadaan geografis Provinsi Sulawesi Barat yang berada pada daerah tropis
mengakibatkan sebagian besar penduduk yang bermukim di satu wilayah
menggunakan air sumur. Penggunaan air sumur tertinggi khususnya berada di
Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju. Berdasarkan data tersebut
diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk wilayah Provinsi Sulawesi Barat pada saat
musim kemarau tiba maka sebagian besar penduduk kesulitan untuk
mendapatkan air bersih karena sumur-sumur yang selama ini dimanfaatkan
mengalami kekeringan.
Menurut WHO, jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita sangat
terkait dengan risiko kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan higiene.
Rata-rata pemakaian air bersih individu adalah rata-rata jumlah pemakaian air
bersih rumah tangga dalam sehari, dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga.
Analisis Statistik Sederhana
Kabupaten Mamuju Utara :
o Pengguna air ledeng 0 KK
o Pengguna air sumur 18.858 KK
o Pengguna air sungai 3.259 KK
o Pengguna air hujan 994 KK
o Pengguna air kemasan 10.797 KK
o Lainnya 1.908 KK
Kabupaten Mamuju :
o Pengguna air ledeng 3.238 KK
o Pengguna air sumur 37.309 KK
o Pengguna air sungai 5.065 KK
o Pengguna air hujan 3.183 KK
o Pengguna air kemasan 19.355 KK
o Lainnya 15.568 KK
Kabupaten Mamasa :
o Pengguna air ledeng 1.751 KK
o Pengguna air sumur 1.698 KK
o Pengguna air sungai 7.906 KK
o Pengguna air hujan 252 KK
o Pengguna air kemasan 522 KK
o Lainnya 22.828 KK
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat,
penggunaan tempat BAB sendiri, persentase terbesar berada di Kabupaten
Polewali Mandar namun dibarengi dengan persentase rumah tangga yang tidak
memiliki tempat BAB dengan jumlah yang cukup tinggi. Data ini tidak terlepas dari
persentase jumlah penduduk di Sulawesi Barat pada masing-masing Kabupaten.
Dari data statistik dapat dijabarkan bahwa jumlah rumah tangga yang tidak
memiliki fasilitas tempat BAB di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 30.695
rumah tangga, Kabupaten Mamasa sebanyak 16.069 Rumah Tangga, Kabupaten
Mamuju sebanyak 19.902 Rumah Tangga, Kabupaten Mamuju Utara sebanyak
15.293 rumah tangga dan Kabupaten Mamuju Tengah sebanyak 8.462 rumah
tangga.
Perkiraan jumlah timbulan sampah rumah tangga per hari sangat dipengaruhi oleh
aktifitas dalam rumah tangga itu sendiri. Semakin banyak konsumsi terhadap
penggunaan barang/material rumah tangga, maka jumlah timbulan sampah yang
dihasilkan akan semakin banyak.
Untuk wilayah Provinsi Sulawesi Barat, Perkiraan timbulan sampah per hari paling
banyak di Kabupaten Polewali Mandar, disusul oleh Mamuju, Majene, Mamuju
Utara, Mamasa dan Mamuju Tengah. Perbandingan ini sangat dipengaruhi oleh
jumlah penduduk dan aktifitas harian dari masyarakat khususnya yang hidup di
daerah perkotaan.
III-C. KESEHATAN
Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan sampai pada daerah terpencil masih
sangat dibutukan sehingga mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
termasuk bagi yang kurang mampu, disampaing itu keberadaannya sangat
diperlukan untuk menunjang program pembangunan di bidang kesehatan.
Status kesehatan menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan suau
masyarakat. Berbagai faktor dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat
antara lain program pelayanan kesehatan dan perilaku pola hidup sehat., faktor
Perkiraan Volume Limbah Padat dan Limbah Cair dari Rumah Sakit.
Berbagai aktifitas yang diakukan dalam kegiatan rumah sakit tentunya berdampak
pada limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun limbah cair. Semakin
banyak aktifitas dari kegiatan rumah sakit tersebut, maka volume limbah yang
dihasilkan akan semakin meningkat. Limbah padat dan limbah cair yang
dihasilkan, selain ditimbulkan oleh kegiatan rumah sait itu sendiri, juga
ditimbulkan oleh para pengunjung dan penjaga pasien di setiap rumah sakit.
Untuk Provinsi Sulawesi Barat, dari delapan rumah sakit yang tersebar di lima
Kabupaten, baru empat rumah sakit yang memiliki data lengkap tentang jumlah
limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan sedangkan rumah sakit lainnya belu
dapat diperoleh data yang maksimal.
Data yang diperoleh dari masing-masing Kabupaten, timbulan sampah dan
perkiraan limbah cair dari rumah sakit hanya didapatkan dari RSUD Kabupaten
Mamuju, RS Mitra Manakarra Mamuju, RSUD Provinsi Sulawesi Barat dan RSUD
RS Mitra Manakarra -
4 D 0,03 0,60 0,20 1,00
Mamuju
III-D. PERTANIAN
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
Luas lahan dan produksi perkebunan besar dan rakyat menurut jenis tanaman.
Dari data yang dihimpun dari dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat, lahan
produksi perkebunan besar di Sulawesi Barat didominasi oleh perkebunan Kelapa
Sawit yang tersebar di tiga Kabupaten yakni Kabupaten Mamuju, Kabupaten
Mamuju Tengah dan Kabupaten Mamuju Utara. Komoditi lainnya yang saat ini
menjadi kebanggan Provinsi Sulawesi Barat adalah pengembangan perkebunan
kakao yang lebih dikenal dengan istilah Gernas Kakao.
Grafik 3.10 : Produksi perkebunan besar dan rakyat menurut jenis tanaman
Berdasarkan data dari dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat, komoditas hasil
perkebunan didominasi oleh Perkebunan Kelapa Sawit yang tahun 2015 ini
Penggunaan pupuk untuk tanaman padi dan palawija menurut jenis pupuk.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Barat, penggunaan
pupuk terbanyak menurut jenis tanaman untuk tahun 2015 adalah pupuk urea
dan NPK untuk tanaman padi. Selain penggunaan pupuk urea pada tanaman padi,
penggunaan yang cukup banyak juga pada tanaman jagung. Jenis pupuk yang
paling sedikit dgunakan adalah pupuk organik. Untuk meningkatkan produktifitas
tanaman yang mendukung program peyelamatan lingkungan adalah meningkatnya
penggunaan pupuk organik, selain meningkatkan kesuburan tanah juga sangat
baik untuk kesehatan. Namun pada kenyataan, bahwa penggunaan pupuk organik
tersebut pada tahun 2015 justru pengalami penurunan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Grafik 3.11 : Penggunaan Pupuk untuk tanaman padi dan palawija
III-E. INDUSTRI
Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah.
Keadaan inilah yang banyak menarik investor untuk menanamkan investasinya di
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
Provinsi Sulawesi Barat, tercatat sebanyak 52 Perusahaan Penambang yang masih
beroperasi dan tersebar di enam Kabupaten dengan bahan galian terdiri dari
Emas, Mineral Logam, Bijih Besi, Bijih Mangan, Logam Dasar, Batubara, Biji
Tembaga, Batuan Dasit, Timbal dll. Salah satu sumber mata pencaharian untuk
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang paling banyak dilakukan saat ini
adalah usaha pertambangan rakyat. Jenis pertambangan yang diklola oleh rakyat
antara lain; penambangan pasir, penambangan batu gunung, penambangan batu
kali, galian urugan tanah, galian tanah liat, penambangan pasir batu dan batu
pecah (cipping) dan lain sebagainya. Mengingat lokasi penambangan yang tersebar
dan cukup luas serta berpindah-pindah, maka data mengenai luasan lokasi
penambangan yang dilakukan oleh masyarakat didak dapat dirinci secara jelas.
Perbandingan Nilai Antar Waktu dan Antar Lokasi
Dari hasil olah data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi
Barat, tercatat bahwa dari 126 perusahaan pertambangan yang masih beroperasi
pada tahun 2013 mengalami penurunan pada tahun 2015 yakni hanya sekitar 52
perusahaan saja. Hal ini dipengaruhi oleh pembangunan di Sulawesi Barat,
khususnya pembangunan infrastruktur jalan yang sudah semakin berkurang
karena sebagian besar jalan sudah diselesaikan. Dengan sendirinya, usaha
Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik tahun 2015 bahwa penduduk
Provinsi Sulawesi Barat hingga akhir tahun 2013 berjumlah 1.234.251 jiwa yang
tersebar di lima kabupaten. Dari total jumlah penduduk terdapat sekitar 275.568
kepala keluarga. Dari total jumlah kepala keluarga di Sulawei Barat ini bermukim
Jumah kendaraan menurut jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan.
Transportasi adalah kegiatan memindahkan atau mengangkut orang dan atau
barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, dengan menggunakan sarana
pembantu berupa kendaraan. Dalam pengembangan wilayah, transportasi
mempunyai peranan sangat penting, yaitu untuk mempermudah terjadinya
interaksi antar wilayah. Dengan semakin mudahnya proses interaksi antar wilayah
akan memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi, sosial dan kewilayahan
(membuka keterisolasian suatu wilayah).
Tabel 3.9 : Jumlah Kendaraan Menurut Jenis dan Bahan Bakar yang digunakan
No Jenis Kendaraan Bensin Solar
1 Beban 15 25
Jika dilihat dari segi penggunaan bahan bakar, maka dapat dismpulkan bahwa
98,64% kendaraan di Sulawesi Barat berbahan bakar Bensin sedangan selebihnya
1,36% berbahab bakar solar.
Untuk pengembangan bahan bakar briket di Sulawesi Barat sampai saat ini belum
dikembangkan. Potensi lainnya yakni jenis bahan bakar biomassa yang ada di
Kabupaten Mamuju Utara saat ini dikembangkan untuk pebangkit tenaga listrik
dengan menggunakan limbah cangkang kelapa sawit untuk konsumsi perusahaan
kelapa sawit.
III-H. TRANSPORTASI
Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi yang sebagian besar wilayahnya berada di
pesisir pantai dengan panjang garis pantai 677 kilometer, tentu saja memiliki
saranan pelabuhan laut sebagai ala transportasi khususnya untuk
menghubungkan Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi lain di pulau-pulau
maupun sebagai sarana perhubungan antar pulau-pulau kecil di Sulawesi Barat.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Barat, terdapat 21
sarana pelabuhan laut dan sungai.
Untuk kondisi saat ini, Bandara Tampa Padang baru bisa digunakan untuk
pesawat boeing dengan kapasitas penumpang maksimal 100 orang. Untuk
aktivitas penerbangan, Bandara Tampa Padang saat ini baru melayani 1 kali
penerbangan dalam satu hari mengingat jumlah penumpang yang masih kurang.
Selain Bandar udara Tampa Padang, saai ini juga sedang dibangun Bandar udara
alternative di Kabupaten Mamasa yang berlokasi di Kecamatan Sumarorong.
Pembangunan bandara ini sejalan dengan program pemerintah daerah untuk
menjadikan Kabupaten Mamasa sebagai daerah tujuan wisata di Sulawesi Barat.
Untuk mempermudah akses bagi para wisatawan baik lokal, domestik maupun
mancanegara maka diperlukan sarana yang memadai dan mudah untuk bisa
sampa di tujuan.
Tabel 3.13 : Jumlah Objek Wisata di Sulawesi Barat di Rinci Per Kabupaten
Jumlah
Luas Volume
Jenis Obyek Pengunjung
No. Nama Obyek Wisata Kawasan Limbah Padat
Wisata (orang per
(Ha) (m3/Hari)
tahun)
Peninggalan
1 Kuburan Tua Pasa'bu 243 0,004 12,15
Sejarah
2 Pasir Putih Tanjung Ngalo Wisata Bahari 2140 2,000 107,00
Perkiraan beban limbah padat dan cair berdasarkan Sarana Hotel/ Penginapan.
Sebagai daerah baru yang sedng berkembang, maka Provinsi Sulawesi Barat saat
ini sedang membangunan berbagai sarana prasarana penunjang di berbagai
aspek dan salah satunya adalah industri perhotelan. Selain sebagai sarana untuk
kegiatan-kegiatan internal Provinsi Sulawesi Barat, juga sebagai saran penginaan
bagi tamu-tamu yang berkunjung di Sulawesi Barat. Dengan ketersediaan sarana
perhotelan di setiap kabupaten, maka dengan sendirinya akan menambah minat
orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
Salah satu sarana sektor pariwisata adalah tersedianya penginapan bagi para
wisatawan luar yang datang berkunjung di daerah tujuan wisata. Ketersediaan
jumlah sarana hotel atau penginapan dalam suatu wilayah sangat ditentukan oleh
persentase tingkat hunian setiap tahunnya. Jika jumlah hotel/penginapan jauh
lebih banyak dari tingkat hunian, tentu saja akan berdampak pada kerugian pihak
pengelola.
Tersedianya sarana objek wisata dan hotel/penginapan di suatu daerah, tentu saja
mamberikab kontribusi yang sagat besar bagi daerah tersebut. Hal positif daeri
III-J. LIMBAH B3
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pembangunan di berbagai
sektor adalah limbah yang tergolong dalam kategori berbahaya dan beracun.
Untuk mengendalikan dampak pencemaran dari linbah bahan berbahaya dan
beracun, Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan berbagai upaya dalam
menangani masalah tersebut.
Selain dari segi regulasi, juga digalakkan berbagai program yang dapat
meminimalisir terjadinya pencemaran dari limbah bahan berbahaya dan beracun.
Salah satunya adalah program penilaian peringkat kinerja perusahaan yang kini
Untuk Provinsi Sulawesi Barat, sampai saat ini belum ada perusahaan yang
mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk
mengangkut LB3 dari Sulawei Barat. Oleh karena itu, perusahaan yang digunakan
dalam pengangkutan LB3 adalah PT. Multazam yang berdomisili di Makassar
Sulawesi Selatan yang telah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian
Lingkungan Hidup serta Izin dari Kementerian Perhubungan.
Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi baru yang saat ini kondisi lingkungannya
masih tergolong baik harus diertahankan bahkan ditingkatkan. Hal ini dapat
terwujud apabila didukung dengan komitmen dari semua pihak baik pemerintah,
swasta maupun masyarakat di Sulawesi Barat pada umumnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat,
jumlah realisasi kegiatan penghijauan sebanyak 1.254.737 pohon dengan luas
sebaran sebanyak 1.727,9 hektar. Jumlah ini sangat jauh dari jumlah tahun
sebelumnya yang mencapai 2.454.561 pohon dengan luas 5.527,48 hektar.
Untuk kegiatan reboisasi pada lokasi sekitar 4.990 hektar namun tidak dapat
diperoleh data jumlah pohon yang ditanam
Selain kegiatan penghijauan, maka program reboisasi juga menjadi salah satu
bentuk kegiatan untuk pemulihan kondisi lingkungan khususnya bagi hutan yang
telah mengalami kerusakan. Kegiatan reboisasi untuk tahun 2015 ini mencapai
4.990 hektar.
Berikut beberapa kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan untuk tahun 2015
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :
Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perbaikan fisik
lingkungan untuk tahun 2015 ini di titik beratkan pada penutupan lahan baik
lahan-lahan yang sudah kritis maupun untuk pencadangan sumber daya air.
Implikasi akibat eksploitasi sumber daya alam oleh kegiatan dan atau usaha
adalah kerusakan lingkungan hidup sementara instrument kebijakan lingkungan
hidup terutama aspek kelembagaan dan sumber daya manusia belum memadai
untuk mengimbangi tingginya intesitas kerusakan lingkungan. Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan adalah penerapan istrumen AMDAL-UKL/UPL secara lebih
tegas khusunya bagi rencana kegiatan dan atau usaha yang berdampak terhadap
lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun tidak jarang
penerapan AMDAL-UKL/UPL untuk setiap rencana dan atau kegiatan malah
dijadkan komoditi ungglan bagi beberapa perusahaan konsultan sebagai suatu
sumber penghasilan.
Dokumen izin lingkungan
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 36 ayat (1) dan pasal 40
ayat (1) serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang pada intinya memuat bahwa setiap
kegiatan dan atau usaha yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup,
wajib memiliki izin lingkungan sebagai dasar untuk menerbitkan izin-izin lainnya.
Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangka
melakukan pengawasan terhadap setiap usaha dan atau kegitan yang berdampak
terhadap lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung, maka
Pemerintah Provinsi Suawesi Barat melalui Badan Lingkungan Hidup secara rutin
melakukan pengawasan bagi perusahaan.
Dari hasil pengawasan oleh bidang Amdal dan Tata Lingkungan, Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat, secara umum dapat dikatakan bahwa
semua perusahaan yang telah dipantau telah menerapkan ketentuan yang
tercantum dalam dokumen Amdal-UKL/UPL yang telah ditetapkan.
Selain pengawasan aktif yang dilakukan oleh Bidang Amdal dan Tata Lingkungan,
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat melalui program Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara rutin setiap tahunnya melakukan
pengawasan terhadap penaatan perusahaan dalam mengelola lingkungan melalui
kegiatan penilaian peringkat kinerja perusahaan (Proper).
Dalam proses penegakan hukum lingkungan, ada dua prinsip dasar yang
diterapkan oleh pemerintah yakni Command and Control (atur dan awasi) dan self
monitoring (awasi diri sendiri). Pada proses command and control, pemerintah
menetapkan dan mengawasi pelaksanaan dari peraturan-peraturan dan standar
yang harus dipatuhi. Pada self monitoring, pelaku kegiatan wajib untuk melakukan
pengawasan dan pemantauan dalam pengelolaan kegiataan yang dilakukan
khusunya dampak yang ditimbulkan dan melaporkannya kepada pihak
pemerintah.
Jika ditinjau dari segi status pengaduan masyarakat, dari sebelas jenis kasus yang
diadukan oleh masyarakat di masing-masing Kabupaten, semuanya dapat
dinyatakan selesai. Sebagaiman tahun-tahun sebelumnya, dari 17 kasus yang
diterima sepanjang tahun 2015, kasus yang paling banyak menyita perhatian
publik adalah pengambilan sirtu di sungai-sungai untuk pembangunan
infrastruktur yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan setempat.
8 SMP PT. Pasangkayu Adiwiyata Nasional Menteri LHK dan Mendiknas 2015
IV-E. KELEMBAGAAN
Provinsi Sulawesi Barat yang terbentuk sejak Tahun 2004 berdasarkan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2004 telah menetapkan berbagai kebijakan daerah
untuk meberikan proteksi terhadap kegiatan pembangunan. Salah satunya adalah
di bidang lingkungan hidup. Berdasarkan amanah yang tercantum dalam undang-
undang bahwa setiap daerah berhak untuk mengatur daerah masing-masing
melalui peraturan-peraturan daerah yang lebih spesifik menurut keadaan daerah
masing masing.
Jumlah staf Fungsional Bidang Lingkungan Hidup dan staf yang telah mengikuti
diklat.
Berdasarkan struktur organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat,
sampai saat ini belum ada staf Lingkungan Hidup yang menduduki jabatan
fungsional. Hal ini disebabkan karena belum adanya panduan untuk penetapan
staf fungsional di bidang lingkungan hidup.
Untuk PPNS dan PPLH dari jumlah staf yang ada, beberapa diantaranya sudah
mengikuti beberapa pendidikan dan pelatihan, khusunya PPLH namun belum
secara resmi dilantik menjadi pejabat PPLH. Dari data yang terhimpun, sudah ada
9 Staf yang telah mengikuti diklat PPLH dan PPNS namun belum ada yang
ditetapkan sebagai pejabat fungsional.
VCU Center for Environmental Studies. (2000, December 6). Virginia Environmental
Quality Index. Dipetik March 10, 2009, dari Virginia Commonwealth
University: http://www.veqi.vcu.edu/index.htm
Gupta, T.R. & Foster, J.H. (1975). Economic Criteria for Freshwater Wetland Policy
in Massachusetts. American Journal of Agricultural Economics.
Dahuri, dkk. (2001). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.
Gufron & Kordi, (2011). Ekosistem Padang Lamun, Fungsi Potensi dan
Pengelolaan. Rineka Cipta, Jakarta.
Santoso Budi, (1999). Ilmu Lingkungan Industri, Universitas Guna Darma, Depok :
https://agungborn91.wordpress.com/2010/11/05/dampak-
pertumbuhan-penduduk-terhadap-pendidikan-anak-anak/
BPS Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Sulawesi Barat Dalam Angka 2015. Mamuju :
Sekretariat BPS Provinsi Sulawesi Barat.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2012). Profil Kehati Provinsi
Sulawesi Barat. Mamuju: Bidang Pengendalian Kerusakan dan
Konservasi SDA
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Indeks Kualitas
Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. Mamuju: Bidang Penaatan
dan Komunikasi Lingkungan.