Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Kota yang diampu oleh:
Dr. RR. Dewi Junita Koesoemawati, ST., MT. dan Dano Quinta Revana, ST., MT.
Disusun Oleh:
Widya Pramesthi (221910501019)
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 26
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 26
5.2 Saran ................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Banyaknya Potensi yang dimiliki Kabupaten Tuban membuat saya ingin
melakukan identifikasi kota ini lebih dalam lagi. Terdapat lima faktor diantaranya
pertanian, perikanan, perdagangan, industri manufaktur, pertambangan,
penggalian, dan pariwisata. Kabupaten Tuban merupakan salah satu kabupaten di
provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi sumber daya mineral yang sangat
melimpah, Berdasarkan Laporan Akhir Studi Penelitian Keserasian Kawasan
Fungsional Kabupaten Tuban tahun 2008, sektor pertambangan di Tuban
merupakan salah satu sektor unggulan selain pertanian, sektor pertambangan ini
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Unsur lingkungan alamiah Kota Tuban sangat dominan, serta bentukan
lingkungan buatan seperti bangunan, elemen tata kota, dan kehidupan
masyarakatnya telah memberikan citra spesifik Kota Tuban. Sedangkan
perkembangan bentuk fisik kota terjadi melalui dua proses yakni; proses
perencanaan dan proses organis yaitu proses yang tidak direncanakan atau
berkembang dengan sendirinya. Maka morfologi kota terbentuk melalui proses
yang panjang, setiap perubahan bentuk kawasan secara morfologis dapat
memberikan arti serta manfaat yang sangat berharga bagi penanganan
perkembangan suatu kawasan kota. Dari adanya fenomena tersebut dan fenomena
Identifikasi Pola Morfologi Kota tentang perubahan fungsi, maka penelitian ini
akan memberikan gambaran mengenai identifikasi pola morfologi kota terhadap
Kota Tuban dan mengidentifikasi pertumbuhan kota Tuban termasuk kategori
planned atau unplanned.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat pada laporan ini adalah:
a. Bagaimana morfologi Kota Tuban?
b. Apa saja elemen citra kota yang membentuk identitas Kota Tuban?
c. Apa keterkaitan morfologi kota terhadap citra kota Tuban?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui unsur-unsur morfologi Kota Tuban
b. Mengetahui elemen citra kota yang membentuk identitas Kota Tuban
c. Mengetahui keterkaitan antara morfologi kota dengan citra Kota Tuban
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 Teori Perkembangan Kota
Pertumbuhan penduduk, perkembangan sosial budaya, ekonomi dan
politik adalah latar belakang dari suatu kota untuk tumbuh dan berkembang.
Manusia adalah salah satu faktor yang sangat menentukan pola perkembangan dan
pertumbuhan kota. Yaitu menyangkur segi-segi perkembangan peduduk kota yang
diakibatkan dari jumlah tingkat kelahiran maupun dari kegiatan migrasi dari desa
ke kota. Segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan
perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. Perkembangan kota
menurut pendapat Raharjo dalam Heryanto (2011), bermakna perubahan yang
dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan kota
tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari 5 kecil
menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dari
penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi secara luas dan seterusnya.
Perkembangan kota tidak dapat dilepaskan dari kampung kota yang ada di
dalamnya. Faktor perkembangan dan pertumbuhan kota juga dipengaruhi oleh
kegiatan manusia yaitu kegiatan yang mencakup kegiatan kerja, kegiatan
fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan regioanl yang lebih luas.
Aktivitas masyarakat juga sangat berperngaruh akan perkembangan dan
pertumbuhan suatu kota. Aktivitas rutin masyarakat memiliki nilai sosial budaya
yang mendasari, dan nilai sosial budaya tersebut melandasi bagaimana masing-
masing individu berperilaku, sehingga aktivitas yang terbentuk mempunyai ciri
khas (Rapoport 1977).
a. Teori Konsentris (The Consentric Theory)
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999), atas dasar tudy
kasusnya mengenai morfologi kota Chicago, menurutnya sesuat kota yang
besar mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-
bagiannya. Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar.
Oleh karena semua bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, maka pola
keruangan yang dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-
lapis, dengan daerah pusat kegiatan sebagai intinya. Secara berurutan, tata
ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti suatu pola konsentris ini
adalah sebagai berikut:
4
1) Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB) atau sering disebut
sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat bangunan-bangunan
utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik dan
budaya. Contohnya: Daerah pertokoan, perkantoran, gedung kesenian,
bank dan lainnya.
2) Daerah Peralihan, yaitu daerah yang di huni oleh golongan penduduk
kurang mampu dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini
sebagian besar terdiri dari pendatang-pendatang yang tidak stabil
(musiman), terutama ditinjau dari tempat tinggalnya. Di beberapa
tempat pada daerah ini terdapat kegiatan industri ringan, sebagai
perluasan dari KPB.
3) Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja yang di huni oleh pekerja-
pekerja pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi perumahannya sedikit
lebih buruk daripada daerah peralihan, hal ini disebabkan karena
kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini adalah dari golongan
pekerja kelas rendah.
4) Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya atau daerah ini dihuni
oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding dengan
penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik
ditinjau dari pemukimannya maupun dari perekonomiannya.
5) Daerah Penglaju, yaitu tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola
hidup daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri
kehidupan perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri
kehidupan pedesaan, Kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan
pekerjaan nonagraris dan merupakan pekerja-pekerja penglaju yang
bekerja di dalam kota, sebagian penduduk yang lain adalah penduduk
yang bekerja di bidang pertanian.
b. Teori Sektor (Sectoral Theory)
Teori sektor ini dikemukakan oleh Homer Hoyt (Yunus, 1991 & 1999),
dinyatakan bahwa perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam
suatu kota, berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai
oleh sector-sektor yang sama terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan
5
pada adanya kenyataan bahwa di dalam kota-kota yang besar terdapat variasi
sewa tanah atau sewa rumah yang besar. Belum tentu sesuatu tempat yang
mempunyai jarak yang sama terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa tanah
atau rumah yang sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat
terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-
kadang daerah tertentu dan bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu
yang letaknya lebih dekat dengan KPB mempunyai nilai sewa tanah atau
rumah yang lebih rendah daripada daerah yang lebih jauh dari KPB. Keadaan
ini sangat banyak dipengaruhi oleh factor transportasi, komunikasi dan segala
aspek-aspek yang lainnya.
1) Pertumbuhan Vertikat, yaitu daerah ini dihuni oleh struktur keluarga
tunggal dan semakin lama akan didiami oleh struktur keluarga ganda.
Hal ini karena ada factor pembatas, yaitu: fisik, sosial, ekonomi dan
politik.
2) Pertumbuhan Memampat, yaitu apabila wilayah suatu kota masih
cukup tersedia ruang-ruang kosong untuk bangunan tempat tinggal dan
bangunan lainnya.
3) Pertumbuhan Mendatar ke Arah Luar (Centrifugal), yaitu biasanya
terjadi karena adanya kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan
kegiatan lainnya. Pertumbuhannya bersifat datar centrifugal, karena
perembetan pertumbuhannya akan kelihatan nyata pada sepanjang rute
transportasi. Pertumbuhan datar centrifugal ini dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu :
a) Pertumbuhan Datas Aksial, pertumbuhan kota yang memanjang ini
terutama dipengaruhi oleh adanya jalur transportasi yang
menghubungkan KPB dengan daerah-daerah yang berada
diluarnya.
b) Pertumbuhan Datar Tematis, pertumbuhan lateral suatu kota tipe
ini tidak mengikuti arah jalur transportasi yang ada, tetapi lebih
banyak dilatarbelakangi oleh keadaan khusus, sebagai cintih yaitu
dengan didirikannya beberapa pusat pendidikan, sehingga akan
menarik penduduk untuk bertempat tinggal di daerah sekitarnya. Di
6
lingkungan pusat kegiatan yang beru ii akan timbul suatu suasana
perkotaan yang secara administrative mungkin terpisah dari kota
yang ada. Oleh karena jarak antara pusast kegiatan yang baru
dengan daerah perkotaan yang lama biasanya tidak terlalu jauh,
maka pertumbuhan selanjutnya adalah pada pusat yang lama
dengan pusat yang baru akan bergabung menjadi satu.
c) Pertumbuhan Datar Kolesen, perkembangan lateral ketiga ini
terjadi karena adanya gabungan dari perkembangan tipe satu dan
dua. Sehubungan dengan adanya perkembangan yang terus-
menerus dan bersifat datar pada kota (pusat kegiatan), maka
mengakibatkan terjadinya penggabungan pusat-pusat tersebut satu
kesatuan kegiatan. (Yunus, 1991 & 1999)
c. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua
geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam
wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam
teori Burgess dan Hoyt. Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat
menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh
munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan.
Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya
yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel
pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara,
kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi
menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok
sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang
berdekatan dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari lokasi yang
berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan. Harris dan
Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan
ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang
khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti
7
pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap
hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan nyata suatu kota.
d. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun
1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba
menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris
lebih ditonjolkan.
e. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan
Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin.
Menurut Branch (1995) perkembangan kota secara umum sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam
perencanaan kota. Selain unsur internal, unsur eksternal yang menonjol juga dapat
mempengaruhi perkembangan kota tersebut. Faktor internal yang dapat
mempengaruhi perkembangan kota adalah:
a. Geografis
Keadaan geografis yang mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota
berfungsi sebagai pusat distribusi, perlu terletak di simpul jalur transportasi, di
pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota pantai,
misaliya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran, dengan pusat
lingkaran adalah pelabuhan laut.
b. Tapak (site)
Faktor kedua yang mempengaruhi perkembangan suatu kota adalah tapak.
Topografi adalah salah satu yang dipertimbangkan dalam kondisi tapak. Kota
yang 6 berlokasi di dataran yang rata akan mudah berkembang ke semua arah.
Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologi. Daerah yang
merupakan patahan geologis biasanya dihindari oleh perkembangan kota.
c. Fungsi kota
Fungsi kota merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kota.
Kota- kota yang memiliki banyak fungsi, biasanya secara ekonomi akan lebih
kuat dan akan berkembang lebih pesat daripada kota berfungsi tunggal,
8
misalnya kota pertambangan, kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan,
biasanya juga berkembang lebih pesat daripada kota berfungsi lainnya.
d. Sejarah dan kebudayaan
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kota yaitu karakteristik fisik
dan sifat masyarakat kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu
kota kerajaan akan berbeda dengan perkembangan kota yang sejak awalnya
tumbuh secara organisasi. Kepercayaan dan kultur masyarakat juga
mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat tempat-tempat tertentu
yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan tertentu.
e. Fasilitas
Unsur-unsur umum menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan
kota, misal jaringan jalan, penyediaan air bersih berkaitan dengan kebutuhan
masyarakat luas, ketersediaan unsur-unsur umum akan menarik kota ke arah
tertentu.
9
g. Menurut Sandi Siregar, kota adalah artefak yang dihuni. Kota sebagai
lingkungan buatan manusia yang memperlihatkan karya besar dan
kompleks, terdiri dari kumpulan bangunan (dan elemen-elemen fisik
lainnya) serta manusia dengan konfigurasi tertentu membentuk satu
kesatuan ruang fisik (physical-spatial entity).
h. Menurut E.N. Bacon, kota adalah artikulasi ruang yang memberikan suatu
pengalaman ruang tertentu kepada partisipator. Oleh karena itu, lingkup
perhatian perancang kota akan lebih lengkap jika meliputi bangunan,
setting dan karakter kota.
i. Menurut Ali Madanipour, kota adalah kumpulan berbagai bangunan dan
artefak (a collection of buildings and artefact) serta tempat untuk
berhubungan sosial (a site for social relationships).
j. Morfologi kota merupakan suatu geometri dari proses perubahan keadaan
yang bersifat sosio-spatial (the geometry of a socio-spatial continum).
2.4 Struktur Kota
Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian yang menyusun suatu kota
yang menunjukkan keterkaitan antar bagian. Penjabaran struktur kota membentuk
pola kota yang menginformasikan antara lain kesesuaian lahan, kependudukan,
guna lahan, sistem transportasi dan sebagainya, dimana kesemuanya saling
berkaitan satu sama lain (Pradoto, 1998 : 43). Struktur kota adalah pola atau
wujud yang terbangun dari sebaran kegiatan perkotaan atau komponen pembentuk
kota. Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan
kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa
perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan
melayani fungsi kegiatan yang ada atau direncanakan dalam wilayah kota pada
skala kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional
bahkan internasional.
Menurut Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk
struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional, dan
jaringan jalan. Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang
sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang
menjadi pembentuknya serta keterkaitannya satu sama lain. Suatu kota akan
10
mengalami perkembangan, bertambahnya penduduk perkotaan menciptakan
tuntutan akan kebutuhan pada kehidupan aspek ekonomi, sosial budaya, politik &
teknologi terus semakin tinggi & menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan
ruang pada suatu perkotaan yg lebih besar. Sedangkan ketersediaan ruang pada
pada kota akan permanen & terbatas. Oleh karenanya kebutuhan akan loka tinggal
& fungsi-fungsi yang lainnya nmerogoh ruang pada daerah pinggiran kota atau
dianggap fringe area. Hal tersebut dinamakan Urban Sprwal yaitu proses
perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar (Northam dalam Yunus,1994).
Menurut Bourne (1982) kota dapat diketahui lebih lanjut dari struktur tata
ruangnya. Struktur kota terbentuk dari tiga kombinasi elemen, yaitu :
a. Bentuk kota, merupakan pola atau penataan ruang dari tiap-tiap elemen
kota seperti bangunan dan penggunaan lahan, kelompok sosial, kegiatan
ekonomi dan kelembagaan di dalam kota.
b. Interaksi dalam kota, terbentuk dari sejumlah hubungan kaitan dan aliran
pergerakan yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam kota tersebut.
c. Mekanisme pengaturan yang ada di dalam kota, merupakan mekanisme
yang menghubungkan kedua elemen sebelumnya ke dalam struktur kota
yang berbeda, misalnya berdasarkan penggunaan lahan dan aliran
pergerakan dalam kota yang terbentuk mekanisme harga lahan yang
berbeda-beda di dalam kota.
Kota sebagai suatu sistem memang mencerminkan wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang. Ini dapat terjadi baik melalui proses perencanaan yang
terarah (planned) maupun melalui pertumbuhan yang tidak terencana
(unplanned). Perencanaan kota yang terarah melibatkan penyusunan rencana
jangka panjang untuk mengatur penggunaan lahan, infrastruktur, transportasi,
perumahan, fasilitas publik, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pengembangan kota. Dalam perencanaan yang direncanakan dengan baik,
berbagai faktor seperti pertumbuhan penduduk, keberlanjutan lingkungan,
kebutuhan masyarakat, dan aspek ekonomi diintegrasikan untuk menciptakan kota
yang efisien, berkelanjutan, dan nyaman untuk ditinggali. Namun, tidak semua
perkembangan kota mengikuti proses perencanaan yang terencana dengan baik.
Beberapa pertumbuhan kota terjadi secara tidak terencana dan mungkin tidak
11
memperhitungkan aspek-aspek penting seperti infrastruktur yang memadai,
pemukiman ilegal, atau keterbatasan sumber daya. Pertumbuhan yang tidak
terencana ini seringkali dapat menghasilkan kawasan kumuh, ketimpangan sosial,
kemacetan lalu lintas, dan masalah lingkungan lainnya.
Dalam kenyataannya, sebagian besar kota mengalami kombinasi antara
pengembangan yang direncanakan dan yang tidak terencana. Meskipun ada
rencana tata ruang yang telah ditetapkan, perkembangan kota masih dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti dinamika sosial, kebijakan pemerintah, kekuatan
pasar, dan interaksi antara aktor-aktor yang berbeda. Hubungan manusia dengan
lingkungan mengakibatkan adanya pola penggunaan lahan yang beraneka ragam.
Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga
menuntut manusia untuk harus menggunakan cara yang berbeda pula. Penggunaan
alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang meliputi keadaan
fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi. Selaras dengan
hal ini muncul beberapa teori seperti teori konsentris, sektoral, inti ganda,
konsektoral, poros, dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
13
BAB IV
PEMBAHASAN
14
merupakan komoditas yang paling diunggulkan dari ketiga komoditas lainya yaitu
jagung, kacang tanah dan ubi kayu.
Beberapa obyek wisata di Tuban yang banyak dikunjungi wisatawan
adalah Makam Wali, contohnya Sunan Bonang. Selain itu, Tuban dikenal sebagai
Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang berada pada deretan Pegunungan Kapur
Utara. Salah satu yang terkenal yaitu Goa Akbar. Tuban juga dikenal sebagai
Bumi Ronggolawe dan kuda Ronggolawe tersebut menjadi ikon Kabupaten
Tuban. Monumen kuda Ronggalawe yang terdapat di Alun-alun Tuban
menggambarkan keperkasaan seorang adipati Tuban di era Majapahit dengan
kendaraan kuda yang perkasa pula. Ronggolawe merupakan tokoh legendaris bagi
orang Tuban. Tuban memiliki ikon berupa tempat peribadatan yaitu Masjid
Agung Tuban dan Klenteng Kwan Sing Bio. Klenteng Kwan Sing Bio yang
terletak di daerah jalur Pantura yang merupakan klenteng terbesar di Asia
Tenggara. Uniknya Klenteng ini juga menjadi salah satu klenteng di Indonesia
yang menghadap ke laut.
Kabupaten Tuban memiliki wilayah perkotaan yang mencakup seluruh
Kecamatan Tuban sebagai pusat pemerintahan, pusat pengembangan pariwisata,
pusat perdagangan dan jasa, pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan, pusat
olahraga dan kesenian, hingga pusat pengkajian Islam. Wilayah perkotaan Tuban
mudah dikenali melalui citra karena memiliki tutupan lahan yang mencolok
dibandingkan kecamatan lainnya. Kecamatan Tuban lebih dikenal sebagai Tuban
Kota atau Kota Tuban oleh masyarakat. Secara geOgrafis, Kecamatan Tuban
terletak di bagian utara Kabupaten Tuban yang berbatasan langsung dengan Laut
Jawa. Di sisi barat, Kecamatan Tuban berbatasan langsung dengan Kecamatan
Merakurak dan Kecamatan Jenu. Di bagian selatan, Kecamatan Tuban berbatasan
dengan Kecamatan Semanding. Di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan
Palang. Sedangkan di bagian utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa.
Wilayah Kota Tuban memiliki tata kota seperti kota-kota Jawa lain yang berpusat
di suatu alun-alun. Pada setiap periodenya, Kota Tuban memiliki peruntukkan
yang berubah-ubah seperti pusat perdagangan, pusat pelayaran, dan pusat
penyebaran agama Islam.
15
4.1.2 Sejarah Kota Tuban
Tuban merupakan kota tua yang letaknya berada di Pantai Utara Jawa.
Fisik Kota Tuban mulai terbentuk ketika Airlangga mendirikan sebuah pelabuhan
samudra di Kambang Putih atau sekarang dikenal sebagai Kota Tuban. Selama
berabad-abad pelabuhan ini berkembang menjadi permukiman yang lebih
lengkap. Pada masa prasejarah, Tuban merupakan salah satu kota bawahan
Kerajaan Majapahit yang berfungsi sebagai bandar pelabuhan yang terkenal.
Hubungan dengan dunia internasional menjadi semakin masif, sehingga saudagar
mancanegara datang dengan kapal-kapal laut untuk berdagang. Hingga awal abad
ke-15 Kota Tuban tetap menjadi pelabuhan utama Majapahit. Namun, pada
pertengahan abad ke-15 tersebut keberadaan Pelabuhan Tuban mulai disaingi
Surabaya dan Gresik. Akhirnya, Pelabuhan Tuban menjadi mulai redup hingga
tahun 1400. Tuban pernah menjalin serikat dagang dengan kota pelabuhan Jawa
lainnya yang terbentang dari Bantam hingga Blambangan. Saat Islam masuk,
Tuban menjadi salah pintu dan merupakan pusat penyebaran agama Islam di
Jawa, khususnya Jawa Timur. Corak Islam ditemui di kultur masyarakat Tuban
dan sistem tata kota khas Wali Songo. Alun-alun merupakan ciri kota tradisional
Jawa dan dapat ditemui pada hampir semua kota Jawa baik itu pedalaman maupun
Pesisir.
Fisik Kota Tuban mulai berubah setelah Belanda menginjakkan kaki di
Kabupaten Tuban. Perkembangan Kota Tuban dimulai ketika Dandels
menginjakkan kaki untuk membangun Jalan Raya Anyer-Panarukan yang
melintasi pesisir Tuban. Adanya jalan tersebut menyebabkan Kota Tuban
mengalami perubahan guna lahan yang pesat. Meskipun aktivitas pelayaran pada
saat itu lumayan sepi karena pemindahan pusat pelayaran. Setelah Tuban berubah
menjadi regentshap atau kabupaten, mulai diadakan pembangunan kota dengan
sistem tata kota Jawa yang terlihat dari penempatan alun-alun yang dekat dengan
pelabuhan. Pada zaman kolonial tersebut, Kota Tuban mengalami perubahan guna
lahan akibat kepentingan para tokoh Belanda untuk mengaktifkan lagi pelayaran
dengan komoditas kayu jati yang sangat melimpah di Tuban. Hingga saat ini Kota
Tuban terus mengalami perkembangan hingga menjadi kota dengan identitas yang
dapat dikenali oleh masyarakat.
16
Gambar 4. 1 Peta Kota Tuban 1938
Sumber: Arsip Universitas Leiden
17
4.2 Morfologi Kota Tuban
…
18
4.2.2 Tata Guna Lahan
…
19
4.3 Citra Kota Tuban
....
20
4.4.2 Edge (Tepian)
…
a. …
…
21
4.4.3 Kawasan (District)
…:
a. ...
…
22
4.4.4 Simpul (Node)
…:
a. ....
…
23
4.4.5 Penanda (Landmark)
…:
a. …
…
24
4.4 Keterkaitan antara Morfologi dengan Citra Kota Tuban
25
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
….
5.2 Saran
….
26
DAFTAR PUSTAKA
..
27