MATA KULIAH
MORFOLOGI KOTA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tidak
lupa kami limpahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Kota dengan judul
“Morfologi Kota Probolinggo”. Makalah ini menjelaskan tentang Morfologi
kota wilayah Probolinggo, citra atau identitas Kota Probolinggo, dan struktur Kota
Probolinggo
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini, khususnya kepada Ibu Dr. Dewi Junita
Koesoemawat, ST., MT. Dan Bapak Ivan Agusta Farizkha, ST., MT. selaku dosen
pengampu mata kuliah Morfologi Kota. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Makalah ini tentu jauh dari kata sempurna. Karena itu kami menerima
berbagai kritikan dan saran untuk memperbaiki dalam penyempurnaan makalah
ini.
Penulis
DAFTAR TABEL…………………………………….………… 6
Path …………………………………. 34
Edge ………………..……………….. 35
Node ……………………..…………. 36
District …………………..………….. 36
Landmark …………….…………….. 37
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kota
Hadi Sabari Yunus secara garis besar menitik beratkan kajian morfologi
kepada kajian eksistensi keruangan dari bentuk wujud ciri-ciri atau analisis kota
yaitu ciri-ciri atau karakteristik kota yaitu analisis bentuk kota dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya meliputi :
1. Bentuk Kompak
Bentuk-bentuk kota yang kompak terdiri dari beberapa macam bentuk yang
melipti :
Bentuk ini mempunyai space atau lahan kosong yang cukup besar dan
luas guna pengembangan wilayah. Biasanya daerah yang menggunakan
bentuk ini adalah daerah yang bertopografi perairan, hutan, gurun pasir
dan berlereng.
Bentuk ini adalah bentuk yang paling ideal untuk kota, karena
mempunyai kelebihan yaitu perkembangannya kesegala penjuru arah dan juga
seimbang. Dalam bentuk ini bisa dilakukan peraturan/perencanaan yaitu:
Pada bentuk ini terdapat beberapa jalur transportasi yang dominan dan
terdapat juga daerah hinterland, selain itu pada tepi pinggirannya tidak ada
kendala fisik yang berarti. Hinterland adalah tanah atau kabupaten di belakang
Bentuk awalnya adalah bentuk kompak namun dalam skala yang kecil dan
akhirnya saling menyatu dan membentuk kota yang besar. Bentuk ini
berkembang, namun perluasan areal kota tidak langsung menyatu dengan kota
induk (membentuk enclaves) pada daerah-daerah pertanian di disekitarnya. Pada
negara berkembang. Enclaves merupakan permukiman-permukiman yang berubah
dari sifat pedesaan menjadi perkotaan.
Bentuk ini terpecah namun hanya terjadi di sepanjang rute tertentu. Jarak
antara kota induk dan kenampakan-kenampakan kota baru tidak terlalu jauh maka
beberapa bagian membentuk kesatuan fungsional yang sama (khususnya dibidang
ekonomi). Bentuk ini juga bisa disebut Ribbon City dengan skala yang besar.
Bentuk kota ini biasanya didukung oleh teknologi transportasi yang maju
dan juga komunikasi yang maju. Karena modernisasi maka terciptalah
megapolitan kota besar yang dikelilingi oleh kota satelit.
2. Struktur Bangunan
3. Pola Plot
Komponen ini dapat dibahas dari aspek ukuran (dimensi) dan sebarannya.
Ukuran plot akan mempengaruhi intensitas pemanfaatan lahannya sementara
sebaran plot akan mempengaruhi pembentukan jaringan penghubung. secara
umum pola plot ini sangat dipengaruhi oleh potensi alamiah terutama kontur dan
kondisi geologi. Secara hukum plot dibatasi oleh batas kepemilikan yang sangat
mempengaruhi pola penguasaan, pemanfaatan dan pengelolaan ruang.
4. Jaringan Jalan
Komponen ini merupakan fungsi derivative dari guna lahan, sebagai jalur
penghubung, jaringan jalan sangat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas fungsi
kawasan.
Citra Kota
Sifat dasar dan karakteristik bentuk kota telah menjadi perhatian bagi para
pendidik, profesi dan peneliti untuk mengamatinya. Mereka pada umumnya
mempunyai wacana dan persepsi yang berbeda-beda mengenai sifat dasar dan
karakteristik bentuk kota. Ungkapan “bentuk kota” adalah terminologi yang
sangat teknis yang digunakan oleh para akademisi dan para profesi dari berbagai
cabang kajian ilmu perkotaan (urban studies). Mereka masing-masing mempunyai
pendekatan yang beragam untuk mengetahui terminologi dan pengertian yang
Untuk memperlihatkan bentuk suatu kota yang merupakan hasil dari nilai
kehidupan, John Brickerhoff Jackson (1984) menulis dalam bukunya, “Founding
Vernacular Landscape”, bahwa bentuk kota “adalah citra dari kehidupan
kemanusiaan kita yaitu kerja keras, harapan yang tinggi dan kebersamaan untuk
saling berkasih sayang. “dalam pandangan ini, kota adalah suatu tempat tinggal
manusia yang merupakan menifestasi dari hasil perencanaan dan perancangan,
yang dipenuhi oleh berbagai unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka.
Dengan demikian, suatu kota adalah hasil dari nilai-nilai perilaku manusia dalam
ruang kota yang membuat pola kontur visual dari lingkungan alam.
Dalam hasil studinya tentang perbedaan tiga kota : Boston, Los Angeles,
dan New Jersey di Amerika Serikat. Kevin Lynch (1960) dalam Bambang
Heryanto (2011) menyatakan bahwa suatu citra (Image) kota adalah hasil dari
1. Path (jalur) adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch
menemukan dalam risetnya bahwa jika elemen ini tidak jelas, maka kebanyakan
orang meragukan citra kota secara keseluruhan. Path merupakan rute-rute
sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara
umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran,
dan sebagainya. Path memiliki identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan
yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun) serta ada penampakan yang kuat
(misalnya fasade gedung, pohon besar, sungai), atau ada belokan/tikungan yang
jelas.
2. Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai Path.
Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai
pemutus linear misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, sungai,
topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya
elemen sumbu yang bersifat koordinasi (Linkage). Edge merupakan penghalang
walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Edge merupakam pengakhiran
dari sebuah District atau batasan sebuah District dengan yang lainnya. Edge
memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya.
Demikian pula fungsi batasnya harus jelas membagi atau menyatukan.
3. Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah
atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas yang lain,
misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan atau
bagian kota secara keseluruhan dalam skala makro misalnya pasar, taman, Square,
dan sebagainya.
Pusat kegiatan
Prtemuan beberapa ruas jalan
Tempat pergantian alat transportasi
Tipe Node :
Junction Node, misalnya stasiun bawah tanah, stasiun kereta api utama.
Thematic Concentration, berfungsi sebagi Core, Focus, dan simbol sebuah
wilayah penting
Junction dan Concentration
Struktur Kota
Ada beberapa teori tentang struktur kota yang menjadi proses perluasan
area perkotaan menjadi lebih berstruktur antara lain :
Keterangan Zona :
Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni teori
yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang dilakukannya
pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit
kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-
Keterengan zona :
Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda yakni
teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris dan
Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori konsentris dan
sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi,
maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks. Kenyataan yang kompleks
ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang akan tumbuh inti-inti
kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya
pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya. Inti-inti kota
ini.
Keterangan zona :
Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral (tipe
Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris pada tahun
1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan sektoral,
akan tetapi disini konsetris yang lebih ditonjolkan.
Keterangan zona :
Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe
Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford
saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda
lihat gambarannya seperti pada gambar berikut
Gambar 1.15 Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin
Keterangan zona :
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori
yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini menekankan bahwa
jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur
ruang kota.
Keterangan zona :
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang
dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang berkaitan
dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut.
Keterangan zona :
Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal
ini akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat
kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya
pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (garis yang menunjuk ke dalam).
Kawasan Pecinan
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data dari penelitian yang diperoleh secara
langaung dengan cara survei langsung ke lapangan dan observasi lapangan terkait
dengan penggunaan lahan, dimensi jalan dan kepadatan bangunan dari suatu kota.
2. Data Sekunder
Data sekunder ini merupakan sumber data dari penelitian yang diperoleh
secara tidak langsung dan didapat dari lembaga-lembaga kedinasan yang terkait.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data berisi data diperoleh atau
didapat darimana dan tujuan dari pengambilan data serta output dari data yang
diperoleh.
Pengumpulan Data
Morfologi Kota
Struktur Kota
- Land Use Kota Image Kota
Bentuk struktur
Probolinggo.
Observasi Citra Kota Kota Probolinggo
- Struktur Bangunan. Probolinggo.
- Jaringan Jalan.
Output
PEMBAHASAN
Kota Probolinggo merupakan Kota Pesisir yang memilik luas 56,67 km2.
Disebelah utara Kota Probolinggo berbatasan dengan Selat Madura, dan
Kabupaten Probolinggo disebelah timur, selatan dan barat. Terletak sekitar 100
km dari sebelah tenggara Surabaya. Kota Probolinggo menjadi jalur utama pantai
utara yang menghubungkan Pulau Jawa dan Bali dan menurut jumlah
penduduknya Kota Probolinggo merupakan kota terbesar keempat di Jawa Timur
setelah Kota Surabaya, Malang, dan Kediri. Secara administrasi pemerintahan
Kota Probolinggo terbagi menjadi 5 kecamatan dengan 29 kelurahan yang terdiri
dari Kecamatan Kademangan yang terdapat 6 kelurahan, Kecamatan Mayangan
yang terdapat 5 kelurahan, Kecamatan Wonoasih yang terdapat 6 kelurahan,
Kecamatan Kedopok yang terdapat 6 kelurahan, dan Kecmatan Konigaran yang
terdapat 6 kelurahan.
Penggunaan Lahan
Guna lahan ini merupakan komponen pokok dalam pertumbuha suatu
kawasan karena guna lahan dianggap sebagai komponen sistem aktifitas yang
sangat menetukan pola dan perkembangan suatu kawasan. Guna lahan sangat
mempengaruhi perwujudan fisik kawasan, terutama dalam menentukan
pengembangan kawasan terbangun dan tidak terbangun. Seperti yang ada di
Kota Probolinggo. Penggunaan lahan di Kota Probolinggo berdasarkan data dari
BPS pada tahun 2015 lahan di Kota Probolinggo ini banyak digunakan untuk
pertanian, perkebunan dan juga industri. Dengan lahan pertanian yang berjumlah
sekitar 2760.33 dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Kademangan, Kecamatan
Kedopok, Kecamatan Wonoasih, Kecamatan Mayangan, dan Kecamatan
Kanigaran. Sedangkan lahan yang bukan pertanian berjumlah 2906,37 dari 5
kecamatan tersebut. Pada kawasan Kota Probolinggo ini berdasarkan hasil survei
didominasi penggunaan lahan terbangun seperti perdagangan dan jasa dan
permukiman warga. Pola penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa
mengikuti pola jaringan jalan yang ada. Pola penggunaan lahan yang mengikuti
jaringan jalan menunjukkan adanya pemusatan aktivitas pada kawasan tersebut.
Semakin luas wilayah terbangun di beberapa bagian kota. Secara fisik kota akan
tumbuh ke daerah-daerah pinggiran di sekeliling kota.
Bentuk Kota Probolinggo adalah segi empat yang kompak. Bentuk kota ini
pertumbuhannya memanjang sedikit lebih besar daripada melebar. Tata letak kota
Probolinggo tampak teratur dan simetri dengan patokan sumbu utama Utara-
Selatan yang sangat jelas. Pada ujung-ujung sumbu utama tersebut terdapat
elemen kota kolonial Jawa yang penting sebagai pusat kontrol kekuasaan
administratif yang terdiri dari: kantor Asisten Residen (diujung bagian Selatan)
sebagai pusat adminstratif kekuasaan kolonial yang tertinggi di kota tersebut, dan
alun-alun (diujung bagian Utara), sebagai simbol pusat pemerintahan Pribumi 10.
Disebelah Utara dari alun-alun terdapat sebuah stasiun kereta api. Dibelakang
stasiun tersebut terdapat sebuah tangsi militer yang oleh orang-orang setempat
disebut benteng 11. Dibelakang benteng tersebut terletak pelabuhan. Pada bagian
Timur dan Barat dari sumbu utama (Jl. Suroyo dulu bernama Heerenstraat)
tersebut terdapat jalan besar yang sejajar dan jalan melintang yang memotong
tegak lurus sumbu utama sehingga membentuk suatu pola grid yang nyaris
simetri.
Gambar 1.19 Jalan Suroyo Tempo Dulu. Gambar 1.20 Jalan Suroyo Masa
Sekarang.
Jika dilihat dari pola jaringan jalan, Pada Kota Probolinggo pola jaringan
jalannya berbentuk grid dengan Jalan Suroyo sebagai jalan utama yang
membentuk sumbu utama. Berikut adalah tabel kondisi jaringan jalan di Kota
Probolinggo pada tahun 2003.
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan akses
masuknya dibatasi secara berdaya guna. Jalan arteri yang ada di Kota Probolinggo
memiliki lebar 15-25 meter yang terletak di Jalan Panglima Sudirman. Jalan ini
menghubungkan Kota Probolinggo dengan luar kota (Pasuruan disebelah timur
dan Lumajang di sebelah barat).
Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah akses jalan yang masuk tidak dibatasi. Jalan lokal yang ada di Kota
Probolinggo memiliki lebar 6-11 meter yang berjumlah sekitar 114 jalan di Kota
Probolinggo. Salah satunya yaitu Jalan R.A. Kartini, Jalan M.H Thamrin dan
Jalan Wahidin.
Pertigaan Jalan WR
Pecinan Supratman
Edge (tepian)
Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai
pemutus linear. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen
sumbu yang bersifat koordinasi (Linkage). Edge merupakan pengakhiran dari
sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Demikian pula
fungsi batasnya harus jelas membagi atau menyatukan. Edge yang ada di Kota
Probolinggo yaitu batas antara Kota Probolinggo dengan Kota Pasuruan dan
Sungai umbul yang berada di Jalan
Gambar 1.23 Persimpangan Lalu Lintas Gambar 1.24 Persimpangan Jalan Suroyo
District
Landmark
a. Penggunaan Lahan
b. Kependudukan
No Kecamatan Jumlah
1 Kademangan 156000
2 Kedopok 152000
3 Wonoasih 86000
4 Mayangan 39000
5 Kanigaran 68000
(Sumber : Data Bappenas)
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk/article/download/720/pdf
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/download/20791/20482
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/pwk/article/download/7650/6302
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jts/article/view/7743
https://id.scribd.com/doc/242163947/Makalah-Morfologi-Kota-Probolinggo-docx
journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/viewFile/1288/822
fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/KOTA%20PROBOLINGGO.pdf