Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

IDENTIFIKASI KAWASAN PECINAN DILIHAT DARI


MORFOLOGI KOTA PROBOLINGGO

MATA KULIAH
MORFOLOGI KOTA

NAMA : SITI QOMARIYAH


NIM/KELAS : 181910501023/PWK A

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tidak
lupa kami limpahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Kota dengan judul
“Morfologi Kota Probolinggo”. Makalah ini menjelaskan tentang Morfologi
kota wilayah Probolinggo, citra atau identitas Kota Probolinggo, dan struktur Kota
Probolinggo

Kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini, khususnya kepada Ibu Dr. Dewi Junita
Koesoemawat, ST., MT. Dan Bapak Ivan Agusta Farizkha, ST., MT. selaku dosen
pengampu mata kuliah Morfologi Kota. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Makalah ini tentu jauh dari kata sempurna. Karena itu kami menerima
berbagai kritikan dan saran untuk memperbaiki dalam penyempurnaan makalah
ini.

Jember,3 April 2019

Penulis

Perencanaan Wilayah dan Kota 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …….. ……………………..……………. 1

DAFTAR ISI …………………………………………………… 2

DAFTAR GAMBAR …………………………………...……… 5

DAFTAR TABEL…………………………………….………… 6

BAB I PENDAHULUAN ……….……………….…...….…..… 7

1.1 Latar Belakang ……...………………………………. 7

1.2 Rumusan Masalah ………………………...………… 8

1.3 Tujuan …………………………………………….… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………….………..…. 10

Morfologi Kota …………………………………….….. 10

Citra Kota ………………………………………..……. 15

Struktur Kota …………………………………….……. 18

BAB III METODOLOGI ……………….………………..…… 26

3.1 Lokasi Penelitian ………………………………… 26

3.2 Jenis Penelitian ………………………...…………. 26

3.3 Metode Pengumpulan …………………….………. 27

3.4 Alur Pikir ………….………………………....…… 28

BAB IV PEMBAHASAN ………….…..………..……....…… 30

4.1 Gambaran Umum …………….………..…....……. 30

4.1.1 Morfologi Kota Probolinggo ………….….…….. 31

 Penggunaan Lahan …………………....…...…. 31

Perencanaan Wilayah dan Kota 3


 Struktur Bangunan …………….……………. 32
 Pola Jalan …………………………………… 33

4.1.2 Citra Kota Probolinggo ………………..……… 34

 Path …………………………………. 34
 Edge ………………..……………….. 35
 Node ……………………..…………. 36
 District …………………..………….. 36
 Landmark …………….…………….. 37

4.1.3 Struktur Bangunan Kota Probolinggo..……….. 38

 Bentuk Struktur Kota Probolin……… 38


a. Penggunaan Lahan ………...……. 38
b. Kependudukan ………………….. 38
c. Persebaran Failitas Perkota……… 39
 Bentuk Sistem Transportasi Kot…….. 40

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..... 41

Perencanaan Wilayah dan Kota 4


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bentuk Kota Bujur Sangkar ……...……….…… 10

Gambar 1.2 Bentuk Kota Persegi Panjang …………………. 11

Gambar 1.3 Bentuk Kota Kipas ……………….…………… 11

Gambar 1.4 Bentuk Kota Bulat ……………………..……… 12

Gambar 1.5 Bentuk Kota Pita ………………………...……. 12

Gambar 1.6 Bentuk Kota Gurita ……………………...……. 12

Gambar 1.7 Bentuk Kota Terpecah ……………….……….. 13

Gambar 1.8 Bentuk Kota Berantai …………………...……. 13

Gambar 1.9 Bentuk Kota Terbelah ……………….……….. 14

Gambar 1.10 Bentuk Kota Satelit ……………………...….. 14

Gambar 1.11 Teori Konsentris menurut Ernest ………..….. 19

Gambar 1.12 Teori Sektoral Menurut Hommer Hoyt …….. 20

Gambar 1.13 Teori Teori Ganda …………………..……… 21

Gambar 1.14 Teori Konsektoral ………………………….. 22

Gambar 1.16 Teori Konsektoral Tipe Amerika ………….. 23

Gambar 1.17 Teori Poros ………………………………… 23

Gambar 1.18 Teori Historis …………………...…………. 24

Gambar 1.19 Jalan Suroyo Tempo Dulu ………...………. 32

Gambar 1.20 Jalan Suroyo Masa Sekarang …..….….…… 32

Gambar 1.21 Batas Kota Probolinggo …………….…...… 35

Gambar 1.22 Sungai Umbul ………………………….….. 35

Perencanaan Wilayah dan Kota 5


Gambar 1.23 Persimpangan Lalu Lintas……………..….. 36

Gambar 1.24 Persimpangan Jalan Suroyo …………...…. 36

Gambar 1.25 Perdagangan Kota Probolinggo …….……. 36

Gambar 1.26 Permukiman Pecinan …………………….. 36

Perencanaan Wilayah dan Kota 6


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pengumpulan Data ………………………….…………. 27

Tabel 1.2 Kondisi Jaringan Jalan ……………………………….... 33

Tabel 1.3 Persebaran Path Kota Probolinggo ……………….…… 35

Tabel 1.4 Persebaran Landmark Kota Probolinggo ……….…….. 37

Tabel 1.5 Penggunaan Lahan Kota Probolinggo ………….….….. 38

Tabel 1.6 Jumlah Kepadatan Penduduk Tahun 2015-2016 …..…. 39

Perencanaan Wilayah dan Kota 7


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Morfologi kota merupakan ilmu yang mempelajari tentang sejarah


perkembangan terbentuknya pola ruang suatu kota. Bentuk morfologi suatu
kawasan tercermin dari pola tata ruang, bentuk arsitektur bangunan, dan elemen-
elemen fisik dari kota lainnya pada keseluruhan konteks perkembangan suatu
kota. Berbicara tentang kota, kota merupakan lingkungan binaan manusia yang
sangat komplek. Oleh karena itu kota bisa dibahas dari berbagai sudut pandang
disiplin ilmu.

Dibandingkan dengan kota-kota pesisir Jawa Timur lainnya seperti


Surabaya, Tuban atau Gresik, maka Probolinggo ini relatif kurang dikenal pada
saat dimasa lalu. Probolinggo juga merupakan titik temu yang penting serta
pelabuhan regional untuk produk pertanian daerah pedalaman seperti gula,
tembakau dan kopi.

Sudah sejak jaman Daendels (1808-1811) Probolinggo mempunyai


hubungan infrastruktur yang baik dengan kota-kota lain di Jawa Timur. Sebagai
Kota Pusaka, Kota Probolinggo memiliki banyak bangunan peninggalan-
peninggalan sejarah pada periode Hindu-Budha-Islam, periode Hindia-Belandha,
dan pada periode Kemerdekaan. Dibuktikan dengan adanya bangunan bersejarah
seperti klenteng Liong Coan Bio yang terletak di jalan WR. Supratman dengan
banyak kawasan pecinan sebagai tempat tinggal para etnis tionghoa dan
perdagangan jasa para etnis tionghoa yang letaknya tidak jauh dari klenteng
tersebut, Selain itu ada juga Alun-Alun pasar minggu sebagai pusat kota dengan
disebelah barat terdapat Masjid Agung yang mencirikan dari kota kerajaan yaitu
Alun-Alun dan masjid dijadikan sebagai pusat kota.

Struktur jalan di Kota Probolinggo berbentuk grid dengan pembagian


wilayah kawasan yang terdiri dari wilayah Jawa, Madura, Arab dan Cina. Dengan
adanya pembagian kawasan wilayah tersebut pastinya ada potensi yang dapat

Perencanaan Wilayah dan Kota 8


lebih dikembangkan. Salah satu contoh dari aspek sosial misalnya dari adanya
interaksi sosial antara masyarakat Cina dengan masyarakat Jawa, Madura dan
Arab. Interaksi sosial seperti hubungan jual beli antara masyarakat Cina dengan
masyarakat lain, yang mana di kawasan Pecinan tersebut terdapat perdagangan
dan jasa golongan etnis tionghoa, tidak hanya interaksi jual beli melainkan orang-
orang jawa ada juga yang bekerja sebagai buruh atau pekerja di perdagangan dan
jasa orang Cina maupun orang Arab, yang mana itu bisa membantu dan
meningkatkan kondisi ekonomi dari masyarakat Jawa dan Madura yang tinggal di
Kota Probolinggo, dan masyarakat Cina dan Arab bisa meringankan beban
pekerjaannya karena ada bantuan dari masyarakat Jawa dan Madura. Dilihat dari
aspek budaya, budaya yang dibawa oleh etnis tionghoa dan arab ini pastinya
berpengaruh terhadap perkembangan suatu kota, misal arsitektur dan seni
bangunan etnis tionghoa yang ada di Indonesia. Contoh kesenian etnis tionghoa
yaitu seni Gambang Kromong yang merupakan seni sejenis orkes yang
memadukan antara gamelan dengan alat musik tionghoa dan juga seni tarian
Barongsai.

Potensi dari keberadaan kawasan pecinan yang paling menonjol di Kota


Probolinggo yang cukup dominan yaitu bangunan-bangunan peninggalan
masyarakat etnis tionghoa dengan ciri khas arsitekturnya yang sangat khas
terutama pada bagian bentuk atapnya yang khas dari bangunan Cina. Serta
kawasan perdagangan dan jasa yang ada biasanya juga digunakan sebagai tempat
tinggal dari masyarakat etnis tionghoa di Kota Probolinggo.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, muncul beberapa pertanyaan yaitu :

1. Bagaimana morfologi Kota Probolinggo?


2. Bagaimana citra kota/Identitas Kota di Kota Probolinggo?
3. Bagaimana Struktur dari Kota Probolinggo?
4. Bagaimana perkembangan kawasan pecinan berdasarkan periode hindu-
budha-kerajaan, periode Hindia Belanda dan periode kemerdekaan?

Perencanaan Wilayah dan Kota 9


5. Bagaimana identifikasi kawasan pecinan jika dilihat dari struktur
morfologi berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan budaya di Kota
Probolinggo?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini antara lain :

1. Untuk mengetahui morfologi dari Kota Probolinggo.


2. Untuk mengetahui citra kota di Kota Probolinggo.
3. Untuk mengetahui struktur kota di Kota Probolinggo.
4. Untuk mengetahui perkembangan kawasan pecinan berdasarkan periode
hindu-budha-kerajaan, periode Hindia Belanda dan periode kemerdekaan.
5. Untuk mengetahui identifikasi kawasan pecinan jika dilihat dari morfologi
struktur berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan budaya di Kota
Problinggo.

Perencanaan Wilayah dan Kota 10


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kota

Morfologi kota merupakan sebuah pendekatan dalam memahami suatu


kota sebagai suatu kumpulan geometris bangunan dan artefak dengan konfigurasi
kesatuan ruang fisik tertentu yang merupakan produk dari perubahan sosio-
spatialnya. Pemahaman tentang morfologi kota tidak dapat dilepaskan dari wujud
fisik kota yang terbentuk utamnya oleh kondisi fisik lingkungan maupun interaksi
sosial-ekonomi masyarakat yang dinamis. Sebagai sebuah cabang ilmu geografis
dan arsitektur, morfologi mempelajari perkembangan bentuk fisik dikawasan
perkotaan yang tidak hanya terkait dengan arsitektur bangunan, namn juga system
sirkulasi, ruang terbuka, serta prasarana perkotaan (khususnya jalan sebagai
pembentuk struktur ruang yang utama. Menurut Allan (2004) Secara garis besar,
wujud fisik kota merupakan manivestasi virtual dan parsial yang dihasilkan dari
interaksi komponen-komponen penting pembentuknya yang saling mempengaruhi
satu sama lain.

Hadi Sabari Yunus secara garis besar menitik beratkan kajian morfologi
kepada kajian eksistensi keruangan dari bentuk wujud ciri-ciri atau analisis kota
yaitu ciri-ciri atau karakteristik kota yaitu analisis bentuk kota dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya meliputi :

1. Bentuk Kompak

Bentuk-bentuk kota yang kompak terdiri dari beberapa macam bentuk yang
melipti :

 Bentuk Bujur Sangkar (The Square Cities)

Gambar 1.1 Bentuk bujur sangkar

Perencanaan Wilayah dan Kota 11


Bentuk ini mempunyai kesempatan perluasan ke segala arah secara
seimbang. Selain itu dalam penerapannya, bentuk kota seperti ini tidak
mempunyai kendala yang berarti karena pengembangannya yang merata dan
seimbang. Namun dalam pertumbuhannya lebih cenderung meningkat pada sisi-
sisi jalur transportasi utama saja.

 Bentuk Persegi Panjang (The Rectagular Cities)

Gambar 1.2 Bentuk persegi panjang

Bentuk ini mempunyai space atau lahan kosong yang cukup besar dan
luas guna pengembangan wilayah. Biasanya daerah yang menggunakan
bentuk ini adalah daerah yang bertopografi perairan, hutan, gurun pasir
dan berlereng.

 Bentuk Kipas (Fan Shapes Cities)

Gambar 1.3 Bentuk kipas

Bentuk ini biasanya digunakan untuk bentuk lahan aluvial atau


pesisir. Pada perkembangannya dominasi kota pelabuhan atau coastal
menggunakan bentuk ini karena cukup baik untuk perkembangan
perdagangan. Kendala yang dihadapi yaitu berasal dari perairan yang
berada pada delta sungai yang besar.

Perencanaan Wilayah dan Kota 12


 Bentuk Bulat (Rounded Cities)

Gambar 1.4 Bentuk bulat

Bentuk ini adalah bentuk yang paling ideal untuk kota, karena
mempunyai kelebihan yaitu perkembangannya kesegala penjuru arah dan juga
seimbang. Dalam bentuk ini bisa dilakukan peraturan/perencanaan yaitu:

 Bila lambat dipacu dengan Planned Unit Development.


 Bila terlalu cepat dapat dihentikan.
 Batas luar green belt zoning / growth limitation.
 Bentuk Pita (Ribbon Shaped Cities)

Gambar 1.5 Bentuk Pita

Bentuk ini sangat dipengaruhi oleh jalur transportasi dan


terhambatnya perluasan areal ke samping.

 Bentuk Gurita/Bintang (Octopus/Star Shape Cities)

Gambar 1.6 Bentuk Gurita

Pada bentuk ini terdapat beberapa jalur transportasi yang dominan dan
terdapat juga daerah hinterland, selain itu pada tepi pinggirannya tidak ada
kendala fisik yang berarti. Hinterland adalah tanah atau kabupaten di belakang

Perencanaan Wilayah dan Kota 13


batas-batas suatu pantai atau sungai. Secara khusus dengan doktrin pedalaman
kata tersebut diterapkan pada daerah pedalaman berbaring di belakang port
diklaim oleh negara yang memiliki pantai. Daerah dari produk mana yang dikirim
ke pelabuhan untuk pengiriman di tempat lain adalah pedalaman yang pelabuhan.

2. Bentuk Tidak Kompak

Bentuk kota yang tidak kompak terdiri dari 4 bentuk yaitu :

 Bentuk Terpecah (Fragment Cities)

Gambar 1.7 Bentuk Terpecah

Bentuk awalnya adalah bentuk kompak namun dalam skala yang kecil dan
akhirnya saling menyatu dan membentuk kota yang besar. Bentuk ini
berkembang, namun perluasan areal kota tidak langsung menyatu dengan kota
induk (membentuk enclaves) pada daerah-daerah pertanian di disekitarnya. Pada
negara berkembang. Enclaves merupakan permukiman-permukiman yang berubah
dari sifat pedesaan menjadi perkotaan.

 Bentuk Berantai (Chained Cities)

Gambar 1.8 Bentuk Berantai

Bentuk ini terpecah namun hanya terjadi di sepanjang rute tertentu. Jarak
antara kota induk dan kenampakan-kenampakan kota baru tidak terlalu jauh maka
beberapa bagian membentuk kesatuan fungsional yang sama (khususnya dibidang
ekonomi). Bentuk ini juga bisa disebut Ribbon City dengan skala yang besar.

Perencanaan Wilayah dan Kota 14


 Bentuk Terbelah (Split Cities)

Gambar 1.9 Bentuk Terbelah

Bentuk ini menggambarkan bentuk kota yang kompak namun sektor


terbelah oleh perairan yang lebar. Pada perpotongan ini biasanya dihubingkan
oleh kapal/jembatan. Contoh kota yang menerapkan bentuk ini adalah kota Buda
(barat) dan Pest (timur) di sungai Danube, sehingga dikenal sebagai kota
Budapest.

 Bentuk Kota Satelit (Stellar Cities)

Gambar 1.10 Bentuk Satelit

Bentuk kota ini biasanya didukung oleh teknologi transportasi yang maju
dan juga komunikasi yang maju. Karena modernisasi maka terciptalah
megapolitan kota besar yang dikelilingi oleh kota satelit.

M.G.R Conzen memandang bahwa sangat perlu untuk memperhatikan empat


komponen morfologi, diantara lain:

1. Guna Lahan (Land Use)

Guna lahan merupakan komponen pokok dalam pertumbuhan kawasan.


Menurut Kaiser (1995) Komponen guna lahan dianggap sebagai generator sistem
aktivitas yang sangat menetukan pola dan arah pertumbuhan kawasan. Komponen
ini memiliki tingkat temporalitas yang sangat tinggi dalam hal literatur dengan
mudah berubah terutama dikaitkan dengan nilai ekonomi yang dimilikinya.

Perencanaan Wilayah dan Kota 15


Guna lahan sangat mempengaruhi perwujudan fsik kawasan terutama dalam
menentukan pengembangan kawasan terbangun dan tidak terbangun.

2. Struktur Bangunan

Komponen ini merupakan representasi dari typology dalam analisis morfologi


dan dapat dibahas dalam dua aspek, antara lain penataan massa dan arsitektur
bangunan. Penataan massa terkait dengan bagaimana bangunan tersebar di dalam
tapak berikut kepadatan dan intensitasnya sementara arsitektur bangunan lebih
perwujudan fsik ruang dan bangunan yang merepresentasikan budaya, sejarah dan
kreatiftas suatu komunitas.

3. Pola Plot

Komponen ini dapat dibahas dari aspek ukuran (dimensi) dan sebarannya.
Ukuran plot akan mempengaruhi intensitas pemanfaatan lahannya sementara
sebaran plot akan mempengaruhi pembentukan jaringan penghubung. secara
umum pola plot ini sangat dipengaruhi oleh potensi alamiah terutama kontur dan
kondisi geologi. Secara hukum plot dibatasi oleh batas kepemilikan yang sangat
mempengaruhi pola penguasaan, pemanfaatan dan pengelolaan ruang.

4. Jaringan Jalan

Komponen ini merupakan fungsi derivative dari guna lahan, sebagai jalur
penghubung, jaringan jalan sangat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas fungsi
kawasan.

Citra Kota

Sifat dasar dan karakteristik bentuk kota telah menjadi perhatian bagi para
pendidik, profesi dan peneliti untuk mengamatinya. Mereka pada umumnya
mempunyai wacana dan persepsi yang berbeda-beda mengenai sifat dasar dan
karakteristik bentuk kota. Ungkapan “bentuk kota” adalah terminologi yang
sangat teknis yang digunakan oleh para akademisi dan para profesi dari berbagai
cabang kajian ilmu perkotaan (urban studies). Mereka masing-masing mempunyai
pendekatan yang beragam untuk mengetahui terminologi dan pengertian yang

Perencanaan Wilayah dan Kota 16


berbeda-beda. Antropologi, Geografi, dan Arsitektur adalah tiga disiplin ilmu
yang tertarik di dalam mempelajari hasil fenomena pertumbuhan dan
perkembangan suatu kota. Wacana dan kerangka konsep tiga ilmu ini dapat
digunakan untuk menjelaskan bentuk struktur fisik dan perkembangan kota dari
cabang ilmu lainnya, seperti perencanaan kota (urban planing) dan perancangan
kota (urban disain). Kedua cabang ilmu ini mengartikan bentuk kota sebagai
struktur bangunan dan ruang yang tangible atau nyata dan sebagai aspek-aspek
kehidupan masyarakat yang intangible atau tidak nyata dari suatu kota menurut
Bambang Heryanto (2011).

Untuk memperlihatkan bentuk suatu kota yang merupakan hasil dari nilai
kehidupan, John Brickerhoff Jackson (1984) menulis dalam bukunya, “Founding
Vernacular Landscape”, bahwa bentuk kota “adalah citra dari kehidupan
kemanusiaan kita yaitu kerja keras, harapan yang tinggi dan kebersamaan untuk
saling berkasih sayang. “dalam pandangan ini, kota adalah suatu tempat tinggal
manusia yang merupakan menifestasi dari hasil perencanaan dan perancangan,
yang dipenuhi oleh berbagai unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka.
Dengan demikian, suatu kota adalah hasil dari nilai-nilai perilaku manusia dalam
ruang kota yang membuat pola kontur visual dari lingkungan alam.

Walaupun suatu kota akan selalu mengalami perkembangan dari waktu ke


waktu, perkembangan tersebut meliputi beberapa aspek antara lain: fisik, sosial
budaya, ekonomi, politik dan teknologi. Perkembangan kota adalah suatu proses
perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam
waktu yang berbeda. Namun sifat dasar dan karakteristik bentuk kota memiliki
ciri-ciri dan bentuk tersendiri masing-masing kota. Masing-masing kota di dunia
ini memiliki peta, namun jika peta-peta tersebut dibandingkan perbedaan masing-
masing peta kota tidak begitu tampak terlihat karena kebanyakan orang akan
memakai kriteria-kriteria lain untuk mengingat identitas, struktur, dan arti
kawasan perkotaan daripada peta kota.

Dalam hasil studinya tentang perbedaan tiga kota : Boston, Los Angeles,
dan New Jersey di Amerika Serikat. Kevin Lynch (1960) dalam Bambang
Heryanto (2011) menyatakan bahwa suatu citra (Image) kota adalah hasil dari

Perencanaan Wilayah dan Kota 17


suatu kesan pengamatan masyarakat terhadap unsur-unsur yang nyata dan tidak
nyata. Mendasari kesan-kesan masyarakat, Lynch membuat kategori bentuk kota
dalam 5 unsur. Dalam mengartikan suatu kota, Lynvch menyatakan kota adalah
sesuatu yang dapat diamati – dimana letak jalur jalan, batas tepian, distrik atau
kawasan, titik temu, dan tetengernya dapat dengan mudah dikenali dan dapat
dikelompokkan dalam pola keseluruhan bentuk kota (Lynch, 1960:47). Sehingga
kelima elemen tersebut adalah Path (jalur), Edge (tepian), District (kawasan),
Node (simpul), serta Landmark (tetenger).

1. Path (jalur) adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch
menemukan dalam risetnya bahwa jika elemen ini tidak jelas, maka kebanyakan
orang meragukan citra kota secara keseluruhan. Path merupakan rute-rute
sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara
umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran,
dan sebagainya. Path memiliki identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan
yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun) serta ada penampakan yang kuat
(misalnya fasade gedung, pohon besar, sungai), atau ada belokan/tikungan yang
jelas.

2. Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai Path.
Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai
pemutus linear misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, sungai,
topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya
elemen sumbu yang bersifat koordinasi (Linkage). Edge merupakan penghalang
walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Edge merupakam pengakhiran
dari sebuah District atau batasan sebuah District dengan yang lainnya. Edge
memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya.
Demikian pula fungsi batasnya harus jelas membagi atau menyatukan.

3. Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah
atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas yang lain,
misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan atau
bagian kota secara keseluruhan dalam skala makro misalnya pasar, taman, Square,
dan sebagainya.

Perencanaan Wilayah dan Kota 18


Ciri-ciri Node :

 Pusat kegiatan
 Prtemuan beberapa ruas jalan
 Tempat pergantian alat transportasi

Tipe Node :

 Junction Node, misalnya stasiun bawah tanah, stasiun kereta api utama.
 Thematic Concentration, berfungsi sebagi Core, Focus, dan simbol sebuah
wilayah penting
 Junction dan Concentration

4. District (kawasan) merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua


dimensi. Sebuah kawasan memiliki ciri khas yang mirip (baik dalam hal bentuk,
pola, dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya dimana orang merasa harus
mengakhiri atau memulainya. District dalam kota dapat dilihat sebagai referensi
Interior maupun Eksterior. District mempunyai identitas yang lebih baik jika
batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta
fungsi dan posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan
dengan yang lain).

5. Landmark (tetenger) merupakan lambang dan symbol untuk menunjukkan


suatu bagian kota, biasanya dapat berupa bangunan gapura batas kota (yang
menunjukkan letak batas bagian kota) atau tugu kota (menunjukkan ciri kota atau
kemegahan suatu kota) patung atau relief ( menunjukkan sisi kesejarahan suatu
bagian kota) atau biasa pula berupa gedung dan bangunan tertentu yang memiliki
suatu karakteristik tersendiri yang hanya dimiliki kota tersebut. Sehingga
keberadaan suatu Landmark mampu menunjukkan dan mengingatkan orang
tentang tetenger suatu kota.

Struktur Kota

Ada beberapa teori tentang struktur kota yang menjadi proses perluasan
area perkotaan menjadi lebih berstruktur antara lain :

Perencanaan Wilayah dan Kota 19


1. Teori Konsentris (Concentric Theory)

Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human


ecology, merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut
pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa
dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang konsentris yang mencerminkan
penggunaan lahan yang berbeda-beda.

Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau


pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota
meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul
berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar.

Gambar 1.11 Teori konsentris menurut Ernest W. Burgess (1929)

Keterangan Zona :

 Pada zona 1 merupakan zona pusat wilayah kegiatan atau CBD


(Central Business District).
 Pada zona 2 merupakan zona peralihan yang ditempati oleh
perdagangan yang beralih ke permukiman.
 Pada zona 3 merupakan permukiman kelas para pekerja dan buruh.
 Pada zona 4 merupakan permukiman kelas menengah
 Pada zona ke 5 merupakan zona penglaju atau zona permukiman yang
beralih ke pertanian.
2. Teori Sektoral (Sector Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni teori
yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang dilakukannya
pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit
kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-

Perencanaan Wilayah dan Kota 20


unit yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang
mahal pada umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih
murah biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota
(pusat kegiatan) menuju daerah perbatasan. Menurutnya faktor penting yang
mepengaruhi perkembangan adalah industri, perkembangan perumahan megikuti
pola perkembangan industri dan perkembangannya cenderung meluas disepanjang

jalan keluar dari pusat.

Gambar 1.12 Teori sektoral menurut Hommer Hoyt

Keterengan zona :

 Pada zona 1 merupakan Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central


Business District (CBD).
 Pada zona 2 merupakan daerah grosir dan manufaktur.
 Pada zona 3 merupakan permukiman kelas rendah.
 Pada zona 4 merupakan permukiman kelas menengah.
 Pada zona 5 merupakan permukiman kelas atas.
3. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda yakni
teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris dan
Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori konsentris dan
sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi,
maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks. Kenyataan yang kompleks
ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang akan tumbuh inti-inti
kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya
pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya. Inti-inti kota

Perencanaan Wilayah dan Kota 21


tersebut akan menciptakan suatu pola yang berbeda-beda karena tentunya akan
diketahui bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka disekitarnya
akan tumbuh pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan sebagainya yang
tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota. Biasanya faktor
keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar belakangi munculnya inti-inti kota

ini.

Gambar 1.13 Struktur kota menurut teori inti ganda

Keterangan zona :

 Pada zona 1 merupakan daerah pusat kegiatan atau CBD.


 Pada zona 2 merupakan daerah grosir dan manufaktur.
 Pada zona 3 merupakan daerah permukiman kelas rendah.
 Pada zona 4 merupakan daerah permukiman kelas menegah.
 Pada zona 5 merupakan daerah permukiman kelas tinggi.
 Pada zona 6 merupakan daerah manufaktur berat.
 Pada zona 7 merupakan daerah diluar PDK.
 Pada zona 8 merupakan sub urban.
 Pada zona 9 merupakan sub urban.
4. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)

Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral (tipe
Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris pada tahun
1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan sektoral,
akan tetapi disini konsetris yang lebih ditonjolkan.

Perencanaan Wilayah dan Kota 22


Gambar 1.14 Struktur kota menurut teori konsektoral.

Keterangan zona :

 Pada zona 1 merupakan pusat kota atau CBD.


 Pada zona 2 merupakan zona peralihan.
 Pada zona 3 terdapat sector C, D, B dan A.
 Zona C dan D merupakan zona rumah kecil.
 Zona B merupakan zona rumah-rumah lebih besar.
 Zona A merupakan zona rumah-rumah tua yang besar.
 Pada zona 4 merupakan permukiman dan perkembangannya meluas
kepinggiran.
 Pada zona 5 merupakan desa-desa yang dihuni oleh penglaju.
 Zona A merupakan sektor kelas menengah.
 Zona B merupakan sektor kelas menengah kebawah.
 Zona C merupakan sektor kelas pekerja.
 Zona D merupakan sektor industri dan pekerja kelas terbawah
urban.
5. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)

Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe
Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford
saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda
lihat gambarannya seperti pada gambar berikut

Perencanaan Wilayah dan Kota 23


.

Gambar 1.15 Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin

Keterangan zona :

 Pada zona 1 merupakan daerah pusat atau CBD.


 Pada zona 2 merupakan daerah perdagangan atau industry.
 Pada zona 3 merupakan sector permukiman kelas elit.
 Pada zona 4 merupakan permukiman yang lanjut perkembangannya.
 Pada zona 5 merupakan daerah yang berkembang secara setempat.
 Pada zona 6 merupakan permukiman liar.
6. Teori Poros

Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori
yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini menekankan bahwa
jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur
ruang kota.

Gambar 1.16 Struktur kota menurut teori poros

Keterangan zona :

 Pada zona 1 merupakan daerah pusat kegiatan atau CBD.


 Pada daerah 2 merupakan daerah peralihan.

Perencanaan Wilayah dan Kota 24


 Pada zona 3 merupakan daerah perumahan dengan pendapatan rendah
atau kelas menengah kebawah.
 Pada zona 4 merupakan perumahan dengan pendapatan menengah.
 Merupakan jalan utama.
 Merupakan rel kereta api.
7. Teori Historis

Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang
dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang berkaitan
dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut.

Gambar 1.17 Struktur kota menurut teori historis

Keterangan zona :

 Pada zona 1 merupakan daerah pusat kota atau CBD.


 Pada zona 2 merupakan daerah peralihan.
 Pada zona 3 merupakan daerah kelas rendah.
 Pada zona 4 merupakan daerah kelas menengah.
 Pada zona 5 merupakan daerah kelas tinggi.

Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal
ini akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat
kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya
pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (garis yang menunjuk ke dalam).

Perencanaan Wilayah dan Kota 25


Perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada
wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3 dan seterusnya.
Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya
dari wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat
tinggal. Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat
padat penduduk sehingga tidak begitu nyaman.

Kawasan Pecinan

Pecinan atau Kampung Cina merupakan sebuah kawasan atau wilayah


kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak
terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau
dan kemudian menetap. Faktor yang mendasar terbentuknya kawasan pecinan ada
2 alasan yaitu :

 Faktor politik yang berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan


masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya
lebih mudah diatur (Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia pada
zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi
berdasarkan latar belakang rasial. Di waktu-waktu tertentu, malah
diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel).
 Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup
secara berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling
membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa,
namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun,
semisal adanya kampung Madras/India dan kampung Arab.

Perencanaan Wilayah dan Kota 26


BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi Penelitian
Fokus lokasi penelitian dilakukan di Kota Probolinggo. Kota
Probolinggo merupakan salah satu kota dalam lingkup Provinsi Jawa
Timur yang terletak di sebelah Timur Kota Pasuruan dan disebelah Barat
Kota Lumajang. Kota Probolinggo merupakan kota terbesar keempat yang
berada di Jawa Timur setelah Surabaya, Malang, Kediri menurut jumlah
penduduknya dan Kota Probolinggo berada pada wilayah tapal kuda.

Gambar 1.18 Peta Kota Probolinggo

3.2 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisa kualitatif


kuantiatif. Metode kualitatif kuantitatif ini berusaha memberikan gambaran secara
jelas tentang tata guna lahan, penggunaan jalan, pola jaringan jalan, dan bangunan
(kepadatan dan pola) dan arah perkembangan di suatu kota tepatnya di Kota
Probolinggo dengan informasi utamanya diperoleh dari hasil survei primer dan
responden sebagai sampel penelitian dengan menggunakan metode wawancara
atau kuisioner sebagai instrumen untuk pengumpulan data kemudian dari data
survei tersebut di kembangkan dengan menggunakan model matematis, teori-teori
dan hipotesis.

Perencanaan Wilayah dan Kota 27


3.3 Metode Pengumpulan Data

Untuk mempermudah penelitian, maka penulis menggunakan beberapa


metode pengumpulan data diantaranya adalah :

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data dari penelitian yang diperoleh secara
langaung dengan cara survei langsung ke lapangan dan observasi lapangan terkait
dengan penggunaan lahan, dimensi jalan dan kepadatan bangunan dari suatu kota.

2. Data Sekunder

Data sekunder ini merupakan sumber data dari penelitian yang diperoleh
secara tidak langsung dan didapat dari lembaga-lembaga kedinasan yang terkait.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data berisi data diperoleh atau
didapat darimana dan tujuan dari pengambilan data serta output dari data yang
diperoleh.

Tabel 1.1 Pengambilan Data

Tujuan pengambilan data Data didapat Output Data

Mengetahui tentang tata Peta Eksisting di Kota


guna lahan di Kota Bapedda Probolinggo.
Probolinggo.
Mengetahui tentang Peta SIG jalan Kota
jaringan jalan di Kota Bapedda Probolinggo tahun 2018.
Probolinggo.
Mengetahui Peta perkembangan Kota
perkembangan Kota Bapedda Probolinggo.
Probolinggo.

Perencanaan Wilayah dan Kota 28


3.4 Alur Pikir

Dalam melakukan penelitian, alur pikir yang digunakan dalam bentuk


bagan yaitu :

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

- Survey - Data dari Bapedda


- Wawancara

Morfologi Kota
Struktur Kota
- Land Use Kota Image Kota
Bentuk struktur
Probolinggo.
Observasi Citra Kota Kota Probolinggo
- Struktur Bangunan. Probolinggo.

- Jaringan Jalan.

J Identifikasi Kawasan Pecinan dilihat Dari Struktur Morfologi Berdasarkan


Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya di Kota Probolinggo.
-

Output

Kondisi Eksisting Morfologi


Kota Probolinggo.
1. Kondisi Eksisting Struktur
Kota Probolinggo.
2. Peta dan Keterbacaan Citra
Kota Probolinggo.

Perencanaan Wilayah dan Kota 29


Dalam melakukan penelitian alur pikir yang dilakukan pertama kali yaitu
pengumpulan data yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan data primer dan
data sekunder. Data primer dapat diperoleh dari survei dan wawancara sedangkan
data sekunder diperoleh dari data bapedda. Kemudian setelah mendapat data
primer dan data sekunder, fokus penelitian membahas tentang morfologi kota
yaitu guna lahan Kota Probolinggo, struktur bangunan Kota Probolinggo dan
jaringan jalan di Kota Probolinggo. Kemudia yang kedua membahas tentang
observasi citra kota di Kota Probolinggo dan pada pembahasa struktur jalan akan
membahas tentang bentuk struktur kota di Kota Probolinggo. Ouput yang
dihasilkan dari penelitian ini yaitu peta morfologi kota di Kota Probolinggo,
keterbacaan jaringan jalan di Kota Probolinggo serta kondisi eksisting struktur
kota di Kota Probolinggo.

Perencanaan Wilayah dan Kota 30


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Kota Probolinggo merupakan Kota Pesisir yang memilik luas 56,67 km2.
Disebelah utara Kota Probolinggo berbatasan dengan Selat Madura, dan
Kabupaten Probolinggo disebelah timur, selatan dan barat. Terletak sekitar 100
km dari sebelah tenggara Surabaya. Kota Probolinggo menjadi jalur utama pantai
utara yang menghubungkan Pulau Jawa dan Bali dan menurut jumlah
penduduknya Kota Probolinggo merupakan kota terbesar keempat di Jawa Timur
setelah Kota Surabaya, Malang, dan Kediri. Secara administrasi pemerintahan
Kota Probolinggo terbagi menjadi 5 kecamatan dengan 29 kelurahan yang terdiri
dari Kecamatan Kademangan yang terdapat 6 kelurahan, Kecamatan Mayangan
yang terdapat 5 kelurahan, Kecamatan Wonoasih yang terdapat 6 kelurahan,
Kecamatan Kedopok yang terdapat 6 kelurahan, dan Kecmatan Konigaran yang
terdapat 6 kelurahan.

Kota Probolinggo pada umumnya beriklim tropis dengan rata-rata curah


hujan mencapai sekitar +961 milimeter dengan jumlah hari hujan mencapai 55
hari. Curah hujan tertinggi pada Kota Probolinggo umumnya terjadi pada bulan
Desember dan sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agusstus. Kota
Probolinggo memiliki suhu temperatur rata-rata terendah mencapai 260 C dan
tertinggi mencapai 320 C. Kota Probolinggo beriklim tropis dengan memiliki 2
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Pada kondisi topografi, wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian


0 sampai kurang dari 50 meter diatas permukaan air laut. Semakin kewilayah
selatan maka ketinggian dari ermukaan air laut semakin besar, dan wilayah Kota
Probolinggo relatif berlereng sekitar 0-2% sehingga ini mengakibatkan masalah
erosi tanah dan adanyaa genangan cenderung terjadi pada wilayah ini.

Perencanaan Wilayah dan Kota 31


4.1.1 Morfologi Kota Probolinggo

Seiring berjalannya waktu suatu kota pasti akan megalami pertumbuhan.


Seperti di Kota Probolinggo ini yang telah mengalami perubahan bentuk kawasan
yang diakibatkan oleh perkembangan dari kota itu sendiri. Kawasan di suatu
wilayah menurut pendekatan cozenian dipengaruhi oleh 3 aspek yaitu
pertumbuhan dipengaruhi oleh guna lahan, struktur bangunan dan pola jaringan
jalan.

 Penggunaan Lahan
Guna lahan ini merupakan komponen pokok dalam pertumbuha suatu
kawasan karena guna lahan dianggap sebagai komponen sistem aktifitas yang
sangat menetukan pola dan perkembangan suatu kawasan. Guna lahan sangat
mempengaruhi perwujudan fisik kawasan, terutama dalam menentukan
pengembangan kawasan terbangun dan tidak terbangun. Seperti yang ada di
Kota Probolinggo. Penggunaan lahan di Kota Probolinggo berdasarkan data dari
BPS pada tahun 2015 lahan di Kota Probolinggo ini banyak digunakan untuk
pertanian, perkebunan dan juga industri. Dengan lahan pertanian yang berjumlah
sekitar 2760.33 dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Kademangan, Kecamatan
Kedopok, Kecamatan Wonoasih, Kecamatan Mayangan, dan Kecamatan
Kanigaran. Sedangkan lahan yang bukan pertanian berjumlah 2906,37 dari 5
kecamatan tersebut. Pada kawasan Kota Probolinggo ini berdasarkan hasil survei
didominasi penggunaan lahan terbangun seperti perdagangan dan jasa dan
permukiman warga. Pola penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa
mengikuti pola jaringan jalan yang ada. Pola penggunaan lahan yang mengikuti
jaringan jalan menunjukkan adanya pemusatan aktivitas pada kawasan tersebut.
Semakin luas wilayah terbangun di beberapa bagian kota. Secara fisik kota akan
tumbuh ke daerah-daerah pinggiran di sekeliling kota.

Perencanaan Wilayah dan Kota 32


 Struktur Bangunan

Kepadatan bangunan yang ada di Kota Probolinggo yaitu berada di kawasan


pusat kota atau CBD. Kepadatan juga terpusat di sepanjang jalan di sekitar
kawasan pusat kota dengan penggunaan lahannya digunakan sebagai perkantoran
dan komersil yang memiliki ekonomi yang tinggi. Pola bangunan pada kawasan di
sekitar pusat kota bersifat heterogen. Pola ini dapat dilihat dari bentuk bangunan
yang ada disekitar kawasan pusat kota dengan bentuk yang berbeda yaitu bentuk
persegi dan persegi panjang, dan dalam bentuk ini menyesuaikan keseimbangan
dan keteraturan kota.

Bentuk Kota Probolinggo adalah segi empat yang kompak. Bentuk kota ini
pertumbuhannya memanjang sedikit lebih besar daripada melebar. Tata letak kota
Probolinggo tampak teratur dan simetri dengan patokan sumbu utama Utara-
Selatan yang sangat jelas. Pada ujung-ujung sumbu utama tersebut terdapat
elemen kota kolonial Jawa yang penting sebagai pusat kontrol kekuasaan
administratif yang terdiri dari: kantor Asisten Residen (diujung bagian Selatan)
sebagai pusat adminstratif kekuasaan kolonial yang tertinggi di kota tersebut, dan
alun-alun (diujung bagian Utara), sebagai simbol pusat pemerintahan Pribumi 10.
Disebelah Utara dari alun-alun terdapat sebuah stasiun kereta api. Dibelakang
stasiun tersebut terdapat sebuah tangsi militer yang oleh orang-orang setempat
disebut benteng 11. Dibelakang benteng tersebut terletak pelabuhan. Pada bagian
Timur dan Barat dari sumbu utama (Jl. Suroyo dulu bernama Heerenstraat)
tersebut terdapat jalan besar yang sejajar dan jalan melintang yang memotong
tegak lurus sumbu utama sehingga membentuk suatu pola grid yang nyaris
simetri.

Gambar 1.19 Jalan Suroyo Tempo Dulu. Gambar 1.20 Jalan Suroyo Masa
Sekarang.

Perencanaan Wilayah dan Kota 33


Jalan yang membentuk sumbu utama (Jl. Suroyo), sekaligus bisa berfungsi
sebagai ruang luar kota dan sebagai ruang publik kota. Sepanjang jalan utama itu
berdiri gedung-gedung pemerintahan yang penting. Penataan kota seperti ini
mengingatkan pada penyususnan kota-kota Eropa pada jaman renaissance, yang
condong ditata secara simetri dengan pemandangan kiri dan kanan jalan dengan
barisan pepohonan, kemudian diakhiri dengan suatu focal point berupa bangunan
monumental atau ruang terbuka kota. Di Probolinggo ini ruang terbuka kotanya
adalah alun-alun dan bangunan monumen adalah kantor Asisten Residen.

 Pola Jaringan Jalan

Komponen jaringan jalan merupakan fungsi derivatif dari guna lahan.


Sebagai jalur penghubung, jaringan jalan ini sangat mempengaruhi efisiensi dan
efektifitas fungsi kawasan. Jalan merupakan merupakan prasarana yang digunakan
untuk menjangkau suatu kawasan dengan kawasan yang lain.

Jika dilihat dari pola jaringan jalan, Pada Kota Probolinggo pola jaringan
jalannya berbentuk grid dengan Jalan Suroyo sebagai jalan utama yang
membentuk sumbu utama. Berikut adalah tabel kondisi jaringan jalan di Kota
Probolinggo pada tahun 2003.

Tabel 1.2 Kondisi Jaringan Jalan

No Status Jalan Kondisi Jalan Jumlah


Nasional Provinsi Kabupaten (km)
I Jenis Permukaan
a. Aspal 21,42 - 173,48 194,90
b. Kerikil - - - -
c. Tanah - - - -
d. Tidak dirinci - - - -
II Kondisi Jalan
a. Baik 21,42 - 91,75 113,17
b. Sedang - - 71,13 71,13
c. Rusak - - 10,60 10,60

Perencanaan Wilayah dan Kota 34


III Fungsi Jalan
a. Arteri 24,60
b. Kolektor 157,38
c. Lokal 33
(Sumber : Kota Probolinggo dalam Angka, Tahun 2003)

Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan akses
masuknya dibatasi secara berdaya guna. Jalan arteri yang ada di Kota Probolinggo
memiliki lebar 15-25 meter yang terletak di Jalan Panglima Sudirman. Jalan ini
menghubungkan Kota Probolinggo dengan luar kota (Pasuruan disebelah timur
dan Lumajang di sebelah barat).

Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang dengan kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah akses jalan masuk dibatasi. Jalan kolektor yang ada di
Kota Probolinggo memiliki lebar 9-15 meter yang berada di Jalan Suroyo. Jalan
ini membentang dari arah Utara ke Selatan.

Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah akses jalan yang masuk tidak dibatasi. Jalan lokal yang ada di Kota
Probolinggo memiliki lebar 6-11 meter yang berjumlah sekitar 114 jalan di Kota
Probolinggo. Salah satunya yaitu Jalan R.A. Kartini, Jalan M.H Thamrin dan
Jalan Wahidin.

4.1.2 Citra Kota Probolinggo


 Path (Jalur)

Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan untuk melakukan


pergerakan secara umum yakni jalan, gang utama, jalan transit, lintasan kereta api,
saluran, dan sebagainya. belokan/tikungan yang jelas. Path atau jalur yang terletak
di Kota Probolinggo diantaranya yaitu sebagai berikut :

Perencanaan Wilayah dan Kota 35


Tabel 1.3 Persebaran Path Kota Probolinggo

No Nama Alamat Foto


1 Jalan Suroyo Jalan Suroyo

Pertigaan Jalan WR
Pecinan Supratman

(Sumber : Data Survey Primer)

Berdasarkan tabel diatas, Path yang ada di Kota Probolinggo berada di


Jalan Suroyo, dimana Jalan Suroyo merupakan jalan primer dan Pertigaan Pecinan
yang berada di Jalan WR. Supratman.

 Edge (tepian)

Gambar 1.21 Batas Kota Probolinggo Gambar 1.22 Sungai Umbul

Sumber : Data Survey Primer

Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai
pemutus linear. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen
sumbu yang bersifat koordinasi (Linkage). Edge merupakan pengakhiran dari
sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Demikian pula
fungsi batasnya harus jelas membagi atau menyatukan. Edge yang ada di Kota
Probolinggo yaitu batas antara Kota Probolinggo dengan Kota Pasuruan dan
Sungai umbul yang berada di Jalan

Perencanaan Wilayah dan Kota 36


 Nodes

Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau


aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain. Node
juga merupakan suatu tempat di mana orang bisa keluar masuk dalam tempat yang
sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk
yang jelas karena lebih mudah diingat serta tampilan berbeda dari lingkungannya.

Gambar 1.23 Persimpangan Lalu Lintas Gambar 1.24 Persimpangan Jalan Suroyo

Sumber : Data Survey Primer

Pada gambar diatas merupakan Persimpangan Lalu lintas di Kota


Probolinggo yang terletak di Jalan Panglima Sudirman dan Persimpangan Jalan
Suroyo yang letaknya tepat di Jalan Suroyo.

 District

Merupakan suatu bagian kota mempunyai karakter atau aktivitas


khusus yang dapat dikenali. District memiliki bentuk pola dan wujud yang khas
begitu juga pada batas district sehingga orang tahu akhir atau awal kawasan
tersebut. District memiliki ciri dan karakteristik kawasan yang berbeda dengan
kawasan disekitarnya.

Gambar 1.25 Perdagangan di Kota Probolinggo. Gambar 1.26 Permukiman


Pecinan.

Sumber : Data Survey Primer

Gambar diatas merupakan Distrik yang ada di Kota Probolinggo yang


merupakan Perdagangan dan permukiman. Perdaganagan yang berupa Swalayan
yang berada di dekat Pusat Kota dan UPTD pasar gotong royong yang ada di Kota

Perencanaan Wilayah dan Kota 37


Proolinggo, serta permukiman pecinan yang letaknya tidak jauh dari pusat kota
yang berada di Jalan WR. Supratman.

 Landmark

Merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat


penempatan yang menarik perhatian. Biasanya landmark mempunyai bentuk yang
unik serta terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark
hanya mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu,
sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa di lihat
dari mana-mana. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena
membantu orang mengenali suatu daerah. Selain itu landmark bisa juga
merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan.

Tabel 1.4 Persebaran Landmark di Kota Probolinggo

No Nama Bangunan Nama Jalan Foto

1 Gereja Merah Jalan WR. Supratman

2 Tugu Alun-Alun Jalan Ahmad Yani

3 Menara Air Jalan Panglima


Sudirman

(Sumber : Data Survey Primer)

Dalam tabel diatas merupakan landmark Kota Probolinggo sebagai


identitas kota yaitu Gereja merah yang terletak di Jalan WR. Supratman, Gereja
ini dulunya dibangun pada masa kependudukan VOC di Kota Probolinggo.
Landmark yang kedua yaitu Tugu Alun-Alun, tugu ini letaknya berada di tengah
Alun-Alun Kota Probolinggo yang berada di Jalan WR. Supratman. Landmark

Perencanaan Wilayah dan Kota 38


selanjutnya yaitu Menara air yang letaknya berada di Jalan Panglima Sudirman
dulunya dijadikan sebagai PDAM Kota Probolinggo.

4.1.3 Struktur Kota Probolinggo

Struktur kota terbentuk dari hasil interaksi antar manusia dengan


lingkungannya yang membentuk fenomena geografis baik fenomena geografis,
bentuk fisikal, maupun morfologikal dan ekologikal dalam sebuah ruang. Menurut
Berry (1965) unsur struktur kota terdiri dari 3 macam yaitu jaringan jalan,
kompleks perumahan penduduk dan manusia dengan pergerakannya.

 Bentuk Struktur Kota Probolinggo

Kota Probolinggo mengalami pertumbuhna yang sangat pesat di segala


bidan, seperti pusat kesehatan, pusat pendidikan, pusat perdagangan dan jasa serta
pusat perbelanjaan. Analisis model struktur kota di Kota Probolinggo dapat dilihat
dari penggunaan lahan, kependudukan dan persebaran fasilitas perkotaan yang
membetuk dan menyusun Kota Probolinggo.

a. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kota Probolinggo merupakan lahan pertanian dan


lahan bukan pertanina. Berdasarkan data pada Tahun 2013 luas lahan pertanian di
Kota Probolinggo berjumlah 2760.33 Ha dan dengan lahan bukan pertanian seluas
2906,37 Ha yang dijadikan sebagai lahan binaan seperti permukiman penduduk,
industri, kantor pemerintahan dan lain-lain.

Tabel 1.5 Penggunaan Lahan di Kota Probolinggo

No Penggunaan Lahan Luas


1. Lahan Peranian 2760.33 Ha
2. Lahan Bukan Pertanian 2906,37 Ha
Jumlah 5666.7 Ha
(Sumber : Data Bappenas)

b. Kependudukan

Kepadatan penduduk pada tahun 2016 di Kota Probolinggo 231.112


jiwa yang terdiri atas 113.781 jiwa penduduk laki-laki dan 117.331 jiwa penduduk
perempuan. Persebaran penduduk di Kota Probolinggo cenderung merata di setiap
kecamatan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari aksesibilitas pusat kota,
ketersediaan sarana dan prasarana dan lapangan pekerjaan.

Perencanaan Wilayah dan Kota 39


Tabel 1.6 Jumlah Kepadatan Penduduk Tahun 2016

No Kecamatan Jumlah
1 Kademangan 156000
2 Kedopok 152000
3 Wonoasih 86000
4 Mayangan 39000
5 Kanigaran 68000
(Sumber : Data Bappenas)

c. Persebaran Fasilitas Perkotaan

Persebaran fasilitas perkotaan di Kota Probolinggo sebagai model


indikator struktur kota sebagai berikut :

1. Fasilitas pendidikan mulai dari pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah


Menengah Atas. Dalam data BPS pada jenjang SD/MI ada 137 sekolah,
24.298 murid, dan 1.489 guru. SLTP/MTS ada 44 sekolah, 13.485 murid
dan 1.066 guru. SLTA Sederajat/MA ada 43 sekolah, 13.884 murid dan
1.289 guru.Sedangkan untuk perguruan tinggi ada 3 perguruan tinggi,
dengan 379 murid dan 67 dosen.
2. Failitas Perbelanjaan yang meliputi pasar tradisional yang terletak di Kota
Probolinggo yaitu pasar gotong royong dan supermarket yang berada di
sekitar pusat kota.
3. Fasilitas Keshatan menurut data dari dinas kesehatan Kota Probolinggo
memiliki 2 rumah sakit, 2 rumah sakit bersalin, 6 Puskesmas, 21
Puskesmas Pembantu, 24 Apotik, dan 4 toko obat berijin.
4. Persebaran Gedung dan Pusat Pemerintahan di Kota Probolinggo berada
disekitar kawasan pusat kota seperti Kantor Bupati yang berada di Jalan A.
Yani yang letaknya tidak jauh dari pusat Kota Probolinggo. Dengan Jalan
Suroyo dan Jalan Ahmad Yani sebagai daerah pusat kota atau CBD.
Persebaran fasilitas perkotaan dapat dikelompokkan menjadi 3 zona yaitu :
o Zona A merupakan Pusat CBD dimana aktivitas penduduk pada
zona ini tinggi. Zona ini terletak di Jalan Suroyo dan Ahmad Yani
yang mana pada jalan ini didukung dengan adanya kawasan
pendidikan, kawasan perbankan, kawasan perdagangan dan Jasa.
o Zona B merupakan peralihan dari pusat perkotaan ke perdesaan.
Pada kawasan ini terleta sektor perdagangan dan jasa dalam skala
kecil.
o Zona C merupakan zona yang masih relatif sedikit untuk
melakukan kegiatan aktivitas. Pada zona ini di dominasi pada
permukiman warga yang berada di Jalan Panglima Sudirman.

Perencanaan Wilayah dan Kota 40


Berdasarkan temuan di atas bentuk struktur Kota Probolinggo
berbentuk konsentris karena kawasan pada zona pertama dengan adanya pusat
kota berada ditengah kemudian pada zona yang kedua terdapat zona peralihan
yang ditempati oleh kawasan perdaganagan, dan zona selanjutnya diikuti oleh
kawasan permukiman.

 Bentuk Sistem Transportasi Kota

Sistem Transportasi pada Kota Probolinggo yaitu sistem yang berfungsi


sebagai penghubung antara satu kawasan dengan kawasan lain yang terdiri dari
jaringan jalan : jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal, kemudian terdapat
terminal induk Kota Probolinggo. Sistem transportasi yang ada di Kota
Probolinggo terdiri dari jaringan prasarana sebagai berikut :

1. Jalan Arteri yang berfungsi untuk menghubungkan jalan antara


Kabupaten Probolinggo dengan Kabupaten Pasuruan yaitu Jalan Panglima
Sudirman.
2. Jalan Kolektor yang menghubungkan antar pusat kegiatan di wilayah Kota
Probolinggo seperti pusat pendidikan, pusat kesehatan, pusat perbelanjaan
berada di Jalan Suroyo.
3. Jalan Lokal yang salah satunya berada di Jalan R.A Kartini
menghubungkan antara satu lingkungan dengan lingkungan lain.

Berdasarkan hasil analisis jaringan Jalan di Kota Probolinggo, Bentuk


jaringan jalan pada Kota Probolinggo membentuk pola grid dengan karakteristik
lintasan rute jalan yang secara pararel mengikuti ruas-ruas jalan dari pinggiran
kota lainnya dengan melewati pusat kota atau CBD.

Perencanaan Wilayah dan Kota 41


DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk/article/download/720/pdf

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/download/20791/20482

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/pwk/article/download/7650/6302

https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jts/article/view/7743

https://id.scribd.com/doc/242163947/Makalah-Morfologi-Kota-Probolinggo-docx

journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/viewFile/1288/822

fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/KOTA%20PROBOLINGGO.pdf

Perencanaan Wilayah dan Kota 42

Anda mungkin juga menyukai