Anda di halaman 1dari 34

IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOTA TERHADAP KEBERAGAMAN

ACTIVITY SUPPORT DI KOTA SITUBONDO

MATA KULIAH MORFOLOGI KOTA

Dosen Pembimbing :
Dr. Dewi Junita Koesoemawati S.T, MT
Ivan Agusta Farizkha S.T, M.T

Disusun oleh :
Ahmad Faris Al Farizi
(181910501039)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019/2020
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Morfologi Kota dengan judul “IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOTA
TERHADAP KEBERAGAMAN ACTIVITY SUPPORT DI KOTA SITUBONDO ” tepat
waktu. Makalah ini disampaikan untuk memenuhi kelengkapan syarat penilaian mata
kuliah program studi Perencanaan Wilayah Kota.

Makalah ini merupakan pembahasan mengenai Kota Situbondo yang


mencakup pembahasan tentang morfologi kota, struktur kota, dan citra kota pada
suatu kawasan di Kota Situbondo. Hasil peta dan analisis penjabaran yang disajikan
bersumber dari instansi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Situbondo dan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang
Kabupaten Situbondo. Adapun kata-kata yang terdapat dalam makalah ini, saya
mengambil dari sumber-sumber referensi yang berkaitan dengan judul yang telah
ditentukan.
Tak lupa, saya menyadari akan keterbatasan dalam penyaji makalah yang bisa
diterima semua pihak, saya berusaha untuk mengembangkan dan menyempurnakan
makalah ini sebaik mungkin. Pada semua pihak yang telah membantu sehingga
terbitnya publikasi ini kami ucapkan terima kasih. Segala saran dan kritik demi
perbaikan publikasi sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 30 April 2019

Penyusun

Morfologi Kota Situbondo i


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….…………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN…...………………………………………..iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3. Tujuan .............................................................................................................. 3
1.4. Manfaat………………………………………………………………....…….3

BAB II Tinjauan teori…………………………………………………………...4


2.1 Perkembangan kota…………………………………………………………..4
2.2 Teori Morfologi Kota………………………………………………….……..5
2.3 Teori Citra kota………………………………………………………………6
2.4 Teori Struktur kota…………………………………………….……………..7
2.5 Teori Activity Support......................................................................................9

BAB III Metode Penelitian…………………………………………………….10


3.1 Tempat dan waktu penelitian……………………………....………………..10
3.2 Metode pengumpulan data…………………………………………………..10
3.3 Sumber data………………………………………………………………….11
3.4 Teknik pengumpulan data……………………………………...……………11
3.5 Alur pikir……..………………………………………………………….......12

BAB IV Pembahasan…………………………………………………….….14
4.1 Morfologi Kota Situbondo………………………………...…………....14
4.1.1 Pola jaringan jalan……………………………..…………….……14
4.1.2 Bentuk bangunan…………………………..………………….…..15
4.1.3 Penggunaan lahan…………………………..……….…………….16
4.1.4 Bentuk Kota Situbondo……………………..……………….…... 17
4.2 Struktur kota……………………………………..……..…….…………19
4.3 Citra kota………………………………………..…………….…...…....20
4.3.1 Landmark kota…………………………….…………… .………..20
4.3.2 Path kota…………………………………..……………….……...21
4.3.3 Nodes kota………………………………..…………………….....22
4.3.4 District kota……………………………..…………………….…..23
4.3.5 Edges kota………………………………..………………….…....24
4.4 Keberagaman Activity Support……………….………………… .……..25

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Morfologi Kota Situbondo ii


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

DAFTAR GAMBAR
DAN DIAGRAM

Gambar 1. Model konsentris…………………………………………………4


Gambar 2. Model linier………………………………………………………5
Gambar 3. Model meloncat…………………………………………………..5
Gambar 4. Teori konsentris…………………………………………………..7
Gambar 5. Teori sektoral……………………………………………………..8
Gambar 6. Teori inti ganda…………………………………………………...8
Gambar 7. Peta administrasi…………………………………………………13
Gambar 8. Peta jaringan jalan………………………………………………..15
Gambar 9&10. Bentuk bangunan……………………………………………16
Gambar 11. Peta penggunaan lahan…………………………………………17
Gambar 12. Peta perkembangan tahun 1944………………………………...18
Gambar 13. Peta perkembangan tahun 2017………………………………...19
Gambar 14. Peta Situbondo 1944……………………………………………19
Gambar 15. Peta struktur kota……………………………………………….20
Gambar 16. Peta lokasi landmark……………………………………………22
Gambar 17. Peta lokasi path…………………………………………………23
Gambar 18. Peta lokasi nodes……………………………………………….24
Gambar 19. Peta lokasi district……………………………………………...25
Gambar 20. Peta lokasi edges……………………………………………….26
Gambar 21&22. Activity support…………………...……...………………..27
Diagram 1. Kerangka pikir………………………………………………….12

Morfologi Kota Situbondo iii


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Kota merupakan hasil karya manusia yang berbudaya. Melalui cipta, rasa, dan
karsa serta karyanya, maka manusia dapat membentuk karakteristik suatu kota.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara fisik kota dan kebudayaan
masyarakatnya. Menurut Bintarto (1977) secara umum dari segi geografi,
pengertian kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar
dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan
dengan daerah dibelakangnya.
Kota setiap masa/waktu terus mengalami perubahan dan perkembangan baik
fisik maupun non fisik nya, perubahan dan perkembangan yang secara dinamis
tersebut mengakibatkan tuntutan akan ruang meningkat, terutama kebutuhan akan
lahan permukiman (Soetomo, 2009). Kota yang semakin padat tidak dapat
mengakomodir kebutuhan tersebut sehingga berkembang ke wilayah sekitar kota
yang dikenal dengan urban fringe (Kusumantoro, 2007). Wilayah pinggiran
merupakan wilayah yang letaknya berada di luar batas administrasi kota dengan
karakteristik peralihan kawasan antara kota dan desa (Pontoh & Kustiwan, 2009).
Wilayah pinggiran mengatasi kebutuhan akan lahan terutama tuntutan lahan
permukiman (Dwiyanto & Sariffuddin, 2013). Minimnya lahan di kota menjadikan
wilayah pinggiran berkembang secara dinamis dalam perubahan fisik kawasan
terutama perubahan penggunaan lahan (Pratama & Ariastita, 2016; Putra &
Pradoto, 2016).
Suatu kota tersebut perlu untuk dilakukan identifikasi dengan memperhatikan
berbagai aspek yaitu morfologi, citra, dan struktur kota nya. Morfologi kota
merupakan suatu pendekatan yang memperhatikan sejarah, struktur kota, dan
faktor yang mempengaruhi terbentuk nya kota, dengan pendekatan ini dapat
mengetahui faktor-faktor kekuatan yang mempengaruhi terhadap perubahan

Morfologi Kota Situbondo 1


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

bentuk fisik morfologi pada awal perkembangannya hingga sekarang. Sedangkan


citra kota yaitu tampilan fisik kota yang menarik serta sudah banyak dikenal oleh
warganya. Melalui aspek-aspek tersebut maka diharapkan bisa menjadi alernatif
data dalam suatu penelitian di kota tersebut.
Suatu kota tidak dapat terlepas dari activity support nya. Hal ini muncul akibat
semakin pesatnya kegiatan suatu kota diserta semakin lengkap fasilitasnya, tentu
diperlukan suatu aktivitas yang mampu menghubungkan satu kegiatan dengan
kegiatan lainnya agar mampu memfasilitasi seluruh kebutuhan masyarakat suatu
kota. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sifatnya saling mengisi dan
melengkapi. Contoh activity support yaitu seperti open space (taman kota, taman
rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian ways, dan sebagainya)
dan juga bangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum.
Situbondo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur.
Terletak di pesisir utara pulau Jawa, Kabupaten Situbondo berbatasan langsung
dengan selat Madura di sisi utara, berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi dan
Kabupaten Bondowoso di sebelah selatan, Selat Bali di sebelah timur, serta
Kabupaten Probolinggo di sisi Barat. Secara geografis, Kabupaten Situbondo
terletak di 7° 35’ - 7° 44’ Lintang Selatan serta 113° 30’ - 114° 42’ Bujur Timur.
Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km2 atau 163.850 Ha, bentuknya
memanjang dari Barat ke Timur lebih kurang 150 Kilometer.
Perkembangan Kota Situbondo dapat dilihat pada kawasan pusat kota, dimana
terjadinya peningkatan perkembangan fisik spasial kota, pemanfaatan ruang kota
maupun aktivitas-aktivitas kota seperti pada sektor perdagangan dan industri. Pada
dasarnya, Kota Situbondo merupakan daerah yang secara historis memiliki
karakterisitik khas dalam bidang pertanian dan pariwisatanya. Kota Situbondo
memiliki keberagaman akan activity support nya hal ini bisa dilihat hampir
diseluruh koridor jalan di Kota Situbondo. Tentu hal ini sangat menarik untuk
dijadikan objek sebagai pengaruh dari perkembangan Kota Situboondo.

Morfologi Kota Situbondo 2


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana bentuk dan pola morfologi yang terbentuk dari perkembangan
Kota Situbondo?
2. Pola jenis struktur apa yang terbentuk dari perkembangan Kota Situbondo?
3. Bagaimana citra Kota Situbondo sesuai dengan elemen-elemen pembentuk
citra kota?
4. Bagaiman kondisi activity support di Kota Situbondo ?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami bentuk dan pola morfologi dari perkembangan Kota
Situbondo
2. Untuk mengetahui pola dan jenis struktur yang terbentuk dari
perkembangan Kota Situbondo
3. Untuk mengetahui citra Kota Situbondo yang sesuai dengan elemen-elemen
pembentuk nya
4. Untuk mengetahui bagaimana kondisi activity support di Kota Situbondo
1.4 Manfaat
1. Memberikan pemahaman terkait bentuk dan pola morfologi dari
perkembangan Kota Situbondo
2. Memberikan pengetahuan tentang pola dan jenis struktur yang terbentuk
dari perkembangan Kota Situbondo
3. Memberikan pengetahuan tentang citra kota Situbondo yang sesuai dengan
elemen-elemen pembentuknya
4. Memberikan pemaparan terkait kondisi activity support di Kota Situbondo

Morfologi Kota Situbondo 3


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Perkembangan kota

Menurut Ilhami (1988) sebagian besar terjadinya kota adalah berawal dari dari
desa yang mengalami perkembangan yang pasti. Faktor yang mendorong
perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa berhasil menjadi pusat
kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan,
pusat pertambangan, pusat pergantian transportasi, seperti menjadi pelabuhan,
pusat persilangan/pemberhentian kereta api, terminal bus dan sebagainya.
Pengertian kota menurut Dickinson (dalam Jayadinata, 1999) adalah suatu
pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan
pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai rumah-rumah yang
mengelompok atau merupakan pemukiman terpusat. Suatu kota yang tidak
terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik sosial.
Sesuai dengan perkembangan penduduk perkotaan yang senantiasa mengalami
peningkatan, maka tuntutan akan kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial,
budaya, politik dan teknologi juga terus mengalami peningkatan, yang semuanya itu
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh
karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya
kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan
mengambil ruang di daerah pinggiran kota (fringe area). Gejala penjalaran areal kota
ini disebut sebagai “invasion” dan proses perembetan kenampakan fisik kota ke arah
luar disebut sebagai “urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994). Ada beberapa
penjalaran kota menurut Northham dalam Yunus yaitu antara lain:

1. Penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung
lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai
perkembangan konsentris (concentric development).

Morfologi Kota Situbondo 4


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

2. Penjalaran fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan
penjalaran yang tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut
dengan perkembangan fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial
development).

3. Penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai
perkembangan yang meloncat (leap frog/checher board development).

2.2 Morfologi kota


Kata morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu morphos, yang berarti bentuk
atau form dalam bahasa inggris. Pengertian kata morfologi adalah ilmu tentang
bentuk atau the science of form, juga berarti mempelajari bentuk (shape), forma
(form), struktur eksternal atau pengaturan (arrangement) (oxford, 1970). Ada
beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa tokoh antara lain:

Morfologi Kota Situbondo 5


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

a. Menurut Schultz (1979)


Studi morfologi pada dasarnya menyangkut kualitas figurasi dalam konteks
bentuk dan pembatasan ruangan. Schultz mengatakan bahwa system
figurasi ruang dapat dihubungkan memalui pola, hirarki ruang maupun
hubungan ruang yang satu dengan yang lain.
b. Menurut Smailes (1955)
Ada tiga unsur morfologi kota yaitu : unsur-unsur penggunaan lahan (land
use), pola-pola jalan (street plan), tipe-tipe bangunan (architecture).
c. Menurut Proffesor Larkham (2002)
Morfologi kota merupakan pemahaman terhadap kompleksitas fisik
berbagai skala, pemahaman bangunan individual, plot, jalan-blok, dan pola
jalan yang membentuk struktur kota dapat membantu untuk memahami
cara-cara dimana kota-kota telah tumbuh dan berkembang yang merupakan
bagian dari studi tentang morfologi kota.

2.3 Citra kota

Zahnd (1999: 154) menyatakan bahwa teori mengenai citra place sering disebut
sebagai mileston atau suatu teori penting dalam perancangan kota. Sejak tahun
1960-an, teori citra kota mengarahkan pandangan perancangan kota kearah yang
memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-
teori berikutnya sangat dipengaruhi oleh teori tokoh yang diformulasikan oleh
Kevin Lynch, seorang tokoh peneliti kota. Risetnya didasarkan pada citra mental
jumlah penduduk dari kota tersebut. Dalam risetnya, ia menemukan betapa
pentingnya citra mental itu karena citra yang jelas akan memberikan banyak hal
yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi
dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak tersesat, identitas
yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat
yang lain. Citra kota dapat didefinisikan sebagai sebuah citra kota atau gambaran
mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakat. Citra

Morfologi Kota Situbondo 6


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

kota terdiri dari lima elemen, yaitu: (Zahnd, 1999: 157) Path (jalur), edge (tepian),
district (kawasan), node (simpul), dan landmark.

2.3 Struktur kota

Ada beberapa teori terkait struktur kota yang timbul sebagai usaha untuk
mengetahi karakteristik yang dimiliki oleh wilayah perkotaan yang selalu
mengalami perkembangan, teori ini akan menjelaskan beberapa unsur yang
mempengaruhi perubahan wilayah perkotaan tersebut. Adapun teori tersebut
sebagai berikut :

a. Teori konsentris
Perkembangan kota yang sedemikian rupa dan menunjukkan suatu pola
penggunaan lahan yang konsentris di mana masing-masing jenis
penggunaan lahan ini dianalogikan sebagai konsep “Natural Areas”. Teori
konsentrik atau teori jalur sepusat ini dikemukan oleh E. W. Burgess
(1925), yang menyatakan bahwa suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang
konsentris dan masing-masing “zone” ini sekaligus mencerminkan tipe
penggunaan lahan yang berbeda .

Gambar 4. Teori konsentris


Sumber: Jurnal
b. Teori sektoral
Model teori sektor yang dikembangkan oleh Homer Hoyt ini dalam
beberapa hal masih menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya. Jelas

Morfologi Kota Situbondo 7


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

sekali terlihat disini bahwa jalur transportasi yang menjari (menghubungkan


pusat kota ke bagian-bagian yang lebih jauh) diberi peranan yang besar
dalam pembentukan pola struktur internal kota .

Gambar 5. Teori sektoral


Sumber : jurnal
c. Teori inti ganda
Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda yakni
teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris
dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori
konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat
lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih komplek

Gambar 6. Teori inti ganda


Sumber : jurnal

Morfologi Kota Situbondo 8


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

2.4 Activity support

Menurut Shirvani (1985:37), activity support (aktivitas pendukung) adalah


semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik
suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri
khusus dan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan
pendukungnya.

Morfologi Kota Situbondo 9


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

BAB III

METODELOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Penelitian ini dilaksanakan di Kota Situbondo.


Pemilihan Kota Situbondo tersebut karena keberagaman activity support yang
mendukung dan menghubungkan kegiatan yang satu dengan yang lainnya.
Keberagaman ini merupakan salah satu dampak yang timbulkan dari
perkembangan suatu kota. Waktu penelitian yang dilakukan antara bulan maret
s/d bulan april.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Burhan Bungin (ed) (2003: 42), menjelaskan metode pengumpulan data


adalah “dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan
sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan
reliable”. Dalam metode pengumpulan data ini menggunakan pengumpulan data
kulitatif dan data kuantitatif :

3.2.1 Data Kualitatif

Data Kualitatif merupakan data yang berbentuk deskriptip. Data kualitatif


digunakan dalam penelitian sebagai informasi tentang gambaran umum,
bentuk struktur kota, image atau keterbacaan kota, serta morfologi kota
tempat lokasi.

3.2.2 Data Kuantitatif

Data Kuantitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk numberik atau
angka dan dapat diukur dan dihitung langsung. Dalam penelitian ini data
kuantitatif digunakan sebagai acuan informasi untuk metode perhitungan.
Data kualitatif meliputi luasan wilayah dan jumlah penduduk.

Morfologi Kota Situbondo 10


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

3.3 Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, yaitu data yang
diperoleh melalui pengamatan, foto dsb. Sumber data yang digunakan yaitu:

3.3.1 Data Primer. merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan
secara langsung di lapangan. Pengatan tesebut menggunakan metode
survey lapangan.

3.3.1 Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh melalui dokumentasi


survey lapangan, dengan bantuan media cetak, media internet, serta
catatan di lapangan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan antara lain sebagai beriku :

3.4.1 Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan cara mengumpulkan yang terkait


dengan permasalahan penelitian melalui pengamatan langsung di
lapangan. Obeservasi berfungsi untuk mendapatkan bukti yang valid
dalam laporan yang akan disajikan.

3.4.2 Studi Pustaka

Teknik studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data sebagai


informasi yang relevan dengan topik. Studi pustaka dapat berupa jurnal
ilmiah, tesis, internet dan sumber – sumber lainnya.

3.4.3 Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan teknik oengumbulan data berupa foto


objek penelitian. Dokumentasi digunakan sebagai bukti ke aslian
sumber data.

Morfologi Kota Situbondo 11


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

3.5 Alur pikir

METODOLOGI

DATA SEKUNDER :
DATA PRIMER :
-Peta kawasan Kota Situbondo
-Survei langsung
-Laporan tahunan Pemkot
Situbondo

BENTUK MORFOLOGI POLA DAN JENIS STRUKTUR ELEMEN PEMBENTUK


KOTA SITUBONDO KOTA SITUBONDO CITRA KOTA SITUBONDO

PERKEMBANGAN KOTA
SITUBONDO

ANALISIS SPASIAL

ANALISIS DESKRIPTIF

PENGARUH PERKEMBANGAN
KOTA TERHADAP KEBERAGAMAN
ACTIUVITY SUPPORT

Morfologi Kota Situbondo 12


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

BAB IV

PEMBAHASAN

Kabupaten Situbondo secara geografis terletak di ujung timur Pulau Jawa


bagian utara dengan posisi diantara 7 35’ - 7 44’ Lintang Selatan dan 113 30’ -
114 42’ Bujur Timur. Letak Kabupaten Situbondo, disebelah utara berbatasan
dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, serta sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Kabupaten Situbondo berada pada
ketinggian 0 – 1.250 m di atas permukaan air laut. Berikut adalah peta administrasi
Kabupaten Situbondo:

Gambar 7. Peta administrasi


Sumber : Bappeda
Kota Situbondo setiap waktu mengalami perkembangan, hal ini bisa dilihat dari
ketiga unsur kota yaitu Morfologi, citra, dan struktur kota yang mengalami perubahan
sejak awal terbentuknya Kota Situbondo. Perkembangan tersebut tentu memiliki
dampak terhadap berbagai sektor yang ada dikota salah satunya seperti keberagaman
akan Activity Supportnya. Mengetahui perubahan fisik kota dari unsur-unsur tersebut
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi setiap unsur-unsur nya.

Morfologi Kota Situbondo 13


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

4.1 Morfologi kota

Morfologi kota merupakan pemahaman terhadap kompleksitas fisik berbagai


skala, pemahaman bangunan individual, plot, jalan-blok, dan pola jalan yang
membentuk struktur kota dapat membantu untuk memahami cara-cara dimana kota-
kota telah tumbuh dan berkembang yang merupakan bagian dari studi tentang
morfologi kota (Prof.Larkham). Namun secara umum untuk dapat memahami
morfologi suatu kota diperlukan pemahaman terlebih dahulu terkait pola jaringan
jalan, bentuk bangunan, dan penggunaan lahan. Melalui kedua aspek tersebut Kota
Situbondo dapat diidentifikasi bentuk/morfologi kotanya.

4.1.1 Pola jaringan Jalan

Pertumbuhan jalan atau pola transportasi di Perkotaan Situbondo menggunakan


pola jaringan jalan radial. Pola jaringan radial ini lebih difokuskan terhadap daerah
inti seperti CBD. Ditinjau dari fungsi pelayanannya jaringan jalan Kota Situbondo di
bedakan menjadi 2 sistem jaringan jalan yaitu sistem jaringan jalan sekunder dan
sistem jaringan jalan primer yang saling berhubungan. Jenis jaringan jalan yang ada
di Kota Situbondo dibagi atas jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal/ jalan
lingkungan. Secara keseluruhan transportasi memusat pada kawasan CBD (pusat
kota) dan alun-alun kotak di Jalan A.Yani yang merupakan kawasan dengan hirarki
tinggi di Kota Situbondo. Apabila dilihat dari fungsi pelayanannya maka jaringan
jalan yang ada di lokasi penelitian ternasuk dalam sistem sekunder yang merupakan
penghubung fungsi sekunder dalam Kota Situbondo. Hal tersebut bisa dilihat dari
peta berikut:

Morfologi Kota Situbondo 14


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

Gambar 8. Peta pola jaringan jalan


Sumber : Arcgis

4.1.2 Bentuk bangunan

Pada saat ini perubahan tidak hanya pada bentuk kotanya, perubahan juga
terlihat pada perubahan bentuk bangunan perkotaan. Bentuk bangunan dapat
menggambarkan fungsionalnya karena setiap banguna memiliki bentuk bangunan
yang berbeda–beda, seperti bentuk bangunan perdagangan dan jasa, bentuk bangunan
pemukiman serta bentuk bangunan perkantoran. Bentuk bangunan di setiap daerah
memiliki bentuk dan ciri khasnya masing–masing, perbedaan.

Bentuk bangunan banyak dipengaruhi oleh sejarah pada masa kolonial atau
masa penjajahan Belanda yang sangat lama dan melakukan pembangunan–
pembangunan untuk kelangsungan kekuasaanya di Indonesia. Pembangunan yang
dilakukan Belanda mengadopsi bentuk dan struktur bangunan asli Belanda sehingga
mengubah bentuk dan gaya bangunan Indonesia pada saat itu. Bangunan yang
dibangun dengann mengadopsi gaya arsitektur Belanda adalah kantor–kantor

Morfologi Kota Situbondo 15


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

pemerintahanan, selain kantor pemerintahan pemerintah Belanda juga mengubah


tatanan alun–alun di Indonesia dan menjadikan sebagai kawasan pusat kota sekaligus
pusat aktivitas. Tatanan alun–alun pada masa kolonial adalah dengan masjid sebelah
barat alun–alun, kantor pemerintahan daerah sebelah selatan alun–alun, pendopo
sebelah utara alun–alun, dan penjara pada sebelah timur. Tentu Kota Situbondo yang
identik dengan kolonialisme pasti dalam berbagai tatanan kota dan bentuk bangunan
nya menganut gaya arsitektur kolonial. Sebaran bentuk bangunan di Kota Situbondo
bisa dilihat melalui gambar berikut :

Gambar 9&10. Bentuk bangunan


sumber : survei primer
4.1.3 Penggunaan lahan

Penggunaan Lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam


kaitannyadengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra.
Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga
tidak ada satu defenisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang
berbeda. Hal ini mungkin, misalnya melihat penggunaan lahan dari sudut pandang
kemampuan lahan dengan jalan mengevaluasi lahan dalam hubungannya dengan
bermacam-macam karakteristik alami. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada bidang lahan tertentu, misalnya permukiman, perkotaan dan
persawahan. Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan
alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya.
Pengertian penggunaan lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa

Morfologi Kota Situbondo 16


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

kini (present or current land use). Oleh karena aktivitas manusia di bumi bersifat
dinamis, maka perhatian sering ditujukan pada perubahan penggunaan lahan baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.

Penggunaan lahan berubah pada setiap ruang dan waktu,hal ini disebabkan
karena lahan sebagai salah satu sumber daya alam merupakan unsur yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Bertambahnya jumlah manusia yang mendiami
perkotaan diikuti perkembangan kegiatan usaha dan budayanya maka semakin
bertambah pula tuntutan kehidupan yang dikehendaki untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Kota Situbondo dalam penggunaan lahannya cukup padat
hal tersebut bisa dilihat dari peta penggunaan lahan berikut:

Gambar 11. Peta penggunaan lahan


Sumber: Arcgis
4.1.4 Bentuk kota

Kota Situbondo dapat diketahui morfologi kotanya dengan menggunakan


analisa bentuk kota. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan Kota Situbondo antara
tahun 1920-sekarang tentu ada perbedaan luasan kota. Perluasan kota ini cenderung

Morfologi Kota Situbondo 17


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

menuju pinggiran kota. Menurut McGee (1991) dalam Handinoto, proses


perkembangan dan urbanisasi pada kota-kota di Jawa setelah Tahun 1980-an ini
ditandai dengan adanya restrukturisasi internal. Secara fisik restrukturisasi tersebut
ditandai dengan adanya perubahan penggunaan lahan secara besarbesaran, yang
disebabkan karena munculnya lokasi-lokasi industri di tepi kota yang kemudian
disusul dengan munculnya daerah perumahan baru. Kota-kota besar di Jawa seperti
Jakarta dan Surabaya telah tumbuh menjadi mega-urban, yakni suatu perkembangan
wilayah kota yang menjalar ke daerah pedesaan dan berpusat di pusat kota. Kota-kota
kecil di dekat kota besar mempunyai peran dalam pemekaran wilayah kota besar
tersebut. Pusat kotanya sendiri sudah tidak bisa menampung lagi perkembangan baru
yang terjadi. Hal tersebut merupakan gambaran dari perkembangan kota-kota di Jawa
yang berhubungan dengan pusat kota dan pinggiran setelah tahun 1940an. Adapun
bentuk Kota Situbondo dapat dilihat melalui gambar berikut :

Gambar 12. Peta perkembangan tahun 1944


Sumber : Arcgis

Morfologi Kota Situbondo 18


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

Gambar 13. Peta perkembangan situbondo tahun 2017


Sumber: Arcgis

Gambar 14. Perkembangan situbondo 1944


Sumber : Leiden University

Morfologi Kota Situbondo 19


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

4.2 Struktur Kota

Penggunaan lahan pada suatu wilayah umumnya mencerminkan tingkat


aktivitas dan arah pertumbuhan kota berdasarkan pada fungsi dan potensi utama
wilayah tersebut. Penentuan struktur kota yang sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Ernest W. Burgess bahwa Central Business District (CBD) adalah
pusat kota yang terletak tepat di tengah kawasan dan berbentuk bulat. Pusat kota ini
terdiri dari pusat kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan pemerintahan. Di bagian luar
inti akan terbentuk zona tertentu lagi yang merupakan zona peralihan dari pusat kota
yang memiliki intensitas kegiatan tinggi, hingga ke bagian paling luar wilayah yang
homogen dan umumnya berupa kawasan pertanian. Untuk Kota Situbondo dilihat
dari struktur kotanya berbentuk radial konsentris, hal ini bisa dilihat dari kondisi
eksisting yaitu terus-menerus melebarnya luasan kota dan diikuti oleh semakin
lengakap nya fasilitas penunjang kegiatan. Seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,
dan sosial. Struktur Kota Situbondo bisa dilihat dari peta berikut :

Gambar 15. Peta struktur Kota Situbondo


Sumber : Arcgis

Morfologi Kota Situbondo 20


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

4.3 Citra Kota

Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia , kata citra itu sendiri mengandung
arti rupa, gambar, gambaran, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai
pribadi, perusahaan/organisasi/produk. Dapat juga diartikan sebagai kesan
ditimbulkan oleh sebuah kota. Secara langsung citra kota dapat di definisikan sebagai
kesan fisik yang di alami oleh pengamat yang merupakan ciri khas pada suatu kota.

Kevin Lynch (1975) dalam bukunya yang berjudul “The Image of The City”
menyebutkan bahwa terdapat lima elemen pembentuk citra kota. Elemen-elemen
tersebut adalah landmark,paths ,node,distric, dan edges.

4.3.1 Landmark (tetengger)

Landmark merupakan elemen terpenting dari bentuk kota karena berfungsi


untuk membantu orang dalam mengarahkan diri dari titik orientasi untuk mengenali
suatu daerah itu tersendiri secara keseluruhan. Umum nya landmark bentuknya unik
dan menjadi pembeda dengan daerah lain

Alun – alun Kota Situbondo merupakan salah satu landmark Kota Situbondo
karena selain berada di pusat perkotaan, alun-alun ini juga memiliki nilai sejarah
selain itu struktur kotanya yang radial konsentris menunjukkan adanya pemusatan
kegiatan dengan kepadatan berada di pusat kota. Berdasarkan hasil survei yang telah
dilakukan didapatkan bahwa ada beberapa titik yang menjadi landmark di Kota
Situbondo yaitu sebagai mana yang tercantum pada peta berikut:

Morfologi Kota Situbondo 21


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

Gambar 16. Peta lokasi landmark


Sumber : Arcgis

4.3.2 Paths (jalur)

Jalur merupakan alur pergerakan yang secara umum digunakan oleh manusia
seperti jalan gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya. . Semakin semakin baik dan struktur serta bentuk jalan akan menambah
nilai keterbacaan kota. Pekembangan kota yang semakin pesat pertumbuhan jalan
juga akan semakin cepat, sehigga keterkaitan jalan dengan kota tidak terlepaskan.
Salah satu jalan yang tersibuk di Kota Situbondo adalah Jalan Ahmad Yani dan Jalan
PB. Sudirman, jalan ini merupakan jalan nasional dimana merupakan tempat CBD.

Jalur juga sangat memiiki pengaruh yang signifikan terhadap munculnya


keberagaman akan activity support suatu kota. Activity support yang tujuannya
sebagai penghubung satu kegiatan dengan kegiatan lainnya ini sangat memerlukan

Morfologi Kota Situbondo 22


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

jalur sebagai akssebilitas nya, dengan adanya jalur segala aktifitas atau kegiatan akan
sangat mudah terkoneksi.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan didapatkan bahwa ada beberapa
jalur yang mampu membentuk citra kota di Kota Situbondo yaitu sebagai mana yang
tergambar di peta berikut :

Gambar 17. Peta lokasi path


Sumber : Arcgis

4.3.3 Nodes (simpul)

Merupakan simpul atau lingkupan daaerah strategis yang menjadi titik


pertemuan aktivitas tertentu dan dapat diubah kea rah aktivitas lain. Nodes juga dapat
memberikan perasaan perpindahan dari suatu tempat yang sama. Berdasarkan hasil
survei primer yang dilakukan di Kota Situbondo, didapati beberapa titik yang menjadi
nodes yaitu persimpangan tugu jam Ancak Agung yang menjadi pertemuan antara
Jalan WR. Supratman dari utara, Jalan PB.Sudirman dari arah timur barat, dan Jalan
Cempaka dari arah selatan. Selain persimpangan tugu jam Ancak Agung terdapat

Morfologi Kota Situbondo 23


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

persimpangan lain yaitu persimpangan yang menjadi titik pertemuan antara Jalan
A.Yani, Jalan Sucipto, dan Jalan Jakfar. Persimpangan ini didukung karena lokasi
nya yang dekat dengan alun-alun kota sehingga menjadi titik bertemunya berbagai
aktifitas di persimpangan tersebut. Dapat dilihat dari peta berikut titik nodes berada:

Gambar 18. Peta lokasi nodes


Sumber : Arcgis

4.3.4 District (kawasan)

District bisa diartikan sebagai suatu bagian kota atau kawasan dengan aktivitas
utama tertentu yang dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola
dan bentuk yang khas sehingga mampu memunculkan batasan pada kawasan tertentu
dengan peran fungsional yang sejenis. Salah satu ditrict yang ditemui di Kota
Situbondo ialah kawasan pecinan yang dihuni oleh hampir seluruhnya perdagangan,
kawasan pemukiman yang biasanya berada di luar area perkotaan namun jumlah nya
sangat banyak dan padat, kawasan pemerintahan yang berada di pusat perkotaan,
kawasan perdagangan dan jasa yang berada di hampi seluruh koridor jalan perkotaan.
Berikut peta ditrict Kota Situbondo :

Morfologi Kota Situbondo 24


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

Gambar 19. Peta lokasi district


Sumber : Arcgis

4.3.5 Edges (batas)

Merupakan batas, yang terbentuk karena pengaruh dari fasade bangunan,


kondisi alam, maupun karakteristik fungsi kawasan. Edges mampu memberikan
kesan yang jelas kepada pengamat. Edges menjadi sebuah penghalang yang
membatasi antar satu district dengan district lainnya yang memiliki perbedaan
karakteristik. Seperti sungai, tembok, dan lintas jalan.

Morfologi Kota Situbondo 25


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

Gambar 20. Peta lokasi edges


Sumber : Arcgis

4.4 Keberagaman activity support

Karakteristik suatu ruang publik akan terbentuk karena adanya aktivitas-


aktivitas yang tumbuh dan berkembang sehingga memperkuat image ruang publik
tersebut. (Lynch, 1960). Elemen activity support merupakan suatu pengendali yang
dapat menyatukan dan mengkoordinasikan beberapa fungsi kegiatan yang berada
dalam ruang fisik kota dalam satu kesatuan yang saling tergantung satu sama lain.
(Danisworo,1992). Keberagaman Activity support di Kota Situbondo banyak di temui
di sepanjang koridor Jalan A.Yani dan Jalan PB.Sudirman. keberagaman acivity
support seperti open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya,

Morfologi Kota Situbondo 26


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

kawasan PKL, pedestrian ways, dan sebagainya) dan juga bangunan yang
diperuntukan bagi kepentingan umum

Gambar 21&22. Activity support


Sumber : survei primer

Morfologi Kota Situbondo 27


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER

Morfologi Kota Situbondo 28


DAFTAR PUSTAKA

Parlindungan, Johanes. 2014. “Konsep dan Komponen Morfologi Kota. Universitas


Brawijaya”. Johannes.lecture.ub.ac.id. 20 April 2019.

Rahayu, Elis Sri. 2014. “Karakteristik Activity Support pada Ruang Publik Penggal
Jalan Yos Sudarso Palangkaraya”. Jurnal Perspektif Arsitektur. Vol 9/No.2. 20 April
2019.

Tallo, Amandus Jong. dkk. 2014. “Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus:
sebagian Kecamatan Klojen, di Kota Malang). Jurnal perencanaan wilayah dan kota”.
Vol 23 No.5 hal 213-227. 18 April 2019.

Ghassani, Dhea Putri. dkk. 2015. “Pengaruh Keberagaman Activity Support


Terhadap Terbentuknya Citra Kawasan di Jalan Pandanaran Kota Semarang”. Jurnal
Arsitektur NALARs. Vol 14 No. 1. 18 April 2019.
Pasaribu, Daniel Septian. 2013. “Karakteristik Struktur Kota dan Pengaruhnya
Terhadap Pola Pergerakan di Kota Medan”. Teknik. Universitas Sumatra Utara.
Sumatra Utara
Nashrullah, Taufiq. 2013. “Morfologi Kota”.
https://taufiqnashrullah.blogspot.com/2013/07/morfologi-kota.html. 19 April 2019
jam 08;00.
Rini, Farida. 2014. “Morfologi Kota Ngawi”. Perencanaan Wilayah Dan Kota.
Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Nudwi. 2011. “Struktur dan Bentuk Kota”.
https://nudwi.wordpress.com/2011/10/11/struktur-dan-bentuk-kota/. 19 April 2019
jam 09:00.
LAMPIRAN

Gambar 9&10. Mengetahui bentuk arsitektur pada bangunan…………………16

Gambar 21&22. Mengamati persebaran Activity Support di Kota Situbondo....27

Gambar 21&22. Mengamati keberagaman Activity Support yang ada di Kota


Situbondo………………………………………………………………………27
Gambar 14. Mengetahui perbandingan peta periodisasi tahun 1944 Kota Situbondo
………………………………………………………………………………….19

Anda mungkin juga menyukai