Dosen Pembimbing :
Dr. Dewi Junita Koesoemawati S.T, MT
Ivan Agusta Farizkha S.T, M.T
Disusun oleh :
Ahmad Faris Al Farizi
(181910501039)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019/2020
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA- UNEJ JEMBER
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Morfologi Kota dengan judul “IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOTA
TERHADAP KEBERAGAMAN ACTIVITY SUPPORT DI KOTA SITUBONDO ” tepat
waktu. Makalah ini disampaikan untuk memenuhi kelengkapan syarat penilaian mata
kuliah program studi Perencanaan Wilayah Kota.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….…………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN…...………………………………………..iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3. Tujuan .............................................................................................................. 3
1.4. Manfaat………………………………………………………………....…….3
BAB IV Pembahasan…………………………………………………….….14
4.1 Morfologi Kota Situbondo………………………………...…………....14
4.1.1 Pola jaringan jalan……………………………..…………….……14
4.1.2 Bentuk bangunan…………………………..………………….…..15
4.1.3 Penggunaan lahan…………………………..……….…………….16
4.1.4 Bentuk Kota Situbondo……………………..……………….…... 17
4.2 Struktur kota……………………………………..……..…….…………19
4.3 Citra kota………………………………………..…………….…...…....20
4.3.1 Landmark kota…………………………….…………… .………..20
4.3.2 Path kota…………………………………..……………….……...21
4.3.3 Nodes kota………………………………..…………………….....22
4.3.4 District kota……………………………..…………………….…..23
4.3.5 Edges kota………………………………..………………….…....24
4.4 Keberagaman Activity Support……………….………………… .……..25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAN DIAGRAM
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
Menurut Ilhami (1988) sebagian besar terjadinya kota adalah berawal dari dari
desa yang mengalami perkembangan yang pasti. Faktor yang mendorong
perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa berhasil menjadi pusat
kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan,
pusat pertambangan, pusat pergantian transportasi, seperti menjadi pelabuhan,
pusat persilangan/pemberhentian kereta api, terminal bus dan sebagainya.
Pengertian kota menurut Dickinson (dalam Jayadinata, 1999) adalah suatu
pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan
pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai rumah-rumah yang
mengelompok atau merupakan pemukiman terpusat. Suatu kota yang tidak
terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik sosial.
Sesuai dengan perkembangan penduduk perkotaan yang senantiasa mengalami
peningkatan, maka tuntutan akan kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial,
budaya, politik dan teknologi juga terus mengalami peningkatan, yang semuanya itu
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh
karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya
kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan
mengambil ruang di daerah pinggiran kota (fringe area). Gejala penjalaran areal kota
ini disebut sebagai “invasion” dan proses perembetan kenampakan fisik kota ke arah
luar disebut sebagai “urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994). Ada beberapa
penjalaran kota menurut Northham dalam Yunus yaitu antara lain:
1. Penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung
lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai
perkembangan konsentris (concentric development).
2. Penjalaran fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan
penjalaran yang tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut
dengan perkembangan fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial
development).
3. Penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai
perkembangan yang meloncat (leap frog/checher board development).
Zahnd (1999: 154) menyatakan bahwa teori mengenai citra place sering disebut
sebagai mileston atau suatu teori penting dalam perancangan kota. Sejak tahun
1960-an, teori citra kota mengarahkan pandangan perancangan kota kearah yang
memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-
teori berikutnya sangat dipengaruhi oleh teori tokoh yang diformulasikan oleh
Kevin Lynch, seorang tokoh peneliti kota. Risetnya didasarkan pada citra mental
jumlah penduduk dari kota tersebut. Dalam risetnya, ia menemukan betapa
pentingnya citra mental itu karena citra yang jelas akan memberikan banyak hal
yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi
dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak tersesat, identitas
yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat
yang lain. Citra kota dapat didefinisikan sebagai sebuah citra kota atau gambaran
mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakat. Citra
kota terdiri dari lima elemen, yaitu: (Zahnd, 1999: 157) Path (jalur), edge (tepian),
district (kawasan), node (simpul), dan landmark.
Ada beberapa teori terkait struktur kota yang timbul sebagai usaha untuk
mengetahi karakteristik yang dimiliki oleh wilayah perkotaan yang selalu
mengalami perkembangan, teori ini akan menjelaskan beberapa unsur yang
mempengaruhi perubahan wilayah perkotaan tersebut. Adapun teori tersebut
sebagai berikut :
a. Teori konsentris
Perkembangan kota yang sedemikian rupa dan menunjukkan suatu pola
penggunaan lahan yang konsentris di mana masing-masing jenis
penggunaan lahan ini dianalogikan sebagai konsep “Natural Areas”. Teori
konsentrik atau teori jalur sepusat ini dikemukan oleh E. W. Burgess
(1925), yang menyatakan bahwa suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang
konsentris dan masing-masing “zone” ini sekaligus mencerminkan tipe
penggunaan lahan yang berbeda .
BAB III
METODELOGI
Data Kuantitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk numberik atau
angka dan dapat diukur dan dihitung langsung. Dalam penelitian ini data
kuantitatif digunakan sebagai acuan informasi untuk metode perhitungan.
Data kualitatif meliputi luasan wilayah dan jumlah penduduk.
Sumber data pada penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, yaitu data yang
diperoleh melalui pengamatan, foto dsb. Sumber data yang digunakan yaitu:
3.3.1 Data Primer. merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan
secara langsung di lapangan. Pengatan tesebut menggunakan metode
survey lapangan.
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan antara lain sebagai beriku :
3.4.1 Observasi
3.4.3 Dokumentasi
METODOLOGI
DATA SEKUNDER :
DATA PRIMER :
-Peta kawasan Kota Situbondo
-Survei langsung
-Laporan tahunan Pemkot
Situbondo
PERKEMBANGAN KOTA
SITUBONDO
ANALISIS SPASIAL
ANALISIS DESKRIPTIF
PENGARUH PERKEMBANGAN
KOTA TERHADAP KEBERAGAMAN
ACTIUVITY SUPPORT
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada saat ini perubahan tidak hanya pada bentuk kotanya, perubahan juga
terlihat pada perubahan bentuk bangunan perkotaan. Bentuk bangunan dapat
menggambarkan fungsionalnya karena setiap banguna memiliki bentuk bangunan
yang berbeda–beda, seperti bentuk bangunan perdagangan dan jasa, bentuk bangunan
pemukiman serta bentuk bangunan perkantoran. Bentuk bangunan di setiap daerah
memiliki bentuk dan ciri khasnya masing–masing, perbedaan.
Bentuk bangunan banyak dipengaruhi oleh sejarah pada masa kolonial atau
masa penjajahan Belanda yang sangat lama dan melakukan pembangunan–
pembangunan untuk kelangsungan kekuasaanya di Indonesia. Pembangunan yang
dilakukan Belanda mengadopsi bentuk dan struktur bangunan asli Belanda sehingga
mengubah bentuk dan gaya bangunan Indonesia pada saat itu. Bangunan yang
dibangun dengann mengadopsi gaya arsitektur Belanda adalah kantor–kantor
kini (present or current land use). Oleh karena aktivitas manusia di bumi bersifat
dinamis, maka perhatian sering ditujukan pada perubahan penggunaan lahan baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Penggunaan lahan berubah pada setiap ruang dan waktu,hal ini disebabkan
karena lahan sebagai salah satu sumber daya alam merupakan unsur yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Bertambahnya jumlah manusia yang mendiami
perkotaan diikuti perkembangan kegiatan usaha dan budayanya maka semakin
bertambah pula tuntutan kehidupan yang dikehendaki untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Kota Situbondo dalam penggunaan lahannya cukup padat
hal tersebut bisa dilihat dari peta penggunaan lahan berikut:
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia , kata citra itu sendiri mengandung
arti rupa, gambar, gambaran, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai
pribadi, perusahaan/organisasi/produk. Dapat juga diartikan sebagai kesan
ditimbulkan oleh sebuah kota. Secara langsung citra kota dapat di definisikan sebagai
kesan fisik yang di alami oleh pengamat yang merupakan ciri khas pada suatu kota.
Kevin Lynch (1975) dalam bukunya yang berjudul “The Image of The City”
menyebutkan bahwa terdapat lima elemen pembentuk citra kota. Elemen-elemen
tersebut adalah landmark,paths ,node,distric, dan edges.
Alun – alun Kota Situbondo merupakan salah satu landmark Kota Situbondo
karena selain berada di pusat perkotaan, alun-alun ini juga memiliki nilai sejarah
selain itu struktur kotanya yang radial konsentris menunjukkan adanya pemusatan
kegiatan dengan kepadatan berada di pusat kota. Berdasarkan hasil survei yang telah
dilakukan didapatkan bahwa ada beberapa titik yang menjadi landmark di Kota
Situbondo yaitu sebagai mana yang tercantum pada peta berikut:
Jalur merupakan alur pergerakan yang secara umum digunakan oleh manusia
seperti jalan gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya. . Semakin semakin baik dan struktur serta bentuk jalan akan menambah
nilai keterbacaan kota. Pekembangan kota yang semakin pesat pertumbuhan jalan
juga akan semakin cepat, sehigga keterkaitan jalan dengan kota tidak terlepaskan.
Salah satu jalan yang tersibuk di Kota Situbondo adalah Jalan Ahmad Yani dan Jalan
PB. Sudirman, jalan ini merupakan jalan nasional dimana merupakan tempat CBD.
jalur sebagai akssebilitas nya, dengan adanya jalur segala aktifitas atau kegiatan akan
sangat mudah terkoneksi.
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan didapatkan bahwa ada beberapa
jalur yang mampu membentuk citra kota di Kota Situbondo yaitu sebagai mana yang
tergambar di peta berikut :
persimpangan lain yaitu persimpangan yang menjadi titik pertemuan antara Jalan
A.Yani, Jalan Sucipto, dan Jalan Jakfar. Persimpangan ini didukung karena lokasi
nya yang dekat dengan alun-alun kota sehingga menjadi titik bertemunya berbagai
aktifitas di persimpangan tersebut. Dapat dilihat dari peta berikut titik nodes berada:
District bisa diartikan sebagai suatu bagian kota atau kawasan dengan aktivitas
utama tertentu yang dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola
dan bentuk yang khas sehingga mampu memunculkan batasan pada kawasan tertentu
dengan peran fungsional yang sejenis. Salah satu ditrict yang ditemui di Kota
Situbondo ialah kawasan pecinan yang dihuni oleh hampir seluruhnya perdagangan,
kawasan pemukiman yang biasanya berada di luar area perkotaan namun jumlah nya
sangat banyak dan padat, kawasan pemerintahan yang berada di pusat perkotaan,
kawasan perdagangan dan jasa yang berada di hampi seluruh koridor jalan perkotaan.
Berikut peta ditrict Kota Situbondo :
kawasan PKL, pedestrian ways, dan sebagainya) dan juga bangunan yang
diperuntukan bagi kepentingan umum
Rahayu, Elis Sri. 2014. “Karakteristik Activity Support pada Ruang Publik Penggal
Jalan Yos Sudarso Palangkaraya”. Jurnal Perspektif Arsitektur. Vol 9/No.2. 20 April
2019.
Tallo, Amandus Jong. dkk. 2014. “Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus:
sebagian Kecamatan Klojen, di Kota Malang). Jurnal perencanaan wilayah dan kota”.
Vol 23 No.5 hal 213-227. 18 April 2019.