Anda di halaman 1dari 58

REVITALISASI PERMUKIMAN KUMUH

Studi Kasus:
Permukiman Kumuh Tepian Air Pa’baeng-baeng Kota Makassar

Oleh:
Kelompok 4

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Universitas Hasanuddin
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang


dengan Maha Rahman dan Rahim-Nya senantiasa memberikan berkah nikmat
kesehatan, kesempatan, serta perlindungan kepada kita semua terutama penulis,
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat beriring salam semoga terlimpah atas Nabi Muhammad SAW,


keluarga, sahabat dan semua orang yang mengikuti pentunjuk beliau dan sunnah
beliau sampai hari kemudian kelak. Aamiin

Laporan ini di susun agar pembaca mengetahui kondisi permukiman kumuh


di kawasan Pa’baeng-baeng, yang disajikan berdasarkan hasil survey yang
dilakukan. Penulis menyadari bahwa tidak ada satupun keberhasilan tanpa doa
dan usaha yang sungguh-sungguh. Meskipun banyak tantangan dan hambatan
yang penulis hadapi. Namun itu tidak menjadi penghalang, dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya laporan ini dapat
terselesaikan.

Laporan ini memuat tentang “Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh Pa’baeng-


baeng dan Arahan Penanganan Kawasan Kumuh tersebut”. Selain itu, laporan ini
juga menyajikan analisis tingkat kekumuhan yang diperolah dari hasil skoring.
Semoga laporan ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun laporan ini memiliki kekurangan. Penulis membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca. Terimakasih.

Gowa, 10 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………….

KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….…….1

1.1 Latar Belakang..………………………………………...………….….…….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….……..2
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………..…………………..3
1.4 Manfaat Penelitian..…………………………………………………...….…3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….4

BAB III GAMBARAN UMUM………………….………………….................19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………….…………..…….…….21

4.1 Aspek Fisik……………….…………..……………………………….……21


4.2 Skoring Tingkat Kekumuhan……………….…………..…………………29
4.3 Aspek Sarana……………….…………..………………………………….33
4.4 Aspek Status Lahan……………….…………..…………………………...33

iii
4.5 Aspek Ekonomi……………….…………..……………………………….35
4.6 Aspek Sosial Dan Demografi……………….…………..…………………35

BAB V STRATEGI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH…………..37

BAB VI PENUTUP……………………………….………………………..….47

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………iv

LAMPIRAN……………………………………………………………..……...vii

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua
kota- kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang
lainnya. pengkajian tentang permukiman kumuh (slum), pada umumnya
mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi
budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut, dan ketiga dampak
oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi
bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan
tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi
serta sampah belum dikelola dengan baik.
Makassar merupakan suatu kota yang mempunyai pertumbuhan dan
perkembangan pembangunan semakin maju semu. Dengan semakin majunya
semua aspek pembangunan juga ikut menimbulkan berbagai implikasi yang
menyangkut industrial, mobilitas manusia yang terus meningkat, diskonkurensi
masalah kependudukan terhadap daya dukung yang makin melebar, juga dengan
adanyapeningkatan jumlah penduduk. Dengan implikasi ini, kebutuhan akan
kawasan perumahan permukiman yang semakin besar dengan lahan yang terbatas

menciptakan luasan kawasan permukiman kumuh yang besar di Kota Makassar.


Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni
karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Luas
kumuh Kota Makassar pada tahun 2014 adalah 740, 10 Ha yang tersebar di 103
titik kelurahan berdasarkan SK Walikota Makassar tentang Penetapan Kawasan
Kumuh No: 050.05/1341/Kep/IV/2014 yang terdiri dari 36 kelurahan kategori
kumuh berat, 51 kelurahan kategori kumuh sedang dan 17 kelurahan kategori
kumuh ringan. Hingga akhir tahun 2017 berbagai kebijakan dan program
penanganan yang dilakukan pemerintah Kota berkolaborasi dengan pemerintah

1
pusat, swasta dan stakeholder terkait lainnya. Karakteristik kawasan kumuh di
Kota Makassar ditandai dengan bangunan hunian yang illegal dan tidak teratur,
adanya fasilitas umum dan prasana lingkungan permukiman yang belum memadai
dan tidak direncanakan secara detail untuk pertumbuhan kawasan permukiman,
tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih terutama daerah pesisir, jaringan drainase
lingkungan yang tidak terkoneksi dengan badan air, dan sistem pengelolaan dan
ketersediaan sarana dan prasarana persampahan yang tidak memadai.
Berdasarkan kajian terhadap Dokumen SIAP (Slum Improvement Action
Plan) Kota Makassar tahun 2017, tiga aspek kumuh dominan di Kota Makassar
adalah 45,36 % sistem sarana dan prasarana persampahan belum terolah, 41,09 %
kondisi drainase lingkungan tidak sesuai standar teknis serta 40,08 % kondisi
bangunan hunian belum memenuhi standar kelayakan. Ketiga aspek rata-rata
berada pada tipologi kumuh dataran rendah, pusat kota, bantaran kanal, tepi
sungai, kumuh sempadan pantai bahkan terdapat bangunan kumuh di atas sungai.
Salah satu contoh permukiman kumuh penduduk yaitu di Pa’baeng-baeng,
Kota Makassar. Kelurahan Pa’baeng-baeng merupakan kawasan kumuh yang di
tetapkan dalam SK Walikota Makassar sebagai kawasan kumuh kategori sedang.
Kumuhnya permukiman di Pa’baeng-baeng akibat aktifitas yang beragam,
sehingga menyebabkan lingkungan hunian menjadi tidak sehat dan tidak nyaman
untuk ditinggali. Sampah dan air limbah akibat aktifitas warga yang tidak dikelola
dengan baik, sehingga menyebabkan pemandangan yang kotor, dan kekumuhan
lingkungan juga disebabkan kurangnya fasilitas, sarana dan prasarana dan kurang
terpeliharanya sarana prasarana tersebut (jalan lingkungan, tempat sampah, MCK
umum) dan terlalu padatnya jumlah penduduk yang kurang seimbang dengan daya
tampung ruang hunian dan penataan yang kurang tepat. Oleh karena itu, penelitian
ini dilakukan di kawasan ini sebagai upaya untuk menata kawasan kumuh
Pa’baeng-baeng agar menjadi lebih baik dan berkualitas.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana kondisi permukiman kumuh di kelurahan Pa’baeng-baeng kota
Makassar?

2
1.2.2 Bagaimana arahan penanganan kawasan kumuh di kelurahan Pa’baeng-
baeng kota Makassar?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain.
1.3.1 Untuk mengetahui kondisi permukiman kumuh di kelurahan Pa’baeng-
baeng kota Makassar?
1.3.2 Untuk membuat arahan penanganan kawasan kumuh di kelurahan
Pa’baeng-baeng kota Makassar?

1.4 MANFAAT
Mengetahui bagaimana kondisi permukiman kumuh di Pa’baeng-baeng Kota
Makassar, sehingga kita bisa menilai bagaimana tingkat kekumuhan yang ada di
kawasan tersebut. serta memberikan arahan penanganan yang tepat sesuai dengan
tingkat kekumuhan kawasan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Perumahan dan permukiman kumuh


1.1.1 Pengertian Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
 Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal/hunian dan sarana pembinaan keluarga.
 Yang dimaksud perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan sarana
dan prasarana lingkungan.
 Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar
kawasan lindung (kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan

Permukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Permukiman


berasal dari kta housing dalam Bahasa Inggris artinya adalah Perumahan dan kata
human settlement yang artinya permukiman. Perumahan memberikan kesan
tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungannya.
Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu house dan land
settlement. Sedangkan permukiman memberikan kesan tentang pemukim atau
kumpulan pemukim beserta sifat dan perilakunya didalam lingkungan, sehingga
pemukiman menitiberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati
yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan permukiman
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya,
pada hakekatnya saling melengkapi.

2.1.2 Pengertian Kumuh

4
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan
tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas
menengah.

Menurut kamus ilmu-ilmu social Slum’s diartikan sebagai suatu daerah


kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi syarat. Jadi daerah
slum’s dapat diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh penduduk dengan
status ekonomi rendah dan bangunan-bangunan perumahannya tidak memenuhi
syarat untuk disebut sebagai perumahan yang sehat.
Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak
layak huni atau tidak memenuhi persyaratan sebagai tempat permukiman
(Utomo Is Hadri 2000). Slums’s yaitu permukiman diatas lahan yang sah yang
sudah sangat merosot (kumuh) baik perumahan maupun permukimannya
(Herlianto,1985). Dalam kamus sosiologi Slum’s yang diartikan sebagai daerah
penduduk yang berstatus ekonomi rendah dengan gedung-gedung yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. (Sukamto Soerjono, 1985).

2.1.3 Pengertian Permukiman Kumuh


Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, tidak mengenal adanya istilah kawasan kumuh, yang ada
Permukiman kumuh dan Perumahan kumuh. Menurut Undang-undang Nomor 1
Tahun 2011 Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni
karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, (Pasal
1 Angka 13 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman). Sedangkan Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami
penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Permukiman kumuh sering dilihat sebagai suatu kawasan yang identic
dengan kawasan yang apatis, kelebihan penduduk, tidak mencukupi, tidak
memadai, tidak aman, kotor, tidak sehat dan masih banyak stigma negative
lainnya (Rahardjo Adisasmita,2010). Dari beberapa kesan yang timbul dari
permukiman kumuh dapat disimpulkan definisi dari permukiman kumuh, dan
beberapa definisi yang diungkapkan para ahlier; Permukiman kumuh yaitu
permukimanyang padat, kualitas konstruksi yang rendah, prasarana dan pelayanan

5
minim adalah pengejawantahan kemiskinan (Tjuk Kuswartojo,2005). Sedangkan
menurut Parsudi Suparlan permukiman kumuh adalah permukiman atau
perumahan orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat, terdapat dilorong-
lorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara kesuluruhan juga
disebut dengan wilayah pencemberan atau semerawut. Pengertian lain dari
permukiman kumuh juga diungkapkan oleh Johan Silas yaitu permukiman
kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang
proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam
menampungperkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan
lahan perkotaan.Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan
embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi
penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik,
lambat laun menjadi kumuh, yang menjadipenyebabnya adalah mobilitas sosial
ekonomi yang stagnan.

1.2 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Permukiman


Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis disebutkan
bahwa perkembangan perumahan permukiman (development of human
settlement) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
 Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk) Dengan adanya
pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan
jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi
mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian
semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman
tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman.
 Urbanization (Urbanisasi) Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan
menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota.
Kaum urbanis yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang
membuka usaha di pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di
permukiman di sekitar kaeasan pusat kota (down town). Hal ini juga akan
menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman di kawasan pusat kota.
Menurut Danisworo dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa kita harus

6
akui pula bahwa tumbuhnya permukimanpermukiman spontan dan
permukiman kumuh adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
proses urbanisasi.
1.3 Karakterisitik Perumahan Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh seringkali digambarkan dan identik sebagai
kawasan perumahan yang digambarkan memiliki lingkungan yang tidak teratur,
kotor, kurang sehat, tidak estetis yang keadaanya tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kota, serta berkaitan erat dengan kemiskinan. Menurut Soestrisno
(1998), secara umum lingkungan permukiman yang dikategorikan sebagai
permukiman kumuh, adalah lingkungan perumahan yang memiliki karakteristik
sebagai berikut :
 Kondisi fisik lingkungannya tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan.
 Kondisi bangunan yang sangat buruk serta bahan bangunan yang
digunakan adalah bahan bangunan semi permanen.
 Kepadatan bangunan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) lebih besar
dari yang diizinkan, dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi yang
lebih dari 500 jiwa/ha.
 Fungsi – fungsi rumah yang bercampur tidak jelas.

Lebih lanjut Soetrisno (1998) mengatakan bahwa lingkungan permukiman


kumuh dibagi dalam lima kategori, berdasarkan pola lokasinya yaitu :

 Lingkungan perumahan kumuh yang berada di lokasi strategis dalam


mendukung fungsi kota yang menurut rencana kota dapat dibangun
bangunan komersial.
 Lingkungan permukiman kumuh yang lokasinya kurang strategis dalam
mendukung fungsi kota.
 Lingkungan perumahan kumuh yang berada di lokasi yang menurut
rencana kota tidak untuk perumahan.
 Lingkungan perumahan kumuh yang berada di lokasi yang berbahaya,
yang menurut rencana kota disediakan untuk jalur pengaman seperti
batasan sumgai, jalur jalan kereta api dan jalur listrik tegangan tinggi.

7
 Lingkungan perumahan kumuh yang berada di lokasi yang menurut
rencana kota boleh dibangun untuk perumahan.

Ciri-ciri kawasan permukiman kumuh dalam kota, dapat ditinjau dari beberapa
sudut pandang seperti : karakteristik fisik, sosial ekonomi, dan budaya. Menurut
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum 1993/1994,
bahwa karakteristik fisik lingkungan, sosial ekonomi dan budaya pada kawasan
permukiman kumuh adalah sebagai berikut :

 Perumahan yang tidak teratur.


 Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.
 Fasilitas dan sarana lingkungan yang tidak memadai.
 Tingkat pendapatan masyarakat rendah.
 Sebagian besar penghuni berpenghasilan tidak tetap.
 Tingkat pengangguran tinggi.
 Tingkat kerawanan sosial dan angka kriminalitas cukup tinggi.
 Masyarakat terdiri dari berbagai berbagai suku bangsa dan golongan.
 Status lahan legal yaitu permukiman yang umumnya terletak pada area
yang sesuai dengan perencanaan perkotaan.

Menurut Laboratorium Perumahan ITS (1997), secara lebih terinci


karakteristik permukiman kumuh adalah sebagai berikut :
1.3.1 Kondisi Rumah
1. Struktur rumah :
 Kerangka rapuh, asal sambung, bahan sama bersifat semi permanen.
 Atap pelindung semi permanen dari bahan bekas (seng, plastic)
 Dinding rumah semi permanen, tidak tahan cuaca
2. Kepadatan hunian/rumah : 3m2 sampai dengan 5m2 per orang
3. Pemisahan fungsi ruang, hampir semua aktivitas anggota keluarga
menjadi satu dan sudah ada pemisahan jenis kelamin pada kamar
tidur.
4. Ventilasi sangat terbatas dari atap atau dinding.
5. Separuh lantai rumah ada perkerasan plester, tegel, keramik bekas.

8
6. Kepadatan bangunan terbangun antara 70%-60%.
7. Tatanan bangunan ada sirkulasi tetapi kurang memenuhi syarat.

1.3.2 Ketersediaan Prasarana Dasar Lingkungan


1. Air bersih masih menggunakan sumur dangkal untuk mencuci, jika
ada air PDAM digunakan secara kolektif (membeli).
2. Sanitasi
 Tersedia MCK kolektif tapi tidak memenuhi rasio penggunaan.
 Sebagian kegiatan MCK dilakukan diruang terbuka (sungai,
cubluk).
 Jarak sepitank dan resapan rumah kurang dari 8 m.
3. Sirkulasi
 Gang sempit, kendaraan roda dua tidak bisa bersimpangan
langsung.
 Tidak dijangkau oleh kendaraan PMK.
4. Fasilitas sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan :
 Ada satu musholla/tempat ibadahkecil di setiap kampung.
 Sarana pendidikan hanya ada TK di tingkat kelurahan.
 Hanya ada salah satu sarana kesehatan (posyandu).
5. Sarana ekonomi
 Ada kios kecil, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh
keluarga.
 Ada pedagang sayur keliling berlokasi di gang.
6. Ruang terbuka atau lahan terbuka di luar perumahan hanya 7% dari
lahan perumahan.
7. Keadaan kawasan marjinal tapi dapat diperbaiki yang sifatnya hanya
sebagai penjelasan transisi.

1.3.3 Kerentanan Status Penduduk


1. Masih banyak pengangguran atau 50% ke atas penduduknya bekerja di
sector informal.

9
2. Hanya ada satu organisasi masyarakat seperti PKK, karang taruna,
koperasi, dll.

2.3.4 Aspek Pendukung Lingkungan


1. Jenis lapangan kerja yang ada hanya bersifat untu bertahan hidup (sub
sistem) dan sulit ditinggalkan oleh masyarakatnya sehingga perlu
upaya peningkatan kreatifitas masyarakat dan perlu didukung oleh
Pemerintah Daerah.
2. Tingkat partisipasi dan kreatifitas masyarakat yang terbatas hanya
dalam menyelesaikan masalah pribadi, sehingga perlu pendapingan
dalam hal peningkatan partisifasi, kreatifitas dan pengembangan
individu masyarakat.

2.4 Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh


Berdasarkan persyaratan lingkungan permukiman yang sehat dan aman serta
merujuk pada pedoman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, maka
didapat beberapa kriteria yang disesuaikan dengan wilayah kajian yaitu Pusat
Kota Bandung khususnya Kelurahan Nyengseret. Berdasarkan definisinya
permukiman dapat dikatakan kumuh apabila mencakup beberapa variable
diantaranya yaitu :
1. Permukiman tidak layak huni atau membahayakan kehidupan penghuni
baik berupa keamanan maupun dari sisi kesehatan.
2. Permukiman yang memiliki lingkungan tidak memadai dengan tingkat
kenyamanan dan keamanan bangunan yang rendah. Dengan ciri-ciri, tidak
sesuai dengan tata ruang (illegal), kepadatan bangunan tinggi, kualitas
banguanan rendah, serta sarana dan prasarana lingkungan yang rendah.

2.5 Konsep Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh


2.5.1 Program Pengadaan Perumahan Baru
Pembangunan perumahan baru harus dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :

10
1. Penyediaan infrastruktur, seperti jaringan jalan, saluran sanitasi dan
drainase, jaringan air bersih, jaringan listrik.
2. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,
sosial masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
3. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiatan
informal penghuninya, serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan
air bersih dalam jangka panjang.

Program pembangunan perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh


pemerintah (PERUMNAS) maupun pihak swasta. Agar penyediaan perumahan
bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat tercapai maka pemerintah
meneluarkan kebijakan pengedaan perumahan perbandingan 1 kelas mewah : 3
kelas menengah : 6 kelas bawah bagi developer swasta. Kebijakan ini sesuai
dengan azas keadilan, pemerataan, dan keterjangkauan.
Selain itu, untuk mendukung kemampuan kepemilikan rumah oleh
masyarakat berpenghasilan rendah, program ini didukung oleh lembaga perbankan
(misalnya BTN) dengan program Kredit Pemilikan Rumah dengan suku bunga
lunak. Lembaga perbankan swasta pun saat ini sudah banyak yang ikut aktif
mendukung program pembangunan perumahan ini.

2.5.2 Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman


Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman merupakan suatu
pola pembangunan kampung yang didasarkan pada partisipasi masyarakat dalam
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemenuhan kebutuhannya. Program ini
mempunyai prinsip universal yang berlaku dimana-mana yakni memberdayakan
dan menjadikan warga sebagai penentu dan pemamfaat sumberdaya kota guna
memperbaiki taraf hidup dan kemampuan untuk maju. Prinsip dari program
perbaikan kampung adalah perbaikan lingkungan kampung-kampung kumuh di
pusat kota yang berada di atas tanah milik masyarakat yang mempunyai kepadatan
tinggi.
Metode ini berbasis pada investasi yang telah dibuat. Oleh karena itu biaya
implementasinya relative lebih murah. Melalui pelaksanaan metode ini, berbagai
komponen pokok prasarana / sarana dasar disediakan untuk penduduk kawasan

11
yang bersangkutan. Di Indonesia penerapan teknik ini dilakukan melalui
pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman.
Tujuan dari Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman
adalah menyediakan jalan akses, jalan setapak, saluran drainase, saluran
pembuangan limbah, air bersih, dan fasilitas – fasilitas sosial seperti sekolah dan
puskesmas, untuk melayani penduduk berpendapatan rendah dan menengah.
Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman merupakan
contoh yang cukup baik dalam memperhatikan pentingnya dukungan lokal dalam
implementasinya. Pada mulanya program ini bersifat top-down dalam
perancangannya, dimana aparat pemerintah melakukan analisa dan menetapkan
suatu solusi. Pada proses selanjutnya, disadari bahwa program ini sebaiknya
diorganisir dengan melibatkan masyarakat, baik dalam perencanaan,
pembangunan, maupun dalam pemeliharaan fasilitas kawasan. Malahan
pembiayaan program disalurkan melalui organisasi yang berbasis masyarakat
(community based organization). Penduduk menjadi lebih antusias dan mereka
juga mau menyumbangkan sejumlah dana bagi pembiayaan program (Choguill,
1994: 111).
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap 11 negara yang telah melaksanakan
proyek/program perbaikan perumahan dan permukiman, dapat disimpulkan hal –
hal sebagai berikut :
 Program perbaikan perumahan dan permukiman relative lebih efektif
dalam segi pembiayaan, untuk situasi dimana terdapat pemerintah akan
perumahan dan sarana/prasarana pelayanan yang tinggi.
 Proses pelaksanaan program relative mudah dan sederhana, sehingga
pelaksanaan program relative lebih cepat.
 Implementasi komponen – komponen untuk memperbaiki status lahan
harus dilakukan secara seksama sehingga dapat meningkatkan rasa aman
bagi pemiliknya.
 Mobilitas penduduk/tumah tangga relative meningkat.
 Partisipasi masyarakat merupakan hal penting bagi berhasilnya
pelaksanaan program perbaikan perumahan dan permukiman ini,

12
meskipun demikian pengawasan terhadap pencapaian sasaran / harapan
program penting untuk diperhatikan.

Menurut Direktorat Cipta Karya, Program Pembangunan Perumahan dan


Permukiman,(1998). Ciri-ciri kondisi kawasan yang dapat diterapkan Program
Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman:
 Berada pada kawasan legal dan sesuai dengan RTR
 Tingkat kepadatan tinggi, tetapi masih dalam batas kewajaran
 Kualitas PSDPU langka dan terbatas.
 Belum perlu tindakan penataan menyeluruh dan resettlement.
 Dampak permasalahan bersifat lokal.

2.6 Model Penanganan Permukiman Kumuh


Model penanganan permukiman kumuh pada masa ini cukup beragam. Model
ini merupakan upaya dalam mengurangi jumlah permukiman kumuh yang ada di
dunia. Model pendekatan yang dilakukan pun berbeda-beda. Model permukiman
kumuh saat ini terdiri dari perencanaan aspek fisik, aspek ekonomi, maupun aspek
social. Model ini dilakukan dengan berbagai pendekatan diantaranya adalah
pendekatan partisipasi masyarakat. Dimana perencanaan penganganan
permukiman kumuh tidak hanya mengandalkan pemerintah maupun pihak swasta
sebagai subjek dalam menangani kawasan kumuh tapi masyarakat juga ikut
berpartisipasi dan menjadi stakeholder dalam perencanaan. Model-model
penanganan permukiman kumuh yang telah diterapkan di Indonesia hingga
sekarang ini begitu beragam. Adapun model tersebut antara lain:

2.6.1 Model I
Salah satu model penanganan permukiman kumuh adalah penanganan
berbasis peningkatan kualitas fisik, social, dan ekonomi masyarakat. Penanganan
permukiman kumuh dengan model ini terdiri atas beberapa program yang dikenal
dengan istilah perbaikan kampung. Menurut Dianingrum (2017), program
perbaikan kampung adalah upaya untuk memperbaiki kampung-kampung kumuh
di perkotaan yang muncul akibat adanya peningkatan pertumbuhan penduduk.

13
Program perbaikan kampung ini terdiri atas beberapa program diantaranya adalah
P2BPK, KIP-K, PLPBK, P2KP, Co-Build, RSDK, NUSSP dan PNPM Mandiri.

 Program perbaikan kampung United Nations Environmental Programme


(UNEP) merupakan upaya perbaikan kampung yang menggunakan cara
perbaikan terpadu yang meliputi aspek fisik,sosial, ekonomi dan kesehatan.
 Program perbaikan kampung United Nations Children‟s Fund (UNICEF)
merupakan program pelayanan dasar bagi ibu dan anak di daerah kampung
perkotaan. Dimana tujuan dari program ini adalah untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, kesehatan dan juga pendidikan.
 Program Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK)
merupakan pola pembangunan yang mendudukkan masyarakat (individu /
kelompok) sebagai pelaku utama dan penentu dimana semua keputusan dan
tindakan pembangunan didasarkan pada Aspirasi masyarakat.
 Program Perbaikan Kampung Komprehensif (KIP-K) merupakan program
yang menerapkan konsep Tridaya, dimana secara bersamaan berfokus pada
pemberdayaan ekonomi, manusia (sosial) dan lingkungan dari sumberdaya
masyarakat.
 Program Penataan Lingkungan Permukman Berbasis Komunitas (PLPBK)
merupakan program perbaikan yang difokuskan pada kegiatan penataan
lingkungan permukiman miskin di perkotaan melalui pendekatan Tridaya
secara komprehensif dan terpadu. Lingkungan permukiman tersebut ditata
kembali menjadi lingkungan permukiman yang teratur, aman, dan sehat dalam
rangka mendukung upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat miskin
(Direktorat Jenderal Cipta Karya, ).
 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) merupakan program
pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah
daerah dengan cara membangun landasan kemandirian masyarakat berupa
“lembaga kepemimpinan masyarakat” yang representative, mengakar dan
kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat
(Direktorat Jenderal Cipta Karya,2007).
 Program Community-Based Initiatives for Housing and Local Development
(Co-Build) merupakan program penyediaan perumahan untuk masyarakat

14
berpenghasilan rendah dengan menurunkan biaya penyediaan perumahan
melalui pembangunan perumahan yang dilakukan secara bertahap dan
berurutan.
 Program Rehabilitas Sosial Daerah Kumuh (RSDK) merupakan program
pembangunan berdasar pada partisipasi masyarakat (community based
development). Dimana pelaksanaan program diarahkan untuk melakukan
pemberdayaan kepada warga masyarakat setempat agar dapat meningkatkan
kondisi sosial ekonomi dan lingkungannya secara mandiri dan berkelanjutan.
 Program Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP)
merupakan program perningkatan kualitas lingkungan permukiman
masyarakat miskin perkotaan melalui kelembagaan local.
 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perumahan dan
Permukiman (PNPM- Mandiri Perkim) adalah bagian dari pelaksanaan
PNPM-Mandiri melalui fasilitasi berbagai kegiatan yang terkait dengan
bidang perumahan dan permukiman dalam upaya menumbuh kembangkan
kemampuan masyarakat dalam peningkatan kualitas rumah dan perumahan,
pemenuhan kebutuhan rumah dan perumahan serta peningkatan kualitas
permukiman yang berbasis pemberdayaan masyarakat (PERMEN Perumahan
Rakyat No.05 Tahun 2009).
 Program Kampung Ungulan dari Pemerintah Kota Surabaya merupakan
bentuk inovasi dari gerakan “one village one product” yang dikembangkan
oleh pemerintah pusat. Dimana program ini merupakan salah satu bentuk
upaya untuk mengembangkan ekonomi masyarakat kampung (Bappeko,
2011).
 Program kotaku (kota tanpa kumuh) adalah program penataan permukiman
kumuh dengan berbasis partisipasi komunitas untuk mengurangi luas
permukiman kumuh di kota Makassar

Kota Surabaya adalah salah satu kota yang memiliki sejarah panjang dan telah
berhasil dalam melaksanakan Program Perbaikan Kampung.

15
Sumber: Dianingrum, 2017
2.6.2 Model II
Model penanganan kawasan kumuh yang kedua adalah penataan berbasis
pariwisata. Model penanganan ini dilakukan dengan melihat potensi daya tarik
yang dimiliki oleh suatu kawasan kumuh untuk dikembangkan menjadi sebuah
objek wisata yang baru.
Salah satu kota yang telah menerapkan model ini adalah Kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota budaya melakukan penanganan
kawasan kumuh Kali Code dengan meningkatkan objek daya tarik sungai untuk
membuat objek wisata yang baru berbasis budaya di bantaran Kali Code.

Gambar 2.1 Area Pejalan Kaki/Pedestrian Code Gumreget


Sumber: Maulanda, 2019

2.7 Penanganan Kawasan Kumuh Negara di Dunia


2.7.1 Jepang
Salah satu yang dilakukan Pemerintah Jepang adalah, membangun kota
baru di dalam kota-kota yang ada di Jepang. Pada tahun 1990, untuk mengatasi
kepadatan kota-kota besar seperti di Kota Tokyo, Pemerintah Jepang
mengembangkan kota baru di kota-kota besarnya.
“Kami menyediakan tempat tinggal yang berkualitas dengan jumlah
memadai dengan konsep pembangunan rumah tinggal terintegrasi pembangunan

16
kereta. Maka dikembangkan kota baru di kota-kota sekitarnya dengan
mengembangkan jaringan kereta untuk akses ke pusat kota,” jelasnya.
Sudah ada beberapa kota baru yang dibangun di kawasan kota
metropolitan Tokyo. Di antaranya adalah Tama New Town (NT), Tama Garden
City, Chiba NT, Kohoku NT, Kaihin NT, dan Kashiwa no Ha. Semua kota baru
ini terhubung dengan jaringan kereta api.

Gambar 2.2 Rumah Susun di Jepang


Sumber: Google, 2019

Tama New Town yang terletak sekitar 30 kilometer bagian barat pusat
Tokyo. Telah dibangun perumahan atas inisiatif publik. Dengan menyediakan
tempat tinggal bagi 340.000 jiwa dan dilengkapi dengan dua jaringan kereta
untuk mengakses ke pusat kota,” ujarnya.
Bahkan dengan undang-undang yang baru, pembangunan kereta harus
diintegrasikan dengan kawasan pemukiman. Setelah itu, baru dibangun fasilitas
komersial di sepanjang area jaringan kereta.
“Dengan pembangunan dalam konsep TOD tersebut, tidak hanya dapat
meningkatkan jumlah penduduk di sekitar jaringan kereta, tetapi juga dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan kereta serta peningkatan ekonomi di
wilayah tersebut. Juga dapat mendorong masyarakat menggunakan kereta dan
menciptakan peluang kerja baru di wilayah itu,” paparnya. Jadi, tambahnya,
pembangunan kota baru dengan konsep TOD merupakan kekuatan terbesar di
Jepang dalam membangun kota. Izumi berharap pengalaman ini bisa menjadi
referensi bagi Indonesia, khususnya kota Jakarta yang memiliki permasalahan
sama dengan Jepang.

2.7.2 Singapura

17
Gambar 2.3 Rumah Susun di Singapura
Sumber: Google, 2019
Pembangunan gedung rumah susun jelas membutuhkan lahan tidak
sedikit. Sama halnya di Indonesia, masyarakat di Singapura juga memiliki banyak
alasan untuk tetap mempertahankan rumah huniannya. Tidak cuma lahan, unit
rusunnya dilengkapi dengan perabotan rumah tangga dan dapat subsidi.
Pemerintah mengakui metode seperti itu memakan dana luar biasa tinggi, namun
hasilnya sebanding. Warga yang tinggal di rusun kualitas hidupnya meningkat
drastis dibanding sebelumnya, dan perbaikan itu dilihat oleh warga yang masih
bertahan di kampung-kampung kumuh.
Pemerintah Singapura juga memperbaiki prosedur dan perencanaan jangka
panjang pembangunan rumah susun. Kini sebelum gedung rumah susun siap
dihuni maka terlebih dahulu dibangun pasar, sekolah, jalur kendaraan umum dan
stasiun MRT di dekatnya. Termasuk ruang terbuka hijau di sekelilingnya.
Sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak pindah ke rumah susun karena jauh
dari pasar, tempat bekerja dan sekolah anak-anak. Kekhwatiran itu dijawab
terlebih dahulu dengan menyiapkan infrastruktur transportasi, disusul pasar,
sekolah dan klinik.
Kemudahan lain adalah kredit lunas kepemilikan unit rumah susun bagi
setiap pasangan pengantin baru. Mereka didorong membeli unit rumah susun
minimal dua dan tiga kamar tidur agar ketika anak-anaknya beranjak dewasa tidak
perlu repot mencari unit rumah susun yang lebih besar. Khusus bagi pasangan
berpenghasilan rendah, diberikan subsidi kredit kepemilikan untuk pembelian
pertama rumah susun murah. Juga ada skema bantuan bagi manula yang hidup
sendiri karena pasangannya sudah meninggal dunia dan anak-anaknya hidup
terpisah. Sedangkan untuk mensiasati keterbatasan lahan, pembangunan gedung
baru rumah susun diproyeksikan di lahan hasil reklamasi. Wilayah laut yang
diurug adalah teluk dan selat kecil antar kepulauan.

18
BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Tamalate


Sumber: Google

Lokasi Penelitian terletak di Kelurahan Pa’baeng-baeng. Kelurahan


Pa’baeng-baeng merupakan salah satu kelurahan dari 11 kelurahan yang ada di
Kecamatan Tamalate. Kelurahan ini memiliki luas 0,53 km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 198.210 jiwa, 38 RT dan 10 RW. Permukiman ini berada di

19
Kelurahan Pa’baeng-baeng, Kecamatan Tamalate, tepatnya di Jl. Andi Tonro.
Permukiman ini terletak di daerah sempadan Kanal Jongaya. Memiliki luas 1,29
Ha dan terdiri dari 84 rumah.

20
Gambar 3.2 Peta Permukiman Pa’Baeng-baeng
Sumber: Digitasi Penulis, 2019

21
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7 ASPEK FISIK


4.1.1 Aspek Fisik Bangunan
Indikator dalam menilai aspek fisik bangunan permukiman kumuh adalah
ketidakteraturan bangunan, kepadatan bangunan, dan ketidaksesuaian dengan
persyaratan teknis bangunan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di kawasan
kumuh Pa’baeng-baeng, bangunan di kawasan ini sangat teratur. Dimana semua
rumah di kawasan ini teratur mengikuti jaringan jalan dan menghadap langsung
kearah jalan lingkungan.
Adapun indikator kepadatan bangunan dimana dalam Peta Rencana Tata
Ruang Kota Makassar, kawasan Pa’baeng-baeng ini ditetapkan sebagai kawasan
permukiman padat. Berdasarkan pengukuran luas lahan menggunakan aplikasi
Arcgis, luas kawasan survei adalah 1,29 Ha. Dengan jumlah rumah yaitu 84 unit.
Jika dibandingkan dengan standar kepadatan bangunan yaitu 50 unit/Ha. Maka
jumlah rumah di kawasan tersebut seharusnya adalah ±65 unit. Namun jumlah
rumah berdasarkan kondiri eksisting melebihi standar seharusnya. Artinya bahwa
dari indikator ini, kawasan Pa’baeng-baeng bisa di klasifikasikan sebagai kawasan
padat bangunan. Selain itu, kerapatan bangunan di kawasan ini juga tidak
mengikuti standar. Dimana jarak antar bangunan adalah 3 meter. Sedangkan jarak
antar bangunan di kawasan ini <1m. Bahkan ada yang tidak memiliki jarak sama
sekali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di kawasan Pa’baeng-baeng ini
memiliki tingkat kerapatan bangunan yang sangat tinggi.

Gambar 4.1 Kondisi fisik bangunan


Sumber: Dokumentasi Pribadi

23
Selanjutnya adalah kondisi bangunan rumah. Jenis rumah di kawasan
Pa’baeng-baeng adalah rumah permanen (39), rumah semi permanen (27), dan
rumah non permanen (18). Adapun material bangunan terdiri atas rumah batu,
seng, dan kayu. Sebagian besar material rumah di kawasan ini mudah terbakar.
Selain itu, pembangunan permukiman tidak sesuai persyaratan dimana tidak
mengikuti standar Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan
(KLB), Garis Sempadan Jalan (GSJ), dan Koefisien Daerah Hijau (KDH).

Gambar 4.2 Kondisi Jenis Rumah


Sumber: Digitasi Penulis, 2019

4.1.2 Kondisi Jalan Lingkungan


Jalan lingkungan di kawasan kumuh Pa’baeng-baeng terbuat dari Paving
Blok dengan lebar jalan mencapai 1-2,5 m yang hanya bisa dilewati oleh
kendaraan beroda dua. Jalan lingkungan di kawasan permukiman kumuh
Pa’baeng-baeng tersedia melayani semua rumah di kawasan tersebut. Berdasarkan
pengukuran di Arcgis, panjang jalan di kawasan Pa’baeng-baeng ±723 meter.
Berdasarkan standar cakupan panjang jalan lingkungan adalah 40-60 m/Ha
(KepMen No. 534/KPTS/M/2001). Jika dibandingkan dengan luas kawasan
survei maka panjang jalan yang harus tersedia adalah ±80 meter. Artinya bahwa

24
jaringan jalan lingkungan di kawasan Pa’baeng-baeng telah mengikuti standar
pelayanan minimunnya. Selain itu, jika dibandingkan dengan cakupan lebar jalan.
Dimana lebar jalan lingkungan sesuai standar pelayanan minimum (SPM) adalah
2-5 m (KepMen No. 534/KPTS/M/ 2001). Berdasarkan kondiri eksisting, lebar
jalan di kawasan ini hanya mencapai 1-2,5 m. Adapun kondisi permukaan jalan di
kawasan Pa’baeng-baeng mengalami beberapa kerusakan. Jalan yang mengalami
kerusakan dan menyebabkan banyak titik genangan air di sepanjang jalan.

Gambar 4.3 Kondisi Jalan Lingkungan


Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019

4.1.3 Ketersediaan Air Minum


Berdasarkan hasil wawancara, sumber air bersih masyarakat di kawasan
Pa’baeng-baeng terdiri atas PDAM dan sumur. Namun hanya sebagian kecil yang
menggunakan sumur. Menurut hasil wawancara masyarakat, air yang bersumber
dari sumur dan PDAM ini kualitasnya baik, namun hanya digunakan untuk
keperluan mandi, cuci, dan kakus. Sedangkan untuk keperluan memasak dan
minum, masyarakat menggunakan air galon.
Air yang bersumber dari sumur di kawasan ini dapat dikatakan kurang
aman. Berdasarkan hasil survei, terdapat sumur masyarakat yang sangat dekat
dengan jamban dan septick tank penduduk. Sedangkan berdasarkan standar
kesehatan, jarak aman untuk mendapatkan air bersih yang layak maka jarak sumur
dengan septick tank tidak boleh kurang dari 10 m. sedangkan kondisi eksisting
tidak demikian

25
Gambar 4.4 Kondisi Jalan Lingkungan
Sumber: Digitasi Penulis, 2019

26
4.1.4 Kondisi Drainase Lingkungan
Terdapat 5 parameter untuk mengukur kesesuaian drainase lingkungan di
kawasan kumuh diantaranya ketidakmampuan mengalirkan limpasan air,
ketidaktersediaan drainase, ketidakterhubungan dengan sistem drainase perkotaan,
tidak terpeliharanya drainase, kualitas konstruksi drainase. Berdasarkan hasil
observasi, drainase lingkungan di kawasan Pa’baeng-baeng terpenuhi untuk semua
rumah. Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan lingkungan yang tersedia. Drainase
yang tersedia yaitu drainase tersier dan drainase sekunder yang langsung terhubung
dengan drainase primer yaitu Kanal Jongaya.
Tidak semua drainase di kawasan ini memiliki kemampuan mengalirkan air
dengan baik. Dimana kurang dari 30% drainase yang tidak mampu mengalirkan air
karena drainasenya banyak dipenuhi oleh sampah. Namun berdasarkan keterangan
masyarakat tidak pernah terjadi genangan diatas 30 cm di kawasan ini. Selain itu,
kondisi drainase sangat kotor dan banyak dipenuhi oleh sampah plastik. Akibatnya
adalah kawasan menjadi sangat berbau dan kotor. Selain itu, konstruksi drainase di
kawasan ini juga mengalami kerusakan dan memiliki kualitas konstruksi yang buruk.

Gambar 4.5 Kondisi Drainase Lingkungan


Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019

27
Gambar 4.6 Peta Drainase Lingkungan
Sumber: Digitasi Penulis, 2019

28
4.1.5 Kondisi Pengolahan Air Limbah
Tidak tersedia sarana pengolahan limbah di kawasan kumuh pa’baeng-baeng.
Masyarakat langsung membuang limbah cairnya ke drainase dan langsung mengalir
ke kanal yang menimbulkan bau tak sedap di sepanjang kanal.

Gambar 4.7 Kanal Jongaya


Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019

4.1.6 Kondisi Pengolahan Sampah


Sarana persampahan seperti tempat sampah tidak tersedia di kawasan
penelitian. Masyarakat hanya menggunakan plasik untuk mengumpulkan sampahnya
dan kemudian menyimpannya di sudut rumah dan akan diangkut oleh mobil sampah
roda tiga (viar). Namun berdasarkan keterangan warga, pelayanan pengangkutan
sampah juga sangat kurang. Dimana kadang-kadang mobil viar tidak datang untuk
mengangkut sampahnya dan menimbulkan bau tak sedap. Jika terlalu lambat maka
sampah tersebut akan terhambur dan memenuhi depan rumah warga.

Gambar 4.8 Kondisi Kawasan Survei yang Penuh Sampah


Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019

Kondisi Proteksi Kebakaran

29
Di kawasan permukiman padat seperti di kawasan penelitian tentu
membutuhkan sistem proteksi kebakaran mengingat kawasan padat sangat rentan
terhadap bencana kebakaran. Namun berdasarkan kondisi eksisting di kawasan ini
tidak tersedia sistem proteksi kebakaran.

30
4.2 Skoring Tingkat Kekumuhan

Provinsi : Sulawesi Selatan Kawasan : Pa’baeng-baeng


Kabupaten/Kot : Makassar Luas : 1,29 Ha
a
Kecamatan : Tamalate Jumlah Bangunan : 84 Unit

SK KONDISI AWAL
ASPEK KRITERIA PARAMATER
OR PERSEN NILAI
Kondisi Ketidakteratura 76%-100% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 5
Bangunan n bangunan 51%-75% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 3 0,5% 0
Gedung 25%-50% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 1
Kepadatan 76%-100% Bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 5
bangunan 51%-75% Bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 3 100% 5
25%-50% Bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 1
Ketidaksesuaian 76%-100% bangunan pada lokasi tidak memenuhi persyaratan teknis 5
dengan 51%-75% bangunan pada lokasi tidak memenuhi persyaratan teknis 3
90% 5
persyaratan 25%-50% bangunan pada lokasi tidak memenuhi persyaratan teknis
1
teknis bangunan
Kondisi Cakupan 76%-100% area tidak dilayani oleh jaringan jalan lingkungan 5
Jalan Pelayanan jalan 51%-75% area tidak dilayani oleh jaringan jalan lingkungan 3 - 0
Lingkung lingkungan 25%-50% area tidak dilayani oleh jaringan jalan lingkungan 1
an Kualitas 76%-100% Area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 5
permukaan 51%-75% Area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 3
25%-50% Area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 80% 5
jalan
1
lingkungan

31
SK KONDISI AWAL
ASPEK KRITERIA PARAMATER
OR PERSEN NILAI
Kondisi Ketersediaan 76%-100% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 5
Penyedia akses aman air 51%-75% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 3 25% 1
an Air minum 25%-50% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 1
Minum Tidak 76%-100% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 5
terpenuhinya 51%-75% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum 3
kebutuhan air 25%-50% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum - 0
minum 1

Kondisi Ketidakmampu 76%-100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasnya 5
Drainase an mengalirkan 51%-75% area terjadi genangan >30 cm, >2 jam >2x setahun 3 - 0
Lingkung limpasan air 25%-50% area terjadi genangan >30 cm, >2 jam >2x setahun 1
an Ketidaktersedia 76%-100% area tidak tersedia drainase lingkungan 5
an drainase 51%-75% area tidak tersedia drainase lingkungan 3 - 0
25%-50% area tidak tersedia drainase lingkungan 1
Ketidakterhubun 76%-100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasnya 5
gan dengan 51%-75% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasnya 3
- 0
system drainase 25%-50% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasny
1
perkotaan
Tidak 76%-100% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 5
terpeliharanya 51%-75% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 3 99% 5
drainase 25%-50%area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 1
Kualitas 76%-100% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk 5
konstruksi 51%-75% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk 3 25% 1
drainase 25%-50%area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk 1

Kondisi Sistem 76%-100% area memiliki system air limbah yang tidak sesuai standar teknis 5 100% 5
Pengelolaan Air 51%-75% area memiliki system air limbah yang tidak sesuai standar teknis 3

32
25%-50%area memiliki system air limbah yang tidak sesuai standar teknis
1
Limbah tidak
sesuai standar
Prasarana dan 76%-100% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai persyaratan
sarana
5
teknis
Pengelola pengelolaan air 51%-75% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai persyaratan
3 100% 5
an Air limbah tidak teknis
Limbah sesuai dengan 25%-50% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai persyaratan
persyaratan teknis 1
teknik
Kondisi Prasarana dan 76%-100% area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan ynag tidak
5
Pengelola sarana memenuhi persyarakatan teknis
an persampahan 51%-75% area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan ynag tidak
3 100% 5
Persampa tidak sesuai memenuhi persyarakatan teknis
dengan 25%-50% area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan ynag tidak
han
persyaratan memenuhi persyarakatan teknis 1
teknis
System 76%-100% area memiliki system persampahan tidak sesuai standar 5
pengelolaan 51%-75% area memiliki system persampahan tidak sesuai standar 3
persampahan 25%-50% area memiliki system persampahan tidak sesuai standar
100% 5
yang tidak sesuai
1
dengan standar
teknis
Tidak 76%-100% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 5
terpeliharanya 51%-75% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 3
sarana dan 25%-50%area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara
100% 5
prasarana
1
pengelolaan
persampahan
Kondisi Ketidaktersedia 76%-100% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 5 100% 5

33
Proteksi an prarasana 51%-75% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 3
Kebakara proteksi 25%-50% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran
1
n kebakaran
Ketidaktersedia 76%-100% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 5
an sarana 51%-75% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 3
25%-50% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 100% 5
proteksi
1
kebakaran
Jumlah Skor 57
71-95 Kumuh Berat
45-70 Kumuh Sedang
19-44 Kumuh Ringan

34
4.3 ASPEK SARANA
Letak peribadatan di kawasan ini terletak di tengah-tengah kawasan
permukiman sehingga masyarkat dapat menjangkaunya dengan berjalan kaki dan
bersepeda motor. Kawasan ini memiliki beberapa mesjid, meliputi:Mesjid Nurul
Yaqien Pa’baeng-baeng, Mesjid Nurul Muhammad ,Mesjid Graha Modern Jay
Mesjid Nurul Muhammad dan Mesjid Nurul badar
Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kawasan ini diantaranya meliputi
STKIP YPUP Makassar, STIE Tri Dharma Nusantara, Kompleks Brimob, YPUP
Vocational High School Makassar, SD INPRES Andi Tonro Makassar, Marko
Brimob Batalyon, dan A.Madrasah Ibtidayah AL-Abrar. Adapun sarana kesehatan
yang terdapat di kawasan ini meliputi Puskesmas Jongaya yang dimana letak
puskesmas ini mudah dijangkau oleh masyarakat Pa’baeng-baeng.

Gambar 4.10 STKIP YPUP Makassar Gambar 4.11 Puskesmas Jongaya


Sumber:Google, 2019

4.4 ASPEK STATUS LAHAN


Berdasarkan keterangan warga, lahan tempat tinggal mereka merupakan lahan
milik sendiri yang merupakan warisan dari orang tua. Adapun fungsi bangunan di
kawasan ini adalah fungsi rumah tinggal yang terbagi atas rumah kontrakan (kos) dan
rumah milik sendiri. Kawasan ini sangat dekat dengan kawasan pendidikan tinggi
yaitu STKIP YPUP Makassar dan STIE Tri Dharma Nusantara sehingga beberapa
masyarakat membangun kos-kosan untuk bisa disewa oleh mahasiswa yang berasal
dari luar daerah. Dimana berdasarkan hasil survei ada beberapa kos dan rumah
kontrak tidak hanya ditempati oleh masyarakat yang berasal dari makassar maupun

35
dari luar kota makassar. Adapun harga sewa kost per bulan yaitu sebesar Rp.
500.000,-.

Gambar 4.12 Rumah Kontrakan dan Kosan


Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019

Gambar 4.13 Peta Status Rumah


Sumber: Digitasi, 2019

4.5 ASPEK EKONOMI

36
Pekerjaan masyarakat di kawasan ini didominasi oleh pedagang. Mulai dari
pedagang sayuran, ikan, bahan pangan, penjual buah dan penjual bahan campuran.
Hal ini dikarenakan kawasan ini dekat dengan pasar kota. Dimana ada beberapa yang
menjadikan rumah mereka sebagai tempat menjual, adapula yang menjual di pasar
Pa’baeng-baeng dan ada juga yang menjual jauh dari tempat tinggalnya. Selebihnya,
masyarakat yang ada di kawasan ini bermata pencaharian sebagai buruh kerja harian,
tukang bentor, dan kerja di sektor swasta.
Adapun jarak tempat kerja dengan tempat tinggal bervariasi. Ada yang bekerja
dan membuka usaha di kawasan tempat tinggal. Adapula yang bekerja jauh dari
kawasan tempat tinggal misalnya di Jl. Abdul Daeng Sirua dan Jl. A. Yani.
Berdasarkan keterangan masyarakat, beberapa ibu-ibu yang suaminya bekerja di luar
daerah misalnya di Pulau Jawa.

4.6 ASPEK SOSIAL DAN DEMOGRAFI


Kawasan ini ditempati oleh masyarakat dari dalam maupun luar kota makassar.
Berdasarkan hasil wawancara masyarakat yang berasal dari Kota Makassar memang
sudah menetap di kawasan ini sejak tutupan lahan di kawasan ini masih terdiri atas
lahan sawah. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang berasal dari luar makassar
yang tinggal di kawasan ini dengan menempati rumah sewaan (kost) dikarenakan
kawasan ini dekat dengan kawasan pendidikan. Selain itu, berdasarkan keterangan
salah satu responden, kawasan ini memiliki peluang kerja yang besar.
Kondisi sosial di kawasan ini sangat baik. Masyarakat di kawasan ini mulai dari
anak-anak hingga orang dewasa berinterkasi dengan sangat baik, hal ini dikarenakan
masyarakat yang tinggal di kawasan ini memiliki jalinan ikatan kekeluargaan antar
rumah, sehingga sangat harmonis. Selain itu, di kawasan ini tidak pernah terjadi
kejadian kriminalitas yang bisa meresahkan warga. Hal ini didukung oleh tingkat
keramaian kawasan. Dimana kawasan ini dekat dengan pasar sehingga kawasan ini
selalu ramai yang mengakibatkan kawasan ini tetap aman.

37
Gambar 4.14 Kondisi Sosial Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019

BAB V

38
STRATEGI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH

5.1 Skenario Perencanaan I


Skenario yang pertama adalah strategi penanganan fisik. Hasil survei
membuktikan bahwa faktor fisik merupakan indikator utama yang menyebabkan
kekumuhan di kawasan Pa’baeng-baeng. Sehingga penanganan kawasan kumuh
tersebut perlu dilakukan secara fisik dengan metode peremajaan sekaligus pemugaran
mengingat kondisi kawasan yang sudah sangat padat.
Adapun strategi penanganan yang diajukan untuk menyelesaikan masalah
kekumuhan di Pa’baeng-baeng antara lain

5.1.1 Strategi Peremajaan dan Pemugaran


 Penyediaan sarana persampahan lingkungan
 Peningkatan pelayanan jaringan persampahan kota
 Penyediaan air bersih yang sesuai dengan standar teknis untuk semua
masyarakat
 Penyediaan ruang terbuka hijau di tepi kanal
 Perbaikan aspal/ paving/cor pada jalan lingkungan.
 Perbaikan drainase yang tersumbat dan mengalami kerusakan
 Pengerukan sampah jaringan drainase

39
Gambar 5.1 Peta Rencana Perbaikan Drainase
Sumber: Digitasi Penulis, 2019

40
Gambar 5.2 Peta Rencana Perbaikan Jaringan Jalan dan Ruang Terbuka Hijau
Sumber: Digitasi Penulis, 2019

41
42
5.1.2 Strategi Penanganan Pasar Pa’baeng-baeng
Strategi fisik yang kedua dalam penanganan permukiman kumuh di
Pa’baeng-baeng adalah penataan pasar. Fenomena yang terjadi adalah
perluasan pasar yang tidak teratur di kawasan ini merubah fungsi kawasan dan
menjadikan kawasan menjadi sangat padat dan tidak teratur. Kawasan pasar
yang berada di sepanjang jalan Sultan Alauddin meluas hingga ke tepian kanal
dan jalan Andi Tonro menjadikan kawasan ini padat dengan aktivitas
ekonomi. Banyaknya aktivitas yang tidak didukung oleh fasilitas persampahan
yang layak menjadikan kawasan ini sangat tercemar. Hal ini kemudian yang
menjadikan kawasan ini terlihat kumuh. Oleh karena itu, diperlukan penataan
kawasan pasar di kawasan ini.

Gambar 5.3 Peta Pasar Pa’baeng-baeng


Sumber: RTRW Kota Makassar

43
GRAFIK HIERARKI PERENCANAAN

FENOMENA
AKIBAT
Perluasan pasar PERENCANAAN
yang tidak menurunnya
teratur kualitas Menata kembali
lingkungan pasar.
mengakibatkan
terjadinya
kekumuhan

5.2 Skenario II
Skenario penanganan yang kedua adalah strategi penanganan aspek
ekonomi. Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa ibu-ibu di kawasan
penelitian berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dalam kondisi tersebut
seharusnya ibu-ibu tersebut bisa memanfaatkan waktu luangnya agar lebih
produktif. Adapun arahan perencanaan untuk aspek ekonomi di Permukiman
Kumuh Pa’baeng-baeng yaitu malalui Bina Usaha. Bina Usaha merupakan
peningkatan usaha masyarakat local melalui pemanfaatan potensi yang
dimilikinya.
Perencanaan ini berfokus kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak
memiliki pekerjaan sampingan. Upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat
kelompok-kelompok usaha rumah tangga. Dengan memanfaatkan
sumberdaya yang ada di kawasan tersebut contohnya sampah. Para ibu rumah
tangga yang ada di kawasan tersebut memiliki potensi besar untuk mengelolah
sampah-sampah yang ada sehingga memiliki nilai jual. Hal ini dapat berhasil
apabila pemerintah atau LSM mampu memberikan/mengadakan pelatihan

44
wirausaha untuk masyarakat yang ada di Permukiman Kumuh Pa’baeng-
baeng.
Adapun arahan perencanaan untuk aspek ekonomi yang dapat dilakukan
oleh pemerintah di Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng yaitu berfokus
kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Yaitu
dengan membuat kelompok-kelompok usaha rumah tangga (UKM). Dengan
memanfaatkan sumberdaya yang ada di kawasan tersebut contohnya sampah.
Para ibu rumah tangga yang ada di kawasan tersebut memiliki potensi besar
untuk mengelolah sampah-sampah yang ada sehingga memiliki nilai jual.

Gambar 5.4 Ilustrasi Perencanaan Bina Usaha


Sumber: Google, 2019

Beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam program ini, meliputi:

1. Fasilitas Pendamping:
Fasilitas pendamping berfungsi sebagai mediator antar masyarakat dengan
pemerintah, agar kegiatan/program ini dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
Pendampingan yang dilakukan oleh tenaga pendamping adalah pembinaan
terhadap UKM yang meliputi aspek produksi, pemasaran, teknologi dan
manajemen.
2. Fasilitas penyediaan alat produksi usaha

45
Fasilitasi Penyediaan Alat Produksi Usaha dianggarkan berdasarkan hasil
evaluasi yang dilakukan oleh tenaga pendamping. Sehingga alat-alat yang
perbantukan benarbenar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh UKM. Bantuan
peralatan bersifat stimulan yang nantinya UKM dapat melengkapi peralatan
usahanya secara mandiri apabila usahanya telah berkembang.
3. Fasilitas legalitas produk
Fasilitas ini diwujudkan dalam bentuk fasilitasi kepemilikan merek, fasilitasi
sertifikasi Penyuluhan Produk Industri Rumah Tangga (SP PIRT) dan
fasilitasi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
4. Penyelenggaraan pameran produk
Fasilitasi promosi yang dilakukan dinas bertujuan untuk :
 Memberikan kesempatan yang lebih luas kepada UKM untuk
mempromosikan produknya.
 Memperluas akses dan pangsa pasar
 Memperkenalkan produk UKM ke pasar lokal maupun internasional.

Pada eksisting yang ada di Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng, belum


ada kelompok-kelompok kerajinan tangan untuk mengolah sampah plastik
menjadi barang yang bernilai ekonomi, namun di Permukiman Kumuh
Pa’baeng-baeng ini sangat berpotensi untuk membuat usaha rumahan tersebut,
karena didukung dengan banyaknya ibu-ibu rumah tangga yang tidak
memiliki kerjaan dan hanya menghabiskan waktu dengan mengobrol semata
bersama para tetangga. Kemudian usaha rumahan ini juga didukung oleh
banyaknya bahan baku produk yang akan dibuat yaitu sampah plastik.

46
Gambar. 5.5 Hasil Daur Ulang Sampah
Sumber: Kompasiana.com

Gambar. 5.5 Hasil Daur Ulang Sampah menjadi Bunga


Sumber: Kompasiana.com

Adapun tahapan dalam pelaksanaan kegiatan ini, meliputi:

 Tahap pertama:
Pre elementary research ulang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian
apa saja yang harus dan akan dilakukan agar benar-benar menyelesaikan masalah
tentang keberadaan sampah di Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng. Dimana
pelaksanaan langsung ke tempat Ketua RW sebagai pejabat setempat sekaligus
survei lapangan langsung.

 Tahap Kedua:

47
Survei pra pelatihan dimaksudkan agar menyesuaikan bahan baku yang
berasal dari sampah anorganik yang paling banyak terdapat di wilayah
pengabdian dengan pelatihan produksi produk kreatif, agar dinilai tepat sasaran
dan benar-benar mampu mengurngi jumlah volume sampah yang ada.

 Tahap Ketiga:
Komunikasi pada calon peserta pelatihan dan pembahasan tempat pelatihan
serta bahan dan alat yang diperlukan. Peralatan disediakan oleh tim pengabdi
sedangkan bahan disediakan oleh peserta pelatihan.

 Tahap Keempat:
Ditindaklnajuti dengan program pengelompokan dan penentuan objek
sampah. Pelaksanaan kegiatan meliputi:

1. Berkeliling di Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng sekaligus


pembagian palstik polybag untuk memilah sampah yang anorganik
dengan yang organik. Dimaksudkan agar sampah organik silahkan
dibuang ke TPS sedangkan yang anorganik dikumpul untuk dijadikan
bahan dalam pembuatan kerajinan.
2. Penyuluhan langsung ke rumah-rumah yang sekiranya bersedia untuk
melakukan pemilahan secara individu.

 Tahap Kelima:

Persiapan pelatihan. Hal yang dilakukan seperti:

1. Menghubungi Pelatih sebagai pelatih untuk penyesuaian waktu dan


kesempatan untuk pelatihan;
2. Menghubungi ibu-ibu peserta pelatihan untuk meluangkan waktu
pelatihan yang telah disesuaikan;
3. Membeli peralatan yang dibutuhkan serta konsumsi yang sesuai;

48
4. Meminta izin pemilik lokasi yang sekiranya cocok untuk tempat
pelatihan;
5. Mengumumkan ke masyarakat luas jikalau ada peserta tambahan;
6. Menghubungi pihak RW dan karang taruna setempat untuk meminta
izin dan kontribusi.

 Tahap Keenam:

Pembuatan jadwal pelatihan, dimana program pelatihannya sebagai berikut:

N
PROGRAM PELATIHAN
O
Pelatihan pertama dilaksanakan dimana materi yang diberikan adalah
1 pengenalan produk dan bahan yang diperlukan serta penanganan dan persiapan
sebelum memulai produksi.
Pelatihan kedua dilaksanakan dengan agenda pembuatan tempat gelas minuman
2
berbahan dasar gelas minuman plastik.
Pelatihan ketiga dilaksanakan dengan konsentrasi ke pembuatan tas berbahan
3
dasar bungkus kopi instan.
Review pelatihan sebelum-sebelumnya ditambah dengan pembuatan bunga
4
berbahan dasar plastik kresek
Kampanye pemilahan sampah diadakan dengan maksud seluruh masyarakat di
5 Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng mampu sadar untuk memilah sampah
anorganik dengan sampah organik.

49
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil arahan perencanaan yang telah kami lakukan
meliputi:
1. Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng termasuk ke dalam kategori
permukiman kumuh tingkat sedang, sehingga tidak mengharuskan untuk
dilakukannya relokasi tapi lebih berfokus pada perencanaan fisik dan dan
perekonomian masyarakat di permukiman tersebut.
2. Arahan perencanaan fisik yang dapat dilakukan untuk Permukiman Kumuh
Pa’baeng-baeng berupa perbaikan jalan, penyediaan sarana persampahan serta
penyediaan sarana untuk drainase/limbah cairnya. Kemudian untuk arahan
perekonomiannya yaitu dengan pemanfaatan SDM (ibu-ibu rumah tangga)
dengan membuat suatu kelompok-kelompok usaha untuk membuat kerajinan-
kerajinan dari limbah plastik yang ada di kawasan permukiman tersebut guna
untuk menambah tingkat perekonomian masyarakatnya.

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan, berupa:

50
1. Untuk Pemerintah agar dapat merealisasikan arahan perencanaan yang telah
kami berikan guna untuk kesejahteraan masyarakat khususnya di Permukiman
Kumuh Pa’baeng-baeng.
2. Untuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) agar kiranya dapat membantu
pemerintah dalam proses perealisasian arahan perencanaan ini dengan cara
ikut berpartisipasi. Contohnya dengan menjadi pendamping-pendamping
masyarakat dalam kegiatan kelompok kerajinan tangan tersebut.

51
DAFTAR PUSTAKA

Anita Dianingrum, 2017. Perkembangan Program Perbaikan Kampung dan


Pemberdayaan Masyarakat di Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta
Karya 2015 Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh / VOLUME 1
PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PEDOMAN PENENTUAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENATAAN RUANG,
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DAN PEKERJAAN UMUM
(Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001)
Amalia, Andi Annisa.[2018]. KARAKTERISTIK HUNIAN PERMUKIMAN
KUMUH KAMPUNG SAPIRIA KELURAHAN LEMBO KOTA
MAKASSAR. Jurnal. National Academic Journal of Architecture. Vol 5 No 1
[Hal 13-22].
L, ARVIANSYAH. [2017]. Diakses pada web
http://repository.unpas.ac.id/15440/3/04.%20BAB%20I.pdf

Firmansyah. [2016]. Diakses pada web.


http://repository.unpas.ac.id/3595/2/002%20BAB%20II.pdf

Diakses pada web.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31741/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=9FB2AFB7FE4BD1439FCBC38FE1696938?
sequence=4

Surat Keputusan Walikota Makassar tentang Penetapan Kawasan Kumuh No:


050.05/1341/Kep/IV/2014

iv
LAMPIRAN

Lampiran I: RINGKASAN

ISSU
PERENCANAAN

ASPEK Infrastruktur tidak  Penyediaan sarana persampahan lingkungan


FISIK memadai  Peningkatan pelayanan jaringan
persampahan kota
 Penyediaan air bersih yang sesuai dengan
standar teknis untuk semua masyarakat
 Penyediaan ruang terbuka hijau di tepi kanal
 Perbaikan aspal/ paving/cor pada jalan
lingkungan.
 Perbaikan drainase yang tersumbat dan
mengalami kerusakan
 Pengerukan sampah jaringan drainase
Perluasan Pasar Menata kembali pasar ba’baeng-baeng sesuai
tidak teratur ketentuan dalam RTRW
ASPEK Masalah Ekonomi Program Bina Usaha.
NON FISIK Penduduk Bina Usaha merupakan peningkatan usaha
masyarakat melalui pemanfaatn potensi yang
dimiliki masyarakat disana. Perencanaan ini
berfokus pada ibu-ibu rumah tangga yang tidak
memiliki pekerjaan. Dengan memanfaatkan
sampah-sampah untuk dijadikan kerajinan
tangan sehingga memiliki nilai jual dan dapat
membantu penghasilan keluarganya.

Lampiran II KEKUATAN DAN KELEMAHAN PERENCANAAN

v
Kekuatan Kelemahan
Peningkatan kapasitas Perencanaan infrstruktur Perencanaan fisik
infrastruktur dapat mempermudah termasuk dalam kategori
kehidupan masyarakat. jangka panjang sehingga
Sekaligus meningkatkan perencanaan ini tidak bisa
kapasitas masyarakat baik dirasakan hasilnya dalam
dalam aspek ekonomi waktu dekat
maupun sosial.
Penataan Pasar  Penataan kawasan Masyarakat kesulitan
pasar agar mengikuti untuk mencari lokasi
aturan sesuai dengan tata berdagang
ruang menjadikan kawasan
permukiman menjadi lebih
tertata.
 Menjadi solusi untuk
mengatasi masalah
lingkungan.
Program Bina Usaha  Melibatkan masyarakat  Kemungkinan
dalam perencanaan. partisipasi masyarakat
 Meningkatkan ekonomi masih kurang
masyarakat.  Potensi lokal yang
 Memanfaatkan sumber tidak beragam
daya dengan baik.

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing aspek perencanaan


memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dari ke-3 aspek perencanaan tersebut,
yang paling layak untuk di terapkan saat ini adalah aspek perencanaan infrastruktur
guna. Hal ini dikarenakan infrastruktur dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
Setiap perencanaan memiliki keterkaiatan natar satu dengan yang lainnya.
Sehingga perencanaan semua aspek harus saling berkaitan untuk bisa memenuhi
perencanaan yang komprehensif.

vi

Anda mungkin juga menyukai