Studi Kasus:
Permukiman Kumuh Tepian Air Pa’baeng-baeng Kota Makassar
Oleh:
Kelompok 4
1
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….…….1
iii
4.5 Aspek Ekonomi……………….…………..……………………………….35
4.6 Aspek Sosial Dan Demografi……………….…………..…………………35
BAB VI PENUTUP……………………………….………………………..….47
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………iv
LAMPIRAN……………………………………………………………..……...vii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
pusat, swasta dan stakeholder terkait lainnya. Karakteristik kawasan kumuh di
Kota Makassar ditandai dengan bangunan hunian yang illegal dan tidak teratur,
adanya fasilitas umum dan prasana lingkungan permukiman yang belum memadai
dan tidak direncanakan secara detail untuk pertumbuhan kawasan permukiman,
tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih terutama daerah pesisir, jaringan drainase
lingkungan yang tidak terkoneksi dengan badan air, dan sistem pengelolaan dan
ketersediaan sarana dan prasarana persampahan yang tidak memadai.
Berdasarkan kajian terhadap Dokumen SIAP (Slum Improvement Action
Plan) Kota Makassar tahun 2017, tiga aspek kumuh dominan di Kota Makassar
adalah 45,36 % sistem sarana dan prasarana persampahan belum terolah, 41,09 %
kondisi drainase lingkungan tidak sesuai standar teknis serta 40,08 % kondisi
bangunan hunian belum memenuhi standar kelayakan. Ketiga aspek rata-rata
berada pada tipologi kumuh dataran rendah, pusat kota, bantaran kanal, tepi
sungai, kumuh sempadan pantai bahkan terdapat bangunan kumuh di atas sungai.
Salah satu contoh permukiman kumuh penduduk yaitu di Pa’baeng-baeng,
Kota Makassar. Kelurahan Pa’baeng-baeng merupakan kawasan kumuh yang di
tetapkan dalam SK Walikota Makassar sebagai kawasan kumuh kategori sedang.
Kumuhnya permukiman di Pa’baeng-baeng akibat aktifitas yang beragam,
sehingga menyebabkan lingkungan hunian menjadi tidak sehat dan tidak nyaman
untuk ditinggali. Sampah dan air limbah akibat aktifitas warga yang tidak dikelola
dengan baik, sehingga menyebabkan pemandangan yang kotor, dan kekumuhan
lingkungan juga disebabkan kurangnya fasilitas, sarana dan prasarana dan kurang
terpeliharanya sarana prasarana tersebut (jalan lingkungan, tempat sampah, MCK
umum) dan terlalu padatnya jumlah penduduk yang kurang seimbang dengan daya
tampung ruang hunian dan penataan yang kurang tepat. Oleh karena itu, penelitian
ini dilakukan di kawasan ini sebagai upaya untuk menata kawasan kumuh
Pa’baeng-baeng agar menjadi lebih baik dan berkualitas.
2
1.2.2 Bagaimana arahan penanganan kawasan kumuh di kelurahan Pa’baeng-
baeng kota Makassar?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain.
1.3.1 Untuk mengetahui kondisi permukiman kumuh di kelurahan Pa’baeng-
baeng kota Makassar?
1.3.2 Untuk membuat arahan penanganan kawasan kumuh di kelurahan
Pa’baeng-baeng kota Makassar?
1.4 MANFAAT
Mengetahui bagaimana kondisi permukiman kumuh di Pa’baeng-baeng Kota
Makassar, sehingga kita bisa menilai bagaimana tingkat kekumuhan yang ada di
kawasan tersebut. serta memberikan arahan penanganan yang tepat sesuai dengan
tingkat kekumuhan kawasan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan
tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas
menengah.
5
minim adalah pengejawantahan kemiskinan (Tjuk Kuswartojo,2005). Sedangkan
menurut Parsudi Suparlan permukiman kumuh adalah permukiman atau
perumahan orang-orang miskin kota yang berpenduduk padat, terdapat dilorong-
lorong yang kotor dan merupakan bagian dari kota secara kesuluruhan juga
disebut dengan wilayah pencemberan atau semerawut. Pengertian lain dari
permukiman kumuh juga diungkapkan oleh Johan Silas yaitu permukiman
kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang
proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam
menampungperkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan
lahan perkotaan.Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan
embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi
penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik,
lambat laun menjadi kumuh, yang menjadipenyebabnya adalah mobilitas sosial
ekonomi yang stagnan.
6
akui pula bahwa tumbuhnya permukimanpermukiman spontan dan
permukiman kumuh adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
proses urbanisasi.
1.3 Karakterisitik Perumahan Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh seringkali digambarkan dan identik sebagai
kawasan perumahan yang digambarkan memiliki lingkungan yang tidak teratur,
kotor, kurang sehat, tidak estetis yang keadaanya tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kota, serta berkaitan erat dengan kemiskinan. Menurut Soestrisno
(1998), secara umum lingkungan permukiman yang dikategorikan sebagai
permukiman kumuh, adalah lingkungan perumahan yang memiliki karakteristik
sebagai berikut :
Kondisi fisik lingkungannya tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan.
Kondisi bangunan yang sangat buruk serta bahan bangunan yang
digunakan adalah bahan bangunan semi permanen.
Kepadatan bangunan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) lebih besar
dari yang diizinkan, dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi yang
lebih dari 500 jiwa/ha.
Fungsi – fungsi rumah yang bercampur tidak jelas.
7
Lingkungan perumahan kumuh yang berada di lokasi yang menurut
rencana kota boleh dibangun untuk perumahan.
Ciri-ciri kawasan permukiman kumuh dalam kota, dapat ditinjau dari beberapa
sudut pandang seperti : karakteristik fisik, sosial ekonomi, dan budaya. Menurut
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum 1993/1994,
bahwa karakteristik fisik lingkungan, sosial ekonomi dan budaya pada kawasan
permukiman kumuh adalah sebagai berikut :
8
6. Kepadatan bangunan terbangun antara 70%-60%.
7. Tatanan bangunan ada sirkulasi tetapi kurang memenuhi syarat.
9
2. Hanya ada satu organisasi masyarakat seperti PKK, karang taruna,
koperasi, dll.
10
1. Penyediaan infrastruktur, seperti jaringan jalan, saluran sanitasi dan
drainase, jaringan air bersih, jaringan listrik.
2. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,
sosial masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
3. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiatan
informal penghuninya, serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan
air bersih dalam jangka panjang.
11
yang bersangkutan. Di Indonesia penerapan teknik ini dilakukan melalui
pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman.
Tujuan dari Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman
adalah menyediakan jalan akses, jalan setapak, saluran drainase, saluran
pembuangan limbah, air bersih, dan fasilitas – fasilitas sosial seperti sekolah dan
puskesmas, untuk melayani penduduk berpendapatan rendah dan menengah.
Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman merupakan
contoh yang cukup baik dalam memperhatikan pentingnya dukungan lokal dalam
implementasinya. Pada mulanya program ini bersifat top-down dalam
perancangannya, dimana aparat pemerintah melakukan analisa dan menetapkan
suatu solusi. Pada proses selanjutnya, disadari bahwa program ini sebaiknya
diorganisir dengan melibatkan masyarakat, baik dalam perencanaan,
pembangunan, maupun dalam pemeliharaan fasilitas kawasan. Malahan
pembiayaan program disalurkan melalui organisasi yang berbasis masyarakat
(community based organization). Penduduk menjadi lebih antusias dan mereka
juga mau menyumbangkan sejumlah dana bagi pembiayaan program (Choguill,
1994: 111).
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap 11 negara yang telah melaksanakan
proyek/program perbaikan perumahan dan permukiman, dapat disimpulkan hal –
hal sebagai berikut :
Program perbaikan perumahan dan permukiman relative lebih efektif
dalam segi pembiayaan, untuk situasi dimana terdapat pemerintah akan
perumahan dan sarana/prasarana pelayanan yang tinggi.
Proses pelaksanaan program relative mudah dan sederhana, sehingga
pelaksanaan program relative lebih cepat.
Implementasi komponen – komponen untuk memperbaiki status lahan
harus dilakukan secara seksama sehingga dapat meningkatkan rasa aman
bagi pemiliknya.
Mobilitas penduduk/tumah tangga relative meningkat.
Partisipasi masyarakat merupakan hal penting bagi berhasilnya
pelaksanaan program perbaikan perumahan dan permukiman ini,
12
meskipun demikian pengawasan terhadap pencapaian sasaran / harapan
program penting untuk diperhatikan.
2.6.1 Model I
Salah satu model penanganan permukiman kumuh adalah penanganan
berbasis peningkatan kualitas fisik, social, dan ekonomi masyarakat. Penanganan
permukiman kumuh dengan model ini terdiri atas beberapa program yang dikenal
dengan istilah perbaikan kampung. Menurut Dianingrum (2017), program
perbaikan kampung adalah upaya untuk memperbaiki kampung-kampung kumuh
di perkotaan yang muncul akibat adanya peningkatan pertumbuhan penduduk.
13
Program perbaikan kampung ini terdiri atas beberapa program diantaranya adalah
P2BPK, KIP-K, PLPBK, P2KP, Co-Build, RSDK, NUSSP dan PNPM Mandiri.
14
berpenghasilan rendah dengan menurunkan biaya penyediaan perumahan
melalui pembangunan perumahan yang dilakukan secara bertahap dan
berurutan.
Program Rehabilitas Sosial Daerah Kumuh (RSDK) merupakan program
pembangunan berdasar pada partisipasi masyarakat (community based
development). Dimana pelaksanaan program diarahkan untuk melakukan
pemberdayaan kepada warga masyarakat setempat agar dapat meningkatkan
kondisi sosial ekonomi dan lingkungannya secara mandiri dan berkelanjutan.
Program Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP)
merupakan program perningkatan kualitas lingkungan permukiman
masyarakat miskin perkotaan melalui kelembagaan local.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perumahan dan
Permukiman (PNPM- Mandiri Perkim) adalah bagian dari pelaksanaan
PNPM-Mandiri melalui fasilitasi berbagai kegiatan yang terkait dengan
bidang perumahan dan permukiman dalam upaya menumbuh kembangkan
kemampuan masyarakat dalam peningkatan kualitas rumah dan perumahan,
pemenuhan kebutuhan rumah dan perumahan serta peningkatan kualitas
permukiman yang berbasis pemberdayaan masyarakat (PERMEN Perumahan
Rakyat No.05 Tahun 2009).
Program Kampung Ungulan dari Pemerintah Kota Surabaya merupakan
bentuk inovasi dari gerakan “one village one product” yang dikembangkan
oleh pemerintah pusat. Dimana program ini merupakan salah satu bentuk
upaya untuk mengembangkan ekonomi masyarakat kampung (Bappeko,
2011).
Program kotaku (kota tanpa kumuh) adalah program penataan permukiman
kumuh dengan berbasis partisipasi komunitas untuk mengurangi luas
permukiman kumuh di kota Makassar
Kota Surabaya adalah salah satu kota yang memiliki sejarah panjang dan telah
berhasil dalam melaksanakan Program Perbaikan Kampung.
15
Sumber: Dianingrum, 2017
2.6.2 Model II
Model penanganan kawasan kumuh yang kedua adalah penataan berbasis
pariwisata. Model penanganan ini dilakukan dengan melihat potensi daya tarik
yang dimiliki oleh suatu kawasan kumuh untuk dikembangkan menjadi sebuah
objek wisata yang baru.
Salah satu kota yang telah menerapkan model ini adalah Kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota budaya melakukan penanganan
kawasan kumuh Kali Code dengan meningkatkan objek daya tarik sungai untuk
membuat objek wisata yang baru berbasis budaya di bantaran Kali Code.
16
kereta. Maka dikembangkan kota baru di kota-kota sekitarnya dengan
mengembangkan jaringan kereta untuk akses ke pusat kota,” jelasnya.
Sudah ada beberapa kota baru yang dibangun di kawasan kota
metropolitan Tokyo. Di antaranya adalah Tama New Town (NT), Tama Garden
City, Chiba NT, Kohoku NT, Kaihin NT, dan Kashiwa no Ha. Semua kota baru
ini terhubung dengan jaringan kereta api.
Tama New Town yang terletak sekitar 30 kilometer bagian barat pusat
Tokyo. Telah dibangun perumahan atas inisiatif publik. Dengan menyediakan
tempat tinggal bagi 340.000 jiwa dan dilengkapi dengan dua jaringan kereta
untuk mengakses ke pusat kota,” ujarnya.
Bahkan dengan undang-undang yang baru, pembangunan kereta harus
diintegrasikan dengan kawasan pemukiman. Setelah itu, baru dibangun fasilitas
komersial di sepanjang area jaringan kereta.
“Dengan pembangunan dalam konsep TOD tersebut, tidak hanya dapat
meningkatkan jumlah penduduk di sekitar jaringan kereta, tetapi juga dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan kereta serta peningkatan ekonomi di
wilayah tersebut. Juga dapat mendorong masyarakat menggunakan kereta dan
menciptakan peluang kerja baru di wilayah itu,” paparnya. Jadi, tambahnya,
pembangunan kota baru dengan konsep TOD merupakan kekuatan terbesar di
Jepang dalam membangun kota. Izumi berharap pengalaman ini bisa menjadi
referensi bagi Indonesia, khususnya kota Jakarta yang memiliki permasalahan
sama dengan Jepang.
2.7.2 Singapura
17
Gambar 2.3 Rumah Susun di Singapura
Sumber: Google, 2019
Pembangunan gedung rumah susun jelas membutuhkan lahan tidak
sedikit. Sama halnya di Indonesia, masyarakat di Singapura juga memiliki banyak
alasan untuk tetap mempertahankan rumah huniannya. Tidak cuma lahan, unit
rusunnya dilengkapi dengan perabotan rumah tangga dan dapat subsidi.
Pemerintah mengakui metode seperti itu memakan dana luar biasa tinggi, namun
hasilnya sebanding. Warga yang tinggal di rusun kualitas hidupnya meningkat
drastis dibanding sebelumnya, dan perbaikan itu dilihat oleh warga yang masih
bertahan di kampung-kampung kumuh.
Pemerintah Singapura juga memperbaiki prosedur dan perencanaan jangka
panjang pembangunan rumah susun. Kini sebelum gedung rumah susun siap
dihuni maka terlebih dahulu dibangun pasar, sekolah, jalur kendaraan umum dan
stasiun MRT di dekatnya. Termasuk ruang terbuka hijau di sekelilingnya.
Sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak pindah ke rumah susun karena jauh
dari pasar, tempat bekerja dan sekolah anak-anak. Kekhwatiran itu dijawab
terlebih dahulu dengan menyiapkan infrastruktur transportasi, disusul pasar,
sekolah dan klinik.
Kemudahan lain adalah kredit lunas kepemilikan unit rumah susun bagi
setiap pasangan pengantin baru. Mereka didorong membeli unit rumah susun
minimal dua dan tiga kamar tidur agar ketika anak-anaknya beranjak dewasa tidak
perlu repot mencari unit rumah susun yang lebih besar. Khusus bagi pasangan
berpenghasilan rendah, diberikan subsidi kredit kepemilikan untuk pembelian
pertama rumah susun murah. Juga ada skema bantuan bagi manula yang hidup
sendiri karena pasangannya sudah meninggal dunia dan anak-anaknya hidup
terpisah. Sedangkan untuk mensiasati keterbatasan lahan, pembangunan gedung
baru rumah susun diproyeksikan di lahan hasil reklamasi. Wilayah laut yang
diurug adalah teluk dan selat kecil antar kepulauan.
18
BAB III
GAMBARAN UMUM
19
Kelurahan Pa’baeng-baeng, Kecamatan Tamalate, tepatnya di Jl. Andi Tonro.
Permukiman ini terletak di daerah sempadan Kanal Jongaya. Memiliki luas 1,29
Ha dan terdiri dari 84 rumah.
20
Gambar 3.2 Peta Permukiman Pa’Baeng-baeng
Sumber: Digitasi Penulis, 2019
21
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Selanjutnya adalah kondisi bangunan rumah. Jenis rumah di kawasan
Pa’baeng-baeng adalah rumah permanen (39), rumah semi permanen (27), dan
rumah non permanen (18). Adapun material bangunan terdiri atas rumah batu,
seng, dan kayu. Sebagian besar material rumah di kawasan ini mudah terbakar.
Selain itu, pembangunan permukiman tidak sesuai persyaratan dimana tidak
mengikuti standar Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan
(KLB), Garis Sempadan Jalan (GSJ), dan Koefisien Daerah Hijau (KDH).
24
jaringan jalan lingkungan di kawasan Pa’baeng-baeng telah mengikuti standar
pelayanan minimunnya. Selain itu, jika dibandingkan dengan cakupan lebar jalan.
Dimana lebar jalan lingkungan sesuai standar pelayanan minimum (SPM) adalah
2-5 m (KepMen No. 534/KPTS/M/ 2001). Berdasarkan kondiri eksisting, lebar
jalan di kawasan ini hanya mencapai 1-2,5 m. Adapun kondisi permukaan jalan di
kawasan Pa’baeng-baeng mengalami beberapa kerusakan. Jalan yang mengalami
kerusakan dan menyebabkan banyak titik genangan air di sepanjang jalan.
25
Gambar 4.4 Kondisi Jalan Lingkungan
Sumber: Digitasi Penulis, 2019
26
4.1.4 Kondisi Drainase Lingkungan
Terdapat 5 parameter untuk mengukur kesesuaian drainase lingkungan di
kawasan kumuh diantaranya ketidakmampuan mengalirkan limpasan air,
ketidaktersediaan drainase, ketidakterhubungan dengan sistem drainase perkotaan,
tidak terpeliharanya drainase, kualitas konstruksi drainase. Berdasarkan hasil
observasi, drainase lingkungan di kawasan Pa’baeng-baeng terpenuhi untuk semua
rumah. Jaringan drainase mengikuti jaringan jalan lingkungan yang tersedia. Drainase
yang tersedia yaitu drainase tersier dan drainase sekunder yang langsung terhubung
dengan drainase primer yaitu Kanal Jongaya.
Tidak semua drainase di kawasan ini memiliki kemampuan mengalirkan air
dengan baik. Dimana kurang dari 30% drainase yang tidak mampu mengalirkan air
karena drainasenya banyak dipenuhi oleh sampah. Namun berdasarkan keterangan
masyarakat tidak pernah terjadi genangan diatas 30 cm di kawasan ini. Selain itu,
kondisi drainase sangat kotor dan banyak dipenuhi oleh sampah plastik. Akibatnya
adalah kawasan menjadi sangat berbau dan kotor. Selain itu, konstruksi drainase di
kawasan ini juga mengalami kerusakan dan memiliki kualitas konstruksi yang buruk.
27
Gambar 4.6 Peta Drainase Lingkungan
Sumber: Digitasi Penulis, 2019
28
4.1.5 Kondisi Pengolahan Air Limbah
Tidak tersedia sarana pengolahan limbah di kawasan kumuh pa’baeng-baeng.
Masyarakat langsung membuang limbah cairnya ke drainase dan langsung mengalir
ke kanal yang menimbulkan bau tak sedap di sepanjang kanal.
29
Di kawasan permukiman padat seperti di kawasan penelitian tentu
membutuhkan sistem proteksi kebakaran mengingat kawasan padat sangat rentan
terhadap bencana kebakaran. Namun berdasarkan kondisi eksisting di kawasan ini
tidak tersedia sistem proteksi kebakaran.
30
4.2 Skoring Tingkat Kekumuhan
SK KONDISI AWAL
ASPEK KRITERIA PARAMATER
OR PERSEN NILAI
Kondisi Ketidakteratura 76%-100% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 5
Bangunan n bangunan 51%-75% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 3 0,5% 0
Gedung 25%-50% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 1
Kepadatan 76%-100% Bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 5
bangunan 51%-75% Bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 3 100% 5
25%-50% Bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 1
Ketidaksesuaian 76%-100% bangunan pada lokasi tidak memenuhi persyaratan teknis 5
dengan 51%-75% bangunan pada lokasi tidak memenuhi persyaratan teknis 3
90% 5
persyaratan 25%-50% bangunan pada lokasi tidak memenuhi persyaratan teknis
1
teknis bangunan
Kondisi Cakupan 76%-100% area tidak dilayani oleh jaringan jalan lingkungan 5
Jalan Pelayanan jalan 51%-75% area tidak dilayani oleh jaringan jalan lingkungan 3 - 0
Lingkung lingkungan 25%-50% area tidak dilayani oleh jaringan jalan lingkungan 1
an Kualitas 76%-100% Area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 5
permukaan 51%-75% Area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 3
25%-50% Area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 80% 5
jalan
1
lingkungan
31
SK KONDISI AWAL
ASPEK KRITERIA PARAMATER
OR PERSEN NILAI
Kondisi Ketersediaan 76%-100% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 5
Penyedia akses aman air 51%-75% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 3 25% 1
an Air minum 25%-50% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 1
Minum Tidak 76%-100% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 5
terpenuhinya 51%-75% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum 3
kebutuhan air 25%-50% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum - 0
minum 1
Kondisi Ketidakmampu 76%-100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasnya 5
Drainase an mengalirkan 51%-75% area terjadi genangan >30 cm, >2 jam >2x setahun 3 - 0
Lingkung limpasan air 25%-50% area terjadi genangan >30 cm, >2 jam >2x setahun 1
an Ketidaktersedia 76%-100% area tidak tersedia drainase lingkungan 5
an drainase 51%-75% area tidak tersedia drainase lingkungan 3 - 0
25%-50% area tidak tersedia drainase lingkungan 1
Ketidakterhubun 76%-100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasnya 5
gan dengan 51%-75% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasnya 3
- 0
system drainase 25%-50% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hierarki diatasny
1
perkotaan
Tidak 76%-100% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 5
terpeliharanya 51%-75% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 3 99% 5
drainase 25%-50%area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 1
Kualitas 76%-100% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk 5
konstruksi 51%-75% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk 3 25% 1
drainase 25%-50%area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk 1
Kondisi Sistem 76%-100% area memiliki system air limbah yang tidak sesuai standar teknis 5 100% 5
Pengelolaan Air 51%-75% area memiliki system air limbah yang tidak sesuai standar teknis 3
32
25%-50%area memiliki system air limbah yang tidak sesuai standar teknis
1
Limbah tidak
sesuai standar
Prasarana dan 76%-100% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai persyaratan
sarana
5
teknis
Pengelola pengelolaan air 51%-75% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai persyaratan
3 100% 5
an Air limbah tidak teknis
Limbah sesuai dengan 25%-50% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai persyaratan
persyaratan teknis 1
teknik
Kondisi Prasarana dan 76%-100% area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan ynag tidak
5
Pengelola sarana memenuhi persyarakatan teknis
an persampahan 51%-75% area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan ynag tidak
3 100% 5
Persampa tidak sesuai memenuhi persyarakatan teknis
dengan 25%-50% area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan ynag tidak
han
persyaratan memenuhi persyarakatan teknis 1
teknis
System 76%-100% area memiliki system persampahan tidak sesuai standar 5
pengelolaan 51%-75% area memiliki system persampahan tidak sesuai standar 3
persampahan 25%-50% area memiliki system persampahan tidak sesuai standar
100% 5
yang tidak sesuai
1
dengan standar
teknis
Tidak 76%-100% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 5
terpeliharanya 51%-75% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 3
sarana dan 25%-50%area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara
100% 5
prasarana
1
pengelolaan
persampahan
Kondisi Ketidaktersedia 76%-100% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 5 100% 5
33
Proteksi an prarasana 51%-75% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 3
Kebakara proteksi 25%-50% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran
1
n kebakaran
Ketidaktersedia 76%-100% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 5
an sarana 51%-75% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 3
25%-50% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 100% 5
proteksi
1
kebakaran
Jumlah Skor 57
71-95 Kumuh Berat
45-70 Kumuh Sedang
19-44 Kumuh Ringan
34
4.3 ASPEK SARANA
Letak peribadatan di kawasan ini terletak di tengah-tengah kawasan
permukiman sehingga masyarkat dapat menjangkaunya dengan berjalan kaki dan
bersepeda motor. Kawasan ini memiliki beberapa mesjid, meliputi:Mesjid Nurul
Yaqien Pa’baeng-baeng, Mesjid Nurul Muhammad ,Mesjid Graha Modern Jay
Mesjid Nurul Muhammad dan Mesjid Nurul badar
Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kawasan ini diantaranya meliputi
STKIP YPUP Makassar, STIE Tri Dharma Nusantara, Kompleks Brimob, YPUP
Vocational High School Makassar, SD INPRES Andi Tonro Makassar, Marko
Brimob Batalyon, dan A.Madrasah Ibtidayah AL-Abrar. Adapun sarana kesehatan
yang terdapat di kawasan ini meliputi Puskesmas Jongaya yang dimana letak
puskesmas ini mudah dijangkau oleh masyarakat Pa’baeng-baeng.
35
dari luar kota makassar. Adapun harga sewa kost per bulan yaitu sebesar Rp.
500.000,-.
36
Pekerjaan masyarakat di kawasan ini didominasi oleh pedagang. Mulai dari
pedagang sayuran, ikan, bahan pangan, penjual buah dan penjual bahan campuran.
Hal ini dikarenakan kawasan ini dekat dengan pasar kota. Dimana ada beberapa yang
menjadikan rumah mereka sebagai tempat menjual, adapula yang menjual di pasar
Pa’baeng-baeng dan ada juga yang menjual jauh dari tempat tinggalnya. Selebihnya,
masyarakat yang ada di kawasan ini bermata pencaharian sebagai buruh kerja harian,
tukang bentor, dan kerja di sektor swasta.
Adapun jarak tempat kerja dengan tempat tinggal bervariasi. Ada yang bekerja
dan membuka usaha di kawasan tempat tinggal. Adapula yang bekerja jauh dari
kawasan tempat tinggal misalnya di Jl. Abdul Daeng Sirua dan Jl. A. Yani.
Berdasarkan keterangan masyarakat, beberapa ibu-ibu yang suaminya bekerja di luar
daerah misalnya di Pulau Jawa.
37
Gambar 4.14 Kondisi Sosial Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Pribadi,2019
BAB V
38
STRATEGI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH
39
Gambar 5.1 Peta Rencana Perbaikan Drainase
Sumber: Digitasi Penulis, 2019
40
Gambar 5.2 Peta Rencana Perbaikan Jaringan Jalan dan Ruang Terbuka Hijau
Sumber: Digitasi Penulis, 2019
41
42
5.1.2 Strategi Penanganan Pasar Pa’baeng-baeng
Strategi fisik yang kedua dalam penanganan permukiman kumuh di
Pa’baeng-baeng adalah penataan pasar. Fenomena yang terjadi adalah
perluasan pasar yang tidak teratur di kawasan ini merubah fungsi kawasan dan
menjadikan kawasan menjadi sangat padat dan tidak teratur. Kawasan pasar
yang berada di sepanjang jalan Sultan Alauddin meluas hingga ke tepian kanal
dan jalan Andi Tonro menjadikan kawasan ini padat dengan aktivitas
ekonomi. Banyaknya aktivitas yang tidak didukung oleh fasilitas persampahan
yang layak menjadikan kawasan ini sangat tercemar. Hal ini kemudian yang
menjadikan kawasan ini terlihat kumuh. Oleh karena itu, diperlukan penataan
kawasan pasar di kawasan ini.
43
GRAFIK HIERARKI PERENCANAAN
FENOMENA
AKIBAT
Perluasan pasar PERENCANAAN
yang tidak menurunnya
teratur kualitas Menata kembali
lingkungan pasar.
mengakibatkan
terjadinya
kekumuhan
5.2 Skenario II
Skenario penanganan yang kedua adalah strategi penanganan aspek
ekonomi. Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa ibu-ibu di kawasan
penelitian berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dalam kondisi tersebut
seharusnya ibu-ibu tersebut bisa memanfaatkan waktu luangnya agar lebih
produktif. Adapun arahan perencanaan untuk aspek ekonomi di Permukiman
Kumuh Pa’baeng-baeng yaitu malalui Bina Usaha. Bina Usaha merupakan
peningkatan usaha masyarakat local melalui pemanfaatan potensi yang
dimilikinya.
Perencanaan ini berfokus kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak
memiliki pekerjaan sampingan. Upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat
kelompok-kelompok usaha rumah tangga. Dengan memanfaatkan
sumberdaya yang ada di kawasan tersebut contohnya sampah. Para ibu rumah
tangga yang ada di kawasan tersebut memiliki potensi besar untuk mengelolah
sampah-sampah yang ada sehingga memiliki nilai jual. Hal ini dapat berhasil
apabila pemerintah atau LSM mampu memberikan/mengadakan pelatihan
44
wirausaha untuk masyarakat yang ada di Permukiman Kumuh Pa’baeng-
baeng.
Adapun arahan perencanaan untuk aspek ekonomi yang dapat dilakukan
oleh pemerintah di Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng yaitu berfokus
kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Yaitu
dengan membuat kelompok-kelompok usaha rumah tangga (UKM). Dengan
memanfaatkan sumberdaya yang ada di kawasan tersebut contohnya sampah.
Para ibu rumah tangga yang ada di kawasan tersebut memiliki potensi besar
untuk mengelolah sampah-sampah yang ada sehingga memiliki nilai jual.
1. Fasilitas Pendamping:
Fasilitas pendamping berfungsi sebagai mediator antar masyarakat dengan
pemerintah, agar kegiatan/program ini dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
Pendampingan yang dilakukan oleh tenaga pendamping adalah pembinaan
terhadap UKM yang meliputi aspek produksi, pemasaran, teknologi dan
manajemen.
2. Fasilitas penyediaan alat produksi usaha
45
Fasilitasi Penyediaan Alat Produksi Usaha dianggarkan berdasarkan hasil
evaluasi yang dilakukan oleh tenaga pendamping. Sehingga alat-alat yang
perbantukan benarbenar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh UKM. Bantuan
peralatan bersifat stimulan yang nantinya UKM dapat melengkapi peralatan
usahanya secara mandiri apabila usahanya telah berkembang.
3. Fasilitas legalitas produk
Fasilitas ini diwujudkan dalam bentuk fasilitasi kepemilikan merek, fasilitasi
sertifikasi Penyuluhan Produk Industri Rumah Tangga (SP PIRT) dan
fasilitasi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
4. Penyelenggaraan pameran produk
Fasilitasi promosi yang dilakukan dinas bertujuan untuk :
Memberikan kesempatan yang lebih luas kepada UKM untuk
mempromosikan produknya.
Memperluas akses dan pangsa pasar
Memperkenalkan produk UKM ke pasar lokal maupun internasional.
46
Gambar. 5.5 Hasil Daur Ulang Sampah
Sumber: Kompasiana.com
Tahap pertama:
Pre elementary research ulang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian
apa saja yang harus dan akan dilakukan agar benar-benar menyelesaikan masalah
tentang keberadaan sampah di Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng. Dimana
pelaksanaan langsung ke tempat Ketua RW sebagai pejabat setempat sekaligus
survei lapangan langsung.
Tahap Kedua:
47
Survei pra pelatihan dimaksudkan agar menyesuaikan bahan baku yang
berasal dari sampah anorganik yang paling banyak terdapat di wilayah
pengabdian dengan pelatihan produksi produk kreatif, agar dinilai tepat sasaran
dan benar-benar mampu mengurngi jumlah volume sampah yang ada.
Tahap Ketiga:
Komunikasi pada calon peserta pelatihan dan pembahasan tempat pelatihan
serta bahan dan alat yang diperlukan. Peralatan disediakan oleh tim pengabdi
sedangkan bahan disediakan oleh peserta pelatihan.
Tahap Keempat:
Ditindaklnajuti dengan program pengelompokan dan penentuan objek
sampah. Pelaksanaan kegiatan meliputi:
Tahap Kelima:
48
4. Meminta izin pemilik lokasi yang sekiranya cocok untuk tempat
pelatihan;
5. Mengumumkan ke masyarakat luas jikalau ada peserta tambahan;
6. Menghubungi pihak RW dan karang taruna setempat untuk meminta
izin dan kontribusi.
Tahap Keenam:
N
PROGRAM PELATIHAN
O
Pelatihan pertama dilaksanakan dimana materi yang diberikan adalah
1 pengenalan produk dan bahan yang diperlukan serta penanganan dan persiapan
sebelum memulai produksi.
Pelatihan kedua dilaksanakan dengan agenda pembuatan tempat gelas minuman
2
berbahan dasar gelas minuman plastik.
Pelatihan ketiga dilaksanakan dengan konsentrasi ke pembuatan tas berbahan
3
dasar bungkus kopi instan.
Review pelatihan sebelum-sebelumnya ditambah dengan pembuatan bunga
4
berbahan dasar plastik kresek
Kampanye pemilahan sampah diadakan dengan maksud seluruh masyarakat di
5 Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng mampu sadar untuk memilah sampah
anorganik dengan sampah organik.
49
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil arahan perencanaan yang telah kami lakukan
meliputi:
1. Permukiman Kumuh Pa’baeng-baeng termasuk ke dalam kategori
permukiman kumuh tingkat sedang, sehingga tidak mengharuskan untuk
dilakukannya relokasi tapi lebih berfokus pada perencanaan fisik dan dan
perekonomian masyarakat di permukiman tersebut.
2. Arahan perencanaan fisik yang dapat dilakukan untuk Permukiman Kumuh
Pa’baeng-baeng berupa perbaikan jalan, penyediaan sarana persampahan serta
penyediaan sarana untuk drainase/limbah cairnya. Kemudian untuk arahan
perekonomiannya yaitu dengan pemanfaatan SDM (ibu-ibu rumah tangga)
dengan membuat suatu kelompok-kelompok usaha untuk membuat kerajinan-
kerajinan dari limbah plastik yang ada di kawasan permukiman tersebut guna
untuk menambah tingkat perekonomian masyarakatnya.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan, berupa:
50
1. Untuk Pemerintah agar dapat merealisasikan arahan perencanaan yang telah
kami berikan guna untuk kesejahteraan masyarakat khususnya di Permukiman
Kumuh Pa’baeng-baeng.
2. Untuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) agar kiranya dapat membantu
pemerintah dalam proses perealisasian arahan perencanaan ini dengan cara
ikut berpartisipasi. Contohnya dengan menjadi pendamping-pendamping
masyarakat dalam kegiatan kelompok kerajinan tangan tersebut.
51
DAFTAR PUSTAKA
iv
LAMPIRAN
Lampiran I: RINGKASAN
ISSU
PERENCANAAN
v
Kekuatan Kelemahan
Peningkatan kapasitas Perencanaan infrstruktur Perencanaan fisik
infrastruktur dapat mempermudah termasuk dalam kategori
kehidupan masyarakat. jangka panjang sehingga
Sekaligus meningkatkan perencanaan ini tidak bisa
kapasitas masyarakat baik dirasakan hasilnya dalam
dalam aspek ekonomi waktu dekat
maupun sosial.
Penataan Pasar Penataan kawasan Masyarakat kesulitan
pasar agar mengikuti untuk mencari lokasi
aturan sesuai dengan tata berdagang
ruang menjadikan kawasan
permukiman menjadi lebih
tertata.
Menjadi solusi untuk
mengatasi masalah
lingkungan.
Program Bina Usaha Melibatkan masyarakat Kemungkinan
dalam perencanaan. partisipasi masyarakat
Meningkatkan ekonomi masih kurang
masyarakat. Potensi lokal yang
Memanfaatkan sumber tidak beragam
daya dengan baik.
vi