5.1
besar
kemungkinan
pencapaian
ruang-ruang
tersebut
maka
semakin
tinggi
5-1
Pola grid pada zona perumahan ini diintegrasikan dengan pengembangan ruang
terbuka hijau dan selanjutnya diatur melalui peraturan zonasi.
5.1.1
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional
atau antara pusat kegiatan nasional (PKN) dengan pusat kegiatan wilayah (PKW).
Pengembangan jalan arteri primer harus sesuai persyaratan teknis meliputi:
a. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit
11 (sebelas) meter.
b. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.
c. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
d. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga
ketentuan harus tetap terpenuhi.
e. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus
memenuhi ketentuan.
f.
5-2
lintas cepat, jalan akses dibatasi, pengaturan jalan masuk dan gangguan samping
yang minimal.
Gambar 5.1
Peta Rencana Jaringan Jalan Kawasan Perencanaan
5-3
Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan arteri primer dan jalan bebas
hambatan di kawasan perencanaan, meliputi:
1. Jalan bebas hambatan Balikpapan Samarinda Bontang Sangatta KIPI
Maloy.
2. Ruas jalan Bontang - Sangatta.
5.1.2
Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan
nasional (PKN) dengan pusat kegiatan lokal (PKL), antar pusat kegiatan wilayah
(PKW), atau antara pusat kegiatan wilayah (PKW) dengan pusat kegiatan lokal (PKL).
Pengembangan jalan kolektor primer harus sesuai persyaratan teknis meliputi:
a. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit
9 (sembilan) meter.
b. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.
c. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan.
d. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu.
e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan kolektor primer di kawasan
perencanaan, yaitu ruas jalan akses masuk Kota Bontang dari Nyerakat (Kelurahan
Bontang Lestari) ke arah Trans Kalimantan Timur, pengembangan jalan kota diarahkan
ke Kelurahan Bontang Lestari, dan pengembangan jalan lingkar pesisir (coastal road).
5.1.3
Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan
5-4
lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
Pengembangan jalan lokal primer harus sesuai persyaratan teknis meliputi:
a. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua
puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma
lima) meter.
b. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.
Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan lokal primer di kawasan perencanaan,
yaitu:
1. Ruas jalan Simpang 3 Kantor Kecamatan Teluk Pandan- Kantor Kecamatan Teluk
Pandan;
2. Ruas jalan Simpang 3 Desa Sukarahmat- Kantor Simpang 3 Desa Sukarahmat.
5.1.4
5-5
e. Saluran jaringan air bersih dan telepon dengan lebar 0,75 m di kedua sisi jalan
terletak dijalur hijau.
5.1.5
perencanaan
prasarana
pada
jaringan
transportasi
di
kawasan
5-6
g. Di area pusat kegiatan pada unit kecamatan (120.000 penduduk) sekurangkurangnya harus ada pangkalan kendaraan umum jenis angkutan kecil yang
dapat meneruskan penumpang ke pusat-pusat kegiatan atau ke pusat-pusat
lingkungan hunian dengan catatan tidak menerobos daerah perumahan dan
tidak mangkal di pusat lingkungan. Luas pangkalan angkot ini sekurangkurangnya 500 m2.
Berdasarkan ketentuan dan persyaratan diatas, rencana pengembangan terminal
penumpang tipe B dapat berlokasi pada simpul kegiatan dan mobilitas penduduk
pada kawasan perencanaan, dengan cakupan pelayanan angkutan perkotaan atau
angkutan perdesaan. Pengembangan terminal tipe B di kawasan perencanaan,
Kota Bontang bekerjasama dan berlokasi di Kabupaten Kutai Timur.
B. Rencana Pengembangan Halte
Halte adalah tempat perhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan
dan/atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. Penempatan
halte diintegrasikan dengan pusat pusat bangkitan dan tujuan perjalanan (sekolah,
pasar, pertokoan, ruang terbuka publik dsb). Fungsi halte dikembangkan untuk
menampung kegiatan yang saling melengkali seperti telepon umum, kios minuman
dan koran, serta dilengkapi dengan bangku tempat duduk serta daftar rute
angkutan umum. Persyaratan umum penempatan halte adalah :
1) berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
2) terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki);
3) diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;
4) dilengkapi dengan rambu petunjuk;
5) tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas.
Penentuan jarak antara halte dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Jarak Halte Terhadap Zona Kegiatan
Zona
CBD, Kota
Kota
300 400
Lokasi
5-7
Kota
Pinggiran
300 500
Pinggiran
500 1000
Zona
Permukiman
4
5
Lokasi
Keterangan : *) Jarak 200 m dipakai bila sangat diperlukan saja, sedangkan jarak umumnya 300 m.
Pengembangan tata letak halte terhadap ruang lalu lintas sebagai berikut:
a. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah
100 meter.
b. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada
panjang antrean.
c. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang membutuhkan
ketenangan adalah 100 meter.
d. Peletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah
persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside), sebagaimana
Gambar 5.2. Peletakan di ruas jalan dapat dilihat Gambar 5.3. sedangkan
protoipe halte dapat dilihat Gambar 5.4.
Gambar 5.2
Peletakan Tempat Perhentian (Halte)
Di Pertemuan Jalan Simpang Tiga dan Simpang Empat
5-8
Gambar 5.3
Tata Letak Halte Pada Ruas Jalan
Gambar 5.4
Prototipe Tata Letak Halte Pada Ruas Jalan
C. Rencana Pengembangan Ruang Parkir
Parkir didalam kawasan direncanakan untuk ditampung pada parkir di dalam
halaman atau di dalam persil (off-street) dan parkir di dalam ruas milik jalan (onstreet).
a. Parkir di Dalam Persil (off street)
Pada ruas jalan kolektor primer dan ruas jalan lokal primer/sekunder,
penyediaan ruang parkir direncanakan dengan sistem off street di depan
pertokoan dan perkantoran yang dikembangkan di sepanjang jalan dengan
memanfaatkan ruang GSB. Hal ini dimaksudkan untuk memberi ruang yang
lebih luas kepada pejalan kaki. Konsekuensi daripada penataan ruang parkir ini
adalah pembentukan hubungan yang erat melalui pengaturan jalur pejalan kaki
antar kantong parkir dengan tujuan perjalanan.
DRAFT LAPORAN AKHIR
5-9
5-10
Lebih jelasnya mengenai desain geometri di dalam persil (off street) dapat
dilihat Gambar 5.5 dan prototipe dapat dilihat Gambar 5.6.
Gambar 5.5
Desain Geometri Parkir Di Dalam Persil (Off-Street)
a. Bangunan Parkir
b. Pelataran Parkir
Gambar 5.6
Prototipe Bangunan Parkir dan Pelataran Parkir
b. Parkir di Ruas Milik Jalan (On-Street)
Parkir di ruang milik jalan diatur berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1. Parkir di ruang milik jalan, hanya diperkenankan pada:
a. jalan lokal dan kolektor;
b. kawasan dengan penggunaan lahan sekitarnya adalah perdagangan,
jasa dan perkantoran dengan ketentuan telah menyediakan parkir
bersama (baik berupa gedung parkir maupun taman parkir).
2. Penentuan parkir di jalan lokal dan kolektor ditentukan dengan keputusan
Bupati.
3. Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi daerah-daerah penghijauan, dan
harus memperhatikan kelancaran sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki,
keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.
5-11
Sudut Parkir
Dua Sisi
Satu Arah
Sejajar
< 30
< 45
< 60
< 90
6,00
8,00
9,50
11,50
13,50
9,00
13,50
18,00
18,50
10,50
Dua Arah
Sejajar
< 30
< 45
< 60
< 90
8,00
10,50
11,00
11,50
13,50
10,50
15,50
17,00
18,00
18,50
Sejajar
30
90
45
60
Gambar 5.7
Desain Geometri Parkir Sisi Jalan (On-Street Parking)
5-12
Gambar 5.8
Prototipe Parkir Pada Sisi Jalan (On-Street Parking)
D. Rencana Penyediaan Ruang Pejalan Kaki
Penyediaan ruang pejalan kaki di kawasan perencanaan dapat ditempatkan di
sepanjang
jalan
atau
pada
suatu
zona
maupun
subzona
yang
akibat
pertumbuhannya memerlukan ruang pejalan kaki, perlu memperhatikan ketentuanketentuan sebagai berikut:
a. Agar dapat berfungsi dengan baik dan optimal, penyediaan prasarana dan
sarana ruang pejalan kaki harus memenuhi persyaratan yaitu keamanan,
kenyamanan, keindahan, kemudahan interaksi sosial, bagi semua pengguna
pejalan kaki termasuk yang memiliki keterbatasan fisik (penyandang cacat).
b. Ruang pejalan kaki sebaiknya diterapkan pada bahu jalan, dengan
pertimbangan ruang tersebut dapat diakses langsung oleh pejalan kaki. Dasar
pertimbangannya adalah lahan tersebut merupakan ruang publik, sementara
untuk penerapan di area non publik, sangat tergantung pada kesepakatan
dengan pemilik lahan.
c. Penyediaan ruang pejalan kaki dapat dikembangkan pada zona:
perdagangan dan jasa.
ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non hijau (RTNH).
Khusus.
Perumahan.
Industri.
DRAFT LAPORAN AKHIR
5-13
Peruntukan campuran.
d. Penyediaan ruang pejalan kaki harus bersifat interzona dan intermoda, serta
menjadi salah satu syarat untuk memudahkan akses ke pusat-pusat kegiatan.
Rencana penyediaan minimal adalah 300-400 meter dari halte transit atau
sekitar 5-10 menit jika ditempuh dengan berjalan kaki.
e. Ruang pejalan kaki harus memiliki hirarki penggunaan. Pada umumnya berawal
dari satu titik ke titik lainnya seperti dari rumah ke kantor atau lokasi tujuan
akhir dan sebaliknya.
f.
Ruang pejalan kaki sebagai jalur utama harus memiliki sarana dan prasarana
untuk membantu mobilitas, seperti ram pejalan kaki untuk memberikan
kenyamanan dalam berjalan dan memandu para difable untuk dapat dengan
mudah melintas.
j.
k. Penyediaan sarana dan prasarana ruang pejalan kaki tergantung pada tipologi
ruang pejalan kaki. Tipologi ini disesuaikan dengan peruntukan ruang di
kawasan perencanaan.
Lebih jelasnya mengenai prototype pedestrian pada bahu/trotoar jalan dapat dilihat
Gambar 5.9.
5-14
Gambar 5.9
Prototipe Pedestrian (Ruang Pejalan Kaki) Pada Bahu Jalan/Trotoar
5.2
Sumber energi listrik saat ini umumnya berasal dari generator diesel yang sangat
terbatas pasokannya, untuk itu pada masa mendatang, dengan semakin meningkatnya
perkembangan kegiatan di kawasan ini, maka perlu dipertimbangkan sumber pasokan
dengan teknologi lain misalnya dengan memanfaatkan batubara ataupun energi
lainnya.
Sumber jaringan energi/ kelistrikan di kawasan perencanaan yang mudah dijangkau
oleh sistem jaringan listrik interkoneksi dengan Kota Bontang dan Kabupaten Kutai
Timur, maka rencana pengembangan dan peningkatan sistem jaringan listrik di
kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan listrik di Kota Bontang pada saat ini mengandalkan Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel (PLTD) yang terdiri dari dari empat buah PLTD yang dikelola oleh
PLN ranting Bontang Cabang Samarinda. Pelayanan listrik yang ada pada saat ini
sudah dapat menjangkau keseluruhan bagian kota, dengan jumlah pelanggan
sebanyak 15.320 pelanggan yang tersebar di seluruh Kelurahan. Berdasarkan data
terakhir, PLN di ranting Bontang memiliki kapasitas terpasang sebesar 10.176 KW,
daya mampu sebesar 9.600 KW, dengan produksi sebesar 20.049 KW.
5-15
5.3
pengembangan
penambahan
jumlah
jaringan
sambungan
telepon
rumah
terutama
tangga,
diarahkan
perdagangan,
untuk
jasa,
pengembangan
Menara
Telekomunikasi
(BTS)
diarahkan
ke
dan ketinggian,
5-16
Gambar 5.10
Peta Pengembangan Jaringan Energi/kelistrikan Kawasan Perencanaan
5-17
5.4
daerah
perkotaan/kawasan
mempertimbangkan
tertentu
kebutuhan domestik
kebutuhan
(pemukiman)
air
minum
non-domestik
harus
(kawasan
fungsional non pemukiman), seperti untuk : sosial, komersial, industri, dan sektor lain
serta kehilangan air.
Pengembangan jaringan air minum di kawasan perencanaan merupakan bagian
pengembangan jaringan air minum Kota Bontang-Kabupaten Kutai Timur yaitu:
a. Pengembangan sumberdaya air minum di Kota Bontang adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pengelolaan Air Minum
Sistem jaringan yang dapat dikembangkan, yaitu sistem komunal dan sistem
publik. Sistem komunal hanya melayani sebagian kelompok masyarakat atau
DRAFT LAPORAN AKHIR
5-18
sebagian wilayah kota, sedangkan sistem publik melayani seluruh kota sebagai
suatu yang terintegrasi. Untuk Kota Bontang alternatif pertama, yaitu sistem
komunal lebih tepat untuk dikembangkan dengan alasan, pertama, kelompok
permukiman industri telah dilayani oleh jaringan air bersih. Kedua, sumber air
yang digunakan adalah sumber air tanah yang tidak memerlukan pengolahan
khusus, disamping juga debit dari satu sumur yang tidak mungkin mencukupi
untuk kebutuhan seluruh kota, ketiga, topografi kota yang bergelombang.
Bentuk dari sistem komunal ini adalah pembentukan unit-unit pelayanan air
bersih dengan reservoir sebagai pusatnya. Reservoir diusahakan untuk berada
pada tempat yang paling tinggi di daerah yang dilayaninya. Hal ini untuk
menghemat biaya pemompaan, karena apabila sumber air terletak pada tempat
yang paling tinggi, maka air dapat mengalir ke tempat yang dilayaninya dengan
sistem gravitasi.
2. Pembagian Pengelolaan Air Minum
Pelayanan air bersih saat ini disediakan oleh beberapa pihak seperti
Pemerintah Daerah melalui PDAM, Swasta industri melalui PT. Pupuk Kaltim,
PT. Badak, dan Indominco, dan masyarakat melalui swadaya. Untuk itu,
pelayanan dan penyediaan air bersih ke depan juga dapat dikelola oleh ketiga
pihak tersebut dengan proporsi masing-masing.
b. Pengembangan sumberdaya air minum di Kabupaten Kutai Timur meliputi :
1. Peningkatan dan pengembangan pelayanan Instalasi Pengolahan Air (IPAM) di
Kota Sangatta, Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang, Muara Wahau di
Kecamatan Muara Wahau, dan Muara Bengkal di Kecamatan Bengkal;
2. Peningkatan dan pengembangan pelayanan jaringan perpipaan di pusat-pusat
kegiatan lokal; dan
3. Rencana sistem non perpipaan air minum tersebar di seluruh desa.
Lebih jelasnya mengenai rencana pengembangan sistem jaringan air minum di
kawasan perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.11.
5-19
Gambar 5.11
Peta Pengembangan Jaringan Air Minum Kawasan Perencanaan
5-20
5.5
prasarana
pengolahan
air
limbah
di
Kota
Bontang
5-21
5.6
pelayanan
pengangkutan
persampahan
terutama
di
5-22
Gambar 5.12
Peta Pengembangan Jaringan Perpipaan Pengolahan Air Limbah Kawasan
Perencanaan
5-23
2) Pengembangan
TPA
(Tempat
Pemrosesan
Akhir)
Sampah
yang
5.7
saluran
air
secara
permanen.
Pembangunan
prasarana
drainase
5-24
hujan yang banyak (saat musim hujan) sehingga perlu dialirkan ke tempat
penampungan (berupa saluran).
Pengembangan jaringan drainase di kawasan perencanaan (Kota Bontang-Kabupaten
Kutai Timur), yaitu:
1. Pengembangan jaringan drainase di wilayah Kota Bontang diarahkan pada:
a. Perbaikan jaringan saluran drainase sekunder dan tersier di seluruh kawasan
Bontang;
b. Penambahan kapasitas dimensi pada saluran drainase.
2. Pengembangan jaringan drainase di wilayah Kabupaten Kutai Timur diarahkan
pada:
a. Sistem jaringan drainase yang dapat diterapkan pada wilayah Kabupaten kutai
Timur untuk pemakaian lahan dan permukiman padat, perlu dilakukan
penahanan bagian air run off di beberapa titik dengan pembuatan kolam
penampungan dan dapat berfungsi sebagai sumber air irigasi.
b. Saluran sekunder, berupa saluran penghubung saluran drainase jalan dengan
saluran primer sedangkan saluran tersier yang berupa saluran drainase yang
ada di sepanjang jalan utama Kota Sangatta dan Kota Sangkulirang serta jalan
kolektor primer dan lokal primer lainnya yang tersebar di seluruh kecamatan.
Lebih jelasnya mengenai rencana pengembangan prasarana drainase di kawasan
perencanaan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.13.
5-25
Gambar 5.13
Peta Pengembangan Jaringan Prasarana Drainase Kawasan Perencanaan
5-26
5.8
5.8.1
Pemakaman
Umum
adalah
salah
satu
bentuk
RTH
yang
belum
efektif
Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar
buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;
5-27
Gambar 5.14
Rencana Penataan Pemakaman Umum
5.8.2
5-28
5-29