Anda di halaman 1dari 164

PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC.

TANJUNG PALAS
TIMUR

3.1. KEPUSTAKAAN
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.

Lingkup pengaturan jalan untuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupeten, dan
jalan kota dibagi menjadi 2 garis besar yaitu Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan. Persyaratan Teknis Jalan adalah ketentuan teknis yang
harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal
memenuhi Standar Pelayanan Minimal Jalan dalam melayani lalu lintas dan angkutan
jalan. Kriteria Perencanaan Teknis Jalan adalah ketentuan teknis jalan yang harus
dipenuhi dalam suatu perencanaan teknis jalan.

Prosedur Pelaksanaan Perencanaan Teknis Jalan adalah tahapan dan ketentuan


pelaksanaan perencanaan teknis jalan yang harus diikuti oleh para perencana jalan.
Keselamatan Jalan adalah bagian yang tak tak terpisahkan dalm satu rangkaian desain
jalan dan merupakan pemenuhan fisik elemen jalan terhadap persyaratan teknis jalan
dan kondisi lingkungan jalan yang menghindarkan atau tidak menjadi sebab
terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Definisi klasifikasi jalan dapat dibedakan menurut ;

1. Sistem jaringan jalan :


a) Sistem Jaringan Jalan Primer

yaitu sistem jaringan jalan yang mempunyai peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat

3-1 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

kegiatan, yang dalam pengertian sederhana merupakan jaringan jalan antar


perkotaan.

b) Sistem Jaringan Jalan Sekunder 

yaitu merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi


barang dan jasa untuk masyarakat dalam kawasan perkotaan atau dalam bahasa
sederhananya adalah jaringan jalan dalam kawasan perkotaan.

2. Fungsi Jalan
a) Jalan Arteri, adalah jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna
b) Jalan Kolektor adalah jalan yang digunakan untuk melayani angkuatan
pengumpul/pembagi dengan ciri jarak jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang
dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Jalan Lokal adalah jalan umum yang digunakan untuk melayani angkutan
setempat dengan ciri jarak dekat, kecepatan rendah.
d) Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang digunakan untuk melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 
3. Kewenangan Jalan
a) Jalan Nasional adalah jalan arteri atau kolektor yang menghubungkan antar
ibukota provinsi dan jalan strategis nasional dan jalan tol. 
b) Jalan Provinsi adalah jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota, antar kabupaten dan jalan strategis provinsi. 
c) Jalan Kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibokota
kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan lokal serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.
d) Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat

3-2 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil serta menghubungkan


antar pusat pemukiman yang berada di dalam kota. 
e) Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar
pemukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.
4. Penyediaan Prasarana Jalan
a) Jalan bebas hambatan, yaitu jalan dengan spesifikasi pengendalian jalan masuk
secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik
jalan, dilengkapi dengan median, serta lebar dan jumlah jalur sesuai ketentuan
Permen PU no 19 / PRT/M/2011
b) Jalan raya, yaitu jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, serta
lebar dan jumlah jalur sesuai ketentuan Permen PU no 19 / PRT/M/2011
c) Jalan sedang, yaitu jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, serta lebar dan jumlah jalur sesuai
ketentuan Permen PU no 19 / PRT/M/2011
d) Jalan kecil, yaitu jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, dengan lebar
dan jumlah jalur sesuai ketentuan Permen PU no 19 / PRT/M/2011
5. Kelas Jalan
a) Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih
besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun
sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah
mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton;
b) Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10
ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas;
c) Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,

3-3 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton;
d) Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton;
e) Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton

Dalam penyelenggaraan jalan di indonesia tertuang dalam panduan pengaturan jalan


yaitu harus memenuhi persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan
dengan mempertimbangkan aspek keselamatan Jalan dan responsif gender. Dimana
pengertian Persyaratan Teknis Jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi
oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi Standar
Pelayanan Minimal Jalan dalam melayani lalu lintas dan angkutan jalan. Sedangkan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan adalah ketentuan teknis jalan yang harus dipenuhi
dalam suatu perencanaan teknis jalan. Pertimbangan aspek keselamatan jalan dan
responsif gender menjadi yang utama sebagai tujuan dari penyelenggaran jalan di
Indonesia.

3.1.1. PERSYARATAN TEKNIS JALAN


1. Kecepatan rencana
2. Lebar badan jalan
3. Kapasitas jalan
4. Jalan masuk
5. Persimpangan sebidang dan fasilitas berputar balik
6. Bangunan pelengkap jalan
7. Bangunan perlengkapan jalan
8. Penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya
9. Ketidak terputusan jalan.

3-4 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.1.1.1. Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana dibatasi oleh batas paling rendah dan batas paling tinggi sesuai
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Pemilihan kecepatan rencana diupayakan
mendekati batas paling tinggi dengan mempertimbangkan aspek keselamatan,
ekonomi, dan lingkungan. Batas paling rendah kecepatan rencana dipilih pada
keadaan dimana terdapat kendala topografi dan tataguna lahan atau kendala lain
yang tidak dapat dielakkan. Kecepatan rencana pada satu ruas jalan harus seragam
sepanjang ruas jalan, kecuali pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 60 (enam
puluh) km/jam atau lebih terdapat segmen yang sulit untuk memenuhi kecepatan
rencana tersebut, maka kecepatan rencana pada segmen tersebut dapat diturunkan
paling besar 20 (dua puluh) km/jam. Penurunan kecepatan rencana harus seizin
penyelenggara jalan.

Kecepatan rencana ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. Sistem jaringan jalan, terdiri atas :

1) sistem jaringan jalan primer; dan

2) sistem jaringan jalan sekunder.

b. Lalu lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT);

c. Spesifikasi penyediaan prasarana;

d. Tipe medan (topografi) jalan, terdiri atas :

1) medan datar;

2) medan bukit; dan

3) medan gunung.

3-5 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.1 . Tabel kalsifikasi jalan menurut medan jalan

Berikut ini adalah tabel hubungan kecepatan rencana terkait dengan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan:

SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP KECEPATAN RENCANA JARINGAN JALAN PRIMER


MEDAN RENCANA JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL
DATAR 80-120 60-120 60-80 30-60
BUKIT 70-110 50-100 50-80 25-50
PEGUNUNGAN 60-100 40-80 30-80 20-40

Tabel 3.2 . Hubungan syarat kecepatan rencana terhadap prasarana jalan


sistem jaringan jalan primer
SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP KECEPATAN RENCANA JARINGAN JALAN SEKUNDER
JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL
KECEPATAN RENCANA 80-120 40-100 40-80 30-60

Tabel 3.3 . Hubungan syarat kecepatan rencana terhadap prasarana jalan


sistem jaringan jalan sekunder

Untuk medan yang sulit kecepatan rencana jalan dapat diturunkan dengan syarat
penurunan kecepatan rencana tidak boleh lebih dari 20 km/jam.

3.1.1.2. Lebar Badan Jalan

Lebar badan jalan meliputi:

a. jalur lalu lintas;

b. bahu Jalan;

c. median; dan

d. pemisah jalur

3-6 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.1 . Bagian Lebar Badan Jalan


SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP LEBAR MINIMUM BADAN JALAN JARINGAN JALAN PRIMER DAN SEKUNDER
MENURUT FUNGSI JALAN JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL
ARTERI 21 18 11 11
KOLEKTOR 21 18 9 9
LOKAL - - - 7.5
LINGKUNGAN - - - 6.5
LINGKUNGAN UNTUK RODA DUA - - - 3.5

Tabel 3.4 . Hubungan syarat lebar badan jalan minimum terhadap prasarana jalan
sistem jaringan jalan primer dan sekunder
- Jalur Lalu Lintas

Jalur lalu lintas yang dimaksud dapat terdiri dari satu atau lebih lajur jalan. Lebar satu
lajur jalan kecil untuk kendaraan bermotor roda dua paling sedikit 1,5 (satu koma
lima) meter. Lebar lajur lalu lintas untuk Jalan bebas hambatan dan jalan raya diukur
dari sisi dalam marka membujur garis tepi jalan (garis menerus) atau sumbu marka
garis membujur pembagi lajur (garis terputus-putus) ke sisi dalam marka
membujur garis menerus atau ke sumbu marka membujur garis terputus- putus. Lebar
lajur lalu lintas untuk jalan sedang dan jalan kecil diukur dari sumbu marka membujur
ke sumbu marka membujur.

SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP JALUR LALU LINTAS RENCANA JARINGAN JALAN PRIMER

BERDASARKAN KECEPATAN RENCANA JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL

< 80 Km / jam 2x(4x3,5) 2x(3x3,5) 2x(2x3,5) 2x(4x3,5) 2x(3x3,5) 2x(2x3,5) 2x3,5 2x2,75

> 80 km/ jam 2x(4x3,6) 2x(3x3,6) 2x(2x3,6) 2x(4x3,6) 2x(3x3,6) 2x(2x3,6)

Tabel 3.5 . Hubungan syarat lebar jalur lalu lintas minimum terhadap prasarana jalan
sistem jaringan jalan primer

SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP JALUR LALU LINTAS RENCANA JARINGAN JALAN SEKUNDER
BERDASARKAN KECEPATAN RENCANA JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL
< 80 Km / jam 2x(4x3,5) 2x(3x3,5) 2x(2x3,5) 2x(4x3,5) 2x(3x3,5) 2x(2x3,5) 7,0 5,5
> 80 km/ jam 2x(4x3,6) 2x(3x3,6) 2x(2x3,6) 2x(4x3,6) 2x(3x3,6) 2x(2x3,6)

Tabel 3.6 . Hubungan syarat lebar jalur lalu lintas minimum terhadap prasarana jalan
sistem jaringan jalan sekunder

3-7 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Bahu Jalan

Bahu jalan harus diperkeras. Bahu jalan pada jalan bebas hambatan harus diperkeras
seluruhnya dengan perkerasan berpenutup yang berkekuatan 60% (enam puluh
persen) dari kekuatan perkerasan lajur lalu lintas. Bahu jalan pada jalan raya, pada
jalan sedang, dan pada jalan kecil harus diperkeras dengan paling sedikit perkerasan
tanpa penutup dalam hal ini bahu jalan bisa menggunakan agregat. Muka perkerasan
bahu jalan harus rata dengan muka perkerasan lajur lalu lintas dan diberi kemiringan
melintang untuk menyalurkan air hujan yang mengalir melalui permukaan bahu.

SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP LEBAR BAHU JALAN MINIMUM JARINGAN JALAN PRIMER
MEDAN RENCANA JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL
DATAR Bahu Luar 3,5 Bahu Dalam 0,5 Bahu Luar 2,0 Bahu Dalam 0,5 1,0 1,0
BUKIT Bahu Luar 2,5 Bahu Dalam 0,5 Bahu Luar 1,5 Bahu Dalam 0,5 1,0 1,0
PEGUNUNGAN Bahu Luar 2,0 Bahu Dalam 0,5 Bahu Luar 1,0 Bahu Dalam 0,5 0,5 0,5

Tabel 3.7 . Hubungan syarat lebar bahu jalan minimum terhadap prasarana jalan
sistem jaringan jalan primer

SYARAT PRASARANA JALAN TERHADAP LEBAR BAHU JALAN MINIMUM JARINGAN JALAN SEKUNDER

JALAN BEBAS HAMBATAN JALAN RAYA JALAN SEDANG JALAN KECIL


LEBAR BAHU JALAN
Bahu Luar 2,5 Bahu Dalam 1,0 Bahu Luar 2,0 Bahu Dalam 1,0 1,5 1,0

Tabel 3.8 . Hubungan syarat lebar bahu jalan minimum terhadap prasarana jalan
sistem jaringan jalan sekunder

- Median

Median digunakan pada jalan raya dan jalan bebas hambatan, berfungsi untuk
memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah. Median dibagi menjadi dua jenis:

a. median yang ditinggikan; dan

b. median yang direndahkan

Median jalan terdiri atas:

a. marka garis tepi;

b. jalur tepian (atau disebut juga bahu dalam); dan

c. bagian tengah median (yang ditinggikan atau direndahkan).

3-8 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.2 . Bagian bagian median

Gambar 3.3 . Jenis median


ditinggikan dan
direndahkan

Fungsi median adalah


untuk:

a. Memisahkan dua
aliran lalu lintas
yang
berlawanan arah
b. Ruang lapak tunggu bagi penyeberang jalan
c. Penempatan fasilitas jalan
d. Tempat parasarana kerja sementara
e. Penghijauan
f. Tempat berhenti darurat
g. Cadangan lajur jika cukup luas
h. Mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah berlawanan

Gambar 3.4 : Fungsi median jalan

- Pemisah jalur

3-9 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Pemisah jalur digunakan untuk memisahkan arus lalu lintas searah yang berbeda
kecepatan rencananya atau berbeda kecepatan operasionalnya atau berbeda
peruntukan jenis kendaraan yang diizinkan beroperasinya atau berbeda kelas fungsi
jalannya. Pemisah jalur terdiri atas:

a. marka garis tepi;

b. jalur tepian; dan

c. bagian bangunan pemisah jalur yang ditinggikan.

Lebar pemisah lajur diukur sesuai dengan jarak antara sisi dalam marka garis tepi.
Lebar jalur pemisah paling kecil ditetapkan:

a. 1 (satu) meter untuk jalur pemisah tanpa rambu; dan

b. 2 (dua) meter untuk jalur pemisah yang dilengkapi rambu

Gambar 3.5 : Jalan dengan pemisah jalur

3.1.1.3. Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh tingkat pelayanan yang
merupakan rasio antara volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan (selanjutnya
disebut RVK) dan ditetapkan sebagai berikut:

a. RVK untuk jalan arteri dan kolektor paling tinggi 0,85 (nol koma delapan lima);dan

3-10 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

b. RVK untuk jalan lokal dan lingkungan ≤ 0,9 (nol koma sembilan).

Kapasitas jalan di indonesia mengacu pada MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia)
tahun 1997. MKJI (1997) mendefinisikan kapasitas sebagai arus maksimum yang
melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi
tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah
(kombinasi dua arah) , tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisah per arah
dan kapasitas ditentukan per lajur.

Dalam MKJI, kapasitas ruas jalan dibedakan untuk: jalan perkotaan (urban road), jalan
luar kota (inter-urban road), dan jalan bebas hambatan (motorway). Sebagai panduan
untuk membedakan antara jalan perkotaan dan jalan luar kota, buku MKJI
memberikan ciri/karakteristik jalan perkotaan/semi perkotaan yang dapat dilihat dari:

Terdapatnya kawasan terbangun secara permanen dan menerus sepanjang seluruh


atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan.

Jalan pada daerah perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa selalu
digolongkan dalam kelompok ini.

Jalan pada daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa digolongkan
dalam kelompok ini, jika mempunya kawasan terbangun secara permanen dan
menerus .

Memiliki karakteristik arus lalu-lintas jam puncak pagi dan sore hari lebih tinggi, dan
komposisi lalu-lintas sepeda motor dan kendaraan pribadi yang sangat dominan,
sementara komposisi jenis kendaraan truk adalah rendah.

Persamaan dasar untuk menghitung kapasitas ruas jalan dalam MKJI (1997) adalah
sebagai berikut:

Jalan Perkotaan:

C = Co x FCw x FCSP x FCSF x FCCS

Jalan Luar Kota:

3-11 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

C = Co x FCw x FCSP x FCSF

Jalan Bebas Hambatan:

C = Co x FCw x FCSP

dimana: C = kapasitas ruas jalan (smp/jam)

Co = kapasitas dasar (smp/jam)

FCw = faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas

FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah

FCSF = faktor penyesuaian akibat hambatan samping

FCCS = faktor penyesuaian ukuran kota

Kapasitas dasar (Co) ditetapkan dengan mengacu pada tabel berikut.

Tabel 3.9 . Tabel kapasitas dasar MKJI

Tipe alinyemen untuk jalan luar kota dan jalan bebas hambatan ditentukan dengan
mengacu pada kriteria yang disajikan pada tabel berikut;

Tabel 3.10 . Tabel kriteria penentuan alinyemen MKJI.

Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas (FCw) ditetapkan dengan
mengacu pada berikut;

3-12 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.11 . Tabel faktor penentuan kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas MKJI.

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCSP) ditetapkan dengan


mengacu pada tabel berikut;

Tabel 3.12 . Tabel faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah MKJI

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) ditentukan dengan


mengacu pada kelas hambatan samping (side friction). Adapun kelas hambatan
samping ditentukan berdasarkan total jumlah (frekwensi) kejadian dikali faktor bobot
menurut tipe kejadian pada setiap 200 m segmen jalan, seperti disajikan pada tabel
berikut;

3-13 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.13 . Faktor bobot hambatan samping dan penentuan kelas hambatan samping MKJI

Setelah diketahui kelas hambatan samping, selanjutnya ditentukan faktor penyesuaian


kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) yang dibedakan untuk: jalan perkotaan dan
jalan luar kota, seperti disajikan pada tabel berikut;

3-14 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.14 . Faktor penyesuaian kapasitas kaibat hambatan samping dan faktor penyesuaian
terhadap hambatan samping untuk jalan luar kota MKJI

Adapun faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) pada


jalan 6 (enam) lajur (baik jalan perkotaan maupun jalan luar kota) ditentukan dengan
mengacu pada FCSF untuk jalan 4 (empat) lajur dengan mengalikannya dalam
persamaan sebagai berikut:

FC 6,SF = 1 – (0.8 x (1 – FC 4,SF))

dimana:

FC 6,SF = faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping jalan 6 (enam) lajur

FC 4,SF = faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping jalan 4 (empat) lajur

3-15 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS) khusus untuk jalan perkotaan,
ditetapkan dengan mengacu pada tabel berikut;

Tabel 3.15 . Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota MKJI

3.1.1.4. Jalan Masuk


Jalan masuk berwujud bukaan dari jalur samping ke jalan arteri atau kolektor.Pada
jalan arteri dan kolektor, untuk memfasilitasi jalan masuk dari jalan lokal, jalan
lingkungan, stasiun pengisian bahan-bakar umum (SPBU), pemberhentian bus, stasiun
kereta api, tempat istirahat, harus dilengkapi dengan jalur samping. Khusus untuk
jalan masuk dari tempat istirahat, dapat langsung masuk ke jalan arteri atau kolektor
dengan dilengkapi lajur perlambatan dan lajur percepatan. Jalur samping merupakan
jalur yang sejajar dengan jalur lalu lintas utama (yaitu jalur Jalan arteri atau kolektor)
terletak disamping kiri dan atau kanan jalan dan dibatasi oleh jalur pemisah.
a. Jarak antarbukaan dari jalur samping ke jalan arteri primer dibatasi sekurang–
kurangnya 1 (satu) kilometer dan pada jalan arteri sekunder sekurang-
kurangnya 0,5 (nol koma lima) kilometer;
b. Jarak antarbukaan dari jalur samping ke jalan kolektor primer dibatasi sekurang–
kurangnya 0,5 (nol koma lima) kilometer dan pada Jalan kolektor sekunder
sekurang-kurangnya 0,25 (nol koma dua lima) kilometer;
c. Jalur samping beserta jarak antar bukaan dari jalur samping ke jalan utama
pada jalan baru dan jalan yang ditingkatkan wajib dilaksanakan.
Jalur samping beserta jarak antar bukaan dari jalur samping ke jalan utama pada jalan
eksisting agar diupayakan untuk dilaksanakan tergantung kondisi permasalahan lalu
lintas dan ketersediaan sumber daya.

3-16 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Persimpangan sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dapat
merupakan pertemuan dua ruas jalan atau lebih dengan hirarki fungsi yang sama atau
berbeda satu tingkat.

Gambar 3.6 : Jalan masuk dengan lajur samping

3.1.1.5. Persimpangan Sebidang dan Fasilitas Berputar Balik


Jarak antarpersimpangan sebidang dibatasi sebagai berikut:
a. pada jalan arteri primer sekurang-kurangnya 3 (tiga) kilometer; dan
b. pada jalan arteri sekunder sekurang-kurangnya 1 (satu) kilometer.

Pembatasan jarak antarpersimpangan pada jalan arteri primer hanya berlaku pada
jalan baru. Untuk mempertahankan kecepatan operasional dan keseimbangan
kapasitas pada ruas jalan dan pada persimpangan, baik pada persimpangan jalan arteri
dengan jalan arteri maupun pada jalan arteri dengan jalan kolektor, jumlah lajur jalan
pada pendekat persimpangan dapat ditambah dan persimpangan diatur dengan alat
pengatur lalu lintas yang memadai. Lebar lajur pendekat persimpangan dapat
diperkecil paling sedikit 2,75 (dua koma tujuh lima) meter. Pengaturan lalu lintas
dapat berupa pengaturan prioritas, atau pengaturan dengan bundaran, atau
pengaturan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas.
Fasilitas berputar balik harus dilengkapi dengan:
a. lajur perlambatan pada lajur pendekat masuk;
b. radius putar yang memadai untuk semua jenis kendaraan sesuai dengan kelas
penggunaan jalan; dan

3-17 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

c. lajur percepatan untuk bergabung dengan jalur utama.

Perencanaan lokasi berputar balik harus memperhatikan aspek-aspek perencanaan


geometri jalan dan lalu lintas, yaitu:

a. fungsi jalan
b. kalsifikasi jalan
c. lebar median
d. lebar jalur lalu lintas
e. lebar bahu jalan
f. volume lalu lintas per lajur
g. jumlah kendaraan berputar balik per menit.

Putaran balik dijinkan pada lokasi yang memiliki lebar jalan yang cukup untuk
kendaraan melakukan putaran tanpa adanya pelanggaran ataupun kerusakan pada
bagian perkerasan.

Puran balik seharusnya tidak dijinkan pada lalu lintas menerus karena dapat
menimbulkan dampak pada operasi lalu lintas, antara lain berkurangnya kecepatan
dan kemungkinan terjadi kecelakaan.

Perencanaan putaran balik dapat dilaksanakan apabila memenuhi persyaratan-


persyaratan pada ketentuan teknis berikut. Perencanaan putaran balik pada lokasi
yang tidak memenuhi persyaratan harus dilengkapi dengan study khusus yang
mengantisipasi kemungkinan dampak lalu lintas yang akan timbul.

1. Bukaan median untuk putaran balik


bukaan median direncanakan untuk mengakomodasi kendaraan agar dapat
melakukan putaran balik pada tipe jalan terbagi serta dapat mengakomodasi
gerakan memotong dan belok ke kanan. Bukaan median untuk putaran balik dapat
dilakukan pada lokasi-lokasi berikut:
a. Lokasi di antara persimpangan untuk mengakomodasi gerakan putaran balik
yang tidak disediakan di persimpangan.
b. Loaksi di dekat persimpangan untuk mengakomodasi gerakan putaran balik
yang akan mempengaruhi gerakan menerus dan gerakan berbelok di

3-18 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

persimpangan. Putaran balik dapat direncanakan pada lokasi dengan median


yang cukup lebar pada pendekat jalan yang memiliki sedikit bukaan.
c. Lokasi dimana terdapat ruang aktifitas umum penting seperti rumah sakit atau
aktifitas lain yang berkaitan dengan kegiatan jalan. Bukaan untuk tujuan ini
diperlukan pada jalan dengan kontrol akses dan atau pada jalan terbagi dengan
volume lalu lintas rendah.
d. Lokasi pada jalan tanpa kontrol, merupakan akses dimana bukaan median
pada jarak optimum disediakan untuk melayani pengembangan daerah tepinya
dan meminimumkan tekanan untuk bukaan median di depanya. Jarak antar
bukaan sebesar 400s/d 800 meter dianggap cukup untuk beberapa kasus.
Dalam hal ini tidak dibuat standar baku karena sangat kasuistis.
2. Tipikal operasional fasilitas berputar balik
Kendaraan secara normal melakukan putaran balik masuk ke lajur dalam (cepat),
memberi tanda berbelok dan menurunkan kecepatan secara baik sebelum
mencapai titik putar. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada pengendara
yang beriringan di lajur cepat yang berjalan ke arah yang sama pindah ke lajur luar
(lambat) untuk menghindari kendaraan yang melakukan putar balik. tiga tipikal
situasi yaitu:
a. Tahap Pertama, kendaraan yang melakukan gerakan balik arah
akanmengurangi kecepatan dan akan berada pada jalur paling kanan.
Perlambatan arus lalu-lintas yang terjadi sesuai pada teori,mengakibatkan
terjadinya antrian yang ditandai dengan panjang antrian,waktu tundaan dan
gelombang kejut.
b. Tahap Kedua, saat kendaraan melakukan gerakan berputar menuju ke jalur
berlawanan, dipengaruhi oleh jenis kendaraan (kemampuan manuver, dan
radius putar). Manuver kendaraan berpengaruh terhadap 30 lebar median dan
gangguannya kepada kedua arah (searah dan berlawanan arah). Lebar lajur
berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas jalan untuk kedua arah. Apabila
jumlah kendaraan berputar cukup besar, lajur penampung perlu disediakan
untuk mengurangi dampak terhadap aktivitas kendaraan di belakangnya.

3-19 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

c. Tahap Ketiga, adalah gerakan balik arah kendaraan, sehingga perlu


diperhatikan kondisi arus lalu-lintas arah berlawanan. Terjadi interaksi antara
kendaraan balik arah dan kendaraan gerakan lurus pada arah yang
berlawanan, dan penyatuan dengan arus lawan arah untuk memasuki jalur
yang sama. Pada kondisi ini yang terpenting adalah penetapan pengendara
sehingga gerakan menyatu dengan arus utama tersedia. Artinya, pengendara
harus dapat mempertimbangkan adanya senjang jarak antara dua kendaraan
pada arah arus utama sehingga kendaraan dapat dengan aman menyatu
dengan arus utama (gap acceptance), dan fenomena merging dan weaving.
3. Kendaraan rencana
Dimesi kendaraan recana untuk jalan perkotaan dan antar kota yang digunakan
dalam perencanaan putaran balik disajikan pda tabel berikut;

Tabel 3.16 . Dimensi kendaraan rencana jalan perkotaan

Tabel 3.17 . Dimensi kendaraan rencana jalan perkotaan

Dimensi kendaraan rencana yang digunakan ditetapkan berdasarkan ukuran


kendaraan kecil, endaraan sedang dan kendaraan besar. Khusus untuk jalan
perkotaan dimensi kendaraan rencana yang digunakan adalah city Transit Bus.
Yang memiliki dimensi sama dengan kendaraan sedang.
4. Radius putar
Radius putar minimum kendaraan adalah jari jari jejak yang dibuat oleh roda ban
depan bagian luar apabila kendaraan membuat putaran yang paling tajam yang
mungkin dilakukan pada kecepatan kurang dari 15 km/jam. Besaran radius putar
disajikan dengan dimensi kendaraan rencana seperti yang ditampilkan pada tabel
3.17 diatas.

3-20 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.7 : Jari-jari putaran kendaraan

5. Kebutuhan lebar median ideal berdasarkan radius putar kendaraan rencana


Lebar median ideal berdasarkan radius putar kendaraan rencana yang digunakan
pada perencanaan putar balik disajikan pada tabel 3.18.
Lebar median ideal adalah lebar median yang diperlukan oleh kendaraan dalam
melakukan gerakan putaran balik dari lajur yang paling dalam ke lajur yang paling
dalam pada lajur lawan.
Apabila tidak tersedia lahan yang cukup untuk menyediakan lebar median ideal
dan dimungkinkan untuk melakukan gerakan putaran balik dari lajur yang paling
dalam ke lajur kedua atau ketiga (jalan 6/2d) bahu jalan (jalan 4/2d0,
direkomendasikan kebutuhan median seperti disajikan pada tabel 3.19 dan 3.20.
Apabila dibuat lajur khusus putaran balik, maka median sebelum lajur khusus
harus ditambah sebesar 2,75 meter perti disajikan pada tabel 3.21.

Tabel 3.18 . Lebar median ideal

3-21 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.19 . Lebar median ideal apabila gerakanberputar balik dari lajur dalam menuju
lajur kedua jalur lawan

Tabel 3.20 . Lebar median ideal apabila gerakanberputar balik dari lajur dalam menuju
bahu kedua jalur lawan

3-22 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.21 . Lebar median ideal apabila gerakanberputar balik dari lajur dalam menuju
lajur ke satu jalur lawan dengan penambahan lajur khusus

Tabel 3.22 . Lebar median ideal apabila gerakanberputar balik dari lajur dalam menuju
lajur kedua jalur lawan dengan penambahan lajur khusus

Tabel 3.23 . Lebar median ideal apabila gerakanberputar balik dari lajur dalam menuju
lajur ketiga jalur lawan dengan penambahan lajur khusus

Tabel 3.24 . Persyaratan bukaan median

6. Putaran balik pada median sempit

3-23 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Putaran balik dapat direncanakan pada ruas jalan dengan median yang memiliki
lebar kurang dari kebutuhan lebar median, dengan melakukan perluasan maupun
pelebaran pada lokasi putar balik.
Panjang lajur khusus putaran balik (L) adalah 60 meter. Apabila diketahui frekuensi
kendaraan yang melakukan gerakan putaran balik lebih dari 3 kendaraan/ menit,
maka L ditentukan dengan rumus:
L=(Qax Panjang kendaraan rencana) + (Qax1)
Dimana Qa adalah panjang antrian (kendaraan) yang didapt dari rumus berikut:
4 lajur 2 arah terbagi (4/2D)
Panjang antrian (Qa) = -1.29706+0.09778 waktu tunggu + 0,00214 vol a1
6 lajur 2 arah terbagi (6/2D)
Panjang antrian (Qa) = -1.50958+0,069203 median+0,008853 waktu tunggu
+0,001913 vol a1
Keterangan :
Vol a1 = volume lajur paling dalam pada jalur searah dengan kendaraan yang akan
memutar.
Kebtutuhan lahan harus disiapkan pada lokasi putaran balik sesuai dengan jenis
putaran balik yang dipilih sesuai dengan yang dipilih disajikan pada tabel berikut
ini.

3-24 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.25 . Perkiraan kebutuhan lahan akibat pelebaran

3-25 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.26 . Pemilihan jenis fasilitas putar balik

7. Lansekap
Penataan lansekap pada lokasi putaran balik tidak diperkenankan ditanami
tanaman yang menghalangi pandangan. Sebaiknya digunakan tanaman rendah
berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian < 0,8 m, dan jenisnya merupakan
tanaman berbunga atau berstruktur indah.

Gambar 3.8 . Contoh lansekap pada fasilitas berputar balik

3-26 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

8. Penempatan rambu lalu lintas


Rambu lalu lintas atau rambu larangan diletakan di awal yang ditunjuk.
Pengulangan rambu dapat dipasang rambu yang sama sebelum lokasi dengan
memasang papan tambahan yang menyatakan jarak. Berikut adalah contoh rambu
berbalik arah.

Gambar 3.9 . Penempatan pengulangan rambu

Gambar 3.10 . Rambu berbalik arah

Gambar 3.11 . Rambu dilarang berbalik arah

3-27 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.1.1.6. Bangunan pelengkap jalan


Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai:
a. jalur lalu lintas;
b. pendukung konstruksi jalan; dan
c. fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung pengguna jalan.
3.1.1.6.1. Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas mencakup:
a. jembatan;
b. lintas atas;
c. lintas bawah;
d. Jalan layang; dan
e. terowongan
1. Jembatan
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama
tinggi permukaannya. Secara umum suatu jembatan berfungsi untuk melayani
arus lalu lintas dengan baik, dalam perencanaan dan perancangan jembatan
sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis
dan estetika-arsitektural yang meliputi: Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek
estetika.
Jembatan sebagaimana harus dilengkapi dengan:
a. sistem drainase; dan
b. ruang untuk menempatkan utilitas.
Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian dengan
perkerasan yang berpenutup di kiri dan kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol
koma lima) meter. Di kedua sisi jalur lalu lintas harus disediakan trotoar sebagai
fasilitas bagi pejalan kaki dan petugas pemelihara dengan lebar paling sedikit 0,5
(nol koma lima) meter. Lebar jalur lalu lintas pada jembatan harus sama dengan
lebar jalur lalu lintas pada bagian ruas jalan di luar jembatan. Khusus untuk fungsi
jalan arteri, lebar badan jalan pada jembatan harus sama dengan lebar badan jalan
pada bagian ruas jalan di luar jembatan. Tinggi ruang bebas vertikal jembatan
keatas paling rendah adalah 5,1 (lima koma satu) meter, dan tinggi ruang bebas

3-28 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

vertikal jembatan kebawah paling rendah 1 (satu) meter dari bagian terbawah
bangunan jembatan. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) untuk jembatan di hulu
dan dihilir paling sedikit 100 (seratus) meter atau ditentukan berdasarkan sifat dan
morfologi sungai (5 kelokan). Ruang bebas vertikal dan horizontal di bawah
jembatan untuk lalu lintas navigasi disesuaikan dengan peraturan perundang-
undangan. Pada saat pengoperasian jalan, kendaraan dilarang berhenti di atas
jembatan. Permukaan jalan pendekat dan lantai jembatan harus direncanakan dan
dipelihara sedemikian sehingga tidak menyebabkan ketidak-rataan.

A. Bagian-bagian Struktur Jembatan


Menurut Departement Pekerjaan Umum (Pengantar Dan Prinsip – Prinsip
Perencanaan Bangunan bawah / Pondasi Jembatan, 1988) Suatu bangunan
jembatan pada umumnya terdiri dari 6 bagian pokok, yaitu :
1. Bangunan atas
2. Landasan
3. Bangunan bawah
4. Pondasi
5. Oprit
6. Bangunan pengaman jembatan

Gambar 3.12 . Bagian-bagian jembatan

Keterangan Gambar :
a. Bangunan Atas
b. Landasan (Biasanya terletak pada pilar / abutment)

3-29 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

c. Bangunan Bawah (fungsinya : memikul beban – beban pada bangunan atas dan
pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi, kemudian dari
pondasi disalurkan ke tanah)
d. Pondasi
e. Oprit (terletak dibelakang abutmen, oleh karena itu tanah timbunan di
belakang abutment dibuat sepadat mungkin agar tidak terjadi penurunan
tanah dibelakang hari)
secara umun bentuk dan bagian-bagian suatu struktur jembatan dapat dibagi
dalam empat bagian utama, yaitu : struktur bawah, struktur atas, jalan pendekat,
bangunan pengaman.

Gambar 3.13 . Bagian-bagian struktur jembatan

B. Klasifikasi Jembatan

Karena sangat pentingnya, maka jembatan harus dibuat cukup kuat dan
tahan, tidak mudah rusak. Kerusakan pada jembatan dapat
menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalu lintas jalan, terlebih di
jalan yang lalu lintasnya padat seperti di jalan utama, di kota dan daerah
ramai lainnya.

Bina Marga (1991) menyusun beberapa macam tipe bangunan atas


jembatan dari suatu jembatan beton bertulang yaitu :

a. Jembatan tipe pelat beton;


b. Jembatan tipe balok T;
c. Jembatan tipe balok komposit.

3-30 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

2. Lintas Atas

Lintas atas harus dilengkapi dengan:

a. sistem drainase; dan


b. tempat pemasangan utilitas.

Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kiri
dan kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter. Di kedua sisi
badan jalan lintas atas, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling
kecil 0,5 (nol koma lima) meter. Lebar badan jalan lintas atas paling sedikit 8
meter. Tinggi ruang bebas vertikal lintas atas paling rendah 5,1 (nol koma lima
satu) meter dari permukaan perkerasan jalan.

Gambar 3 .14. Lintas atas jalan raya

3. Lintas bawah

Lintas bawah harus dilengkapi dengan:

a. sistem drainase;
b. tempat pemasangan utilitas;
c. sistem penerangan jalan umum; dan d. fasilitas untuk keadaan darurat.

Fasilitas untuk keadaan darurat wajib diadakan pada lintas bawah dengan panjang
paling sedikit 500 (lima ratus) meter. Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup:

3-31 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

a. fasilitas pintu darurat dengan jalur evakuasi;


b. fasilitas pemadam kebakaran; dan
c. fasilitas air/hidran.

Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kanan
kiri jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter. Lebar trotoar paling
kecil yang harus disediakan di kedua sisi badan jalan untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan adalah 0,5 (nol koma
lima) meter. Lebar badan jalan lintas bawah paling sedikit 8 (delapan)
meter.Tinggi ruang bebas vertikal lintas bawah paling rendah 5,1 (lima koma satu)
meter dari permukaan perkerasan jalan.

Gambar 3.15. Lintas bawah (under pass)

4. Jalan layang

Lintas bawah harus dilengkapi dengan:

a. sistem drainase;
d. tempat pemasangan utilitas;
b. sistem penerangan jalan umum; dan
c. fasilitas untuk keadaan darurat.

3-32 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Fasilitas untuk keadaan darurat wajib diadakan pada lintas bawah dengan panjang
paling sedikit 500 (lima ratus) meter. Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup:

a. fasilitas pintu darurat dengan jalur evakuasi;


b. fasilitas pemadam kebakaran; dan c. fasilitas air/hidran.

Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kanan
kiri jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter. Lebar trotoar paling
kecil yang harus disediakan di kedua sisi badan jalan untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan adalah 0,5 (nol koma
lima) meter. Lebar badan jalan lintas bawah paling sedikit 8 (delapan) meter.
Tinggi ruang bebas vertikal lintas bawah paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter
dari permukaan perkerasan jalan.

Gambar 3.16. Jalan layang

5. Terowongan

Terowongan harus dilengkapi dengan:

a. sistem drainase;
b. tempat pemasangan utilitas;
c. sistem aliran udara buatan;
d. sistem penerangan jalan umum; dan
e. fasilitas untuk keadaan darurat.

3-33 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Kelandaian jalur lalu lintas di dalam terowongan maksimum 3% (tiga persen).


Terowongan dapat dibangun untuk masing-masing arah lalu lintas. Sistim aliran
udara buatan harus diadakan pada terowongan:
a. dengan panjang paling sedikit 300 (tiga ratus) meter dan lalu lintas harian
rata-rata tahunan ≥ 6000 (enam ribu) kendaraan/hari atau 75% (tujuh puluh
lima persen) kapasitas jalan (pilih yang paling kecil);
b. dengan panjang 1000 (seribu) meter atau lebih; atau
c. sistim aliran udara buatan pada terowongan dengan lalu lintas harian rata-
rata tahunan < 6000 (enam ribu) kendaraan per hari, dapat tidak
dilengkapi.
Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup;

a. fasilitas pintu darurat dan jalur evakuasi;


b. fasilitas pemadam kebakaran; dan
c. fasilitas air/hidran.
Perencanaan bangunan terowongan harus memperhatikan kebutuhan ruang
minimum yang harus disediakan untuk semua fasilitas dan unsur arsitektur yang
memadai. Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di
kiri dan kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter. Di kedua
sisi badan jalan, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam keadaan
darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling kecil 0,5
(nol koma lima) meter. Lebar badan jalan di dalam terowongan sekurang-
kurangnya 8 (delapan) meter. Tinggi ruang bebas vertikal di dalam terowongan
paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari permukaan perkerasan jalan.
Panjang jalan keluar terowongan sampai ke persimpangan jalan paling sedikit 300
(tiga ratus) meter, digunakan untuk penempatan rambu lalu lintas yang
diperlukan.

3-34 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.17. Terowongan jalan

3.1.1.6.2. Bangunan pelengkap jalan sebagai pendukung konstruksi jalan melingkupi:


a. saluran tepi jalan.
b. gorong-gorong; dan
c. dinding penahan tanah.
1. Saluran Tepi Jalan
Saluran tepi jalan merupakan saluran untuk menampung dan mengalirkan air hujan
atau air yang ada di permukaan jalan, bahu jalan, dan jalur lainnya serta air dari
drainase di bawah muka jalan, di sepanjang koridor jalan. Saluran tepi jalan dapat
dibuat dari galian tanah biasa atau diperkeras dan/atau dibuat dari bahan yang
awet serta mudah dipelihara, sesuai dengan kebutuhan fungsi pengaliran. Saluran
tepi jalan harus dalam bentuk tertutup jika digunakan pada Jalan di wilayah
perkotaan yang berpotensi dilalui pejalan kaki. Dimensi saluran tepi jalan harus
mampu mengalirkan debit air permukaan maksimum dengan periode ulang: paling
sedikit 10 (sepuluh) tahunan untuk jalan arteri dan kolektor; dan paling sedikit 5
(lima) tahunan untuk jalan lokal dan lingkungan. Dalam hal tertentu saluran tepi
Jalan dapat juga berfungsi sebagai saluran lingkungan dengan izin dari
penyelenggara jalan.

3-35 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.18. Saluran bentuk V untuk meminimalisir luka fatal akibat kecelakaan

2. Gorong-gorong
Gorong-gorong merupakan saluran air di bawah permukaan jalan berfungsi
mengalirkan air dengan cara memotong badan jalan secara melintang. Gorong-
gorong harus dibangun dengan konstruksi yang awet dan harus direncanakan
untuk melayani paling sedikit 20 (dua puluh) tahun, serta mudah dipelihara
secara rutin. Konstruksi kepala gorong-gorong harus berbentuk sedemikian
sehingga tidak menjadi objek penyebab kecelakaan. Gorong-gorong harus mampu
mengalirkan debit air paling besar, sesuai dengan luas daerah tangkapan air
hujan:
a. Untuk tangkapan air hujan pada ruang milik jalan (Rumija), periode hujan
rencana yang diperhitungkan untuk dialirkan melalui gorong-gorong adalah:
1) paling sedikit 10 (sepuluh) tahunan untuk jalan arteri dan kolektor; dan
2) paling sedikit 5 (lima) tahunan untuk jalan lokal dan lingkungan.
b. Untuk air yang dialirkan melalui drainase lingkungan/saluran alam, maka
periode ulang hujan rencana yang diperhitungkan adalah 25 (dua puluh lima)
tahunan.

3-36 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.19. Gorong-gorong (Box culvert)

3. Dinding penahan tanah


Dinding penahan tanah merupakan bangunan konstruksi untuk menahan beban
tanah ke arah horisontal dan vertikal. Dinding penahan tanah dapat digunakan
untuk menyokong badan jalan yang berada di lereng atau di bawah permukaan
jalan. Dinding penahan tanah harus mampu menahan gaya vertikal dan horizontal
yang menjadi bebannya, sesuai dengan pertimbangan mekanika tanah dan
geoteknik. Dinding penahan tanah harus dibangun dengan konstruksi yang awet
dan mudah dipelihara serta dengan faktor keamanan yang memadai. Dinding
penahan tanah harus dilengkapi sistem drainase. Bagian sisi terluar dinding
penahan tanah harus berada dalam atau pada batas Rumija.

Gambar 3.20. Konstruksi dinding penahan tanah

3.1.1.6.3. Bangunan pelengkap jalan sebagai fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung
pengguna jalan meliputi:
a. jembatan penyeberangan pejalan kaki;

3-37 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

b. terowongan penyeberangan pejalan kaki;


c. pulau jalan;
d. trotoar;
e. tempat parkir dibadan jalan; dan
f. teluk bus yang dilengkapi halte.

1. Jembatan Penyebrangan pejalan kaki.


Jembatan penyeberangan pejalan kaki merupakan bangunan jembatan yang
diperuntukkan untuk menyeberang pejalan kaki dari satu sisi jalan ke sisi jalan yang
lainnya. Jembatan penyeberang pejalan kaki harus dibangun dengan konstruksi
yang kuat dan mudah dipelihara. Jembatan penyeberangan pejalan kaki memiliki
lebar paling sedikit 2 (dua) meter dan kelandaian tangga paling besar 200 (dua
puluh derajat). Jembatan penyeberangan pejalan kaki harus dilengkapi dengan
pagar yang memadai. Pada bagian tengah tangga jembatan penyeberangan pejalan
kaki harus dilengkapi bagian rata yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk kursi
roda bagi penyandang cacat. Lokasi dan bangunan jembatan penyeberang pejalan
kaki harus sesuai dengan kebutuhan pejalan kaki dan estetika.
Dibangunnya jembatan penyeberangan harus melalui pertimbangan-pertimbangan
yang dibuat oieh pemenintah beserta tim, dalam hal ini adalah konsultan,
kontraktor, beserta dinas pekerjaan umum sebagal pelaksana proyek. Beberapa
pertimbangan yaitu:
a. Dilihat dan pengguna pejalan kaki yang melakukan aktifitas penyeberangan
dengan frekuensi tingkat kepadatan yang tinggi. Misalnya pada pasar, sekolah,
dll.
b. Kebutuhan pengendara motor akan rencana kecepatan yang akan dicapai tanpa
ada halangan dan aman. -
c. Dilihat dan lalu-lintas jalan raya yang sangat padat dan mobilitas tinggi.
d. Kebutuhan keamanan dan penyeberang jalan untuk anak-anak sekolah, karena
belum stabil pengontrolan untuk dirinya. Misalnya untuk SD dan taman kanak-
kanak.

3-38 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.21. Jembatan penyebrangan untuk pejalan kaki

2. Terowongan penyebrangan pejalan kaki


Terowongan penyeberangan pejalan kaki merupakan bangunan terowongan
melintang dibawah permukaan Jalan diperuntukkan bagi pejalan kaki yang
menyeberang dari satu sisi jalan ke sisi jalan yang lainnya. Terowongan
penyeberang pejalan kaki harus dibangun dengan konstruksi yang kuat dan mudah
dipelihara. Lebar paling kecil terowongan penyeberangan pejalan kaki adalah 2,5
(dua koma lima) meter dengan kelandaian tangga paling besar 200 (dua puluh
derajat). Tinggi paling rendah terowongan penyeberangan pejalan kaki adalah 3
(tiga) meter.Terowongan penyeberangan pejalan kaki harus dilengkapi dengan
penerangan yang memadai. Terowongan penyeberang pejalan kaki harus
mempertimbangkan fasilitas sistem aliran udara sesuai dengan kebutuhan.
Pulau jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c merupakan
bangunan di jalur lalu lintas yang ditinggikan yang tidak dilalui oleh kendaraan
bermotor, berfungsi sebagai kanal, memisahkan, dan mengarahkan arus lalu lintas.

3. Pulau jalan
Pulau lalu lintas adalah bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dapat
berupa marka jalan atau bagian jalan yang ditinggikan. Pulau lalu lintas berfungsi
untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas pada ruas jalan ataupun di
persimpangan jalan melalui pemisahan arus.
Termasuk dalam pengertian pulau adalah:

3-39 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

a. kanalisasi arus pada persimpangan untuk memisahkan arus lalu lintas dalam
rangka pengendalian konflik yang terjadi di persimpangan;
b. pulau pemisah jalan pada tempat penyeberangan pejalan kaki/pelican crossing;
c. median jalan;
d. bundaran lalu lintas;
e. marka chevron di persimpangan
Pulau jalan harus dibangun dengan konstruksi yang awet dan mudah
dipelihara. Sisi luar bangunan pulau jalan diharuskan menggunakan kerb. Bagian
dari pulau jalan terdiri atas marka garis, marka chevron, lajur tepian, dan bangunan
yang ditinggikan. Pulau jalan dapat dimanfaatkan untuk ruang hijau dan fasilitas
lainnya yang mempunyai nilai estetika sepanjang tidak mengganggu fungsi Jalan.

Gambar 3.22. Pulau jalan

4. Trotoar
Trotoar merupakan bangunan yang ditinggikan sepanjang tepi jalan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Trotoar harus dirancang dengan
memperhatikan :
a. aksesibilitas bagi penyandang cacat;
b. adanya kebutuhan untuk pejalan kaki; dan c. unsur estetika yang memadai.
Trotoar harus dibangun dengan konstruksi yang kuat dan mudah dalam
pemeliharaan. Bagian atas trotoar harus lebih tinggi dari jalur lalu lintas. Bagian sisi
dalam trotoar harus diberi kerb. Trotoar ditempatkan dalam Ruang Manfaat Jalan
(Rumaja) atau dalam Ruang Milik Jalan (Rumija), tergantung dari ruang yang

3-40 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

tersedia. Pada akses ke persil, ketinggian/kelandaian trotoar bagian tengah tidak


boleh diturunkan. Kelandaian boleh dilakukan kearah melintang trotoar searah
kendaraan masuk pada awal akses atau akhir akses. Desain trotoar juga harus
memperhatikan panggunanya seperti fasilitas unutuk kaum difable. Pada gambar
terlihat desain trotoar yang responsif gender dengan memfasilitasi kaum difabel.

Gambar 3.23. Trotoar yang responsif gender

5. Tempat Parkir
Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan
angkutan / barang (bermotor maupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam
jangka waktu tertentu (Taju,1996). Tempat dimana kendaraan diparkirkan
dinamakan fasilitas parkir. Penyediaan fasilitas yang baik tidak akan menimbulkan
konflik di ruas jalan sekitarnya. Permasalahan parkir pada dasarnya terjadi apabila
jumlah kebutuhan parkir lebih besar dari pada kapasitas parkir yang ada. Sehingga
kendaraan yang tidak tertampung pada tempat parkir akan mengganggu
kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan di sekitarnya dalam menentukan Satuan
Ruang Parkir. Sehingga untuk menentukan SRP didasarkan atas pertimbangan :
a. Dimensi kendaraan standar
b. Ruang bebas kendaraan parkir
Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal
kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintu
kendaraan dibuka, yang diukur dari ujung paling luar pintu kebadan kendaraan
parkir yang ada di sampingnya. Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi

3-41 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

benturan antara pintu kendaraan dan kendaraan yang parkir disampingnya


pada saat penumpang turun dari kendaraan. Ruang bebas arah memanjang
diberikan di depan kendaraan untuk menghindari benturan dengan di dinding
atau kendaraan yang lewat jalur gang. Jarak bebas arah lateral diambil sebesar
5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30 cm.
c. Lebar bukaan pintu kendaraan ukuran lebar bukaan pintu merupakan fungsi
karakteristik pemakai kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir.

Gambar 3.24. Ruang parkir

6. Teluk bus
Teluk Bus yang dilengkapi halte merupakan bangunan di sisi jalan berbentuk teluk
yang dilengkapi tempat berteduh, diluar jalur lalu lintas, diperuntukkan bagi bus
untuk berhenti sementara menurunkan dan menaikan penumpang, dan menunggu
calon penumpang bus. Ruas Jalan yang dilewati trayek angkutan umum dapat
dilengkapi teluk bus yang dilengkapi halte. Jarak antara teluk bus yang dilengkapi
halte, disepanjang koridor jalan yang potensi penggunaannya cukup banyak, paling
dekat 500 (lima ratus) meter. Fasilitas trotoar yang melintas teluk bus yang
dilengkapi halte, harus tetap ada dan menerus. Perkerasan jalan di dalam teluk bus
harus lebih kuat 1,5 (satu koma lima) kali dari perkerasan pada jalur lalu lintas.

3-42 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.25. Teluk bus

3.1.1.7. Perlengkapan Jalan

Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan. Perlengkapan jalan pada


pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan lama dilaksanakan oleh
penyelenggara jalan dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan.
Perlengkapan jalan terdiri atas:
a. perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan, dan
b. perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan.
3.1.1.7.1. Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan
meliputi:
a. perlengkapan jalan wajib; dan
b. perlengkapan jalan tidak wajib.
A. Perlengkapan jalan wajib meliputi:
a. aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu jalan, marka Jalan
dan alat pemberi isyarat lalu lintas;
b. petunjuk dan peringatan yang dinyatakan dengan rambu dan tanda-tanda lain;
dan/atau
c. fasilitas pejalan kaki di jalan yang telah ditentukan.
Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan
meliputi:
d. patok pengarah;

3-43 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

e. pagar pengaman;
f. patok kilometer dan patok hektometer;
g. patok rumija;
h. pagar jalan;
i. peredam silau; dan
j. tempat istirahat.
1. Patok Pengarah
Patok pengarah berfungsi untuk memberi petunjuk arah yang aman dan batas jalur
jalan yang bisa digunakan sebagai pelayanan bagi lalu lintas. Patok pengarah
dipasang pada sisi luar badan jalan. Patok pengarah yang terbuat dari logam yang
jika tertabrak oleh kendaraan yang hilang kendali tidak membahayakan kendaraan
tersebut. Patok pengarah pada bagian ujungnya harus dilengkapi dengan bahan
bersifat reflektif.

Gambar 3.26. Patok pengarah yang reflektif

2. Pagar Pengaman
Pagar pengaman berfungsi untuk melindungi daerah atau bagian jalan yang
membahayakan bagi lalu lintas, digunakan pada daerah seperti adanya:
a. jurang atau lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter;
b. tikungan pada bagian luar jalan dengan radius tikungan lebih dari 30 (tiga puluh)
meter; dan
c. bangunan pelengkap jalan tertentu.

3-44 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.27. Pagar pengaman

Pagar pengaman secara fisik bisa berupa:


a. pagar rel yang bersifat lentur (guardrail);
b. pagar kabel (wire rope); dan
c. pagar beton yang bersifat kaku seperti beton penghalang lalu lintas (concrete
barrier/jersey barrier).
Pagar pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan dengan jarak paling dekat
0,6 (nol koma enam) meter dari marka tepi jalan. Pemilihan jenis pagar pengaman
harus mempertimbangkan:
a. kecepatan rencana;
b. ruang yang tersedia untuk mengakomodasikan defleksi pagar saat terjadi
tabrakan;
c. memiliki kekuatan yang bisa menahan laju kendaraan yang hilang kendali;
d. dapat mengurangi dampak tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan yang lebih
parah;
e. dapat mengarahkan kembali kendaraan yang hilang kendali ke jalur lalu lintas
dengan baik.
Pagar pengaman dilengkapi dengan tanda dari bahan bersifat reflektif dengan
warna sesuai dengan warna patok pengarah pada sisi yang sama.
3. Patok kilometer
Patok kilometer adalah patok yang menginformasikan panjang jalan dan/atau jarak
dari kota atau simpul tertentu. Patok kilometer dipasang disisi luar badan jalan
diluar saluran tepi atau diambang pengaman ruang manfaat jalan. Bila dipasang
pada median jalan maka jarak dari marka tepi jalan paling dekat 0,6 (nol koma

3-45 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

enam) meter, di sepanjang koridor jalan pada setiap jarak 1 (satu) kilometer. Patok
kilometer secara fisik bisa berupa kolom beton atau papan rambu. Patok kilometer
dilengkapi warna dasar dan tulisan yang bisa terbaca dengan jelas. Diantara patok
kilometer harus dipasang patok hektometer yang berjarak setiap 100 (seratus)
meter.

Gambar 3.28. Patok kilometer


4. Patok rumija

Patok Rumija adalah patok pembatas antara lahan milik Jalan yang dikuasai
penyelenggara jalan atas nama negara dengan lahan di luar Rumija. Patok Rumija
dipasang dikedua sisi Jalan sepanjang koridor jalan, setiap jarak 50 (lima puluh)
meter. Patok Rumija secara fisik bisa berupa patok beton atau patok besi, diberi
warna dasar dan tulisan mengenai status Rumija yang bisa dibaca dengan jelas.

Gambar 3.29. Lokasi penempatan patok rumija

3-46 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

5. Pagar jalan
Pagar jalan berfungsi untuk melindungi bangunan atau daerah tertentu seperti:
a. bangunan pelengkap jalan,
b. jalur pejalan kaki,
c. daerah tertentu yang bisa membahayakan lalu lintas; dan d. rumija untuk jalan
bebas hambatan/Tol.
Pagar jalan dipasang sesuai dengan kebutuhan dan harus seijin penyelenggara
jalan.

Gambar 3.30. Pagar jalan pada jalan bebas hambatan

6. Bangunan peredam sialu


Bangunan peredam silau berfungsi untuk melindungi atau menghalangi mata
pengemudi dari kesilauan terhadap sinar lampu kendaraan yang berlawanan arah.
Peredam silau dipasang pada:
a. jalan raya dan jalan bebas hambatan,
b. jalan yang berpotensi menimbulkan silau bagi pengemudi.
Peredam silau dipasang dibagian tengah dari median.

Gambar 3.31. Median dengan tanaman sebagai peredam silau

3-47 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

7. Tempat istirahat
Tempat istirahat merupakan fasilitas yang disediakan untuk pengguna jalan arteri
primer. Tempat istirahat harus diadakan pada jalan arteri apabila dalam 25 (dua
puluh lima) kilometer tidak terdapat tempat perhentian atau permukiman atau
tempat umum yang lain yang dapat dipakai istirahat. Tempat istirahat paling sedikit
dilengkapi dengan jalan masuk dan jalan keluar ke jalan arteri, fasilitas tempat
parkir yang memadai untuk semua jenis kendaraan, dan fasilitas umum. Tempat
istirahat harus berada di luar Rumaja.

Gambar 3.32. Rest area sebagai tempat istirahat

B. Perlengkapan jalan tidak wajib adalah lampu penerangan jalan umum, kecuali menjadi
wajib pada tempat sebagai berikut:
a. persimpangan;
b. tempat yang banyak pejalan kaki;
c. tempat parkir; dan
d. daerah dengan jarak pandang yang terbatas.
Tiang penerangan Jalan Umum dipasang di sisi luar badan Jalan dan/atau pada bagian
tengah median jalan. Ketentuan teknis perlengkapan jalan yang berkaitan
langsung dengan pengguna jalan baik wajib maupun tidak wajib berpedoman pada
ketentuan teknis yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintah dibidang lalu lintas dan angkutan jalan.
 Dasar perencanaan penerangan jalan
Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini :

3-48 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

a) Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang


bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
b) Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan
jalan;
c) Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll;
d) Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan

cahaya lampu penerangan;


e) Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu

dan lokasi sumber listrik;


f) Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar
perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis;
g) Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah

sekitarnya;
h) Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi.

 Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan


penerangan
jalan antara lain sebagai berikut :
a) Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan;
b) Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam;
c) Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll;
d) Jalan-jalan berpohon;
e) Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk
pemasangan lampu dibagian median;
f) Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah
(terowongan);
g) Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi
dengan jalannya.
 Jenis lampu penerangan jalan
Jenis lampu penerangan jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya
secara umum dapat dilihat dalam Tabel berikut;

3-49 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.27 . Jenis lampu penerangan jalan menurut karakteristik dan penggunaanya

 Pencahayaan pada ruas jalan


Pencahayaan pada ruas jalan Kualitas pencahayaan pada suatu jalan diukur
berdasarkan metoda iluminansi atau luminansi. Meskipun demikian lebih
mudah menggunakan metoda iluminansi, karena dapat diukur langsung di
permukaan jalan dengan menggunakan alat pengukur kuat cahaya. Kualitas
pencahayaan normal menurut jenis/klasifikasi fungsi jalan ditentukan seperti
pada Tabel berikut;

3-50 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.28 .Tabel pencahayaan normal

 Batas penempatan lampu penerang jalan


Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu,
tinggi lampu, lebar jalan dan tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang
akan digunakan. Jarak antar lampu penerangan secara umum dapat mengikuti
batasan seperti pada Tabel 3.29. Dalam tabel tersebut dipisahkan antara dua
tipe rumah lampu. Rumah lampu (lantern) tipe A mempunyai penyebaran
sorotan cahaya/sinar lebih luas, tipe ini adalah jenis lampu gas sodium
bertekanan rendah, sedangkan tipe B mempunyai sorotan cahaya lebih
ringan/kecil, terutama yang langsung ke jalan, yaitu jenis lampu gas merkuri
atau sodium bertekanan tinggi.

3-51 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tabel 3.29 .Tabel penempatan jarak lampu penerangan berdasarkan spesifikasi

3.1.1.8. Penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya


Penggunaan jalan untuk lalu lintas dan angkutan umum harus sesuai dengan fungsi jalan.
Penggunaan jalan untuk lalu lintas dan angkutan jalan diatur dan dilaksanakan oleh
penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan kewenangannya.

3.1.1.9. Ketidakputusan jalan


Ketidak terputusan jalan dalam setiap jaringan jalan baik dalam sistem primer maupun
sekunder adalah keterhubungan antar pusat kegiatan pada tingkat Nasional sampai dengan
tingkat lokal dan mencapai persil secara berkesinambungan. Jalan arteri primer atau jalan
kolektor primer yang memasuki wilayah perkotaan harus tidak terputus. Penyelenggara

3-52 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

jalan wajib memprioritaskan terwujudnya ketidak terputusan jalan sesuai dengan


kewenangannya.

3.1.2. KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

Lingkup Kriteria Perencanaan Teknis Jalan meliputi:


a. fungsi jalan;
b. kelas jalan;
c. bagian-bagian jalan;
d. dimensi jalan;
e. muatan sumbu terberat, volume lalu lintas, dan kapasitas jalan;
f. persyaratan geometrik jalan;
g. Konstruksi jalan;
h. konstruksi bangunan pelengkap jalan;
i. perlengkapan jalan;
j. kelestarian lingkungan hidup;
k. ruang bebas.

Tahapan perencanaan teknis jalan meliputi:

a. Perencanaan Teknis Awal, yang melingkupi:


1) perencanaan beberapa alternatif alinemen jalan yang akan
dibangun;dan
2) pertimbangan teknis, ekonomis, lingkungan, dan keselamatan yang melatar
belakangi konsep perencanaan;
b. Kajian kelayakan jalan (Feasibility study), yang melingkupi:
1) kajian kelayakan teknis dan kajian kelayakan finansial untuk setiap alternatif
alinemen jalan keluaran perencanaan teknis awal; dan
2) menetapkan pilihan alternatif yang paling layak baik secara teknis maupun
finansial, serta keselamatan lalu lintas jalan;
c. Perencanaan Teknis Akhir (Final Engineering Design), terdiri dari:
1) desain pendahuluan, yang diawali dengan pelengkapan data pendukung
untuk perencanaan termasuk tinjauan lapangan untuk penetapan alinemen

3-53 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Jalan yang final untuk alternatif alinemen terpilih hasil kajian kelayakan
jalan;
2) perencanaan teknis rinci (Detail Engineering Design);
3) audit keselamatan jalan (AKJ); dan
4) perencanaan teknis akhir.
Setiap perencanaan teknis jalan baik yang dilakukan perorangan maupun oleh Badan
Hukum termasuk Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
harus mengacu kepada persyaratan teknis.
3.1.2.1. Fungsi jalan terdiri atas:
a. jalan arteri;
b. jalan kolektor;
c. jalan lokal;
d. jalan lingkungan.
3.1.2.2. Kelas jalan dibagi atas:

a. spesifikasi penyediaan prasarana jalan; dan


b. penggunaan jalan yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan intensitas lalu lintas
guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan.
3.1.2.3. Bagian bagian jalan
Bagian-bagian jalan terdiri dari:
a. ruang manfaat jalan, selanjutnya disebut Rumaja;
b. ruang milik jalan, selanjutnya disebut Rumija; dan
c. ruang pengawasan jalan, selanjutnya disebut Ruwasja.
A. Rumaja

Rumaja merupakan bagian jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan untuk
drainase permukaan, talud timbunan atau talud galian dan ambang pengaman jalan
yang dibatasi oleh tinggi dan kedalaman tertentu dari muka perkerasan. Rumaja
diperuntukan bagi perkerasan jalan, median, jalur pemisah jalan, bahu jalan,
trotoar, saluran tepi dan gorong-gorong, lereng tepi badan Jalan, bangunan
pelengkap jalan, dan perlengkapan jalan, yang tidak boleh dimanfaatkan untuk
prasarana perkotaan atau keperluan utilitas atau yang lainnya tanpa izin tertulis dari

3-54 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

penyelenggara jalan. Ambang pengaman jalanberupa bidang tanah dan/atau konstruksi


bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas Rumaja yang
hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan, paling kecil 1 (satu) meter.
Tinggi ruang bebas bagi semua kelas jalan yang sebidang dengan tanah paling rendah 5
(lima) meter, serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari muka
perkerasan jalan. Tinggi ruang bebas bagi semua jalan arteri dan kolektor pada lintas
atas, lintas bawah, jalan layang, dan terowongan paling rendah 5 (lima) meter, serta
kedalaman ruang bebas sesuai dengan kebutuhan pengamanan konstruksi. Rumaja di
bawah kolong jalan layang dapat dimanfaatkan untuk parkir kendaraan, ruang terbuka
hijau, lapangan olahraga, dan kantor pengoperasian jalan, dengan syarat tidak
mengganggu keselamatan, kelancaran lalu lintas, dan keamanan konstruksi.
Pemanfaatan Rumaja di bawah jalan layang sebagaimana harus mendapat izin dari
penyelenggara jalan.

B. Rumija

Rumija merupakan ruang sepanjang jalan, dibatasi oleh lebar yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan dan menjadi milik negara. Rumija harus memiliki lebar minimal
sesuai kelas penyediaan prasarana sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini, dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, diberi tanda patok Rumija sebagai batas yang
ditetapkan oleh penyelenggara jalan. Rumija harus memiliki lebar paling sedikit sesuai
ketentuan Permen pu no 19/PRT/M/2011. Rumijaselain digunakan untuk ruang
manfaat jalan, bisa dimanfaatkan untuk;

a. pelebaran jalan atau penambahan lajur lalu lintas di masa yang akan datang;
b. kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan;
c. ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai lansekap jalan;
d. kebutuhan ruang untuk penempatan utilitas.

Bangunan utilitas dapat ditempatkan di dalam Rumija namun sekurang- kurangnya


pada batas terluar ruang manfaat jalan sesuai dengan pedoman pemanfaatan ruang
jalan yang berlaku.

3-55 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

C. Ruwasja

Ruwasja merupakan ruang tertentu di luar Rumija, dibatasi oleh lebar dan tinggi
tertentu, penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. Ruwasja
diperuntukkan bagi pemenuhan pandangan bebas pengemudi, ruang bebas bagi
kendaraan yang mengalami hilang kendali, dan pengamanan konstruksi jalan serta
pengamanan fungsi jalan. Ruwasja pada daerah bagian jalan yang menikung
ditentukan oleh lebar daerah kebebasan samping jalan. Ruwasja, pada Jalan yang
melalui terowongan dan lintas bawah harus memiliki lebar yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengamanan konstruksi. Lebar Ruwasja ditentukan dari sisi luar Rumija
dengan lebar paling sedikit sesuai ketentuan dalam Permen pu no 19/PRT/M/2011.
Dalam hal lebar Rumija terbatas, lebar Ruwasja dapat ditentukan dari tepi luar badan
jalan paling sedikit dengan ukuran sesuai ketentuan dalam Permen pu no
19/PRT/M/2011.

Gambar 3.33. Bagian-bagian jalan

3-56 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.34. Fungsi bagian – bagian jalan

3.1.2.4. Dimensi jalan

Dimensi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d Untuk setiap
perencanaan teknis jalan harus ditetapkan sesuai dengan kelas jalan. Dimensi jalan
terdiri dari badan jalan yang didalamnya memuat jalur lalu- lintas, bahu jalan, median,
dan jalur pemisah (jika diperlukan).
Dimensi jalan ditetapkan berdasarkan:
a. lalu lintas harian rata-rata tahunan yang direncanakan; dan
b. kelas jalan.
Lebar badan jalan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, dengan lebar paling kecil
serta konfigurasinya diatur dalam BAB II tentang Persyaratan Teknis Jalan.

3.1.2.5. Muatan Sumbu Terberat, volume lalu lintas, dan kapasitas


A. Muatan Sumbu Terberat
Muatan sumbu terberat, volume lalu lintas, dan kapasitas jalan untuk setiap
perencanaan teknis jalan harus ditetapkan.
B. Volume lalu lintas
Volume lalu lintas rencana dibedakan untuk perencanaan geometrik jalan dan untuk
perencanaan perkerasan jalan. Volume lalu lintas rencana untuk perencanaan
geometrik jalan meliputi:

3-57 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

a) volume lalu lintas harian rata-rata tahunan rencana yang dihitung berdasarkan
lalu lintas harian rata-rata saat ini yang diproyeksikan ke masa yang akan datang
sesuai dengan usia rencana dan faktor pertumbuhan lalu lintas; dan
b) volume lalu lintas jam perencanaan yang dihitung berdasarkan volume lalu lintas
harian rata-rata tahunan rencana dikalikan dengan faktor jam sibuk (faktor K).
Faktor K dan faktor pertumbuhan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh penyelenggara jalan berdasarkan kondisi pertumbuhan lalu lintas.
Volume lalu lintas rencana untuk perencanaan perkerasan jalan meliputi:
a) jumlah Kumulatif lalu lintas kendaraan yang dalam satuan lintasan ekuivalen
sumbu as tunggal 8,16 ton (18Kip Single Axle Load) yang diperkirakan akan
menggunakan Jalan tersebut selama usia perencanaannya;
b) jumlah Kumulatif lalu lintas kendaraan dinyatakan dalam jumlah kumulatif satuan
perusakan perkerasan oleh berat beban kendaraan yang melalui Jalan tersebut;
c) satuan perusakan perkerasan oleh kendaraan (vehicle damaging factor) ditetapkan
berdasarkan kondisi lalu lintas aktual yang diukur langsung dan dinyatakan dalam
satuan lintasan ekuivalen sumbu as tunggal 8,16 ton (18Kip Single Axle Load); dan
d) jika vehicle damaging factor tidak ditetapkan berdasarkan lalu lintas aktual, satuan
perusakan perkerasan oleh berat beban kendaraan ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan disetujui oleh penyelenggara jalan.
Kapasitas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 adalah kemampuan Jalan
untuk melayani lalu lintas selama usia pelayanan dengan tingkat pelayanan yang
tidak melampaui batas RVK pada akhir usia pelayanannya.
C. Kapasitas Jalan
Pada saat RVK suatu ruas jalan sudah mencapai batas tingkat pelayanan sampai
dengan 100 (seratus) jam dalam setahun (1,14% (satu koma empat belas persen) dari
waktu pelayanan) atau rata-rata 16 (enam belas) menit dalam satu hari, maka
kapasitas ruas jalan tersebut harus ditingkatkan. Usia rencana tingkat pelayanan
ditentukan:
a) paling sedikit 10 (sepuluh) tahun untuk jalan arteri dan kolektor;
b) paling sedikit 5 (lima) tahun untuk Jalan lokal dan jalan lingkungan.

3-58 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Pelaksanaan konstruksi jalan untuk pencapaian tingkat pelayanan dapat dilakukan


secara bertahap. Tingkat pelayanan dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun. Tata
cara perhitungan tingkat pelayanan jalan rencana mengacu kepada manual
mengenai kapasitas jalan.

3.1.2.6. Persyaratan geometrik jalan

Persyaratan Geometrik jalan untuk setiap perencanaan Jalan harus mengikuti kaidah
geometrik Jalan yang berazaskan keselamatan lalu lintas. Elemen perencanaan
geometrik jalan yang meliputi alinemen horizontal, alinemen vertikal, dan potongan
melintang jalan diatur sesuai ketentuan yang tercantum dalam Permen pu no
19/PRT/M/2011. Pengecualian ketentuan elemen perencanaan geometrik jalan dapat
dilakukan dengan membuktikan bahwa pengecualian tersebut mampu memberikan
keselamatan bagi pengguna jalan dan atas persetujuan dari penyelenggara jalan.

Gambar 3.35. Penerapan superelevasi di tikungan

Ada beberapa beberapa kriteria geometrik jalan raya yang harus dipenuhi antara lain:
1. Volume kendaraan rencana
2. Kecepatan rencana
3. Jari jari minimum
4. Tipe tikungan
5. Superelevasi pada tikungan
6. Kelandaian maksimum
7. Jarak pandang
8. Panjang bagian lurus maksimum
9. Pelebaran pada tikungan

3-59 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.1.2.7. Konstruksi jalan


Konstruksi jalan harus diperhitungkan untuk mampu melayani beban lalu lintas
rencana. Konstruksi perkerasan terdiri dari lapis penopang, tanah dasar, lapis
pondasi, lapis penutup. Perencanaan konstruksi jalan mengacu kepada pedoman
perencanaan perkerasan jalan yang berlaku.

Gambar 3.36. Konstruksi jalan

3.1.2.8. Konstruksi bangunan pelengkap

Konstruksi bangunan pelengkap jalan harus direncanakan mengikuti kaidah teknis


yang memadai dan memenuhi Persyaratan Teknis Jalan. Konstruksi jembatan harus
direncanakan paling singkat 50 (lima puluh) tahun. Jembatan harus direncanakan
berdasarkan beban aksi dan beban tetap (berat sendiri, beban mati tambahan (utilitas,
pengaruh penyusutan, dan rangka), beban lalu lintas (beban lajur “D”, pembebanan
truk “T”, pembebanan untuk pejalan kaki, beban tumbukan pada penyangga
jembatan), aksi lingkungan (penurunan, temperatur, aliran air, benda hanyutan, beban
angin, pengaruh gempa, dll), aksi – aksi lainnya (gesekan pada perletakan, pengaruh
getaran, beban pelaksanaan). Dalam hal tidak terdapat saluran alam atau saluran
buatan pada medan datar, maka jarak antar gorong-gorong paling jauh 300 (tiga ratus)
meter.

3-60 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.1.2.9. Konstruksi bangunan pelengkap


Perlengkapan jalan harus direncanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
dengan prioritas mewujudkan keselamatan lalu lintas. Setiap Jalan wajib memenuhi
ketentuan perlengkapan jalan. Keselamtan lalu lintas bertujuan untuk mewujudkan
jalan berkeselamatan antara lain :
a. Forgiving Road, artinya jalan masih mampu menyayangi jiwa pengguna ketika
melakukan kelalaian di jalan;
b. Self Explaining Road, artinya jalan harus mampu memberikan dan menjelaskan
informasi keselamatan kepada pengguna; dan
c. Self Regulating Road, artinya jalan harus mampu memenuhi standar keamanan
dan keselamatan. Dengan demikian jelas bahwa penyelenggara jalan wajib
melakukan upaya-upaya teknis untuk mencapai jalan berkeselamatan, yang
meliputi perbaikan geometrik, perkerasan jalan, dan harmonisasi pemasangan
fasilitas perlengkapan keselamatan jalan.

Gambar 3.37. Rambu jalan menuju jalan berkeselamatan

3.1.2.10. Kelestarian lingkungan hidup


Kelestarian lingkungan hidup wajib dipertimbangkan untuk setiap Perencanaan Teknis
Jalan. Setiap perencanaan teknis Jalan harus dilengkapi dengan dokumen Analisa
Mengenai Dampak Linkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UKL) atau Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) atau Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) sesuai dengan

3-61 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

ketentuan yang berlaku. Integrasi pertimbangan lingkungan dilakukan dengan


memasukkan rekomendasi lingkungan yang terdapat di dalam AMDAL/UKL/UPL/SPPL.

3.1.2.11. Ruang bebas jalan

Ruang bebas adalah ruang yang dikosongkan dari segala bentuk bangunan atau
penghalang atau bentuk muka tanah yang dapat mencederai berat pengguna jalan
atau memperparah luka akibat kecelakaan kendaraan yang keluar dari badan jalan.
Ruang bebas diukur mulai dari batas terluar badan jalan sampai dengan batas luar
Ruwasja. Penyelenggara jalan harus mengusahakan tersedianya ruang bebas.

3.1.3. Keselamatan Jalan


3.1.3.1. Umum
Secara global, sekitar 1,3 juta orang meninggal setiap tahun dan lebih dari 25 juta
orang menderita cacat permanen akibat kecelakaan lalu lintas. Kondisi ini semakin
memburuk di banyak negara di dunia sejalan dengan tingginya laju kepemilikan
kendaraan bermotor. Namun demikian, di beberapa negara maju telah terjadi
penurunan tingkat kecelakaan akibat dilaksanakannya Program Keselamatan Jalan
secara aktif selama 50 tahun terakhir. Kecelakaan lalu lintas diprediksi akan
menjadi penyebab kematian kelima terbesar di dunia pada Tahun 2030. Kerugian
yang ditanggung masyarakat akibat kecelakaan lalu lintas diperkirakan sekitar 2%
dari total penghasilan domestik regional bruto (PDRB) suatu negara. Di Indonesia,
berdasarkan hasil penelitian terkini, kerugian yang di akibatkan kecelakaan lalu
lintas mencapai 2,9% dari PDRB Indonesia. Di negara-negara berkembang dengan
laju motorisasi yang tinggi seperti di Afrika, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan
Amerika Selatan, kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas bahkan
lebih tinggi daripada bantuan internasional yang diterima. Oleh karena itu,
kematian atau cedera akibat kecelakaan lalu lintas bukan hanya sebatas masalah
kesehatan masyarakat–namun juga memberi beban kerugian ekonomi yang besar
bagi negara dan masyarakat. Mengurangi kecelakaan lalu lintas di jalan, tidak
hanya akan menolong individu dan keluarganya, namun juga berkontribusi positif
bagi perekonomian suatu negara.

3-62 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Banyak negara saat ini telah mengembangkan Strategi Keselamatan Jalan


Nasional sebagai panduan untuk mengarahkan sumber dayanya dalam upaya
meningkatkan keselamatan jalan. Strategi Nasional ini berbeda antar negara
karena perbedaan tingkat pembangunan dan masalah kecelakaan lalu lintas yang
dialaminya. Namun, ada beberapa persamaan yang secara umum dapat
dituangkan dalam 5 pilar yang mencerminkan pemikiran “sistem
berkeselamatan”:
- Pilar 1 – Manajemen keselamatan jalan
 Memperkuat kapasitas kelembagaan
 Membentuk badan koordinasi
 Mengembangkan strategi keselamatan jalan nasional
 Membuat target jangka panjang yang realistik
 Mengembangkan sistem data kecelakaan lalu lintas
- Pilar 2 – Jalan yang berkeselamatan
 Meningkatkan kesadaran-keselamatan dalam perencanaan dan desain
 Memperkenalkan proses audit keselamatan jalan
 Penilaian keselamatan jalan secara teratur
 Memperluas program penanganan lokasi rawan kecelakaan
 Menciptakan prioritas keselamatan di lokasi pekerjaan jalan
- Pilar 3 – Kendaraan yang berkeselamatan
 Mengharmonisasikan standar global
 Melaksanakan program penilaian mobil baru
 Melengkapi semua mobil baru dengan fitur keselamatan
 Mendorong manajer perusahaan mobil untuk membeli, mengoperasikan,
dan memelihara kendaraan yangberkeselamatan
- Pilar 4 – Pemakai jalan yang berkeselamatan
 Mengadop undang-undang peraturan keselamatan jalan
 Mempertahankan atau meningkatkan upaya penegakan hukum
 Meningkatkan kesadaran publik atas adanya faktor risiko
 Menciptakan aktivitas pekerjaan yang dapat mengurangi cedera akibat lalu
lintas jalan

3-63 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

 Meningkatkan prosedur SIM


- Pilar 5 – Tanggap darurat pasca tabrakan
 Mengembangkan sistem perawatan rumah sakit
 Mengembangkan nomor telepon darurat nasional
 Memberikan rehabilitasi dan bantuan terhadap korban cedera akibat
tabrakan di jalan
Ke 5 (lima) pilar tersebut merupakan tugas dan sinergitas dari berbagai instansi
yaitu Pekerjaan Umum, Kepolisian, Perhubungan, Kesehatan, dan instansi terkait
lainya. Namun demikian sesuai dengan fungsinya sebagai penyelenggara jalan di
lingkugan pekerjaan umum maka pembahasan lebih difokuskan pada pilar ke-2
yaitu jalan yang berkeselamatan.
3.1.3.2. Pengetahuan Tenik Rekayasa Keselamatan Jalan
A. Keselamatan di Persimpangan
1. Pentingnya Persimpangan dari Aspek Keselamatan
Persimpangan didefinisikan sebagai "pertemuan dua jalan atau lebih yang
bersilangan secara sebidang." Persimpangan secara khusus merupakan lokasi
berisiko tinggi karena pengguna jalan yang berbeda (truk, bus, mobil, pejalan
kaki, dan pengendara sepeda motor) menggunakan ruang yang sama, dan
tabrakan hanya dapat dihindari jika mereka menggunakannya pada waktu yang
berbeda. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa peningkatan
keselamatan di persimpangan dapat mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas
secara signifikan. Upaya meningkatkan keselamatan di persimpangan harus selalu
diperhatikan. Pada bagian ini akan diberikan beberapa panduan penting untuk
meningkatkan keselamatan di persimpangan. Berdasarkan data di banyak negara,
50% lokasi kecelakaan di perkotaan dan 10%-20% lokasi kecelakaan dipedesaan,
terjadi di persimpangan. Perbedaan persentase tersebut terjadi karena pada area
perkotaan lebih banyak terdapat persimpangan, demikian juga dengan volume
lalu lintas yang melaluinya. Volume yang tinggi mengakibatkan paparan yang lebih
tinggi sehingga membawa risiko kecelakaan yang lebih besar pula.
Kecelakaan lalu lintas di persimpangan juga memiliki risiko keparahan yang tinggi
akibat kecepatan relatif tabrakan yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat

3-64 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

dilakukan adalah dengan merancang persimpangan yang memiliki potensi


kecepatan relatif tabrakan yang rendah. Panduan mengenai topik ini lebih lanjut
diberikan dalam subbagian 2.1.2. berikutnya. Persimpangan dapat dikategorikan
dalam empat grup utama :
- Persimpangan empat kaki
- Persimpangan T
- Persimpangan Y
- Persimpangan multi kaki

Gambar 3.38: Tipe simpang

Gambar 3.39: Kondisi simpang

3-65 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tata cara berlalu lintas berlaku untuk setiap jenis persimpangan. Misalnya,
kendaraan yang memasuki sebuah persimpangan harus memberi jalan pada
kendaraan dari arah kiri. Kendaraan yang berbelok ke kiri memiliki prioritas
dibandingkan kendaraan yang berbelok ke kanan. Tata cara berlalu lintas yang
dipahami dengan baik oleh semua pengguna jalan sangat penting bagi terciptanya
sebuah sistem lalu lintas yang berkeselamatan dan efisien. Tata-cara berlalu lintas
harus ditegakkan Polisi berperan vital di sini. Ahli teknik perlu memberi
kesempatan kepada Polisi untuk dapat menegakkan aturan secara efisien dengan
membangun persimpangan dan memasang rambu yang sesuai dengan praktek
yang benar dan tata-cara berlalu litas yang berlaku. Kanalisasi digunakan untuk
memperbaiki tata letak persimpangan dan membuat pergerakan lalu lintas lebih
teratur. Misalnya, dengan memasang pulau pemisah pada pendekat jalan minor
akan tercipta ruang untuk memasang duplikat rambu ”larangan berjalan terus
(Berhenti atau Beri Jalan)”. Ini membantu memperingatkan
pengemudi/pengendara di jalan minor. Variasi persimpangan sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain :
- Kecepatan kendaraan yang menghampiri.
- Jumlah kaki persimpangan.
- Sudut antar kaki persimpangan.
- Jarak pandang kendaraan yang menghampiri.
- Alinyemen.
- Jumlah lajur tambahan.
- Kanalisasi.
- Radius putar.
- Lampu penerangan.
- Lebar lajur dan bahu jalan.
- Jenis kendali persimpangan.

3-66 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

2. Prinsup Dasar Keselamatan di Persimpangan


Apakah kita sedang merancang persimpangan baru atau menyelidiki sebuah
persimpangan yang telah menjadi titik rawan kecelakaan, prinsip keselamatan
kecelakaan tetap sama, yakni :
- memberikan jarak pandang yang cukup di persimpangan, dan jarak
pandang memadai untuk kendaraan yang mendekat atau berhenti di
persimpangan;
- meminimalkan jumlah titik konflik;
- mengurangi kecepatan relatif antarkendaraan;
- mengutamakan pergerakan lalu lintas yang ramai;
- memisahkan konflik (jarak dan waktu);
- mendefiniskan dan meminimalkan wilayah konflik;
- mendefinisikan pergerakan kendaraan;
- menentukan kebutuhan ruang milik jalan;
- mengakomodasi semua pergerakan pengguna jalan (kendaraan dan non-
kendaraan);
- menyederhanakan persimpangan;
- meminimalkan tundaan bagi pengguna jalan.
a. Jarak pandang yang memadai
Dua jarak pandang yang penting untuk dipertimbangkan dalam persimpangan
adalah :
- JPP - Jarak Pandang Pendekat
- JPBP - Jarak Pandang Berkeselamatan di Persimpangan Jarak Pandang
Pendekat (JPP)
 Jarak pandang Pendekat (JPP)
Kebutuhan pertama yang paling dasar dalam perancangan persimpangan
berkeselamatan adalah dengan merancang persimpangan agar pengemudi
yang mendekat dapat mengetahui adanya sebuah persimpangan dan bentuk
tata letak persimpangan. Pengemudi perlu cukup waktu untuk mengenali
persimpangan itu agar dapat bereaksi secara benar.

3-67 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Setiap pengemudi/pengendara yang menghampiri harus mampu mengenali


dan mengerti prioritas yang berlaku di persimpangan. Mereka juga harus dapat
melihat dengan jelas lajur yang harus mereka ambil di persimpangan.
Menyediakan Jarak Pandang Pendekat (JPP) sebagaimana diperlihatkan
diagram di bawah ini adalah cara terbaik untuk menjamin kebutuhan mendasar
ini. JPP merupakan jarak pandang minimal yang harus ada di persimpangan.
JPP didefinisikan sebagai jarak yang dibutuhkan bagi pengemudi untuk
memahami marka atau hazard di permukaan jalan yang menuju persimpangan
lalu berhenti. JPP berguna agar pengemudi mampu melihat marka garis dan
kerb pada persimpangan. JPP hampir mirip dengan Jarak Berhenti yang
Berkeselamatan (JBB). JPP diukur dari ketinggian mata pengemudi (1,05 m) ke
permukaan jalan (0,0 m), sementara JBB diukur dari ketinggian mata
pengemudi (1,05 m) ke titik 0,15 m di atas permukaan jalan. JBB
mengasumsikan bahwa seorang pengemudi/pengendara harus berhenti tiba-
tiba karena ada sebuah objek (kotak, sepeda motor, binatang kecil) dengan
tinggi 0,15 m terletak pada jalan di depannya. Jika JPP tidak dapat terpenuhi,
pastikan bahwa JBB dapat terpenuhi untuk seluruh kaki pendekat di
persimpangan. Untuk melakukannya, pastikan bahwa ada cukup rambu dan
delineator yang cukup di persimpangan, terpasang lebih tinggi dari 0,2 m untuk
dapat mendefinisikan persimpangan sedini mungkin. Tugas ahli teknik adalah
menunjukkan sedini mungkin adanya persimpangan kepada pengemudi yang
mendekat. Gambar JPP untuk kecepatan yang berbeda diberikan dalam Tabel
berikut ini.

3-68 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.40: JPP untuk setiap variasi kecepatan

Gambar 3.41: Jarak pandang pendekat

 Jarak Pandang Berkeselamatan di Persimpangan (JPBP)


Ketika pengemudi berhenti di sebuah persimpangan menunggu untuk
menyeberang jalan atau membelok mereka perlu jarak pandang yang cukup
terhadap kendaraan yang mendekat dari kaki-kaki persimpangan lainnya untuk
dapat melintasi persimpangan dengan selamat. JPBP adalah jarak minimal yang
harus dipenuhi pada jalan utama di semua persimpangan. JPBP diukur

3-69 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

sepanjang jalur jalan dari kendaraan yang menghampiri hingga titik konflik,
diukur dari ketinggian 1,05 m ke ketinggian 1,05m (dari ketinggian mata
pengemudi yang satu keketinggian mata pengemudi lain). JPBP menyediakan
suatu jarak yang cukup bagi pengemudi di jalan utama, untuk melihat
kendaraan di jalan yang lebih kecil yang sedang melaju menuju titik tabrakan
(bahkan mungkin berhenti di tengah persimpangan), dan untuk mengurangi
kecepatannya hingga berhenti sebelum mencapai titik tabrakan. Pengemudi
di jalan minor diasumsikan berhenti 5 m di belakang garis henti (atau di ujung
jalan). JPBP memberikan jarak pandang yang cukup bagi sebuah kendaraan dari
jalan yang lebih kecil untuk melintasi jalan utama dengan selamat. Jika jalan
utama terdiri dari dua jalur, JPBP memungkinkan pengemudi untuk melakukan
penyeberangan dua tahap. Perlu diperhatikan agar peletakkan struktur atau
rambu di persimpangan, tidak mengganggu JPP dan JPBP.

Gambar 3.42: Jarak pandang berkeselamatan persimpangan

3-70 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

b. Meminimalkan Titik Konflik

Titik konflik adalah titik pada persimpangan dimana ruang jalan dibutuhkan
secara bersamaan oleh kendaraan dari kaki persimpangan yang berbeda.
Semakin banyak titik konflik di sebuah persimpangan, semakin besar risiko
terjadi tabrakan. Ada empat jenis manuver utama di persimpangan yang
menimbulkan konflik :
- Diverging-berpencar–kendaraan di belakangnya dipaksa untuk mengurangi
kecepatan
- Merging-Bergabung
- Crossing-Berpotongan
- Weaving-Merangkai
Meminimalkan jumlah titik konflik merupakan prasyarat utama bagi
persimpangan yang berkeselamatan. Diagram berikut ini menunjukkan bahwa
sebuah simpang empat memiliki 32 titik konflik.

Gambar 3.43: Rekayasa titik konflik pada simpang


Titik konflik dapat dikurangi atau dihilangkan dengan memodifikasi
persimpangan. Memblokir bukaan pada median jalan akan menghilangkan
banyak titik konflik. Kanalisasi pada bukaandan membatasi manuver tertentu
juga akan mengurangi titik konflik.
Bagaimanapun juga kita perlu mempertimbangkan untuk menutup bukaan
pada median di persimpangan. Beberapa hal perlu diperhitungkan. Di

3-71 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Indonesia, ada kecenderungan menutup persimpangan bersinyal begitu


muncul masalah. Misalnya, masalah keselamatan, masalah kapasitas atau
masalah perilaku pengemudi/pengendara. Apapun alasannya, menutup
persimpangan dan mengarahkan lalu lintas ke kiri untuk melakukan U-turn
merupakan hal yang biasa di negeri ini. Sayangnya, sering kali cara itu
merupakan pilihan yang tidak efisien dan (terkadang) tidak berkeselamatan
untuk diterapkan.
Jika persimpangan tersebut bersinyal, apa tindakan kita agar lampu lalu lintas
itu berfungsi secara benar. Ajukan pertanyaan yang sama jika persimpangan itu
berupa bundaran. Jika persimpangannya besar dan dikendalikan dengan
rambu ‘larangan berjalan terus (Berhenti atau Beri Jalan)’, selidiki kemungkinan
pemasangan sinyal pada lokasi ini. Hal-hal ini membutuhkan biaya. Namun,
sistem jalan di Indonesia merupakan bagian penting dari perekonomian
Indonesia sehingga layak untuk mendapatkan persimpangan-persimpangan
yang baik. Saat ini di Indonesia masih banyak persimpangan yang tidak
bersinyal; diperlukan sebuah program jangka panjang untuk mengatasi hal itu.
Yang perlu diingat, di mana terjadi konflik lalu lintas selalu ada risiko tabrakan.
Membatasi manuver lalu lintas (dengan memblokir atau menutup
persimpangan), akan mengurangi konflik lalu lintas disertai peningkatan
keselamatan. Namun demikian, hal tersebut biasanya menimbulkan beban
pada jalan akses lokal dan memindahkan potensi tabrakan ke lokasi lain.
Melakukan hal-hal demikian mungkin tidak akan meningkatkan nilai
keselamatan jaringan jalan secara keseluruhan. Sebuah tantangan bagi ahli
rekayasa keselamatan jalan adalah menjaga keseimbangan antara
pengurangan risiko tabrakan dan kinerja jaringan jalan.
c. Mengurangi kecepatan relatif antar kendaraan
Kecepatan relatif antar kendaraan merupakan resultan garis vektor yang
dihitung berdasarkan kecepatan kendaraan di titik konflik. Keselamatan di
persimpangan sangat bergantung pada pencapaian kecepatan relatif yang
rendah. Gambar berikut ini menunjukkan kecepatan relatif antara kendaraan
yang saling mendekat dengan kecepatan 80 km/jam dengan sudut yang

3-72 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

berbeda- beda. Kebanyakan ahli teknik mengerti ancaman serius dalam kasus
tabrak depan, namun sedikit yang menyadari kecepatan tabrakan yang tinggi
juga muncul dalam kasus tabrak samping. Fakta ini penting untuk diingat –
tabrakan di persimpangan cenderung menimbulkan akibat yang parah karena
persimpangan merupakan lokasi dari banyak kasus tabrak samping.

Saat tabrakan terjadi pada kecepatan tinggi (seperti dijalan atar kota), tingkat
keparahan sangat tinggi dan umumnya menyebabkan kematian. Melintasi
persimpangan harus dilakukan pada atau mendekati sudut 90 derajat agar
kesalahan perkiraan pengemudi dapat diminimalkan. Namun, hal ini dapat
menghasilkan dampak kecepatan yang relatif tinggi. Oleh karena itu, penting
untuk mengurangi kecepatan pendekat. Memang tidak mudah, namun dapat
dilakukan dengan mengubah alinyemen di pendekat persimpangan, dengan
kanalisasi (termasuk bundaran), atau dengan memasang rambu atau APILL.
Konflik lain–manuver beruntun, bergabung, dan berpencar–harus dirancang
untuk kecepatan relatif yang rendah. Jika kecepatan relatif dapat dikendalikan,
pengemudiakan memperoleh celah antara kendaraan. Cara ini dapat
meningkatkan kapasitas, mengurangi tundaan, dan yang paling penting
meningkatkan keselamatan. Semua itu adalah sasaran yang diharapkan.
Diagram berikut menunjukkan kecepatan tabrakan relatif untuk berbagai
kecepatan perjalanan di berbagai jenis persimpangan. Diagram ini
menggambarkan tiga hal penting :
- Tabrakan samping berdampak parah
- Persimpangan Y berisiko sangat tinggi
- Bundaran lebih berkeselamatan

3-73 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.44: Kecepatan relatif

d. Mendahulukan Pergerakan di Jalan Utama


Pengemudi pada jalan utama memiliki prioritas pada persimpangan.
Umumnya, hal ini memungkinkan persimpangan untuk dapat memberikan
kapasitas maksimal. Namun, tidak semua pemakai jalan mengerti mana yang
merupakan jalan utama. Beberapa pengemudi tidak mengenal dengan baik
jalan yang dilaluinya dan tidak mengetahui mana jalan utama dan mana jalan
yang lebih kecil. Terkadang, pergerakan lalu lintas utama berbelok kanan
dipersimpangan dan ini menyulitkan pemakai jalan untuk menilai mana kaki
simpang yang merupakan jalan utama. Mengingat hal tersebut di atas, maka
setiap persimpangan perlu dilengkapi dengan rambu petunjuk yang
menjelaskan mana yang merupakan jalan utama dan mana yang harus
memberi jalan bagi lalu lintas pada jalan utama. Rambu ‘larangan berjalan
terus (Berhenti atau Beri Jalan)’ digunakan untuk tujuan ini. Jika rambu ini
tidak terpasang pada jalan yang lebih kecil, maka persimpangan dianggap
tanpa kendali. Berdasarkan tata-cara berlalulintas maka kendaraan harus
memberi prioritas bagi lalu lintas dari arah kiri.

3-74 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.45: Kecepatan relatif pada simpang

e. Memisahkan konflik menurut ruang dan waktu


APILL merupakan alat pengendali lalu lintas yang memisahkan konflik di
persimpangan dalam dimensi waktu. Dengan mengatur kendaraan mana yang
dapat masuk persimpangan dan kapan waktunya, potensi konflik dapat
dihilangkan, namun hanya jika pengemudi mentaati APILL. Beberapa
pengemudi dengan sengaja mengabaikan lampu merah (hal ini merupakan
masalah penegakkan hukum oleh polisi). Beberapa pengemudi tidak melihat
adanya lampu lalu lintas (mungkin karena terhalang pohon, gedung, bayang-
bayang, dan penghalang lain). Oleh karena itu, kita harus menjamin bahwa
APILL di persimpangan terpasang secara mencolok.
Bundaran juga merupakan bentuk kendali lalu lintas yang memisahkan konflik
dalam dimensi ruang. Tatacara berlalulintas di sebuah bundaran cukup
sederhana–beri jalan kepada lalu lintas yang sudah berada di bundaran, lalu
jalan terus.

3-75 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

f. Mendefinisikan dan meminimalkan ruang konflik


Keselamatan maksimal dicapai bila ruang konflik di persimpangan dapat
diminimalkan. Cara mencapainya :
- Hanya menyediakan ruang bagi lajur pergerakan kendaraan;
- Membentuk persimpangan tegak lurus;
- Meminimalkan jumlah lajur dan memberi marka yang jelas.

Gambar 3.46: Rekayasa ruang konflik


g. Mendefinisikan lintasan kendaraan
Pengemudi membutuhkan panduan ketika mereka berada di jalan. Marka jalan
digunakan untuk tujuan ini. Tanpa marka jalan, pengemudi dapat keluar dari
lintasan yang seharusnya. Saat mendekati sebuah persimpangan, kebutuhan
ini menjadi lebih penting. Arah pergerakkan kendaraan bergantung pada jenis
persimpangan dan kendali lalu lintas yang disediakan, namun lebih baik
mendefinisikan lintasan setiap kendaraan secara jelas. Misalnya, membuat
garis lajur hingga ke garis tunggu di bundaran atau garis henti di APILL,
membuat marka belok kanan untuk memandu pengemudi ketika mereka
berbelok di persimpangan bersinyal, memasang garis henti di pendekat
persimpangan yang dikendalikan oleh rambu ‘larangan jalan terus (Berhenti
atau Beri Jalan)’. Pada persimpangan yang sangat luas, marka reflektif yang
dipasang dengan cermat dapat digunakan untuk mendefinisi lintasan
persimpangan kendaraan.

3-76 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.47: Marka titik yang reflektif pada persimpangan membantu


mendefinisikan lintasan

h. Mengendalikan kecepatan pendekat


Manajemen kecepatan merupakan tantangan yang mulai mengemuka bagi
instansi yang berwenang di Indonesia. Seiring upaya Indonesia dalam
menyediakan jaringan jalan yang lebih baik, yang bertujuan mengurangi waktu
tempuh kendaraan, akan muncul peningkatan risiko kecelakaan karena
kecepatan yang semakin meningkat. Pengemudi seharusnya tidak dibiarkan
mendekati sebuah persimpangan dengan kecepatan tinggi. Hal ini dapat
dicapai melalui kombinasi dari alinyemen, manajemen kecepatan, lebar lajur,
dan kendali lalu lintas.
Dimulai dengan memastikan bahwa setiap kaki simpang dipasang rambu
pembatasan kecepatan secara benar. Hal ini harus menjadi bagian dari strategi
manajemen kecepatan nasional. Kemudian, kita harus memastikan bahwa
persimpangan benar-benar terlihat jelas bagi pemakai jalan dari semua
pendekat. Jangan biarkan pengemudi mendekati persimpangan tanpa
mengetahui keberadaan simpang tersebut. Kejutan semacam itu merupakan
pemicu terjadinya kecelakaan fatal. Gunakan rambu petunjuk dan rambu
peringatan untuk memberitahu pemakai jalan akan keberadaan persimpangan.

3-77 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Akhirnya, kita harus memastikan bahwa marka konsisten dan jelas, dan bentuk
kendali persimpangan mudah terlihat.
i. Memberikan petunjuk yang jelas tentang prioritas pergerakan
Secara umum kebutuhan akan kendali lalu lintas di persimpangan meningkat
seiring peningkatan arus lalu lintas. Secara khusus, kebutuhan meningkat bila
rasio arus pada jalan utama dan arus pada jalan kecil juga meningkat.
Keselamatan di persimpangan akan maksimal jika setiap pengemudi
mengetahui dan mematuhi tata-cara berlalu lintas yang berlaku. Di bundaran,
setiap pengemudi mengetahui bahwa mereka harus memberi jalan pada lalu
lintas yang sudah berada di dalam bundaran, sebelum mereka masuk ke
bundaran. Selanjutnya mereka dapat melanjutkan perjalanan dengan lancar
melalui bundaran. Situasi ini dapat terwujud bila seluruh pengemudi
berpendidikan dan patuh, adanya penegakkan hukum oleh Polisi, dan ahli
teknik yang membangun dan menyediakan kendali lalu lintas yang sesuai
dengan tata-cara berlalu lintas di Indonesia. Keselamatan jalan merupakan
bidang yang membutuhkan kerja sama erat di antara beberapa lembaga
pemerintah bila ingin efektif.

Gambar 3.48: Jarak pandang berkeselamatan pada simpang


Sebuah persimpangan harus dapat memfasilitasi pemakai jalanmenyeberang
atau berbelok ke jalan lain dengan tundaan yang minimal dan keselamatan
yang maksimal. Bentuk dan operasional persimpangan harus jelas dan tidak
membingungkan. Persimpangan harus memiliki jarak pandang yang cukup
terhadap alat pengendali lalu-lintas atau terhadap pemakai jalan lainnya.

3-78 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.49: Persimpangan T disusun untuk meningkatkan keselamatan


j. Meminimalkan hazard sisi jalan
Hazard sisi jalan didefinisikan sebagai objek tetap yang berdiameter 100 mm
atau lebih, berada dalam zona bebas. Hazard sisi jalan dapat berupa tiang
listrik, tiang PJU, pohon, batu, bangunan, halte bus, saluran terbuka, dan
lereng tepi jalan (timbunan dan galian) yang tak dapat dilintasi kendaraan.
Pada lokasi persimpangan, arus utama lalu lintas mengalami banyak gangguan
yang disebabkan oleh kendaraan dari jalan minor. Arus yang terganggu dapat
menimbulkan resiko kecelakaan kendaraan keluar jalur dan menabrak hazard
sisi jalan. Kita dapat membantu meminimalkan risiko itu dengan memastikan
bahwa persimpangan memenuhi seluruh persyaratan keselamatan diatas. Hal
ini dapat meminimalkan gangguan yang dapat ditimbulkan oleh kendaraan
terhadap arus kendaraan lainnya.
Selanjutnya, kita dapat menerapkan prinsip
manajemen hazard sisi jalan untuk lebih
meminimalkan risiko ini :
- Singkirkan pohon sejauh dari persimpangan (hal ini juga akan
membantu jarak pandang);
- Hindari membangun saluran terbuka di persimpangan. Gunakan saluran
tertutup atau saluran bawah tanah, bukan saluran terbuka.
- Jangan biarkan billboard besar berada di dekat persimpangan.

3-79 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Gunakan tiang PJU yang ‘memaafkan’. Tiang PJU berbahaya dan harus
diletakkan di luar zona bebas, atau didesain untuk ‘memaafkan’. Secara
detail,tiang PJU yang ‘memaafkan’ .
- Meminimalkan pemasangan objek tetap di wilayah persimpangan.
Misalnya, pindahkan patok beton yang umumnya dipasang untuk
“melindungi” APILL tertabrak oleh kendaraan. Pengemudi sepeda
motor yang lepas kendali akan memiliki resiko keparahan tinggi bila
menabrak objek tersebut.
k. Memfasilitasi seluruh pergerakan kendaraan dan non-kendaraan
Banyak persimpangan yang tumbuh menjadi pusat kegiatan–orang-orang
berkerumun di sana untuk menunggu bis, taksi, becak, atau ojek. Ketika hal ini
terjadi, orang yang melihat peluang bisnis mulai memasang kios dan menjual
makanan atau barangbarang lainnya. Tak lama kemudian, jalur pejalan kaki
akan penuh sesak oleh pedagang liar dan pejalan kaki.
Bus berhenti dimanapun mereka dapat berhenti, terkadang menciptakan
kemacetan lalu lintas yang parah dan cenderung mengakibatkan risiko serius
Tabrak belakang.Persimpangan yang semula didesain cukup lebar, dengan
cepat akan menjadi sangat padat dan tidak teratur. Hal tersebut perlu
dipikirkan dalam perencanaan. Pendudukan ruang secara liar di persimpangan
tidak boleh dibiarkan dan pemerintah daerah/kota harus terus Hal tersebut
perlu dipikirkan dalam perencanaan. Pendudukan ruang secara liar di
persimpangan tidak boleh dibiarkan dan pemerintah daerah/kota harus terus
berupaya menjaga agar persimpangan terbebas dari pendudukan secara liar.
Ahli teknik dapat berperan dalam mencegah hal tersebut.Buatlah desain
rencana halte di lokasi yang agak jauh dari persimpangan untuk
mengakomodasi penumpang yang naik/turun. Buatlah lajur khusus (lay by)
untuk bus menaikkan/menurunkan penumpang. Buatlah trotoar yang cukup
lebar dan sediakan ruang untuk mengakomodasi warung dan gerobak tanpa
harusmengokupansi trotoar sehingga memaksa pejalan kaki berjalan di badan
jalan.

3-80 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Jangan meletakkan pot beton di tengah trotoar– jagalah agar jalur pejalan kaki
cukup lebar, rata dan tanpa halangan. Turunkan tinggi kerb pada setiap titik
penyeberangan pejalan kaki. Berikan bukaan kecil pada median untuk
menunjukkan arah yang jelas bagi pejalan kaki. Pastikan bahwa ada jalur bebas
yang menerus di seluruh persimpangan.
l. Mengurangi beban pengemudi
Buatlah persimpangan sesederhana mungkin. Biarkan seluruh kaki simpang
terbuka, pastikan bahwa terdapat marka garis yang membantu pengemudi
berkendara pada lintasannya, dan pastikan bahwa rambu serta pengendali lalu
lintas terpasang dengan benar dan terlihat jelas.
m. Minimalkan tundaan
Perlu diupayakan untuk meminimalkan tundaan pengguna jalan. Jika
pengemudi merasa bahwa tundaanyang dialami mereka tidak terlalu besar,
sangat kecil kemungkinannya mereka melanggar lampu lalu
lintas. Untuk meminimalkan tundaan, perlu dipelajari dengan seksama volume
lalu lintas di masing-masing pendekat. Hitung besarnya tundaan dengan
menggunakan berbagai alternatif pengaturan simpang. Beberapa
persimpangan membutuhkan lajur tambahan jika dipasang APILL, untuk
menampung kendaraan pada saat lampu merah.
3. Bahaya Persimpangan Y
Indonesia memiliki banyak tipe persimpangan Y. Simpang Y adalah bentuk
persimpangan sangat sederhana yang muncul saat volume lalu lintas jauh lebih
kecil dibandingkan volume pada saat ini. Seiring dengan peningkatan volume,
persimpangan Y menjadi lokasi berisiko tinggi karena tidak memenuhi prinsip
dasar persimpangan yang berkeselamatan :
- Simpang Y memiliki ruang konflik yang luas
- Simpang Y memiliki kecepatan tabrakan relatif yang besar
- Simpang Y tidak memiliki prioritas yang jelas
Karena alasan diatas, seharusnya persimpangan Y tidak dibangun lagi.
Persimpangan Y yang sudah ada harus diinspeksi dan perlu disusun program
nasional untuk menghilangkan jenis simpang ini (atau setidaknya melengkapi

3-81 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

seluruh persimpangan Y dengan kendali lalu lintas yang berkeselamatan).


Untuk menghilangkan persimpangan Y, atau untuk mengurangi risiko di
persimpangan Y, ada beberapa hal yang dapat dilakukan :
- Tutup salah satu kaki simpang, yang berarti menghilangkan
persimpangan;
- Ubah persimpangan Y menjadi persimpangan T dengan membentuk
kaki simpang minor tegak lurus dengan jalan utama;
- Jika persimpangan Y berada di area perkotaan, pertimbangkan untuk
memasang seperangkat APILL. Hal ini akan memisahkan konflik lalu
lintas dalam dimensi waktu dan memberikan panduan bagi pengguna
jalan. APILL harus mengakomodasi pejalan kaki sehingga membantu
mereka untukmenyeberang;
- Bundaran mungkin dapat menggantikan persimpangan Y. Dalam kasus
ini, harus dipertimbangkan bahwa tersedia jarak sudut pendekat yang
cukup (dan hampir sama) untuk seluruh kaki simpang.

Gambar 3.50: Meningkatkan kecepatan pendekat dan kecepatan relatif untuk realinyemen dan
kanalisasi

Gambar 3.51: Mengubah persimpangan T menjadi bundaran jalan

3-82 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

4. Persimpangan Dengan Kendali

Pengendalian lalu lintas tingkat dasar di sebuah persimpangan adalah melalui


pemasangan rambu larangan berjalan terus (Berhenti dan Beri Jalan).
Pemasangannya harus tepat agar dapat terlihat jelas oleh pengemudi yang
mendekat. Rambu tersebut harus dipasang di kaki persimpangan minor. Rambu
tersebut harus disertai dengan pemasangan marka garis untuk menunjukkan
kepada pengemudi di mana harus berhenti atau menunggu untuk memberi jalan.
Pemasangan rambu larangan berjalan terus (Berhenti atau Beri Jalan) bertujuan
untuk menjelaskan prioritas pergerakkan lalu lintas dan terbukti dapat
mengurangi tabrakan di persimpangan hingga 30%. Pertahankan agar semua
rambu dan marka dalam kondisi yang baik. Biasanya marka garis perlu diperbarui
setiap tahun. Rambu mampu bertahan 10–15 tahun, asalkan tidak rusak atau
dicuri.

Gambar 3.52: Persimpangan Y dengan alat kendali apiil untuk menghindari konflik

5. Bundaran
Bundaran adalah jenis khusus kendali persimpangan yang terdiri dari sebuah
pulau berbentuk bundar sebagai pusat persimpangan dimana lalu lintas harus
berjalan searah jarum jam mengitarinya. Sebelum masuk bundaran pengemudi
diwajibkan untuk memberi jalan kepada lalu lintas yang sudah berada di
bundaran. Sebagai bentuk kendali persimpangan, bundaran lebih berkeselamatan
karena :
- Menyederhanakan proses pengambilan keputusan oleh pengemudi;
- Mengurangi kecepatan tabrakan relatif;
- Mengurangi titik konflik dari 32 (di simpang empat) menjadi hanya 4 titik.

3-83 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Studi di negara lain menunjukkan bahwa bundaran mampu mengurangi


kecelakaan lalu lintas. Di Australia, bundaran memiliki nilai faktor reduksi
tabrakan 85%. Artinya, dalam perhitunganrasio biaya dan manfaat (Benefit Cost
Ratio- BCR) terhadap usulan penanganan persimpangan, ahli teknik dapat
memperkirakan akan terjadi pengurangan sebesar 85% dari semua tabrakan jika
persimpangan tersebut dirubah menjadi bundaran.
Indonesia memiliki sejumlah bundaran yang memiliki catatan kecelakaan lalu
lintas. Sementara data kecelakaan di bundaran secara akurat tidak tersedia, ada
spekulasi umum bahwa banyak terjadi kecelakaan pada lokasi bundaran. Hal ini
mungkin disebabkan oleh satu atau lebih alasan di bawah ini :
- Pengemudi tidak mengetahui bagaimana menggunakan bundaran dengan
benar. Beberapa pengemudi berjalan di arah yang salah. Yang lain tidak
memberi jalan pada kendaraan di dalam bundaran. Hal tersebut akan
mengakibatkan gangguan terhadap lalu lintas di dalam bundaran hingga
dapat memblokir pergerakan kendaraan di bundaran apabila kendaraan
lainya juga ‘memaksa’ masuk ke bundaran;
- Beberapa bundaran terletak di lokasi persimpangan yang sebaiknya diatur
dengan bentuk lain kendali lalu lintas;
- Banyak bundaran di Indonesia tidak memiliki sudut belokan pendekat yang
memadai. Hal in merupakan persyaratan penting untuk mengurangi
kecepatan dan meminimalkan sudut konflik.
- Banyak bundaran di Indonesia tidak dilengkapi dengan rambu dan marka
yang benar;
- Beberapa bundaran tidak memiliki penerangan pada malam hari–sehingga
menjadi hazard bagi lalu lintas;
- Hanya sedikit bundaran di Indonesian yang mengakomodasi pergerakan
pejalan kaki.
a. Komponen dasar sebuah bundaran

Sebuah bundaran yang berkeselamatan memiliki :

- Tiga atau lebih pendekat.

3-84 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Sudut pembelok yang sesuai di setiap pendekat, yang berfungsi untuk


membelokkan setiap kendaraan ke arah kiri sebelum memasuki
bundaran.Hal ini akan memaksa pengemudi mengurangi kecepatannya dan
memberikan jalan bagi kendaraan yang berada di dalam bundaran. Hal ini
juga berguna mengarahkan kendaraan pada sudut dimana kecepatan
tabrakan relatif menjadi rendah;
- Pulau pemisah, baik berupa median yang ditinggikan maupun marka di
setiap kaki pendekat. Kombinasi pulau pemisah dan marka garis digunakan
untuk membelokkan kendaraan di setiap pendekat;
- Sebuah jalur jalan melingkar yang cukup lebar untuk memuat satu lajur.
Lebar lajur harus dapat mengakomodasi radius belokan kendaraan
rencana.Bundaran dengan satu lajur umumnya memiliki lebar jalur
melingkar 7 m; Bundaran dengan dua lajurumumnya memiliki lebar 10-11
m;
- Sebuah pulau lalu lintas berbentuk lingkaran di pusat bundaran yang
mencolok. Secara umum, bundaran dengan diameter lebih besar memiliki
kecepatan pendekat yang lebih berkeselamatan. Diameter yang lebih besar
juga menyediakan jarak pandang yang lebih baik dan sudut pembelok yang
lebih baik untuk lalu lintas berkecepatan tinggi (seperti wilayah rural).
Bundaran dengan diameter yang besar sebaiknya digunakan pada jaringan
jalan dengan kecepatan tinggi untuk alasan keselamatan;
- Drainase yang baik. Umumnya, jalur jalan melingkar memiliki kemiringan
melintang 3%, ke arah luar bundaran. Ini merupakan pilihan termurah
Pemasangan saluran di dalam dan di bawah pulau juga memungkinkan,
namun dapat menjadi mahal. Jika terblokir, dapat membanjiri jalur jalan
dan menimbulkan permasalahan keselamatan dan kapasitas.
- Jumlah lajur yang sama pada pendekat dan penjauh.

3-85 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.53: Persimpangan Y dengan alat kendali apiil untuk menghindari konflik

b. Lokasi yang sesuai untuk bundaran

Pengalaman internasional menunjukkan bahwa bundaran paling sesuai pada


lokasi berikut :

- Persimpangan dengan kendali rambu ‘larangan berjalan terus (Berhenti dan


Beri Jalan)’ yang menimbulkan penundaan yang besar bagi kendaraan di
jalan minor;
- Persimpangan dengan volume lalu lintas belok kanan yang tinggi (tidak
seperti kebanyakan persimpangan, bundaran sebenarnya mempunyai
kelebihan karena sejumlah kendaraan akan berbelok kanan sehingga
membantu “menyeimbangkan” arus dan menciptakan situasi ‘beri jalan’);
- Persimpangan di perdesaan yang memiliki masalah tabrakan kecepatan
tinggi;
- Persimpangan dimana lalu lintas utama berbelok di persimpangan. Hal ini
banyak terjadi di kota kecil dan perdesaan;
- Persimpangan Y dan T, pertemuan dua jalan utama, dan memiliki banyak
pergerakan belok kanan;
- Ketika persimpangan dengan APILL menyebabkan tundaan dan antrean
yang lebih panjang dibandingkan bundaran;

3-86 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Persimpangan pada jalan lingkungan yang tidak memiliki prioritas


pergerakan;
- Persimpangan dengan lebih dari 4 kaki pendekat.

Gambar 3.54: Efek perputaran kendaraan pada bundaran

Bundaran yang seimbang adalah bundaran yang semua pendekatnya bekerja


“bersama” untuk menjamin bahwa setiap pendekat memperoleh kesempatan
yang adil untuk masuk bundaran. Dalam diagram di atas, kendaraan yang belok
kanan dari Pendekat A menyebabkan kendaraan dari Pendekat C menunggu,
memungkinkan kendaraan dari Pendekat D untuk masuk. Jika Pendekat C dan D
sedang padat lalu lintasnya, sementara Pendekat A dan B hanya sedikit lalu
lintasnya (misal selama jam sibuk pagi hari) – antrean sepanjang Pendekat D
akan menjadi sangat panjang. Jika ada sejumlah kendaraan yang belok kanan
dari Pendekat A atau sejumlah kendaraan menerus dari Pendekat B, yang
membuat lalu lintas dari Pendekat C menunggu, maka antrean panjang di
Pendekat D akan berkurang. Hal ini yang disebut “bundaran seimbang”.

c. Lokasi yang tidak sesuai untuk bundaran

Secara umum, bundaran bukanlah alternatif yang baik

untuk lokasi berikut ini :

3-87 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Apabila desain geometris (bundaran) yang berkeselamatan tidak dapat


terpenuhi;
- Arus lalu lintas di pendekat “tidak seimbang”;
- Jalan utama memotong sebuah jalan kecil dan tundaan di jalan utama tidak
dapat diterima;
- Dimana banyak pejalan kaki, dan sulit memberikan fasilitas yang sesuai;
- Di persimpangan yang terisolasi dalam sebuah jaringan persimpangan
bersinyal;
- Dimana dibutuhkan lajur ‘contra-flow’ pada jam sibuk;
- Jika banyak terdapat kendaraan yang over-dimensi melalui jalan tersebut.
6. APILL di Persimpangan Terkendali

APILL merupakan perlengkapan penting untuk meningkatkan keselamatan


persimpangan dan pejalan kaki yang menyeberang di tengah jalan. APILL
mengendalikan dengan memisahkan pergerakan yang menimbulkan konflik dalam
waktu. Kendali pejalan kaki harus dimasukkan dalam persimpangan, atau
dipasang secara terpisah di lokasi tengah jalan. Tombol tekan memungkinkan
pejalan kaki berkata pada pengendali APILL bahwa mereka menunggu untuk
menyeberang. Rambu harus dilengkapi dengan lampu yang menampilkan ikon
pejalan kaki berwarna merah dan hijau.

Faktor utama dalam memutuskan penggunaan APILL di persimpangan adalah


ketersediaan ruang keselamatan. Jika ada celah di arus lalu lintas utama yang
dapat secara berkeselamatan menampung lalu lintas yang masuk dari sisi jalan
hampir sepanjang waktu, kita dapat memutuskan untuk menunda APILL.

Ketika volume kendaraan meningkat–di jalan utama atau di jalan kecil–celah


keselamatan semakin hilang dan kebutuhan untuk memasang APILL meningkat.
APILL yang diaktifkan oleh kendaraan merupakan cara terbaik untuk
meminimalkan penundaan bagi pemakai jalan. Rambu dengan waktu ditentukan
umumnya tidak efisien dan membuang sejumlah besar waktu pemakai jalan.
APILL yang diaktifkan oleh kendaraan bereaksi terhadap kendaraan lain di setiap
pendekat. Jika tidak ada kendaraan di pendekat, pengendali APILL berpindah ke

3-88 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

tempat yang paling padat. APILL yang diaktifkan oleh kendaraan dapat memuat
tombol tekan pejalan kaki yang dapat meminta waktu sedinimungkin dalam
pergantian warna lampu. Anak-anak dan orang tua khususnya (dua kelompok
pejalan kaki yang paling rentan) membutuhkan APILL untuk membantu mereka.
Namun, ketika volume lalu lintas rendah (di luar jam sibuk) dan siklus waktu
panjang, beberapa pejalan kaki mungkin akan mengabaikan rambu itu. Ini
menimbulkan risiko yang lebih tinggi bagi pejalan kaki dan harus dimasukkan
dalam keputusan kita mengenai bentuk kendali dipersimpangan. Ketika harus
menyiapkan sebuah desain awal untuk memasang rambu persimpangan, kita pasti
menyiapkan gambar berskala 1 : 500. Di dalamnya termasuk perincian dasar
mengenai operasi yang

berkeselamatan dan efisien di persimpangan berambu, seperti :

- Konfigurasi lajur – jumlah lajur di setiap pendekat, lebar masing-masing, dan


tujuan (kanan, melalui, kiri, campur) masing-masing.
- Perkiraan lokasi untuk setiap fondasi rambu.
- Sebuah diagram yang menggambarkan fase APILL awal dan indikatif (untuk
meminimalkan risiko kita merancang persimpangan dengan pergerakan yang
- penuh konflik).
- Ukuran dan posisi median dan pulau lalu lintas.
- Fasilitas untuk layanan publik, di dan melalui persimpangan.
- Jalur pejalan kaki, fasilitas pejalan kaki, dan rambu pejalan kaki secara
konsisten dipasang di sekitar persimpangan.
- Tunjukkan bahwa ada ruang yang cukup untuk pergerakan memutar bagi
semua kendaraan, termasuk bus dan truk.
- Tunjukkan akses untuk properti yang berbatasan. Desain kita harus konsisten
dengan persimpangan berambu lain. Pengemudi/pengendara cenderung
membangun ekspektasi sejalan dengan jenis perlakuan yang kita
- sediakan bagi mereka. Perlu diingat yang berikut ini :

3-89 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Gunakan selalu APILL yang diaktifkan oleh kendaraan. APILL ini mengurangi
penundaan dan meningkatkan kerelaan pengemudi/ pengendara. Dibutuhkan
detektor yang dapat diandalkan dan pengendali yang canggih.
- Memberikan kendali penuh untuk belok kanan saat belok kanan harus
melewati tiga atau lebih lajur lalu lintas. Filterisasi belok kanan di
persimpangan berambu merupakan satu tindakan paling berbahaya yang
dilakukan seorang pengemudi/pengendara.
- Menjamin APILL terlihat dengan jelas di setiap pendekat sedikitnya 100 m di
muka. Gunakan sedikitnya sebuah rambu awal dan sebuah rambu kedua di
setiap persimpangan. Jika kejelasan rambu menjadi masalah di pendekat,
pasang sebuah duplikasi rambu awal atau sebuah tiang yang terjulur di
pendekat itu.
- Menjaga konsistensi dengan menempatkan tiang APILL di jarak yang sama
dari kerb dan dalam posisi yang sama dari garis berhenti.
- Selalu memberi marka garis Berhenti di samping landasan utama APILL.
- Selalu menggunakan setiap lajur lalu lintas – untuk jarak sedikitnya 50 m di
setiap pendekat. Menggunakan panah penunjuk lajur – sedikitnya dua set –
untuk menunjukkan kepada pengemudi/ pengendara arah yang harus mereka
lewati di sepanjang persimpangan.
- Di tempat sebuah lajur belok kanan akan dibuat, pastikan bahwa itu
dimasukkan ke dalam median. Jika jalan tidak terbelah, dilarang mendahului
(melalui marka garis) untuk 50 m terakhir di depan lajur belok dan dibangun
lajur belok kanan yang ditandai dengan jelas.
- Hindari lajur “perangkap”. Artinya, hindari membuat situasi lajur lurus
menjadi lajur belok eksklusif.
- Jika sebuah “lajur perangkap” sama sekali tidak dapat dihindari, kita harus
memasang rambu yang jelas jauh di depan untuk memperingatkan
pengemudi/pengendara akan keharusan memperhitungkan lajur yang
berubah.
- Bagaimanapun, jangan menimbulkan konflik. Jika ada fase belok kanan,
mustahil ada fase lawannya, belok kiri atau Belok Kiri Langsung.

3-90 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Persimpangan dengan APILL di area perkotaan harus memiliki fasilitas pejalan


kaki di setiap jalan. Kita harus :

- Beri marka tempat pejalan kaki menyeberang 1 m di belakang garis


Berhenti, dengan lebar sedikitnya 2m.
- Pasang APILL dua aspek yang menghadap seberang jalan untuk pejalan
kaki yang sedang menunggu.
7. Tindakan Pencegahan Tabrakan di Persimpangan

Perlakuan tabrakan persimpangan harus menjadi salah satu prioritas tertinggi


kita sebagai ahli rekayasa keselamatan jalan. Tabrakan ini merupakan target
utama program lalu lintas untuk beberapa alasan. Pertama, ini merupakan
sebagian besar dari masalah tabrakan secara keseluruhan, baik di area pedesaan
maupun perkotaan.

Kedua, tugas melaksanakan pencegahan hemat biaya dengan membuat sejumlah


perubahan di lingkungan fisik lebih mudah dan kemungkinan suksesnya di
persimpangan lebih tinggi daripada di lokasi lain. Ketiga, jenis tabrakan
persimpangan tertentu cenderung lebih gawat karena tidak ada perlindungan
penumpang yang efektif di banyak kendaraan yang terlibat dalam tabrakan
samping, juga karena diferensial kecepatan tabrakan belok kanan.

Terakhir, bidang rekayasa keselamatan jalan selama bertahun-tahun telah


mengembangkan banyak perangkat pengelolaan dan teknik manajemen lalu
lintas yang, bila diterapkan dengan benar, terbukti sangat hemat biaya dalam
mengurangi kejadian dan/atau kegawatan tabrakan di persimpangan. Kita harus
memanfaatkan berbagai keberhasilan ini. Sebaiknya kita memilih dan
melaksanakan solusi paling hemat biaya yang menyediakan keseimbangan
terbaik dalam berbagai kepentingan yang berkompetisi.

a. Tabrakan di persimpangan

Tabrakan di persimpangan biasanya akibat melintas simpang tanpa terkendali


atau tabrakan akibat gerakkan awal yang terlalu dini. Tabrakan akibat melintas
simpang tanpa kendali terjadi saat pengemudi atau pengendara kendaraan di

3-91 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

jalan “kecil” tidak menyadari persimpangan dan melaju ke sana tanpa


mengurangi kecepatan. Bila hal itu terjadi saat kendaraan kedua melintas di
persimpangan jalan yang berpotongan, akan terjadi tabrakan sudut kanan.
Sangat mungkin bahwa pengemudi atau pengendara melewati persimpangan
tanpa tahu itu adalah persimpangan – dan jika tidak terjadi tabrakan,
pengemudi atau pengendara itu tidak akan tahu kesalahannya yang dapat saja
berakhir tragis.

Tindakan pencegahan yang paling tepat untuk tabrakan akibat melintas


simpang tanpa kendali adalah memperjelas persimpangan. Kita dapat
melakukannya dengan berbagai cara, termasuk :

- Memotong dedaunan yang menghalangi


- Mengecat ulang garis tengah dan garis tunggu
- Memajukan rambu peringatan
- Memajukan rambu arah
- Menyediakan penerangan
- Memperbanyak rambu Berhenti/Beri Jalan
- Memasang pulau pemecah di pendekat

Sementara itu, tabrakan akibat gerakan awal yang terlalu dini terjadi saat
seorang pengemudi atau pengendara menurunkan kecepatan dan bahkan
berhenti di tempat rambu Beri Jalan atau Berhenti, namun lalu menerobos
celah yang tidak cukup besar di dalam lalu lintas. Kita mungkin bertanya-tanya
mengapa pengemudi atau pengendara menerobos celah sekecil itu, apakah
karena sedikit terhalang, karena kecepatan jalan besar yang berlebihan, atau
karena volume jalan besar begitu tinggi sehingga pengemudi merasa terpaksa
menerobos celah yang kecil. Tindakan pencegahan paling tepat untuk
tabrakan akibat gerakan awal yang terlalu dini biasanya lebih sulit
dikembangkan dan lebih mahal. Perlakuan lazim mencakup; bundaran, APILL,
atau meningkatkan garis pandang. Simpang empat terkenal dengan tabrakan
persimpangan dan dapat diperbaiki dengan beberapa jenis pencegahan,

3-92 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

bergantung pada klasifikasi fungsi jalan yang berpotongan, jenis pemakai jalan
di lokasi, juga berbagai batasan fisik dan/atau lingkungan lain.

b. Tabrakan belok kanan

Tabrakan belok kanan adalah masalah di persimpangan berambu. Usaha untuk


mengurangi kejadian dan keparahan tabrakan belok kanan terutama meliputi
penggunaan tahap berbelok untuk gerakan yang relevan. Tahap belok kanan
yang dikendalikan penuh (tampilan panah 3-aspek) telah terbukti efektif dalam
mengurangi tabrakan jenis ini, dengan pengurangan sampai 65%. Tabrakan
belok kanan cenderung sedikit di persimpangan tanpa rambu sehingga kurang
pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang efektif dalam situasi ini.
Namun, secara logis penyediaan bundaran akan efektif, selain juga
peningkatan mutu jarak pandang bagi lalu lintas yang mendekat dengan
menyingkirkan rintangan dan/atau penyediaan lajur belok kanan terpisah.

Lajur belok kanan terpisah juga mengurangi tekanan dari pemakai jalan di
belakang yang mungkin tertahan oleh kendaraan yang belok kanan. Lajur
terpisah juga mengurangi potensi tabrakan depan-belakang.

c. Tabrakan pejalan kaki

Proporsi besar tabrakan yang memakan korban pejalan kaki terjadi di


persimpangan. Beberapa persimpangan dikelola dengan rambu Berhenti/Beri
Jalan di mana pejalan kaki harus menyeberang dengan mencari jalan sendiri.

Namun, di APILL, pejalan kaki dibantu dengan berbagai cara. Jenis tabrakan
pejalan kaki di persimpangan dengan APILL melibatkan konflik dengan
kendaraan belok kiri atau kanan. Adanya pejalan kaki memperumit kegiatan
mengemudi, terutama sebagai komponen pemecah perhatian dalam
lingkungan lalu lintas yang sudah sulit sejak awal.

Di persimpangan dengan APILL, kita dapat menggunakan fase belok kanan yang
terkendali atau pada fase separasi untuk memisahkan gerakan kendaraan dan
pejalan kaki dalam waktu. Di persimpangan tanpa APILL, peningkatan geometri

3-93 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

terbukti berhasil. Misal pulau pendekat pusat atau kerb menonjol yang dapat
mengurangi lebar jalan yang diseberangi, atau yang membuat pejalan kaki
lebih terlihat.

d. Tabrakan depan-belakang

Tabrakan depan-belakang dapat terjadi di mana saja di jaringan jalan. Namun,


lebih sering terjadi di persimpangan saat pengemudi atau pengendara
mengambil keputusan untuk berhenti dan pengemudi atau pengendara di
belakangnya gagal bereaksi tepat waktu. Tabrakan depan-belakang dapat
terjadi di persimpangan yang dikendalikan oleh rambu (Berhenti atau Beri
Jalan). Jika sebuah persimpangan memiliki sejarah tabrakan seperti ini,
perhatikan pendekat dan cobalah memastikan apakah rambu Berhenti/Beri
Jalan cukup mencolok untuk jarak memadai. Apakah pengendara atau
pengemudi terlambat bereaksi dan menyebabkan masalah depan-belakang?
Sedapat mungkin upayakan agar semua pengemudi dan pengendara yang
mendekat menyadari kehadiran persimpangan itu. Pasang rambu peringatan
dini atau rambu pengarah dini sekitar 50 m sebelum persimpangan.

Syarat paling jelas di APILL adalah kendaraan berhenti saat lampu merah.
Konsekuensinya adalah

meningkatnya risiko tabrakan depan-belakang. Namun, risiko dapat dikurangi


dengan :

- Membuat tampilan rambu mencolok agar terlihat jelas dari setiap laju
pendekat di depan persimpangan.
- Memelihara permukaan aspal sehingga berkemampuan antiselip yang
bagus dalam kondisi basah atau kering.
- Memberikan lajur belok eksklusif di persimpangan berambu dan tak
berambu untuk mengurangi konflik di antara kendaraan yang mendekat
dari arah yang sama.

3-94 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

B. MANAJEMEN HAZARD SISI JALAN


1. Hazard sisi jalan

Kita tidak akan tahu kapan, dimana, dan mengapa kendaraan akan melaju ke luar
jalan. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain : kesalahan manusiawi
(kelelahan, kecepatan berlebihan, kurangkonsentrasi), cacat kendaraan
(kerusakan ban atau kemudi, rem tidak bekerja, kelebihan muatan), gangguan lalu
lintas (interaksi dengan kendaraan lain, binatang, pejalankaki), kondisi jalan
(lubang, kondisi jalan buruk, delineator dan rambu peringatan yang tidak
memadai) atau cuaca buruk.

Umumnya, jenis kecelakaan keluar-jalan (run off ) terjadi dalam kecepatan tinggi.
Bila kendaraan tersebut menabrak hazard sisi jalan maka akan mengakibatkan
dampak yang parah.

Gambar 3.55: Contoh hazard tebing berbatu curam tidak ada marka atau delineasi

Gambar 3.56: Contoh hazard papan iklan yang besar ditopang tiang

3-95 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Salah satu peran ahli keselamatan jalan adalah mengidentifikasi berbagai hazard
potensial di sisi jalan dan melaksanakan alternatif yang lebih berkeselamatan
Program manajemen hazard sisi jalan dapat dilaksanakan untuk mengurangi
frekuensi dan keparahan jenis kecelakaan keluar-jalan (run off). Program ini telah
terbukti berhasil di berbagai negara.

Beberapa hal yang harus dipahami antara lain :

- Konsep ruang bebas


- Hazard sisi jalan
- Strategi manajemen hazard sisi jalan
- Aspek teknis untuk mengurangi risiko hazard sisi jalan
- Kapan dapat digunakan pagar keselamatan
- Bagianberikut ini akan memberi pemahaman tentang aspek-aspek kunci
diatas.

Bagianberikut ini akan memberi pemahaman tentang aspek-aspek kunci diatas.

a. Kecelakaan keluar-jalan (run off) merupakan masalah besar


Kecelakaan keluar-jalan (run off) termasuk jenis kecelakaanyang paling serius
di banyak negara. Kecelakaan ini merupakan salah satu masalah diIndonesia
meskipun data kecelakaan yang akurat sulit diperoleh. Permasalahan ini akan
semakin memburuk seiring dengan kecepatan tempuh yang semakin
meningkat akibat program pembangunan dan peningkatan jalan (duplikasi
jalan eksisting, jalan tol, jalan layang perkotaan, dan peningkatan kapasitas).
Konsep jalan yang “memaafkan” merupakan hal dasar bagi ahli rekayasa
keselamatan jalan dalam meningkatkan keselamatan jaringan jalan. Tabrakan
keluar jalan adalah masalah serius pada sebagian Negara. Jalan yang
“memaafkan” adalah jalan yang mampu mentolerir kesalahan pengemudi
sehingga tidak terjadi fatalitas/keparahan tingkat tinggi.
b. Hazard sisi jalan
Hazard sisi jalan didefinisikan sebagai sebuah objek tetap dengan diameter
lebih dari 100 mm yang terdapat di sisi jalan di dalam ruang bebas. Ada juga

3-96 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

berbagai hazard sisi jalan lain, termasuk saluran terbuka dan lereng yang tidak
dapat dilalui kendaraan. Akan lebih mudah mengidentifikasikan hazard sisi
jalan sebagai objek tetap dengan diameter 100 mm atau lebih.

Gambar 3:57: Hazard Sisi Jalan

Gambar 3.58: Jarak Zona Bebas Untuk Bagian Lurus Jalan

Tabrakan dengan objek sisi jalan adalah masalah, bukan hanya karena
frekuensinya tetapi juga karena keparahannya. Jenis tabrakan ini lebih sering
menimbulkan cedera parah daripada kebanyakan jenis tabrakan lain. Perlu

3-97 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

dilakukan upaya untuk mengurangi frekuensi atau mengurangi keparahan


tabrakan ini.
Hal yang paling efektif untuk mencegah kecelakaan ini adalah dengan
memastikan bahwa kendaraan tidak keluar dari jalan. Jika rambu dan garis
marka jalan memadai, jika terdapat bahu yang diperkeras dan tikungan yang
memiliki delineasi yang baik, serta kondisi jalan yang terpelihara (selalu disapu
dan bebas lubang), maka risiko pengemudi atau pengendara keluar jalan akan
berkurang. Frekuensi tabrakan “keluarjalan”(run off) akan berkurang. Hal
tersebut di atas harus selalu diupayakan.
Langkah berikutnya adalah dengan mengurangi tingkat keparahan kecelakaan
“keluar-jalan” (run off). Ada beragam cara untuk melakukannya dan hal
tersebut akan diterangkan di bawah ini.
c. Konsep Ruang Bebas
“Ruang bebas” adalah area di sepanjang sisi jalan yang harus dijaga agar bebas
dari hazard. Lebar ruang bebas bergantung pada kecepatan dan volume lalu
lintas, serta geometrik jalan (radius tikungan dan kemiringan lereng). Gambar 1
menunjukkan grafik yang dapat digunakan untuk dapat menentukan besaran
ruang bebas untuk beragam volume dan kecepatan lalu lintas di jalan lurus
dengan sisi jalan yang datar. Gambar ini dibuat berdasarkan penelitian
kecelakaan “keluar-jalan” (run off) di Amerika Serikat oleh AASHTO.
Sebagai contoh, sebuah jalan yang lurus dengan volume lalu lintas 3.000
kendaraan/hari (untuk satu arah) dan dengan 85 persentil kecepatan 100
km/jam akan membutuhkan ruang bebas 7,5 m. Jika jalan tersebut memiliki
sebuah tikungan atau memiliki kemiringan lereng sisi jalan maka perlu
ditambah faktor pengali agar lebar ruang bebas dapat mengakomodas
kemungkinan kendaraan yang lepas kendali.
Konsep ruang bebas masih baru di Indonesia, maka sebaiknya digunakan cara
yang sederhana dan mudah dimengerti. Grafik tersebut dapat digunakan
sebagai panduan pembuatan ruang bebas sebagai titik awal manajemen
hazard sisi jalan.

3-98 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

d. Sisi jalan “forgiving road”


Sisi jalan “berkeselamatan” idealnya memiliki area keluar-jalan yang lebar dan
mendatar, serta memiliki ruang bebas yang cukup lebar supaya pengemudi
yang lepas kendali dapat kembali mengendalikan kendaraan mereka sebelum
menabrak hazard. Semua hazard yang berada di ruang bebas perlu dihilangkan.
Strategi manajemen hazard sisi jalan di bawah ini menjelaskan metode yang
dapat dilakukan untuk menghilangkan semua hazard sisi jalan.Apakah hazard
dapat disingkirkan atau diperlemah. Apakah akan digunakan pagar
keselamatan untuk melindungi pengemudi dari hazard, ataukah merelokasi
hazard tersebut. Hal-hal ini adalah pilihan strategi yang dapat dilaksanakan.
e. Strategi Manajemen Hazard Sisi Jalan
Untuk membuat berbagai keputusan tentang bagaimana mengurangi tabrakan
“keluar-jalan” (run off) perlu dimengerti semua pilihan yang tersedia. Strategi
manajemen hazard sisi jalan melibatkan lima langkah sebagai berikut :
Pertama, mengelola jalan dan lalu lintas untuk menjaga kendaraan tetap
berada di jalan.
Kemudian:
- Singkirkan hazard, atau
- Relokasi hazard ke lokasi lain
- Melemahkan hazard untuk mengurangi keparahan akibat benturan, atau
- Pasang pagar keselamatan untuk menutupi hazard
Pemasangan pagar keselamatan adalah pilihan terakhir – pertimbangkan
semua pilihan lain sebelum menggunakan pagar. Pagar keselamatan mahal,
memerlukan pemeliharaan, merupakan hazard, serta perlu dipasang dengan
tepat (sesuai spesifikasi pabrikan) supaya berfungsi dengan benar saat
diperlukan.
f. Bagaimana membuat hazard sisi jalan lebih Berkeselamatan
Saat menerapkan strategi manajemen hazard sisi jalan pada satu ruas jalan,
perlu dipertimbangkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengelola hazard.
Banyak ahli teknik yang langsung memutuskan untuk memasang pagar
keselamatan. Namun, itu bukan selalu solusi paling baik dan paling

3-99 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

berkeselamatan, sebagaimana yang telah diuraikan di depan. Selidiki semua


opsi dan hanya pasang pagar keselamatan jika itu satu-satunya opsi yang dapat
dipilih dan sesuai dengan lokasi ditinjau dari panjang, lebar, tinggi dan jarak.
Jenis hazard sisi jalan dan pilihan penanganannya di bawah ini dapat
membantu dalam pengambilan keputusan.
i. Tiang Listrik
Tidak ada desain tiang berkeselamatan untuk tiang listrik. Putusnya
kabel listrik akibat tiang listrik yang roboh dan menyebabkan gangguan
listrik (rumah sakit tidak boleh kehilangan aliran listrik). Selain itu,
kehadiran kabel brmuatan listrik di atas atau di dekat tanah setelah
tabrakan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi orang lewat
daripada bahaya tiang itu sendiri bagi pemakai jalan. Oleh karena itu,
opsi kita dalam menangani tiang listrik ini adalah :
- Memindahkan - mengganti tiang yang berpotensi hazard dengan
satu atau dua tiang di luar ruang bebas, atau menanam kabel
listrik di dalam tanah.
- Merelokasi - di luar ruang bebas.
- Melindungi - menggunakan pagar keselamatan untuk melindungi
tiang. Biasanya hal ini sulit dilakukan di area perkotaan karena
keterbatasan ruang untuk memasang pagar keselamatan dengan
panjang, lebar defleksi dan jenis terminal yang mencukupi.
- Delineasi - delineasi tiang listrik (dengan marka
- hazard atau stiker reflektif) dapat digunakan sebagai pilihan
terakhir.

3-100 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.59: Model Keruntuhan dari Landasan Tiang Geser Slip dan
Tiang Pengabsorbsi Dampak

ii. Tiang PJU


Tiang yang lemah adalah tiang yang akan bengkok atau patah saat
ditubruk kendaraan. Jenis tiang ini adalah pilihan untuk tiang yang tidak
melayani jaringan listrik aktif. Ada dua jenis tiang PJU yang lemah : tiang
berlandasan geser dan tiang pengasorbsi impak. Tiang berlandasan
geser - Tiang berlandasan geser dirancang untuk terpisah dari
landasannya saat ditabrak, sehingga kendaraan penabrak dapat lolos
dengan lewat di atas landasan tiang dan di bawah tiang yang roboh.
Karena mekanismenya dirancang agar tiang jatuh ke tanah, jenis tiang
ini paling cocok digunakan di area kecepatan tinggi yang bebas dari
jaringan kabel di atas, sedikit pejalan kaki dan sedikit tempat parkir.
Tiang ini memberi manfaat besar bagi pengemudimobil, truk dan bus,
tetapi tidak terlalu mengurangi cedera bagi pengendara motor. Tiang
pengasorbsi impak - Tiang pengasorbsi impak dirancang untuk runtuh
perlahan-lahan, menyerap kekuatan gaya tumbukan kendaraan dengan
membungkuskan dirinya di sekeliling kendaraan dan menurunkan
kecepatan kendaraan itu hingga berhenti. Karena tetap tertancap di
dasar, tiang ini paling cocok untuk lokasi di mana kendaraan
berkecepatan rendah, atau volume pejalan kaki tinggi dan daerah
terbangun tinggi.

3-101 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Terdapat berbagai jenis hazard pada sisi jalan. Setiap objek tetap yang
berada pada ruang bebas berisiko ditabrak oleh pengguna jalan.
iii. Tiang rambu
Rambu harus terlihat dan karena itu harus terletak dekat dengan jalan.
Terkadang ini berarti menempatkan rambu di dalam area ruang bebas.
Pada umumnya, semua penyangga rambu besar harus sepenuhny
mudah roboh. Ini dapat termasuk dasar lepas atau bergeser untuk
rambu besar.
Rencanakan lokasi rambu dengan berhati-hati dan hindari
penempatan tiang penyangga rambu yang besar dan kaku di area
divergen atau ujung depan median jalan kecepatan tinggi. Lokasi seperti
ini berisiko tinggi dan sulit dilindungi dengan pagar keselamatan.
Sejumlah pertanyaan tentang rambu, penyangga rambu, dan
penempatan rambu adalah :
- Apakah rambu ini benar-benar perlu?
- Apakah penyangga rambu berkeselamatan? Bahkan pipa kecil
untuk rambu kecil merupakan hazard besar bagi pengendara motor
dan terkadang pengendara sepeda.
- Dapatkah rambu ditempatkan di tiang/penyangga yang ada atau
berada di belakang pagar keselamatan?
- Apakah mekanisme lepas ataubergeser telah terpasang dengan
benar?
- Apakah sebaiknya tiang dilindungi pagar keselamatan?
iv. Pohon
Memutuskan tindakan yang tepat untuk pepohonan yang ditanam
dalam ruang bebas adalah tugas yang sulit dan sensitif. Usulan apa pun
untuk menebang pohon akan menimbulkan kekhawatiran publik dan
lingkungan. Saat menghadapi dilema ini, mungkin kita perlu
mempertimbangkan pilihan lain untuk meningkatkan keselamatan di
jalan itu.

3-102 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Sudahkan kita melakukan semua upaya untuk membantu pemakai jalan


tetap berada di jalan? Di mana ada sejarah tabrakan dengan pohon di
sisi jalan, dan kita sudah melakukan semua yang dapat dilakukan untuk
menjaga kendaraan tetap di jalan, mungkin kita dapat mencoba
menebang pepohonan dalam ruang bebas secara bertahap selama
sekitar 10 tahun. Jangka waktu ini memungkinkan tumbuhnya pohon
pengganti di jarak yang lebih sesuai dari jalan. Dengan teknik ini, ruang
bebas yang diinginkan dapat dibuat dalam jangka waktu tertentu tanpa
kesulitan yang berhubungan dengan program penebangan pohon.
Di mana ada sejumlah pohon besar yang berada di dekat jalan yang
tidak mungkin disingkirkan, pagar keselamatan dapat digunakan. Di
sejumlah daerah berbukit di luar perkotaan di Indonesia, di mana
kepadatan dan kecepatan lalu lintas rendah, ada beberapa keuntungan
dalam menggunakan pohon pada sisi jalan yang menurun untuk
berfungsi sebagai “pagar keselamatan” dan juga sebagai bentuk
delineasi sederhana. Akan lebih berkeselamatan jika kendaraan
berkecepatan rendah yang ke luar jalan menabrak pepohonan dan
berhenti daripada terus meluncur jatuh menuju tebing curam. Pada
lokasi seperti ini kita perlu berhati-hati – apakah pepohonan akan
menjadi hazard atau penyelamat? Kecepatan eksisting akan membantu
pertimbangan.
Jika kecepatan kendaraan rendah (sekitar 40 km/jam) pepohonan
seperti ini akan memberi input keselamatan jalan yang positif. Namun,
saat kecepatan meninggi seiring dengan meningkatnya kualitas dan
lebar jalan, manfaat keselamatan penggunaan pepohonan itu perlu
dikaji ulang.

v. Drainase
Drainase terbuka yang dalam dan bersisi curam merupakan ciri umum
sisi jalan di Indonesia. Begitu umum sampai banyak ahli teknik tidak
melihatnya sebagai hazard sisi jalan. Sayangnya drainase merupakan

3-103 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

hazard yang sangat nyata, terutama bagi pengendara motor dan


kendaraan kecil yang ke luar dari jalan. Opsi untuk memperlakukan
drainase yang berisiko termasuk :
- Hilangkan – gantikan drainase dengan jaringan pipa bawah
tanah.
- Relokasi – ke area di luar ruang bebas. Semakin jauh dari jalan,
semakin berkeselamatan pula drainase.
- Ubah – semua drainase harus ditutupi untuk keselamatan jalan
dan kenyamanan pejalan kaki.Penutup drainase beton sudah
umum digunakan, namun cenderung mudah patah. Penutup
besi juga dimungkinkan, tetapi rentan akan pencurian. Mungkin
sudah saatnya seorang ahli teknik yang inovatif
mengembangkan drainase dan penutup siap pakai yang dapat
dikunci dan hanya dibuka untuk pemeliharaan.
- Tutupi – gunakan pagar keselamatan untuk menutupi drainase.
Biasanya ini sulit di area perkotaan dan dapat memblokir jalur
pejalan kaki.
- Delineasi – delineasidrainase (dengan patok pengarah) sebagai
kemungkinan perlakuan yang murah namun bersifat sementara.

vi. Jembatan
Ada banyak jembatan di Indonesia. Jembatan adalah bagian penting
jaringan jalan. Jembatan juga menimbulkan isu keselamatan khusus –
jembatan merupakan titik penyempitan di jalan dan juga memiliki
beragam hazard sisi jalan. Tembok ujung jembatan (tembok
fedada/parapet) adalah hazard sisi jalan yang umum di Indonesia. Cara
yang dapat diterima untuk melindungi pemakai jalan dari hazard ini
adalah memasang pagar semikaku di setiap pendekat ke jembatan,
yang secara terhubung kuat dengan tiang di ujung jembatan yang kaku.
Ini adalah satu hal yang tidak dilakukan secara berkeselamatan di
Indonesia dewasa ini. Kebanyakan jembatan kecil tidak memiliki pagar
sama sekali untuk melindungi parapet. Jika pagar baja profil W dipasang

3-104 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

di pendekat jembatan, biasanya berakhir sebelum parapet. Hal


inimenimbulkan masalah keselamatan yang besar. Mengapa? Karena
kendaraan lepas kendali yang menabrak pagar baja profil W beberapa
meter sebelum tembok jembatan/parapet akan mendorong pagar ke
belakang. Pada saat yang sama, pagar berusaha mengarahkan
kendaraan berbalik ke arah jalurnya semula. Namun, ini justru akan
mengarahkan kendaraan langsung ke pagar jembatan. Masalah ini
disebut “pocketing”.

Gambar 3.60: Pocketing Dapat Menyebabkan Akibat yang Serius


dan Fatal.

Untuk menghindari masalah pocketing, sebaiknya


dilakukan hal-hal berikut :
- Mengurangi jarak tiang pagar baja profil W hingga lebih dekat ke
jembatan; dan
- Menghubungkan pagar baja profil W dengan kuat keparapet
jembatan.
Standar desain mensyaratkan agar pagar baja profil W yang akan
disambung dengan parapet jembatan dibuat lebih kaku (jarak normal
tiang penyangga pagar baja 2,5 m diperpendek menjadi 1 m pada

3-105 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

bagian yang diperkaku). Transisi dari pagar semikaku ke parapet


jembatan yang kaku penting untuk mengarahkan kembali kendaraan
melewati tiang ujung jembatan karena jika tidak, kendaraan akan
menyangkut.
2. Pagar Keselamatan

Pagar keselamatan merupakan upaya terakhir dalam manajemen hazard sisi jalan.
Pagar keselamatan digunakan untuk menutupi objek berbahaya yang dapat
mencederai atau membunuh pemakai jalan yang menabraknya.
Pagar hanya boleh digunakan jika keparahan akibat menabrak pagar kurang dari
akibat menabrak hazard. Ini karena pagar keselamatan–terlepas dari namanya–
juga merupakan hazard sisi jalan. Saat benturan, pagar tabrakan dapat
mengakibatkan kerusakan/cedera parah bagi penumpang kendaraan kecil dan
sepeda motor. Akibat bergantung pada dinamika setiap kasus. Kendaraan besar
dengan titik berat tinggi, seperti truk dan bus, mungkin tidak akan tertahan
dengan aman oleh pagar–biasanya kendaraan ini menerobos atau jatuh
melompati pagar. Pagar keselamatan diuji (biasanya) untuk menahan mobil,
tetapi tidak diuji untuk menahan truk atau bus.
Pagar hanya digunakan pada lokasi yang memerlukan dan pemasangannya dapat
dilakukan dengan baik. Pemasangan dan pemeliharaan pagar keselamatan sangat
mahal. Karena itu, pada tahap perancangan jalan, lakukan segala upaya untuk
menghilangkan perlunya pagar keselamatan. Penggunaan dan pemasangan pagar
harus selalu diaudit dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pembuatnya.
Keputusan untuk memasang pagar sisi jalan juga harus memperhitungkan
bertambahnya kemungkinan tabrakan akibat pemasangan pagar sepanjang 30 m
(panjang minimal untuk performa yang memadai) untuk menutupi hazard (yang
lebarnya mungkin hanya satu meter!) Namun, tidak semua pagar keselamatan
dapat dihilangkan. Banyak lokasi di mana pagar keselamatan adalah satu- satunya
opsi untuk meningkatkan Keselamatan.
Ada tiga jenis pagar sesuai dengan kekakuannya :

3-106 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- fleksibel : pagar keselamatan kabel baja


- semikaku : pagar baja profil W
- kaku : pagar beton
a. Pagar fleksibel
Sistem pagar keselamatan kabel baja yang fleksibel sudah digunakan di banyak
negara. Pagar ini (umumnya) terdiri dari tiga atau empat kabel ditahan dengan
tiang baja pada jarak 2-3 m.membelok saat ditabrak kendaraan, memandu
kendaraan di sepanjang pagar sementara tiang tiangnya jatuh satu demi satu.
Tiang menykinetik kendaraan, sehingga kendaraan melambat Pagar
keselamatan kabel baja adalah bentukjalan yang sangat toleran, tetapi harus
ada jarakmemadai antara pagar dan hazard untuk ruang defleksi kabel. Sebagai
peraturan dasar, diperlukan jarakuntuk defleksi di antara pagar keselamatan
kawat baja dan hazard yang akan ditutupi. Jarak ini sekitar dua kali jarak yang
diperlukan oleh pagar baja profil
b. Pagar semikaku
Pagar paling umum pada jalan di seluruh dunia adalah pagar baja profil W.
Pagar baja profil W memiliki sejumlah komponen, masing-masing berperan
penting dalam keberhasilan operasi pagar saat menahan benturan. Komponen
itu adalah :
- Batang pagar profil W, ini harus cukup kuat untukmenahan beban yang
timbul seiring dengan terurainya gaya kinetik kendaraan (karena
distkendaraan, batang pagar dan tanah) di saat benturan. Masing-masing
bagian batang pagar (umumnya 5 m) juga harus saling terhubung dengan
kuat dan bertumpuk membelakangi arah lalu lintas yang mendekat untuk
menghindari kendaraan menyangkut.
- Tiang (kayu atau logam) memberi kekakuan pada keseluruhan sistem dan
menahan batang pagar profil W di ketinggian yang benar sebelum dan
saat benturan.
- Penutup mencegah kendaraan menyangkut di tiang dan membantu
menghindari tergulingnya kdengan memberi gaya penahan di atas
titikkendaraan.

3-107 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Terminal sangat penting untuk sepenuhnya mengembangkan kekuatan


tegangan baja prodengan memberi gaya penahan di kedua ujung.Jangkar
yang umum adalah adaptasi BreakTerminal (BCT). BCT menggunakan
pagar baja proW berlubang yang remuk jika pagar ditabrakujungnya
sehingga mengurangi kemungkinan baja profil menusuk kendaraan.

Gambar 3.61: Pagar Semi kaku

c. Pagar kaku (beton)


Pagar beton digunakan di lokasi di mana tidak ada ruang untuk defleksi.
Termasuk lokasi, seperti median sempit di jalan bebas hambatan atau pada
jalan layang. Pagar beton biasanya dibangun sebagai bagian konstruksi jalan,
tetapi unit pre-cast yang ditempatkan di jalan semakin banyak digunakan
untuk menyediakan perlindungan jangka pendek (misal di lokasi pekerjaan
jalan atau untuk manajemen lalu lintas di persimpangan besar). Unit pre-cast
harus dihubungkan untuk membentu “rantai” yang berkelanjutan. Jangan
pernah menggunakan unit secara individu karena satu unit tidak memiliki
kekuatan dan hanya merupakan hazard.

3-108 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Pagar beton memang efektif, tetapi perlu perhatian khusus untuk memastikan
bahwa ujungnya ditutupi dengan benar. Sudah banyak catatan kecelakaan di
mana kendaraan menabrak ujung pagar beton yang tidak tertutup, kebanyakan
menimbulkan korban tewas. Beberapa cara umum untuk mengakhiri pagar
kaku termasuk membelokkan pagar dengan radius 40 m (atau lebih) supaya
berakhir di luar ruang bebas, atau memasang crash cushion.

Gambar 3.62: Pagar Kaku

3. Pemeliharaan
Saat mengelola program manajemen hazard sisi jalan, ingatlah pentingnya
permeliharaan dalam keselamatan jalan. Semua perangkat jalan harus dipelihara
selama masih digunakan. Petugas pemeliharaan membutuhkan pelatiha
mengenai instalasi dan pemeliharaan pagar yang tepat dan perlakuan hazard lain
di sisi jalan. Semua perangkat jalan harus dipelihara saat masih digunakan.
Petugas pemeliharaan ada di jalan setiap hari. Mereka mengamati kerusakan
akibat tabrakan yang baru terjadi dan dapat memberikan peringatan dini jika ada
titik rawan kecelakaan yang mulai terbentuk. Pastikan petugas pemeliharaantahu
betapa pentingnya mereka dalam rekayasa keselamatan jalan. Pastikan bahwa
mereka terlatih dan didukung dalam aspek teknis pekerjaan ini.

C. Rambu, Marka Garis, Dan Delineator

3-109 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Sekitar 90% informasi yang diperlukan untuk mengemudi diterima oleh


pengemudi secara visual, melalui mata. Hanya sedikit informasi yang diterima
dengan pendengaran (klakson, marka kejut) dan indera perasa (marka berprofil
(tactile), jalan kasar). Sebagian besar informasi mereka dapatkan secara visual.
Dua perlengkapan paling umum yang digunakan ahli teknik untuk membekali
mereka dengan informasi itu adalah rambu dan marka garis. Keduanya sangat
umum digunakan di jalan sehingga sering dianggap remeh. Ini membuat
beberapa rambu dan marka garis digunakan dengan tidak benar, tidak efisien atau
tidak berkeselamatan.
Ahli rekayasa keselamatan jalan yang berpengalaman tahu bahwa rambu dan
marka garis, jika digunakan dengan benar, akan sangat bermanfaat bagi
keselamatan jalan untuk negara seperti Indonesia. Rambu dan marka garis
murah. Jika digunakan dengan bijak.
1. Enam konsep perambuan yang benar
Mulailah dengan mengingat 6 konsep perambuan yang benar dalam rekayasa
keselamatan jalan. Jika rambu atau marka jalan memenuhi keenam konsep yang
benar, pastilah rambu atau marka jalan itu akan membantu pengemudi untuk
menggunakan jalan secara berkeselamatan. 6 konsep perambuan yang benar
adalah :
- MENCOLOK (Conspicuous)
Rambu harus terlihat. Misal jangan tempatkan rambu peringatan di antara dahan
pohon. Pastikan rambu memantulkan cahaya waktu malam.
- MUDAH DIBACA (Clear
Kata dan simbol dalam rambu harus jelas dan terbaca. Minimalkan jumlah kata
dan pastikan simbol terlihat dari jauh. Bentuk dan warna penting bagi kejelasan
untuk membantu pengemudi atau pengendara membuat keputusan yang benar
secara dini.
- TERPAHAMI (Comprehensible)
Rambu harus mudah dimengerti.

- TEPERCAYA (Credible)

3-110 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Pesan yang disampaikan oleh rambu harus diyakini oleh pengemudi atau
pengendara, atau mereka akan mengacuhkannya.
- KONSISTEN (Consistent)
Situasi lalu lintas yang sama harus diatur dengan menggunakan rambu dan atau
marka yang sama. Konsistensi mengurangi waktu reaksi pengemudi dan
pengendara, serta meningkatkan pemahaman pengemudi.
- BENAR (Correct)
Hanya ada satu rambu yang paling tepat bagi situasi tertentu. Beberapa rambu
tampak sama, dan memiliki arti yang hampir sama, namun hanya satu yang benar-
benar tepat.
2. Mulailah dengan standar yang berlaku
Penggunaan rambu dan marka standar di semua jalan di Indonesia harus
digalakkan. Pengemudi atau pengendara bereaksi lebih cepat dan tepat terhadap
rambu standar daripada rambu nonstandar. Pengambilan keputusan yang lebih
cepat dan akurat adalah salah satu kunci lalu lintas berkeselamatan.
Dengan memastikan penggunaan rambu dan marka standar, akan memberi
pengaruh positif pada keselamatan. Pada saat yang sama, ahli teknik harus
waspada untuk mengetahui kapan dan di mana mereka harus melebihi standar.
Ada beberapa situasi yang memerlukan rambu lebih banyak atau lebih besar. Ada
beberapa situasi lain di mana rambu yang lebih sedikit namun lebih jelas justru
lebih memadai. Untuk menentukan perbedaan, perlu pengalaman dan
pertimbangan–dua aset berharga bagi ahli rekayasa keselamatan jalan manapun.
Tetaplah objektif dalam menggunakan rambu untuk memecahkan masalah. Jika
memang ada masalah keselamatan, pertama carilah penyebab masalah itu.
Banyak masalah yang solusinya memerlukan perubahan fisik pada jalan. Misal
persimpangan berisiko mungkin lebih baik diberi APILL daripada rambu
peringatan. Solusi ini memang jauh lebih mahal, tetapi ahli rekayasa keselamatan
jalan perlu memutuskan apa yang akan berfungsi dan apa yang hanya akan
memboroskan sumber daya. Rambu peringatan dapat memberi manfaat
sementara selama kita mengupayakan solusi permanen.

3-111 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

D. Keselamatan di Dalam Perancangan Geometri


Perancangan geometri jalan adalah sebuah bidang terperinci yang meliputi
pemikiran dalam tiga dimensi di daerah alami sehingga kebutuhan pemakai jalan
terpenuhi dengan berkeselamatan. Ada sejumlah panduan teknis untuk
digunakan oleh perencana jalan, banyak di antaranya mencakup sejumlah besar
persamaan, grafik, dan tabel. Tujuan dari bagian ini bukanlah mengulang
persamaan, grafik, dan tabel tersebut namun memberikan garis besar secara
singkat, bagaimana dan mengapa beberapa aspek perancangan geometri sangat
penting dalam rekayasa keselamatan jalan. Sebagai seorang ahli rekayasa
keselamatan jalan, tidak diharapkan menjadi perancang jalan dan tidak
diharapkan menjadi ahli dalam standar perancangan geometri. Namun, ketika
sedang mengadakan audit keselamatan jalan atau investigasi lokasi rawan
kecelakaan (blackspot), diperlukan pemahaman beberapa prinsip dasar
keselamatan yang terkait dengan rancangan geometris jalan. Dibutuhkan juga
diskusi mengenai masalah geometris dengan perancang dan adakalanya perlu
pengambilan keputusan kapan sebuah desain positif membutuhkan bantuan
keselamatan jalannya atau hanya sekadar mengikuti praktik yang kuno yang tidak
berkeselamatan. Hal tersebut bukanlah tugas yang mudah. Standar perancangan
geometri jalan mengarah pada tiga sasaran utama :
- Membantu mempertahankan tingkat keseragaman dan konsistensi di jalan,
khususnya jalan yang melewati batas administratif.
- Membantu menjamin bahwa desain jalan yang dihasilkan memuaskan, bahkan
dalam yurisdiksi yang kurang berpengalaman dalam perancangan jalan.
- Menghindari desain yang berlebihan, dan menjamin bahwa dana dua poin
pertama khususnya berpengaruh langsung pada keselamatan jalan; keduanya
adalah alasan mengapa standar perancangan geometri harus diikuti.
Ada lima unsur dasar dari perancangan geometri yang berdampak pada
keselamatan, yaitu :
- Kecepatan rencana
- Potongan melintang (termasuk drainase, median, bahu jalan yang diaspal)
- Jarak pandang

3-112 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Alinyemen horizontal (termasuk superelevasi)


- Alinyemen vertikal
1. Kecepatan Rancangan
Salah satu pertimbangan pertama seorang auditor adalah menilai kecepatan
dalam usulan jalan baru. Apakah realistis? Di Indonesia, jalan di pedesaan/luar
kota secara khusus dirancang dengan kecepatan desain 60–80 km/jam, dan
jalan perkotaan dan sedikit jalan perdesaan/luar kota dirancang dengan
kecepatan desain 40–60 km/jam. Kecepatan desain bukanlah batas kecepatan
untuk sebuah jalan. Sementara kedua kecepatan tersebut harus berdekatan
nilainya, banyak jalan yang memiliki kecepatan desain 10 km/jam atau 20
km/jam di atas batas kecepatan.
Cara itu biasa dilakukan dengan alasan keselamatan–untuk membangun
sebuah “batas untuk kesalahan”. Namun, banyak perancang jalan yang
berpengalaman saat ini meragukan teori tersebut karena membuat jalan yang
lebih mahal (tikungan lebih lebar, lebih banyak lahan diperlukan) dan
mendorong beberapa pengemudi/pengendara untuk melewati batas
kecepatan) Kecepatan rencana untuk jalan baru (atau alinyemen ulang jalan)
harus bergantung pada hirarki, kepadatan lalu lintas, dan gradien jalan. Dapat
juga bergantung pada alinyemen eksisting dan jarak jalan dengan objek tetap
(seperti jembatan, bangunan, pohon besar atau tiang listrik tegangan tinggi).
Jika tidak mungkin untuk re-alinyemen jembatan atau menyingkirkan pohon,
adakalanya perancang menerima kecepatan desain desain lebih rendah
untuk meminimalkan radius tikungan dan keperluan geometris lain. Dengan
cara ini, kecepatan memengaruhi beberapa parameter seperti jarak pandang.
Jika jarak pandang berkurang terlalu jauh karena dipakainya kecepatan desain
yang terlalu rendah, auditor harus memikirkan lebih jauh semua kemungkinan
konsekuensinya terhadap keselamatan jalan.

3-113 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.63: Rambu peringatan Hati-hati terlalu umum.

Titik awal pemeriksaan keselamatan jalan dalam situasi demikian adalah


memastikan bahwa pengemudi/pengendara akan diberikan lingkungan yang
cukup konsisten kecepatannya. Frekuensi perubahan kecepatan desain yang
terlalu sering tidak baik untuk kewaspadaan pengemudi/pengendara.
Faktor berikutnya adalah memeriksa apakah kecepatan desain yang dipakai
tidak terlalu rendah. Desain jalan yang baik dicapai jika kecepatan desain sama
dengan kecepatan operasional/aktual. Indikator kecepatan desain yang
memadai didapatkan dengan mengukur 85 persentil kecepatan yang ada, saat
lalu lintas lancar. (85 persentil kecepatan adalah kecepatan yang sama atau di
bawah kecepatan yang digunakan oleh 85% lalu lintas yang melintas).
2. Potongan Melintang
Potongan melintang jalan adalah potongan dari jalan yang berasal dari sudut
kanan menuju ke arah jalan. Termasuk di dalamnya bahu jalan, lajur, dan
median (jika ada).
Secara ideal, semua potongan melintang jalan harus mencakup bahu jalan
lebar yang diaspal, konsisten, sejumlah besar lajur lebar, dan sebuah median
tengah yang lebar. Semua drainase harus berada di bawah tanah dan tidak
boleh ada hazard sisi jalan (seperti tiang atau pohon yang kaku) di dalam zona
bebas.
Bagaimanapun, jalan memerlukan lahan, dan jalan yang lebih lebar mengambil
lahan lebih luas. Oleh karena itu, kompromi biasanya diambil untuk
mempertahankan fungsi utama jalan dan untuk menjamin operasi yang

3-114 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

berkeselamatan, sambil mengatasi kendala lingkungan dan biaya. Sebagai


seorang ahli rekayasa keselamatan jalan, hal tersebut merupakan salah satu
tugas seorang ahli untuk menentukan jika/kapan kompromi dapat diterima
demi keselamatan, atau apakah kompromi melampaui kemampuan
pengemudi/pengendara yang rasional untuk ditangani.

Tabel 3.30: Lebar Typikal Lajur.

Elemen potongan melintang harus konsisten di sepanjang satu bagian jalan,


dengan beragam batasan pada ranah. Ini faktor penting untuk mengadakan
kecepatan konsisten di sepanjang jalan yang juga merupakan elemen kunci
jalan yang berkeselamatan.
Jika kita perlu mengubah potongan menyilang sebuah jalan, pastikan bahwa
transisinya memberi jarak yang cukup supaya pengemudi/pengendara dapat
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Misal jika jalan berlajur empat yang
terbagi menjadi jalan dua lajur dua arah yang tidak terbagi, kita perlu
menyediakan perambuan peringatan dini yang cukup, taper yang memadai
dengan delineasi tegas, juga garis marka konsisten untuk mengurangi pengaruh
perubahan dan mengurangi risiko tabrakan langsung.
Bahu jalan diaspal memberikan sebuah area pemulihan awal bagi kendaraan
apa pun yang kehilangan kendali dan

3-115 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

mulai meninggalkan jalan. Dengan cara ini, bahu jalan diaspal dapat
mengurangi tabrakan “keluar jalan” dan juga tabrakan “depan-depan”. Bahu
jalan diaspal baik untuk keselamatan. Bahu jalan diaspal juga memberi
beragam manfaat lain, termasuk :
- Tempat untuk kendaraan yang harus berhenti dengan jarak yang aman
dari lajur lalu lintas;
- Akses atau tempat parkir kendaraan darurat atau pemeliharaan;
- Dukungan lateral bagi perkerasan dan membantu pemeliharaan
sublandasan.
Tindakan yang harus dilakukan jika pengemudi pengendara menggunakan
bahu jalan yang diaspal sebagai lajur tambahan adalah amati kemungkinan
masalah keselamatan. Jika hanya pengendara motor yang memakainya, ini
mungkin baik untuk keselamatan.

Gambar 3.64: Bahu Jalan Diperkeras

3. Jarak Pandang
Tujuan utama dari perancangan jalan adalah menjamin bahwa
pengemudi/pengendara, saat melaju dalam kecepatan rancana atau dibawah
kecepatan rencana, mampu melihat potensi bahaya di jalan dalam waku yang
cukup untuk mengambil tindakan menghindar.
Manusia membutuhkan waktu untuk bereaksi dan membutuhkan jarak untuk
mengambil tindakan menghindar. Semakin cepat mereka melaju saat melihat
objek berbahaya pertama kali, semakin besar jarak berhenti yang dibutuhkan.
Di sinilah konsep jarak pandang penting bagi keselamatan jalan. Konsep ini
didasarkan pada sejumlah asumsi tentang objek berbahaya, waktu reaksi, dan

3-116 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

perilaku pengemudi/pengendara yang bersangkutan. Objek berbahaya


dianggap cukup besar dan berada dalam jarak pandang pengemudi sehingga
pengemudi/pengendara mengambil tindakan menghindar.
Objek berbahaya pada umumnya adalah lubang besar, binatang, kendaraan
mendahului, kendaraan masuk, pejalan kaki, dan lain- lain. Waktu reaksi
didasarkan pada waktu tipikal pengemudi/pengendara pada umumnya. Waktu
reaksi pengemudi/pengendara 2 detik dianggap umum, walaupun pada
praktiknya ada distribusi nilai. Setiap manusia berbeda dan ada yang dapat
bereaksi lebih cepat. Pengemudi/pengendara yang lebih tua yang terpengaruh
keletihan, alkohol atau narkoba, akan bereaksi lebih lambat.
Pengemudi/pengendara muda akan bereaksi lebih cepat (walaupun
kekurangan pengalaman mungkin membuat mereka mengambil keputusan
yang salah). Dengan mengetahui kecepatan operasional dan menggunakan
waktu reaksi 2 detik, jarak pandang yang diperlukan dapat ditentukan. Ingat
bahwa seleksi nilai ekstrim untuk semua parameter tidak memadai, karena
kemungkinan semua faktor terjadi bersamaan sangat rendah dan hasil
desainnya akan jadi tidak praktis. Saat menentukan jarak pandang, beberapa
elemen di bawah ini diasumsikan sebagai berikut :
- Tinggi objek–diasumsikan 0,0m (untuk melihat marka diperkerasan), 0,2m
(untuk melihat objek kecil dijalan) atau 0,6m (untuk melihat lampu belakang
kendaraan), bergantung pada jarak pandang terkait.
- Tinggi mata pengemudi/pengendara–diasumsikan
- 1.05 m untuk motor dan 2.4 m untuk truk.
- Waktu reaksi pengemudi/pengendara–2 detik untuk
pengemudi/pengendara rata-rata yang tidak diberi peringatan.
Jarak pandang yang paling penting untuk keselamatan di persimpangan adalah:
- Jarak Pandang Pendekat (Approach Sight Distance atau JPP).
- Jarak Pandang Berkeselamatan di Persimpangan (Safe Intersection Sight
Distance atau JPBP)

3-117 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.65: Manuver menyiap penuh

4. Alinyemen horizontal
Alinyemen horizontal sebuah jalan adalah alinyemen pada bidang horizontal.
Faktor paling signifikan untuk mempertimbangkan keselamatan dalam
alinyemen horizontal adalah radius tikungan horizontal dan juga superelevasi
yang menujuke dalam dan keluar setiap tikungan.
Tikungan dengan radius lebih besar umumnya memberikan jarak pandang yang
lebih besar– pengemudi/pengendara dapat melihat melalui tikungan dan
membuat keputusan berkeselamatan lebih dini. Namun, manfaat keselamatan
ini dapat hilang jika tumbuhan dibiarkan tumbuh disisi jalan dandibiarkan
memotong garis pandang.
Tikungan dengan radius yang lebihpendek akan membatasi garis pandang dan
biasanya membatasi pengemudi serta pengendara yang rasional untuk
menurunkan kecepatan. Namun, jika muncul kecepatan tinggi yang tidak
realistis, mungkin perlu diterapkan manajemen kecepatan tambahan (batas
kecepatan dan penegakan hukum).
Pengemudi/pengendara akan terbiasa dengan alinyemen horizontal jalan. Jika
mereka ada dijalan berliku, mereka mengondisikan diri untuk mengemudi/

3-118 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

berkendara dengan kecepatan stabil. Namun, jika satu tikungan dalam


sejumlah tikungan itu lebih tajam dari yang lain, beberapa
pengemudi/pengendara akan gagal melewatinya. Tikungan “dibawah standar”
semacam itu memerlukan delienasi lebih tegas untuk mengurangi jumlah
tabrakan keluar-jalan–rambu peringatan pengarah tikungan (CAM), rambu
peringatan dini lebih besar dan garis tepi tegas. Saat mengaudit gambar
rancangan (terutama untuk jalan pedesaan), pastikan tikungan horizontal
sekonsisten mungkin.

Gambar 3.66: Tahap Super Elevasi

Harus di ingat juga bahwa perlakuan khusus mungkin diperlukan bagi tikungan
diujung jalan yang lurus panjang karena kecepatan tinggi dapat berkembang.
Tikungan ini sering membutuhkan delineasi yang lebih tegas misalnya rambu
peringatan pengarah tikungan (CAM), rambu peringatan dini, dan garis ujung
yang nyata.
Superelevasi
Superelevasi adalah gradien jalan pada perkerasan melengkung yang dirancang
untuk menambah gaya yang membantu kendaraan menjaga pergerakan
melingkar. Saat kendaraan melewati lengkung horizonal dalam suatu
kecepatan, kendaraan menghasilkan gaya menyamping yang cenderung
mengarahkannya kelingkar luar lengkungan. Untuk melawan efek ini,
perkerasan jalan di “naikkan” pada tepi lingkar luar jalur berkendara.

3-119 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Perancangan superelevasi harus berdasarkan beberapa pertimbangan :


- Kecepatan operasional (85persentil kecepatan).
- Kecenderungan kendaraan yang bergerak sangat lambat kearah pusat dan
keseimbangan kendaraan itu.
- Perbedaan antara tingkat formasi didalam dan diluar, dan panjang yang
tersedia untuk mengimplementasi superelevasi yang diperlukan.
Superelevasi pada dasarnya dibutuhkan untuk keselamatan, namun faktor lain,
seperti kenyamanan dan penampilan juga relevan. Catatan–Superelevasi
penting untuk keselamatan, namun perlu berhati-hati supaya superelevasi
yang disediakan tidak berlebihan untuk lokasi itu. Beberapa “super” bagus,
namun terlalu banyak “super” tidak bagus. Jika tikungan banyak dilalui truk
berat bermuatan penuh yang bergerak dengan kecepatan rendah, perancang
jalan harus sangat berhati-hati supaya tidak menyebabkan truk terbalik karena
superelevasi berlebihan. Superelevasi (biasanya 8% memadai dan maksimal
10%). Jika lokasi banyak dilalui truk bermuatan penuh dan berjalan lambat,
gunakan angka lebih rendah.
Lebih banyak superelevasi belum tentu berarti lebih berkeselamatan. Selain
itu, jangan sampai ada perubahan mendadak dari superelevasi positif ke
negatif. Ini dapat “melempar” kendaraan dan menyebabkan hilangnya kendali.
5. Alinyemen Vertikal
Efek Tinggi Tanjakan
Pada umumnya, tanjakan harus selandai mungkin, konsisten dengan
persyaratan ekonomi dan kemiringan memanjang drainase.
Tanjakan yang landai memungkinkan semua kendaraan berjalan dengan
kecepatan yang sama. Tanjakan yang lebih terjal menghasilkan perbedaan
kecepatan antar kendaraan dengan beragam rasio daya terhadap berat. Variasi
kecepatan ini :
- Menyebabkan perbedaan kecepatan relatif yang lebih tinggi antar
kendaraan, meningkatkan risiko tabrakan depan-belakang, dan;

3-120 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Mengakibatkan peningkatan antrean dan kebutuhan mendahului, yang


menambah masalah keselamatan, khususnya pada volume lalulintas yang
lebih tinggi.
- Menambah biaya angkutan karena kecepatan rendah kendaraan yang
lebih berat.
Tikungan Vertikal
Tikungan vertikal yang curam berdampak langsung dan kuat pada kecepatan
kendaraan yang membawa muatan berlebihan, seperti truk dan bus. Di
Indonesia, dengan sejarah truk kelebihan muatan, tikungan vertikal
menciptakan situasi berbahaya.
Potongan tanjakan yang terjal terkenal sebagai lokasi tabrakan “bergulir-
mundur” saat truk kehilangan daya dan remnya gagal mencegahnya terguling
kebelakang. Potongan turunan curam telah menjadi lokasi truk kehilangan
kemampuan remnya karena terlalu panas, atau tabrakan “keluar-jalan” karena
kecepatan yang berlebihan.
Truk kelebihan muatan adalah salah satu masalah keselamatan jalan yang
berkaitan dengan kendaraan yang paling signifikan di Indonesia sekarang ini.

Gambar 3.67: Tikungan majemuk dengan kurva vertikal membutuhkan


desain yang hati-hati untuk memastikan jarak pandang henti.

6. Menyelaraskan Alinyemen Horizontal dan Vertikal


Alinyemen horizontal dan vertikal disebuah jalan harus diselaraskan untuk
menghin dari jarak pandang terputus yang tidak memadai dan ilusi
“putussambung” dilengkungan belokan.

3-121 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Perancang jalan mencoba mencapai keselarasan dengan membuat semua titik,


tempat tikungan horizontal dan vertikal berubah, bersinggungan satu sama lain
.Jika itu tidak memungkinkan dan tikungan tidak dapat dipisahkan sepenuhnya,
tikungan vertikal harus ditampung secara keseluruhan didalam, atau secara
keseluruhan diluar tikungan horizontal. Ditempat tikungan dimungkinkan
untuk bertumpang tindih, ilusi optikal yang dihasilkan dapat merusak
penampilan jalan dan dapat memicu tabrakan jalan.

Gambar 3.68: Alinyemen dengan Koordinasi Buruk

3.1.3.3. Pemakai Jalan Yang Rentan


A. Keselamatan Pejalan Kaki

Pejalan kaki adalah satu-satunya kelompok pengguna jalan terbesar dan paling
rentan – siapa pun menjadi pejalan kaki begitu melakukan langkah pertama sebagai
bayi, berjalan selama masa kanak-kanak, dewasa, dan usia lanjut. Pejalan kaki tidak
perlu izin menggunakan jalan. Mereka selalu bergerak dan ada di mana pun, kapan

3-122 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

-pun. Mereka menyebar di jaringan jalan dan terlihat sepanjang waktu baik siang
maupun malam, di segala cuaca, dan di segala tipe jalan.

Pejalan kaki adalah pengguna jalan yang teramat rentan. Dalam kejadian tabrakan
dengan kendaraan bermotor, pejalan kaki paling berisiko cedera, sering kali parah.
Jika tabrakan terjadi dalam kecepatan lebih tinggi dari 40km/jam, terdapat 50%
kemungkinan pejalan kaki tewas. Sayangnya, di Indonesia pejalan kaki hanya
mendapat sedikit bantuan di jalan. Hanya sedikit jalur pejalan kaki yang bagus atau
bahu jalan yang diaspal bagi pejalan kaki di sepanjang jalan. Langkanya APILL tekan
atau APILL persimpangan yang membantu pejalan kaki menyeberangi jalan.

Dampak kecepatan yang lebih dari 40 km/jam, akan menyebabkan 50% pejalan kaki
meninggal dunia jika tertabrak.

Zebra cross dalam kondisi buruk dan sering diabaikan oleh pengemudi/pengendara.
Jembatan penyeberangan, dari beton atau baja, yang terdapat di kota besar tidak
disukai karena tinggi, licin saat basah, dan seringkali jauh dari tempat pejalan kaki

menyeberang.

Maka, dapat dikatakan bahwa kelompok terbesar pengguna jalan di negeri ini
justru yang paling dirugikan. Seorang ahli rekayasa keselamatan jalan dapat
mengubah keadaan secara positif dengan khusus memperhatikan kebutuhan
pejalan kaki akan keselamatan.

Bagian ini akan memfokuskan perhatian pada empat kelompok pejalan kaki: usia
muda, manula, difabel, dan pejalan kaki mabuk atau teler. Perincian fasilitas yang
berguna bagi pejalan kaki diuraikan bersama dengan beberapa inisiatif
meningkatkan keselamatan pejalan kaki. Juga ditawarkan beberapa saran untuk
membantu menjadikan jalan berkeselamatan bagi pengendara sepeda motor dan
pesepeda karena keduanya juga membutuhkan bantuan ahli rekayasa keselamatan

jalan. Melalui contoh konkret, bagian ini mendorong ahli rekayasa keselamatan
jalan untuk selalu ingat pada pengguna jalan yang rentan (pejalan kaki, pengendara
sepeda motor dan pesepeda) di dalam merekayasa keselamatan jalan.

3-123 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

B. Tabrakan Pejalan Kaki

Mustahil memastikan jumlah pejalan kaki yang tewas atau cedera dalam tabrakan
di jalan setiap tahun di Indonesia karena datanya tidak akurat. Kecil kemungkinan
untuk memastikan kelompok pejalan kaki yang paling banyak terlibat (usia muda,
manula, lelaki, perempuan) dalam tabrakan itu, di manakejadiannya (perkotaan,
perdesaan, jalan lingkungan, jalan arteri), atau kapan terjadinya (siang, malam, saat
hujan, saat kering).

C. Tindakan Untuk Meningkatkan


Pengalaman ahli teknik dan karya mereka dalamkeselamatan pejalan kaki di
berbagai tempat perlu dipelajari. Tema utama yang muncul adalah :
- Jangan membatasi atau merintangi pejalan kaki. Memasang pagar
keselamatan, pembatas, atau rintangan lain untuk mencegah pejalan kaki
menggunakan suatu rute adalah sia-sia. Upaya itu hampir selalu gagal. Namun,
ada pengecualian – memagari jalan bebas hambatan agar pejalan kaki tidak
masuk adalah contoh yang bagus. Secara umum, lebih baik dan lebih
berkeselamatan kalau membiarkan median dan jalur pejalan kaki terbuka dan
memasang fasilitas pejalan kaki yang benar sehingga timbul rasa hormat
pejalan kaki dan pengemudi/pengendara.
- Pejalan kaki selalu memilih jalur terdekat. Mereka tidak akan keluar dari
jalurnya dan menggunakan perangkat/alat hanya karena sudah dipasang.
Mereka akan memilih jalur terdekat berdasarkan persepsi mereka tentang
waktu, jarak, dan risiko. Perangkat pejalan kaki harus ditempatkan di atau
- dekat dengan jalur yang dikehendaki pejalan kaki.
- Fasilitas pejalan kaki menggantungkan diri pada kepatuhan
pengemudi/pengendara. Memasang zebra cross atau APILL tidak akan
membantu pejalan kaki kecuali pengemudi/pengendara mematuhi peraturan
yang memiliki kekuatan hukum, untuk itu harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan Indonesia. Minta bantuan Polisi untuk menegakkan
peraturan pada perangkat baru.

3-124 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Apabila pengguna jalan sudah lebih mematuhi tempat penyeberangan pejalan


kaki, tidak dianjurkan untuk memasang yang lain.Ahli teknik dan Polisi harus
bersinergi untuk mengurangi keacuhan pengguna jalan akan segala bentuk
tempat penyeberangan pejalan kaki.

Gambar 3.69: APILL yang di operasikan oleh pejalan kaki (POS)

Penyeberangn Pelican tampak identik dengan perangkat POS konvensional. Namun,


operasinya agak berbeda: APILL terbuka bagi lalu lintas (setelah lampu merah bagi
pengemudi) dengan tampilan kuning berkedip. Tampilan kuning berkedip ini perlu
dukungan dari UULLAJ, artinya pengemudi/pengendara boleh memasuki tempat
penyeberangan dan jalan terus hanya jika mereka memberi jalan kepada pejalan
kaki yang tersisa di penyeberangan. Penyeberangan Pelican memberikan layanan
tingkat istimewa kepada pejalan kaki. Selain itu, mengurangi rata-rata 40%
penundaan pengemudi/pengendara dibandingkan POS konvensional.

3.1.3.4. Proses Rekayasa Keselamatan Jalan


A. Titik Rawan Kecelakaan (Blackspot)

Terminologi “blackspot” berkembang bertahun-tahun yang lalu ketika Polisi


menggunakan pin berwarna hitam untuk menandai lokasi tabrakan di jalan yang
berakibat fatal di sebuah peta gantung. Lambat laun, lokasi tabrakan paling parah

3-125 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

begitu banyak sehingga warna hitam mendominasi peta. Maka, lahirlah istilah
“blackspot”. Kini istilah itu tetap digunakan untuk menggambarkan lokasi tempat
paling banyak terjadi tabrakan fatal atau tabrakan dengan korban cedera
terbanyak. Definisi tentang berapa banyak tabrakan terjadi di suatu lokasi agar
menjadi titik rawan kecelakaan berbeda antara satu negara dengan yang lain. Pada
bagian ini akan dibahas mengenai :

Pada bagian ini akan dibahas mengenai :

- Proses investigasi blackspot.


- Proses audit keselamatan jalan.
- Beberapa investigasi blackspot di Indonesia dan audit keselamatan jalan.
- Beberapa petunjuk keselamatan untuk membantu ahli rekayasa keselamatan
jalan mengubah keadaan secara positif dalam keselamatan jalan.

Bagian ini menjelaskan perbedaan mendasar antara investigasi blackspot dan audit
keselamatan jalan. Investigasi blackspot (proses reaktif) menggunakan data
kecelakaan untuk mencari pola tabrakan di suatu blackspot. Investigasi ini
kemudian mengembangkan tindakan terpadu yang biayanya murah untuk
mengurangi tingkat keparahan kecelakaan pada masa mendatang.

1. Meningkatkan Keselamatan Jalan di lokasi Rawan Kecelakaan

Banyak lokasi jalan di Indonesia menjadi tempat sejumlah tabrakan. Jalan itu dapat
berupa jalan raya atau jalan lokal, dan lokasinya dapat berupa persimpangan
ataupun tikungan, atau potongan blok tengah. Terkadang Polisi memiliki data
kecelakaan yang cukup detail yang pernah terjadi di “blackspot” ini, adakalanya
tidak ada data sama sekali. Salah satu tugas ahli rekayasa keselamatan jalan yang
paling berguna dan produktif adalah menyelidiki dan menangani blackspot.
Perbaikan yang biayanya murah dapat mengurangi angka kecelakaan pada lokasi

blackspot.

Proses investigasi blackspot bertujuan untuk mengembangkan tindakan


pencegahan terpadu yang biayanya murah, namun manfaatnya banyak, yang

3-126 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

dapat diterapkan di lokasi sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan dan/atau


tingkat keparahan pada masa datang.

2. Blackspot di Indonesia

Awal dari program blackspot adalah mengidentifikasi lokasi blackspot. Untuk


memulainya, blackspot dapat berupa persimpangan, potongan blok tengah, atau
potongan di jalan. Semua lokasi memiliki sejarah pernah terjadi kecelakaan–
beberapa dilaporkan, lainnya tidak dilaporkan.

Definisi tentang blackspot mungkin bergantung pada sejumlah hal, khususnya


anggaran dana yang tersedia untuk program pemulihan. Untuk merumuskan
blackspot, disarankan untuk mengambil langkah ini :

- Membuat daftar semua “lokasi bermasalah keselamatan” yang diketahui.


- Menghitung semua tabrakan fatal yang diketahui di setiap lokasi selama 3
tahun terakhir dan memberi masing-masing nilai 10.
- Menghitung semua tabrakan yang berakibat parah disetiap lokasi selama 3
tahun terakhir dan memberi masing-masing nilai 5.
- Menghitung semua tabrakan lain yang diketahui di titik rawan kecelakaan
selama 3 tahun terakhir dan memberi masing-masing nilai 1.
- Menjumlahkan semua nilai.
- Mengulangi langkah ini untuk semua titik rawan kecelakaan yang diketahui
diseluruh wilayah Balai.

Apabila telah selesai mendata 30, 40, atau 50 tempat, urutkan semua lokasi dalam
sebuah tabel mulai jumlah nilai tertinggi hingga yang terendah. Lihat baik-baik jarak
nilai dan dana yang tersedia sehingga ada bayangan berapa banyak lokasi yang
dapat diperbaiki sepanjang program kerja tahunan.

Dengan cara itu daftar semua lokasi di Balai diperoleh, dimulai dari yang bernilai
tertinggi sampai yang terendah. Daftar lokasi kecelakaan itu digunakan untuk
memandu ahli rekayasa keselamatan jalan ke berbagai lokasi yang paling
berpotensi memperoleh manfaat dari tindakan pencegahan blackspot.

3-127 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.70: Langkah-langkah dalam Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan

3. Langkah Investigasi Kecelakaan (blackspot)

Ahli rekayasa keselamatan jalan yang menginvestigasi blackspot tidak melihat


sebuah kecelakaan tunggal, tetapi melihat pola tabrakan di lokasi blackspot.
Sementara Polisi menyelidiki kecelakaan tunggal yang parah (misal tabrakan fatal
beruntun), para ahli rekayasa keselamatan jalan mencaripola tabrakan di lokasi
blackspot. Untuk menemukan pola itu dan menyusun tindakan pencegahan yang
hemat sehingga dapat didanai, ahli rekayasa keselamatan jalan harus bekerja
cermat dalam proses yang sederhana langkah demi langkah.

Tindakan pencegahan yang biayanya murah, manfaatnya banyak, harus ditegaskan.


Siapa pun dapat mengembangkan tindakan pencegahan terpadu yang mahal, atau
yang manfaat keselamatannya dipertanyakan.

Contohnya ada sebuah simpang empat di jalan antar kota yang memiliki sejarah
terjadi kecelakaan sudut kanan yang melibatkan banyak bus dan sepeda motor
pada siang hari. Seorang ahli rekayasa keselamatan jalan yang tidak berpengalaman
mungkin akan merekomendasikan agar di lokasi itu dipasang penerangan jalan,
ditambah sebuah tempat penyeberangan dan sebuah rambu peringatan
perempatan. Dari perbaikan terpadu itu, penerangan jalan hanya akan memberikan

3-128 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

efek pada malam hari, dan tempat penyeberangan tidak akan bermanfaat bagi
tabrakan di sudut kanan. Hanya rambu peringatan yang mungkin berdampak
positif–dan seterusnya hanya sebuah dampak kecil karena pengurangan risiko dari
rambu peringatan sangat minimal.

Mungkin lebih efektif mengecat garis marka yang jelas di jalan utama, memasang
beberapa rambu penunjuk arah sebelum persimpangan (memperingatkan
pengemudi/pengendara akan kehadiran persimpangan dan memberi informasi
arah yang dituju), dan memindahkan halte bus lebih jauh dari persimpangan itu.

Berikut adalah langkah – langkah investigasi kecelakaan:

a. Menyelidiki semua lokasi blackspot yang ada dalam daftar


b. Mengumpulkan semua data tabrakan untuk lokasi itu
c. Diagnosis masalah kecelakaan
d. Menggambar diagram tabrakan
e. Menyiapkan sebuah matriks faktor kecelakaan
f. Menginspeksi lokasi
g. Menyusun kebijakan pencegahan
h. Menyusun desain, memperkirakan biaya tindakan pencegahan
i. Mengkalkulasi manfaat dan biaya
j. Mendokumentasi temuan
k. Memberikan peringkat semua lokasi, mengembangkan program kerja,
melaksanakan danmengevaluasi
B. Audit Keselamatan Jalan
1. Pengertian Audit Keselamatan Jalan
Audit keselamatan jalan merupakan pemeriksaan formal terhadap sebuah jalan
atau calon jalan atau proyek lalu lintas dimana sebuah tim yang independen dan
berijazah melaporkan potensi tabrakan dan kinerja keselamatan dari sebuah
proyek” AUSTROADS (2009).
Audit keselamatan jalan merupakan sebuah proses pencegahan kecelakaan –
bertujuan untuk mengidentifikasi masalah keselamatan dalam sebuah desain jalan
sehingga perubahan dapat dilakukan sementara masih berupa garis pensil di

3-129 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

selembar kertas ”atau sebuah“ klik mouse di komputer”. Dengan membuat


perubahan ditahap desain keselamatan dapat dibangun dalam proyek jalan yang
baru, dan risiko pengguna jalan pada masa depan dapat diminimalkan. Audit
keselamatan jalan terbukti paling efektif bila dilaksanakan pada tahap perencanaan
dan desain dari sebuah proyek jalan.
Audit keselamatan jalan mengikuti serangkaian proses.Proses itu membutuhkan
satu tim auditor independen, tak seorangpun sebelumnya pernah memiliki
keterkaitan dengan desain. Secara ideal mereka harus berijazah rekayasa
keselamatan jalan, namun professional lain juga dapat menambah masukan
berharga untuk sebuah audit.
Dikatakan audit keselamatan jalan karena keselamatan jalan merupakan satu-
satunya fokus. Hasil dari audit keselamatan jalan adalah sebuah laporan yang
mengidentifikasi masalah keselamatan jalan dan membuat rekomendasi untuk
menghilangkan /mengurangi dampaknya. Tanggung jawab untuk melaksanakan
rekomendasi itu tetap pada Manajer Proyek.
Sasaran utama dari audit keselamatan jalan adalah menjamin keselamatan tingkat
tinggi bagi semua proyek jalan baru mulai dari hari pertama; ini berarti keselamatan
diberikan perhatian seksama diseluruh tahap desain dan konstruksi proyek.
2. Sasaran proses audit keselamatan jalan
Ada bebarapa sasaran untuk audit keselamatan jalan,
termasuk :
- Mengurangi biaya seumur hidup dari skema (desain tidak aman dapat menjadi
mahal untuk diperbaiki setelah dibangun)
- Meminimalkan risiko tabrakan dijaringan jalan yang berdekatan, (terutama
dalam kemacetan) dan di skema jalan baru.
- Meningkatkan perlunya rekayasa keselamatan jalan dipekerjaan desain jalan
raya.
- Meningkatkan keselamatan semua pengguna jalan di skema yang ada dan yang
baru.
Audit keselamatan jalan bukan hanya sebuah “pemeriksaan ”bahwa standar” sudah
dipenuhi. Audit lebih merupakan penaksiran tentang bagaimana pengguna jalan

3-130 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

pada masa depan akan menggunakan jalan itu, dan apakah mereka mungkin
memiliki beberapa masalah keselamatan pada jalan baru. Tim audit harus
menempatkan diri mereka dalam kacamata.
Tim audit harus menempatkan diri mereka di dalam kacamata pengguna jalan pada
masa depan dan memeriksa bagaimana jalan berfungsi bagi mereka.
Pengguna jalan pada masa depan dan memeriksa bagaimana jalan befungsi bagi
mereka. Audit keselamatan jalan merupakan proses yang penting dan terstruktur
yang membutuhkan pemeriksaan terperinci terhadap sebuah skema jalan, sebuah
laporan tertulis dari tim audit, dan tanggapan balik oleh manajer proyek yang
menyatakan mengapa tindakan yang direkomendasikan telah/tidak dipakai.
Audit keselamatan jalan paling efektif bila dilaksanakan ditahap desain dan
perencanaan dari sebuah proyek jalan baru. Dengan demikian pada dasarnya audit
keselamatan jalan sangat berbeda dengan investigasi blackspot. Investigasi
blackspot berdasarkan pada data kecelakaan. Data ini memberikan sebuah
pandangan mengenai detail kecelakaan di lokasi dan, dengan tim penyelidik yang
berpengalaman, tindakan pencegahan kecelakaan yang biayanya murah dapat
dikembangkan dan dilaksanakan.
Audit keselamatan jalan biasanya dilakukan sebelum jalan dibangun. Oleh karena
itu tidak ada data kecelakaan. Namun, tim audit menggunakan keahlian dan
pengetahuan teknik yang sama dengan tim investigasi blackspot namun
menerapkannya dalam cara proaktif. Mereka berusaha untuk mengantisipasi jenis
tabrakan yang mungkin terjadi di jalan baru apabila jalan itu dibangun sebagaimana
yang ditunjukkan oleh desainnya.
Meskipun audit keselamatan jalan mungkin tidak membuat sebuah
jalan baru benar-benar berkeselamatan, namun audit itu dapat mengurangi risiko
dalam penggunaan jalan baru itu. Jadi, investigasi blackspot tidak sama dengan
audit. Audit tidak menggunakan data kecelakaan, dan bukan investigasi blackspot.
Keahlian yang terlibat dalam setiap kegiatan sama, namun prosesnya berbeda.
Banyak auditor keselamatan jalan memulai karir mereka di investigasi blackspot –
sebuah cara yang baik sekali untuk memperoleh wawasan mengenai tabrakan di
jalan yang sangat berharga untuk melakukan audit keselamatan jalan.

3-131 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Sebuah audit keselamatan jalan adalah:


- Proaktif
- Sebuah proses formal (tidak hanya sebuah pemeriksaan informal).
- Dilakukan oleh orang-orang yang berpengalaman dan terlatih yang independen
terhadap desain.
- Sebuah penilaian dari masalah keselamatan di jalan dalam desain jalan (atau
dapat juga merupakan identifikasi masalah keselamatan dari jalan yang
- ada).
Sebuah audit keselamatan jalan bukanlah :
- Reaktif
- Sebuah nama baru untuk sebuah pemeriksaan lokasi yang terperinci.
- Sebuah pemeriksaan, atau pengecekan informal.
- Sebuah pengecekan sesuai dengan standar.
- Sebuah pengganti pengecekan desain regular.
- Sebuah investigasi blackspot.
Otoritas jalan yang sadar keselamatan akan memasukkan baik program blackspot
dan proses audit keselamatan jalan didalam departemen rekayasa dan desain.
3. Kebutuhan akan Audit Keselamatan Jalan

Tim desain jalan dan Manajer Proyek mencari solusi menyeluruh yang terbaik.
Namun, dalam upaya menyeimbangkan semua permintaan ini (seringkali dengan
bersaing), kompromi selalu diperlukan. Sayangnya, beberapa kompromi dapat
membawa sebuah risiko kecelakaan yang meningkat di sebuah jalan baru.

Meskipun tim ahli telah lama tersedia untuk membantu Manajer Proyek dengan
keputusan mengenai permintaan yang bersaing ini, ada anggapan umum bahwa
keselamatan jalan akan berjalan dengan sendirinya. Hal ini diasumsikan semua
orang karena proyek jalan baru dirancang sesuai dengan standar terbaru, dan akan
“lebih baik” dibandingan jalan “lama”.Setiap orang beranggapan bahwa tak ada lagi
yang perlu dilakukan untuk keselamatan.

Sayangnya, pengalaman membuktikan bahwa keselamatan tidak dapat diletakkan


hanya dalam standar saja. Misalnya, ketika sebuah jalan diperbaiki, kecepatan

3-132 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

kendaraan meningkat, dan hal ini meningkatkan risiko. Kecuali diambil tindakan
yang telah dipertimbangan secara hati-hati, tabrakan yang sering dan parah di jalan
akan meningkat.

Tim audit keselamatan jalan adalah sebuah grup para spesialis yang menyuntikan
keselamatan ke dalam desain jalan dan membantu Manajer Proyek untuk
menciptakan sebuah jalan seaman yang dapat dipraktikkan. Audit keselamatan
jalan memunculkan masalah keselamatan yang dihubungkan dengan proyek hingga
tingkat yang sama (atau lebih tinggi) dari masalah saingannya.

4. Waktu pelaksanaan Audit Keselamatan Jalan

Ada enam tahap yang dikenal dimana audit keselamatan dilakukan : tahap
perencanaan, tahap desain awal, tahap detail desain, tahap perbaikan jalan, tahap
pra-pembukaan, dan sebuah audit terhadap jalan yang ada. Proyek jalan baru yang
lebar harus diaudit di setiap lima tahap. Meskipun demikian, untuk penggunaan
yang efisien dari sumber daya yang terbatas, proyek di jalan yang kurang sibuk dan
berkecepatan rendah dapat diaudit dengan tahap yang lebih sedikit.

Semakin dini proses audit desain sebuah proyek semakin baik. Audit yang dini
dapat menghasilkan jalan yang lebih keselamatan dengan biaya pemulihan yang
murah.

Tahap Perencanaan

Dengan memberikan sebuah masukan keselamatan khusus pada tahap


perencanaan dari sebuah skema jalan, audit keselamatan jalan dapat
mempengaruhi masalah dasar seperti pilihan rute, standar, dampak terhadap dan
kelancaran dengan jaringan jalan berdekatan yang ada, dan persimpangan atau
perlengkapan persimpangan (interchange provision).

Tahap Desain Awal

Dalam bekerja dengan desain jalan awal yang sudah selesai, sebuah audit akan
memeriksa masalah khas termasuk alinyemen horizontal dan vertikal, tata letak
simpang empat dan persimpangan.

3-133 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tahap Detail Desain

Tahap audit ini muncul dalam penyelesaian detail desain jalan namun sebelum
persiapan dokumen kontrak. Pertimbangan yang khas mencakup tata letak
geometris, markagaris, rambu, pencahayaan, perambuan, perincian persimpangan,
jarak pada obyek sisi jalan (rintangan/frangibility tabrakan) dan ketentuan bagi
pengguna jalan yang rentan. Perhatian terhadap detail dalam tahap desain ini
dapat mengurangi banyak biaya dan gangguan terkait dengan perubahan dimenit
terakhir yang kalau tidak dilakukan dapat menghasilkan sebuah audit pra-
pembukaan.

Tahap Pekerjaan Jalan

Tahap audit ini mencakup pemeriksaan keselamatan dari rencana manajemen lalu
lintas untuk berbagai tahap konstruksi untuk proyek jalan lebar (sebelum pekerjaan
dimulai), dan audit ini memeriksa Semakin dini sebuah proses desain sebuah
proyek diaudit semakin baik. Audit awal dapat menghasilkan jalan yang lebih
bekeselamatan dengan biaya pemulihan lebih murah. Keselamatan jalan di lokasi
pekerjaan jalan selama masa konstruksi. Masalah yang diperiksa termasuk
rambu/marka, batas kecepatan yang aman, pagar keselamatan sementara,
pencahayaan, rute pejalan kaki, dan apresiasi pengemudi terhadap jalur yang
benar.

Tahap Pra-pembukaan

Audit ini melibatkan inspeksi memerinci dari proyek jalan baru sebelum
pembukaannya. Jalan baru itu dilewati oleh tim audit dengan mobil, sepeda motor,
dan berjalan kaki (yang cocok) untuk menjamin bahwa keselamatan yang
dibutuhkan semua pengguna jalan sudah tersedia. Inspeksi pada malam hari sangat
penting, untuk memeriksa perambuan, delineasi, pencahayaan dan masalah terkait
malam hari/cahaya kurang.

3-134 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.71: Audit Keselamtan Jalan Pada Tahap Pra Opening

Audit dari Jalan yang Ada

Audit ini bertujuan untuk menjamin bahwa ciri-ciri keselamatan jalan sesuai dengan
klasifikasi fungsional jalan, dan untuk mengidentifikasi ciri-ciri apapun yang dapat
berkembang sesuai dengan waktu dalam sebuah masalah keselamatan (misalnya
pepohonan yang Menghalangi jarak pandang). Banyak masalah keselamatan yang
ditemukan di dalam tahap audit ini harus siap tanggulangi dengan praktik
pemeliharaan yang sederhana dengan biaya murah (seperti memotong pohon,
memperbaharui rambu dan marka garis, dan masalah objek berbahaya pada sisi
jalan).

Dengan demikian, ada keuntungan memiliki pekerja pemeliharaan yang terlatih


dalam audit keselamatan jalan, sehingga merekadapat menerapkan pengetahuan
keselamatan mereka secara rutin selama setiap pergantian regu. Pekerja ini
mungkin tidak independen dari jaringan jalan yang ada, dan mereka mungkin tidak
dapat melihat jalan melalui mata pengguna pertama, namun mereka dapat
menyingkirkan kepentingan keselamatan yang lebih nyata.

Audit jalan yang ada berguna namun pekerjaan pemulihan membutuhkan dana.
Diperlukan ketersediaan sumber daya sebelum maju lebih jauh dengan sebuah
program yang meluas dari audit terhadap jalan yang ada.

3-135 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

5. Pelaksanaan Audit Keselamatan Jalan

Sekali diputuskan bahwa sebuah proyek harus diaudit keselamatan jalannya, maka
ada delapan langkah utama audit keselamatan jalan yang harus dilakukan.

Gambar 3.72: Bagan Alir Pelaksanaan Audit Keselamtan Jalan

Langkah 1. Pilih tim audit keselamatan jalan

Manajer Proyek, kecuali sebaliknya dipimpin oleh Klien, bertanggung jawab dalam
pemilihan tim audit keselamatan jalan.

Tim harus benar-benar independen dari desain dan proyek itu. Tim harus dipimpin
oleh seorang Auditor Keselamatan Jalan Senior yang terdaftar, dan harus memiliki

3-136 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

anggota tim (satu atau dua) dengan pengalaman dan keahlian keselamatan jalan.
Sebuah audit keselamatan jalan harus dilakukan oleh tim dari dua atau tiga orang
yang cukup berpengalanan dibidang rekayasa keselamatan jalan,penyelidikan dan
pencegahan tabrakan, rekayasa lalu lintas, dan desain jalan. Banyak manfaat dari
sebuah tim audit dibandingkan hanya seorang auditor termasuk :

- Pandangan yang berbeda mengenai masalah keselamatan akibat latar belakang


dan pengalaman yang berbeda di dalam tim
- Lintas kesuburan ide yang akan dihasilkan dalam diskusi
- Keuntungan memperoleh lebih banyak pengetahuan yang tersedia.
- Lebih banyak orang di dalam tim meningkatkan kesempatan mendeteksi
masalah keselamatan yang kurang nyata.

Ada beberapa proyek, proyek kecil jalan yang tidak sibuk dan kecepatan yang
rendah, yang dapat diaudit oleh seorang auditor. Namun, jangan mengambil jalan
pintas dengan ”seorang” auditor keselamatan dan batas kecepatan untuk situasi
dimana risiko yang sangat mungkin rendah.

Langkah 2. Lengkapi tim dengan informasi latar belakang yang perlu

Manajer Proyek harus harus melengkapi tim audit keselamatan jalan dengan
seperangkat gambar yang komprehensif, ditambah laporan apapun yang relevan
dan informasi latar belakang terkait sehingga tim memperoleh pemahaman yang
baik mengenai proyek, sasaran utama, dan masalah terkait. Informasi yang
diberikan secara khusus mencakup :

- Latar belakang – tujuan proyek, dan bagaimana cara mencapainya.


- Data lokasi – data lalu lintas, masalah keselamatan yang belum terpecahkan
dari audit sebelumnya, standar rancangan, kendala lokasi(gedung bersejarah,
prasarana/pelayanan bawah tanah,dsb).
- Rencana dan gambar – seperangkat rencana lengkap.

Desainer harus menerima rekomendasi audit sebagai masukan positif untuk


membantu pekerjaan mereka. Mereka perlu melihat secara obyektif pada temuan

3-137 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

audit, belajar darinya, dan tidak menganggap laporan itu sebagai bentuk kritik
personal apapun.

Ditahap yang berbeda dari sebuah proyek jalan, sebuah audit mungkin akan
mempertimbangkan jenis masalah keselamatan yang berbeda. Hal ini membutukan
seperangkat keahlian yang berbeda di satu tahap dibandingkan tahap yang lain.
Meskipun demikian, diperlukan kontinuitas tim audit melalui tahap yang berbeda
dalam sebuah proyek. Hal ini dapat dicapai dengan mempertahankan ketua audit
yang sama sepanjang proyek, sementara menukar auditor dengan keahlian khusus
di dalam tim audit.

Langkah 3. Mengadakan rapat awal (bila perlu)

Informasi latar belakang dapat diserahkan ke tim audit selama Rapat Permulaan.
Rapat ini diadakan oleh Manajer Proyek, dan bertujuan untuk :

- Memperkenalkan tim audit keselamatan jalan kepada Manajer Proyek.

- Menjelaskan ketidaktentuan apapun yang mungkin dimiliki kedua pihak mengenai


proses audit keselamatan jalan.

- Membuat rencana untuk melakukan inspeksi


- (keselamatan bagi tim audit tidak boleh diabaikan).
- Memberikan kesempatan untuk menyerahkan rencana dan informasi latar
belakang lain.
- Mencapai kesepakatan dalam jadwal audit.

Rapat itu memberikan kesempatan kepada tim audit untuk bertanya tentang
proyek dan membangun hubungan dengan orang yang relevan dalam proyek untuk
pertanyaan lebih lanjut.

Tim proyek dan tim audit perlu sama-sama memahami bahwa diperlukan
komunikasi selama audit dan hal ini umumnya positif. Bagaimanapun, tim audit
harus mengerti kebutuhan untuk tetap benar-benar independen dari proyek.
Misal, tim audit tidak dapat membiarkan sebuah masalah keselamatan tidak
dilaporkan sama sekali dalam berita verbal seorang Staf proyek.

3-138 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Rapat Permulaan biasanya menjadi kurang perlu bila proses audit lebih
melembaga. Pada waktunya, sebagian besar audit dimulai dengan koneksi surel
(email contact) antara tim Proyek dengan auditor senior yang dipilih. Lazim bagi tim
audit dan Tim Proyek untuk membuat koneksi elektronik (electronic contact) alih-
alih melakukan rapat formal, baik di permulaan maupun diakhir audit.

Gambar 3.73: Sebuah tim audit menginspeksi lokasi sebuah usulan proyek
perbaikan jalan.

Langkah 4. Menaksir dokumen dan menginspeksi lokasi

Tim audit keselamatan jalan kemudian melakukan audit, umumnya mulai dengan
sebuah evaluasi gambar kerja untuk semua materi yang diberikan Manajer Proyek.
Audit gambar kerja biasanya dilakukan sebelum inspeksi lokasi, dan keduanya
sering kali berlangsung tidak bersamaan.

Tim audit harus tetap focus pada masalah keselamatan.Tim itu tidak boleh
melantur ke persoalan seperti biaya, perbaikan alternatif, opsi desain yang
mungkin, atau persoalan lain terkait proyek.

Tim audit harus menginspeksi lokasi, lebih disukai pada pada siang dan malam hari.
Inspeksi lokasi penting bagi tim untuk memperoleh ide lengkap lingkungan dimana
proyek berada. Hal itu memungkinkan tim audit keselamatan jalan melihat
bagaimana usulan berinteraksi dengan kedaaan sekitar dan jalan yang berdekatan,
termasuk potongan jalan yang ada tepat di kedua sisi lokasi. Tim harus
menggunakan kesempatan ini untuk membayangkan potensi tabrakan antar
pemakai dan untuk mengantisipasi ciri-ciri yang berpotensi menyesatkan.

3-139 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tim audit keselamatan jalan “menempatkan dirinya dalam sepatu dari calon
pengguna jalan” dan mengemudikan, berjalan, dan bahkan naik sepeda di lokasi
agar potensi masalah keselamatan dapat diidentifikasi.

Seperangkat daftar periksa merupakan alat berharga bagi tim audit untuk
digunakan selama audit gambar kerja dan inspeksi lokasi. Bilaperlu, dan khusus
untuk proyek yang lebih besar, tim audit mungkin kembali ke lokasi berkali-kali dan
mengulangi audit gambar kerja beberapa kali hingga Auditor Senior puas karena
semua masalah keselamatan yang dapat diduga telah diidentifikasi dan
ditanggulangi.

Langkah 5. Menulis laporan audit keselamatan jalan

Laporan audit keselamatan jalan mencakup informasi berikut :

- Gambaran singkat mengenai proyek dan latar belakangnya.


- Daftar informasi latar belakang yang diberikan kepada tim audit selama rapat
permulaan.
- Daftar anggota tim audit.
- Perincian kapan audit dilakukan, termasuk waktu dan tanggal kunjungan
lokasi.
- Daftar potensi masalah keselamatan yang diidentifikasi tim audit, termasuk
penjelasan singkat dari setiap masalah keselamatan.
- Sebuah indikasi risiko yang diperkirakan. TINGGI, MENENGAH, atau RENDAH
sering digunakan untuk mengindikasi risiko yang terkait dengan setiap masalah
keselamatan.
- Foto dari masalah keselamatan.
- Sebuah pernyataan yang ditandatangani dan diberi tanggal oleh ketua tim
audit atas nama tim bahwa mereka telah selesai mengerjakan audit.

Masalah keselamatan harus diurut menurut pertimbangan. Dapat dilakukan


menurut risiko (dari yang paling serius hingga yang kurang serius), menurut
masalah umum (misal semua masalah geometris disatukan, semua masalah
perambuan disatukan), atau menurut jarak dari titik nol. Tim audit harus ingat

3-140 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

bahwa Tim Proyek dan perancang akan berterima kasih bila menerima laporan
audit yang memudahkan mereka mengerti setiap masalah keselamatan, dan di
bagian mana dalam gambar hal itu ditemukan.

Setiap masalah keselamatan yang dilaporkan dalam laporan audit keselamatan


jalan akan mendapat rekomendasi untuk ditindaklanjuti. Rekomendasi untuk setiap
masalah keselamatan harus sejelas dan sepositif mungkin. Namun, tidak semua
rekomendasi perlu diperinci-khususnya apabila ada sejumlah kemungkinan opsi
atau apabila ada masalah bersaing yang membutuhkan sejumlah besar rancang-
ulang.

Tanggung jawab untuk memutuskan apa yangdilakukan, dan kemudian


mendesainnya, tetap pada Manajer Proyek dan tim perancangnya.

Langkah 6. Mengadakan rapat akhir (bila perlu)

Rapat Penyelesaian harus melibatkan seluruh tim audit keselamatan jalan, Klien,
Manajer Proyek, dan staf di kantor proyek yang diperlukan untuk menjawab
laporan audit. Rapat itu memberikan kesempatan untuk mendiskusikan temuan
laporan audit, khususnya rekomendasi untuk tindakan perbaikan.

Rapat itu harus berjalan sehingga independensi tim audit tidak terpengaruh. Rapat
bukan merupakan kesempatan untuk tidak sependapat dengan temuan dan
rekomendasi temuan laporan audit keselamatan jalan, namun merupakan sebuah
kesempatan untuk diskusi bersama yang membangun.

Pada waktunya, karena pengalaman bersama audit keselamatan jalan, mungkin


kebutuhan akan rapat penyelesaian berkurang. Surel (email) dan telepon dapat
memberikan semua interaksi yang dibutuhkan.

Langkah 7. Menulis laporan tanggapan

Manajer Proyek dibutuhkan untuk menjawab setiap masalah keselamatan dengan


sebuah pernyataan apakah masalah keselamatan disetujui atau tidak, dan tindakan
apa (jika ada) akan dilakukan. Laporan tanggapan harus memberi pertimbangan
yang memadai tidak hanya pada persoalan teknis untuk ditangani, namun juga

3-141 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

pada kepekaan yang terlibat dalam menjelaskan mengapa beberapa tindakan


mungkin tidak dilakukan.

Langkah ini sering kali terlupakan dalam proses audit keselamatan jalan. Namun
tanpa sebuah tanggapan tertulis, ada kemungkinan tim Proyek kemudian
melewatkan beberapa masalah keselamatan.

Langkah 8. Melaksanakan perubahan yang disetujui

Manajer Proyek dan tim Proyek bertanggung jawab atas penyerahan proyek yang
sudah selesai pada Klien. Manajer Proyek harus mengikuti terus dari laporan
tanggapan dan menjamin bahwa perubahan yang sepakat untuk dibuat diproyek
mencerminkan secara akurat perbaikan yang diperinci di dalam laporan audit. Ahli
teknis independen dapat dipanggil untuk membantu langkah ini.

6. Pentingnya Audit Keselamatan Jalan

Ahli rekayasa jalan dan lalu lintas selalu memperhatikan masalah keselamatan, dan
selalu mendesain dengan memikirkan keselamatan. Namun, banyak proyek jalan
baru yang setelah dibuka langsung menjadi titik rawan kecelakaan. Melihat
bagaimana dan kenapa proyek semacam itu keliru melalui sistemtradisional dari
desain rekayasa dan hasil pemeriksaan.

Sebuah tanggapan paling positif terhadap pertanyaan

mengapa dibutuhkan audit keselamatan jalan.

- Terkadang sebuah desain mencakup standar yang tidak memadai untuk jenis
jalan itu.
- Dalam beberapa kasus, standar kuno mungkin digunakan dalam sebuah
rancangan.
- Kadang-kadang kombinasi berbagai unsure desain mungkin tidak memberikan
hasil terbaik dalam terminologi keselamatan.
- Seringkali, kompromi antara kapasitas dan keselamatan yang dibuat membawa
pada berkurangnya keselamatan.

3-142 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

- Terkadang perubahan dibuat selama konstruksi, yang tidak sepenuhnya


mempertimbangkan faktor keselamatan operasional.

Audit keselamatan jalan tidak perlu membuat setiap desain baru benar-benar
“berkeselamatan” namun audit meningkatkan keselamatan dalam agenda
pembuatan keputusan dan mengambil keputusan berdasarkan saran keselamatan
yang dipertimbangkan dengan hati-hati. Semakin dini audit dilaksanakan didalam
desain, semakin mudah dan murah mencapai perubahan. Semakin dini proses
desain sebuah proyekdiaudit semakin baik. Audit dini dapat mencapai hasil yang
lebih baik dalam biaya pemulihan yang jauh lebihmurah.

Beberapa otoritas jalan dibeberapa negara berusaha untuk “mengejar” jaringan


yang ada dengan mengaudit semua/banyak jalan utama dan jalan raya sebagai
prioritas. Demikian juga, audit dari jalan yang ada dirasakan sebagai tahap audit
“termudah”, satu tahap yang dapat ditangani oleh staf yang ada yang dapat
menggunakan pengalaman itu untuk menyiapkan audit tahap rancangan
selanjutnya. Sayangnya, fokus terhadap audit jalan yang ada membawa pada
pandangan yang salah diantara beberapa profesional yang menganggap audit
keselamatan jalan identik dengan pekerjaan pemulihan kuno. Ada juga peninggalan
sejumlah laporan audit yang merekomendasikan perbaikan keselamatan (kadang-
kadang berbiaya sangat mahal) yang tidak dapat dilakukan karena kendala
pendanaan. Akibatnya,ini membawa kekecewaan terhadap seluruh proses audit
keselamatan jalan.

Otoritas jalan diingatkan bahwa proses audit keselamatan jalan lebih efektif jika
dilakukan diawal dalam proses desain jalan.Oleh karena itu harus tetap fokus dalam
audit ditahap desain. Bagaimanapun, audit keselamatan dari sebuah jalan yang ada
memungkinkan :

- Identifikasi ciri-ciri yang diketahui merupakan objek berbahaya pada jaringan.


- Identifikasi dan perbaikan potensi kecelakaan di lokasi yang memiliki catatan
kecelakaan.

3-143 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Hal ini dapat dilakukan dengan sedikit biaya esktra. Audit keselamatan jalan yang
ada dapat dilakukan dengan alasan-alasan berikut :

- Jaringan sekeliling sebuah proyek baru harus selalu diaudit.


- Sebuah jalan baru dibuka atau dibuka sebagian bagi lalu lintas selama
konstruksi, dengan demikian
- Audit pra-pembukaan tidak dapat dilakukan. (Hal ini sering terjadi).
- Banyak jalan sedang direhabilitasi di seluruh Asia dan kadang-kadang ratusan
kilometer jalan dibangun dalam tahap desain yang sama. Sebuah alat penting
mengaudit desain sebuah proyek adalah menyelidiki jalan yang selesai di
bagian yang berdekatan.
- Investigasi perlu dilakukan di sebuah blackspot tetapi data kecelakaan tidak
dapat dipercaya.

Audit keselamatan jalan tidak menjamin jalan yang benar-benar “berkeselamatan”,


namun audit dapat mengurangi risiko kecelakaan.

3.1.4. Pengarustamaan Gender (PUG)


3.1.4.1. Umum

Negara menjamin persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara, laki-laki dan
perempuan. Dalam konstitusi dasar negara UUD 1945, misalnya, dikemukakan
jaminan negara atas persamaan hak bagi setiap warga dalam hukum dan
pemerintahan (Pasal 27 ayat 1), pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27, ayat
2), usaha bela negara (Pasal 30) dan dalam memperoleh pendidikan (Pasal 31). Secara
lebih operasional, GBHN 1999 mengamanatkan perlu adanya lembaga yang mampu
mengemban kebijakan nasional untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Di samping itu, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi berbagai konvensi dunia
dan menandatangani sejumlah deklarasi internasional berkaitan dengan persamaan
hak antara laki-laki dan perempuan, seperti:

1. Konvensi ILO No. 100 tahun 1950 dengan UU No. 80/1957 tentang Pengupahan
yang Sama bagi Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya;
2. Konvensi Hak Politik Perempuan (New York) dengan UU No 68/1958;

3-144 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskrimanisi Terhadap Perempuan


(CEDAW) dengan UU No 7/1984.
4. Konvensi ILO No. 111 tahun 1985 dengan UU No. 21/1999 tentang Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan;
5. Konferensi Dunia ke IV tentang Perempuan (Beijing tahun 1985).
6. Deklarasi Jakarta (ASPAC tahun 1994);
7. Konferensi Internasional tentang Pembangunan Sosial (Copenhagen tahun 1994);
8. Optional Protocol 28 Februari 2000;
Adanya jaminan konstitusi dan berbagai kebijakan formal tersebut ternyata tidak
dengan sendirinya bisa mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
kehidupan nyata. Dalam kenyataan, masih tampak berbagai bentuk ketimpangan
gender pada berbagai aspek kehidupan. Salah satu indicator yang dapat digunakan
untuk mengukur kesenjangan ini adalah Gender Empowerment
Measurement (GEM) dan Gender-related Development Index (GDI) yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Human Developement Index. Berdasarkan Human
Development Report 2000, GDI Indonesia menduduki urutan ke 109 dari 174 negara
yang diukur, dan lebih rendah dari Negara-negara ASEAN lainnya.

Kesenjangan gender tampak terjadi di berbagai bidang pembangunan. Dalam bidang


pendidikan, misalnya, menurut Susenas 1997 diperoleh data, penduduk perempuan
yang berpendidikan tinggi sekitar 2,7%, lebih sedikit ketimbang laki-laki yang mencapai
3,34%.  Selain itu, representasi penduduk perempuan yang buta huruf mencapai
14,46%, sementara laki-laki hanya 6,6%. Dalam Susenas 1999, jumlah penduduk
perempuan yang berhasil menyelesaiakan pendidikan hingga tingkat SLTP baru
mencapai 31,4%, lebih rendah  dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 36%.
Dalam bidang politik, terlihat bahwa representasi gender pada anggota legilatif masih
amat timpang.  Anggota DPR perempuan baru mencapai 11,62% pada tahun 1997 dan
9,82% pada tahun 1999 (Profil Wanita Indonesia,  1998). Di berbagai Lembaga Tinggi
Negara lainnya pun persentase perempuan rata-rata sangat kecil, yaitu: MPR = 7,8%, 
MA = 10,7%, dan DPA = 6,6% (Soetjipto, A.W., 1997).  Dalam jajaran eksekutif, PNS
perempuan yang menduduki jabatan struktural eselon III hingga eselon I hanya 7,2%
sementara laki-laki 92,8% (Profil Wanita Indonesia, 1998). Di bidang ketenagakerjaan,

3-145 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan baru mencapai 43,5%, sementara
TPAK laki-laki 72,6% (Susenas 1999), dan masih ditemui adanya pemberian upah yang
berbeda dengan pekerja laki-laki untuk pekerjaan yang sama (RIPNAS PP 2000-2004).
Di bidang pemerintahan, pejabat perempuan yang menduduki jabatan
bupati/walikota masih amat terbatas, dan hingga kini belum ada yang terpilih menjadi
gubernur. Pada tingkat menteri, di samping amat terbatas, perempuan umumnya
menempati posisi jabatan stereotip.

Untuk memperkecil kesenjangan gender yang terjadi pada berbagai sektor kehidupan,
maka kebijakan dan program pembangunan yang dikembangkan saat ini dan di masa
mendatang harus mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan
permasalahan  perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi, pada seluruh kebijakan dan program pembangunan
nasional. Guna menjamin penyelenggaraan pembangunan seperti ini, pemerintah
menerbitkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan yang mewajibkan seluruh departemen maupun lembaga pemerintah
non departemen di pusat dan di daerah untuk melakukan pengarusutamaan gender
dalam kebijakan dan program yang berada di bawah tugas dan tanggung jawab
masing-masing.

3.1.4.2. Konsep Dasar Pengarustamaan Gender

Gender adalah “konstruksi sosial tentang peran lelaki dan perempuan sebagaimana
dituntut oleh masyarakat dan diperankan oleh masing-masing mereka” (Hafidz, 1995:
5). Gender berkaitan dengan pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki
dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap
pantas bagi laki-laki dan perempuan menurut norma, adat, kepercayaan dan
kebiasaan masyarakat (Buddi,  dkk, 2000). Seperti halnya kostum dan topeng di teater,
gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan pesan kepada orang lain
bahwa kita adalah feminim atau maskulin (Mosse, 1996). Dan, ketika konstruksi sosial
itu dihayati sebagai sesuatu yang tidak boleh diubah karena dianggap kodrati dan
alamiah, menjadilah itu ideologi gender.

3-146 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Berdasakan ideologi gender yang dianut, masyarakat kemudian menciptakan


pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang bersifat operasional (Ortner,
dalam Saptari & Holzner, 1995). Dalam pembagian peran gender ini, laki-laki
diposisikan pada peran produktif, publik, maskulin, dan pencari nafkah utama;
sementara perempuan diposisikan pada peran reproduktif, domestik, feminim, dan
pencari nafkah tambahan (Fakih, 1997). Menurut Slavian (1994), penelitian-penelitian
kross-kultural mengindikasikan bahwa peran seks itu merupakan salah satu hal yang
dipelajari pertama kali oleh individu dan bahwa seluruh  kelompok masyarakat
memperlakukan laki-laki dengan cara yang berbeda dengan perempuan.

Dalam praktiknya, menurut Fakih (1996), dikotomi peran ini kemudian ternyata
memunculkan berbagai bentuk ketidakadilan gender, seperti adanya marginalisasi,
subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan
stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja yang lebih
panjang  dan lebih banyak (burden) dan sosialisasi ideologi nilai peran gender.

Cara pikir stereotipe tentang peran gender sangat mendalam merasuki pikiran
mayoritas orang.  Sebagai contoh, perempuan dianggap lemah, tidak kompeten,
tergantung, irrasional, emosional, dan penakut, sementara laki-laki dianggap kuat,
mandiri, rasional, logis, dan berani (Suleeman, 2000) Selanjutnya ciri-ciri  stereotipe ini
dijadikan dasar untuk mengalokasikan peran untuk lelaki dan perempuan (Wardah,
1995 : 20).

Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggeris: Gender


Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di
berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan laki-laki:

3-147 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

a. memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan,


b. berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan. Termasuk proses
pengambilan keputusan,
c. mempunyai kontrol  yang sama atas sumberdaya pembangunan, dan
d. memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.

Penyelenggaan pangarusutamaan gender mencakup baik pemenuhan kebutuhan


praktis gender maupun pemenuhan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis
gender adalah kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan berkaitan dengan perbaikan
kondisi  perempuan dan/atau laki-laki guna menjalankan peran-peran sosial masing-
masing, seperti perbaikan taraf kehidupan, perbaikan pelayanan kesehatan,
penyediaan lapangan kerja, penyediaan air bersih, dan pemberantasan buta
aksara. Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan perempuan dan/atau laki-laki
yang berkaitan dengan perubahan pola relasi gender dan perbaikan posisi perempuan
dan/atau laki-laki, seperti perubahan di dalam pola pembagian peran, pembagian
kerja, kekuasaan dan kontrol terhadap sumberdaya. Pemenuhan kebutuhan strategis
ini bersifat jangka panjang, seperti perubahan hak hukum, penghapusan kekerasan
dan deskriminasi di berbagai bidang kehidupan, persamaan upah untuk jenis
pekerjaan yang sama, dan sebagainya.

Dalam buku Panduan Pelaksanaan Inpres No 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan


Gender dalam Pembangunan, yang diterbitkan oleh Kantor Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, dikemukakan sejumlah kondisi awal dan komponen kunci
yang diperlukan rangka menyelenggarakan pengarusutamaan gender.

Pengarusutamaan gender dilakukan dalam seluruh rangkaian kegiatan pembangunan


mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantuan, hingga evaluasi.

Seperti digambarkan pada Alur Kerja Analisis Gender, dalam perencanaan yang
responsif gender, terdapat tiga tahap utama, yaitu (1) melakukan analisis kebijakan
gender, (2) memformulasi kebijakan yang responsif gender, dan (3) menyusun rencana
aksi kebijakan/program/proyek/kegiatan yang responsif gender.

3-148 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Tahap pertama dalam perencanaan, yaitu Analisis Kebijakan Gender, perlu dilakukan
karena pada umumnya kebijakan pemerintah hingga saat ini masih netral gender
(gender neutral) dan kadang-kadang, secara tidak sengaja, mempunyai dampak
kurang menguntungkan bagi salah satu jenis kelamin. Dengan menggunakan Data
Pembuka Wawasan kita dapat melihat bagaimana kebijakan dan program yang ada
ssat ini memberikan dampak berbeda kepada laki-laki dan perempuan. Tahap kedua,
Formulasi Kebijakan Gender, dilakukan untuk menyusun Sasaran Kebijakan Kesetaraan
dan Keadilan Gender  yang menggiring kepada upaya mengurangi atau menghapus
kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, tahap ketiga, Rencana Aksi
Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender disusun sebagai suatu rencana aksi berupa
kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan yang perlu dilakukan untuk
mengatasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Seluruh kegiatan dalam
rencana aksi harus sesuai dengan tujuan yang telah diidentifikasi dalam tahap
Formulasi Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender di atas. Rencana aksi kebijakan
ini perlu disertai dengan indikator keberhasilan untuk mengukur kinerja pemerintah
dalam mengimplemtasikan rencana aksi.

Pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang berperspektif


gender diselenggarakan setelah tahap-tahap perencanaan yang responsif gender
seperti dikemukakan di atas dilakukan. Dalam upaya mendukung dan mengefektifkan
pelaksanaan pengarusutamaan gender, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:

a. Pemampuan dan peningkatan kapabilitas pelaksana pengarusutamaan gender


b. Penyusunan perangkat pengarusutamaan gender, seperti perangkat analisis,
perangkat pelatihan, serta perangkat pemantauan dan evaluasi.
c. Pembentukan mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender, seperti forum
komunikasi, kelompok kerja, stering commite antar lembaga, dan
pembentukan focal point pada masing-masing sektor.
d. Pembuatan kebijakan formal yang mampu mengembangkan komitmen segenap
jajaran pemerinah dalam upaya pengarusutamaan gender.

3-149 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

e. Pembentukan kelembagaan dan penguatan kapasitas kelembagaan untuk


pengarusutamaan gender
f. Pengembangan mekanisme yang mendorong terlaksananya proses konsultasi dan
berjejaring.

3.1.4.3. Tujuan dan Sasaran Pengarustamaan Gender

Tujuan :
a. Memastikan penyelenggaran infrastruktur yang responsif gender, telah
mempertimbangkan kebutuhan, kesulitan, aspirasi seluruh kelompok masyarakat
dgn kebutuhan khusus secara setara dan adil.
b. Memastikan seluruh jajaran penyelenggara jalan memahami konsep, prinsip
dan pelaksanaan PUG Bidang Jalan

Sasaran :

Terintegrasinya perspektif gender dalam : Budaya internal, sehingga menghasilkan


budaya lembaga yang peka terhadap isu gender, antara lain:

a. komitmen pimpinan dan staf untuk melaksanakan PUG dibidang tugasnya


pembinaan SDM yang responsif gender penyediaan sarana & prasarana jalan yang
responsif gender
b. Penyelenggaraan infrastruktur oleh seluruh pelaku (sejak perencanaan hingga
pemanfaatannya).

3-150 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.74: Gambar Tipikal Trotoar Dan Konektivitasnya Dengan Jalur


Penyeberangan Pejalan Kaki Yang Responsif Gender

Gambar 3.75: Tipikal Penampang Melintang Jalan Yang Berwawasan


Lingkungan Dan Berkeselamatan

3-151 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Gambar 3.76: Gambar Tipikal Jalur Penyeberangan Pejalan Kaki Yang


Responsif Gender Pada Median

Gambar 3.77: Gambar Tipikal Perencanaan Tikungan Yang Berwawasan


Lingkungan Dan Berkeselamatan

3-152 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.2. REFERENSI YANG DIGUNAKAN


Dalam melaksanakan perencanaan, referensi seperti tersebut di bawah ini akan
diterapkan dan dipakai sebagai dasar dalam proses perencanaan :

1. Tata cara pelaksanaan survai Lalu-lintas No. 017/T/BNKT/1990


2. Tata cara survai kondisi jalan No. 005/T/BNKT/1991
3. Tata cara pelaksanaan survai Inventarisasi Jalan dan Jembatan no.
016/T/BNKT/1990
4. Petunjuk Perencanaan Trotoar, no. 007/T/BNKT/1990
5. Petunjuk perencanaan Marka Jalan, No. 012/T/BNKT/1990
6. Spesifikasi standart perencanaan geometrik jalan dalam kota, Desember 1990
7. Pedoman Pemasangan Rambu dan Marka Jalan.
8. Standar Box Culvert (Bipran 1992)
9. Pedoman Perencanaan Separator Jalan Pd T-15-2004B
10. Pedoman Perencanaan Median Jalan Pd T-17-2004B
11. Pedoman Perencanaan Putaran Balik ( U turn ) No.06/BM/1997, Direktorat
Jenderal Bina Marga
12. Bangunan Pengaman Tepi Jalan ( 013/BNKT//90 Tahun 1997 )
13. Manual Desain Perkerasan Tahun 2013 keme(kementerian pu dirjen bina marga
02/m/bm/2013 )
14. Permen Pu No. 19/prt/m/2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria perencanaan teknis jalan
15. Perencanaan drainase jalan (Departemen PU Pd-t-02-2006-B-Tahun 2006)
16. Guide For Design Pavement Structures (AASTHO 1993).

3.3. TINJAUAN KEBIJAKAN BIDANG JALAN


Tinjauan peraturan bidang jalan dalam penyelenggaraan jalan diperlukan untuk
memenuhi kriteria dan peraturan yang ada. Berikut adalah referensi kebijakan bidang
jalan yang akan diaplikasikan dalam tahap perencanaan jalan ini:
1. PP. No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
2. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3-153 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Pada Pekerjaan perencanaan teknis pembangunan jalan Long Apung – Sungai Barang –
Sungai Boh – Batas Kaltim Kabupaten Malinau akan mengacu pada kebijakan tersebut
terkait kebijakan dan peraturan yang berlaku di bidang jalan, persyaratan teknis jalan
dan kriteria perencanaan teknis jalan, dan panduan teknis rekayasa keselamatan jalan.
Sehingga diharapkan pada paket pekerjaan ini akan menghasilkan produk
perencanaan yang saling terintegrasi dan berkelanjutan. Kesimpulan dari peraturan
kebijakan bidang jalan yaitu :
 Semangat yang muncul dari UU 38 Nomor 2004 adalah bagaimana cara
mewujudkan jalan yang handal dan aman, artinya lebih cenderung pada
kekuatan jalan yang mampu melayani repetisi beban lalulintas kendaraan
sampai umur perencanaan tercapai tanpa kerusakan berat sehingga efektif dan
efisien dalam penganggarannya.
 Konsekuensi implementasi Pasal 8 UU 22/2009 bagi penyelenggara jalan adalah
harus mampu mewujudkan jalan yang berkeselamatan, yaitu:
d. Forgiving Road, artinya jalan masih mampu menyayangi jiwa pengguna
ketika melakukan kelalaian di jalan;
e. Self Explaining Road, artinya jalan harus mampu memberikan dan
menjelaskan informasi keselamatan kepada pengguna; dan
f. Self Regulating Road, artinya jalan harus mampu memenuhi standar
keamanan dan keselamatan. Dengan demikian jelas bahwa penyelenggara
jalan wajib melakukan upaya-upaya teknis untuk mencapai jalan
berkeselamatan, yang meliputi perbaikan geometrik, perkerasan jalan, dan
harmonisasi pemasangan fasilitas perlengkapan keselamatan jalan.

3.4. TINJAUAN KEBIJAKAN TATA RUANG


3.4.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.26 tahun


2008.Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tentang Tujuan , Kebijakan dan
strategi penataan ruang wilayah nasional sebagaimana disebutkan pada Bab II
meliputi penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:

3-154 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

a. ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;


b. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
d. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
f. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat;
g. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
h. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan
i. pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

RTRWN menjadi pedoman untuk:


a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
d. pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional meliputi kebijakan dan
strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang.
1. Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksudmeliputi:
a. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah yang merata dan berhierarki;

3-155 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,


telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di
seluruh wilayah nasional.
2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud meliputi :
(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud meliputi :
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup.
(2) Kebijakan pengembangan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud meliputi:
a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan
budi daya; dan
b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui
daya dukung dan daya tampung lingkungan.
(3) Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud
meliputi:
a. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem,
melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan
fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan
melestarikan warisan budaya nasional;
b. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara;
c. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian internasional;
d. pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
e. pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa;
f. pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai
warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan
g. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat
perkembangan antar kawasan.

3-156 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Kalimantan


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.3 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Kalimantan tentang Tujuan , Kebijakan
dan strategi sebagaimana disebutkan :
Penataan ruang Pulau Kalimantan bertujuan untuk mewujudkan:
a. kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi
lindung yang bervegetasi hutan tropis basah paling sedikit 45% (empat puluh lima
persen) dari luas Pulau Kalimantan sebagai Paru-paru Dunia;
b. kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk ketenagalistrikan;
c. pusat pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di Pulau
Kalimantan;
d. pusat perkebunan kelapa sawit, karet, dan hasil hutan secara berkelanjutan;
e. kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara
yang berbatasan dengan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan
aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat,
dan kelestarian lingkungan hidup;
f. pusat pengembangan kawasan perkotaan nasional yang berbasis pada air;
g. kawasan ekowisata berbasis hutan tropis basah dan wisata budaya Kalimantan;
h. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan
antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah; dan
i. swasembada pangan dan lumbung pangan nasional.

Adapun Kebijakan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Kalimantan meliputi :
1) Kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman
hayati dan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah paling
sedikit 45% (empat puluh lima persen) dari luas Pulau Kalimantan sebagai Paru-
paru Dunia yang meliputi meliputi:
a. pelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan
satwa endemik kawasan;
b. pengembangan koridor ekosistem antarkawasan konservasi;

3-157 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

c. pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi


lindung yang terdegradasi; dan
d. pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu kawasan
berfungsi lindung.
2) Kebijakan untuk mewujudkan kemandirian energi dan lumbung energi nasional
untuk ketenagalistrikan meliputi:
a. pengembangan energi baru dan terbarukan; dan
b. pengembangan interkoneksi jaringan transmisi tenaga listrik.
3) Kebijakan untuk mewujudkan pusat pertambangan mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi di Pulau Kalimantan meliputi:
a. pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri
pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi; dan
b. pengembangan kawasan pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan
gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
4) Kebijakan untuk mewujudkan pusat perkebunan kelapa sawit, karet, dan hasil
hutan secara berkelanjutan meliputi:
a. pengembangan sentra-sentra perkebunan kelapa sawit, karet, dan hasil hutan
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan; dan
b. pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri
pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit, karet, dan hasil
hutan.
5) Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan
dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Malaysia dengan
memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan
negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi:
a. percepatan pengembangan kawasan perbatasan negara dengan pendekatan
pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian
lingkungan hidup; dan

3-158 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

b. pemertahanan eksistensi 4 (empat) pulau kecil terluar yang meliputi Pulau


Sebatik, Pulau Gosong Makassar, Pulau Maratua, dan Pulau Sambit sebagai
titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia.
6) Kebijakan untuk mewujudkan pusat pengembangan kawasan perkotaan nasional
yang berbasis pada air meliputi:
a. pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai kota tepi air (waterfront
city); dan
b. pengembangan prasarana dan sarana perkotaan berbasis mitigasi bencana
banjir.
7) Kebijakan untuk mewujudkan kawasan ekowisata berbasis hutan tropis basah dan
wisata budaya Kalimantan meliputi:
a. pengembangan kawasan ekowisata berbasis ekosistem kehidupan orang utan,
bekantan, meranti, anggrek, serta satwa dan tumbuhan endemik kawasan
lainnya; dan
b. pengembangan kawasan wisata berbasis budaya Kalimantan.
8). Kebijakan untuk mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat
meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka
keterisolasian wilayah sebagaimana dilakukan dengan pengembangan jaringan
transportasi antarmoda yang terpadu dan efisien untuk menghubungkan kawasan
produksi komoditas unggulan menuju bandar udara dan/atau pelabuhan, dan
antarkawasan perkotaan, serta membuka keterisolasian wilayah.
9) Kebijakan untuk mewujudkan swasembada pangan dan lumbung pangan nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i meliputi:
a. pelestarian dan pengembangan kawasan peruntukan pertanian sawah
beririgasi, rawa pasang surut, dan sawah non irigasi, termasuk yang
merupakan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b. pengembangan jaringan prasarana sumber daya air untuk pemenuhan
kebutuhan lahan pertanian; dan
c. pengembangan sentra pertanian tanaman pangan dan sentra perikanan yang
didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan
ketahanan pangan nasional.

3-159 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

3.4.3. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi


Tujuan penataan ruang wilayah provinsi merupakan arahan perwujudan ruang wilayah
provinsi yang diinginkan pada masa yang akan datang. Kebijakan penataan ruang
wilayah provinsi merupakan arah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai
tujuan penataan ruang wilayah provinsi. Strategi penataan ruang wilayah provinsi
merupakan penjabaran masing-masing kebijakan penataan ruang wilayah provinsi ke
dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan penataan ruang yang telah
ditetapkan.
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi berfungsi:

 sebagai dasar untuk memformulasi kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
provinsi;
 memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW provinsi;
dan
 sebagai dasar dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi. 

Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi merupakan arah tindakan yang harus
ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah provinsi.  Kebijakan
penataan ruang wilayah provinsi berfungsi:
 sebagai dasar untuk memformulasikan strategi penataan ruang wilayah provinsi;  

 sebagai dasar untuk merumuskan struktur dan pola ruang wilayah provinsi; 

 memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW provinsi;
dan 
 sebagai dasar dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi. 

Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dirumuskan berdasarkan:


 tujuan penataan ruang wilayah provinsi;
 karakteristik tata ruang wilayah provinsi; 

3-160 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

 kapasitas sumber daya wilayah provinsi dalam mewujudkan tujuan penataan


ruangnya;  
 aspirasi kabupaten/kota yang berada di wilayahnya; dan 
 ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 

Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dirumuskan dengan kriteria:


 mengakomodasi kebijakan penataan ruang wilayah nasional yang berlaku pada
wilayah provinsi bersangkutan; 

 jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan


pada wilayah provinsi bersangkutan; 
 mampu menjawab isu-isu strategis tata ruang baik yang ada sekarang maupun
yang diperkirakan akan timbul di masa yang akan datang; dan 
 tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Strategi penataan ruang wilayah provinsi merupakan penjabaran masing-masing


kebijakan penataan ruang wilayah provinsi ke dalam langkah-langkah operasional
untuk mencapai tujuan penataan ruang yang telah ditetapkan. Strategi penataan
ruang wilayah provinsi berfungsi: 

 sebagai arahan untuk penyusunan rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
dan penetapan kawasan strategis provinsi; 
 memberikan arahan bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW
provinsi; dan 
 sebagai arahan dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi. 

Strategi penataan ruang wilayah provinsi dirumuskan berdasarkan:


 kebijakan penataan ruang wilayah provinsi;
 kapasitas sumber daya dan persoalan yang dihadapi; dan
 ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 

3-161 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

Strategi penataan ruang wilayah provinsi dirumuskan dengan kriteria:


 memiliki kaitan logis dengan kebijakan penataan ruang;
 tidak bertentangan dengan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah
nasional; 
 jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan
pada wilayah provinsi bersangkutan; 
 harus dapat dijabarkan secara spasial dalam rencana struktur dan rencana pola
ruang wilayah provinsi; dan 
 tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

3.4.4. Kebijakan Pengembagan Sistem Transportasi di Provinsi Kalimantan Utara


Program pembangunan pada suatu wilayah baik Nasional, Propinsi, maupun
Kabupaten dalammencapai masing-masing visi dan misinya di masa mendatang, perlu
didukung oleh tersedianya suatusistem prasarana wilayah yang memadai.Sistem
sarana dan prasarana transportasi sebagaiinfrastruktur dasar (basic infrastructure)
merupakan prasyarat bagi terjadinya pergerakan ekonomiwilayah, di mana sebagai
sistem pendukung dan pendorong, prasarana transportasi sangat berperanterhadap
efisiensi dan efektifitas kegiatan ekonomi wilayah.
UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah akan merubah
peranpemerintah pusat dari peran operator menjadi peran fasilitator. Peran
fasilitatormengandung makna menciptakan kebijakan dan peraturan yang kondusif
bagi timbulnya inovasi dan kreatifitas daerah serta menjamin terciptanya koordinasi
dan sinergi antar daerah untuk meminimumkan birokrasi horizontal dan mencegah
timbulnya konflik kepentingan antar daerah. Peran operator sepenuhnya akan
didelegasikan kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
Kebijakan Sistem Transportasi dalam kaitannya dengan RTRWN, Sistem transportasi di
Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai SistemTransportasi Nasional (Sistranas)
sebagai pendukung implementasi dari RTRWN. Sesuaidengan kondisi geografis
Indonesia yang berupa negara kepulauan, maka pelaksanaan Sistranas sangat

3-162 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

membutuhkan adanya konsep antar moda secara terpadu untuk menciptakan


keterkaitan wilayah pada skala nasional. Dasar hukum bagi pemerintah dalam
pengambilan kebijakan strategi pengembangan sistem jaringan jalan adalahUU no. 38
tahun 2004 tentang jalan sedangkan bagi pengambil kebijakan sistem pergerakan
lalulintas diatur dalam UU no. 22 tahun 2009 tentang lalulintas angkutan jalan.
Integrasi sistem transportasi nasional, bagaimanapun juga tidak terlepas dari
dukungansistem transportasi di daerah. Dalam kaitan dengan sistem transportasi
wilayah, perencanaan sistem transportasi wilayah tersebut diarahkan dalam usaha
mendukung RTRW di wilayah masing-masing dan tetap berada di bawah payung
kebijakan pengembangan Sistranas.
Konsep perencanaan sistem transportasi wilayah dalam kaitannya dengan kebijakan
tata ruangSecara umum keterkaitan antara kebijaksanaan tata ruang dengan sistem
transportasi padaberbagai tingkat dapat diperlihatkan pada gambar 3.

Sistem Transportasi Nasional


Rencana Tata Ruang Wilayah (SISTRANAS)
Nasional (RTRWN) Jaringan Transportasi Nasional

Sistem Transportasi wilayah


Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Pulau. Provinsi/Kawasan Jaringan Transportsi wilayah
Propinsi

Sistem Transportasi wilayah


Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota Jaringan Transportsi wilayah
Kabupaten/Kota

Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi diarahkan untuk membuka


keterisoliran daerah pedalaman dan perbatasan, serta untuk meningkatkan
perekonomian dan berbagai sektor ekonomi yang ada di Propinsi Kalimantan Utara
berupa akses jalan, jembatan, Bandara Udara, Pelabuhan, Sarana dan Prasarana

3-163 LAPORAN PENDAHULUAN


PERENCANAAN TEKNIS PENINGKATAN JALAN LINGK. (SK KABUPATEN) DI KEC. TANJUNG SELOR DAN KEC. TANJUNG PALAS
TIMUR

lainnya.

3-164 LAPORAN PENDAHULUAN

Anda mungkin juga menyukai