BAB II
LANDASAN TEORI
melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.
2.1.5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalan (Pasal 11 PP No.43/1993), sebagai berikut:
1) Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
lebih besar dari 10 ton;
2) Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10
ton;
3) Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton;
4) Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton;
5) Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yangdiizinkan
8 ton.
`
I >10
Arteri II 10
III A 8
III A 8
Kolektor III B 8
III C 8
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Kecepatan rencana (Vr) adalah kecepatan pada suatu ruas jalan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak
pandang, dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi
menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itusepenuhnya
dari bentuk jalan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan
rencana antara lain:
4) Cuaca
Tabel 2.4 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan
Kecepatan Rencana (VR) km/jam
Fungsi Jalan
Datar Bukit Gunung
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bina Marga, 1997
1) Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah angka satuan kendaraan dalam hal
kapasitas jalan, dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan
ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan ekivalen mobil
penumpang.
b. Lalu Lintas Harian Rata – Rata (LHR) adalah hasil bagi jumlah kendaraan
yang diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan.
jumlah lalu lintas dalam satu tahun
HRT =
365 hari (2.2)
(Silvia Sukirman, 1999)
Jarak pandang adalah jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997).
1) Panjang jalan didepan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik
kedudukan pengemudi, disebut dengan jarak pandang. Jarak pandang berguna
untuk: Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan
dan manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan yang
`
sedang berhenti, pejalan kaki, atau hewan-hewan yang beradadi jalur jalan.
d1 = V x t (2.3)
Keterangan :
d1 = Jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem (m)
V = Kecepatan (km/jam)
T = Waktu reaksi (detik)
`
d. Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk mendahului, maka pengemudi
harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan mendahului dapat
diteruskan atau tidak.
f. Pada saat kendaraan yang mendahului telah berada kembali pada lajur jalannya,
maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang
berlawanan.
Jd = d1 + d2 + d3 + d4 (2.4)
Keterangan :
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur
semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang
dariarah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m)
Adapun rumusan estimasi d1, d2, d3, dan d4 adalah sebagai berikut:
T1
d1 = 0,278 TI (VR − m + a. ) (2.5)
2
d2 = 0,278 VR T2 (2.6)
2
d4 = 3 d2 (2.8)
`
Keterangan :
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997
`
Keterangan :
A = Kendaraan yang mendahului
B = Kendaraan yang berlawanan arah
C = Kendaraan yang didahului kendaraan A
1) Syarat Ekonomis
a) Penarikan trase jalan yang tidak terlalu banyak memotong kontur,
sehingga dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan pekerjaan galian dan
timbunan nantinya.
b) Penyedia material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak terlalu jauh dari
lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.
2) Syarat Teknis
2.3.3 Tikungan
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian tikungan,
dimana terdapat gaya sentrifugal ini mendorong kendaraan secara radial keluar jalur.
Atas dasar ini maka perencanaan tikungan agar dapat memberikan keamanan dan
kenyamanan perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1) Jari-jari Minimum
Agar kendaraan stabil pada saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu kemiringan
melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi. Pada saat kendaraan melalui
daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban kendaraan
`
dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang dengan gaya
normal disebut koefisien gesekan melintang. Untuk menghindari terjadinya
kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu ditentukan jari- jari minimum untuk
superelevasi maksimum dapat dilihat pada tabel 2.11.
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997
2) Jenis-Jenis Tikungan
Didalam suatu perencanaan garis lengkung maka perlu diketahui hubungan
kecepatan rencana dengan kemiringan melintang jalan (superelevasi) karena garis
lengkung yang direncanakan garis dapat mengurangi gaya sentrifugal secara
berangsur-angsur mulai dari nol sampai nol kembali. Bentuk tikungan dalam
perencanaan tersebut adalah:
a. Tikungan Full Circle (FC)
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar
dan sudut tangan relatif kecil atas dasar ini maka perencanaan tikungan dapat
memberikan keamanan dan kenyamanan bagi bagi pengguna jalan raya, dalam
merencanakan tikungan harus memperhatikan hal-hal berikut:
1) Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus jalan
dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R, yang berfungsi mengantisipasi
perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung
jalan berjari-jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat
berjalan ditikungsn yang berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan
mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan. Bentuk lengkung peralihan
dapat berupa parabola atau spiral (clothoid). Panjang lengkung peralihan ditetapkan
atas pertimbangan bahwa :
`
b) Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan yang dapat diantisipasi berangsur
rangs]ur pada lengkung peralihan dengan aman.
d) Ls di tentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar.
Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan
VR
Ls = 3.6 𝑥 T (2.9)
Dimana :
Dimana :
E = Superelevasi
Dimana :
em = Kuperelevasi maksimal
en = Kuperelevasi normal
2) Kemiringan Melintang
Dimana :
e = Superelevasi (m/m')
3) Kebebasan Samping
`
Dimana :
Untuk tikungan yang jari-jarinya lebih kecil dari angka diatas maka bentuk
tikungan yang dipakai adalah Spiral Circle Spiral.
Adapun rumus-rumus yang digunakan pada tikungan full circle, yaitu :
∆
Tc = Rc Tan 2 (2.15)
∆
Lc = 180 π Rc (2.16)
Rc
Ec = ∆ (2.17)
cos −Rc
2
1
𝐸𝑐 = 𝑇𝑐𝑥𝑇𝑎𝑛 ∆ (2.18)
4
Dimana:
Sumber:Saodang, 2010
`
∆𝑐
∆𝑐 = 𝑥2𝜋𝑅 (2.20)
180
∆𝑐 = ∆ − 2𝜃𝑠 (2.21)
Ls2
Ys = (2.22)
6R
𝐿𝑠-2
𝑋𝑠 = 𝐿𝑠 − 20𝑥𝑅2 (2.23)
k = Xs − R sin θs (2.25)
1
Ts = (Rc = +p)Tan 2 ∆ + K (2.26)
1
Es = (R + p)Sec 2 ∆ − R (2.27)
Dimana:
θs = Sudut lengkung spiral. Dengan syarat 2 θs < β
Rc = Jari-jari lingkaran
= Sudut tikungan atau sudut tangen
Kontrol :
Lc > 25 m
L = Lc + 2 Ts (2.28)
c. Tikungan spiral-spiral
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang tajam. Adapun rumus-rumus
yang digunakan pada tikungan spiral-spiral, yaitu :
1
θs = 2 ∆ (2.29)
∆C = 0 (2.30)
Lc = 0 (2.31)
1
Yc = 6R xLS2 (2.32)
1
Xc = LS − 40 xLS2xR (2.33)
k = Xc − R sin θs (2.34)
`
∆
Ts = (R + P)Tan 2 + k (2.36)
R+P
ES = ∆ −R (2.37)
Cos
2
L = LC + 2LS (2.38)
Dimana:
TS = Titik peralihan tangen – spiral
ST = Titik peralihan spiral – tangen
PI = Titik perpotongan horizontal
Ls = Panjang lengkung lingkaran
Δ = Sudut tangen / sudut perpotongan
T = Jarak antara TS – PI
R = Radius lengkung
P = Pergeseran tangen terhadap spiral
3) Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui kemiringan-
kemiringan jalan pada bagian tertentu, yang berfungsi untuk mempermudah dalam
pekerjaannya atau pelaksanaannya dilapangan.
a. Pencapaian Superelevasi, superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari
kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan
penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.
1) Pada tikungan spiral-circle-spiral, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linier, diawali dari bentuk normal sampai lengkung peralihan (TS)
yang berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai
superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan.
2) Pada bagian full circle, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier,
diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran
penuh sepanjang 1/3 Ls.
3) Pada tikungan spiral-spiral, pencapaian superelevasi seluruhnya
dilakukan pada bagian spiral.
4) Superelevasi tidak diperlukan jika radius cukup besar, untuk itu cukup
lereng luar diputar sebesar lereng normal (LN) atau bahkan tetap lereng
normal (LN).
Superelevasi maksimum dipengaruhi oleh :
a) Kondisi iklim/cuaca
b) Kondisi medan
c) Kondisi daerah
d) Kondisi lalu lintas
Dengan nilai superelevasi maksimum (emaks) :
a) Jalan licin, sering hujan, kabut emaks 8%
b) Jalan di perkotaan, sering macet emaks 4 – 6 %
c) AASHTO emaks 0,04; 0,06; 0,08; 0,10; 0,12
d) Bina marga ~ jalan luar kota emaks 10%; jalan dalam kota emaks 6%
`
Gambar 2.6 Lereng normal – diagram superelevasi dengan tepi dalam perkerasan
sebagai sumbu putar
Sumber: Standar Geometrik Jalan Perkotaan, RSNI T-14 2004, BSN, 2004
Keterangan:
B = Lebar perkerasan pada tikungan (m)
n = Jumlah lajur lalu lintas
B1 = Lebar lintasan kendaraan truk di tikungan (m)
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan (m)
Z = Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi (m)
C = Perubahan kecepatan, diambil antara 0,3-1,0 m/s3 (disarankan 0,4 m/s3)
1432,39
D= (2.41)
Rc
Tabel 2.13 Pelebaran di Tikungan per Lajur (m) untuk Lebar Jalur 2 x (B) m, 2 Arah
atau 1 Arah.
Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
R
50 60 70 80 90 100 110 120
(m)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2
1500 0.3 0.0 0.4 0.0 0.4 0.0 0.4 0.0 0.4 0.0 0.5 0.0 0.6 0.0 0.1
1000 0.4 0.0 0.4 0.0 0.4 0.1 0.5 0.1 0.5 0.1 0.5 0.1 0.6 0.2 0.2
750 0.6 0.0 0.6 0.0 0.7 0.1 0.7 0.1 0.7 0.1 0.8 0.2 0.8 0.3 0.3
500 0.8 0.2 0.9 0.3 0.9 0.3 1.0 0.4 1.0 0.4 1.1 0.5 1.0 0.5
400 0.9 0.3 0.9 0.3 1.0 0.4 1.0 0.4 1.1 0.5 1.1 0.5
300 0.9 0.3 1.0 0.4 1.0 0.4 1.1 0.5 0.5
250 1.0 0.4 1.1 0.5 1.1 0.5 1.2 0.6
200 1.2 0.6 1.3 0.7 1.3 0.8 1.4
150 1.3 0.7 1.4 0.8
`
2) Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran berbeda. Penggunaan tikungan gabungan tergantung pada
perbandingan R1 dan R2:
𝑅1 2
𝑅2
< 3, tikugan gabungan searah di hindarkan n
𝑅1 2
𝑅2
< 3, tikugan gabungan harus dilengkapi dengan bagian lurus atau clothide
sepanjang paling tidak 20 m
Setiap tikungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian harus diantara
kedua tikungan paling tidak 30 m
`
• Landai (turunan)
• Lengkung cekung
• Lengkung cembung
• Keadaan medan
• Fungsi jalan
Lereng melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di
badan jalan, sedangkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping, yang
berfungsi membuang air permukaan sepanjangn jalan diperlukan suatu kalandaian
`
minimum. Dalam menentukan landau minimum ini, terdapat dua tinjauan, yaitu:
1) Kepentingan lalu lintas, yang ideal 0%
2) Landai 0,15%, untuk jalan di atas timbunan, medan datar dengan kerb
3) Landai min 0,3 – 0,5%, untuk jalan pada daerah galian dengan kerb
Panjang kritis merupakan panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak lebih dari 1/2 Vr dan lama perjalanan ditetapkan 1 menit dengan beban
penuh dan kecepatan 15 – 20 km/jam saat mencapai panjang kritis. Dengan ketentuan:
• Untuk jalan utama dengan Vr > 60 km/jam, panjang kritis tanjakan adalah
jarak maksimum dimana truk/bus dapat mencapai 50% Vr
`
Lajur pendakian adalah lajur khusus untuk truk bermuatan berat/kendaraan lain
yang berjalan dengan kecepatan lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat
mendahului tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan.
Lebar lajur pendakian umumnya 3 m atau sama dengan lajur rencana. Dimulai 30 m
dari awal perubahan kelandaian dengan serongan 45 m dan berakhir 50 m sesudah
puncak kelandaian.
Kelandaian yang memerlukan lajur pendakian adalah tanjakan dengan landai 5%
atau lebih (3% atau lebih untuk jalan dengan Vr >= 100 km/jam),Sedangkan
penempatannya dilakukan dengan ketentuan:
• Disediakan pada jalan arteri/kolektor
• Tingkat pelayanan
• Kelandaian
• Panjang landau
A = g1 − g2 (2.44)
Vr
vr ( .6)^2
3
Jh = x6T + (2.45)
3 2gf
𝐴.𝐿𝑣
𝐸𝑣 = (2.46)
800
Lv.g1
X= (2.47)
A
1
Ax ( ^)2
Lv
y= (2.48)
200.Lv
AxV^2
Ev = (2.43)
390
Merupakan batas pandangan pengemudi pada malan hari (tinggi lampu 0,6
dan sudut penyebaran 1º)
c. Kenyamanan Pengemudi
Ditinjau dari adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung cekung.
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997
`
b. Kebutuhan Drainase
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997
Keterangan :
Dalam perencanaan jalan raya diusahakan agar volume galian sama dengan
volume timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen vertikal dan horizontal
memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume galian dan timbunan.
Langkah-langkah dalam perhitungan galian dan timbunan, antara lain :
`
1) Pendahuluan
Kembang susut adalah perubahan volume tanah akibat dari tanah tersebut telah
digali maupun tanah tersebut dipadatkan. Faktor kembang susut berbeda tiap tanah
bergantung dari jenis tanah.
3) Perhitungan Penampang
raya. Dengan membuat mass diagram dapat kita lihat pemindahan tanah dengan
overhaul, bisa menguntungkan atau tidak.
2.8 Stationing
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997
Persimpangan adalah pertemuan dua atau lebih ruas jalan, yang didalamnya
terdapat penggunaan bersama kendaraan dari/ ke ruas-ruas tersebut. Persimpangan
dapat dibedakan :
a. Jarak pandang pendekat (JPP) disediakan pada masing – masing kaki dan lajur
belok persimpangan. JPP dihitung dari tinggi mata pengendarapermukaan jalan
(1,5 m).
b. Jarak pandang masuk (JPM) perlu ditentukan untuk persimpangan dengan
prioritas dan untuk pengendara di jalan Minor membelok ke kanan atau ke
kiri masuk ke jalan major.
c. Jarak pandang aman persimpangan disediakan untuk kendaraan di jalan major
cukup untuk menyeberang ke kaki persimpangan yang lainnya.
2) Alinyemen
Secara umum dapat dikatakan bahwa alinemen horizontal untuk jalan menerus
harus tetap bila melewati persimpangan. Lengkung yang tajam atau perubahan
`
Lajur merupakan bagian dari jalur yang memanjang, lebar lajur tergantung
kepada kecepatan rencana dan kendaraan rencana, terutama dalam melakukan
maneuver pergerakan membelok. Kebutuhan lajur membelok dan jumlah lajur di
persimpangan ditetapkan dengan mengacu pada MKJI. Pergeseran poros lajur
tambahan (jika diperlukan) harus dengan lengkung/taper yang tepat. Kaki/Lengan
persimpangan untuk lalu lintas menerus, lajur masuk dan lajur keluar harus berada
pada satu lintasan/poros garis lurus.
5) Kanal
Kanal adalah lajur khusus untuk belok kiri, lajur khusus belok kiri harus
dilengkapi pulau lalu lintas. Lebar kanal merupakan fungsi dari manuver kendaraan
rencana membelok. Selain itu kanal memiliki fungsi sebagai pengarah danpengontrol
arus lalu lintas. Kanalisasi ini secara fisik dapat berupa marka jalan atau kerb, pagar,
`
ataupun pagar pengaman, dan patok pengarah. Dan dalam perencanaanya perlu
dipertimbangkan luas lahan yang ada, jenis pengatur lalu lintas, kendaraan rencana,
kecepatan rencana dan volume lalu lintas. Karena faktor - faktor tersebut akan
menentukan panjang jari – jari kanal.
Pulau lalu lintas memiliki fungsi : mengatur lalu lintas, memperlancar arus lalu
lintas, bisa dimanfaatkan sebagai tempat berlindung bagi pejalan kaki yang melakukan
penyeberangan jalan. Pulau lalu lintas dibagi dalam 3 kelompok yaitu pulau – pulau
kanal (pengatur lalu lintas), pulau pemisah (pemisah arus yang berlawanan atau
searah) dan pulau pengaman (untuk pejalan kaki).
7) Bundaran
Volume lalu lintas rencana yang digunkan dalam perencanaan bundaran adalah
volume lalu lintas seluruh kaki/lengan yang diperkiran akan memasuki bundaran pada
akhir umur rencana. Kendaraan rencana yang digunakan adalah kendaraan dengan
radius putar yang paling besar.
Tabel daftar standar perencanaan geometric yang terdapat pada PPGJR 1970,
Standar perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan 1992, Tata cara perencanaan
geometrik jalan antar kota 1997.
`
Klasifikasi jalan dapat dibedakan berdasarkan fungsi dan volume serta sifat lalu
lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan tersebut. Dengan demikianklasifikasi
jalan dapat dibedakan berdasarkan :
1. Fungsi jalan
• Jalan utama = Kelas jalan I direncanakan untuk lalu lintas cepat dan
berat. Lalin pusat produksi ~ pusat eksport.
• Jalan sekunder = Kelas jalan IIA, IIB, IIC direncanakan untuk lalu lintas
b) Berdasarkan UU No.13/1980
• Jalan arteri = melayani perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi
dengan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan kolektor = melayani perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan lokal = melayani perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – ratarendah
dan jumlah masuk tidak dibatasi.
2. Kelas Jalan
a. Arteri
b. Kolektor
`
3. Medan Jalan
b. Perbukitan (B)
c. Pegunungan (G)
4. Wewenang Pemeliharaan
a. Jalan nasional
b. Jalan provinsi
c. Jalan kabupaten
d. Jalan desa
e. Jalan khusus
1. Kendaraan rencana
• Mobil penumpang
• Truk as tunggal
• Bis gandengan
a) Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik
pengamatan dalam satuan waktu.
b) LHR (lalu lintas harian rata – rata) adalah volume lalu lintas dalam satu
hari.
c) VJR (volume jam rencana) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam
`
sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP /jam. VJR dipakai
karena LHRT dan LHR tidak dapat memberikan informasi fluktuasi LL <
24 jam. Volume 1 jam yang digunakan sebagai VJR harus memenuhi
persyaratan yaitu tidak boleh terlalu sering terdapat dalam distribusi arus
LL setiap jam dalam 1 tahun, apabila terdapat yang melebihinya selisih
tidak terlalu besar, tidak mempunyai nilai yang sangat besar.
3. Tingkat pelayanan
Tingkat pelayanan adalah cara untuk mengukur kinerja suatu jalan. Tingkat
pelayanan jalan dinyatakan dengan nilai V/C (volume/capacity). Sehingga terdapat
beberapa tingkatan dari A (paling baik) s/d F (buruk) yang lainnya semakin besar
menurut rentang 0 – 1