Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PERENCANAAN MELINTANG JALAN

3.1 Klasifikasi Jalan


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalulintas yang berada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api
dan jalan kabel (UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan). Jalan umum adalah jalan
yang diperuntukkan bagi lalulintas umum, jalan khusus adalah jalan yang
dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat
untuk kepentingan sendiri. Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan,
ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan :
a. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamannya.
b. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
tertentu diluar ruang manfaat jalan.
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu diluar ruang milik
jalan yang ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan.Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan dijelaskan bahwa
penyelenggaraan jalan yang konsepsional dan menyeluruh perlu melihat jalan
sebagai suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat kegiatan. Dalam hubungan ini dikenal sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder. Pada setiap sistem jaringan jalan diadakan
pengelompokan jalan menurut fungsi, status, dan kelas jalan. Pengelompokan
jalan berdasarkan status memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk
menyelenggarakan jalan yang mempunyai layanan nasional dan pemerintah
daerah untuk menyelenggarakan jalan di wilayahnya sesuai dengan prinsip-prinsip
otonomi daerah.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 25


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

3.1.1 Fungsi Jalan


Sesuai dengan peruntukkannya maka jalan terbagi atas jalan umum,
dimana peruntukkannya untuk lalu lintas umum dan jalan khusus dimana
peruntukkannya bukan melayani lalulintas umum dalam rangka distribusi barang
dan jasa yang dibutuhkan. Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan
menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a. Jalan Arteri, jalan yang melayani angkutan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara effisien.
b. Jalan kolektor, jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau
pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal, jalan yang melayani angkutan setempat atau lokal dengan
ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
d. Jalan Lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri jarak perjalanan dekat dan kecepatan
rendah.

3.1.2 Sistem Jaringan Jalan


Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang
wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan atau dalam
kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan.
Berdasarkan sistem jaringan jalan, maka dikenal 2 istilah, yaitu:
1. Jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:
a) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat
kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan
lingkungan.
b) Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 26


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Sistem jaringan jalan primer, merupakan sistem jaringan jalan


bersifat menerus yang memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus
walaupun masuk ke dalam kawasan perkotaan. Pusat-pusat kegiatan
adalah kawasan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan
nasional, wilayah, dan lokal.
2. Sistem jaringa sekunder, merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa di dalam kawaan
perkotaan. Sistem ini mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder ke
satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan.

3.1.3 Status Jalan


Status jalan pada perencanaan geometrik jalan dibagi menjadi lima status
jalan sebagai berikut :
1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2. Jalan propinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam
sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan
strategis kabupaten.
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada
di dalam kota.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 27


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan atau


antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

3.1.4 Kelas Jalan


Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan
kecil (Permen 19 tahun 2011).
Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalan (Pasal 11 PP No.43/1993), sebagai berikut:
1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.
2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter
, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 10 ton.
3. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
4. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
5. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 28


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Tabel 3.1 Klasifikasi menurut kelas jalann


Muatan Sumbu Terberat
Fungsi Kelas
MST (ton)
I >10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIA
Kolektor 8
IIIB
(Sumber : Bina Marga 1997)

3.1.5 Damaja, Damija, Dawasja


a. Damaja (Daerah manfaat jalan)
Merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan
kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan dan
diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, pemisahan jalur, bahu jalan,
saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman timbunan dan galian
gorong-gorong perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. Lebar
damaja ditetapkan oleh pembina jalan sesuai dengan keperluannya. Tinggi
minimum 5.0 meter dan kedalaman mimimum 1,5 meter diukur dari
permukaan perkerasan.
b. Damija (Daerah milik jalan)
Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi
oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dan hak
tertentu. Biasanya pada jarak tiap 1 km dipasang patok DMJ berwarna
kuning. Sejalur tanah tertentu diluar daerah manfaat Jalan tetapi di dalam
Derah Milik Jalan dimasksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan
keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran Daerah
manfaat jalan di kemudian hari.
Lebar minimum damija sekurang-kurangnya sama dengan lebar
damaja. Tinggi atau kedalaman, yang diukur dari permukaan jalur lalu
lintas, serta penentuannya didasarkan pada keamanan, pemakai jalan

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 29


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

sehubungan dengan pemanfaatan daerah milik jalan (damija), daerah


manfaat jalan (damaja) serta ditentukan oleh pembina jalan.
c. Dawasja (Daerah pengawasan jalan)
Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan) adalah sejalur tanah tertentu
yang terletak di luar daerah milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh
pembina jalan. 
Tujuan dari kehadiran Dawasja adalah agar tidak mengganggu
pandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan saat luasnya Daerah
Milik Jalan (Damija) tidak mencukupi. Apalagi jika mengingat
terganggunya fungsi jalan disebabkan oleh pemanfaatan ruang pengawasan
jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Gambar 3.1 : Damaja, Damija, dan Dawasja


(Sumber: Bina Marga 1997)
Tinggi yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas dan penentuannya
didasarkan pada keamanan pemakai jalan baik di jalan lurus, maupun di
tikungan dalam hal pandangan bebas pengemudi, ditentukan oleh Pembina
Jalan.

3.2 Analisis Kapasitas dan Kinerja Lalu Lintas


3.2.1 Analisis Kapasitas
Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada kelandaian
khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan
terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-
masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Jika segmen adalah kelandaian

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 30


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

khusus, lanjutkan langsung ke langkah C-6 dan gunakan Formulir F3-JLK-KK


dan bukan Formulir F3-JLK. Gunakan data masukan dari Formulir F1-JLK dan
F2-JLK untuk menentukan kapasitas, dengan menggunakan Formulir F3-JLK.
C = C0 x FCW x FCPA x FCHS
Dimana :
C = kapasitas (skr/jam)
C0 = kapasitas dasar (skr/jam)
FCW = faktor penyesuaian lebar jalan
FCPA = faktor penyesuaian pemisahan arah
FCHS = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
a. Kapasitas dasar
Dibawah ini merupakan tabel kapasitas dasar tipe jalan 4 lajur dan 2
lajur.
Tabel 3.2 Kapasitas dasar tipe jalan 4/2TT
Kapasitas dasar
Tipe Jalan Tipe alinemen
(smp/jam/lajur)
Datar 1900
4/2TT Bukit 1850
Gunung 1800
Datar 1700
4/2TT Bukit 1650
Gunung 1600
(Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014)

Tabel 3.3 Kapasitsas dasar tipe jalan 2/2TT


Kapasitas dasar
Tipe Jalan Tipe alinemen
(smp/jam/lajur)
Datar 3100
2/2TT Bukit 3000
Gunung 2900
(Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014)

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 31


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Kapasitas dasar jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat
ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam
Tabel 3.1, meskipun lajur yang bersangkutan tidak dengan lebar yang
standar (koreksi akibat lebar dibuat dalam langkah C-2 di bawah).
b. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas
Berikut tabel dari faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu
lintas (FCLj).
Tabel 3.4 Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas
Lebar efektif jalur lalu lintas
Tipe Jalan FCw
(LLi-E), m
3,00 0,91
4/2T & 3,25 0,96
Per Lajur
6/2T 3,50 1,00
3,75 1,03
3,00 0,91
3,25 0,96
4/2TT Per Lajur
3,50 1,00
3,75 1,03
5,00 0,69
6,00 0,91
7,00 1,00
Total dua 8,00 1,08
2/2TT
Arah 9,00 1,15
10,00 1,21
11,00 1,27

(Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014)


Faktor penyesuaian kapasitas jalan dengan lebih dari enam lajur dapat
ditentukan dengan menggunakan angka-angka per lajur yang diberikan
untuk jalan empat-dan enam-lajur dalam Tabel 3.3.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 32


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

c. Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FCPA).


Tabel 3.5 Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FCpa)

Pemisahan Arah
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
SP %-%
Dua
lajur : 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
2L2A
FCSP
Empat
lajur : 1,00 0,975 0,95 0,925 0,90
4L2A
(Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014)
Untuk jalan terbagi, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah
tidak dapat diterapkan dan nilai 1,0 harus dimasukkan ke dalam Kolom13.
d. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping
Tabel 3.6 Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping
(FCHS)
Faktor penyesuaian akibat
Kelas
Tipe hambatan samping (FCHS)
hambatan
Jalan Lebar bahu efeltif LBE, m
samping
≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0
Sangat rendah 0,99 1,00 1,01 1,03
Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01
Sedang 0,93 0,95 0,96 0,99
4/2T
Tinggi 0,90 0,92 0,95 0,97
Sangat tinggi 0,88 0,90 0,93 0,96
Sangat rendah 0,97 0,99 1,00 1,02
Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
2/2TT
Sedang 0,88 0,91 0,94 0,98
&
Tinggi 0,84 0,87 0,91 0,95
4/2TT
Sangat tinggi 0,80 0,83 0,88 0,93
(Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014)
Faktor penyesuaian kapasitas untuk 6-lajur dapat ditentukan dengan
menggunakan nilai FCHS untuk jalan empat lajur yang diberikan.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 33


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

e. Faktor penyesuaian pemisahan araah pada kelandaian khusus pada jalan


dua lajur (FCPA).
Tabel 3.7 Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus
pada jalan dua lajur (FCPA)
Persen lalu lintas mendaki
FCPA
(arah 1)
70 0,78
65 0,83
60 0,88
55 0,94
50 1,00
45 1,03
40 1,06
35 1,09
30 1,12
(Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014)
3.2.2 Kinerja Lalu Lintas
Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat
kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait
dengan geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan jalan untuk kondisi eksisting
maupun untuk kondisi desain. Semakin rendah nilai derajat kejenuhan atau
semakin tinggi kecepatan tempuh menunjukan semakin baik kinerja lalu lintas.
Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan, diperlukan beberapa
alternatif perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik. Persyaratan teknis
jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika derajat kejenuhan
sudah mencapai 0,75, maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan
untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan menambah lajur jalan. Untuk
jalan lokal, jika derajat kejenuhan sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan
tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya.

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 34


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat derajat
kejenuhan eksisting yang dibandingkan dengan derajat kejenuhan desain sesuai
umur pelayanan yang diinginkan

3.2.3 Kendaraan Rencana


Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan Rencana
dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
1. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang.
2. Kendaraan kedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2
as.
3. Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
Kendaraan dengan standard tertentu (bentuk, ukuran, dan daya atau
kemampuan) yang digunakan sebagai kriteria perencanaan bagian-bagian jalan
disebut kendaraan rencana. Kendaraan rencana ini dikelompokkan menjadi
kelompok mobil penumpang, bis atau truk, semi trailer, dan trailer. Desainer
sebelum melakukan perencanaan geometrik, perlu menetapkan terlebih dahulu
jenis kendaraan rencana sebagai kriteria dasar perencanaan bagian-bagian jalan.
Karakteristik dan dimensi kendaraan rencana akan menentukan kelandaian jalan,
jari-jari tikungan serta U-Turn. Untuk kepentingan desain, Bina Marga
mengelompokkan kendaraan rencana seperti tabel dan sketsa gambar dibawah ini
Tabel 3.8 Dimensi kendaraan rencana

Kategor i Dimensi Tonjolan Radius Radiu s


kendara an Kendaraan (Cm) Putar (Cm) Tonjo
rencana lan
Tingg Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks (Cm)
i
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370
(Sum((Sumber : Bina Marga 1997)

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 35


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 3.2 Dimensi kendaraan kecil


(Sumber:Bina Marga 1997)

Gambar 3.3 Dimensi kendaraan sedang


(Sumber:Bina Marga 1997)

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 36


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 3.4 Dimensi kendaraan besar


(Sumber:Bina Marga 1997)

Gambar 3.5 Jari-Jari Manuver Kendaraan Kecil


(Sumber : PKJI 2014)

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 37


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 3.6 Jari – Jari Manuver Kendaraan Sedang


Sumber : PKJI 2014

Gambar 3.7 Jari – Jari Manuver Kendaraan Besar


Sumber : PKJI 2014

3.2.4 Perhitungan Volume Kendaraan


Data Umum:
a. Data lalu lintas
Tabel 3.9 Jenis dan Jumlah Kendaraan

Jenis dan Jumlah Kendaraan (kend/hari/2 arah)


Kendara Bus Bus Kendara
Sepeda Truk 2 Truk
an Mediu Besar 3 an Non
Motor As (T- 3As
Ringan m 2 As As Motor
(MC) 2) (T-3)
(LV) (BM) (BB) (NM)
Emp = emp = emp = emp = emp = emp = emp = 1
0,4 1,00 1,5 2,5 1,8 2,8
13216 9821 321 121 235 151 262
(Sumber : Analisis Data)

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 38


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

b. Tahun pengamatan lalu lintas : 2023


c. Sistem jaringan jalan : Arteri primer
d. Sifat penggunaan daerah : Di dalam kota
e. Laju pertumbuhan lalulintas :
1) Masa perencanaan = 1 tahun ; i = 5%
2) Masa pelaksanaan = 2 tahun ; i = 5%
3) Umur rencana = 10 tahun ; i = 5%

Tabel 3.11 Tabel LHR


Tingkat pertum-
Jenis kendaraan Jumlah LHR
buhan
Sepeda Motor (MC) 13216 (1+0,05)10x kend 21527.4713
Kendaraan Ringan (LV) 9821 (1+0,05)10x kend 15997.3741
Bus Medium 2 As (BB) 321 (1+0,05)10x kend 522.8751
Bus Besar 3 As (BB) 121 (1+0,05)10x kend 197.0962
Truk 2 As (T-2) 235 (1+0,05)10x kend 382.7902
Truk 2 As (T-3) 151 (1+0,05)10x kend 245.9630
Kendaraan Non Motor 262 (1+0,05)10x kend 426.7703
Jumlah 39300.3406
(Sumber : Analisis data)
Tabel 3.12 Tabel VLHR
Jenis kendaraan LHR Emp VLHR
21527.471
Sepeda Motor (MC) 0,4 8610.9685
3
15997.374
Kendaraan Ringan (LV) 1 15997.3741
1
Bus Medium 2 As (BB) 522.8751 1,5 784.3126
Bus Besar 3 As (BB) 197.0962 2,5 429.7405
Truk 2 As (T-2) 382.7902 1,8 689.0223
Truk 2 As (T-3) 245.9630 2,8 688.6964
Kendaraan Non Motor 426.7703 1 426.7703
Jumlah 27626.8847
(Sumber : Analisis data)

3.2.5 Perhitungan Kapasitas


Perhitungan Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum, untuk jalan
2/2T kapasitas didefinisikan sebagai arus dua arah, tetapi untuk jalan dengan
banyak lajur arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas di definisikan

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 39


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

perlajur , nilai kapasitas telah diamati dari pengumpulan data di lapangan,


kapasitas juga sudah diperkirakan secara teoritis dengan menganggap suatu
hubungan matematik antara kecepatan, kerapatan, dan arus.
𝐶 = 𝐶0 × 𝐹𝐶𝐿𝑗 × 𝐹𝐶𝑃𝐴 × 𝐹𝐶𝐻𝑆
Keterangan :
C = kapasitas (skr/jam)
C0 = kapasitas dasar (skr/jam)
FCLj = faktor penyesuaian lebar jalan
FCPA = faktor penyersuaian pemisahan arah
FCHS = faktor penyesuaian hambatan samping
Diketahui :
C0 = 1.700
FCW =1
FCPA =1
FCHS = 0,98
Maka :
C = C0 x FCW x FCPA x FCHS
C = 1.700 x 1 x 1 x 0,98
C = 1666 smp/jam

3.2.6 Perhitungan Derajat Kejenuhan


Derajat kejenuhan di artikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas
digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan kinerja. Lalulintas pada suatu
simpang dan juga segmen jalan. Nilai ( Dj ) menunjukkan apakah segmen jalan
akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
Persamaan umum derajat kejenuhan sebagai berikut:

VLHR
Q=
C
Keterangan:
C = kapasitas (skr/jam)
Q = arus total (smp/jam)

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 40


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Maka perhitungan derajat kejenuhannya adalah:

VLHR
Q=
C
27626.8847
Q=
6
Q=4604.4807 smp/hari
q
Dj=
c
4604.4807
Dj=
1666
Dj=2.7637 smp/hari

Bahrul Ilmi Rahmat (21101154330121) 41

Anda mungkin juga menyukai