LANDASAN TEORI
4
menurut undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku. Klasifikasi jalan
raya dibagi dalam beberapa kelompok (TPGJAKNo.038/T/BM/1997), yaitu :
1. Klasifikasi menurut fungsi jalan,terbagi atas:
a. Jalan Arteri
Adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.
b. Jalan Kolektor
Adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal
Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
d. Jalan Lingkungan.
Adalah jalan yang melayani lingkungan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat,kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
PRIMER: Arteri - I
Kolektor >10.000 I
<10.000 II
SEKUNDER:
Arteri >20.000 I
<20.000 II
Kolektor >6000 II
<6000 III
Jalan Lokal >500 III
<500 IV
Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1988 )
5
3. Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton (Pasal 11, PP. No.43/1993). Klasifikasi Jalan Menurut
Kelas Jalan dapat dilihat di table di bawah ini.
IIIA
2. Jalan Kolektor IIIB 8
6
menghungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan serta jalan
umum dalam jaringan jalan sekunder dalam suatu wilayah kabupaten.
d. Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
fungsinya menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, pusat pelayanan
dengan persil serta antar permungkiman dalam kota.
Kendaraan
sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
7
Kendaraan
Besar 410 260 2100 1.2 90 290 1400 1370
8
Kecepatan rencana tergantung kepada:
a. Kondisi pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan
b. Sifat fisik jalan dan keadaan medan disekitarnya
c. Cuaca
d. Adanya gangguan dari kendaraan lain
e. Batasan kecepatan yang diijinkan
Tabel 2.5 Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan
Kecepatan Rencana(VR), km/jam
Fungsi Jalan
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 -120 60 -80 40 –70
Kolektor 60 -90 50 -60 30 –50
Lokal 40 -70 30 -50 20 –30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
9
Gambar 2.3. Lengkung Spiral-Spiral
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Menurut Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan oleh Silvia Sukirman
dan penyelesaian soal perencanaan trase jalan raya oleh Bukhari.R.A dan
Maimunah, maka rumus yang digunakan :
s = 1/2 .............................................................................................. (2.1)
s
Ls Rc
90 ........................................................................................ (2.2)
2
Ls
Rc (1 cos s)
p = 6 Rc ..................................................................... (2.3)
Ls 3
Ls Rc sin s
k = 40 Rc 2 ............................................................... (2.4)
Ts = ( Rc + p) tg 1/2 + k. ................................................................... (2.5)
Es = (Rc + p) cos ½ - Rc ................................................................ (2.6)
L = 2 Ls ............................................................................................ (2.7)
Lsmin = m (e +en) B ................................................................................ (2.8)
Keterangan :
∆ = Sudut tangen
Θs = Budut putar
Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Ls = Banjang lengkung spiral (m)
Tc = Jarak antara TC dan PI (m)
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST(m)
TS = Titik dari tangen ke spiral (m).
SC = Titik dari spiral ke lingkaran (m).
Rc = Jari-jari lingkaran (m).
10
2.3.2 Tikungan spiral– circle– spiral (S-C-S)
Bentuk tikungan ini digunakan pada daerah-daerah perbukitan atau
pegunungan, karena tikungan jenis ini memilki lengkung peralihan yang
memungkinkan perubahan menikung tidak secara mendadak dan tikungan
tersebut menjadi aman.
Lengkung spiral merupakan peralihan dari suatu bagian lurus ke bagian
lingkaran (circle) yang panjangnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan
bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol sampai mencapai bagian lengkung.
Jari-jari yang diambil untuk tikungan spiral-circle- spiral haruslah sesuai dengan
kecepatan rencana dan tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang
melebihi harga maksimum yang telah ditentukan.
Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan
berdasarkan:
a. Kemiringan tikungan maksimum.
b. Koefisien gesekan melintang maksimum.
Ketentuan dan rumus yang digunakan untuk jenis tikungan ini adalah
sebagai berikut:
Ls.90
θs = .Rc .........................................................................................................(2.9)
θc = ∆ - 2 θs......................................................................................................(2.10)
c
Lc = 2Rc
360 0 ................................................................................................(2.11)
L = Lc + 2Ls ..............................................................................................(2.12)
P = Ls x p*.........................................................................................................(2.13)
K = Ls x k*.........................................................................................................(2.14)
Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k ................................................................................(2.15)
Es = ( Rc p) sec1 / 2 Rc ............................................................................(2.16)
sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan” oleh Silvia Sukirman, dan
penyelesaian soal perencanaan trase jalan raya oleh Bukhari.R.A dan Maimunah.
11
PI
B
Es
Ts
SC CS
p' Lc p'
k Ls Ls
Øc
TS Øs Øs ST
Rc Rc
1 1
2B 2B
keterangan:
Rc = jari–jari lengkung yang direncanakan (m)
∆ = sudut tangen
θs = sudut putar
Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Ls = panjang lengkung spiral (m)
Lc = panjang lengkung circle (m)
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dan titik TS ke SC(m).
Ys = koordinat titik SC pada garis tegak lurus pada garis tangen (m).
Ls = panjang lengkung peralihan (m).
L’ = panjang busur lingkaran (dari titik SC ke CS) (m).
Ts = panjang tangen (dan titik PI keTS atau ke ST) (m).
TS = titik dari tangen ke spiral (m).
SC = titik dari spiral kelingkaran (m).
P = pergeseran tangen terhadap spiral (m).
K = absis dari p pada garis tangen spiral (m)..
S = sudut lengkung spiral (º)
12
Tabel 2.6 Jari-jari Tikungan yang tidak memerlukanLengkung Peralihan
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130
60
Sumber: ( Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Dimana:
Δ = sudut tangen (º).
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT (m).
Rc = jari-jari lingkaran (m).
Ec = jarak luar dari PI kebusur lingkaran (m).
Lc = panjang busur lingkaran (m).
13
elevasi terhadap sumbu jalan di beri tanda (+) dan yang menyebabkan penurunan
elevasi terhadap jalan di beri tanda (-).
14
a. Diagam superelevasi berbentuk Spiral Spiral
b. Tikungan spiral-circle-spiral
15
s = emak + en/2...............................................................................................(2.20)
Dimana:
s = pencapaian kemiringann
d = lebar jalan..................................................................................................(2.21)
3/4 1/4
{e mak e n}B
d
2s ........................................................................................ (2.22)
Dimana :
s = kemiringan jalan
1/2 b
enormal = e mak =
{1/2b b'} ................................................................................(2.23)
Harga emaks dan en didapat dari tabel berasarkan harga Ls yang dipakai:
16
b. Pada tikungan S-C-S, pencapaian super elevasi dilakukan secara linear,
diawali dari bentuk normal ( ) sampai awal lengkung peralihan
(TS) pada bagian lurus jalan.
d. Super elevasi tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar, untuk itu cukup
lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP), atau bahkan tetap lereng
normal (LN).
17
Pelebaran perkerasan jalan padatikungan sangat tergantung pada:
R = jari-jari tikungan
= sudut tangen
V = kecepatan rencana
18
penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek
penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi. Padatikungan ini tidak
selalu harus dilengkapi dengan kebebasan samping (jarak pembebasan). Hal ini
tergantung pada:
a) Jari-jari tikungan (R).
b) Kecepatan rencana (Vr) yang langsung berhubungan dengan jarak pandang
(S).
c) Keadaan medan lapangan.
Seandainya pada perhitungan diperlukan adanya kebebasan samping akan
tetapi keadaan memungkinkan, maka diatasi dengan memberikan atau memasang
rambu peringatan sehubungan dengan kecepatan yang diizinkan. Daerah bebas
samping ditikungan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
- Berdasarkan jarak pandang henti (Jh<Lt)
d1 = Jarak yang di tempuh dalam waktu standar.
d1 = 0.278 x T1 x ................................................................(2.30)
d2 =Jarak pengereman
d2 = 0,278 x Vr x T2.......................................................................................(2.31)
E = Dari titik penghalang ke sumbu lajur dalam
E=R ……………………………………………(2.32)
19
Lt = panjang tikungan (m)
Tabel 2.7 Jarak Pandang Mendahului
V Jarak Jarak
Renc. Pandgn Pandgn
Km/jam A t1 d1 t2 d2 d3 d4 Menyiap Menyiap
Standar Minimum
Km/j/d det m Det m m m M M
30 216 29 15 8 67 20 44 146 109
40 2196 316 25 848 94 25 63 207 151
50 2232 342 37 896 125 30 83 274 196
60 2268 368 50 944 157 40 105 353 250
70 2304 394 65 992 13 50 129 437 307
80 234 42 82 104 231 60 154 527 368
100 2412 472 119 1136 316 75 211 720 496
120 2484 524 162 1232 411 90 274 937 638
Sumber : Silvia Sukirman (1994)
20
kendaraan truk dipengaruhi oleh panjang pendakian (panjang kritis landai) dan
juga besarnya landai (Sukirman, 1999).
Dalam perencanaan alinyemen vertikal harus dipertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a) Kondisi tanah dasar.
b) Keadaan medan.
c) Fungsi jalan.
d ) Muka air banjir.
e ) Muka air tanah.
f ) Kelandaian yang masih memungkinkan.
Panjang kritis landai adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa
mengakibat kangangguan lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan
kecepatan maksimum sebesar 25 km/jam. Panjang kritis untuk kelandaian
maksimum dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.9 Panjang Kritis
21
2.4.2 Lengkung vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkungan vertikal yang
harus memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Adapun
lengkung vertikal yang digunakan adalah lengkung parabola sederhana
(Sukirman,1999).
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan bagian lurus
(tangen) adalah :
1. Lengkung vertikal cembung
Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan.lekung vertical cembung pada
perpotongan tangen dan lapang.
Adapun langkah perhitungan untuk lengkung vertikal cembung:
- Hitung perbedaan aljabar kelandaian (A), dengan rumus A = g1-g2
Dengan diketahui nilai A dan V, maka dari gambar 2.7 didapat nilai Lv
Gambar grafik Lv 2.7
- Kemudian dihitung nilai Ev
Rumus yang dingunakan adalah :
A = [g1-g2]................................................................................................(2.42)
LV= A.jh2/399............................................................................................(2.43)
Lv = 2.jh-399/A..........................................................................................(2.44)
AxLv
Ev =
800 ................................................................................................(2.45)
sumber: Perencanaan Trase Jalan Raya oleh Bukhari R.A dan Maimunah,
(2005)
dengan:
Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
g1 = aljabar kelandaian lintasan pertama
g2 = aljabar kelandaian lintasan kedua
A = perbedaan aljabar kelandaian (%)
Lv = panjang lengkung (m)
Gambar 2.10 lengkung vertikal cembung dilihat dari titik perpotongan tangen
Sumber : Sukirman (1999)
22
Jarak pandang henti
Gambar 2.14 lengkung vertikal cemkung dilihat dari titik perpotongan tangen
Sumber: Silvia Sukirman (1999)
23
Gambar 2.15 Contoh jarak pandang henti
Sumber :Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
24
Berdasarkan rumus-rumus di buku ”Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik
Jalan” oleh Silvia Sukirman penentuan sation dapat di tentukan seperti sketsa di
bawah ini.
T T ST
CS
SC
TS
d1
CT
Lc Ts
TC
d2
A
25
P = panjang (m)
L = lebar (m)
b) Luas segitiga
A = ½ a x t ……………………………………………......……….....(2.59)
dengan:
A = luas segitiga(m2)
a = panjang sisi alas (m)
t = panjang sisi tegak (m)
c) Luas trapesium
A = ½ (a + b) x t ..................................................................................(2.60)
dengan:
A = luas segitiga(m2)
a = panjang sisi atas (m)
b = panjang sisi bawah (m)
t = panjang sisi tegak (m)
d) Interpolasi
Timbunan
26
melalui gorong-gorong dibuang keluar dari badan jalan atau ke tempat buangan
air yang telah ditentukan, semuanya diupayakan didasarkan atas hukum gravitasi.
Air bergerak ke tempat yang lebih rendah, prinsip inilah yang digunakan dalam
mendesain drainase jalan. Kecepatan bergerak dari air tersebut akan tergantung
dari seberapa besar grade (%) yang harus dilalui, makin tinggi grade yang harus
dilalui, jika bangunan drainase terbuat dari tanah, akan makin mudah bangunan
drainase tersebut digerus oleh air.
27
dihitung dengan menggunakan rumus dari bina marga (1976) serta irmawan dan
mochtar (1990) dibawah ini :
E sumbu tunggal = (Beban sumbu tunggal (ton)/8.16)4..........................(2.63)
E sumbu ganda = 0.086 x (beban ganda(ton)/8.16)4............................(2.64)
E sumbu tripel = 0.01 x (beban sumbu tunggal(ton)/8.16)4...................(2.65)
Dengan :
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis kendara
28
Dengan :
i = Perkembangan lalu lintas
UR = Umur rencana
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis
kendaraan
Rumus :
LET = (LEP + LEA) / 2
…………………………..….....…(2.68)
29
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18
30
d) Indeks permukaan (IP)
Untuk mendapatkan nilai IP dapat dilihat dari nilai LER dan tabel indeks
permukaan dapat di lihat di tabel 2.14
31
Variabel-variabel untuk menetapkan lapisan tebal perkerasan dilihat pada
tabel 2.16 , “A.5.
Untuk rumus perhitungan lapisan perkerasan adalah
ITP = a1 x d1 + a2 x d2 + a3 x d3 ................................................................. ....(2.73)
Tabel 2.16 Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan untul lapis permukaan
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
6,71 – 7,49 7,5
Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum ( 1987)
32