POKOK BAHASAN :
PENDAHULUAN
MATERI KULIAH :
Pengertian, Latar belakang perencanaan geometrik, dasar hukum, pentahapan
pembangunan jalan dan penampang melintang jalan
PENDAHULUAN
1.1. PENGERTIAN
Perancangan jalan terdiri dari dua bagian yaitu perencanaan geometrik dan tebal
perkerasan jalan.
Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, sifat pengemudi
dalam mengendalikan gerakan kendaraan dan karakteristik arus lalu lintas.
Selanjutnya disain standart harus berubah dari waktu ke waktu untuk merespons
perubahan-perubahan dimensi dan performance kendaraan serta bukti-bukti yang nyata
dalam perencanaan.
2. KLASIFIKASI JALAN
Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu:
klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifkasi menurut kelas jalan, klasifikasi
menurut medan jalan dan klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Bina
Marga 1997).
1) Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2) Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga,
1997.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga
1997.
Jalan Propinsi, Jalan Propinsi dibawah pembinaan Pemda Tingkat I atau Instansi
yang ditunjuk
Jalan Khusus, Jalan Khusus dibawah pembinaan Pejabat atau orang yang ditunjuk
Jalan Akses
Jalan Arteri
Jalan lokal
Jalan kolektor
Hubungan Fungsi Klasifikasi Jalan
Desa Desa
Kecamatan
Ibukota Kabupaten
Desa Desa
Jalan kolektor
Ibukota Kabupaten
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam konsep dasar hirarki
sistem jaringan jalan antara lain adalah: jarak antar simpang, penentuan
jaringan yang baik dan efesien
2.4.STANDARD PERENCANAAN
Standard yang dipakai adalah sesuai dengan daftar I pada PPGJR70, yang pada
tahap selanjutnya diperbaharui menjadi Tabel 2 pada Standar perenc. Geometrik untuk jalan
perkotaan 1992 dan Tabel II.7 Tata cara perenc. Geometrik jalan antar kota 1997
Standard tersebut berlaku sebagai syarat batas dalam perencanaan yang penggunaannya
dibatasi sesedikit mungkin, agar dapat menghasilkan jalan yang memuaskan.
3
. PENAMPANG MELINTANG JALAN
Penampang melintang merupakan potongan melintang tegak lurus sumbu jalan,
A. Bagian yang langsung berguna untuk lalin (Jalur lalin, lajur lalin, bahu jalan, trotoar,
median)
Jalur lalin : Keseluruhan bagian perkerasan yang diperuntukkan untuk lalu lintas
kendaraan dan dapat terdiri dari beberapa lajur. Type-type jalur yang umumnya ada
adalah: 2/2 TB, 2/1 TB, 4/2 B, n/2 B.
Lebar jalur ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Penjelasan lebih
detail dapat dilihat pada gambar 1.1 di bawah atau gambar II.12-13 reff 3.
Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur dengan type anatara lain:
a) 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)
b) 1 jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)
c) 2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)
d) 2 jalur-n lajur-2 arah (n/2 B)
Lebar lajur ditentukan oleh kecepatan dan kendaraan rencana yang dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan
Bahu jalan : bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dg jalur lalin untuk
menampung kendaraan yang berhenti sementara, keperluan darurat dan untuk
pendukung samping bagi lapis pondasi dan lapis permukaan. Kemiringan normal
bahu jalan berkisar antara 3% - 5%.
Trotoar : Jalur yang disediakan untuk pejalan kaki berdampingan dg jalur lalin, dan
lebarnya tergantung volume pejalan kaki. Untuk keamanan dibuat terpisah dg kerb
(curb).
Median : jalur pembagi jalan dalam masing-masing arah, yang berfungsi sebagai:
Terdapat 2 jenis median, yaitu median yang ditinggikan (min 2,0 m) dan median
yang direndahkan (min 7,0 m). Sedangkan lebar minimum median terdiri atas jalur
tepian selebar 0,25 0,50 m.
B. Bagian yang berguna untuk drainase jalan (saluran samping, kemiringan melintang
Bagian-bagian tersebut, secara lebih detail bisa dilihat pada gambar 1.2 mengenai
potongan jalan. (atau gambar 2.2 pada reff.2)Bagian Pelengkap jalan (Kerb, pengaman
tepi untuk ketegasan tepi badan jalan)
Pengaman tepi umumnya digunakan pada jalan yang menyusuri jurang, pada
jalan dari tanah timbunan dengan tikungan tajam atau tinggi timbunan > 2,5 m
serta jalan dengan kecepatan tinggi.
C. Bagian konstruksi jalan (Lapis permukaan, pondasi atas, pondasi bawah, tanah dasar)
Bagian konstruksi jalan, memerlukan suatu perencanaan tersendiri dengan melihat data
volume lalu lintas yang akan dilewatkan pada jalan tersebut dan usia guna yang
direncanakan, sehingga dapat diperhitungkan jenis perkerasan yang akan dipakai
maupun ketebalannya.
Merupakan daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepian jalan dan ambang
pengaman. Jadi DAMAJA dibatasi oleh :
Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
Daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi
pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan
ruang untuk pengaman jalan.
Atau dengan kata lain Damija dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah
ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5 m.
Merupakan lajur lahan yang berada di bawah pngawasan penguasa jalan, ditujukan
untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan
bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang damija tidak
mencukupi.
Secara singkat dapat didefinisikan sebagai ruang sepanjang jalan di luar damaja yang
dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagaimana gambar 1.3
(atau gambar II.7 reff 3)
Untuk setiap hirarki jalan, Dawasja memiliki panjang penguasaan yang berbeda yaitu
sebagai berikut:
POKOK BAHASAN :
ASPEK PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
MATERI KULIAH :
Parameter perencanaan (kendaraan rencana, kecepatan, volume lalin, tingkat
pelayanan, jarak pandangan)
ASPEK PERENCANAAN
GEOMETRIK JALAN
KENDARAAN RENCANA:
KECEPATAN RENCANA :
Kecepatan rencana (VR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan
geometrik jalan, yang memungkinkan kendaraan dapat bergerak dengan aman dan
nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang dan pengaruh samping jalan
tidak berarti. Untuk perencanaan jalan antar kota, nilai VR ditetapkan dengan
berdasar pada klasifikasi (fungsi) dan medan jalan, Sedangkan untuk perencanaan
jalan perkotaan, nilai VR ditetapkan dengan berdasar tipe (fungsi) jalan &
kelasnya,
Tabel Kecepatan Rencana (VR), Menurut Klasifikasi Fungsi dan Medan Untuk Jalan
Antar Kota
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan
dalam satuan waktu.
Volume berhubungan dengan lebar perkerasan sehingga tercipta keamanan dan
kenyamanan. Biasanya volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan yang umum
digunakan. Yaitu : lalu lintas harian rata-rata, volume jam perencanaan dan kapasitas
Volume lalu lintas harian merupakan volume lalu lintas dalam satu hari. Dari
cara memperoleh data ada 2 cara untuk menyatakan nilainya. Yaitu lalu lintas
harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR)
VJR
Volume Jam Rencana dipakai karena LHRT dan LHR tidak dapat memberikan
informasi fluktuasi LL < 24 jam. Terutama untuk menyatakan kondisi jalan pada
perkotaan.
Volume 1 jam yang digunakan sebagai VJR harus memenuhi persyaratan yaitu
tidak boleh terlalu sering terdapat dalam distribusi arus LL setiap jam dalam 1
tahun, apabila terdapat yang melebihinya selisih tidak terlalu besar, tidak
mempunyai nilai yang sangat besar sehingga jalan jadi lengang dan biayapun
mahal. Besarnya VJR dapat diambil dari nilai LHR, sebagaimana rumus berikut.
K (factor LL jam sibuk) merupakan faktor VJR yang dipengaruhi oleh pemilihan jam
sibuk ke berapa dan lokasi jalan tersebut( jalan dalam kota atau luar kota).
Sedangkan F, meruapakan factor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam 1
jam. Penentuan nilai VJR untuk jalan antar kota dapat dilihat pada referensi 3
Tabel II.5.
Kapasitas
TINGKAT PELAYANAN:
Tingkat pelayanan adalah cara untuk mengukur kinerja suatu jalan. Tingkat
pelayanan jalan dinyatakan dengan nilai V/C (volume/capacity). Sehingga terdapat
beberapa tingkatan dari A (paling baik) s/d F (buruk) yang nilainya semakin besar
menurut rentang 0 1.
Batasan nilai dari setiap tingkat pelayanan dipengaruhi oleh fungsi jalan dan dimana
jalan tersebut berada.
PerMenHub no.14/2006
JARAK PANDANGAN:
Merupakan panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan
jelas diukur dari tempat kedudukan pengemudi.
Jarak pandang adalah panjang bagian suatu jalan di depan pengemudi yang masih
dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi. Kemungkinan untuk
melihat ke depan adalah faktor penting dalam suatu operasi di jalan agar tercapai
keadaan yang aman dan efisien. Untuk itu harus diadakan jarak pandangan yang cukup
panjang, sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan kendaraan terbaik dan tidak
menghantam benda yang tak terduga di atas jalan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak pandangan adalah:
Waktu PIEV (Percepatan, Intellection, Emotion, Volition), adalah waktu sadar dan
reaksi dari masing-masing pengemudi.
Waktu yang diperlukan untuk menghindari bahaya dalam keadaan tertentu yang
beresiko terhadap keselamatan.
Kecepatan kendaraan.
Jarak pandang berguna untuk menghindarkan tabrakan,memberi kemungkinan
mendahului, menambah efisiensi jalan sehingga volume pelayanan dapat dicapai
semaksimal mungkin. Dilihat dari kegunaannya dibagi atas :
Jarak pandangan pada malam hari dipengaruhi oleh kemampuan penyinaran dan
ketinggian letak lampu besar serta hal lain yang sifatnya pemantulan (akan dibahas
lebih lanjut pada modul alinyemen vertical)
Jarak PIEV, adalah jarak yang ditempuh kendaraan dari saat pengemudi melihat
suatu penghalang sampai saat pengemudi mulai menginjak rem.
Jarak mengerem, adalah jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan
dengan menggunakan atau memakai rem.
Jarak pandang mendahului : Jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain dengan aman, sampai kendaraan tersebut kembali
ke lajur semula. Asumsi tinggi mata pengemudi dan halangan sama yaitu 105
cm.
POKOK BAHASAN :
MATERI KULIAH :
Gaya sentrifugal, gaya gesekan melintang, landai relatif, lengkung peralihan, diagram
superelevasi, nilai-nilai batasan perencanaan
DASAR PERENCANAAN
ALINYEMEN HORIZONTAL
(Horizontal Alignment)
PROYEK K P / THN PROVINSI JML LEMBAR LEMBAR NO
KP2T JALAN/JEMBATAN
2006 NAD 120 13
PROVINSI NAD
VERTIKAL = 1 : 100
HORIZONTAL = 1 : 1000
PI 1
BRG
PI 2
TANGGAL
PI 3
PI 4
OLEH
DADANG
ANTO
24
34,782 30,206
NOTASI BANGUNAN DIPERIKSA
7,784
TC CT TC CT TC CT
6 (+) 6 (+) 6 (+)
PATOK-PATOK DIPERIKSA
KEMIRINGAN DIPERIKSA
PEKERJAAN
22 0%
-2 %
0%
-2 %
0%
-2 %
6,789 2,263 2,263 6,789 31,432 10,477 10,477 31,432 31,432 10,477 10,477 31,432
9,052 W 41,909 W 41,909 53,633 W 53,633
20 9,052
12,122
TC CT
6 (+)
MEMANJANG
POTONGAN
0%
-2 %
18
BUKU UKUR
NOMOR
6 (-)
16
7 0. 0000 m VC
50. 00 00m VC
50. 00 00m VC
6 0. 0000 m VC
BVCE: 10.353
BVCS: 3+425
EVCE: 10.237
EVCS: 3+495
14
EVCS: 3+814.39
BVCS: 3+764.39
BVCS: 3+656.50
EVCE: 9.501
EVCS: 3+706.50
BVCE: 9.442
BVCE: 9.205
EVCE: 9.165
BVCS: 3+990
BVCE: 9.073
EVCS: 4+050
EVCE: 8.999
12
PVI 1
10
PVI 3
PVI 2
8 PVI 4
2
10.286
10.444
10.233
9.788
9.382
9.153
9.062
9.542
9.495
9.044
9.333
9.405
9.000
9.000
10.388
10.205
9.886
9.247
9.139
9.521
9.414
9.293
9.171
9.051
9.566
9.374
8.999
3+403,35 3+500 3+600 3+700 3+800 3+900 4+000
STA
Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap V pada bidang datar
atau miring dengan lintasan berbentuk suatu lengkung seperti lingkaran, maka
pada kendaraan tersebut bekerja gaya kecepatan V dan gaya sentrifugal F.
Gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya,
berarah tegak lurus terhadap gaya kecepatan V. Gaya ini menimbulkan rasa
tidak nyaman pada si pengemudi.
dimana:
G
m =massa g
G = berat kendaraan
g = gaya gravitasi bumi
a = percepatan sentrifugal
2
V
R
V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari lengkung lintasan
2
G xV
F=
gxR
2 Gaya Gesekan Melintang (Fs) Antara Ban Kendaraan Dengan Permukaan Jalan.
Gaya gesekan melintang (Fs) adalah besarnya gesekan yang timbul antara
ban dan permukaan jalan dalam arah melintang jalan yang berfungsi untuk
rnengimbangi gaya sentrifugal
Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal yang bekerja
disebut koefisien gesekan melintang. Besarnya koefisien gesekan'melintang
dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban,
kekasaran permukaan perkerasan, kecepatan kendaraan dan keadaan
cuaca.
Gambar 4.3. Koefien gesekan melintang maksimum untuk desain (berdasarkan TEH'92 dalam
satuan SI).
Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan raya dibatasi oleh
beberapa keadaan seperti :
keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di daerah yang memiliki 4
musim, superelevasi maksimum yang dipilih dipengaruhi juga oleh sering dan
banyaknya salju Yang turun.
Jalan yang berada didaerah yang sering turun hujan berkabut, atau sering turun
salju, superelevasi maksimum lebih rendah dari pada jalan yang berada didaerah
yang selalu bercuaca baik'
Untuk daerah yang licin akibat sering turun hujan atau kabut sebaiknya e
maksimum 8% dan di daerah perkotaan di mana sering kali terjadi kemacetan
dianjurkan menggunakan e maksimum 4 6% Indonesia pada saat ini umumnya
mengambil nilai 0,08 dan 0,10. Bina Marga (luar kota) menganjurkan superelevasi
maksimum 10% untuk kecepatan rencana > 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan
rencana 30 km/jam, sedangkan untuk jalan di dalam kota dapat dipergunakan
superelevasi maksimum 6%
Rumus Umum Lengkung Horizontal
Gaya-gaya yang bekerja digambarkan seperti pada gambar 4.4) yaitu gaya
sentrifugal F, berat kendaraan G, dan gaya gesekan antara ban dan permukaan
jalan Fs.
V2
e+ f =
gR
V2
e+ f =
127 R
Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25 rn
(Gambar 4.5).
Semakin besar R semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung horizontal rencana.
Sebaliknya semakin kecil R" semakin besar D dan semakin tajam lengkung horizontal yang
direncanakan.
Ini berarti :
25
D= x 3600
2 R
1432,39
D=
R
R dalam m
Gambar 4.5. Korelasi antara derajat lengkung (D) dan radius lengkung (R).
V2
R min
127(e maks+ f maks)
Dimana :
R = Jarijari lengkung minimum (m)
Vr = Kecepatan rencana (km/jam)
e = Kemiringan tikungan (%)
f = Koefisien gesekan melintang
Tabel 4.1. memberikan nilai R minimum yang dapat dipergunakan untuk superelevasi
maksimum 87o dan 10%o serta untuk koefisien gesekan melintang maksimum sehubungan
dengan nilai kecepatan rencana yang dipilih. Koefisien gesekan melintang maksimum
diperoleh dari gambar 4.3. Tabel 4.l
besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa kecepatan rencana dengan
mempergunakan Persaoaan (1) dan (2)
V2
e maks+ f maks=
127 Rmin
Pencapaian Superelevasi
1. Super elevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada
bagian lengkung.
( lihat gambar 2.5) diawali dari bentuk normal ( ) sampai awal lengkung
dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran penuh
maksimum yang harus dicapai pada suatu titik tikungan tergantung dari
Yang akan dijelaskan disini hanya dengan 1 cara karena cara ini sering
Jika bagian-bagian lurus dari jalan tersebut diteruskan akan memotong titik yang
diberi nama PH ( Perpotongan Horizontal) sudut yang dibentuk oleh kedua garis
diberi simbol Tc Ketajaman lengkung dinyatakan oleh radius Rc. Jika lengkung yang
dibuat simetris maka garis 0-PH merupakan garis bagi sudut TC-O-CT. Jarak antara
t itik PH dan busur lingkaran dinamakan Ec. Lc adalah panjang busur lingkaran.
1
Tc=Rc tg
2
1
2
1cos
Rc
Ec=
1
Ec=Tctg
4
Lc= Rc , dalam derajat
180
Lc=0 , 01745 Rc , dalam derajat
Lc= Rc , dalamradial
Bina Marga menempatkan Ls' dibagian lurus (kiri TC atau Kanan CT) dan Ls'
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT).
AASHTO menempatkan 2/3 Ls' dibagian lurus (kiri TC atau Kanan CT) dan 1/3 Ls'
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT).
Contoh perhitungan :
Kecepatan rencana: 60 km/jam
e maksimum: 0,10 dan sudut :20o
Lebar jalan 2 x 3,75 m tanpa median
Kemiringan melintang norrnal = 2 %
Direncanakan lengkung berbentuk lingkaran sederhana
dengan R: 716 m.
tabel 4,7 didapat e = 2,9% Ls = 50 m
1
Tc=Rc tg
2
Tc=76 tg 10o
Tc=126, 25 m
1
Ec=Tctg
4
1 o
Ec=Tctg 5
4
Ec=11,05m
Lc=249.884 m
V = 60 km/jam Lc=249,88 m
=20o
e=2,9
R=716 m
Ec=11.05m
Tc=126,25 m
Gambar 4.21 Lengkung lingkaran sederhana untuk = 20 R = 716 m , e maks = 10%
Terlihat potongan melintang di awal lengkung , yaitu titik TC, sudah mempunyai
superelevasi
Garnbar 4.23. Diagram superelevasi berdasarkan Bina Marga untuk contoh lengkung busur
lingkaran sederhana (contoh perhitungan).
B(en+ e)
Landai relatif =
Ls
Spiral Circle Spiral adalah suatu jenis tikungan yang didalamnya terdapat lengkung
peralihan yang berfungsi untuk menghindari terjadinya perubahan alinyemen yang tiba-tiba
dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran
Ls .90
QS=
.R
Qc= 2Qs
Qc
Lc= x 2 Rc>20 m
360
L=Lc+ 2 Ls
Ls 3
k =Ls 2
Rc sinQs
40 Rc
1
Es= ( Rc + p ) Sec Rc
2
1
Ts=( Rc+ p ) tg +k
2
Contoh Perhitungan :
Kecepatan rencana = 60 km/jam. em maksimum : 10% dan sudut = 20 o Lebar
jalan 2 x 3,75 m tanpa median. Kemiringan melintang normal jalan : 2% ' jalan
belok ke kanan direncanakan berbentuk lengkung spiral lingkaran-spiral dengan
Rc = 318 m' untuk metoda Bina Marga (luar kota) dari tabel 4.7 diperoleh e = 0,059
dan Ls = 50 m dari Persamaan 18, diperoleh:
Ls .90 50 .90
QS= = =4,504 o 4
. R . 318
Qc 10,99
Lc= x 2 Rc= 318=60,996 m> 20 m
360 360
L=Lc+ 2 Ls=60,996+100=160,996 m
2
50
p= 318(1cos 4,504 )
6 318
p=0,328 m
3
Ls
k =Ls 2
Rc sinQs
40 Rc
3
50
k =50 2
318 sin 4,504
40 318
k =24,99 m
1
Es= ( Rc + p ) Sec Rc
2
1
Es= (318+ 0,328 ) Sec 10318
2
Es=5,239 m
1
Ts=( Rc+ p ) tg +k
2
Ts=81,12 m
V = 60 km/jam L = 160,996 m
= 20o e = 5,9 %
Qs = 4,504o Ls = 50 m
Rc = 318 m Lc = 60,996 m
Es = 5,239 m p = 0,328 m
Ts = 81,12 m k = 24,99 m
B(en+ e)
Landai relatif =
Ls
1
QS= .
2 Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan
rebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif minimum yang di saryatkan
Jadi dalam hal ini tabel 4.6 s/d table 4.9 hanya dipergunakan untuk rnenentukan
besarnya supererevasi yang dibutuhkan saja.
Panjang lengkung peralihan Ls. yang dipergunakan haruslah yang diperoleh dari
persamaan 18, sehingga bentuk lengkung adalah lengkung spiral dengan sudut
1
QS= .
2
1
QS= =10 o
2
Qs . . Rc 10 . .318
Ls= = =111,0 m
90 90
Ls>ls minimum , tetapi terlalu besar, karena itu dicoba dengan mempergunakan R
1. Ls minimum=m ( en+e ) . B
Ls 2
p= Rc (1cos Qs)
6 Rc
2
55,5
p= 159(1cos 10)
6 159
p=0,82 m
Ls 3
k =Ls Rc sinQs
40 Rc 2
55,53
k =55,5 159 sin 10
40 1592
k =27,72m
1
Ts=( Rc+ p ) tg +k
2
o
Ts=( 159+0,82 ) tg10 + 27,72
Ts=55,90 m
1
Es= ( Rc + p ) Sec Rc
2
V = 60 km/jam L = 111,0 m
= 20o e = 9,1 %
Qs = 10o Ls = 55,50 m
Rc = 159 m Lc = 0 m
Es = 3,29 m p = 0,82 m
Ts = 55,90 m k = 27,72 m
Gambar 35 - Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC
Gambar 34 - Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS
Gambar 36 - Pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SS
Pelebaran Tikungan
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali tak
dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan.
Hal ini disebabkan karena :
1. Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama hanya roda depan, sehingga
lintasan roda belakang agak keluar jalur (Off Tracking).
2. Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper depan dan belakang
kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda
belakang kendaraan.
3. Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya tetap
pada lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepatan yang
tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut diatas maka pada tikungan tajam perlu
perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran-pelebaran ini merupakan faktor dari jari-jari
lengkung, kecepatan kendaraan, jenis, dan ukuran kendaraan rencana yang
dipergunakan sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan yang
dibutuhkan.
Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 2.9 : Pelebaran Perkerasan Pada
Perhitungan Pelebaran Tikungan
Tikungan
Dalam merencanakan suatu jalan, rumus yang umum digunakan adalah sebagai
berikut :
Rc 2
2
64 1,25 64 Rc 2
64 1,25
B = (m)
0,105 .V
Rc
Z = (m)
Bt = n ( B + C ) + z (m)
b = Bt Bn (m)
Keterangan :
b = Pelebaran Tikungan
Rc = R lebar perkerasan + b