LANDASAN TEORI
a) Permukaan jalur harus diusahakan selalu rata, tidak licin dan tidak kasar
serta tahan dalam segala cuaca.
b) Kemiringan jalur untuk memberikan kemungkinan drainase permukaan.
Air yang jatuh diatas permukaan jalan dapat segera dialirkan ke saluran
samping, untuk itu perkerasan dibuat miring ke sebelah luar. Besar
kemiringan umumnya berkisar antara 1.5% - 3% untuk lapis permukaan
yang menggunakan bahan aspal atau beton.
c) Lajur lalu lintas adalah bagian dari jalur lalu lintas yang secara
keseluruhan merupakan bagian dari lebar manfaat yang digunakan untuk
dilewati lalu lintas.
Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa tipe :
1. 1 jalur – 2 lajur – 2 arah (2/2 TB)
2. 1 jalur – 2 lajur – 1 arah (2/1 TB)
3. 2 jalur – 4 lajur – 2 arah (4/2 TB)
4. 2 jalur – n lajur – 2 arah (dimana n = jumlah lajur)
Keterangan : TB = tidak terbagi
B = terbagi
Dalam menentukan jalur lalu lintas, maka perlu juga menentukan lebar
lajur. Lebar lajur merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara
kendaraan yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang
diharapkan. Lebar lajur sangat ditentukan oleh jumlah dan lajur permukaannya
(Tata Cara Perencanaan Antar Kota, 1997). Berikut tabel dari lebar lajur
berdasarkan kelas jalan dan VLHR.
2.4.4 Median
Pada arus lalu lintas yang tinggi seringkali dibutuhkan median guna
memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah. Jadi median adalah jalur yang
terletak ditengah jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing
arah.(Sukirman, 2003)
a) Syarat ekonomis
1) Penarikan trase jalan yang tidak terlalu banyak memotong kontur,
sehingga dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan pekerjaan galian dan
timbunan nantinya.
2) Penyedian material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak terlalu jauh
dari lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.
b) Syarat teknis
Tujuannya adalah untuk mendapatkan jalan yang memberikan rasa
keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan keadaan topografi tersebut, sehingga dapat dicapai perencanaan yang
baik sesuai dengan keadaan daerah setempat.
2.5.2 Bagian Lurus
Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan, ditinjau
dari segi kelelahan pengemudi, maka maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit (sesuai VR). Nilai panjang bagian lurus
maksimum dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut :
Tabel 2.10 Panjang Bagian Lurus Maksimum
1. Jari-Jari Minimum
Agar kendaraan stabil pada saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu
kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi. Pada saat
kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan
antara ban kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan
melintang dengan gaya normal disebut koefisien gesekan melintang.
2. Jenis-Jenis Tikungan
Didalam diketahui suatu perencanaan garis lengkung maka perlunya
hubungan kecepatan rencana dengan kemiringan melintang jalan (superelevasi)
karena garis lengkung yang direncanakan garis dapat mengurangi gaya sentrifugal
secara bertahap-angsur mulai dari nol sampai nol kembali. Bentuk tikungan dalam
perencanaan tersebut adalah :
Dimana:
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 menit
VR = kecepatan rencana (km/jam)
e) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal Ls
…………………………(2.)
Dimana :
Rc = Jari-jari busur lingkaran
C = Perubahan kecepatan, 0.3-1.0 m/dt3 (disarankan 0.4 m/dt3)
f) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
LS = x VR………………………………….......(2.)
Dimana :
VR = Kecepatan Rencana (km/jam)
em = Superelevasi Maksimum
en = Superelevasi Normal
re = Tingkat Perubahan Kemiringan Melintang
2. Kemiringan Melintang
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi
perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut kelandaian
relatif. Pencapaian tikungan dengan full circle untuk dapat menggambarkan
pencapaian kemiringan dari lereng normal ke kemiringan penuh, kita harus hitung
dulu lengkung peralihan fiktif (Ls). Adapun Ls dihitung berdasarkan landai relatif
maksimum, dan Ls 'dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
( )
LS = …………………………………………….(2.)
Dimana :
m = landai relatif (%)
e = superelevasi (m/m‟)
en = kemiringan melintang normal (m/m‟)
B = Lebar jalur (m)
3. Kebebasan Samping
Daerah bebas samping tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan
pandangan pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (kebebasan
samping). Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh M
(m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan
sehingga persyaratan Jh terpenuhi.
4. Berdasarkan jarak pandang henti
M = R (1-cos Ꝋ)……………………………………………(2.)
5. Berdasarkan jarak pandang mendahului
M = R (1-cos Ꝋ) + ½ (S-L) sin Ꝋ…………………………..(2.)
Dimana :
M = Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)
Ꝋ = Setengah sudut pusat sepanjang L (0)
R = Radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
S = Jarak pandangan (m)
L = Panjang tikungan (m)
Jenis tikungan full circle ini merupakan jenis tikungan yang paling ideal
ditinjau dari segi keamanan dan kenyamanan pengendara dan kendaraannya,
namun apabila ditinjau dari penggunaan lahan dan biaya pembangunan yang
relatif terbatas, jenis tikungan ini merupakan pilihan yang sangat mahal.
Untuk tikungan yang jari-jarinya lebih kecil dari angka diatas maka bentuk
tikungan yang dipakai adalah Spiral Circle Spiral. Adapun rumus-rumus yang
digunakan pada tikungan full circle, yaitu :
T = R tan ………………………………………………..(2.)
E = T tan ………………………………………………..(2.)
Lc = ………………………………………………...(2.)
Dimana :
2 s = x 360…………………………………………… (2.)
c = - 2 s………………………………………………..(2.)
( )
Lc = x R…………………………………………..(2.)
Yc = …………………………………………………….(2.)
Xc = Ls - …………………………………………….(2.)
p = Yc – R (1 – cos s)…………………………………...(2.)
k = Xc – R sin s………………………………………...(2.)
Dimana:
c. Tikungan Spiral-Spiral
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang tajam. Adapun rumus-
rumus yang digunakan pada tikungan spiral-spiral, yaitu:
s = ………………………………………………......(2.)
Ls = x 2 x s………………………………………....(2.)
p = p‟ x Ls………………………………………………(2.)
k = k‟ x Ls………………………………………………(2.)
Ltot = 2 x Ls ………………………………………………(2.)
Dimana:
R = Jari-jari
D = Derajat lengkung
V = Kecepatan
B = Lebar jalan
C = Perubahan percepatan
3. Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui kemiringan-
kemiringan jalan pada bagian tertentu, yang berfungsi untuk mempermudah dalam
pekerjaannya atau pelaksanaannya dilapangan.
a. Pencapaian Superelevasi
Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang
normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh (superelevasi)
pada bagian lengkung.
c. Tikungan Spiral-Spiral
d. Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan
tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
e. Panjang kritis dapat ditetapkan dari tabel :
Kelandaian
Kecepatan Pada Awal (%)
Tanjakan (km/jam)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
2.6.2 Lengkung Vertikal
1. Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan :
a. Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian.
b. Menyediakan jarak pandang henti.
2. Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai tabel 2.15 yang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.
A = g1 - g2……………………………………………………...
( )
Jh = T ……………………………………………………
x = ………………………………………………………….
( )
y = ………………………………………………………..
Ev = …………………………………………………………
1) Lengkung Vertikal Cekung
Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada
diatas permukaan jalan.
Keterangan :
Selain itu data penunjang lain yaitu peta topografi, sumbu jalan rencana
diplotkan pada peta dasar (peta topografi atau peta rupa bumi), sehingga
gambaran topografi daerah yang akan dilalui rute jalan dapat dipelajari. Peta ini
juga digunakan untuk memperkirakan luas daerah tangkapan pada sistem sungai
maupun terrain sepanjang trase jalan rencana (Hendarsin, 2000).
2.7 Perencanaan Tebal Perkerasan
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah
dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalulintas. Jenis
konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu perkerasan lentur
(flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement) (Hendarsin, 2000).
Tabel 2.16 Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat
Struktur
R1 R2 R3 R4 R5
Perkerasan
Kelompok
Sumbu
<4.3 <8.6 <25.8 <43 <86
Kendaraan Berat
(Overloaded)
Dowel dan tahu
Ya
beton
Struktur Perkerasan (mm)
Tebal plat beton 265 275 285 295 305
Lapis Pondasi
100
LMC
Lapis Drainase
(dapat mengalir 150
dengan baik)
(Sumber : Manual Perkerasan Jalan, 2017)
b. Pondasi
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
- Bahan berbutir.
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan
beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan
penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar
sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku
tanah ekspansif.
c. Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan
pembebanan tiga titik yang besarnya secara tipikal sekitar 3 - 5 MPa (30 - 50
kg/cm2). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat
seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5 - 5,5
Mpa (50 – 55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik
lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.
2) Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalulintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan dapat
ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return,
kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
e. Bahu Jalan
Bahu terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara bahu
dengan jalur lalulintas akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal
ini dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga meningkatkan kinerja
perkerasan dan mengurangi tebal pelat. Yang dimaksud dengan bahu beton semen
adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalulintas dengan lebar
minimum 1,50 m atau bahu yang menyatu dengan lajur lalulintas selebar 0,60 m
yang juga dapat mencakup saluran dan kerb.
2.7.3 Perencanaan Penulangan
Tujuan utama penulangan untuk :
a. Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan
b. Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih Panjang agar dapat
meningkatkan kenyamanan
c. Mengurangi biaya pemeliharaan
Jumlah tulangan yang diperlukan itu dipengaruhi oleh jarak sambungan
susut, sedangkan dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan
yang cukup untuk mengurangi sambungan susut (Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah, 2003). Jenis perkerasan beton semen terbagi menjadi :
a) Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada
kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak. Bagian-
bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat konsentrasi tegangan
yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola sambungan, maka pelat harus
diberitulangan. Penerapan tulangan umumnya dilaksanakan pada :
1) Pelat dengan bentuk tak lazim (odd- shaped slabs), pelat disebut besar
dari 1,25 atau bila pola sambungan pada pelat tidak benar-benar
berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. Tidak lazim bila
perbadingan antara panjang dengan lebar lebih.
2) Pelat dengan sambungan tidak sejalur (miss matched joints).
3) Pelat berlubang (pitsor structures).
b) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
Luas penampang tulangan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
As = ………………………………………………………(2.)
Dimana :
g = gravitasi (m/detik)
L = jarak antara sambungan tidak diikat atau tepi bebas pelat (m)
( )
Ps = ………………………………………………………….(2.)
Dimana :
n = angka ekivalensi antara baja dan beton (Es/Ec), dapat dilihat pada table 2.23
Tabel 2.23 Hubungan Kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen Baja/Beton
f‟c(kg/cm2) N
175-225 10
235-285 8
290-keatas 6
(Sumber : Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
Lcr = ………………………………………………..(2.)
( )
Dimana :
Lcr = jarak teoritis antara retakan (cm)
P = perbandingan luas tulangan memanjang dengan luas Penampang beton
u = perbandingan keliling terhadap luas tulangan = 4/d
fb = tegangan lekat antara ulangan dengan beton = (1,97√f‟c)/d. (kg/cm2)
εs = koefisien susut beton = (400.10-6)
fct = kuat tarik langsung beton = (0,4–0,5fcf)(kg/cm2)
n = angka ekivalensi antara baja dan beton = (Es/Ec)
Ec = modulus Elastisitas beton = 14850√f‟c(kg/cm2)
Es = modulus Elastisitas baja = 2,1x106(kg/cm2)
2) Penulangan Melintang
Luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan beton
menerus dengan tulangan dihitung menggunakan persamaan rumus 2.52.
Tulangan melintang direkomendasikan sebagai berikut:
a) Diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm.
b) Jarak maksimum tulangan dari sumbu-ke-sumbu 75 cm.
3) Penempatan tulangan
Penulangan melintang pada perkerasan beton semen harus ditempatkan
pada kedalaman lebih besar dari 65 mm dari permukaan untuk tebal pelat ≤ 20cm
dan maksimum sampai sepertiga tebal pelat untuk tebal pelat > 20cm. Tulangan
arah memanjang dipasang diatas tulangan arah melintang.(Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)
2.7.4 Sambungan
1) Perencanaan (Planning): Ini adalah langkah awal dan salah satu fungsi
terpenting dalam manajemen proyek. Pada tahap ini, manajer proyek dan
timnya merencanakan seluruh proyek, termasuk menetapkan tujuan,
mengidentifikasi ruang lingkup, menentukan sumber daya yang
diperlukan, membuat jadwal kerja, dan merencanakan anggaran.
2) Pelaksanaan (Execution): Setelah perencanaan selesai, proyek dimulai
dengan melaksanakan rencana yang telah disusun. Ini melibatkan
pengalokasian sumber daya, perekrutan tim, dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan jadwal.
3) Pengendalian (Monitoring and Controlling): Fungsi ini melibatkan
pemantauan proyek secara berkala untuk memastikan bahwa proyek
berjalan sesuai dengan rencana. Jika ada perubahan atau masalah yang
muncul, manajer proyek harus mengidentifikasinya dan mengambil
tindakan korektif. Pengendalian juga mencakup pengukuran kinerja
proyek dan pelaporan ke- pada pemangku kepentingan.
4) Pengukuran Kinerja (Performance Measurement): Ini melibatkan
pengukuran sejauh mana proyek telah mencapai tujuan yang ditetapkan,
termasuk dalam hal biaya, waktu, dan kualitas. Pengukuran kinerja
membantu dalam menilai apakah proyek berjalan sesuai dengan harapan.
5) Komunikasi (Communication): Manajer proyek bertanggung jawab untuk
menjalankan komunikasi yang efektif antara tim proyek dan pemangku
kepentingan lainnya. Hal ini melibatkan pelaporan status proyek,
pertemuan proyek, dan komunikasi secara umum untuk memastikan
pemahaman yang jelas dan berbagi informasi yang tepat waktu.
6) Penutupan (Closure): Setelah proyek selesai dan tujuan telah tercapai,
proyek harus ditutup secara resmi. Ini melibatkan penyelesaian tugas
terakhir, menutup akun-akun, mengevaluasi pembelajaran dari proyek, dan
merilis sumber daya yang digunakan selama proyek.
7) Manajemen Risiko (Risk Management): Manajemen risiko adalah fungsi
yang berfokus pada identifikasi, evaluasi, dan pengelolaan risiko-risiko
yang dapat mempengaruhi proyek. Ini melibatkan upaya untuk
mengurangi dampak risiko negatif dan memanfaatkan peluang positif.
2.8.1 Daftar Harga Satuan Alat dan Bahan
Daftar satuan bahan dan upah adalah harga yang dikeluarkan oleh Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga tempat proyek berada karena tidak setiap daerah
memiliki standart yang sama. Penggunaan daftar upah ini juga merupakan
pedoman untuk menghitung perancangan anggaran biaya pekerjaan dan upah yang
dipakai kontraktor. Adapun harga satuan dan upah adalah harga yang termasuk
pajak – pajak.
2.8.2 Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Menurut Ashworth (1988) dalam (Febriyanto, 2022), analisis harga satuan
pekerjaan merupakan nilai biaya material dan upah tenaga kerja untuk
menyelesaikan satu satuan pekerjaan tertentu. Harga bahan didapat dipasaran,
dikumpulkan dalam satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan bahan. Upah
tenaga kerja didapat dilokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam satu daftar yang
dinamakan daftar harga satuan upah.
1) Kurva S
Kurva S adalah grafik yang merepresentasikan kumulatif dari keseluruhan
kegiatan proyek. Visualisasi kurva S memberikan informasi mengenai kemajuan
proyek dengana membandingkan antara kurva S rencana dengan realisasi.
Formulasi kurva S adalah penjumlahan persentase kumulatif bobot masing-
masing kegiatan pada suatu periode diantara durasi proyek dan diplotkan terhadap
sumbu vertikal sehingga jika garis-garis tersebut dihubungkan, maka akan
membentuk huruf S (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia, 2022).
2) Barchart
Barchart (bagan balok) diperkenalkan pertama kali oleh Henry L. Gantt
pada tahun 1917 semasa Perang Dunia I. Oleh karena itu, Bar Chart sering disebut
juga dengan nama Gantt Chart sesuai dengan nama penemunya. Sebelum
ditemukannya metode ini, belum ada prosedur yang sistematis dan analitis dalam
aspek perencanaan dan pengendalian proyek. Gantt menciptakan teknik ini untuk
memeriksa perkiraan durasi tugas versus durasi aktual. Sehingga dengan melihat
sekilas, pemimpin proyek dapat melihat kemajuan pelaksanaan proyek (Arianto,
2005).
Dalam Barchart (Bagan Balok), kegiatan digambarkan dengan balok
horizontal. Panjang balok menyatakan lama kegiatan dalam skala waktu yang
dipilih. Bagan balok terdiri atas sumbu y yang menyatakan kegiatan atau paket
kerja dari lingkup proyek dan digambarkan sebagai balok, sedangkan sumbu x
menyatakan satuan waktu dalam hari, minggu, atau bulan sebagai durasinya
(Arianto, 2005). Di sini, waktu mulai dan waktu akhir masing-masing pekerjaan
adalah ujung kiri dan kanan dari balok-balok yang bersangkutan.