Anda di halaman 1dari 28

BAB II

GEOMETRIK JALAN

2.1. Perencanaan Geometrik Jalan Raya

Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana


bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta
bagian- bagiannya disesuaikan dengan kebutuhan serta sifat lalu lintas yang
ada. Dalam perencanaan jalan raya, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan
yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya
(No.038/TBM/1997).

Tujuan dari perencanaan geometrik ini adalah untuk mendapatkan


keseragaman dalam merencanakan geometrik jalan antar kota, guna
menghasilkan geometrik jalan yang memberikan kelancaran, keamanan,
dan kenyamanan bagi pemakai jalan.

2.2. Klasifikasi dan Lalu Lintas Jalan Raya


2.2.1 Umum

Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam klasifikasi


menurut fungsinya, dimana peraturan ini mencakup tiga golongan
penting, yaitu jalan utama, jalan sekunder, dan jalan penghubung.

a. Jalan Utama
Jalan raya yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota yang
penting atau antara pusat-pusat produksi dan pusat-pusat eksport.
Jalan- jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapat
melayani lalu lintas yang cepat dan berat.

b. Jalan Sekunder
Jalan raya yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara kota-
kota penting dan kota-kota penting dan kota-kota kecil, serta melayani
daerah- daerah di sekitarnya.

c. Jalan Penghubung
Jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang juga dipakai sebagai jalan
penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau yang
berlainan.

Dalam hubungannya dengan perencanaan geometriknya, ketika

4
golongan jalan tersebut dibagi dalam kelas – kelas yang penetapannya
sangat ditentukan oleh perkiraan besarnya lalu lintas yang diharapkan
akan ada pada jalan tersebut.

2.2.2. Lalu lintas


Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran
kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan,
dan kendaraan yang tak bermotor.

Dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap


jenis kendaraan tersebut keseluruhan arus lalu lintas, diperhitungkan
dengan membandingkannya terhadap pengaruh dari suatu mobil
penumpang. Pengaruh mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebagai
satuan dan disebut “Satuan Mobil Penumpang” atau disingkat “SMP”.

Untuk menilai setiap kendaraan kedalam satuan mobil penumpang


(smp), bagi jalan – jalan di daerah datar digunakan koefisien dibawah ini :

Datar/
No. Jenis Kendaraan Pegunungan
Perbukitan

1. Sedan, Jeep, Station Wagon. 1,0 1,0

2. Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil. 1,2 - 2,4 1,9 - 3,5


3. Bus dan Truck Besar 1,2 - 5,0 2,2 - 6,0

2.2.3. Klasifikasi jalan raya


A. Klasifikasi menurut fungsi jalan
1) Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.

2) Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi.

3) Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.

5
B. Klasifikasi menurut kelas jalan

1) Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan


untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu
terberat (MST) dalam satuan ton.

2) Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya


dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Muatan Sumbu
Fungsi Kelas Terberat
MST (ton)
I >10
Arteri
II 10
III A 8

III A
Kolektor 8
III B

(Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya 1997)


C. Klasifikasi menurut medan jalan

1) Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar


kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.

2) Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometric


dapat dilihat dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Klasifikasi Menurut Medan Jalan
No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 – 25
3 Pegunungan G > 25

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya, 1997)


3) Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana
trase jalan dengan mengabaikan perubahan – perubahan pada bagian
kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
D. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan

Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP.


No.26/1985 adalah jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan
Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.

6
1) Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota
provinsi dan jalan strategis nasional serta jalan tol.

2) Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam system jaringan jalan


primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dan ibu kota
kabupaten.

3) Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan


primer yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota
kecamatan serta jalan umum dalam jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten.

4) Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan sekunder


yang fungsinya menghubungkan pusat pelayanan kota, pusat
pelayanan dengan persil serta antar pemukiman dalam kota.
5) Jalan desa adalah jalan umum yang berfungsi menghubungkan
wilayah pemukiman dalam desa.

6) Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan
sendiri.

2.3. Kriteria Perencanaan


2.3.1 Kendaraan Rencana
Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Untuk
perencanaan, setiap kelompok diwakili oleh satu ukuran standar. Dan
ukuran standar kendaraan rencana untuk masing-masing kelompok
adalah ukuran terbesar yang mewakili kelompoknya.

Berdasarkan dari bentuk, ukuran, dan daya dari kendaraan –


kendaraan yang mempergunakan jalan kendaraan – kendaraan tersebut
dikelompokkan menjadi dalam 3 kategori :
1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus
besar 2 as;
3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

Tabel 2.3. Dimensi Kendaraan Rencana

7
Dimensi Kendaraan
Kategori Tonjolan Radius Putar Radius
(cm)
Radius Tonjolan
Putar Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum (cm)

Kendaraan 130 210 580 90 150 420 730 780


Kecil
Kendaraan
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Sedang
Kendaraan
410 260 2100 120 90 290 1400 1370
Besar
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Dimensi dasar untuk masing – masing kategori Kendaraan Rencana
ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Gambar 2.1. s.d. Gambar 2.3.
menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.

Gambar 2.1. Dimensi Kendaraan Kecil


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Gambar 2.2. Dimensi Kendaraan Sedang


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

8
Gambar 2.3. Dimensi Kendaraan Besar
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Gambar 2.4 sampai dengan 2.6 menunjukkan radius putar dengan
batas maksimal dan minimum jarak putar dari berbagai sudut untuk setiap
ukuran kendaraan.

9
Gambar 2.4. Jari-jari Manuver Kendaraan Kecil
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

10
Gambar 2.5. Jari-jari Manuver Kendaraan Sedang
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

11
Gambar 2.6. Jari-jari Manuver Kendaraan Besar
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

12
2.3.2 Kecepatan rencana
Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan – kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam
kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh
samping jalan yang tidak berarti. Untuk kondisi medan yang sulit,
kecepatan rencana suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat
bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. Kecepatan rencana
untuk masing – masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2.4.

Tabel 2.4.
Kecepatan Rencana (VR) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Kelas Jalan
Fungsi Jalan Kecepatan Rencana (VR) Km/jam
Datar Bukit Gunung
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

2.3.3 Satuan mobil penumpang (SMP)


Satuan mobil penumpang adalah angka satuan kendaraan dalam hal
kapasitas jalan, dimana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat
dilihat dalam Tabel 2.5. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.036/TBM/1997.

Tabel 2.5. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)


Datar/
No. Jenis Kendaraan Pegunungan
Perbukitan

1. Sedan, Jeep, Station Wagon. 1,0 1,0

2. Pick-Up, Bus Kecil, Truck 1,2-2,4 1,9-3,5


3. Kecil. Bus dan Truck Besar 1,2-5,0 2,2-6,0

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

2.3.4 Volume lalu lintas


Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan
volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan
dalam SMP/hari. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume

13
lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam
SMP/jam, dihitung dengan rumus :
VJR = VLRH x ……...……………………………………………. (2.1)

2.3.5 Jarak pandang


Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang
pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi
melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat
melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman.
Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak
Pandang Mendahului (Jd).
a. Jarak pandang henti (Jh)
Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh
setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman
begitu melihat adanya halangan didepan. Setiap titik di sepanjang
jalan harus memenuhi ketentuan jarak pandang henti. Jarak pandang
henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan
jalan.
Jarak pandang henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:

1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan


sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia
harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan

2) Jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk


menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai
kendaraan berhenti.

Jarak pandang henti dalam satuan meter, dapat dihitung dengan


rumus :

Jh = Jht + Jhr ............................................................................... (2.2)

Jh = ....................................................................... (2.3)

dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan
0,35 – 0,55

14
persamaan 2.3 dapat disederhanakan menjadi :

JBhB = 0,694 VBRB + 0,004 …………………………… (2.4)

Tabel 2.6 berisi J h minimum yang dihitung berdasarkan persamaan


(2.3) dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel 2.6. Jarak Pandang Henti (Jh) minimum.


Vr (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh Minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
b. Jarak Pandang Mendahului

Jarak pandang mendahului adalah jarak yang memungkinkan suatu


kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman
sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat Gambar
2.7).

Jarak pandang diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata


pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Gambar 2.7 Proses Gerakan Mendahului


(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Rumus yang digunakan:
Jd= dl+d2+d3+ d4 ..................................................................(2.5)
dimana :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke lajur semula (m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan

15
yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului
selesai (m),
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 213 d2 (m).

Syarat – syarat untuk menentukan jarak pandang mendahului


minimum dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Jarak Pandang Mendahului (Jd)

Vr (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jd Minimum (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)


Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah
panjang minimum 30% dari panjang total ruas jalan tersebut.

2.3.6 Alinyemen horizontal


A. Umum
Alinemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian
lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian
lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya entrifugal yang
diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR. Untuk
keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping
jalan harus diperhitungkan.

B. Panjang Bagian Lurus


Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan,
ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum
bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5
menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel
2.8.

Tabel 2.8. Panjang Bagian Lurus Maksimum.

Panjang Bagian Lurus Maximum


Fungsi
Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500


(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

16
C. Tikungan
a) Bentuk bagian lengkung
Desain alinyemen horizontal sangat dipengaruhi oleh kecepatan
rencana yang ditentukan berdasarkan tipe dan kelas jalan.
Umumnya tikungan terdiri dari tiga jenis tikungan, yaitu :

1. Spiral-Circle-Spiral (SCS);
2. Full Circle (fC); dan
3. Spiral-Spiral (SS).

b) Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pads kecepatan
VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.

c) Jari – Jari Tikungan


Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut :

Rmin = ............................................................. (2.6)

dimana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f = 0,14 - 0,24
Tabel 2.9. dapat dipakai untuk menetapkan Rmin

Tabel 2.9. Panjang Jari – jari Minimum (dibulatkan).


VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jari jari Minimum,
600 370 210 110 80 50 30 15
Rmin (m)
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

d) Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara
bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R;
berfungsi mengantisipasi perubahan alinyemen jalan dari bentuk
lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari
tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan

17
saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur – angsur,
baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan
tikungan. Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau
spiral (clothoid). Dalam tata cara ini digunakan bentuk spiral.

Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan bahwa :

1) Lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk


menghindarkan kesan perubahan alinyemen yang mendadak,
ditetapkan 3 detik (pada kecepatan VR).
2) Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi
berangsur – angsur pada lengkung peralihan dengan aman; dan
3) Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk
kelandaian normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh
melampaui re-max yang ditetapkan sebagai berikut :
untuk VRd 70 km/jam, re-max = 0.035 m/m/detik.
untuk VR t 80 km/jam, re-max = 0.025 m/m/detik.

Ls ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang


terbesar :

1) Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,

Ls = T ....................................................................... (2.7)

2) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal,

Ls = 0.022 - 2,727 ............................................. (2.8)

3) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,

Ls = ............................................................ (2.9)

dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
em = superelevasi maximum
en = superelevasi normal
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan
(m/m/detik).
Selain menggunakan rumus – rumus (2.7) s.d. (2.9), untuk tujuan
praktis Ls dapat ditetapkan dengan menggunakan Tabel 2.10.

18
Tabel 2.10.
Panjang Lengkung Peralihan (L,) dan panjang pencapaian superelevasi (Le) untuk
jalan 1lajur-2lajur-2arah

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)


Lengkung dengan R lebih besar atau sama dengan yang
ditunjukkan pada Tabel 2.11, tidak memerlukan lengkung
peralihan.

Tabel 2.11.
Jari – jari tikungan yang tidak memerlukan lengkungan peralihan
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jari jari Minimum,
25000 1500 900 500 350 250 130 60
Rmin (m)
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan
bergeser dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar
p. Nilai p (m) dihitung berdasarkan rumus berikut :

p= ................................................................................. (2.10)

dimana :
Ls = panjang lengkung peralihan (m)
R = jari – jari lengkung (m)

19
Apabila nilai p kurang dari 0,25 meter, maka lengkung peralihan
tidak diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi fC. Superelevasi
tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan yang
ditunjukkan dalam Tabel 2.12
Tabel 2.12. Jari – jari yang diizinkan tanpa lengkung peralihan
Kecepatan Rencana
R (m)
(km/jam)
700
60
1.250
80
2.000
100
5.000
120
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997)
e. Superelevasi

Superelevasi adalah kemiringan melintang permukaan pada


lengkung horizontal. Superelevasi bertujuan untuk memperoleh
komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal.

Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang


normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh
(superelevasi) pada bagian lengkung.

Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara


linear (lihar Gambar 2.8.), diawali dari bentuk normal sampai awal
lengkung peralihan (TS) yang membentuk pada bagian lurus jalan,
lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian
lengkung peralihan (SC).

Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear


(lihat Gambar 2.9.), diawali bagian lurus sepanjang 213 LS sampai
dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS.

Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan


pada bagian spiral.

20
Gambar 2.8. Diagram Superelevasi Spiral – Circle – Spiral

Gambar 2.9. Diagram Superelevasi Full Circle

Gambar 2.10 Diagram Superelevasi Spiral – Spiral


f. Pelebaran perkerasan jalan pada tikungan
Pelebaran pada tikungan dilakukan untuk mempertahankan
konsistensi geometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di
tikungan sama dengan di bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan
mempertimbangkan:

1) Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap


pada lajurnya.
2) Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan

21
melakukan gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran
ditikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan
rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada
lajurnya.

3) Pelebaran ditikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan


rencana, dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel 2.11.
4) Pelebaran yang lebih dari 0,6 meter dapat diabaikan.
5) Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai – nilai dalam Tabel 2.11. harus
dikalikan 1,5.
6) Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai – nilai dalam Tabel 2.11. harus
dikalikan 2.

Tabel 2.13.
Pelebaran diTikungan Lebar jalur 20.50m, 2 arah atau 1 arah.
Kecepatan Rencana, Vd (km/jam)
R
(m) 50 60 70 80 90 100 110 120

1500 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1


1000 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2
750 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.3 0.3
500 0.2 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5
400 0.3 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5
300 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5
250 0.4 0.5 0.5 0.6
200 0.6 0.7 0.8
150 0.7 0.8
140 0.7 0.8
130 0.7 0.8
120 0.7 0.8
110 0.7
100 0.8
90 0.8
80 1.0
70 1.0

22
Tabel 2.14. (Lanjutan) Pelebaran diTikungan perLajur (m)
Lebar jalur 2x3.00m, 2 arah atau 1 arah.
R Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam)
(m) 50 60 70 80 90 100 110
1500 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.6
1000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5 0.6
750 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8
500 0.8 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 0.1
400 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 1.1
300 0.9 1.0 1.0 1.1
250 1.0 1.1 1.1 1.2
200 1.2 1.3 1.3 1.4
150 1.3 1.4
140 1.3 1.4
130 1.3 1.4
120 1.3 1.4
110 1.3
100 1.4
90 1.4
80 1.6
70 1.7

Adapun rumus – rumus yang berlaku untuk menghitung pelebaran


pada tikungan :

Rc = R – ¼ Bn + ½ b’ ......................................................... (2.10)

B = .... (2.11)

Z = .................................................................. (2.12)

Bt = n (B + c) + Z ................................................................ (2.13)
dimana :
B = Lebar perkerasan pada tikungan (m).
Bn = Lebar total perkerasan pada bagian lurus (m).
b = Lebar kendaraan rencana (m).
Rc = Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan (m).
Z = Lebar tambahan akibat kesukaran dalam mengemudi(m).
R = Radius lengkung (m).
n = Jumlah lajur.
C = Kebebasan samping (0,8 m)

23
g. Kebebasan samping pada tikungan

Daerah bebas samping ditikungan adalah ruang untuk menjamin


kebebasan pandangan pengemudi dari halangan benda – benda
diisi jalan (daerah bebas samping). Daerah bebas samping
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan
ditikungan dengan membebaskan obyek – obyek penghalang
sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek
penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi. Pada
tikungan ini tidak selalu harus dilengkapi dengan kebebasan
samping (jarak pembebasan).
Hal ini tergantung :
a) Jari-jari tikungan (R).

b) Kecepatan rencana (Vr) yang langsung berhubungan dengan


jarak pandang (S).
c) Keadaan medan lapangan.

Seandainya pada perhitungan diperlukan adanya kebebasan


samping akan tetapi keadaan memungkinkan, maka diatasi
dengan memberikan atau memasang rambu peringatan
sehubungan dengan kecepatan yang di izinkan. Daerah bebas
samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

1. Berdasarkan jarak pandang henti

 = ............................................................ (2.14)

E = R (1 – cos ) ....................................................... (2.15)

2. Berdasarkan jarak pandang menyiap

 = .............................................................. (2.16)

E = R (1 – cos ) + ½(Jd-L) sin  ............................ (2.17)

dimana:
E = Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam m).
R = Radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
Jh = Jarak pandanng henti (m).
Jd = Jarak pandang menyiap (m).
L = Panjang tikungan (m).

24
KARAKTERISTIK JALAN

1. Penampang Melitang Jalan


Tampang melintang jalan adalah : potongan suatu jalan tegak lurus pada
sumbu jalan yang menunjukan bentuk serta susunan bagian –bagian jalan yang
bersangkutan dalam arah melintang.
a. Gambar Penampang melintang jalan tanpa Median
b. Gambar Penampang melintang jalan dengan Median
2. Bagian – bagian dari penampang melintang jalan
Lebar perkerasan : Pada umumnya lebar perkerasandi tentukan berdasarkan
lalu lintas normal sebesar : 3,50 m
Jalan Penghubung dan II c sebesar : 3,00 m
Jalan Utama /jalan Tol sebesar : 3,75 m
Untuk jalan satu lajur ( jalan penghubung ) lebar perkerasan dttentukan oleh
bahan lebar jalan.
Bahu Jalan adalah daerah yang disediakan ditepi luar jalan antara perkerasan
dan kemiringan badan jalan ( talud ), disamping untuk aliran drainase juga
bisa memperkokoh Kunstruksi perkerasan jalan.
Kemiringan bshu Jalan :

Jenis Tanpa Kerb ( % ) Dengan Kerb ( % )


Perkerasan
Aspal 3-4 2
Krikil 4-6 2-4
Rumput 8 3-4

Fungsi Bahu Jalan


- Menempatkan rambu – rambu lalu lintas
- Tempat parkir sementara saat darurat
- Tempat menempetkan material
- untuk kenyamanan dan Kebebasan samping
- Memperkuat kunstruksi perkerasan dari geser samping
Macam Bahu Jalan

25
-Bahu jalan lunak ( soft shoulder ) dimana permukaan bahu jalan tidak di
Perkeras
-Bahu jalan diperkeras ( hard struktural ) dimana permukaan bahu jalan
diperkeras
Lebar bahu jalan minimum dalam hal ini disesuaikan dengan DMJ/RMJ al:
Jalan kelas I :3m
Jalan kelas II :1m
Jalan penghubung : 1 m

Drainase Jalan
Drainase jalan merupakan perlengkapan yang sangat penting baik saluran
melintang/ memanjang berdasarkan klasifikasi jalan dan data hidrologi
Kebebasan Samping
Kebebasan dari suatu pandangan pengemudi perlu diperhatikan baik belok
kiri/ kanan
Median
Median adalah suatu garis putih yang membagi jalan / marka diantara lajur –
lajur di jalan untuk memisahkan arus lalu lintas yang melewatinya.

Fungsi Median
-menyediakan daerah netral
-menyediakan ruang putar kendaraan
-menyediakan ruang untuk kanalisasi kendaraan
-menyediakan ruang untuk pejalan kaki
-mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan
Lebar Minimum Median ( m ) tergantung dari pada klasifikadi jalan
Kelas Perencanaan Kelas Perencanaan Lebar Standart Lebar minimum/
lajur ( m ) khusus ( m )
Type I Kelas I 2,50 2,50
Kelas II 2,00 2,00
Type II Kelas I 2,00 1,00
Kelas II 2,00 1,00
Kelas III 1,50 1,00

26
Trotoar
Trotoar adalah lajur yang terletak berdampingan jalur lalu lintas yang khusus
dipergunakan untuk pejalan kaki, secara pisik dipisahkan dengan Kerb, lebar
trotoar 1,50 m – 2,0 m

Kerb
Kerb adalah penonjolan atau peninggian pada tepi perkerasan/ bahu jalan yang
berguna untuk drainase dan mempunyai tinggi kurang lebih 20 – 30 cm
Pengamanan tepi badan jalan
Untuk membatasibatas badan jalan dan menahan tumbukan dari kendaraan
(impact) sedangkan kunstruksi yang digunakan tergantung dari kecepatan
kendaraan ( Km/jam)
Untuk kunstruksi beton kendaraan berkecpatan (V) 80 – 100 km/jam
Untuk kunstruksi tanah timbun kendaraan berkecepatan ( V ) < 80km/jam
Untuk kunstruksi Batu kali kendaraan berkecepatan ( V ) < 60 km/jam
Untuk kunstruksi kayu kendaraan berkecepatan ( V ) , 40 km/jam

27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai