PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari perencanaan geometrik ini adalah :
1. Mengetahui tata cara perencanaan geometrik jalan.
2. Mengetahui hasil perhitungan perencanaan geometrik jalan.
1.2.2 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari perencanaan geometrik ini adalah :
1. Dapat menambah ilmu pengetahuan dalam merencanakan suatu
geometrik.
2. Sebagai salah satu bahan bacaan dalam merencanakan geometrik jalan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan route dari
suatu ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang
dirancang berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapatkan dari hasil survey
lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acaun persyaratan perencanaan
geometrik yang berlaku. Acuan perencanaan yang dimaksud adalah sesuai dengan
standar perencanaan tersebut, dibuat oleh Direktorat Jendral Bina Marga.
(Hamirhan Saodang, 2010: 20)
2.1.2 Data lalu lintas
Data lalu lintas adalah data utama yang diperlukan untuk perencanaan
teknik jalan, karena kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari
komposisi lalu lintas yang akan menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang
ditinjau.
Besarnya volume atau arus lalu lintas diperlukan untuk menentukan
jumlah dan lebar lajur pada suatu jalur jalan dalam penentuan karakteristik
geometrik, sedangkan jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST
(Muatan Sumbu Terberat) yang berpengaruh langsung pada perencanaan
konstruksi perkerasan.
Analisis data lalu lintas pada intinya dilakukan untuk menentukan
kapasitas jalan, akan tetapi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan
geometrik dan lainnya karena saling berkaitan satu sama lain. (Shirley L.
Hendarsin, 2000: 64)
2.1.3 Survei topografi
Maksud survey topografi dalam perencanaan teknik jalan raya yaitu
pengukuran route yang dilakukan dengan tujuan memindahkan kondisi permukaan
bumi dari lokasi yang diukur pada kertas yang berupa peta planimetri. Peta ini
akan digunakan sebagai peta dasar untuk plotting perencanaan geometrik jalan
raya, dalam hal ini perencanaan alinyemen horizontal.
Kegiatan pengukuran untuk rencana teknik jalan raya ini sama dengan
pengukuran untuk rencana bangunan teknik sipil lainnya yang intinya adalah
melakukan pengukuran sudut dan jarak (horizontal) serta pengukuran beda tinggi
(vertikal). Akan tetapi pengukuran untuk rencana teknik jalan raya ini
mempertimbangkan pula jarak yang panjang, sehingga pengaruh bentuk lengkung
permukaan bumi juga diperhitungkan.
Sebaiknya pengukuran detail ini dilakukan sekitar 100 m - 200 m
dibelakang regu survey pemiliha route, agar dapat memberikan masukan (koreksi)
kepada regu pendahuluan mengenai route yang dipilih. (Shirley L. Hendarsin,
2000: 30)
2 / 2 TB
Saluran
Samping
Lebar bahu Lebar jalur lalu lintas Median Lebar jalur lalu lintas Lebar bahu
4/2B
< 3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0
3.000 – 10.000 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.001 – 25.000 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 MENGACU PADA
TIDAK
2nx3, PERSYARATAN
> 25.000 2nx3,5 2,0 2x7,0 2,0 2,0 DITENTUKAN
5 IDEAL
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997)
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi (min 5 meter) dan kedalaman tertentu (min 1,5 meter dari
permukaan jalan) yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan yang terdiri
atas badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengaman. (Peraturan
Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan).
2) Ruang Milik Jalan (Rumija)
Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tertentu di
luar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang
manfaat jalan , pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa
yang akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
(Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan).
3) Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)
Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tertentu di
luar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang
manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa
yang akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
(Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan).
RUMIJA
Batas Ketinggian Rumaja
RUMAJA
ambang
saluran
bahu
Jalur Lalu Lintas
Patok
batas
RUMIJA
BATAS KEDALAMAN RUMAJA
RUWASJA
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Keterangan :
VR = Kecepetan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
G = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det
Fp = Koefisien gesek memanjang antara badan kendaraan
dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,28 – 0,45
(menurut AASHTO), fp akan semakin kecil jika
kecepatan (VR) semakin tinggi dan sebaliknya (menurut
Bina Marga, fp = 0,35 - 0,55).
L = Landai jalan dalam (%) dibagi 100
TAHAP PERTAMA
A A C C
A B
d1 1/3 d2
2/3 d2
TAHAP KEDUA
C C A
A B B
d1 d2 d3 d4
b. Bagian Tikungan
Bagian tikungan terdiri dari :
1) Jari-jari Minimum
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan
menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil.
Untuk mengimbangi gaya setrifugal tersebut, perlu dibuat suatu
kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi.
(Shirley L.Hendarsin, 2000: 93)
Jari – jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut :
𝑉²
Rmin = .............................................. (2.5)
127 . (𝑒 𝑚𝑎𝑘𝑠+𝑓 𝑚𝑎𝑘𝑠)
Keterangan :
Rmin = jari-jari tikungan minimum (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
Emaks = superelevasai maksimum (%)
Fmaks = koefisien gesek (%)
Panjang Jari-jari tingkungan minimum (Rmin) dapat juga ditetapkan
dengan menggunakan tabel dibawah ini:
Tabel 2.13 Panjang Jari-Jari Minimum (Dibulatkan)
S
VR, 120 100 90 80 60 50 40 30 20
S (km/jam)
S Rmin (m) 600 370 280 210 115 80 50 30 15
S
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
2) Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R = tak
terhingga R = Rc), jadi lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian
lingkaran (circle), yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk
busur lingkaran. Lengkung peralihan dengan bentuk spiral (clotoid)
banyak digunakan juga oleh Bina Marga. Dengan adanya lengkung
peralihan, maka tikungan menggunakan jenis SCS. (Shirley
L.Hendarsin, 2000: 93)
Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Raya Antar Kota (TPGJAK) 1997, diambil nilai yang
terbesar dari tiga persamaan di bawah ini :
a) Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik) di lengkung
peralihan
𝑉𝑅
𝐿𝑠 = . 𝑇 ................................................................................ (2.6)
3,6
b) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
𝑉𝑅³ 𝑉𝑅 . 𝑒
𝐿𝑠 = 0,022 . − 2,727 ........................................... (2.7)
𝑅. 𝐶 𝐶
Keterangan:
T = waktu tempuh (3 detik)
R = jari-jari busur lingkaran
C = perubahan percepatan, 0,3 - 1,0 disarankan 0,4 m/det²
VR = kecepatan rencana (km/jam)
e = superelevasi
em = superelevasi maksimum
re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan,
sebagai berikut :
untuk VR ≤ 70 km/jam re maks = 0,035 m/m/det
untuk VR ≥ 80 km/jam re maks = 0,025 m/m/det
Berdasarkan gambar trase jalan rencana yang telah dibuat, setelah itu dapat
menentukan posisi titik koordinat. Posisi koordinat titik dari jalan diperoleh
dengan menggunakan program Google earth dan AutoCAD.
2.5.2 Menghitung panjang garis tangen
𝑉2
Rmin = ...................................................................
127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝐹𝑚)
181913,53(emaks+fmaks)
Dmax = ....................................................
V2
1432,4
D = ...................................................................................
R
𝑒𝑚𝑎𝑥 2 .𝑒𝑚𝑎𝑥
e =− 𝐷2 + 𝐷 ..............................................
𝐷2 𝑚𝑎𝑥 𝐷𝑚𝑎𝑥
∆
𝜃𝑠 = ...........................................................................................
2
Tc =R . tan ½
𝝅
Lc = . ∆ . R ............................................................................... (2.24)
180
∆/2 ∆/2
𝑉2
Rmin = ...................................................................
127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝐹𝑚)
181913,53 (emaks+fmaks)
Dmax = ...................................................
V2
1432,4
D = ...................................................................................
R
𝑒𝑚𝑎𝑥 2 . 𝑒𝑚𝑎𝑥
e =– 𝐷2 + 𝐷 ..................................................
𝐷2 𝑚𝑎𝑥 𝐷𝑚𝑎𝑥
90 . 𝐿𝑠
Θs = ................................................................................... (2.35)
Π. R
∆c = ∆ – 2 . 𝜃𝑠 .............................................................................. (2.36)
𝐿𝑠 2
P = – R (1 – Cos 𝜃𝑠) ............................................................ (2.37)
6. 𝑅
𝐿𝑠 3
k = Ls – – R . sin 𝜃𝑠 ........................................................ (2.38)
40 . 𝑅 2
∆
Ts = (R+P) tan 2 + k ..................................................................... (2.39)
( 𝑅+𝑃 )
Es = 1 – R ............................................................................. (2.40)
cos ∆
2
∆ − 2 . 𝜃𝑠
Lc = 𝜋 . 𝑅 ........................................................................ (2.41)
180
Ltotal = Lc + 2 . Ls ............................................................................ (2.42)
𝐿𝑠2
Xs = Ls (1 − ) ...................................................................... (2.43)
40 𝑅 2
𝐿𝑠 2
Ys = ....................................................................................... (2.44)
6. 𝑅
Kontrol = Ltotal < 2 . Ts ....................................................................... (2.45)
Keterangan :
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS-SC
(jarak lurus lengkung peralihan), (m)
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, (m)
Ls = panjang lengkung peralihan (jarak TS-SC atau CS-ST),
(m)
Lc = panjang busur lingkaran (jarak SC-CS), (m)
Ts = jarak tangen dari PI ke TS atau ST, (m)
Es = jarak dari PI ke puncak busur lingkaran, (m)
∆ = sudut tikungan, (⁰)
∆c = sudut lengkung circle (⁰)
θs = sudut lengkung spiral, (⁰)
R = jari-jari tikungan, (m)
p = pergeseran tangen terhadap spiral, (m)
k = absis p pada garis tangen spiral, (m)
Ltotal = panjang tikungan SCS, (m)
PI
Ts Xs
Es
Ys k
SC
CS
TS ST
s
s
R p
R
c
O
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
𝑉2
Rmin = ..................................................................
127(𝑒𝑚𝑎𝑥+𝐹𝑚)
181913,53(emaks+fmaks)
Dmax = ..................................................
V2
1432,4
D = ...................................................................................
R
𝑒𝑚𝑎𝑥 2 .𝑒𝑚𝑎𝑥
e =– 2 𝐷2 + 𝐷𝑚𝑎𝑥
𝐷 ...................................................
𝐷 𝑚𝑎𝑥
∆
𝜃𝑠 = ............................................................................................. (2.51)
2
Interpolasi :
0,0495022 − 0,0486115
p* = 0,0486115 + x (31,33° - 31°)
31,5−31
= 0,0491993
0,4947620−0,4945798
k* = 0,4947620 + x (31,33° - 31°)
31,5−31
= 0,4948822
P = p* x Ls .................................................................................. (2.57)
K = k* x Ls .................................................................................. (2.58)
∆
Ts = (R + P) tan 2+ K ................................................................... (2.59)
(𝑅+𝑃)
Es = 1 − 𝑅 ........................................................................... (2.60)
cos . 𝛥
2
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997)
Gambar 2.14 Pencapaian Superleveasi Tikungan Full Circle
b) Tikungan Spiral-Circle-Spiral (SCS)
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997)
Gambar 2.15 Pencapaian Superleveasi Tikungan Spiral Circle Spiral
c) Tikungan Spiral- Spiral (SS)
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/BM/1997)
Gambar 2.16 Pencapaian Superleveasi Tikungan Spiral Spiral
Keterangan :
E = jarak bebas samping (m)
R = jari-jari tikungan (m)
Jh = jarak pandang henti (m)
Lt = panjang tikungan (m)
Keterangan :
p = jarak antar gandar = 6,5 meter
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
Keterangan :
B = Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan
ditikungan pada lajur sebelah dalam (m)
Rc = Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan.
Untuk lintasan luar roda depan (Rc) dapat dicari dengan menggunakan
rumus dibawah ini :
1 1
Rc = R - Bn + b ............................................................................ (2.66)
4 2
Keterangan :
R = Jari-jari busur lingkaran pada tikungan (m)
Bn = Lebar total perkerasan pada bagian lurus (m)
b = Lebar Kendaraan Rencana (m)
Bt = n ( B + C ) + Z ............................................................................. (2.67)
Keterangan :
n = Jumlah jalur lalu lintas
B = Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan
ditikungan pada lajur sebelah dalam (m)
C = Lebar kebebasan samping kiri dan kanan kendaraan1,0 m
Z = Lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi ditikungan
Dimana nilai lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi ditikungan (Z)
dapat dicari dengan menggunakan rumus dibawah ini :
𝑉
Z = 0,015 ........................................................................................ (2.68)
√𝑅
Keterangan :
V = Kecepatan Rencana (km / jam)
R = Jari-jari tikungan
∆b = Bt – Bn ........................................................................................ (2.69)
Keterangan :
∆b = Tambahan lebar perkerasan ditikungan (m)
Pelebaran perkerasan pada tikungan ini dimaksudkan untuk mengurangi
kemungkinan kendaraan akan keluar dari jalurnya karena dipicu dengan kecepatan
yang terlalu tinggi. Pelebaran ini dilakukan sepanjang pencapaian superelevasi.
4) Lajur Pendakian
Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu lintas yang tinggi, maka
kendaraaan berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan di
bawah kecepatan rencana (VR), sedangkan kendaraan lainnya masih dapat
bergerak dengan kecepatan rencana. Dalam hal ini sebaiknya dipertimbang
kan untuk membuat lajur tambahan di sebelah kiri lajur jalan. (Hamirhan
Saodang, 2010: 111)
Tabel 2.21 Lajur Pendakian Pada Kelandaian Khusus Jalan Luar Kota (2/2 TB)
Ambang arus lalulintas (kend/jam) tahun 1,
Jam puncak
Panjang
Kelandaian
3% 5% 7%
0,5 km 500 400 300
> 1 km 325 300 300
(Sumber : Konstruksi jalan raya, 2010)
2.6.2 Lengkung vertikal
Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian berikutnya, dilakukan
dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal direncanakan
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainase.
(Hamirhan Saodang, 2010: 113)
Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua bagian yang
lurus (tangen). Lengkung vertikal terbagi menjadi dua antara lain :
1) Lengkung vertikal cembung, adalah suatu lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada diatas permuakaan jalan.
PPV
Ev
y
+g1% -g2%
PLV PTV
x
Lv/2
Lv
(Sumber: Konstruksi jalan raya, 2010)
Gambar 2.20 Lengkung Vertikal Cembung
Keterangan :
G1 dan G2 = Besarnya kelandaian (%)
Tanda (+) = Pendakian
Tanda (-) = Penurunan
Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
PPV = Titik perpotongan vertikal
Keterangan :
G1 dan G2 = Besarnya kelandaian (%)
Tanda (+) = Pendakian
Tanda (-) = Penurunan
Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
PPV = Titik perpotongan vertikal
Didalam perencanaan jalan antar kota diusahakan agar volume galian sama
dengan volume timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen horizontal dan
alinyemen vertikal memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume
galian dan timbunan.
Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan :
a. Penentuan stasioning sehingga diperoleh panjang horizontal jalan dari
alinyemen horizontal (trase).
b. Gambarkan profil memanjang (alinyemen vertikal) untuk memperlihatkan
perbedaan tinggi muka tanah asli dengan tinggi muka perkerasan yang
akan direncanakan.
c. Gambarkan profil melintang pada tiap titik stasioning sehingga dapat luas
penampang galian dan timbunan.
d. Hitung volume galian dan timbunan dengan mengkalikan luas penampang
rata-rata dari galian atau timbunan dengan jarak antar patok.
3.1 Pehitungan Alinyemen Horizontal
Pada perhitungan alinyemen horizontal, diawali dengan penentuan trase jalan, adapun
gambar trase jalan rencana dapat dilihat pada gambar 3.1 sebagai berikut:
A 133.0139 3787.9579
P1 1172.514 4507.7578
P2 3169.3385 4139.4819
P3 4340.7489 3230.6036
P4 6039.8006 2602.887
P5 7612.4362 4291.1998
Koordinat
P6 9375.1307 4849.3838
B 9777\.1267 6115.7413
A – P1 1264,39
P1 – P2 2030,50
P2 – P3 1482,65
P3 – P4 1811,30
P4 – P5 2307,29
P5 – P6 1848,96
P6 – B 1328,63
3.3.3 Perhitungan sudut azimuth dan sudut antara dua tangen (Δ)
Berikut ini merupakan perhitungan sudut azimuth dan sudut antara dua tangen sebagai
berikut :
1) Sudut azimuth
𝑥𝑃1 − 𝑥𝐴
αA = arc tg ( )
𝑦𝑃1 − 𝑦𝐴
1172,514 − 133,0139
= arc tg ( )
4507,7578 − 3787,9579
+ 1039,5001
= arc tg ( )
+ 719,7999
= 55,29°
Sudut Azimuth (Kuadran I)
Azimuth A = α
= 55,29°
𝑥𝑃3 − 𝑥𝑃2
αP2 = arc tg ( )
𝑦𝑃3 − 𝑦𝑃2
= arc tg 4340,7489 − 3169,3385
( )
3230,6036 − 4139,4819
+ 1171,4104
= arc tg ( )
− 908,8783
= - 52,19°
Sudut Azimuth (Kuadran II)
Azimuth P2 = 180° – 52,19°
= 127,81°
𝑥𝑃4 – 𝑥𝑃3
αP3 = arc tg ( )
𝑦𝑃4 – 𝑦𝑃3
6039,8006 − 4340,7489
= arc tg ( )
2602,887 − 3230,6036
+ 1699,057
= arc tg( )
− 627,7166
= - 69,72°
Sudut Azimut (Kuadran II)
Azimuth P3 = 180° – 69,72°
= 110,28°
Gambar 3.6 Sudut Azimuth P3
𝑥𝑃5 – 𝑥𝑃4
αP4 = arc tg ( )
𝑦𝑃5 – 𝑦𝑃4
7612,4362 − 6039,8006
= arc tg ( )
4291,1998 − 2602,887
= arc tg + 1572,6356
( )
+ 1688,3128
= 42,96°
Sudut Azimuth (Kuadran I)
Azimuth P4 = α
= 42,96°
𝑥𝐵 – 𝑥𝑃6
αP6 = arc tg ( )
𝑦𝐵 – 𝑦𝑃6
9777,1267 − 9375,1307
= arc tg ( )
6115,7413 − 4849,3838
+ 401,996
= arc tg( )
+ 1266,3575
= 17,61°
Sudut Azimuth (Kuadran I)
Azimuth P6 = α
= 17,61°
Gambar 3.9 Sudut Azimuth P6
Δ2 = Azimuth P2 – Azimuth P1
= 127,81° – 100,45°
= 27,36°
Gambar 3.11 Sudut Bearing (Δ2)
Δ3 = Azimuth P2 – Azimuth P3
= 127,81° – 110,28°
= 17,53°
Gambar 3.12 Sudut Bearing (Δ3)
Δ4 = Azimuth P4 – Azimuth P3
= 110,28° – 42,96°
= 67,32°
Gambar 3.13 Sudut Bearing (Δ4)
Δ5 = Azimuth P4 – Azimuth P5
= 72,42° – 42,96°
= 29,46°
Gambar 3.14 Sudut Bearing (Δ5)
Δ6 = Azimuth P6 – Azimuth P5
= 72,42° – 17,61°
= 54,81°
Gambar 3.15 Sudut Bearing (Δ6)
1. A 55,29°
Δ1 45,16° SS
2. P1 100,45°
Δ2 27,36° SCS
3. P2 127,81°
Δ3 17,53° FC
4. P3 110,28°
Δ4 67,32° SS
5. P4 42,96°
Δ5 29,46° SCS
6. P5 72,42°
Δ6 54,81° SS
7. P6 17,61°
1432,4 1432,4
D = = = 9,55°
R 150
emax 2 .emax
e =– D2 + D
D2max Dmax
10% 2 . 10%
= –( . 9,55²) + ( . 9,55)
12,782 12,784
= 0,093 = 9,3 %
∆
𝜃𝑠 = = 45,16° = 22,58°
2 2
= 40,91 m
3. Berdasarkan tingkat pencapaian kelandaian
(𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 )
𝐿𝑠 = .V
3,6 . 𝑟𝑒
(0,10 − 0,02)
= . 60
3,6 .0,035
= 38,10 m
𝐿𝑠yang digunakan adalah sebagai berikut :
𝜃𝑠 . 𝜋 . 𝑅
𝐿𝑠 =
90
22,58° . 𝜋 . 150
=
90
= 118,23 m
𝐿𝑠 > 𝐿𝑠min, maka 𝐿𝑠 yang digunakan 118,23 m
P = p* . Ls
= 0,0491993 . 118,23 m
= 4,03 m
K = k* . Ls
= 0,4948822 . 118,23 m
= 58,79 m
∆
𝑇𝑠 = (R + P) tan + k
2
45,16°
= (150 + 4,03) tan ( ) + 58,79
2
= 122,85 m
( 𝑅+𝑃 )
𝐸𝑠 = 1 –R
cos2 . ∆
( 150 + 4,03 )
= 1 – 150
cos 2 . 45,16°
= 16,82 m
Ltotal = 2 . Ls
= 2 . 118,23 m
= 236,45 m
Kontrol = 2 . 𝐿𝑠 < 2 . 𝑇𝑠
= 2 . 118,23 m < 2 . 122,85 m
= 236,45 m < 245,69 m (OK )
2) Tikungan 2
Jenis Tikungan Spira – Circle - Spiral (SCS)
Dengan :
Kecepatan rencana (V) = 60 km/jam
Miring tikungan normal (en) =2%
Miring tikungan maksimum (emax) = 10 %
R = 200 m
Δ (Bearing) = 27,36°
Koefisien gesek
fm = 0,192 - 0,000652. V (kecepatan < 80 Km/jam)
fm = 0,192 – 0,000652 . 60 km/jam = 0,153
Penyelesaian :
V2 602
Rmin = = = 112,041 m < 200 m ok
127 (emax+fm) 127 (0,10+0,153)
1432,4 1432,4
Dmax = = = 12,78°
Rmin 112,04
1432,4 1432,4
D = = = 7,162°
𝑅 200
emax 2 .emax
e =− D2 + D
D2max Dmax
10% 2 . 10%
= −( 2
. 7,1622) + ( . 7,162)
12,78 12,78
= 0,081 = 8,1 %
= 26,41 m
3. Berdasarkan tingkat pencapaian kelandaian
(𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 )
𝐿𝑠 = .V
3,6 . 𝑟𝑒
(0,10 − 0,02)
= . 60
3,6 . 0,035
= 38,10 m
4. Berdasarkan table Bina Marga Ls di dapat = 50 m
Berdasarkan dari Ls 1, 2, 3, dan 4 diambil nilai yang terbesar = 50 m
90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = .
𝜋 𝑅
90 50
= .
𝜋 200
= 7,165°
∆c = ∆ – 2 . 𝜃𝑠
= 27,360 – 2 . 7,1650
0
= 13,02
𝐿𝑠2
P = – R (1 – cos 𝜃𝑠)
6𝑅
502 – 200 (1 –
= cos 7,165)
6 .200
= 0,52 m
𝐿𝑠3
k = Ls – – R . sin 𝜃𝑠
40 . 𝑅 2
503
= 50 – – 200 .
sin 7,165
40 . 2002
= 24,97 m
𝛥
Ts = (R + P) tan + k
2
27,36
= (200 + 0,52) tan + 24,97
2
= 73,78 m
( ∆ − 2 . 𝜃𝑠)
Lc = . 𝜋 .𝑅
180
( 27,36 − 2 . 7,165)
= . 𝜋 . 200
180
= 45,46 m
( 𝑅+𝑃 )
Es = 1 –R
cos2 ∆
( 200+0,52 )
= – 200
cos1 . 27,36
2
= 6,38 m
Ltotal = Lc + 2 . Ls
= 45,46 + 2 . 50
= 145,46 m
𝐿𝑠2 𝐿𝑠2
x = Ls (1– 40 . 𝑅2) y =
6. 𝑅
502 502
= 50 (1– ) =
40 . 2002 6 . 200
= 49,92 m = 2,08 m
Kontrol
Ltotal < 2 . Ts
145,46 m < 2 . 73,78 m
145,46 m < 147,56 m (OK)
3) Tikungan 3
Jenis Tikungan Full Circle (FC)
Dengan :
Kecepatan rencana (V) = 60 km/jam
Miring tikungan normal (en) =2%
Miring tikungan maksimum (emax) = 10 %
R = 500 m
Δ (Bearing) = 17,53°
Koefisien gesek
fm = 0,192 - 0,000652. V (kecepatan < 80 Km/jam)
fm = 0,192 – 0,000652 . 60 km/jam = 0,153
Penyelesaian :
Berdasarkan tabel 2.15, untuk tipe lengkung Full Circle dengan kecepatan rencana (V) =
60 km/jam dan jari-jari (R) = 1100 m maka didapat ep = 2 % dan Ls = 50 m
𝑒𝑝+𝑒𝑛 𝑥+𝑒𝑛
=
𝐿𝑠 3
. 𝐿𝑠
4
3
(𝑒𝑝+𝑒𝑛) . 𝐿𝑠
X = 4 – 𝑒𝑛
𝐿𝑠
3
(2 % + 2 %) . 50
X = 4 – 2%
50
X = 1%
3
Ls 1 Ls
4 4 ep = 2%
X=1%
Sumbu Jalan
en = 2%
Gambar 3.1 Perhitungan Nilai X Sada Superelevasi
𝑉2 602
Rmin = = = 112,041 m < 500 m ok
127 (𝑒𝑚𝑎𝑥+𝐹𝑚) 127 (0,10+0,153)
1432,4 1432,4
Dmax = = = 12,78°
Rmin 112,04
1432,4 1432,4
D = = = 2,86°
𝑅 500
𝑒𝑚𝑎𝑥 2 .𝑒𝑚𝑎𝑥
e =− 𝐷2 + 𝐷
𝐷2𝑚𝑎𝑥 𝐷𝑚𝑎𝑥
10% 2 .10%
= −( 2
. 2,862) + ( . 2,862)
12,78 12,78
= 0,039 = 3,9 %
∆
𝜃𝑠 = = 17,53° = 8,77°
2 2
1
𝑇𝒄 = R . tan ∆
2
1
= 500 . tan . 17,53°
2
= 77,09 m
1
𝐸𝒄 = 𝑇𝒄 . tan . ∆
4
1
= 77,09 . tan . 17,53°
4
= 5,90 m
𝝅
𝐿𝒄 = . ∆ .R
180
𝝅
= . 17,53 . 500
180
= 152,90 m
Kontrol = 2 . 𝑇𝒄 > 𝐿𝒄
= 2 . 77,09 m > 152,90 m
= 154,18 m > 152,90 m (OK)
4) Tikungan 4
Jenis Tikungan Spiral – Spiral (SS)
Dengan :
Kecepatan rencana (V) = 60 km/jam
Miring tikungan normal (en) =2%
Miring tikungan maksimum (emaks) = 10 %
R = 150 m
Δ (Bearing) = 67,32°
Koefisien gesek (fm)
fm = 0,192 - 0,00065 . V (kecepatan < 80 Km/jam)
fm = 0,192 - 0,00065 . 60 km/jam = 0.153
Ls’ (Lengkung Peralihan fiktif) = 50 m(Tabel Metoda Bina Marga)
Penyelesaian :
V2 602
Rmin = = = 112,041 m < 150 m ok
127 (emax+Fm) 127 (0,10+0,153)
1432,4 1432,4
Dmax = = = 12,78°
Rmin 112,04
1432,4 1432,4
D = = = 9,55°
R 150
emax 2 .emax
e =– D2 + D
D2max Dmax
10% 2 . 10%
= –( . 9,55²) + ( . 9,55)
12,782 12,784
= 0,093 = 9,3 %
∆
𝜃𝑠 = = 67,32° = 33,66°
2 2
Untuk menentukan nilai 𝐿𝑠 dapat digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Berdasarkan waktu tempuh maks 3 detik
𝑉𝑅
𝐿𝑠 = .T
3,6
60
= .3
3,6
= 50 m
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
𝑉3 𝑉. 𝑒
𝐿𝑠 = 0,022 – 2,727
𝑅. 𝐶 𝐶
603 60 . 0,093
= (0,022 ) – (2,727 )
150 .0,4 0,4
= 40,91 m
3. Berdasarkan tingkat pencapaian kelandaian
(𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 )
𝐿𝑠 = .V
3,6 . 𝑟𝑒
(0,10 − 0,02)
= . 60
3,6 .0,035
= 38,10 m
4. 𝐿𝑠yang digunakan adalah sebagai berikut :
𝜃𝑠 . 𝜋 . 𝑅
𝐿𝑠 =
90
33,66° . 𝜋 . 150
=
90
= 176,24 m
𝐿𝑠 > 𝐿𝑠min, maka 𝐿𝑠 yang digunakan 176,24 m
P = p* . Ls
= 0,0491993 . 176,24 m
= 9,36 m
K = k* . Ls
= 0,4948822 . 176,24 m
= 87,02 m
∆
𝑇𝑠 = (R + P) tan + k
2
67,32°
= (150 + 9,36) tan ( ) + 87,02
2
= 193,14 m
( 𝑅+𝑃 )
𝐸𝑠 = 1 –R
cos2 . ∆
( 150 + 9,36 )
= 1 – 150
cos 2 . 67,32°
= 41,46 m
Ltotal = 2 . Ls
= 2 . 176,24 m
= 352,48 m
Kontrol = 2 . 𝐿𝑠 < 2 . 𝑇𝑠
= 2 . 176,24 m < 2 . 193,14 m
= 352,48 m < 386,27 m (OK)
5) Tikungan 5
Jenis Tikungan Spira – Circle - Spiral (SCS)
Dengan :
Kecepatan rencana (V) = 60 km/jam
Miring tikungan normal (en) =2%
Miring tikungan maksimum (emax) = 10 %
R = 200 m
Δ (Bearing) = 29,46°
Koefisien gesek
fm = 0,192 - 0,000652. V (kecepatan < 80 Km/jam)
fm = 0,192 – 0,000652 . 60 km/jam = 0,153
Penyelesaian :
V2 602
Rmin = = = 112,041 m < 200 m ok
127 (emax+fm) 127 (0,10+0,153)
1432,4 1432,4
Dmax = = = 12,78°
Rmin 112,04
1432,4 1432,4
D = = = 7,162°
𝑅 200
emax 2 .emax
e =− D2 + D
D2max Dmax
10% 2 . 10%
= −( . 7,1622) + ( . 7,162)
12,782 12,78
= 0,081 = 8,1 %
Untuk menentukan Ls dapat digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut :
1. Berdasarkan waktu tempuh maks 3 detik
𝑉𝑅
𝐿𝑠 = .T
3,6
60
= .3
3,6
= 50 m
= 26,41 m
3. Berdasarkan tingkat pencapaian kelandaian
(𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 )
𝐿𝑠 = .V
3,6 . 𝑟𝑒
(0,10 − 0,02)
= . 60
3,6 . 0,035
= 38,10 m
4. Berdasarkan table Bina Marga Ls di dapat = 50 m
Berdasarkan dari Ls 1, 2, 3, dan 4 diambil nilai yang terbesar = 50 m
90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = .
𝜋 𝑅
90 50
= .
𝜋 200
= 7,165°
∆c = ∆ – 2 . 𝜃𝑠
= 29,460 – 2 . 7,1650
0
= 15,13
𝐿𝑠2
P = – R (1 – cos 𝜃𝑠)
6𝑅
502
– 200 (1 –
= cos 7,165)
6 .200
= 0,52 m
𝐿𝑠3
k = Ls – – R . sin 𝜃𝑠
40 . 𝑅 2
503
= 50 – – 200 .
sin 7,165
40 . 2002
= 24,97 m
𝛥
Ts = (R + P) tan + k
2
29,46
= (200 + 0,52) tan + 24,97
2
= 77,69 m
( ∆ − 2 . 𝜃𝑠)
Lc = . 𝜋 .𝑅
180
( 29,46 − 2 . 7,165)
= . 𝜋 . 200
180
= 52,78 m
( 𝑅+𝑃 )
Es = 1 –R
cos2 ∆
( 200+0,52 )
= – 200
cos1 . 29,46
2
= 7,34 m
Ltotal = Lc + 2 . Ls
= 52,78 + 2 . 50
= 152,78 m
𝐿𝑠2 𝐿𝑠2
x = Ls (1– 40 . 𝑅2) y =
6. 𝑅
502 502
= 50 (1– ) =
40 . 2002 6 . 200
= 49,92 m = 2,08 m
Kontrol
Ltotal < 2 . Ts
152,78 m < 2 . 77,69 m
152,78 m < 155,38 m (OK)
6) Tikungan 6
Jenis Tikungan Spiral – Spiral (SS)
Dengan :
Kecepatan rencana (V) = 60 km/jam
Miring tikungan normal (en) =2%
Miring tikungan maksimum (emaks) = 10 %
R = 150 m
Δ (Bearing) = 54,81°
Koefisien gesek (fm)
fm = 0,192 - 0,00065 . V (kecepatan < 80 Km/jam)
fm = 0,192 - 0,00065 . 60 km/jam = 0.153
Ls’ (Lengkung Peralihan fiktif) = 50 m(Tabel Metoda Bina Marga)
Penyelesaian :
V2 602
Rmin = = = 112,041 m < 150 m ok
127 (emax+Fm) 127 (0,10+0,153)
1432,4 1432,4
Dmax = = = 12,78°
Rmin 112,04
1432,4 1432,4
D = = = 9,55°
R 150
emax 2 .emax
e =– D2 + D
D2max Dmax
10% 2 . 10%
= –( . 9,55²) + ( . 9,55)
12,782 12,784
= 0,093 = 9,3 %
∆
𝜃𝑠 = = 54,81° = 27,41°
2 2
= 40,91 m
3. Berdasarkan tingkat pencapaian kelandaian
(𝑒𝑚 − 𝑒𝑛 )
𝐿𝑠 = .V
3,6 . 𝑟𝑒
(0,10 − 0,02)
= . 60
3,6 .0,035
= 38,10 m
4. 𝐿𝑠yang digunakan adalah sebagai berikut :
𝜃𝑠 . 𝜋 . 𝑅
𝐿𝑠 =
90
27,41° . 𝜋 . 150
=
90
= 143,49 m
𝐿𝑠 > 𝐿𝑠min, maka 𝐿𝑠 yang digunakan 143,49 m
P = p* . Ls
= 0,0491993 . 143,49 m
= 6,04 m
K = k* . Ls
= 0,4948822 . 143,49 m
= 71,16 m
∆
𝑇𝑠 = (R + P) tan + k
2
54,81°
= (150 + 6,04) tan ( ) + 71,16
2
= 152,07 m
( 𝑅+𝑃 )
𝐸𝑠 = 1 –R
cos2 . ∆
( 150 + 6,04 )
= 1 – 150
cos 2 . 54,81°
= 25,77 m
Ltotal = 2 . Ls
= 2 . 143,49 m
= 286,98 m
Kontrol = 2 . 𝐿𝑠 < 2 . 𝑇𝑠
= 2 . 143,49 m < 2 . 152,07 m
= 286,98 m < 304,13 m (OK )
3.3. 5 Perhitungan Kontrol Overlapping
Untuk mengetahui apakah hasil perencanaan geometrik alinyemen horizontal tidak terjadi
overlapping, maka diperlukan perhitungan kontrol overlapping antara lengkung horizontal yang
satu dengan yang lain.
a. Titik awal proyek (A) dengan Tikungan 1 (S-S)
TS1 + 30m <d1
122,85 + 30 m < 1264,39 m
152,85 m < 1264,39 m → OK
218,37 m <1482,65 m → OK
337,73 m <1811,30 m → OK
338,33 m <1326,388 m → OK
152,07 + 30 m <1328,63 m
182,07 m <1328,63 m → OK
3.3.6 Penentuan Stasioning
Awal proyek STA A = 10+000
a. Tikungan 1 ( Spiral –Spiral )
dA – PI.1 = 1264,39 m
STA TS1 = STA titik A + ((dA – PI.1) –TS1)
= (0 + 000) + (1264,39– 122,85)
= 0 + (000 + 1141,54)
= 1+ 141,54m
= 1 +141,54 m
STA ST1 = STA TS1 + Ltotal
= 1141,54 + 236,45
= 1377,99m
= 1 + 377,99
Vr = 60 km/jam
R = 150 m
Jh = 75 m (dari Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Tabel II.10)
Perhitungan :
90x Jh
θ =( )
xR
90x 75
θ =( )
x 150
= 14,324
E = R {1 – cos θ }
= 4,66 m
b. Tikungan 2 (Spiral-Circle-Spiral)
Vr = 60 km/jam
R = 250 m
Jh = 75 m (dari Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Tabel II.10)
Perhitungan :
90x Jh
θ =( )
xR
90x 75
θ =( )
x 250
= 8,594
E = R {1 – cos θ }
Vr = 60 km/jam
R = 750 m
Jh = 75 m (dari Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Tabel II.10)
Perhitungan :
90x Jh
θ =( )
xR
90x 75
θ =( )
x 750
= 2,86
E = R {1 – cos θ }
Perhitungan :
1 1
Rc = R – Bn + b
4 2
1 1
= 150 – (7) + ( 2,5)
4 2
= 149,5 m
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
2
= √(√Rc 2 − 64 + 1,25) + 64 − √Rc 2 − 64 +1,25
2
= √(√149,5 2 − 64 + 1,25) + 64 − √149,5 2 − 64 +1,25
= 2,712 m
0,105 × V 0,105 × 60
Z = = = 0,514 m
√R √150
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,712 + 1,0) + 0,514
= 7,938 m
Δb = Bt – Bn
= 7,938 m – 7 m
= 0,938 m > 0,6 ( perlu pelebaran)
Perhitungan :
1 1
Rc = R – Bn + b
4 2
1 1
= 250 – (7) + ( 2,5) = 149,5 m
4 2
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
2
= √(√Rc 2 − 64 + 1,25) + 64 − √Rc 2 − 64 +1,25
2
= √(√249,5 2 − 64 + 1,25) + 64 − √249,5 2 − 64 +1,25
= 2,67 m
0,105 × V 0,105 × 60
Z = = = 0,398 m
√R √250
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,67 + 1,0) + 0,398
= 7,738 m
Δb = Bt – Bn
= 7, 738 m – 7 m
= 0,73 m > 0,6 ( perlu pelebaran)
Perhitungan :
7 1
Rc = R – Bn + b
4 2
1 1
= 750 – (7) + ( 2,5)
4 2
= 749,5 m
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
2
= √(√Rc 2 − 64 + 1,25) + 64 − √Rc 2 − 64 +1,25
2
= √(√749,5 2 − 64 + 1,25) + 64 − √749,5 2 − 64 +1,25
= 2,54 m
0,105 × V 0,105 × 60
Z = = = 0,23 m
√R √750
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,54 + 1,0) + 0,23
= 7,31 m
Δb = Bt – Bn
= 7, 31 m – 7 m
= 0,31 m < 0,6 ( Tidak perlu pelebaran)
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
2
= √(√Rc 2 − 64 + 1,25) + 64 − √Rc 2 − 64 +1,25
2
= √(√149,5 2 − 64 + 1,25) + 64 − √149,5 2 − 64 +1,25
= 2,712 m
0,105 × V 0,105 × 60
Z = = = 0,514 m
√R √150
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,712 + 1,0) + 0,514
= 7,938 m
Δb = Bt – Bn
= 7,938 m – 7 m
= 0,938 m > 0,6 ( perlu pelebaran)
Perhitungan :
1 1
Rc = R – Bn + b
4 2
1 1
= 250 – (7) + ( 2,5) = 149,5 m
4 2
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
2
= √(√Rc 2 − 64 + 1,25) + 64 − √Rc 2 − 64 +1,25
2
= √(√249,5 2 − 64 + 1,25) + 64 − √249,5 2 − 64 +1,25
= 2,67 m
0,105 × V 0,105 × 60
Z = = = 0,398 m
√R √250
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,67 + 1,0) + 0,398
= 7,738 m
Δb = Bt – Bn
= 7, 738 m – 7 m
= 0,73 m > 0,6 ( perlu pelebaran)
Perhitungan :
1 1
Rc = R – Bn + b
4 2
1 1
= 150 – (7) + ( 2,5)
4 2
= 149,5 m
1 2 1
B = √(√Rc 2 − (p + A)2 + 2 b) + (p + A)2 − √Rc 2 − (p + A)2 + 2 𝑏
2
= √(√Rc 2 − 64 + 1,25) + 64 − √Rc 2 − 64 +1,25
2
= √(√149,5 2 − 64 + 1,25) + 64 − √149,5 2 − 64 +1,25
= 2,712 m
0,105 × V 0,105 × 60
Z = = = 0,514 m
√R √150
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,712 + 1,0) + 0,514
= 7,938 m
Δb = Bt – Bn
= 7,938 m – 7 m
= 0,938 m > 0,6 ( perlu pelebaran)
Hasil perhitungan pelebaran perkerasan pada tikungan-tikungan selanjutnya dapat dilihat pada
tabel 3.9 Sebagai berikut :
V R Rc C B Z Bt ∆b
No Keterangan
(km/jam) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
1 60 150 149,5 1 2,71 0,51 7,93 0,93 Perlu pelebaran
2 60 250 149,5 1 2,67 0,398 7,738 0,73 Perlu pelebaran
3 60 750 749,5 1 2,54 0,23 7,31 0,31 perlu pelebaran
4 60 150 749,5 1 2,54 0,23 7,31 0,31 Tidak Perlu pelebaran
5 60 250 149,5 1 2,67 0,398 7,738 0,73 perlu pelebaran
6 60 150 149,5 1 2,71 0,51 7,93 0,93 perlu pelebaran
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam pembuatan Tugas Besar ini ada beberapa kesimpulan yang dapat
penulis sampaikan antara lain :
1. Pada perencanaan geometrik ini terdapat 6 buah tikungan yang terdiri dari 1
buah jenis tikungan Full-Circle (FC), 2 buah jenis tikungan
Spiral-Circle-Spiral (SCS), dan 3 buah jenis tikungan Spiral-Spiral (SS).
4.2 Saran
Dalam pembuatan Tugas Besar ini ada beberapa saran yang dapat penulis
sampaikan antara lain :
1. Dalam perencanaan jalan harus diperhatikan aspek geometrik sehingga jalan
dapat digunakan dengan aman dan nyaman oleh pengguna jalan.
2. Pada perencanaan trase jalan sebaiknya dalam mendesain tikungannya
jangan terlalu terlalu pendek, karena selain jarak pandangnya akan semakin
pendek, maka akan membuat pengguna jalan merasa tidak nyaman dalam
berkendara dan akan menibulkan potensi kecelakaan.