Anda di halaman 1dari 36

1

ANALISA KERUSAKAN JALAN DENGAN METODE PCI DAN


ALTERNATIF PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS RUAS JALAN
PANGGOI DAN RUAS JALAN LHOKSEUMAWE)

Disusun oleh:

MUHAMMAD ARIS SYAHPUTRA


200110285

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS


MALIKUSSALEH 2022 - 2023
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Transportasi merupakan urat nadi perekonomian. Dengan adanya
transportasi yang baik merupakan suatu faktor pendukung utama untuk
menentukan majunya pertumbuhan perekonomian suatu daerah atau negara.
Tersedianya jalan raya yang baik akan memberikan pelayanan
terhadapkendaraan yang mengangkut barang-barang kebutuhan dan dapat lewat
dengan cepat, aman dan nyaman sampai ke tujuan. Disamping pembangunan
jalan baru, pengawasan dan pemeliharaan terhadap jalan-jalan yang sudah ada
harus tetap dilaksanakan terus menerus agar jangan mengalami kerusakan
sebelum umur rencana yang diperhitungkan tercapai. Ruas kota Lhokseumawe
dan Panggoi merupakan jalan Arteri dengan kelas jalan IA yang terletak pada
Kota Lhokseumawe, jalan ini juga salah satu alternatif yang digunakan oleh
masyarakat sebagai sarana pergerakan lalu lintas untuk melakukan aktifitas atau
perpindahandari suatu daerah ke daerah lain. Pada umumnya ruas jalan kota
Lhokseumawe dan Panggoi sudah hampir mencapai kondisi baik, akan tetapi
pada segmen tertentu masih terdapat kondisi jalan yang mengalami kerusakan-
kerusakan yang dapat menggangu aktifitas pengguna jalan sehingga dapat
mempengaruhi waktu tempuh kendaraan menjadi lebih pelan. Jalan merupakan
prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam memperlancar kegiatan
hubungan perekonomian, baik antara satu kota dengan kota lainnya, antara kota
dengan desa, antara satu desa dengan desa lainnya. Kondisi jalan yang baik akan
memudahkan mobilitas penduduk dalam mengadakan hubungan perekonomian
dan kegiatan sosial lainnya. Sedangkan jika terjadi kerusakan jalan akan
berakibat bukan hanya terhalangnya kegiatan ekonomi dan sosial namun dapat
terjadi kecelakaan. Kerusakan - kerusakan jalan sering terjadi di Kota
Lhokseumawe khususnya pada ruas Jalan kota Lhokseumawe dan Panggoi
yang merupakan ruas jalan dengan volume lalu lintas yang padat, selain itu juga
3

terdapat sekolah, pusat perbelanjaan, serta kantor-kantor pemerintahan.


Kerusakan-kerusakan yang terjadi tentu akan berpengaruh pada keamanan dan
kenyamanan pemakai jalan. Oleh sebab itu penanganan konstruksi perkerasan
baik yang bersifat pemeliharaan, peningkatan atau rehabilitasi akan dapat
dilakukan secara optimal apabila faktor-faktor penyebab kerusakan pada kedua
ruas jalan tersebut telah diketahui.
1.2. Rumusan Masalah
Dari hasil penlitian ini dapat menjelaskan bahwa rumusan masalah yang di
dapat adalah :
1. Seberapa besar kerusakan jalan dan cara penanganan dan cara
penanganannya.
2. Seberapa besa r nominal nilai kondisi perkerasan atau tingkat
kerusakan yangterjadi pada ruas jalan kota Lhokseumawe dan Panggoi
1.3. Tujuan Penelitian
Dari hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa tujuan melakukan
penelitian ini terdapat 2 macam` :
1. Untuk mengetahui besarnya jenis-jenis kerusakan jalan dan cara
penanganannya yang terjadi pada ruas jalan ruas Jalan kota
Lhokseumawe dan Panggoi dengan menggunakan metode PCI.
2. Untuk mengetahui besarnya nilai kondisi perkerasan atau tingkat
kerusakan yang terjadi pada permukaan perkerasan di ruas jalan kota
Lhokseumawe dan Panggoi.
1.4. Manfaat Penelitian.
Dari hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa hasil penelitian ini
terdapat 2 macam :
1. Dengan mengetahui jenis-jenis kerusakan jalan dan penanganannya
pada ruas jalan ruas Jalan kota Lhokseumawe dan Panggoi sebagai
bahanpertimbangan bagi pemerintah daerah dalam penangani
kerusakan jalan.
2, Dengan mengetahui nilai kondisi perkerasan atau tingkat kerusakan
yang terjadi pada permukaan perkerasan di ruas jalan kota
4

Lhokseumawe dan Panggoi dapat mengetahui umur jalan dan


kondisi jalan.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Ruang Lingkup dan batasan penelitian antara lain:

1. Penelitian dilakukan pada ruas jalan kota Lhokseumawe dan Panggoi


seluas 500m meter
2. Analisa tingkat kerusakan dilakukan dengan metode PCI .
3. Data primer berupa hasil pengamatan secara visual serta hasil
pengukuran yang terdiri dari panjang, lebar, luasan dan kedalaman dari
tiap jenis kerusakan.
4. Jenis kerusakan yang dikaji hanya pada lapisan permukaan
(surfacecourse).
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang memegang
peranan penting dalam sektor perhubungan terutama untuk distribusi barang dan
jasa. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan
perkembangan sumber daya umat manusia. Peranan jalan sangat penting dalam
memfasilitasi besar kebutuhan pergerakan yang terjadi. Oleh karena ituagar jalan
dapat tetap mengakomodasi kebutuhan pergerakan dengan tingkat layanan
tertentu perlu dilakukan suatu usaha untuk menjaga kualitas lapis layanan jalan,
dan salah satu usaha tersebut adalah melakukan analisa pada kerusakan dan
melakukan kegiatan pemeliharan. Kinerja perkerasan merupakan kondisi
perkerasan yang dapatmemberikan pelayanan kepada pemakai jalan selama
kurun waktu perencanaan tertentu (Sukirman : 1999). Kinerja pelaksanaan
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu diantaranya sebagai berikut ini.
a. Keamanan yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya
kontak antara ban dan permukaan jalan.
b. Struktur pelayanan, yang berhubungan dengan kondisi fisik dari
jalan yang dipengaruhui oleh beban lalu lintas dan lingkungan.
c. Fungsi pelayanan, yang berhubungan dengan bagaimana perkerasan
tersebut memberikan pelayanan kepada pengguna jalan.

2.2 Klasifikasi Jalan


Klasifikasi jalan dikelompokkan menjadi beberapa hal diantaranya sebagai
berikut ini. Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas 3jenis seperti berikut ini.
a) Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara efisien
b) Jalan kolektor Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
6

dengan ciri- ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang


dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c) Jalan Lokal, Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri


perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.

2.3 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


a) Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu
terberat (MST) dalam satuan ton.
b) Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya
dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan

Fungsi Kelas Muatan Sumbu TerberatMST


(Ton)
>10
III 10
Arteri IIIA 8
IIIA
Kolektor IIIB 8
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (DirjenBina
Marga:1997)

2.4 Klasifikasi Menurut Medan Jalan


Klasifikasi menurut medan jalan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut ini.
a) Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian
besarkemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
b) Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik
dapat dilihat dalam Tabel 2.2 dibawah ini.
7

Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan


No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 – 25
3 pegunungan G >25
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
(DirjenBinaMarga:1997)

c) Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus dengan


mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.

2.5 Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP.
No.26/1985 adalah Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kota madya,
Jalan Desa, dan Jalan Khusus.

2.6 Pemeliharaan Jalan


Menurut Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 1985 Tentang jalan,
Pemeliharaan jalan ialah usaha penanganan jalan yang meliputi perawatan,
rehabilitasi, penunjang, dan peningkatan. Adapun pemeliharaan jalan
dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala
dan peningkatan.Untuk data–data yang mempengaruhi untuk menentukan
pemeliharaan diantaranya sebagai berikut ini.
a. Survai Pendahuluan yaitu survai awal guna mendapatkan informasi
yang diperlukan untukmenentukan langkah selanjutnya yaitu survai
kondisi jalan.
b. Survai Penjajagan Kondisi Jalan yaitu Survai ini dimaksudkan untuk
mendapatkan data – data teknis dan non teknis jalan perkotaan, hasil
dari survai ini digunakan sebagai salah satu data masukan dalam
menentukan jenis penanganan terhadap ruas jalan atau jembatan yang
8

bersangkutan.
c. Survai Lalu Lintas yaitu Survai lalu–lintas dilakukan untuk
mendapatkan data lalu –lintas yang meliputi data Volume lalu–lintas,
komposisi kendaraan, frekuensi kendaraan, dan arah perjalanan.
d. Data Primer adalah data yang didapat dengan cara melakukan survai
langsung di lapangan.
e. Data Sekunder adalah data yang didapat dari pengumpulan data dari
instansi– instansi terkait dan tidak perlu melakukan survai lapangan.
f. Klasifikasi Fungsi Jalan berdasarkan fungsinya, sistim jaringan jalan di
dalam kota dapat dibedakan atas sistim primer dan sistim sekunder yang
masing–masing dikelompokan menurut peranannya sebagai jalan arteri,
kolektor dan lokal. Secara garis besar dapat disebutkan bahwa sistim
jaringan primer disusun mengikuti ketentuan peraturan tata ruang dan
struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan
antar kota. Sedangkan sistim jaringan sekunder disusun berdasarkan
ketentuan peraturan tata ruang dan struktur kota yang menghubungkan
kawasan–kawasan yang mempunyai fungsi primer dan fungsi sekunder.

2.7 Sifat dan Kerusakan Perkerasan Lentur


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah
batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja, sedangkan
bahan ikat yang dipakai adalah aspal dan semen. Berikut ini adalah hal–hal
penting mengenai Perkerasan Lentur jalan raya.

2.8 Konstruksi Perkerasan Lentur


Konstruksi perkerasan lentur (Flexible pavement) adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Konstruksi
perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar
yang telahdipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban
yang diterima oleh tanah dasar kecil dari beban yang diterima oleh lapisan
permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar. Aspal yang
9

dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut ini.


a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan
agregat dan antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori- pori
yang ada dari agregat itu sendiri.

Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik antara lain sebagai berkut ini.

1) Daya Tahan (durability)


Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini
merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat,
campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dansebagainya.
2) Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap
ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
3) Kepekaan Terhadap Temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras
atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih
cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap
perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil
produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal
tersebut mempunyai jenis yang sama.
4) Kekerasan Aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke
permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada
waktu proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal
10

menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus


berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa
pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya
dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang
terjadi.

2.8.1 Jenis – Jenis Kerusakan Jalan


Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jendral Bina Marga Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur
(Asphalt) dapat diklasifikasikan yaitu diantaranya sebagai berikut ini.
1). Retak (Cracking)
Menurut Silvia Sukirman (1999) Retak pada lapisan permukaan
dibadakan menjadi 9 hal, yaitu sebagai berikut ini.
2). Retak Halus (Hair Cracking)
Retak halus yaitu keretakan pada permukaan aspal yangmempunyai
celak kecil atau ≤ 3mm.
3). Retak Kulit Buaya (Alligator Crack)
Retak kulit buaya adalah retak yang membentuk jaringan seperti
polygon kecil-kecil menyerupai kulit buaya.
4). Retak Pinggir (Edge Crack)
Retak pinggir merupakan retak yang memanjang sejajar dengan
pinggir perkerasan, dekat bahu jalan dan berjarak sekitar 0,3 – 0,6 m
dari pinggir lapis perkerasan.
5). Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan (Edge Joint Crack) Yaitu
retak yang terjadi pada sambungan bahu denganperkerasan.
6). Retak Sambungan Jalan (Lane Joint Crack)
Retak sambungan jalan yaitu retak yang terjadi pada sampungan 2 lajur
lalu lintas.
7). Retak Sambungan Pelebaran Jalan (Widening Crack)
Retak sambungan pelebaran jalan yaitu retak memanjang yang terjadi
1
1

pada sambungan antara perkerasan dengan perkerasan pelebaran.


8). Retak Refleksi (Reflection Crack)
Retak refleksi adalah retak memanjang, melintang, diagonal atau
membentuk kotak yang terjadi pada lapis tambahan (Overlay).
9). Retak Susut (Shrinkage Crack)
Retak susut adalah retak yang saling bersambunganmembentuk kotak
kotak dengan sudut panjang.
10).Retak Selip (Slippage Crack)
Retak selip adalah retak yang bebentuk melengkung yang terjadi
karena kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dengan lapis
bawahnya.
11).Distorsi (Distortion)
Distorsi adalah perubahan bentuk lapis perkerasan akibat lemahnya
tanah dasar, pemadatan yang kurang optimal pada lapis pondasi,
sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas, sebelum
dilakukan perbaikan ditentukan dulu jenis distorsi apa yang terjadi.
Distorsi dapat dibedakan menjadi seperti berikut ini.
12).Alur (Ruts)
Yaitu kerusakan pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat
merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas
permukaan jalan yang dapat mengurangi tingkat kenyamanan yang
akhirnya akan timbul retak retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis
perkerasan yang kurang padat dan akhirnya terjadi tambahan
pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda
kendaraan.
13).Keriting (Corrugation)
Yaitu kerusakan yang timbul akibat rendahnya stabilitas campuran
yang berasal dari terlalu tinginya kadar aspal,terlalu banyak
menggunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat dan
berpermukaan penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi ketika
lalu lintas dibuka terlalu cepat sehingga lapis perkerasan belum
12

sepenuhnya siap untuk dilalui beban lalu lintas.


14).Sungkur (Shoving)
Yaitu defomasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering
berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan seperti ini
dapat terjadi dengan atau tanpa retakan. Penyebabnya sama seperti
kerusakan keriting.
15).Amblas (Grade depressions)
Amblas dapat terjadi dengan retak atau tanpa retak, amblas terdeteksi
dengan adanya air yang tergenang. Amblas terjadi akibat beban
kendaraan yang tidak sesuai dengan perencanan, pelaksanaan yang
kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan akibat tanah dasar
mengalami settlement.
16).Jembul (upheaval)
Jembul terjadi setempat, dengan atau anpa retak. Hal ini terjadiakibat
adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasarekspansif.
17).Cacat Permukan (Disintegration)
Cacat permukaan merupakan kehilangan kehilanganmaterial
perkerasan secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke
bawah. Yang termasuk cacat permukaan antara lain sebagai berikut
ini.
18).Lubang (Potholes)
Lubang mempunyai ukuran bervariasi dari kecil hingga besar. Lubang
ini menampung dan meresapkan air kedalam lapisan permukaan yang
menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
19).Pelepasan Butir (Raveling)
Pelepasan butir dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta
disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang.
20).Pengelupasan lapisan permukaan (Stripping)
Pengelupasan dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukan.
21).Pengausan (Polished Aggregate)
1
3

Permukaan menjadi licin, sehinga membahayakan kendaraan.


Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan
aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan
berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical.
22).Kegemukan (Bleeding or Flushing)
Pada temperature tinggi aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak
roda. Kegemukan (Bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar
aspal yang terlalu tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu
banyak aspal pada pekerjaan Prime Coat dan Tack Coat.
23).Penurunan pada bekas bekas penanaman Utilitas (Utility Cut
Depression) Penurunan yang terjadi pada sepanjang bekas penanaman
utilitas, hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhisyarat.

24).Sistem Penilaian Kondisi Perkerasan


Penilaian kondisi perkerasan merupakan hal yang pentingdalam
pengelolaan sistem perkerasan, hasil penilaian tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui perkerasan tersebut masih layak atau
tidak, dan juga untuk menentukan kapan dilakukan perbaikan pada
lapis perkerasan. Beberapa sistem penilaian kondisi perkerasan yang
digunakan yaitu sebagai berikut ini.
25).Sistem Penilaian Menurut Bina Marga
Bina Marga telah memberikan Petunjuk Teknis tentang Perencanaan
dan penyusunan Program Jalan Kabupaten(SK.77/KPTS/Db/1990),
Buku tersebut mencakup prosedur perencanaan umum dan
penyususnan program untuk pekerjaan berat (rehabilitasi, peningkatan)
dan pekerjaan ringan (terutama pemeliharaan) pada jalan dan jembatan
kabupaten, yang pada umumnya diklasifikasikan fungsinya sebagai
jalan “Lokal”. Prosedur Perencanaan ini dimaksudkan untuk
dilaksanakan setiap tahun.
Penilaian ini menggunakan survei data dalam bentuk formulir. Untuk
meyakinkan hasil pengisian formulir, sesudah diisi dilakukan inspeksi
ulang. Karena system ini didasarkan padapertimbangan personil
14

penilai, maka lebih baik dilakukan oleh dua orang atau lebih personil
yang berpengalaman. Hasil akhir diambil rata-ratanya.
26).Sistem Penilaian Menurut AASHTO
Sistem penilaian AASHTO menggunakan indeks permukaan
(Serviceability Index). Indeks permukaan diperoleh dari pengamatan
kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak,alur, lubang,
lendutan pada lajur roda dan lain sebagainya yang terjadi selama umur
jalan tersebut. Indeks permukaan menunjukan fungsi pelayanan dalam
variasi angka 0 – 5, seperti di tunjukkan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Variasi Indeks Permukaan Dengan Fungsi Layanan.


Indeks Permukaan (IP) Fungsi Layanan
4-5 Sangat Baik
3-4 Baik
2-3 Cukup
1–2 Kurang
0-1 Sangat Kurang

Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya (Silvia Sukirman : 1999)

27).Metode RCI (Road Condition Index)


Road Condition Index (Indeks Kondisi Jalan) adalah skala dari tingkat
kenyamanan atau kinerja dari jalan, dapat diperoleh sebagai hasil dari
pengukuran dengan alat Roughometer atau secara visual. Skala angka
bervariasi dari 2 – 10 ditabelkan sebagai berikut pada Tabel 2.4
1
5

Tabel 2.4 Variasi RCI dengan Kondisi Jalan.


RCI Kondisi permukan jalan secara visual
8 – 10 Sangat rata dan lentur.
7–8 Sangat baik, umumnya rata.
6–7 Baik.
5–6 Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi
permukaan jalan tidak rata.
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang permukaan jalan tidak
rata.
3–4 Rusak, bergelombang, banya lubang.
2–3 Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah
perkerasan hancur.
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep.
Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya (Silvia Sukirman : 1999)

28).Sistem Penilaian Menurut Asphalt Institute


Dalam sistem penilaian menurut Asphalt Insitute, sistem penilaiannya
disebut Pavement Condition Rating (PCR). Nilai PCR (0 – 100)
diperoleh dengan mengurangi nilai 100 dengan jumlah nilai
kerusakannya. Nilai pengurangan kerusakan ditentukan dari tingkat
parahnya kerusakan dan memungkinkan meluasnya dari setiap tipe
kerusakan yang diamati dalam setiap bagian. Nilai PCR yang lebih
tinggi menunjukkan bahwa kondisi perkerasan semakin bagus.
Pemilihan nilai pengurangan yang sebenarnya, umumnya agak
subjektif karena bergantung pada personil penilai.
29).Metode PCI (Pavement Condition Index)
Metode PCI (Pavement Condition Index) Indeks Kondisi Perkerasan
Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI (Pavement Condition Index)
adalah tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang
ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan
kerusakan di permukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan
indeks numerik yang nilainya berkisar diantara 0 sampai 100. Nilai 0
menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak, dan nilai 100
menunjukkan perkerasan masih sempurna. Dalam Metode PCI, tingkat
16

keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama


yaitu:
a). tipe kerusakan,
b). tingkat keparahan kerusakan,
dan,jumlah atau kerapatan
kerusakan.
Penilaian kondisi kerusakan perkerasan dengan metode PCI ini
dikembangkan oleh U.S Army Corp of Engineer, dan penggunaan PCI
telah dipakai secara luas di Amerika untuk perkerasan bandara, jalan,
dan tempat parkir.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Bina Marga
sebagai penentuan nilai kondisi jalan. Penggunaan metode Bina Marga
yaitu survei penjajagan kondisi jalan yang dilakukan menyeluruh pada
ruas jalan.

2.9 Prosedur Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten


Secara umum prosedur perencanaan dan penyusunan program dalam buku
petunjuk teknis Perencanaan Dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten
No:77/KPTS/Db/1990 meliputi:
a. kerangka kerja dan studi persiapan,
b. survei dasar,
c. analisa data dasar,
d. perhitungan biaya dan evaluasi,
e. studi tambahan, dan,
f. penyusunan program pendahuluan.
Masing-masing tahapan diatas didalamnya masih di bagi dalam tahapan-
tahapan lagi, dalam penelitian ini sebagai landasan teori adalah survei dasar yang
ditekankan pada survei penjajagan kondisi jalan.
1
7

2.10 Survei Penjajagan Kondisi Jalan

2.10.1 Ruang Lingkup dan Tujuan.


Survei penjajagan kondisi jalan dilakukan pada jalan kondisi baik/sedang
di setiap tahun nya untuk mendapatkan data inventarisasi kondisi jalan. Tujuan
utama dari survei penjajagan kondisi jalan yaitu diantaranya sebagai berikut ini.
a). Menentukan ruas jalan serta titik
pengenalannya.
b). Memperbaharui peta.
c). Menentukan lokasi yang sesuai untuk perhitungan lalu lintas dan
faktor-faktor yang mempengaruhi.
d). Melakukan penyaringan awal secara garis besar, sehingga
dapat mendahulukan ruas-ruas jalan dengan prioritas
kerusakan yang tinggi.
e). Mengetahui ruas-ruas yang dapat dilalui kendaraan roda empat
atau tidak, sehingga mengetahui ruas-ruas yang perlu di survei
lalu lintas dan survei tambahan.

2.10.2 Formulir Untuk Survei


Survei penjajagan kondisi jalan mengunakan formulir S1
(BinaMarga:1990) yang mempunyai tiga bagian utama, yaitu bagian kiri
digunakan untuk mencatat waktu, pal km dari hal hal yang perlu dicatat disertai
tipe, kondisi, dan lebar perkerasan jalan. Bagian tengah digunakan untuk
mencatat informasi geografis seperti simpang jalan dan kondisi jalan. Bagian
kanan digunakan untuk mencatat karakteristik bahu jalan dan jembatan serta
penilaian kerusakan permukaan jalan.Dan dibagian bawah terdapat kotak isian
untuk penilaian pemeliharaan secara umum.

2.10.3 Ikhtisar Kondisi Jalan


Bagian tengah dari formulir survei digunakan untuk mencatat informasi
penting di sepanjang jalan dan catatan-catatan mengenai:
a). lokasi pemukiman dan ciri-ciri bangunan yang mudah dikenali, lokasi
18

pasar, simpangan jalan,belokan, tanjakan dan turunan, dan, catatan


karakteristik jalan yang meliputi lebar perkerasan jalan, drainase,
gorong-gorong dan jembatan. Untuk pencatatan ataupenilaian drainase
dilakukan untuk setiap 1 Km dengan memberi tanda pada kotak
(berkode M) yang terdapat pada bagian tengah formulir dan
menggunakan kriteria sebagai berikut ini.
a). Baik
b). Sedang (pembersihan saja)

c). Rusak (perlu diperbaiki)


d). Rusak Berat
e). Tidak ada, tapi perlu.

Jika suatu jenis pekerjan jembatan dinilai perlu dilakukan, padakolom


jenis pekerjaan disi dengan kode sebagai berikut ini.
a). PBJ (Pembangunan Jembatan Baru)
b). PAJ (Pembangunan bagian Atas Jembatan)
c). PJJ (Perbaikan/Pemeliharaan Jembatan)
Apabila jembatan dalam kondisi baik, diisi dengan kode B (Baik) dan
diisi tanda (X) jika tidak ada jembatan atau penyeberangan sungai
tanpa jembatan. Untuk gorong-gorong dan jembatan yang kurang dari
2m yang memerlukan perbaikan, ditulis kode (GG) pada kolom
panjang jembatan.
d). Nomor yang menunjukkan setiap pengambilan foto.

2.10.4 Prosedur Survei


Dalam melakukan survei penjajagan kondisi jalan diperlukan tim dan
alat Odometer. Dapat menggunakan kendaraan yang dilengkapi Odometer yang
masih berfungsi dengan baik dan dapat mencatat interval 100 meter, dapat juga
menggunakan Odometer Tangan (Hand Odometer) untuk mengukur panjang
ruas jalan, serta formulir untuk mencatat data survei. Penggunan formulir ini
untuk mencatat nomor ruas, titik pangkal dan ujung, nama pemukiman jika ada
1
9

dan titik pengenal lainnya, tipe dan kondisi perkerasan. Mencatat waktu
odometer untuk mengetahui panjang ruas, patok kilometer dan waktu perjalanan
yang dibutuhkan. Pengisian formulir S1 dimulai daribawah ke atas.

2.11 Perkerasan Permukaan dan Kerusakan Jalan


2.11.1 Penentuan Tipe dan Kondisi Perkerasan
Pencatatan untuk menentukan tipe permukaan jalan berdasarkan kode
dalam buku Petunjuk Teknis Perencanaan Dan Penyusunan Program Jalan
Kabupaten No:7/KPTS/Db/1990 yaitu diantaranya sebagai berikut ini.
A =Penetrasi macadam atau permukaan aspal
lainnya. B = Telford atau permukaan batu
lainnya
K = Kerikil
T = Tanah (Jika terdapat campuran tanah dan kerikil yang sulit diterka,
maka diberi tanda K/T)

Untuk penilaian kondisi kekasaran dan permukaan perkerasan berdasarkan


penaksiran subyektif dengan menggunakan kode-kode sebagai berikut ini.
a). Untuk Permukaan Beraspal
B (Baik): Permukaan jalan mulus tanpa retakan sehingga
kendaraan dapat melaju dengan nyaman pada kecepatan yang
diinginkan.
S (Sedang): Jalan dalam kondisi relatif mulus meski terdapat
keretakan dengan tambalan berat atau sedikit bergelombang atau
terkadang berlubang/dangkal
R (Rusak): Permukan jalan tidak rata,berlubang-lubang atau
perkerasannya rusak atau bergelombang.
RB (Rusak Berat) : Permukaan jalan dan perkerasannya rusak
berat dengan banyak lubang besar dan amblas ditambah drainasenya
buruk atau tidak memadai.

a). Permukaan Tidak Beraspal


20

B (Baik): Permukaan ruas jalan secara keseluruhan padat mulus


sehingga kendaraan dapat melaju dengan nyaman pada kecepatanyang
dikehendaki.
S (Sedang): Permukaan jalan dalam kondisi relatif padat mulus meski
sedikit bergelombang atau terkadang cekungan/dangkal.
R (Rusak): Permukan jalan tidak rata akibat banyaknya lubang atau
perkerasannya rusak atau bergelombang.
RB (Rusak Berat): Permukaan jalan dan perkerasannya rusak berat
dengan banyak lubang besar dan amblas ditambah drainasenya buruk
atau tidak memadai.

2.11.2 Kriteria Penilaian Kerusakan Permukaan Perkerasan


Tipe dan tingkat dari masing-masing kerusakan jalan diamati secara visual
pada segmen 100 m sepanjang ruas jalan dan dilaksanakan secara sistematis.
Kerusakan permukaan dinilai dan diklasifikasikan sebagai berikut, seperti pada
Tabel 2.5

Tabel 2.5 Klasifikasi Kerusakan Permukaan

Jalan Beraspal Jalan Tak Beraspal


A. Tampak permukaan/tekstur
H. Lubang – lubang
(tidak digunakan untuk
I. Titik – titik lembek
penilaian)
J. Erosi permukan
B. Lubang – lubang
K. Alur bekas roda
C. Legokan – legokan/amblas
L. Bergelombang
D. Retak-retak (tipe kulit buaya)
M. Kemiringanmelintang
E. Alur bekas roda (rusak tepi)
F. Bahu Jalan
G. Kemiringan melintang
Sumber:Modul Jalan Kabupaten,Bantuan Teknis Pembinaan Untuk
Penyelenggaraan Jalan Daerah.
2
1

Berdasarkan Modul Jalan Kabupaten, Skor penilaian diberikan untuk setiap


kategori kerusakan tersebut. Sistem penilaiannya terdiri dari 4 tingkatan yang
mengambarkan tingkat kerusakan permukaan perkerasan diantaranya sebagai
berikut ini.
1= Baik
2= Sedang
3= Rusak
4= Rusak Berat

Untuk kerusakan kategori B-J, tingkat kerusakan ditentukan berdasarkan


prosentase luas kerusakan terhadap luas perkerasan per satuan jarak. Dalam
survei penjajagan kondisi jalan dipakai jarak 100 m di setiap segmen. Penilaian
diTabelkan sebagai berikut seperti pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7
Tabel 2.6. Kerusakan Permukaan Perkerasan Beraspal

Kerusakan Permukaan Perkerasan : % Luas


1 2 3 4
Tipe Kerusakan
Baik Sedang Rusak Rusak Berat
B = lubang-lubangC 0-1 1-5 5-15 >15
= legokan 0-5 5-10 10-50 >50
D = retak-retak 0-3 3-12 12-25 >25
E = alur bekas roda 0-3 3-5 5-25 >25
Sumber : Modul Jalan Kabupaten, Bantuan Teknis Pembinaan Untuk
Penyelenggaraan Jalan Daerah

Tabel 2.7. Kerusakan Permukaan Perkerasan Tidak Beraspal

Kerusakan Permukaan Perkerasan : % Luas


Tipe 1 2 3 4
Kerusakan Baik Sedang Rusak Rusak Berat
F = lubang-lubang 0-3 3-10 10-25 >25
G = titik-titik lembek 0-3 3-10 10-25 >25
22

H = erosi permukaan 0-3 3-10 10-25 >25


I = alur bekas roda 0-5 5-15 15-50 >50
J = Bergelombang 0-3 3-10 10-50 >50
Sumber : Modul Jalan Kabupaten, Bantuan Teknis Pembinaan Untuk
Penyelenggaraan Jalan Daerah

2.12 Penilaian Urutan Prioritas


Urutan prioritas dihitung berdasarkan nilai – nilai kelas Lintas Harian
Rata– rata (LHR) dan kondisi jalan yang didapat dari penilaian kondisi
permukaan jalan,kemiringan bahu jalan,dan nilaikerusakan jalan, yang kemudian
dimasukan kedalam rumus berikut ini.
Urutan Prioritas = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
Kelas LHR = Kelas Lintas Harian Rata – rata untuk pekerjaanperbaikan
seperti pada Tabel 2.8
Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan
seperti pada Tabel 2.9 nilai kondisi jalan yang didapat dari hasil survai
dan perhitungan.

Tabel 2.8 Kelas Lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan

KELAS LALU - LINTAS LHR (SMP/Jam)


0 < 20
1 20 – 50
2 50 – 200
3 200 – 500
4 500 – 2000
5 2000 – 5000
6 5000 – 20000
7 20000 – 50000
8 >50000
Sumber Djoko Asmoro, 1990 dalam skripsi Daniar Siswo H, (2015)
2
3

Untuk mencari kelas LHR di butuhkan juga faktor Satuan Mobil


Penumpang (SMP) yaitu untuk mendapatkan volume lalu lintas dalam satuan
SMP/Jam caranya yaitu volume kendaraan/jam di kalikanfaktor SMP. faktor
SMP sendiri tiap jenis kendaraan berbeda – beda seperti ditunjukan pada
Tabel 9 seperti berikut ini.
Tabel 2.9 Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

Arus lalu lintas emp


totaldua MC
Tipe jalan: Jalan tak arah Lebar jalur lalu
terbagi HV lintas Wc (m)
(Kend/jam) ≤6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,4
(2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur takterbagi 0 1,3 0,4
(4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasias Jalan Indonesia

2.13 Dokumentasi
Dokumentasi dalam hal ini yaitu pemotretan yang bertujuan untuk
membantu menaksir jenis pemeliharaan yang diperlukan dan sesuai dengan
kondisi kerusakan, serta membantu pada saat pengolahan data dan sebagai bukti
bahwa survei telah dilakukan. Pengambilan foto di fokuskan pada permukaan
perkerasan yang mengalami kerusakan, lokasi survei, dan jalannya kegiatan
survei penjajagan kondisi jalan.

2.14 Tinjauan Pustaka


1. Tyas Banguntopo (2009)
Dari penelitian yang dilakukan oleh Tyas Banguntopo dengan judul
“Analisis Kerusakan Jalan Perkotaan Kabupaten Lhokseumawe
Dengan Menggunakan Metode Bina Marga” menyimpulkan bahwa
secara umum ruas-ruas jalan Kabupaten Purworejo yang diteliti 94,4 %
24

dalam kondisi sedang dan 5,6 % dalam kondisi rusak, dan untuk jalan
dengan nilai kondisi paling bagus adalah Jalan Kyai Brengkel dengan
nilai kondisi 3,5 dan jalan yang mempunyai kerusakan terparah adalah
Jalan Ksatrian dengan nilai kondisi 8,14.
2. Daniar Siswo Hidayano (2015)
Penelitian dari Daniar Siswo Hidayanto yang berjudul “Evaluasi
Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode Bina Marga” membahas
tentang tingkat kerusakan jalan di Kabupaten Kebumen dan disimpulkan
bahwa nilai kondisi terbesar adalah Jalan Tembono-Peniron dengan nilai
10,17 sedangkan nilai kondisi terkecil adalah Jalan Indrakila dengan
nilai kondisi 0, untuk pengelompokan urutan prioritas dibagi menjadi 3
kelompok yaitu urutan prioritas 0-3, urutan prioritas 3-6, dan urutan
prioritas > 6. Sehingga peneliti memberikan usulan-usulan sebagai
berikut: 1. Untuk urutan prioritas 0-3 dimasukkan dalam Program
Peningkatan Jalan, 2. Untukurutan prioritas 3-6 dimasukkan dalam
Program Pemeliharaan Berkala, dan 3. Untuk urutan prioritas > 6
dimasukkan dalam Program Pemeliharaan Rutin Jalan Kabupaten.
3. Hary Christady Hardiyatmo (2007)
Hary Christady Hardiyatmo dalam bukunya yang berjudul
“Pemeliharaan Jalan Raya” membahas tentang pemeliharaan untuk
perkerasan jalan, drainase, dan longsoran. Dimana untuk bab
perkerasan jalan berisikan jenis- jenis kerusakan jalan, faktor penyebab
kerusakan jalan, perkerasan lentur dan kaku, bagian-bagian struktur
jalan raya,survai penilaian kondisi perkerasan,dan pemeliharaan
perkerasan. Pada bab drainase membahastentang pemeliharaan
drainase dan pada bab longsoran berisikan tentang stabilitas
lereng,pemeliharaan lereng dan sebagainya terkait longsoran.
4. Silvia Sukirman (1999)
Silvia sukirman dalam bukunya yang berjudul “Perkerasan Lentur
Jalan Raya” membahas tentang konstruksi jalan raya khusus nya
perkerasan lentur, jenis an fungsi lapsan perkerasan, material
konstruksi perkerasan, perencanan tebal perkerasan, kerusakan-
kerusakan dan pemeliharaan permukaan jalan. Pada bagian yang
membahas kerusakan dan pemeliharan jalan penulis secara detail
mencantumkan jenis-jenis kerusakan lapis permukaan dan sebab-sebab
2
5

terjadinya kerusakan pada lapis perkerasan lentur.

2.15 Hipotesis
Kesimpulan sementara kerusakan jalan di wilayah perkotaan Wonosobo
adalah Jalan Masjid dan Jalan Pemuda merupakan ruas jalan dengan nilai
Prioritas tertinggi, karena kedua ruas jalan tersebut adalah jalan dalam kota yang
mengarah dan menyambung ke Jalan Dieng. Diperkirakan volume lalu lintas
pada jalan tersebut lebih tinggi dan kerusakan jalan dikedua jalan tersebut lebih
besar dibanding jalan lain.
26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini sebelumnya diawali dengan melakukan studi liberatur yang

tujuannya untuk mendapatkan gambaran seputar apa yang akan diteliti.

Kemudian menetapkan ruas jalan yang akan diteliti, melakukan survei

penjajagan kondisi jalan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Dari data

awal yang terkumpul peneliti kemudian melakukan observasi ke lapangan guna

mendapatkan data akhir yang lebih falid untuk diolah dan dianalisis

menggunakan metode Bina Marga.

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada ruas-ruas jalan di wilayah perkotaan

Kabupaten Lhokseumawe. Karena banyaknya ruas jalan perkotaan yang ada di

Kabupaten Lhokseumawe, maka diambil sebanyak 1 ruas jalan sebagai sampel

dengan lebar ruas ≥ 10 meter dan berada paling dekat dengan pusat Kabupaten

Lhokseumawe karena padatnya aktivitas lalu-lintas di ruas jalan tersebut, dan

juga untuk jalan dengan lebar ruas ≥ 10 m bisa dilalui mobil dan dapat

bersimpangan dengan lancar. Survei kerusakan jalan dilakukan pada lapis

perkerasan lentur yang telah dilapisi ulang (Overlay) sedangkan pada

perkerasan lama kerusakan tidak disurvei. Adapun 1 ruas jalan Perkotaan

Kabupaten Lhokseumawe yang diteliti disajikan lokasi dapat dilihat pada

Gambar 1.
2
7

PETA JALAN PERKOTAAN KABUPATEN LHOKSEUMAWE

Gambar 1
Peta Jalan Perkotaan Kabupaten Lhokseumawe

3.3 Alat dan Pelaksanan Survei

3.3.1 Alat

Dalam survei penjajagan kondisi jalan dibutuhkan alat-alat diantaranya

sebagai berikut ini.

a).Kendaran yang dilengkapi odometer yan masih berfungsi dengan baik dan

dapat mencatat interval 100 meter, atau Odometer Tangan (Hand Odometer)

digunakan untuk mengukur panjang ruas jalan.

b).Meteran atau pita ukur digunakan untuk mengukur lebar dan dan kerusakan

jalan.

c).Penggaris untuk mengukur kedalaman kerusakan yang berupa alur atau

amblas.

d).Alat tulis dan formulir survey S1 untuk survai penjajagan kondisi jalan dan
28

formulir S5A untuk survai perhitungan lalu – lintas.

e).Kamera untuk pemotretan ruas jalan dan kondisi kerusakannya.

3.3.2 Pelaksanaan Survei Penjajagan Kondisi Jalan.

Survei penjajagan kondisi jalan dilakukan secara menyeluruh di setiap ruas

jalan. Pengukuran panjang ruas sesuai panduan teknis yaitu menggunakan

kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan odometer yang masih berfungsi

dengan baik, pengukuran lebar ruas menggunakan pita ukur, dan pengukuran

kedalaman kerusakan menggunakan mistar/penggaris. Adapun pelaksanaan

survei penjajagan kondisi jalan sesuai panduan teknis adalah sebagai berikut

ini.

1).Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan, yaitu pita ukur, kendaraan yang

dilengkapi odometer, penggaris, alat tulis, dan kamera sebagai alat

dokumentasi kondisi ruas jalan yang diteliti.

2).Pelaksanan survei dimulai dengan mencatat waktu, mengukur dan mencatat

lebar perkerasan pada titik pangkal ruas, pengukuran dilakukan dengan pita

ukur, tetapi jika kondisi lalu-lintas terlalu padat dan terlalu sulit untuk

pengukuran dengan pita ukur, dapat dilaukan dengan Odometer tangan. Serta

menilai kondisi dan tipe perkerasan.

3).Pemotretan kondisi jalan, tujuannya untuk melihat permukaan perkerasan

dan keadaan disekitar ruas jalan baik bahu jalan maupun saluran drainase

disepanjang jalan yang disurvei. Untuk pemotretan segmen 100 m pertama

dilakukan pata titik 0 yang telah ditentukan, dan dilakukan sebaik mungkin

sehingga hasilnya dapat menjangkau jarak bidik 100 meter kedepan.


2
9

4).Sebelum berjalan melakukan pengukuran panjang ruas serta kerusakan yang

terjadi, terlebih dahulu mengatur posisi pembacaan odometer pada angka 0.

Mengamati, menilai dan mencatat kondisi bahu jalan, kemiringan jalan serta

drainase disepanjang segmen yang disurvei. Kemudian mulai pengukuran

panjang ruas jalan, mencatat dan memotret kerusakan yang terjadi sambil

mengukur luasan dan kedalaman kerusakan yang terjadi pada setiap

jarak/segmen 100 meter. Demikian juga dengan ruas jalan lain yang akan

diteliti.

5).Survei dakhiri pada ujung ruas jalan mengukur lebar, mencatat kondisi ruas

jalan serta mencatat titik pengenal ujng jalan dan waktu akhir survei.

3.3.3 Survai Perhitungan Lalu – Lintas

Keadaan lalu – lintas suatu ruas jalan dapat digunakan untuk mengevaluasi

apakah jalan tersebut masih mampu melayani lalu – lintas di suatu daerah atau

tidak. Disamping itu survai perhitungan lalu – lintas dapat digunakan untuk

menentukan prioritas penanganan jalan. Pelaksanaan survai lalu lintas

dilaksanakan pada jam sibuk, dimana volume lalu lintas dianggap paling tinggi

pada jam tertentu.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Perhitungan Luasan dan Persentase Kerusakan

Data hasil survei penjajagan kondisi jalan berupa tipe dan ukuran

kerusakan dihitung untuk mendapatkan luasan setiap tipe kerusakan, dari setiap
30

tipe kerusakan dijumlahkan sehingga didapat skor total untuk masing-masing

tipe kerusakan. Presentase tipe kerusakan diperoleh dari hasl bagi antara tipe

kerusakan dengan luasan segmen 100 meter dikalikan 100%. Sebagai contoh

jalan Sumbing memiliki panjang ruas 424 m, dan lebar 7,5 m. Dibagi dalam 5

segmen, yaitu segmen 0-100 m, segmen 100-200 m, segmen 200-300,

segmen 300-400, dan segmen 400-424 m. Luasan segmen 0-100 m = 100 x 7,5

= 750 m2, cara yang sama juga dilakukan untuk menghitung luasan segmen

berikutnya. Luasan tipe kerusakan pada jalan Sumbing segmen 0-100 m

terdapat 2 tipe kerusakan yaitu seperti dibawah ini.

Amblas dengan luasan kerusakan = 7,5 m2

retak dengan luasan kerusakan = 3,3 m2

perhitungan persentase kerusakan segmen yaitu:

𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑇i𝑝𝑒 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 7,5


Amblas =
𝑥 100% = 𝑥 100% = 1,00 %
𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 750

𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑇i𝑝𝑒 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 3,3


Retak =
𝑥 100% = 𝑥 100% = 0,440 %
𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 750

Cara yang sama juga dilakukan untuk menghitung persentase tipe kerusakan

yang lain pada segmen ruas jalan dan pada semua ruas jalan yang disurvei.

3.4.2 Penilaian Segmen

Penilaian didapat dari penjumlahan tiap tipe kerusakan pada tiap ruas

jalan. Penilaian ini berdasarkan penaksiran subyektif dengan menggunakan


3
1

ketentuan yang ada pada Tabel 3.0 dibawah ini.

Tabel 3.0
Penilaian Bahu Jalan dan Kemiringan Jalan
Penilaian Bahu Jalan (L) Kemiringan (K)
1 Bentuk dan kemiringan baik 4% - 2%
2 Bentuk dan kemiringn buruk 2% - 0 (flat/hampir datar)
3 Tingi/rendah <10 cm Datar tidak merata
4 >10 cm atau tidak ada Tidak berbentuk
Sumber : Modul Jalan Kabupaten, Bantuan Petunjuk Teknis Pembinaan Untuk
Penyelenggaraan Jalan Daerah.

Untuk penilaian tipe kerusakan jalan diperoleh dari pesentase pada

perhitungan persentase segmen, dan didasarkan pada Tabel Kerusakan

Permukaan Perkerasan beraspal seperti pada Tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1
Kerusakan Pemukaan Perkerasan
Kerusakan Pemukaan Perkerasan : % Luas
1 2 `3 4
Tipe kerusakan Rusak
baik sedang rusak
berat
B lubang 1-5 >15
C legokan 0-1 5-10 5-15
0-5 10-5- >50
D Retak ratak 3-12 >25
E Alur bekas roda 0-3 3.5 12-25
0-3 3-5 >25
kendaraan.
Sumber : Modul Jalan Kabupaten, Bantuan Petunjuk Teknis Pembinaan Untuk
Penyelenggaraan Jalan Daerah.

Pada jalan Sumbing segmen 0-100 m presentase tipe kerusakan retak

adalah 0,440% termasuk kategori baik dengan nilai 1, untuk kerusakan amblas

dengan presentase 1% termasuk kategori baik dengan nilai 1. Sedangkan untuk

penilaian kemiringan = 2 dan bahu jalan = 1, berdasarkan penaksiran subyektif

peneliti. Untuk kemiringan dengan nilai 2 berarti jalan Sumbing mempunyai

kemiringan sekitar 2% sampai dengan mendekati datar. Sedangkan penilaian


32

bahu jalan = 1, bahwa jalan Sumbing mempunyai bentuk dan kemiringan baik,

tapi kebanyakan pada ruas jalan perkotaan bahu jalan berupa trotoar.

Penilaian untuk segmen 0-100 m = 1+1+1+2 = 5.

3.4.3 Penilaian Kondisi Jalan

Nilai kondisi adalah nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan. Nilai

tersebut didapat dari skor total di semua segmen pada ruas jalan dibagi dengan

jumlah segmen.

Sebagai contoh Jalan Sumbing mempunyai panjang ruas 424 m, lebar 7,5 m,

nilai segmen 1 = 5, segmen 2 = 6, segmen 3 = 7, segmen 4 = 6, dan

segmen 5 = 3. Nilai-nilai tersebut dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah

segmen di jalan tersebut, Jadi didapat nilai kerusakan jalan Sumbing adalah

5,4.

Langkah yang sama dilakukan untuk perhitungan semua ruas jalan yang

disurvei. Setelah semua ruas jalan didapat, dapat diketahui ruas jalan yang

memiliki nilai kerusakan terbesar dan terkecil. Pada metode Bina Marga

penilaian kondisi dimaksudkan untuk keperluan penilaian penanganan dan

pemeliharaan jalan. Sedangkan untuk priotitas pekerjaan pemeliharaan

digunakan rumus sebagai berikut ini.

Urutan Prioritas = 17 – (kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)

Misal nilai kelas LHR pada Jalan Sumbing didapat Volume lalu lintas

sebanyak 1701 kendaraan dengan nilai LHR 686,62 SMP/Jam, seperti pada

Tabel 3,2, termasuk kedalam kelas LHR dengan nilai 4 yang bisa dilihat pada
3
3

Tabel 8.

Tabel 3,2
Contoh Hasil Volume Kendaraan
Volume Lalu Lintas Jalan
No Jenis kendaraan EMP
Kendaraan /Jam SMP/Jam
1 Sepeda Motor (MC) 0,3 3799 1253,67
Kendaraan Ringan
2 1,0 850 850
(LV)
Kendaraan Berat
3 1,3 24 36
(HV)
Jumlah 4673 2139,67

Urutan Prioritas = 17 – (kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)

= 17 – (4 + 5,4)

= 7,60

Hasil dari Urutan prioritas dari jalan Sumbing adalah 7,6.

Untuk ruas jalan lain dilakukan cara yang sama untuk menentukan urutan

prioritas penanganan sehingga akan didapat ruas jalan mana yang lebih

diprioritaskan untuk dilakukan penanganan


34

BAGAN ALIR PENELITIAN

Mulai

Studi Pustaka

Data Primer Data Sekunder: Pemilihan Lokasi


Data kerusakan jalan dan Berdasarkan data ruas jalan kabupaten
kelas LHR: wonosobo
Panjang dan lebar Panjang dan lebar ruas jalan.
kerusakan. Jumlah dan jenis kerusakan
Data LHR Peta jalan.
Dokumentasi pendukung Ruas jalan perkotaan lebar ≥ 6m.

Analisa Menggunakan
Metode Bina Marga

Perhitungan Nilai
Kondisi Jalan
3
5

Penilaian Urutan Prioritas


Penanganan

Selesai

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian


36

Anda mungkin juga menyukai