Anda di halaman 1dari 26

TUGAS BESAR

GEOMETRI
JALAN

DOSEN PEMBIMBING OLEH :


NIKA DEVI P.W., S.T.,M.T

DI SUSUN OLEH :

HELMINA

( 20041000104 ) KARINA PANGAMIANI


(20041000114 )

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK
SIPIL 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas pertolongan-
Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas besar “Geometri Jalan“ ini dengan baik.
Laporan ini sebagai syarat untuk mendapatkan surat puas dari Bapak dan/Ibu Ir. Achmad
Fadilah, MT dan Nika Devi Wijayana, ST, MT selaku pengajar dan pembina tugas ini. Selain
itu, tugas ini juga sebagai persyaratan untuk mengambil program perkuliahan pada semester
selanjutnya.
Pada prinsipnya laporan ini berisi tentang teori perencanaan jalan baru dengan cara
menentukan lokasi, perencanaan alinyemen Horisontal dan Vertikal, perencanaan Stationing
dan panjang jalan, menghitung pelebaran pada tikungan dan potongan melintang jalan,
perhitungan galian dan timbunan, menghitung lebar perkerasan lentur dan kaku yang di
sesuaikan dengan metode Bina Marga. Disamping itu juga di sertai gambar dari hasil analisa
perhitungan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna,untuk itu kritik
dan saran sangat di butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.

Malang, 30 Juni 2021

Penulis

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN KELOMPOK II


BAB I
PENGERTIAN GEOMETRI JALAN RAYA
1. Umum
A. Pengertian Jalan Raya
Jalan raya adalah sebidang tanah yang telah direncanakan dan telah
dipersiapkan untuk dapat dilalui arus lalu lintas. Susunan konstruksi jalan raya pada
jalan raya dapat dibedekan menjadi tiga bagian, yaitu :
 Geometri jalan raya
 Perkerasan bidang muka jalan
 Drainase jalan raya

B. Riwayat Teknik Pertumbuhan Jalan Raya


 Bentuk purba suatu jalan raya yaitu berburu hewan.
 Bentuk umum jalan raya berkembang karena jumlah manusia di muka bumi
semakin bertambah berevolusi jalan raya maksudnya, manusia menciptakan
roda yang lancar memerlukan bidang jalan raya yang rata dan lebih keras.
 Revolusi jalan raya maksudnya menemukan mesin up dan motor baker
mengakibatkan alat angkut yang daat bergerak lebih cepat dan berat.
 Penggunaan pondasi batu pecah yang lebih besar dan dipandang dengan
memasang secara berdiri adalah temuan “TELLFORD” (1970). Penggunaan
stinslag sebagai lapisan adalah jasa “MAC ADAM”.
 Revolusi jalan raya berkembang secara pesat.

C. Riwayat Bentuk Konstruktur Jalan Raya


 Konstruksi jalan raya teknik tertua terdapat pada jalan raya (Heir
Wegan) zaman romawi.
 Perkerasan jalan raya dengan sistem “TELLFORD”dan “ MAC ADAM”
 Perkerasan jalan raya dengan sistem “AASHTO“ = Bina Marga
D. Fungsi jalan raya
Jalan raya dibuat untuk keperluan hal-hal sebagai berikut :
 Untuk mempermudah manusia
 Untuk mempermudah ekonomi daerah
 Mempercepat jalan roda pemerintahan
 Untuk pertahanan dan keamanan

2. Syarat Teknik Perencanaan Jalan Raya


A. Menurut Fungsi Umum
 Jalan Umum
 Jalan Sekunder
 Jalan Penghubung

B. Menurut Lembaga yang Mengelola


 Jalan Kodya
 Jalan kabupaten
 Jalan Desa
 Jalan perkebunan
 Jalan Provinsi atau Bina Marga

C. Menurut Fungsi Ekonomi


 Jalan Kolektor
 Jalan Feeder
 Jalan Arteri

D. Menurut Cara Pembinaan Jalan


 Jalan Umum
 Jalan TOL

E. Menurut Lokasi Geografis Jalan


 City Road
 Urban Road
 Rural Road
F. Menurut Klasifikasi Sebelum Tahun 1960
Didasarkan pada besarnya beban as jalan yang dapat di terima oleh jembatan
yang terletak di jalan tersebut.
 Kelas I (7 ton)
 Kelas II (5 ton)
 Kelas III (3 ton)
 Kelas III-A (2,5 ton)
 Kelas IV (2 ton)
 Kelas V (1,5 ton)

G. Menurut Klasifikasi Setelah Tahun 1960


Didasarkan pada volume lalu lintas setiap hari ( LHR) yaitu:
 Kelas I LHR 20.000 SPM ( satuan mobil penumpang )
 Kelas II-A LHR 16.000 – 20.000 SPM ( satuan mobil penumpang )
 Kelas II-B LHR 800 – 16.000 SPM ( satuan mobil penumpang )
 Kelas II-C LHR 2000 SPM ( satuan mobil penumpang )
 Kelas III kalau tidak di perhitungkan lalu lintas

3. Standar Perencanaan Geometrik


Standar perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan raya
dimana geometrik atau dimensi nyata dari suatu jalan raya beserta bagiannya dengan
tuntutan beserta sifat lalu lintas. Melalui perencanaan geometrik umumnya berusaha
menciptakan hubungan yang baik antara waktu ruang, sehubungan ,dengan kendaraan
yang bersangkutan, sehingga menghasilkan efisiensi, keamanan serta kenyamanan yang
optimal dalam batas batas ekonomi yang matang.
Perencanaan geometrik secara umum adalah dalam aspek-aspek perencanaan
bagian dari lebar tikungan, kelandaian jarak pandang serta kombinasi dari bagian-bagian
tersebut,baik untuk jalannya sendiri maupun untuk pertemuan tertentu.
Perencanaan geometrik ini secara langsung maupun tidak langsung mencakup
dari perencanaan konstruksi jalan raya yang bersangkutan. Pelaksanaan konstruksi jalan
rya yang bersangkutan,pada bentuk fisik atau pada perencanaan geometrik yang
bersangkutan dengan lalu lintas.
4. Jarak Pandang
Syarat jarak pandangan henti dlam perencanaan jalan raya adalah sebagai berikut:
 Jarak Pandangan Henti (JPH)
Jarak ini harus di penuhi dalam setiap perencanaan jalan raya dan besarnya
tergantung dalam daftar lalu lintas.
 Jarak Pandangan Menyiap (JPM)
Jarak ini di perlukan untuk jalan raya dua jalur, karena beratnya syarat untuk
memenuhi jarak pandang menyalip minimum, maka apabila pertimbangan biaya
memaksa, syarat ini hanya untuk lalu lintas yang menyiap.
 Ketentuan Untuk Menentukan Jarak Pandangan
Jarak pandang di ukur dari ketingian mata pengemudi ke puncak penghalang untuk
jarak pandang henti. Ketinggian mata pengemudi adalah 132 cm dan ketinggian
penghalang adalah 10 cm, sedangkan untuk jarak menyiap ketinggian penghalang
adalah 125 cm.
5. Lebar Perkerasan
Lebar baru yang diperkeras berkisar anatar 1 m untuk jalan II-C di daerah
pegunungan samapai 3 m untuk jalan kelas I pegunungan. Untuk jalan
penghubungtergantung pada keadaan setempat. Untuk jalan kelas I pegunungan bahu
jalan sama sekali tidak dilanjutkan,bahwa di luar tepi bahu harus ada bahu lunak sebesar
minimal 2m,hal yang sama juga di guanakan untuk jalan kelas II-A, bila segala sesuatu
memungkinkan.
6. Drainase
Perlengkapan drainase karena merupakan bagian yang sangat penting dari
suatu jalan seperti saluran tepi,saluran dan lain-lain harus di rencanakan berdasarkan
aturan.
7. Alinyemen Horizontal
Adalah garis proyeksi sumbu tegak lurus bidang kertas gambar, biasanya
disebut gambar situasi jalan dan secara umum menunjukan arah dari jalan. Pengetahuan
mengenai trase jalan tidak penting hanya pada perencanaan,tetapi juga untuk keperluan
administrasi. Trase jalan merupakan susunan dari potogan-potongan garis yang biasanya
disebut dengan tangan, yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan lengkung-
lengkung yang dapat berupa busur lingaran di tambah busur peralihan, atau busur
peralihan saya biasanya di sebut dengan “Tikungan atau Lengkung Horisontal”.
8. Alinyemen Vertikal
Adalah potongan yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan yang
menyatakan geometrik jalan. Garis lurus vertikal digambarkan dalam bidang kertas
gambar dimana menunjukan ketinggian dari setiap titik serta bagian-bagian penting dari
suatu jalan. Gambar ini disebut penampang memanjang yang umumnya terdiri garis-garis
lurus yang satu dengan yang lainya dihubungkan dengan lengkung yang diketahui.
9. Kontruksi Jalan
Yang terdiri tanah perkerasan jalanbeserta tanah dasar material yang akan
menduduki bagian dari rencana tanah dasar dan material-material yang akan menjadi
bagian dari kontruksi pengerasan yang harus didasarkan pada penelitian dan penyelidikan
dari Laboratorium pada ahli Tanah Dasar.
Kekuatan tanah dasar tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah yang
pada umumnya dipakai adalah CBR. Dalam hal ini gunakan monogram yang menetapkan
tebal perkerasan, maka harga CBR tersebut dikoreksikan terhadap daya dukung tanah
(DDT). Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi pemeriksaan
laboratorium tidak menyangkut secara detail sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi perlu
dilakukan dalam perencanaan yang di sesuaikan dengan keadaan atau kondisi setempat.
BAB II
TEBAL PERHITUNGAN PERKERASAN JALAN RAYA

1. Perhitungan Perkerasan Dengan Metode Fleksibel


Pada sistem ini pengembangan dinamkan as ekuivalen atau beban dari kendaraan
itu sendiri. Oleh karena itu, secara umum kerusakan jalan yang di karenakan beban dari
lalu lintas yang dilewatinya. Secara umum komposisi beban as lalu lintas yang dilewati
terdiri :
 Beban as tunggal
 Beban as ganda
 Beban as tripel
Distribusi pembebanan pada ban ganda di atas permukaan jalan dapat di tinjau sebagai
berikut:
 Pada kedalaman d/2 terjadi daerah kritis akibat pembebanan secara bersamaan
dari kedua ban tersebut
 Pada kedalaman 2 akibat dari kedua ban yang seolah-olah terjadi pembebanan
rata pada tanah dasar, sehingga pembebanan yang diterima oleh tanah
dasr,sehingga pembebanan yang diterima olehtanah semakin kecil.
 Untuk as ganda MST 15.000 Kg
 Untuk as tripel MST 30.000 Kg
Sedangkan komposisi dari sumbu yang ada pada setiap tipe kendaraan dinyatakan:
 Sumbu tunggal, roda tunggal
 Sumbu ganda, roda ganda
 Sumbu ganda, roda tunggal
 Sumbu ganda, roda ganda
Dalam perhitungan volume lalu lintas, biasanya dipakai LHR (Lalu lintas Harian
Rata-rata), semua kendaraan berat (< 5 ton ) dihitung dari penyusunan komposisi
beban as sesuai dengan aturan dari pihak yang berwenang. Adapun cara melaksanakan
kontruksi pekerjaan dengan metode fleksibel menurut Bina Marga ada 2 faktor:
A. Faktor lalu lintas yang berisi :
 Intensitas harian rata-rata
 Lintas Ekivalen Tengah (LET)
 Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
 Lintas Ekivalen Rencana (LER)
B. Faktor struktur perkerasan :
 Indeks Perkerasan (IP)
 Daya Dukung Tanah (DDT)
2. Perhitungan Perkerasan Dengan Cara Bina Marga
Data lalu lintas :
A. Jenis, Berat, Sumbu kendaraan
Mobil penumpang, Bus, Truk 2 as, Truk 2 as gandeng.
B. Perkerasan Lalu Lintas
 Masa perencanaan
 Masa pelaksanaan
Umur rencana 22 tahun jika mulai dari tahun 1995.
C. Data bahan:
 Kelas A, CBR = 90%
 Kelas B, CBR = 70%
 Kelas C, CBR = 50%
 Data tanah untuk tanah dasar diketahui
3. Perkerasan Kaku
Fungsi utama dari suatu perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas secara
aman untuk mencegah terjadinya kerusakan atau memperberat kerusakan. Untuk
mendapatkan perkerasan Rigit harus :
 Mampu memprediksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar sampai batas
kemampuan tanah tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan lendutan yang
dapat merusak kekerasan itu sendiri.
 Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa, mampu mengatasi kembang
susut dan penurunan tanah dasar, serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.
4. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku
Perkesan kaku adalah struktur yang terdiri dari pelat semen bersambungan atau
tanpa sambungan, terletak diatas lapisan pondasi. Sifat plat yang sangat kaku
menyebabkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada
lapisan dibawahnya. Jenis perkerasan kaku dikelompokkan dalam :
A. Perkerasan beton semen dibagi menjadi :
 Perkerasan beton semen yang tersambung tulangan
 Perkerasan beton semen yang Bersambungan dengan tulangan
 Perkerasan beton semen yang menerus tanpa tulang
 Perkerasan beton semen yang plat tekan
 Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku dengan plat beton semen sebagai
lapis pondasi dan aspal beton sampai lapisan permukaan
5. Dasar Perencanaan
Dalam perencanaan perkerasan aku, tebal beton agar mampu menahan tegangan
yang ditimbulkan oleh beberapa roda kendaraan, perubahan suhu dan kadar air,
perubahan volume pada lapisan bawahnya. Untuk mengatasi repetisi atau penulangan
pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi dengan beban sumbunya. Perencanaan
tebal kaku didasarkan pada:
 Kekuatan tanah dasar yang didasarkan pada reaksi tanah dasar
 Tebal dan jenis pondasi bawah
 Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kekuatan lentur
6. Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Jalan
 Perencanaan dan tingkat pelayanan
 Lalu lintas
 Umur perencanaan
 Kapasitas jalan
 Tanah dasar
 Lapisan pondasi bawah
 Badan jalan
 Kekuatan beton
BAB III
PERHITUNGAN

1. Klasifikasi Medan Jalan

Jarak Station Kelandaian Klasifikasi


No Nomor Station (m) Elevasi(m) BedaTinggi % Ket Medan
A A + 50 50 178 0 0 Stabil Datar
1 0 + 100 50 178 0 0 Stabil Datar
2 0 + 150 50 178 1 2 Stabil Datar
3 0 + 200 50 177 2 4 Turun Datar
4 0 + 250 50 179 1 2 Naik Datar
5 0 + 300 50 180 3 6 Naik Datar
6 0 + 350 50 183 2 4 Naik Datar
B B + 400 50 185 0 0 Naik Datar
7 0 + 450 50 185 1 2 Stabil Datar
8 0 + 500 50 186 0 0 Naik Datar
9 0 + 550 50 186 1 2 Naik Datar
10 0 + 600 50 187 2 4 Naik Datar
11 0 + 650 50 189 3 6 Naik Datar
12 0 + 700 50 192 1 2 Naik Datar
C C + 750 50 193 - - Naik Datar
750

No Titik Elevasi Beda Tinggi Jarak Kelandaian %


1 A 178 3 400 0,8
2 B 185 Ket
3 C 193 8 350 2,3 Datar <3
750 1,89 Bukit 3<x<25
(Datar) Gunung >25

1. Alinyemen Horizontal
Diketahui data sebagai berikut:
 Klasifikasi Jalan ( Kelas Jalan ) II
 Termasuk pada daerah datar
 Lebar Jalan = ( 2x3,5 ) m
 Kecepatan Rencana (VR) = 70 km/jam
 ∆ = 66°
 F max = ( - 0,00065 VR) + 0,192
= (-0,00065*70) +0,192
= 0,1465
 Menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Tahun
1999, VR =70 km/ jam diperoleh :
2
R min = 𝑣
127 (𝑒+ƒ)
2
R min = 70
127 (0,1+0,146)

R min = 156, 522 m


 emax = 10 %
 en =2%
 dAB = 400
 dBC = 350
 Ls = 60 m (Diambil dari buku Silvia Sukirman 1999, Hal 118)
a. Full Circle
 5730 m.......................(Rc) (Diambil dari buku Silvia Sukirman 1999, Hal 118)
Sehingga, diperoleh data, sebagai berikut :
Full Circle
Rc 5730
Tt 3721,11
Et 1102,24
Lc 6600,49

Perolehan data didapatkan dari rumus :


 Tt = R x Tan 1 66°
2

= 5730 x Tan 66° 1


2

= 3721,11 m
 Et = Tt Tan 1 66°
4

= 3721,11 x Tan 1 66°


4

= 1102,24 m
 ∆2𝜋 𝑥 𝑅𝑐
Lc = 360°

= 6600,49 m
Sehingga, diperoleh kontrol, sebagai berikut :
Kontrol
2.Tt >Lc
7442,21102 6600,49
Tt<Dab
3721,11 400
Tt<dBC
3721,11 350

 2.Tt >Lc (OK)


 Tt <Dab (Tidak OK)
 Tt <Dbc (Tidak OK)
- Karena ada kontrol yang belum memenuhi, maka menggunakan SCS (Spiral
Circle Spiral)
b. Spiral Circle Spiral (SCS)
 1146 m......................(Rc) (Diambil dari buku Silvia Sukirman 1999, Hal 118)
Sehingga, diperoleh data, sebagai berikut :

Spiral Circle Spiral


Rc 1146
Tt 744,22
Et 220,45
Lc 1320,10

Perolehan data didapatkan dari rumus :


 Tt = R x Tan 1 66°
2

= 1146 x Tan 1 66°


2

= 744,22 m
 Et = Tt Tan 1 66°
4

= 744, 22 x Tan 1 66°


4

= 220,45 m
 ∆2𝜋 𝑥 𝑅𝑐
Lc = 360°

= 1320,10 m
Sehingga, diperoleh kontrol, sebagai berikut :
Kontrol
2.Tt > Lc
1488,442 1320,10
Tt<Dab
744,22 400
Tt<dBC
744,22 350

 2.Tt >Lc (OK)


 Tt<Dab (Tidak OK)
 Tt<Dbc (Tidak OK)
- Karena ada kontrol yang belum memenuhi, maka menggunakan SS
(Spiral Spiral)
 159 m......................(Rc) (Diambil dari buku Silvia Sukirman 1999, Hal 118)
Sehingga, diperoleh data, sebagai berikut :
Spiral-Spiral
Rc 159
𝜃𝑠 10,81
∆𝑠𝑐 − 𝑠 44,38
Lc 123,158
Lt 243,158
P 0,95
k 29,970
Et 31,7
Ts 133,84
Xc 59,79
Yc 3,77
L' 123,061
L 243,061

Perolehan data didapatkan dari rumus :


 𝜃s = 90 𝑥 𝐿𝑠= 90 𝑥 60 = 10,81°
𝜋 𝑥 𝑅𝑐 𝜋 𝑥 159

 ∆𝑠𝑐 − 𝑠 = ∆– 2 𝑥𝜃s = 44,38°


 Lc = ∆2𝜋 𝑥 𝑅𝑐 = 123, 158 m
360°
 Lt = Lc + 2. Ls = 243, 158 m

2
 P= 𝐿𝑠 – Rc (1– cos 𝜃s)
6 𝑥 Rc

602
=6 𝑥 159 –159 (1– cos 10, 81)
= 0, 95 m
3
K = Ls - 𝐿𝑠
 – Rc 𝑥 sin 𝜃s
40 𝑥 𝑅𝑐2
3
= 60 – 60
159 𝑥 sin 10,81
40 𝑥 1592

= 29, 970 m
 Et = (Rc + P) x sec ½∆ - Rc
= (159 + 0,95) x sec ½ 660 + 159
= 31, 7m
 Ts = (Rc + P) x tan ½∆ + K
= (159 + 0,95) x tan ½ 660 + 29, 970
= 133, 84 m
𝐿𝑠3
 Xc = Ls (1 – )
40 𝑥 𝑅𝑐3
603
= 60 (1 – )
40 𝑥 1593

= 59, 79 m
2
 Yc = 𝐿𝑠 602 = 3, 77 m
6 𝑥 𝑅𝑐 = 6𝑥
159

 L’ = Rc 𝑥∆ 𝑥 0,01744’

= 159 𝑥 66° 𝑥0,01744


= 123,061
 L = 2 x Ls + L’
= 2 x 60 + 123,061
= 243, 061 m
 LS Short
0,022𝑉3
Ls = 𝑅𝑐 ≤ Ls
0,022 𝑥 703
= 159 𝑥 1 ≤ 60
= 47, 4591 ≤ 60 (OK)
 Ls Short Modifikasi
3
Ls = 0,022𝑉 – 2,727 x 𝑉.𝑒 ≤ Ls
𝑅𝑐.𝑐 𝑐

0,022 𝑥 703 70 𝑥 0,2


= 159 𝑥 1 – 2,727 x 1 ≤ 60
= 9,28112 ≤ 60 (OK)
Sehingga, diperoleh kontrol, sebagai berikut :
Kontrol
Lt<2.Ts
243,158 267,68
∆sc-s = 44,38 >0
Ts<Dab
133,84 400
Ts<Dbc
133,84 350

 Lt < 2. Ts (OK)
 ∆sc-s > 0 (OK)
 Ts < Dab (OK)
 Ts < Dbc (OK)
- Karena kontrol pada SS ( Spiral- Spiral ) telah memenuhi, barulah
kita menggambar diagram superelevasi.

KETERANGAN:
 Vr = Kecepatan rencana (km/jam)
 ∆ = Sudut perpotongan ( ° )
 𝑒max = Superelevasi maksimum (%)
 𝑒n = Superelevasi normal (%)
 ƒ𝑚 = Koefisien gesek maksimum
 Rc = Jari-jari rencana (m)
 Ls = Panjang lengkung peralihan (m)
 𝜃s = Sudut lengkung spiral ( ° )
 P = Pergeseran tangen spiral (m)
 K = Absis dan P pada tangen spiral (m)
 L = Panjang total (m)
 Et = Jarak dari PI ke busur lingkaran (m)
 Ts = Panjang tangen dari titik PI ke Ts (m)

1. Perhitungan Stasioning
D1 =400 m
D2 = 350 m
Lc1 atau L’1 = 123, 158 m ; Ls1 = 60 m ; Ts1 = 133,84m
STA = 0 + 00
STA Ts1 = 0 + d1 – Ts1
= 0 + 400 – 133,84
= 266 m
STA Sc1 = 0 + STA Ts1 + Ls1
= 0 + 266 + 60
= 326 m
STA Cs1 = 0 + STA Sc1 + Lc1
= 0 + 326+ 123,158
= 449,318 m
STA ST = 0 + STA Cs1 + Ls1

= 0 + 449,318 + 60
= 509, 318 m
C = 0 + STA Cs1 +d2-Ts1
= 0 + 449,318 + 350-133,84
= 725,5 m
Jadi panjang jalan yang akan direncanakan adalah 725,5 m
2. Perlebaran Pada Tikungan
 Tikungan I
Vr = 70
km/jam Rc =
159 m
n =2 ( jumlah jalur
lintasan ) c = 0,8 m ( kebebasan
samping )
b = 2,6 m ( lebar lintasan kendaraan sedang pada jalur )
p = 7,4 m ( jarak antara as roda depan danbelakang kendaraan sedang)
A = 2,1 m ( tonjolan depan sampai bemper kendaraan sedang )
Secara Analitis:
B = n (b’ + c ) + (n - 1) Td + z
Dimana: B = lebar perkerasan pada
tikungan n= jumlah lajur lintas (2)
b = lebar lintasan kendaraan pada
tikungan c = kebebasan samping (0,8 m)
Td = lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi

 b” = Rc − √𝑅𝑐2 − 𝑝2
= 159− √1592 − 7,42
= 0,172295 m
 b’ = b + b”
= 2,6 + 0,172295
= 2,772295 m

 Td= √𝑅𝑐2 + 𝐴(2𝑝 + 𝐴) − 𝑅𝑐


= √1592 + 2,1 (2 . 7,4 + 2,1) − 159
= 0,111565 m
 Z = 0,105 x 𝑉𝑟
√𝑅𝑐

= 0,105 x 70
√159

= 0,582893 m
 B = 2 (2,772295 + 0,582893) + (2-1) 0,111565 + 0,582893
= 7,839047 m
 Lebar pada tikungan I 2 x 3,5 = 7
m Ternyata: B>7
7,839047> 7
7,839047 –7= 0,839 m
 Jika B > W, Maka diperlukan pelebaran pada tikungan I sebesar 0,839 m
3. Jarak Kebebasan Pandangan Samping
A. Tikungan I
Rc = 159 m
Vr = 70 km/jam
L = 243,061 m
Lebar jalan = 2* (2 x 3,5 )

 Dari Daftar II PPGJR Alinemen di dapatkan :


- Sh = 120
- Sm = 750
 Pandangan Henti (Sh)
Sh < L = 120< 0,839, maka L/S = 1 (untuk mempermudah baca Grafik II
PPGJR pada m/s)

R’ = Rc − 1⁄2jalur

= 159− 1⁄2 3,5


= 157,25 m
Sh/Rc = 120/ 159
= 0,755m
Dari grafik II PPGJR di dapatkan m/s =0,755
M = m/s x Sh
= 0,755 x 120
=6m
 Pandangan Menyiap
L < Sm
243,061 m < 750 m (OK)
 Kontrol:
90 𝑥 L 90 𝑥 L
M = R’ x( 1 − 𝑐𝑜𝑠 + 1⁄ ((𝑆𝑚 − 𝐿) 𝑥 𝑐𝑜𝑠
) )
𝜋 X 𝑅′ 2 𝜋 X 𝑅′
90 𝑥 243,061
M =159 x ( 1 − 𝑐𝑜𝑠 )+
𝜋 X 159
1⁄ ((750 − 243,061) 𝑥 𝑐𝑜𝑠 90 𝑥 243,061
)
2 𝜋 X 157,25

M = 226,14
m
4. Alinyemen Horizontal
Lengkung cekung
Kelandaian maks untuk Vr = 70 km/jam ; Standar = 4% ; Mutlak = 8%

A +178 m

B +185 m C + 193

 Elevasi A = + 178 m
 Elevasi B = + 185 m
 Elevasi C = + 193
m Kelandaian Rencana
178−185
gl = 400 x 100
= 1,75 %
178−193
g2 = 350 x 100
= 4,29 %
A = g2 − g1
= 4,29 – 1,75
= 2,54 %
Panjang lengkung Vertikal Cembung berdasarkan jarak pandang henti (Jh)
 Jh diambil dari jarak pandangan henti minimum pada buku Silvia Sukirman 1999 pada
halaman 54.
Jika Lv < Jh  h1=0,10 h2=1,20
 𝐴𝑥𝐽ℎ2
Lv = 100 (√2 𝑥 ℎ1+√2 𝑥 ℎ2)2

2,54 𝑥 110,282
=100 (√2 𝑥 0,10+√2 𝑥 1,20)2
= 91,2382889 m
 Lv < Jh
91,2382889 < 110,28 m (OK!)
 Jika Lv > Jh
100−(√2 𝑥 ℎ1+√2 𝑥 ℎ2)2
Lv = 2 x Jh -
100−(√ 2 𝑥 0,10 + √2 𝑥 1,20)2
= 2 x 110,28 − 2,54
= 121,285 m

(√2 𝑥 0,10(+√2 𝑥 1,20)²


= 2 x 110, 28 –100- 2,54
= 121, 258 m
Lv > Jh
121,285 m > 110,28 m ( OK!)
Panjang lengkung Vertikal Cembung berdasarkan jarak pandang mendahului (Jd)
 Jd = 437 ( Dikutip dari buku Silvia Sukirman Hal. 62 Tahun 1999)
 VR = 70 km/jam
 h1 – h2 = 0,10 – 1,20 = - 1,10
 Jika Lv < Jd
𝐴𝑥𝐽𝑑2
Lv =100 (√2 𝑥 (−1,10)+√2 𝑥 (−1,10))2
2,54 𝑥 110,28
Lv = 100 (√2 𝑥 (−1,10)+√2 𝑥 (−1,10))2
= 91, 2382889 m < 437 m (OK!)
 Jika Lv > Jd
100−(√2 𝑥 (−1,10)+√2 𝑥 (−1,10))2
Lv = 2 x Jd- 𝐴

100−(√2 𝑥 (−1,10)+√2 𝑥 (−1,10))2


Lv = 2 x 110,28 − 2,54

Lv =838, 381 m
838, 381 m > 437 m (OK!)
 Berdasarkan kenyamanan
perjalanan Lv = 3 detik x VR
= 3 detik x 70 km/jam
= 210 m
 Berdasarkan ketentuan
drainase Lv = 35 x A
= 35 x 2,54
= 88,75 m

Nilai Lv yang dipilih berdasarkan ketentuan drainase, Lv = 88,75 m


(OK, bisa dipakai, karena sudah memenuhi J h dan kenyamanan perjalanan)

𝐴 𝑥 𝐿𝑣
Ev = 800

2,54𝑥88,57
= 800
= 0,28131 m
7. Menghitung Volume Galian dan Timbunan
BEDA TINGGI LUAS RATA- VOLUME
TITIK JARAK
GALIAN TIMBUN GALIAN TIMBUN RATA GALIAN TIMBUN
A 2,000 38 50
38 1900
1 2,000 38 50
2 2,000 38 50
47,5 2375
3 3,000 57 50
4 1,000 19 50 0
0
5 0,000 0 50 0
6 3,000 57 50
28,5 1425
B 0,000 0 50
7 0,000 0 0 50 0
8 1,000 19 50
19 950
9 1,000 19 50
10 2,000 38 50
57 2850
11 4,000 76 50
12 7,000 133 50
66,5 3325
C 0,000 0 50
JUMLAH 750 11400 1425
 Dengan syarat G > T (OK) atau G = T (OK
 Penggambaran Elevasi, Superelevasi, dan Galian dan Timbunan

194 Series1

192

190

188

186

184

182

180

178

176 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Anda mungkin juga menyukai