Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam kehidupan
manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan
prasarana transportasi itu sendiri. Salah satunya adalah jalan raya.
Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu lintas
perekonomian suatu daerah karena pembangunan prasarana jalan berfungsi menunjang
kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga dapat memperlancar pemerataan
hasil pembangunan dalam suatu negara. Disamping hal tersebut pembangunan prasarana
jalan juga merupakan upaya dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah
pengembangan yang cukup potensial, sehingga dengan terbukanya daerah-daerah
tersebut akan meningkatkan kegiatan perekonomian.Dengan demikian, jalan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kemajuan serta
mempercepat proses pembangunan. Kenyamanan, keamanan, kelayakan suatu jalan
mempunyai suatu pengaruh yang cukup besar dalam menentukan baik tidaknya suatu
jalan.
Berhubungan dengan hal diatas, di mana prasarana jalan dapat membantu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat maka penyelesaian Project Work yang
berjudul “ Perencanaan Geometrik Jalan” dapat melatih mahasiswa agar dapat membuat
suatu perencanaan geometrik jalan.
Perencanaan geometrik merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan dimana
geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan
dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu-lintasnya. Jadi, dengan ini diharapkan adanya
keseimbangan antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang
bersangkutan sehingga menghasilkan efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal
dalam batas-batas pertimbangan ekonomi yang layak.
1.2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
Project Work mengenai perencanaan geometrik jalan ini adalah:
1. Berapakah panjang ruas jalan dari titik A ke titik H ?
2. Bagaimana cara Penentuan dan perhitungan patok ?
3. Bagaimana cara merancang alinyemen vertical dan horizontal?
4. Bagaimana cara membuat super elevasi ?
5. Bagaimana cara membuat profil melintang dan memanjang jalan ?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam pembuatan
Project Work ini adalah:
1. Mengetahui panjang ruas jalan dari titik A ke titik H
2. Mengetahui cara penentuan dan perhitungan patok
3. Mengetahui cara merancang alinyemen vertical dan horizontal
4. Mengetahui pembuatan super elevasi
5. Mengetahui pembuatan profil melintang dan memanjang jalan

1.4. Ruang Lingkup


1. Perhitungan elemen tikungan menggunakan Metode Bina Marga
2. Perencanaan Geometrik Jalan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Geometri Jalan

Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan rute dari suatu jalan secara
lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang berdasarkan kelengkapan
data dasar, yang didapat dari hasil survey lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acuan
persaratan yang berlaku (modul jalan raya 1, 2012).
Selain itu, Perencanaan geometrik jalan dapat juga diartikan sebagai suatu bagian dari
perencanaan konstrusi jalan dimana geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan
beserta bagian-bagian disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu lintasnya.
Perencanaan tersebut disesuaikan dengan persyaratan parameter pengendara,kendaraan dan
lalu lintas.Parameter tersebutmerupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang
dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan( Silvia Sukirman, 1999 ).

2.2 Standar Perencanaan Geometrik Jalan


1. Peraturan Perencanaan Geometrik jalan No. 13 / 1990 (RSNI. T-14-2004).
2. Standar Perencanan Geometrik untuk jalan Perkotaan, 1992 (RSNI. T-14-2004).
3. Peraturan Perencanaan Geometrik jalan antar kota No. 38/T/BM/1997
(RSNI.T-14-2004).

2.3 Elemen Perencanaan Geometrik Jalan


2.3.1 Perencanaan trase jalan
Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan menyatakan jalur garis
tengah dari jalan yang akan dibuat. Perencanaan Trase Jalan dibuat berdasarkan kontur.
Dengan demikian, Perencanaan Trase Jalan dibuat berdasarkan kondisi yang ada
(Silvia Sukirman, 1999).
Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih dahulu kita
melihat beberapa syarat, antara lain:
 Syarat Ekonomis
 Pertama-tama, dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat trase jalan
baru, sudah ada jalan lama atau tidak.
 Untuk pembuatan jalan, diperlukan beberapa material seperti batu dan pasir
yang banyak, maka perlu diperkirakan tempat penggalian material yang
letaknya berdekatan dengan lokasi pembuatan jalan.
 Syarat Teknis
Untuk mendapatkan jalan yang bisa menjamin keselamatan jiwa dan dapat
memberi rasa nyaman berkendara bagi pengemudi kendaraan bermotor maka
perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain:
 Keadaan Geografi
Keadaan Geografi adalah keadaan permukaan (medan) dari daerah-daerah
yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang dapat dilihat dalam peta
topografi. Peta topografi ini perlu untuk menghindari sejauh mungkin bukit-
bukit, tanah yang berlereng terjal, tanah yang berawa-rawa dan lainnya. Apabila
diperlukan, maka dapat dilakukan survey pengukuran topografi ulang demi
ketelitian kerja.
 Keadaan Geologi
Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus diperhatikan juga
karena banyak fakta yang menunjukan adanya bagian jalan yang rusak akibat
pengaruh keadaan geologi. Dengan adanya data yang menyatakan keadaan
geologi permukaan medan dari daerah yang akan dibuat, dapat dihindari daerah
yang rawan. Contohnya adalah adanya bagian jalan yang patah atau longsor
sebagai akibat dari tidak adanya data geologi saat jalan direncanakan (RSNI. T-
14-2004).

2.3.2 Alinyemen Horizontal


Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, yang
dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen Horizontal
terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung yang
terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja atau busur
lingkaran saja.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal,
yaitu :
 Penentuan nilai Fmaks bertolak ukur pada tabel 4.1 yang tercantum dalam Buku
Dasar – Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.

Tabel 4.1 Besar R min dan D mak untuk beberapa kecepatan rencana

 Menentukan nilai Rmin berdasarkan tabel 12 RSNI-2004.


 Menentukan nilai Rc berdasarkan tabel 13 RSNI-2004

 Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal
ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam
dan biaya yang murah.
 Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada
jalan yang relative lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan
mempunyai kesempatan memperlambat kecepatannya.
 Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga
jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan
fungsi jalan.
 Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua tikungan
searah dengan jari-jari berlainan (Gambar 1).

Gambar 1.Tikungan ganda tanpa


lengkung peralihan Gambar 2.Lengkung berbalik mendadak

(RSNI.T-14-2004) (RSNI. T-14-2004)


 Hindari lengkung berbalik yang mendadak (Gambar 2), pada keadaan ini
pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan
juga kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan.
 Pada tikungan gabungan harus dilengkapi lengkung peralihan sepanjang paling
tidak 20 m (Gambar 3 dan 4).

Gambar 3. Tikungan ganda dengan Gambar 4. Lengkung berbalik dengan


lengkung peralihan lengkung peralihan

 Pada sudut-sudut tikungan kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari


perhitungan sering kali tidak cukup panjang sehingga memberi kesan patahnya
jalan tersebut.
 Sebaiknya hindari lengkung tajam pada timbunan yang tinggi(RSNI. T-14-2004),
dengan jumlah lengkungan dengan rincian :
 Spiral – spiral adalah tikungan yang terdiri atas dua lengkung spiral.

Gambar 5. Spiral-spiral
(RSNI. T-14-2004)
 Spiral – circle – spiral adalah tikungan yang terdiri atas satu lengkung
circle dan dua lengkung spiral.
Gambar 6. Spiral-circle-spiral

(RSNI. T-14-2004)
 Full circle adalah tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara penuh.
Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari yang
seragam.

Gambar 7. Full circle

(RSNI. T-14-2004)

Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus dan
bagian lengkung yang berjari-jari tetap.Berdasarkan ketetapan ini, maka panjang
lengkung peralihan:
Berdasarkan waktu tempuh, Ls = (V rencana / 3.6 ) * T
Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal (metode SHORTT),
Ls = 0.022 *(V rencana ³ / R.C ) – 2.727 * (V rencana * e / C )
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,
Ls = (em - en) * V rencana / (3.6 * re)
2.3.3 Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal jalan adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-
masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut potongan
memanjang jalan.
Alinyemen vertikal disebut terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung.
Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasanya disebut berlandai.
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen
horizontal, yaitu :
 Penentuan panjang kritis untuk kelandain yang melebihi kelandaian maksimum
standar, berdasarkan tabel 5.2 pada buku Dasar – Dasar Perencanaan Geometrik
Jalan

Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian
lurus (tangen) adalah :
 Lengkung vertical cekung

Gambar 8. Lengkung vertical cekung


Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangent berada dibawah permukaan jalan.
Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan beberapa
hal antara lain :
 Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
a. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L

Gambar 9. Akibat penyinaran lampu


depan < L
b. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan > L

Gambar 10. Akibat penyinaran lampu depan > L


(RSNI. T-14-2004)
 Jarak pandang bebas
 Persyaratan drainase
 Kenyamanan pengemudi dan keluwesan bentuk
 Lengkung vertical cembung
Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua
tangen berada diatas permukaan jalan.

Gambar 11. Lengkung vertical cembung


(RSNI. T-14-2004)
Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, dibagi atas 2
keadaan, yaitu :
1. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L

Gambar 12. Jarak pandang dalam daerah lengkung S < L

(RSNI. T-14-2004)

2. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S > L

Gambar 13. Jarak pandang dalam daerah lengkung S > L

(RSNI. T-14-2004)
Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan
mengikuti muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan
mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Pada daerah yang seringkali dilanda
banjir sebaiknya penampang jalan diletakkan diatas elevasi muka banjir. Di daerah
perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan
pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan dapat tetap
dipertanggungjawabkan.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :
1. Kondisi tanah dasar.
2. Keadaan medan.
3. Fungsi jalan.
4. Muka air banjir.
5. Muka air tanah.
6. Kelandaian yang masih memungkinkan.
2.3.4 Profil Memanjang.
Profil memanjang adalah media untuk mengetahui besarnya pekerjaan
tanahdalam perencanaan. Gambar profil memanjang jalan dibuat berdasarkan Tinggi
Stasiun setiap patok dari titik I-J dan J-K yang membentuk tanjakan, landai
(kemiringan) dan daerah datar yang digambar dengan skala vertikal 1 : 250.000 dan
skala horizontal 1 : 100.000
Perencanaan profil memanjang dibuat mengikuti ketinggian permukaan tanah
asli. Tetapi, pada keadaan medan yang tidak memungkinkan (tanjakan yang terlalu
tinggi atau landai), perlu diadakan penggalian dan timbunan.
Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi Rencana
(TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi untuk
menghitung luas dan volume galian timbunan.
 Landai Jalan
Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu jarak horizontal
yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor akan mampu menanjak
dalam batas-batas landai tertentu. Kemampuan menanjak ini, selain dipengaruhi oleh
besarnya landai jalan juga dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas
landai jalan yang disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan
panjang landai yang disebut panjang kritis.
Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan luar kota
dari Bina Marga (rancangan Akhir) dengan ketentuan sebagai berikut

Tabel 1. Spesifikasi kemiringan standar bina marga


JENIS MEDAN KEMIRINGAN MELINTANG RATA-RATA
(%)
Datar <3%
Perbukitan 3 – 25 %
Pegunungan > 25.0 %

Perhitungan landai jalan dalam perancanaan ini, dapat dilihat dalam tabel perhitungan
patok, dimana menggunakan rumus :
 BT 
Kemiringan   * 100  .........................................( 2 )
 JL 
dimana : BT = Beda Tinggi
JL = Jarak Langsung

2.3.5 Profil Melintang


Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah melintang.
Fungsinya, selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur jalan (Gambar 5), juga
untuk membantu menghitung banyaknya tanah (m3) yang harus digali maupun
banyaknya tanah (m3) yang akan digunakan untuk menimbun jalan agar jalan yang
dibuat itu dapat sesuai dengan jalan yang direncanakan dengan menghitung luas profil
melintang jalan.

Gambar 14, Profil melintang jalan

(RSNI. T-14-2004)
 Jalur Lalu Lintas
Jalur Lalu Lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan
yang secara fisik merupakan perkerasan jalan.
 Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, yang dibatasi oleh marka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup dilewati oleh suatu kendaraan sesuai
kendaraan rencana.
 Bahu Jalan
Bahu Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu lintas, harus
diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas samping dan
penyangga perkerasan jalan, kemiringan yang digunakan 3-5 %
 Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisk memisahkan jalur lalu lintas yang
berlawanan arah. Namun, dalam perencanaan ini tidak digunakan median.
 Talud atau Lereng
Talud atau Lereng adalah bagian tepi perkerasan yang diberi kemiringan, untuk
menyalurkan air ke saluran tepi.
 Saluran Tepi
Saluran Tepi dalah selokan yang berfungsi menampung dan mengalirkan air
hujan, limpasan permukaan jalan dan sekitarnya.
 Daerah Milik Jalan(Damija)
Daerah Milik Jalan, adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi dengan lebar dan
tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu, yang
merupakan sejalur tanah diluar Damaja yang dimaksudkan untuk memenuhi
persyaratan keleluasaan keamanan penggunaan jalan semisal untuk pelebaran
Damaja dikemudian hari.
 Daerah Manfaat Jalan(Damaja)
Daerah Manfaat Jalan, yaitu areal yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan
dan ambang pengamannya, sedangkan badan jalan meliputi jalur lalu lintas
dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan.
 Daerah Pengawasan Jalan(Dawasja)
Daerah Pengawasan Jalan, yaitu Damija ditambah dengan sejalur tanah yang
penggunaanya dibawah pengawasan pembina jalan dengan maksud agar tidak
mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi jalan (Silvia Sukirman,
1999).
Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil perhitungan pada daerah
jalan kolektor mengacu pada kondisi yang ideal dengan VLHR (Volume Lalu
Lintas Harian Rata-rata) 3.000-10.000 smp/hari, dimana diperoleh data dari
daftar Standar Perencanaan Geometrik Jalan sebagai berikut :
 Kecepatan Rencana : 50 km/jam
 Lebar daerah penguasaan minimum : 30 m
 Lebar perkerasan : 2 x 3,50 m
 Lebar bahu jalan :2x1m
 Kemiringan melintang perkerasan :2-3%
 Kemiringan melintang bahu :3-5%
Dari daftar standar perencanaan geometrik jalan yang sudah ditentukan,dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 15, Kemiringan melintang jalan


BAB III
PEMBAHASAN

Pada pengerjaan tugas besar jalan raya 1, yang menjadi dasar perencanaan
geometrik adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam
mengendalikan gerak kendaraannya dan kareteristik lalu lintas.Hal-hal tersebut haruslah
menjadi dasar pertimbangan perencanaan sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan
serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi keamanan dan kenyamanan yang
diharapkan.
Tahapan pelaksanaan tugas besar dapat diuraikan dalam langkah kerja sebagai berikut:
1. Penetapan koridor jalan pada peta kontur
2. Pembuatan trase jalan
3. Penentuan dan perhitungan patok
4. Menentukan alinemen horizontal
5. Pembuatan diagram super elevasi
6. Pembuatan profil memanjang
7. Pembuatan alinemen vertikal
8. Pembuatan profil melintang
9. Menghitung galian dan timbunan
10. Pembuatan laporan

3.1 Penetapan koridor jalan pada peta kontur


Koridor merupakan bidang memanjang yang menghubungkan 2 titik. Oleh
kerena itu penentuan koridor terbaik antara dua titik yang dihubungkan perlu
mempertimbangkan lokasi-lokasi yang harus dihindari.

3.2 Pembuatan trase jalan


Trase merupakan seri dari garis-garis lurus yang merupakan rencana sumbu
jalan. Pembuatan trase pada peta topografi dibuat dengan menggunakan jangka.
3.3 Perhitungan Patok
Sebelum menghitung patok maka terlebih dahulu memberi nama patok dari dari
dari titik I ke J dan J ke K mengetahui jumlah patok secara keseluruhan. Tujuan dari
perhitungan patok ini adalah untuk mendapatkan tinggi patok (tinggi stasiun), jarak
stasiun, jarak langsung, beda tinggi dari suatu patok dengan patok yang lain serta
kemiringan dari trase jalan yang telah direncanakan. Beda tinggi yang ada diperoleh
berdasarkan Tinggi Stasiun dari kontur yang ada.

3.4 Menentukan Alinyemen Horizontal


Untuk mengetahui jenis tikungan maka terlebih dahulu harus dihitung besar jari-jari
dengan menggunakan metode grafis. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
 Menentukan titik singgung pada tikungan antara garis koridor dan garis trase
 Membuat garis tegak lurus dari dua titik singgung pada tikungan yang akan dihitung
jari-jarinya sampai kedua garis berpotongan.
 Mengukur panjang garis tersebut dengan menggunakan penggaris kemudian jari-
jarinya dihitung dengan masing-masing skala tiap tikungan yang ada.
Berdasarkan hasil perencanaan trase, tikungan yang didapat adalah:
3.4.1 Tikungan 1 Spiral – Spiral (SS)
Ditentukan data-data sebagai berikut:
 Kelas jalan Arteri
VR = 50 km/jam
 = 230
1
θs =  = 11,50
2
Rc = 90 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )
E maks =6%
f maks = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 )
e =3%
Rmin = 90 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )
Langkah-langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk SS (spiral - spiral)
sebagai berikut :
 Menentukan Bentuk Tikungan spiral - spiral

θs 
1
2
1
 
  230  11,5 0
2
Vr  T 50  3
 Ls    41,667 m
3,6 3,6
 Ls = 0,22*(Vr 3/ R*C) – 2,727*(Vr*e/C)
= 0,22*(503/90*3)-2,727*(50*6%/3)
=88,93 m
 Ls =(em-en)*Vr/(3,6*Rc)
= (6%-3%)*50/(3,6*90)
= 11,90 m
Maka digunakan nilai Ls terbesar, Ls = 88,93967 m.
 Menghitung nilai Yc dan Xc
Ls2 88,93 2
Yc =   14,65 m
6R 6 * 90
Xc =Ls – (Ls / 40 R2)
= 88,93 – (88,93 / 40*902)
= 86,77 m
 Menghitung nilai k dan p
k = Xc – R sin θs
= 86,76 – 90 sin 11,5
= 68,82 m
p = Yc – R(1 – cos θs)
= 14,65 – 90(1- cos 11,5)

=12,84 m
 Menghitung nilai Ts dan Es
Ts = (R + P) tan Δ/2 + k
=(90 + 12,84) tan 23/2 + 68,82
=89,74 m
Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) – R
=((90 + 12,84 ) cos 23/2 )- 90
=14,94 m
 Menghitung nilai L total
L tot = 2* Ls
= 2* 88,93
=177,86 m
 Dengan demikian, data untuk lengkung SS (Spiral-Spiral) di atas adalah :
VR = 50 km/jam
Ltotal = 177,86 m
 = 230
e =3%
Ls = 88,93 m
Θs = 11,50
P = 12,84 m
K = 68,83 m
Ts = 89,75 m
Es = 14,95 m
Lc =0m

3.4.2 Tikungan 2 dan Tikungan 5 Spiral – Spiral (SS)


Ditentukan data-data sebagai berikut:
 Kelas jalan Arteri
VR = 50 km/jam
 = 100
1
θs =  = 5,00
2
Rc = 250 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )
E maks =6%
f maks = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 )
e = 4,2 %
Rmin = 90 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )

Langkah-langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk SS (spiral - spiral)


sebagai berikut :
 Menentukan Bentuk Tikungan spiral - spiral

θs 
1
2
1
 
  10 0  5,0 0
2
Vr  T 50  3
 Ls    41,667 m
3,6 3,6
 Ls = 0,22*(Vr 3/ R*C) – 2,727*(Vr*e/C)
= 0,22*(503/250*3)-2,727*(50*6%/3)
=31,09 m
 Ls =(em-en)*Vr/(3,6*Rc)
= (6%-3%)*50/(3,6*250)
= 11,90 m
Maka digunakan nilai Ls terbesar, Ls = 41,66 m.
 Menghitung nilai Yc dan Xc
Ls2 41,66 2
Yc =   1,15 m
6R 6 * 250
Xc =Ls – (Ls / 40 R2)
= 41,66 – (41,66 / 40*2502)
= 41,63 m
 Menghitung nilai k dan p
k = Xc – R sin θs
= 41,63 – 250 sin 5,0
= 19,84 m
p = Yc – R(1 – cos θs)
= 1,15 – 250(1- cos 5,0)
=0,20 m
 Menghitung nilai Ts dan Es
Ts = (R + P) tan Δ/2 + k
=(250 + 0,20) tan 10/2 + 19,84
=41,73 m
Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) – R
=((250 + 0,20 ) cos 10/2 )- 250
=1,16 m
 Menghitung nilai L total
L tot = 2* Ls
= 2* 41,66
=93,32 m
 Dengan demikian, data untuk lengkung SS (Spiral-Spiral) di atas adalah :
VR = 50 km/jam
Ltotal = 93,32 m
 = 100
e = 4,2 %
Ls = 41,66 m
Θs = 5,00
P = 0,20 m
K = 19,84 m
Ts = 41,73 m
Es = 1,16 m
Lc =0m

3.4.3 Tikungan 3 Spiral - Circle - Spiral (SCS)


Ditentukan data-data sebagai berikut:
VR = 50 km/jam
 = 450
Rc = 150 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )
emaks = 6%
e = 5,3%
f maks = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 )

R min = 90m ( Tabel 12 RSNI 2004 )

Langkah – langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk spiral –


circle – spiral (SCS) sebagai berikut :
 Menentukan Panjang Lengkung Peralihan (Ls)
VR 60
 Ls  T  3  41,66m
3,6 3,6
 Ls = 0,22*(Vr 3/ R*C) – 2,727*(Vr*e/C)
= 0,22*(503/150*3)-2,727*(50*5,3%/3)
=52,59 m
 Ls =(em-en)*Vr/(3,6*Rc)
= (6%-3%)*50/(3,6*150)
= 11,90 m
Dari hasil perhitungan di atas, diambil nilai Ls maksimum yaitu 52,59 m.

 Menentukan Bentuk Tikungan SCS (spiral-circle-spiral)


 = 45

 Ls
2
  2


X s  L s 1    52,591  52,59   52,42 m
  40 x150 2 
 40 Rc   

 Ls 2   52,59 2 
Ys     
  6 x150   3,07m
 6 Rc   
Θs = (Ls/ 2*Rc)*(360/2π)
=( 52,59/ 2*150)*(360/2 π)
=10,04
Δc = Δ – (2*θs)
=45 – (2*10,04)
=24,90

Menghitung nilai Lc
Lc = (Δc/360) * 2πR
=(24,92/360)*2π* 150
=65,15 m

 Menghitung nilai k dan p


k = Xc – R sin θs
= 52,42 – 150 sin 10,04
= 26,25 m
p = Yc – R(1 – cos θs)
= 3,07 – 150(1- cos 10,04)
=0,77 m

 Menghitung nilai Ts dan Es


Ts = (R + P) tan Δ/2 + k
=(150 + 0,77) tan 45/2 + 26,25
=88,70 m
Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) – R
=((150 + 0,77 ) cos 45/2 )- 150
=13,19 m
 Menghitung nilai L total
L tot = (2* Ls) + Lc
=( 2* 52,59) + 65,15
=170,34 m

Dengan demikian, data untuk lengkung SCS (spiral-circle-spiral) di atas


yaitu :
VR = 50 km/jam Lc = 65,15 m
Rc = 150 m Ltotal = 170,34 m
 = 450 p = 0.77 m
K = 26,25 m Ls = 52,59 m
Es = 13,19 m θc = 24,920
Ts = 88,70 m Xs = 52,42 m
Ys = 3,07 m

3.4.4 Tikungan 4 Full Circle (FC)


Ditentukan data-data sebagai berikut:
VR = 50 km/jam
 = 540
Rc = 700 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )
emaks = 6%
e = 2,1%
f maks = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 )

R min = 90m ( Tabel 12 RSNI 2004 )

 Menghitung nilai Tc
Tc= R tan Δ/2
=700 tan 54/2
=356,66 m
 Menghitung nilai Lc
Lc = (Δ/360) * 2πR
= (54 / 360) * 2π*700
=659,4 m
 Menghitung Ec
Ec= (R/ cos Δ/2) – R
=(700 / cos 54/2) – 700
=85,62 m
Dengan demikian, data untuk lengkung full circle (FC) di atas yaitu :
VR = 50 km/jam
 = 540
Rc = 700 m
Es = 85,62 m
Ts = 356,66 m
Lc = 659,4 m

3.4.5 Tikungan 6 Spiral – Circle – Spiral (SCS)


Ditentukan data-data sebagai berikut:
VR = 50 km/jam
 = 350
Rc = 150 m ( Tabel 12 RSNI 2004 )
emaks = 6%
e = 5,3%
f maks = 0,15 ( Berdasarkan Tabel 4.1 )

R min = 90m ( Tabel 12 RSNI 2004 )

Langkah – langkah perhitungan alinyemen tikungan berbentuk spiral –


circle – spiral (SCS) sebagai berikut :
 Menentukan Panjang Lengkung Peralihan (Ls)
VR 60
 Ls  T  3  41,66m
3,6 3,6
 Ls = 0,22*(Vr 3/ R*C) – 2,727*(Vr*e/C)
= 0,22*(503/150*3)-2,727*(50*5,3%/3)
=52,59 m
 Ls =(em-en)*Vr/(3,6*Rc)
= (6%-3%)*50/(3,6*150)
= 11,90 m
Dari hasil perhitungan di atas, diambil nilai Ls maksimum yaitu 52,59 m.
 Menentukan Bentuk Tikungan SCS (spiral-circle-spiral)
 = 35

 Ls
2
  2

X s  Ls 1    52,591  52,59   52,42 m
  2 
 40 Rc   40 x150 

 Ls 2   52,59 2 
Ys     
  6 x150   3,07m
 6 Rc   
Θs = (Ls/ 2*Rc)*(360/2π)
=( 52,59/ 2*150)*(360/2 π)
=10,04
Δc = Δ – (2*θs)
=35 – (2*10,04)
=14,90

Menghitung nilai Lc
Lc = (Δc/360) * 2πR
=(14,90/360)*2π* 150
=38,99 m

 Menghitung nilai k dan p


k = Xc – R sin θs
= 52,42 – 150 sin 10,04
= 26,25 m
p = Yc – R(1 – cos θs)
= 3,07 – 150(1- cos 10,04)
=0,77 m

 Menghitung nilai Ts dan Es


Ts = (R + P) tan Δ/2 + k
=(150 + 0,77) tan 35/2 + 26,25
=73,79 m
Es = ((R + p ) cos Δ/2 ) – R
=((150 + 0,77 ) cos 35/2 )- 150
=8,08 m
 Menghitung nilai L total
L tot = (2* Ls) + Lc
=( 2* 52,59) + 38,99
=144,17 m

Dengan demikian, data untuk lengkung SCS (spiral-circle-spiral) di atas yaitu :


VR = 50 km/jam Lc = 38,99 m
Rc = 150 m Ltotal = 144,17 m
 = 350 p = 0.77 m
K = 26,25 m Ls = 52,59 m
Es = 8,08 m θc = 14,900
Ts = 73,79 m Xs = 52,42 m
Ys = 3,07 m

3.5 Pembuatan diagram superelevasi


Dengan menggunakan diagram superelevasi, dapat ditentukan bentuk
penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal yang direncanakan.
Diagram superelevasi adalah suatu cara untuk menggambarkan pencapaian
superelevasi dan lereng normal ke kemiringan melintang (superelevasi). Diagram
superelevasi pada ketinggian bentuknya tergantung dari bentuk lengkung yang
bersangkutan. Ada 3 cara dalam menggambarkan diagram superelevasi yaitu sumbu
jalan dipergunakan sebagai sumbu putar, tepi perkerasan jalan sebelah dalam digunakan
sebagai sumbu putar dan tepi perkerasan jalan sebelah luar digunakan sebagai sumbu
putar.
Kemiringan melintang jalan pada tikungandari keadaan normal sampai mencapai
nilai superelevasi dapat dilihat pada gambar berikut :
3.6 Menghitung Lengkung vertikal berdasarkan tanah rencana
Setelah mendesain tanah rencana diperoleh perbedaan aljabar kelandaian ( g1 dan
g2 ). Lengkung vertikal dibagi menjadi dua bagian yaitu :
 Lengkung vertikal cembung
Pada lengkung vertikal cembung pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat
dibedakan atas dua keadaan yaitu :
o Jarak pandangan pada seluruhnya dalam daerah lengkung ( S < L )
o Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L )

 Lengkung vertikal cekung


Lengkung vertikal cekung ditentukan dengan memperhatikan :
o Jarak penyinaran lampu kendaraan
o Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
o Persyaratan drainase
o Kenyamanan mengemudi
o Keluesan bentuk

3.7 Menghitung galian dan timbunan


3.7.1 Perhitungan luas galian.
Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas tanah yang akan digali. Luas
tanah yang digali dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar daerah
manfaat jalan, ditambah dengan luasan galian untuk membuat saluran drainase dan
luasan galian untuk membuat kemiringan badan dan bahu jalan. (contoh perhitungan
luasan galian dapat dilihat pada bab selanjutnya).
3.7.1 Perhitungan volume galian.
Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan galian yang akan
dikerjakan dengan bentuk galian ini, apakah segitiga, persegi atau trapesium dapat
dihitung volume galian yang akan dikerjakan volume galian yang akan dikerjakan
dapat diperoleh dengan menghitung luas galian yang dapat dilihat dari profil
memanjang, dengan sisi-sisi bangun tersebut adalah luas galian dan lebarnya adalah
jarak stasiun. Sebagai contoh : jika bentuk galian segitiga maka,
volume galiannya = ( luas galian / 2 ) x jarak stasiun............................( 3 )
(contoh perhitungan volume galian dapat dilihat pada bab selanjutnya).
3.7.2 Perhitungan luas timbunan
Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas timbunan yang akan dibuat. Luas
timbunan ini dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar daerah
manfaat jalan (DAMAJA) dikurangi dengan luas saluran drainase dan luas daerah yang
dibentuk oleh pengaruh kemiringan jalan. (contoh perhitungan dapat dilihat pada bab
selanjutnya).

3.7.3 Perhitungan volume timbunan


Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan timbunan yang
akan dikerjakan, apakah segitiga, persegi panjang ataukah trapesium. Dengan
mengetahui bentuk dari pekerjaan timbunan ini kita dapat menghitung volume
timbunan, yang dapat diperoleh dengan menghitung luas bangun yang dibentuk
tersebut, dengan luas timbunan sebagai sisi-sisi bangun tersebut dan jarak stasiun
sebagai lebarnya. Sebagai contoh : jika bentuk bangun yang dibentuk oleh pekerjaan
timbunan adalah segitiga maka,
Volume timbunan = ( Luas timbunan / 2 ) x jarak stasiun ......................( 4 )
Pada perhitungan luasan dan volume daerah galian dan timbunan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
 Luas total untuk daerah galian datar = m2
 Luas total untuk daerah timbunan = m2
 Volume total untuk daerah galian = m3
 Volume total untuk daerah timbunan = m3

Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian
dan timbunan, maka diketahui bahwa perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun J lebih
banyak ditemukan volume galian daerah datar sebesar 12225.58 m3 sedangkan untuk
daerah timbunan hanya sebesar 2171.99 m3 dan untuk daerah galian di dapat 4364.38 m3,
Maka selisih pekerjaan tanah 10053.60 m3.
Dengan demikian, tidak diperlukan biaya tambahan untuk daerah timbunan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan tugas Jalan Raya I adalah :
 Perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun J dilakukan dengan :
 Penentuan titik koridor
 Pembuatan trase
 Pada perencanaan jalan terdapat 3 buah tikungan yaitu :
 Spiral - spiral ( 2 tikungan)
 Spiral circle spiral (1 tikungan)
 Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian dan
timbunan, maka diketahui bahwa perencanaan jalan dari stasiun A ke stasiun J lebih
banyak ditemukan volume galian daerah datar sebesar 12225.58 m3 sedangkan untuk
daerah timbunan hanya sebesar 2171.99 m3 dan untuk daerah galian di dapat 4364.38 m3,
Maka selisih pekerjaan tanah 10053.60 m3.
Dengan demikian, tidak diperlukan biaya tambahan untuk daerah timbunan.
.

4.2 Saran
Berdasarkan tugas yang telah dikerjakan, penulis ingin memberikan beberapa saran
antara lain:
 Dalam merencanakan jalan khususnya pada peta topografi sebaiknya perencana
mampu melihat ataupun membayangkan bagaimana situasi sesungguhnya yang
akan direncanakan sehingga gambar-gambar rencana yang dihasilkan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya, karena akan sangat berpengaruh pada rencana
anggaran biaya dan kenyamanan serta keamanan pengemudi atau pengguna
jalan.
 Pada pembuatan potongan memanjang sebisanya mengikuti ketinggian tanah
asli untuk mengurangi biaya pada saat pembuatan jalan.
DAFTAR PUSTAKA

Messah, Y. 2012. Bahan Ajar Mata Kuliah Jalan Raya I. Teknik Sipil Universitas Nusa
Cendana, Kupang.
Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan, 1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
RSNI T – 14 – 2004. Geometrik Jalan Perkotaan, Badan Standardisasi Nasional (BSN),
Jakarta.
Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Sukirman,Silvia.1999.Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan.Nova: Bandung
BAB III
BAGAN ALIR

3.1. Bagan Alir

Gambar Situasi
Skala 1 : 1000

Penentuan trase jalan

Penentuan koordinat PI & PV

Perencanaan Alinyemen Vertikal Perencanaan Alinyemen Horisontal

Coba tikungan full circle

R > Rmin Pakai tikungan full circle

Coba tikungan Spiral-circle-spiral

Lc > 20 Pakai tikungan Spiral-circle-spiral

Pilih tikungan spiral-spiral

Perencanaan pelebaran perkerasan pada


Perencanaan super elevasi Perencanaan kebebasan samping
tikungan

Gambar penampang melintang

Gambar perencanaan :
Plan
Profil memanjang
Penampang melintang

Anda mungkin juga menyukai