Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jalan raya adalah jalur yang terdapat di atas permukaan tanah yang permukaannya
dibentuk dengan kemiringan tertentu dan diberi perkerasan untuk memenuhi kebutuhan lintasan
kendaraan maupun orang yang melakukan aktifitas di jalan raya. Dizaman yang serba cepat ini
jalan raya adalah salah satu faktor pendukung contohnya, dalam bidang industry melakukan
pengiriman barang melalui jalur darat, dengan adanya akses jalan raya yang aman dan nyaman
akan mengurangi resiko dari kecelakaan saat pengiriman barang tersebut.
Dalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif mudah dengan
menghindari pekerjaan galian, dan timbunan yang besar.Dilain pihak kendaraan yang beroperasi
di jalan raya menginginkan jalan yang relatif lurus, tidak ada tanjakan dan turunan.Objek
keinginan itu sulit kita jumpai mengingat keadaan permukaan bumi yang tidak datar, sehingga
perlu melakukan perencanaan geometrik jalan, yaitu perencanaan jalan yang dititik beratkan
pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu
memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas.Faktor yang menjadi dasar
perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam
melakukan gerakan kendaraannya, serta karateristik lalu lintas.Hal tersebut harus menjadi
pertimbangan perencanaan sehingga dapat menghasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang
gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Selain itu ada beberapa hal juga yang harus diperhatikan elemen-elemen dari
perencanaan geometrik jalan, yaitu:
1. Alinyemen Horizontal
Pada gambar Elinyemen Horizontal, akan terlihat apakah jalan tersebut jalan lurus,
menikung, dan akan digambarkan sumbu jalan pada suatu counter yang terdiri dari
garis lurus, lengkung berbentuk lingkaran serta lengkung peralihan dari bentuk lurus
ke busur lingkaran. Pada perencanaan ini di titik beratkan pada pemilihan letak dan
panjang dari bagian – bagian trase jalan, sesuai dengan kondisi medan.
2. Alinyemen Vertikal
Pada gambar Elinyemen vertical, akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa
kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan ini dipertimbangkan
bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai dengan kondisi medan dengan
memperhatikan fungsi-fungsi dasar dari jalan tersebut. Pemilihan alinyemen vertical
berkaitan pula dengan tanah yang mungkin timbul akibat adanya galian dan
timbunan yang harus dilakukan.

1
Irwan Hura (16011002)
3. Penampang Melintang Jalan
Bagian-bagian jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau tidaknya median,
drainase permukaan, kelandaian serta galian dan timbunan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari permasalahan diatas dapat kita mengambil kesimpuan rumusan masalah tentang cara
merencanakan Geometrik Jalan Raya yang dapat menciptakan keselamatan dan kenyamanan
bagi pengendara.

1.3 Tujuan Perencanaan


Tujuan perencanaan yang ingin dicapai adalah :
1) Merencanakan trase jalan yang memiliki unsur kenyamanan dan keselamatan.
2) Menentukan panjang jalan, lebar jalan, bahu jalan.
3) Merencanakan tikungan yang nyaman bagi pengendara.

1.4 Manfaat Perencanaan


Perencanaan struktur ini diharapkan bermanfaat untuk :
1) Memperdalam pemahaman dalam merencanakan geometrik jalan raya.
2) Sebagai pedoman atau referensi untuk merencanakan di dunia kerja, serta
mengaplikasikannya di lapangan.

1.5 Ruang Lingkup Perencanaan


Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa tinjauan.
Peninjauan ini meliputi :
1. Penentuan lintasan
Penentuan lintasan yang meliputi jarak lintasan, sudut azimuth, kemiringan jalan, elevasi
jalan pada titik kritis, luas tampang.
2. Alinyemen horizontal
Terdapat tiga jenis lengkung horizontal yang dapat digunakan pada alinyemen horizontal,
sebagai berikut :
A. Full Circle, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangen
yang relative kecil.
B. Spiral Circle Spiral, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari kecil dan
sudut tangen yang relative besar.
C. Spiral-spiral digunakan pada tikungan tanpa busur lingkaran, sehingga tikungan SC
berimpit dengan titik CS.

2
Irwan Hura (16011002)
3. Alinyemen Vertikal
Pada perencanaan alinyemen vertical, terdapt dua jenis tipe lengkung vertical, yaitu :
A. Lengkung vertical cembung.
B. Lengkung vertical cekung.
4. Galian dan timbunan.
5. Pekerjaan Tanah/Kubikasi.

3
Irwan Hura (16011002)
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Bagian Perencanaan

Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa tinjauan
Peninjauan ini akan dijelaskan bada subbab ini. alinyemen horizontal, alinyemen vertikal,
penampang melintang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah kelas jalan,
kecepatan rencana, keadaan topografi, standar perencanaan, penampang melintang, volume lalu
lintas, keadaan topografi, alinyemen horizontal, alinyemen vertical, dan bentuk tikungan.

Tabel 2.1 Standar Perencanaan Geometrik Jalan

Sumber : Binamarga 1197

2.1.1 Kelas Jalan


Jalan terbagi beberapa kelas yang penempatannya didasarkan pada fungsinya juga
dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas. Kelas jalan dibagi menjadi
beberapa kelas yaitu kela Ia, IIa, IIb, IIc, dan III. Masing masing kelas jalan memiliki peraturan,
diharapkan kepada pengendara dapat mematuhi peraturan tersebut.

4
Irwan Hura (16011002)
2.1.2 Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang diizinkan pada
suatu perencanaan jalan sehingga meminimkan kecelakaan kendaraan yang terjadi. Dalam hal ini
harus disesuaikan dengan kelas jalan yang direncanakan.

2.1.3 Keadaaan Topografi


Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu perencanaan harus disesuaikan
dengan keadaan topografi. Dalam hal ini jenis medan dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
Tabel 2.2. Menentukan golongan medan
Golongan Medan Lereng Melintang
Datar (D) 0 sampai 9%
Perbukitan (B) 10 sampai 24.9%
Pegunungan (G) >25%
Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehingga
terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas
harus cukup luas.
b. Tanjakan : dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan kelandaian sekecil
mungkin
c. Bentuk penampang melintang jalan.
d. Trase.

2.1.4 Volume Lalu Lintas


Volume lalu lintas dinyatakan dalam satua SMP (Satuan Mobil Penumpang) yang
besarnya menunjukkan jumlah lalu-lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan.Dalam
perencanaan ini volume lalu-lintas berhubungan dengan penentuan kelas jalan yang bermuara
pada ukuran penampang melintang jalan.

2.1.5 Kapasitas Jalan


Kapasitas jalan berarti kecepatan arus kendaraan maksimum layak diperkirakan akan
melintas suatu titik atau ruas jalan atau daerah manfaat jalan atau selama jangka waktu tertentu
pada kondisi jalur lalu lintas, pengawasan dan lingkungan ideal, dinyatakan dalam banyak nya
kendaraan per jam. Kapasitas jalan terbagi atas tiga golongan :
 Kapasitas dasar (ideal capcity), yaitu kapasitas jalan dalam kondisi ideal yang
meliputi
- Lalu lintas mempunyai ukuran standar
- Lebar perkerasan ideal

5
Irwan Hura (16011002)
- Lebar bahu jalan
- Jumlah tikungan dan tanjakan sedikit
 Kapasitas rencana yaitu kapasitas jalan untuk perencanaan yang dinyatakan sebagai
jumlah kendaraan yang melalui suatu tempat dalam satu satuan waktu (jam)
 Kapasitas mungkin yaitu jumlah kendaraan yang melalui titik pada suatu tempat
dalam satuan waktu dengan memperhatikan percepatan atau perlambatan yang
terjadi pada jalan tersebut.

2.1.6. Faktor Keamanan


Karena pada jalan raya kita berhadapan dengan manusia dan kendaraan, tentu saja
perencanaan geometric jalan raya ditunjukkan terhadap efisiensi, keamanan, dan
kenyamanan.Faktor kecepatan kendaraan merupakan faktor keamanan sehingga dalam
perencanaan harus diberikan suatu penampang batas kecepatan untuk mendapat keamanan yang
tinggi.

2.1.7. Analisa Untung Rugi


Analisa ini diperlukan untuk membuat trase dalan (garis tujuan) yang didasarkan atas
 Banyak bangunan.
 Biaya pemeliharaan.
 Biaya operasi jalan yang menyangkut bahan bakar, bahan pelumas ataupun
pemeliharaan kendaraan yang bersangkutan.
Dengan adanya analisa suatu trase dibuat sependek mungkin dan diusahakan lurus.Bila
pembiayaan terbatas maka jalan diusahakan mengikuti permukaan tanah asli sehingga tidak
banyak galian dan timbunan.

2.2. Jarak Pandang


Jarak pandang adalah panjang bagian suatu jalan di depan pengemudi yang masih dapat
dilihat dengan jelas oleh pengemudi. Kemudian untuk melihat kedepan adalah faktor penting
dalam suatu operasi di jalan agar tercapai keadaan yang aman dan nyaman. Untuk itu harus
direncanakan jarak pandang yang cukup panjang, sehingga pengemudi dapat melihat kecepatan
terbaik dan tidak menghantam benda tak terduga yang ada di depan.
 Jarak Pandang Henti
Jarak pandang henti adalah jumlah dua jarak, dimana jarak yang dilintasi kendaraan sejak
saat pengemudi saat pemgemudi melihat suatu objek yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat rem diinjak dan jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak penggunaan rem dimulai.

6
Irwan Hura (16011002)
 Jarak Pandang Menyiap
Jarak pandang menyiap adalah panjang bagian suatu jalan yang diperlukan oleh
pengemudi suatu kendaraan untuk melakukan gerakan menyiap kendaraan lain yang lebih
lambat dan aman. Faktor-faktor yang mempengeruhi :
1. Kecepatan kendaraan yang bersangkutan.
2. Kebebasan.
3. Reaksi.
4. Kecepatan pengemudi.
5. Besar kecepatan maksimum kendaraan.

2.3 Perencanaan Tikungan.


Didalam perencanaan tikungan geometric jalan raya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Full Circle (FC)
Full Circle adalah lengkungan yang hanya terdiri dari bagian lengkung tanpa adanya
peralihan.Yang dimaksud adalah full circle hanya terdiri dari dua jari-jari lingkaran pada
lengkung tersebut.Tidak semua tikungan dapat dibuat berbentuk setengah lingkaran, hanya
lengkung dengan radius besar yang diperbolehkan pada tikungan tajam, dimana radius lengkung
kecil dan superelevasi yang dibutuhkan besar, lengkung berbentuk setengah lingkaran akan
menyebabkan perubahan kemiringan melintang yang besar yang mengakibatkan timbul kesan
patah pada tepi perkerasan sebelah luar. Efek negatif tersebut dapat dikurangi dengan membuat
lengkung paralihan (lihat pada tabel 2.1).

Sumber : Dasar-dasar perencanaan geometric jalan silvia sukirman


Gambar 2.1. Full Circle
2. Spiral-Circle-Spiral (SCS)
Lengkung terdiri dari bagian lengkungan dengan bagian peralihan untuk menghubungkan
dengan bagian yang lurus FC.Dua bagian lengkung di kanan – kiri FC itulah yang disebut spiral.
Lengkung TS-SC adalah lengkungan paralihana berbntuk seperti spiral yang menghubungkan

7
Irwan Hura (16011002)
bagian lurus dengan radius tak hingga di awal spiral (kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran
dengan radius Rc diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titik paralihan bagian lurus kebagian
yang berbentuk spiral dan titik SC adalah titik paralihan bagian spiral ke bagian lingkaran.
Guna membuat ruangan untuk spiral sehingga lengkung lingkaran dapat ditempatkan di
ujung lengkup spiral, maka lengkung lingkara tersebut digeser kedalam pada posisi FF, dimana
HF=FF=P terletak sejauh K dari awal lengkung paralihan.
LC untuk lengkung S-C-S ini sebaiknya > 20 m sehingga dalam perencanaan
mempergunakan tabel 2.1 maka radius yang dipergunakan harus memenuhi syarat tersebut.

Sumber : Dasar-dasar perencanaan geometric jalan silvia sukirman


Gambar 2.2 Spiral circle spiral
3. Spiral – spiral
Spiral-spiral adalah lengkungan yang hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa adanya
circle.Ini merupakan model SCS tanpa sircle.Lengkungan ini biasanya terdapat di tikungan
dengan kecepatan sangat tinggi. Panjang busur lingkaran LC=0, dan Qs = 1/2β. Rc yang dipilih
harus sedemikian rupa agar LS yang dibutuhkan lebih besar dari LS yang menghasilkan landai
relatif minimum yang disyaratkan. Jadi dalam hal ini tabel 1.2 hanya dipergunakan untuk
menentukan besarnya super elevasi.

Sumber : Dasar-dasar perencanaan geometric jalan silvia sukirman


Gambar 2.3 Spiral- Spiral

8
Irwan Hura (16011002)
2.3. Rumus-rumus Yang Digunakan.
Berdasarkan peta topografi yang disediakan, dimana titik asal dan tujuan telah
ditentukan, dilakukan pencarian lintasan dengan memperhatikan situasi medan. Kontur terus
ditelusuri untuk mencari lintasan yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya (PPGJR) No.13 tahun 1970 serta ketentuan lain yang diberikan pada perencanaan ini.
a.) Perhitungan jarak dari titik ke titik dengan metode phytagoras
2
A - X= √( XPI 1− XA ) + ( YPI 1 − YA )2
dengan:
A-X = Jarak antara titik A ke titik X
XA = Koordinat titik A terhadap sumbu X
XPI = Koordinat titik X terhadap sumbu X
YA = Koordinat titik Y terhadap sumbu Y
YPI = Koordinat titik Y terhadap sumbu Y

b. Perhitungan sudut jurusan (α ) / sudut Azymuth


XPI I −XA
tg αAPI1 = YPI 1 − YA

XA = Koordinat titik A terhadap sumbu X


XPI = Koordinat titik X terhadap sumbu X
YA = Koordinat titik Y terhadap sumbu Y
YPI = Koordinat titik Y terhadap sumbu Y

c. Jarak Pandang
Jarak Pandang Henti
Tabel 2.3 Jarak pandang henti minimum

Sumber : dasar-dasar geometric jalan raya sukirman hal 54


Jarak pandang henti adalah
JPH = (V/3.6)*t + (V/3.6)*2 / 2*g(fm+l)

9
Irwan Hura (16011002)
Keterangan : JPH = jarak pandang henti
V = Kecepatan Km/jam
t = waktu
g = gravitasi
fm = koefisien gesek antara ban dan muka jalan

Jarak Pandang Mendahului


t1 = 2.12 + 0.026 x V
a = 2.052 + 0.0036 x V
at
d1 = 0.278 t1 (V – m + )
2
t2 = 6.56 + 0.048 x V
d2 = 0.278 x V x t2
d4 = 2/3 d2
Jd = d1+d2+d3+d4
Keterangan : d1 = jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang
hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak
membelok kelajur kanan.
d2 = jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada
pada lajur sebelah kanan.
d3 = jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap
dengan kendaraan yang berlawanan.
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang melawan arah
selama 2/3 waktu dari waktu yang diperlukan.
t1 = waktu reaksi

d. Perencanaan Tikungan
Tabel 2.4 Tabel panjang lengkung paralihan minimum dan superelevasi

10
Irwan Hura (16011002)
Sumber : Dasar-dasar perencanaan geometric jalan silvia sukirman
a. FC (Full Circle)
Qc
Lc = x 2 πR
360

Lc = 0.01745.ß. Rc

L’s = 0.022 V³/R.C – 2.727 V.e/C

Ls = (e + en).1/2 .B .m

Tc = Rc tan 1/2Δ

Keterangan rumus : Lc = panjang busur lingkaran


Tc = Panjang tangen (jarak dari TC ke P1 atau P1 ke TC)
Lc = Panjang busur lingkaran
Ls = panjang lengkung paralihan
Rc = radius lengkung rencana
Qc = Sudut lengkung spiral terhadap tangen
b. SCS ( Spiral- Circle- Spiral)
VR ²
Rmin =
127(em+ fm)
Keterangan : Rmin = Jari-jari minimum
VR = Kecepatan rencana
Em = Super elevasi maksimum
Fm = koefisien gesek (lihat pada gambar 2.1)

Gambar 2.4. Koefisien gesek

Sumber : dasar-dasar geometrik jalan silvia sukirman

11
Irwan Hura (16011002)
26.648 xLs
Qs =
Rc
Keterangan : Qc = Sudut lengkung spiral terhadap tangen
Ls = panjang lengkung peralihan
Rc = radius lengkung rencana

Qc = Δ – 2 x Qs
Keterangan :Δ = Sudut tikungan
Qs = Sudut spiral

Qc
Lc = x 2 πRc
360
Keterangan : Qc = Sudut lengkung spiral terhadap tangen
Rc = radius lengkung rencana

VR
Ls1 = T
3.6
Keterangan : VR = Kecepatan rencana
T = waktu tempuh (3 detik)

Ls2 = 0.022 VR³/Rc.C – 2.727 V.e/C


Keterangan :VR = Kecepatan rencana
Rc = radius lengkung rencana
C = Perubahan Percepatan (disarankan 0.4 detik)
e = Super elevasi

( em−en )
Ls3 =
3.6 ℜ
Keterangan : em =Super elevasi maksimum
en = Superelevasi normal
re = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan
(untuk VR < 70 km/jam re = 0.035, untuk VR > 80Km/jam re = 0.025)

Ls ²
Xc = Ls x (1- ¿
40 xRc ²
Keterangan : Xc = Absis titik Sc pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC
(jarak lengkung paralihan)

12
Irwan Hura (16011002)
Ls = panjang lengkung paralihan
Rc = radius lengkung rencana

Ls ²
Yc =
6 xRc
Keterangan : Yc = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen.
Ls = panjang lengkung paralihan
Rc = radius lengkung rencana

P = Yc – Rc (1- cos Qs)


Keterangan : Yc = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen.
Rc = radius lengkung rencana

K = Xc - Rc sin Qs
Keterangan : K = Absis dari P pada garis tangen spiral

Ts = (Rc + P) x tg ½ Δ1 + K

Rc+ P
−Rc
Es = 1
cos Δ1
2
Keterangan : Es = Jarak dari P1 ke busur lingkaran
P = Pergeseran tangen terhadap spiral
L = 2 x Ls + Lc
Keterangan : Ls = panjang lengkung paralihan
Lc = panjang busur lingkaran
c. SS (sircle-sircle)
L = 2. Ls
Ts = (Rc + P) x tg ½ Δ1 + K
Rc+ P
−Rc
Es = 1
cos Δ1
2
Keterangan : Es = Jarak dari P1 ke busur lingkaran
Rc = radius lengkung rencana
Ls = panjang lengkung paralihan
P = Pergeseran tangen terhadap spiral
K = Absis dari P pada garis tangen spiral
e. Pelebaran pada Tikungan

b’ = R - √ R 2−P 2
13
Irwan Hura (16011002)
b = b + b’
Ri = Rencana – b
Rc = Ri + ½ b

2 1


B = √ ¿ ¿ +1/2 x b²)² -(P+A) ² - R i2− ( P+ A ) + xb
2

Z = 0,015 V / √R
έ = B–b

Td = √ R 2+ A ( 2 P+ A ) -R

Keretangan Rumus : B = Lebar jalur satu arah


b’ = lebar lintasan kendaraan truk pada tikungan
A = panjang tonjolan depan
P = jarak antara As depan dan As belakang
Ri = jari-jari rencana
b = lebar truk atau bus
V = Kecepatan rencana
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = Lebar tambahan akibat kelalaian pengemudi

f. Perhitungan Elevasi Tanah Asli

XL =Cb +
Xb
( Ca−Cb )
X

Dimana :
XL = Elevasi tanah asli
X = Jarak antara Countur
Ca = Countur atas
Cb = Countur bawah
Xb = Jarak Center line dengan counter bawah

2.4. Perkerasan lentur( Flaxible Pavement)


Perkerasan lentur adalah adalah perkerasan yang biasanya menggunkan bahan
campuran yang berasal dari aspal sebagai lapisan permukaan serta bahan butir dibagian
bawahnya.Sehingga perkerasan berikut memiliki kelenturan yang dapat menciptakan
kenyamanan dan keamanan bagi pengendara yang melintasi jalan tersebut.Perkerasan

14
Irwan Hura (16011002)
lentur memiliki tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dari pada perkerasan kaku.Akan
tetapi dibalik kelebihan yang dimiliki perkerasan lentur banyak pula kekurangan yang
dimilikinya contohnya, perkerasan lentur tidak tahan terhadap air, perawatan jalan harus
diperhatikan, tidak tahan dalam jangka waktu yang lama.

2.4.1. Bagian perkerasan jalan.


Bagian perkerasan lentur meliputi : lapisan pondasi bawah (Sub base course), lapisan
pondasi (base course), dan lapisan permukaan (sureface course).

Gambar 2.5 bagian-bagian lapisan perkerasan

a. Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapisan
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai marshall test
(dengan menggunakan bahan aspal), Kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen
atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapisan pondasi bawah). Untuk menentukan koefisien
kekuatan relatif dapat ditentukan pada tabel berikut.

Tabel 2.5 koefisien kekuatan relatif

15
Irwan Hura (16011002)
Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 12
b. Menghitung Angka Ekivalen.
Untuk menentukan angka ekivalen dapat kita tentukan pada tabel berikut:

Tabel 2.6 menentuka sumbu kendaraan

Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 8

c. Koefisien Distribusi Kendaraan.


Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lingtas dari suatu jalan raya, yang
menampung lalu lintas terbesar.Jika jalan tidak memiliki tanda pembatas pada jalur, maka jalur
ditentukan menurut dari tabel berikut.

Tabel 2.7 jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan

16
Irwan Hura (16011002)
Sumber : Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 7

Tabel 2.8 koefisien distribusi kendaraan

Sumber : Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 7

d. Mencari Indeks Tebal perkerasan.


Daya dukung tanah dasar (DDT) dilihat dari grafik korelasi.Dilihat dari harga CBR
lapangan atau laboratorim.
Gambar 2.6 menentukan nilai CBR dan DDT

Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 9


e. Faktor Regional (Fr).

17
Irwan Hura (16011002)
Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk
alinyemen serta persentase kendaraan, dan kendaraan yang berhenti,sedangkan untuk iklim
mencakup curah hujan rata-rata pertahun.

Tabel 2.9 Faktor regional

Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 10

Tabel 2.10 indeks permukaan pada awal umur rencana

Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 11

f. Menentukan Tebal Perkerasan Lentur


1. Lapisan Permukaan.

18
Irwan Hura (16011002)
Tabel 2.11 Batas – batas minimum tebal lapisan perkerasan

Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 13

2. Lapisan Pondasi.
Tabel 2.12 Lapisan pondasi

Sumber :Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur hal 13

3. Lapisan Pondasi Bawah.


Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.

2.5. Perkerasan kaku


Perkerasan kaku adalah susunan suatu konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atas
digunakan pelat beton yang akan diletakkan di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar.
Pelat beton yang kaku memiliki modulus elastisitas yang tinggi ,akan mendistribusikan beban
lalu lintas ke dasar tanah.
Perkersan kaku memiliki tingkat kenyamanan yang rendah karena disaaat kendaraan
melintasi jalan yang menggunakan perkersan kaku akan merasakan getaran, akan tetapi dari segi
kekuatan perkerasan kaku lebih unggul dibandingkan dengan perkerasan lentur dan segi
perawatan nya lebih efisien dibandingkan dengan perkersan lentur.

2.5.1. Kendaraan Rencana


Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarannya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

19
Irwan Hura (16011002)
1. Kendaraan kecil
2. Kendaraan sedang
3. Kendaraan besar
Tabel 2.13 kendaraan rencana

Sumber :Panduan perkerasan kaku Binamarga 1988 hal 3


Tabel 2.14Koefisien distribusi jalur

Sumber :DPU, Petunjuk perencanaan perkerasan kaku (beton semen) 1885


Tabel 2.15Menentukan faktor keamanan

Sumber :DPU, Petunjuk perencanaan perkerasan kaku (beton semen) 1885


Tabel 2.16 Koefisien gesek

Sumber :Perencanaan perkerasanbetonu 2003


BAB III
PERENCANAAN TRASE GEOMETRIK JALAN

3.1 Perencanaan Trase

2% 2%
4% 4%

Sub Grade

Sub Base Course

Base Course

Surface Course

drainase Bahu Jalur Lalu Lintas Bahu drainase

20
Irwan Hura (16011002)
Lebar Manfaat Jalan

Gambar : Cross Section Jalan


Kelas : IIA

Keadaan topografi sangat mempengaruhi dalam perencanaan trase jalan.Topografi


merupakan gambaran bentuk dari permukaan tanah asli yang digambarkan secara grafis di atas
kertas. Garis-garis ini akan digambarkan pada setiap kenaikan dan penurunan pada tanah asli.
Pemilihan trase yang tepat sesuai dengan garis trase akan mengurangi biaya. Namun
pemilihan trase yang tepat bukanlah hal yang mudah untuk dipertahankan apabila medan yang
akan direncanakan adalah medan berat seperti pegunungan, dan lembah-lembah.
Dalam merencanakan trase harus mempertimbangkan volume pekerjaan tanah, diatur
berdasarkan posisi pada garis transis mengikuti arah memanjang sesuai peta topografi.
Sebaliknya apabila posisi garis transis tersebut melintang dari arah memanjang pada peta
topografi terbut dalam jumlah yang banyak dan jarank yang rapat, maka pemilihan trase dengan
cara memotong garis tersebut.
Untuk menentukan posisi titik awal, akhir, dan panjang trase dilakukan dengan system
koordinat stasiun, yaitu berdasarkan dengan letak titik yang direncanakan pada koordinat peta
topografi tersebut.

3.2 Perhitungan Trase


Dari gambar tapograpi didapat Kordinat – Kordinat titik sebagai berikut

Titik A : XA : (- 180) Q1 : XQ1 : (75)


YA : (- 175) YQ1 : (25 )
Titik B : XB : (590) Q2 : XQ2 : (325)
YB : (180) YQ2 : (-25)

Perhitungan jarak dari titik ke titik dengan metode phytagoras


Jarak A – Q1

A – Q1 = √( XQ 1− XA )2 + ( YQ1 − YA )2
2 2
= √ [ (75 ) − (−180 ) ] + [ ( (25) −( −175 ) ]
21
Irwan Hura (16011002)
= √ (255)2 + ( 200 ) 2
= √ 65025+40000
= √ 105025
A – Q1 = 324 m
Jarak X- Y

Q1 – Q2 = √( XQ 2−XQ 1 )2 + ( YQ 2−YQ 1 )2
2 2
= √ [ (325 ) − ( 75 ) ] + [ ((−25 ) −( 25 ) ]
= √ (250)2 + (−50 ) 2
= √ 62500+2500
= √ 67500
Q1 – Q2 = 260 m

Jarak Y- B

Q2 - B = √( XB−XQ2 )2 + ( YB− YQ2)2


2 2
= √ [(590)−( 325) ] + [ ((180)−(−25 )) ]
= √ (265)2 + ( 205 ) 2
= √ 70225+42025
= √ 112250
Q2 - B = 335 m

Total jarak = 324+260+335 = 919 m


Perhitungan sudut jurusan (α ) / sudut Azymuth

Titik A : XA : (-180) Q1 : XQ1 : (75)


YA : (-175) YQ1 : (25)

Titik B : XB : (590) Q2 : XQ2 : (325)


YB : (180) YQ2 : (-25)

XQ1−XA (75 )−(−180 )


tg αA-Q1 = YQ 1 − YA = (25) −(−175 ) = 1,2 meter
αA-Q1 = Arc-1(1.2) = 50011’ 39,94”

22
Irwan Hura (16011002)
XQ2− XQ1 (325)−(75)
tg αQ1-Q2 = YQ2−YQ 1 = (−25)−(25) = -5 meter
αQ1-Q2 = Arc-1(-5) = -78041’24,24”

Karena pada kuadran II , maka


Α Q1-Q2 = 1800+(-78041’24,24”)
= 101018’35,76”

XB−XQ 2 (590 )−(75)


tg αQ2-B = YB − YQ 2 = (180)−(-25) = 2,5 meter
α Q2-B = Arc-1(2,5)+90 = 158011’ 54,9”

Maka Untuk Sudut Tikungan :


Δ1 = α AQ1 - α Q1Q2
0 0
= 50 11’ 39,94” – 101 18’35,76”
= -5106’55,82” + 90°
= 38048’40,9” = 38,8°

Δ2 α
= BY - α XY
0 0
= 158 11’ 54,9” – 101 18’35.76”
= 560 53’ 19,1”
= 56,8°

3.3 Jarak Pandang


Jarak Pandang Henti

JPH = (V/3.6)*t + (V/3.6)*2 / 2*g*f


= (80/3.6)*2.5 + (80/3.6)*2 / 2* 9.81* 0.300
= 55.5 + 44.4 /5.886
= 63,04 m

Jarak Pandang Mendahului


Diketahui :V = 80 km/jam

23
Irwan Hura (16011002)
M = 11 km/ jam
t1 = 2.12 + 0.026 x V
= 2.12 + 0.026 x 80
= 4.4 s
a = 2.052 + 0.0036 x V
= 2.052 + 0.0036 x 80
= 2.34 s
at
d1 = 0.278 t1 (V – m + )
2
2.34 x 4.4
= 0.278 .4,4 . (80 – 11 + )
2
= 90.6 m
t2 = 6.56 + 0.048 x V
= 6.56 + 0.048 x 80
= 10.4s
d2 = 0.278 x V x t2
= 0.278 x 80 x 10.4
= 231,2 m
d3 = 30 – 100 ( direncanakan 35m)
d4 = 2/3 d2
= 2/3. 231,2
=154.13 m
Jd = d1+d2+d3+d4
= 90,6 + 231,2 + 35 + 154,13
= 510,93 m

3.4 Perencanaan Tikungan


 Tikungan I
Diketahui : R min : 210 m
Rc : 286 (Tentukan sendiri dilihat di tabel 2.4)
e : 0.093 (Hasil interpolasi dari tabel 2.4)
Ls : 70 (Tentukan pada tabel 2.4)
V : 80 Km/jam
Δ1 : 38,8°
T : 3 detik
em :6%

24
Irwan Hura (16011002)
en :2%
C : 0.4 detik
re : 0.025
emax : 10%
VR ²
Rmin =
127(emax+ fm)
80. ²
=
127(10 %+ 0.140)
= 209,973

26.648 xLs
Qs =
Rc
26.648 x 70
=
286
= 6,52 ̊

Qc = Δ1 – 2 x Qs
= 38,8° – 2 x 6,52 ̊
= 25,7 ̊

Qc
Lc = x 2 πR
360
25,7
= x 2 x 3.14 x 286
360
= 128,2 m ˃25 m maka digunakan S-C-S

VR
Ls1 = T
3.6
80
= 3
3.6
= 66

Ls2 = 0.022 V³/R.C – 2.727 .V.e/C


= (0.022 80³/ 286 . 0.4) – (2.727.80. 0,093/0.4)
= 98,46 – 50,72
= 47,74

( em−en )
Ls3 =
3.6 ℜ

25
Irwan Hura (16011002)
( 0.06−0.02 )
=
3.6 x 0,025
=0.44
Maka jika Ls > Ls1, Ls>Ls2, dan Ls>Ls3 maka gunakan Ls standar.Apabila Ls standar
lebih kecil maka gunakan paling besar di antara Ls1, Ls2, dan Ls3.

Ls ²
Yc =
6 xRc
70 ²
=
6 x 286
= 2,8 m

Ls ²
Xc = Ls x (1- ¿
70 xRc ²
70 ²
=70 x (1- ¿
70 x 286 ²
= 70 x 0,9992
= 69,94 m

p = Yc – Rc (1−cos Qs)
= 2,8 – 286 (1- cos 6,52)
= 2,8 – 1,84
= 0.96 m

K = Xc - Rc sin Qs
= 69,94 – 286 sin 6,52
= 37,46 m

L = 2 x Ls + Lc
=2. 70 + 128,2
= 268,2

Rc+ P
−Rc
Es = 1
cos Δ1
2
286+0.96
−286
= 1
cos 38,8
2

26
Irwan Hura (16011002)
= 304,2 – 286
= 18,2 m

Ts = (Rc + P) x tg ½ Δ1 + K
= (286 + 0.96) x tg ½ 38,8 + 37,46
= 286,96 x 0,33 + 37,46
= 132,1 m

Gambar 3.1 Perencanaan tikungan S-C-S

27
Irwan Hura (16011002)
I II III IV IV III II I

+ 0,093

Full Super CL
Elevasi

0,06 0,06
Sc - 0,093 Sc
Super elevasi
Normal 2% Ls=70 m Lc= 690,7 m Ls=70 m

Gambar 3.2 Diagram superelevasi


Potongan :
I. Normal II. Belok Kiri

2% 2% 0,00
0%
2%
-0,093
-0,093

3,5 3.5 3.5 3.5

I II
III. Belok Kanan Pas IV.Tikungan Maksimum Kemiringan
+0,060 2% + 0,051
2%

-0,093
- 0,093
3.5 3.5 3.5 3.5

Keterangan :
Elevasi : 2 % = 0,02 x 3,5 = ± 0,07
Elevasi : 10 % = 0,01 x 3,5 = ± 0,035
CL : Center Line

28
Irwan Hura (16011002)
 Tikungan II
Diketahui : R min : 210 m
Rc : 239 (Tentukan sendiri dilihat di tabel 2.4)
e : 0.096 (hasil interpolasi dari tabel 2.4)
Ls : 80 (Tentukan di tabel 2.4)
V : 80 Km/jam
Δ1 : 56,8°
T : 3 detik
em :6%
en :2%
C : 0.4 detik
re : 0.025
emax : 10%

VR ²
Rmin =
127(emax+ fm)
80 ²
=
127(10 %+ 0.140)
= 209,973

26.648 xLs
Qs =
Rc
26.648 x 80
=
239
= 8,91 ̊

Qc = Δ1 – 2 x Qs
= 56,8 – 2 x 8,91
= 38,98 ̊

Qc
Lc = x 2 πRc
360
38,98
= x 2 x 3.14 x 239
360
= 162,5 m ˃25 m maka digunakan S-C-S

VR
Ls1 = T
3.6
80
= 3
3.6

29
Irwan Hura (16011002)
= 66

Ls2 = 0.022 V³/R.C – 2.727 V.e/C


=0.022 80³/239. 0.4 – 2.727 80 0.096/ 0.4
= 117,82 – 52,35
= 65,47

( em−en )
Ls3 =
3.6 ℜ
( 0.06−0.02 )
=
3.6 0,025
= 0.37
Maka jika Ls > Ls1, Ls>Ls2, dan Ls>Ls3 maka gunakan Ls standar.Apabila Ls standar
lebih kecil maka gunakan paling besar di antara Ls1, Ls2, dan Ls3.
Ls ²
Xc = Ls x (1- ¿
70 xRc ²
80 ²
=80 x (1- ¿
80 x 239 ²
= 80 x 0,9988
= 79.904 m

Ls ²
Yc =
6 xRc
80 ²
=
6 x 239
= 4,46 m

p = Yc – Rc (1- cos Qs)


= 4,46 – 239 (1- cos 8,91)
= 4,46 – 2,88
= 1,58 m

K = Xc - Rc sin Qs
= 79,904 – 239 sin 8,91
= 42,8 m

L = 2 x Ls + Lc
= 2 x 80 + 162,5
= 322,5 m

30
Irwan Hura (16011002)
Rc+ P
−Rc
Es = 1
cos Δ1
2
239+1,58
−239
= 1
cos 56,8
2
= 273,4 – 239
= 34,4 m

Ts = (Rc + P) x tg ½ Δ1 + K
= (239 + 1,58) x tg ½ 56,8 + 42,8
= 240,58 x 0,54+ 42,8
= 172,7 m

Gambar 3.3 Perencanaan S-C-S

31
Irwan Hura (16011002)
I II III IV IV III II I

+ 0, 096

Full Super CL
Elevasi

0,06 0,06
Sc - 0,096 Sc
Super elevasi
Normal 2% Ls=80 m Lc= 162,5m Ls=80 m

Gambar 3.4
Potongan :
I. Normal II. Belok Kiri

2% 2% 0,00
0%
2%
-0,096
-0,096

3,5 3,5 3,5 3,5

I II

III. Belok Kanan Pas IV.Tikungan Maksimum Kemiringan


+0,060 2% + 0,06
2%

-0,096
- 0,096
3 3 3,5 3,5

Keterangan :
Elevasi : 2 % = 0,02 x 3,5 = ± 0,07
Elevasi : 10 % = 0,01 x 3,5 = ± 0,35
CL : Center Line

32
Irwan Hura (16011002)
3.5 Pelebaran pada Tikungan
 Tikungan I

Td = √ R 2+ A ( 2 P+ A ) -R
= √ 2862+1.2 ( 2.6,10+1.2 )−286
= 0,02

b’’ = R- √ R 2−P 2
= 286 - √ 2862−6,102
= 286 -285,9
= 0,1

b’ = b + b’’
= 2,6 + 0.1
= 2,7 m

Ri = Rencana – b
= 286 – 2,7
= 283,3 m

Rc = Ri + ½ b
= 283,3 + ½ 2,7
= 284,65 m

2 1


B = √ ¿ ¿ +1/2 x b²)² -(P+A) ² - R i2− ( P+ A ) + xb
2
2 1


= √ ¿ ¿ +1/2 x 2,7²)² - (6,10+1.2) ² - 283,3 ²− (6,10+ 1.2 ) + x 2,7
2
= 283,22 – 283,2
= 0,02 m

έ = B–b
= 0.02– 2,7
= 2,68 m

Z = 0,015 V / √R
= 0.015 80/ √ 286
= 0.07

DIAGRAM SUPER ELEVASI TIKUNGAN I


33
Irwan Hura (16011002)
C TPD
TPL
Keterangan Gambar :

B : 0,02 meter
n :2
b’ : 2,7 meter
b” : 0,1 meter
Td : 0,02 meter
Z : 0,07 meter
V : 80 Km / jam
R : 210 meter
0,053
b : 2,6 meter
P : 6,10 meter
0,053
A : 1,20 meter
C : 0.8 meter

3,5 3,5

R ( meter )

C.2 C. 2
Td
b”
b

b’

GAMBAR JALAN PADA TIKUNGAN I

Tikungan II

34
Irwan Hura (16011002)
Td = √ R 2+ A ( 2 P+ A ) -R
= √ 2392+1.2 ( 2.6,10+1.2 )−239
= 0,03

b’’ = R- √ R 2−P 2
= 239 - √ 2392−6 .12
= 239 -238,92
= 0.08

b’ = b + b’’
= 2.6 + 0.08
= 2.68 m

Ri = Rencana – b’
= 239 – 2,68
= 236,32 m

Rc = Ri + ½ b’
= 236,32 + ½ 2.68
= 237,6 m

2 1


B = √ ¿ ¿ +1/2 x b²)² -(P+A) ² - R i2− ( P+ A ) + xb
2
2 1


= √ ¿ ¿ +1/2 x 2.68²)²- (6.1+1.2) ² - 237.6²−( 6.1+1.2 ) + x 2.68
2
= 240,4 – 237,4
=3m

έ = B – b’
= 3 – 2,68
= 0,32 m

Z = 0,015 V / √R
= 0.015 80/ √ 239
= 0.07

DIAGRAM SUPER ELEVASI TIKUNGAN II

35
Irwan Hura (16011002)
C TPD
TPL

Keterangan Gambar :

B : 3 meter
n :2
b’ : 2,68 meter
b” : 0,08 meter
Td : 0,03 meter
c: : 0,8 meter
V : 80 Km / jam
0,0618
R : 239 meter
b : 2,6 meter
P : 6,10 meter
0,0618
A : 1,20 meter
Z : 0.07 meter

3 3

R ( meter )

C.2 C. 2
Td
b”
b

b’

GAMBAR JALAN PADA TIKUNGAN II

3.6 Rencana Stasiun ( Stationing )

36
Irwan Hura (16011002)
A = Titik Acuan STA = 0 + 0,00

STA - STA1 = + 50.00 = 0.00 + 50.00 = 50.00 m


STA 1 - ST A 2 = + 50.00 = 50.00 + 50.00 = 100.00 m
STA 2 - ST A 3 = + 50.00 = 100.00 + 50.00 = 150.00 m
STA 3 - STA 4= + 50.00 = 150.00 + 50.00 = 200.00 m
STA 4 - STA 5 = + 50.00 = 200.00 + 50.00 = 250.00 m
STA5 - ST A 6 = + 7.95 = 250.00 + 7.95 = 257.95 m
STA 6 - STA7 = + 50.00 = 257.95 + 50.00 = 307.95 m
STA 7 - Q1 = + 16,05 = 307.95 + 16.05 = 324.00 m
Q1 - STA8 = + 16.05 = 324.00 + 16.05 = 340.05 m
STA8 - STA9= + 50.00 = 340.05 + 50.00 = 390.05 m
STA9 - STA10 = + 50.00 = 390.05 + 50.00 = 440.05 m
STA10 - STA 11 = + 50.00 = 440.05 + 50.00 = 490.05 m
STA 11 - STA 12 = + 7.85 = 490.05 + 7.85 = 497.9 m
STA 12 - ST A 13 = + 50.00 = 497,9 + 50.00 = 547.9 m
STA 13 - Q2 = + 36.1 = 547.9 + 36.1 = 584.00 m
Q2 - STA 14 = + 36.1 = 584.00 + 36.1 = 620.1 m
STA 14 - STA 15 = + 50.00 = 620.1 + 50.00 = 670.1 m
STA 15 - ST 16= + 48.9 = 670.1 + 48.9 = 719.00 m
STA 16 - ST17= + 50.00 = 719.00 + 50.00 = 769.00 m
STA 17 - ST18= + 50.00 = 769.00 + 50.00 = 819.00 m
STA 18 - ST19= + 50.00 = 819.00 + 50.00 = 869.00 m
STA 19 - B = + 50.00 = 869.00 + 50.00 = 919.00 m

- Maka Panjang Jalan Sebenarnya


Dari A ke B adalah = 919.00 meter

3.7 Perhitungan Elevasi Tanah Asli

37
Irwan Hura (16011002)
Xb
( Ca−Cb )
XL =Cb + X

Dimana :
XL = Elevasi tanah asli
X = Jarak antara Countur
Ca = Countur atas
Cb = Countur bawah
Xb = Jarak Center line dengan counter bawah

1,9
o STA A XL = 242 + 3,1 ( 242 - 242 ) = 242,00 meter
0,4
o STA 1 XL = 238 + 0,6 ( 238 - 238 ) = 238,00 meter
0,3
o STA 2 XL = 242 + 0,7 ( 240 - 242 ) = 241,14 meter
0,8
o STA 3 XL = 242 + 1,4 ( 240 - 242 ) = 240,86 meter
1,1
o STA 4 XL = 246 + 1,9 ( 244 - 246 ) = 244,84 meter
0,5
o STA 5 XL = 246 + 5,4 ( 246 - 248 ) = 245,81 meter
1,7
o STA 6 XL = 246 + 5,3 ( 248 - 246 ) = 246,64 meter
3,9
oX XL = 246 + 5,3 ( 248 - 246 ) = 247,50 meter
10,1
o STA 7 XL = 246 + 19,2 ( 246 - 246 ) = 246,00 meter
5,1
o STA 8 XL = 246 + 19,2 ( 246 - 246 ) = 246,00 meter
1,0
o STA 9 XL = 246 + 19,2 ( 246 - 246 ) = 246,00 meter
0,5
o STA 10 XL = 242 + 2,4 ( 242 - 244 ) = 242,42 meter

38
Irwan Hura (16011002)
0,2
o STA 11 XL = 238 + 2 ( 238 - 238 ) = 238,00 meter
0,8
o STA 12 XL = 242 + 3,1 ( 244 - 242 ) = 242,52 meter
0,7
o STA 13 XL = 242 + 3 ( 244 - 242 ) = 242,47 meter
1,6
o STA 14 XL = 242 + 3,1 ( 244 - 242 ) = 243,03 meter
1,2
oY XL = 242 + 4,9 ( 244 - 242 ) = 242,50 meter
2,7
o STA 15 XL = 244 + 3,9 ( 242 - 242 ) = 245,40 meter
1,4
o STA 16 XL = 246 + 2,5 ( 248 - 246 ) = 247,12 meter
0,3
o STA 17 XL = 252 + 0,7 ( 250 - 252 ) = 252,86 meter
2,6
o STA 18 XL = 244 + 7,2 ( 244 - 244 ) = 244,00 meter
1,7
o STA 19 XL = 244 + 3,8 ( 246 - 244 ) = 244,89 meter
1,2
o STA B XL = 244 + 2,9 ( 246 - 244 ) = 244,83 meter

39
Irwan Hura (16011002)
3.8 Perhitungan Galian dan Timbunan

NO LUAS ( M3 )
STA GALIAN TIMBUNAN
STA - -
STA 1 - 1929.545
STA 2 - 2396.28
STA 3 - 1096.205
STA 4 1239.275 213.89
STA 5 2299.52 -
STA 6 1354.282 -
STA X 1410.96 -
STA7 4194.75 -
STA 8 3169.43 -
STA 9 3117.37 -
STA 10 1320.1 96.045
STA 11 - 2627.86
STA 12 - 2233
STA 13 - 147.972
STA 14 16.9822 31.6711
STA Y 26.8527 13.8719
STA 15 1149.62 8.797
STA 16 3279.231 -
STA 17 5887.48 -
STA 18 4345.38 -
STA 19 1407.824 -
STA 20 1783.04  
STB 140.38 -
jumlah 40701.144 106744.1

- Volume Galian : 40701.144M3


- Volume Timbunan : 106744.1M3

40
Irwan Hura (16011002)
BAB IV
MENGHITUNG PERKERASAN JALAN DENGAN
“ PERKERASAN LENTUR “
4.1. Data-data umum
Lalu lintas harian rata – rata ( LHR ) kendaraan / hari dua arah pada awal tahun pembukuan :

- Mobil Penumpang ( 1 + 1 ) 2 ton = 1000 Kendaraan

1 ton 1 ton

- Bis Umum (3+5) 8 ton = 500 Kendaraan

3 ton 5 ton

- Truk 2 As (5+8) 13 ton = 100 Kendaraan

5 ton 8 ton

- Truk 3 As (6+7+7) 20 ton = 70 Kendaraan

6 ton 7 ton 14ton 7 ton

- Truk 5 As ( 6 + 7 + 7 + 5 + 5 ) 30 ton = 50 Kendaraan

6 ton 7 ton 14ton 7 ton 5 ton 5 ton

∑ LHR = 1720 Kendaraan

- Pertumbuhan Lalu Lintas ( i ) = 25 %


- CBR = 7 %
- Umur Rencana = 15 tahun

Maka Untuk Flexible Pavemen dapat dilihat pada tabel 2.5 :


- Surface Course : ( AC- WC ) MS 744 a1 = 0,40
- Base Course : Batu Pecah Kelas A CBR 100% a1 = 0,14

41
Irwan Hura (16011002)
- Sub Base Course : Sertu/pitrun Kelas A CBR 70% a1 = 0,13
Dilihat dari table 2.2 table perkerasan lentur.

1. LHR Pada awal pembukaan jalan dengan umur rencana 15 tahun


Dimana : n = 15 tahun
i = 25 % = 0,25
maka : ( 1 + 0,25 )15 = 28,42

- Mobil Penumpang : 1000 x 28,42 = 28421,71


- Bis Umum : 500 x 28,42 = 14210,85
- Truk 2 As : 100 x 28,42 = 2842,170
- Truk 3 As : 70 x 28,42 = 1989,520
- Truk 5 As : 50 x 28,42 = 1421,085

2. MENGHITUNG ANGKA EKIVALEN ( E )


Berdasarkan tabel 2.6 perkerasan lentur
- Mobil Penumpang 2 ton ( 1 + 1 ) = 0.0002 + 0.0002 = 0,0004

- Bis Umum 8 ton ( 3 + 5 ) = 0,0183 + 0,141 = 0,1593

- Truk 2 As , 13 ton ( 5 + 8 ) = 0,141 + 0,9238 = 1,0648

- Truk 3 As , 20 ton ( 6 + 7 + 7 ) = 0,2923 + 1,083 = 1,3753

- Truk 5 As , 30 ton ( 6 + 7 + 7 + 5 + 5 ) = 0,2923 + ( 2 x 0,5415 ) + ( 2 x 0,141 )


= 1,6573

3. KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN ( C )


Berdasarkan tabel 2.8, tebal perkerasan lentur, maka diperoleh :
Harga C = 0,50 ( Kendaraan ringan )
C = 0,50 ( Kendaraan barat )
Untuk 2 Jalur 2 Lajur

4. MENGHITUNG LALU LINTAS EKIVALEN PERMUKAAN ( LEP )

LEP = LHR AWAL x C x E

- Mobil Penumpang 2 ton = 1000 Kendaraan x 0,50 x 0,0004 = 0,2


- Bis Umum 8 ton = 500 Kendaraan x 0,50 x 0,1593 = 39,825
- Truk 2 As 13 ton = 100 Kendaraan x 0,50 x 1,0648 = 53,24
- Truk 3 As 20 ton = 70 Kendaraan x 0,50 x 1,3753 = 48,1355

42
Irwan Hura (16011002)
- Truk 5 As 30 ton = 50 Kendaraan x 0,50 x 1,6573 = 41,4325

∑ LEP = 1720 Kendaraan = 182,833

5. MENGHITUNG LALU LINTAS EKIVALEN PERMUKAAN ( LEA )

LEP = LHR AKHIR x C x E

- Mobil Penumpang 2 ton = 28421,71 x 0,50 x 0,0004 = 5,68434


- Bis Umum 8 ton = 14210,85 x 0,50 x 0,1593 = 1131,89
- Truk 2 As 13 ton = 2842,170 x 0,50 x 1,0648 = 1513,17
- Truk 3 As 20 ton = 1989,520 x 0,50 x 1,3753 = 1368,09
- Truk 5 As 30 ton = 1421,085 x 0,50 x 1,6573 = 1177,58

∑ LEA = 5196,41

6. MENGHITUNG LALU LINTAS EKIVALEN TENGAH ( LET )

LET = ½ ( LEP + LEA )

LET = ½ . (182,833 + 5196,41)


= 2689,62

7. MENGHITUNG LALU LINTAS EKIVALEN RENCANA ( LER )


LER = LET x Fr

UR
Fr = 10
15
LER = LET x 10
15
LER =2689,62x 10
= 4034,44

8. MENCARI INDEKS TEBAL PERKERASAN ( ITP )


Diketahui :
- CBR Tanah Dasar = 7%
- Maka didapat DDT = 5,3 ( dari data Korelasi DDT dan CBR buku pedoman perkerasan
lenturdapat dilihat pada gambar 2.6)

43
Irwan Hura (16011002)
- Faktor Regional ( Fr ) dari tabel 2.9
Maka Fr = 1,5 Kelandaian : 6%
Iklim ; < 900 mm / tahun
- Indeks Permukaan Akhir jenis jalan kolektor ( IPt ) = 2,0
Diperoleh dari LER = 4034,44jadi
>1000 didapat harga ( IPt ) untuk klafikasi jalan arteri ialah = 2,0
- Indeks Permukaan Awal Umur Rencana ( IP0 )
Diambil IP0= 4 ( untuk Laston AC ) dari tabel 2.10

- Maka dari Momogram ;

Untuk LER 15 tahun, maka IPT : 6


IPo = 4
DDT = 5,3
Fr = 1,5
IPt = 2,0
IP = 4 Jalan baru dengan lapisan AC ( beton aspal )
LER = 4034,44

9. MENENTUKAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

UMUR RENCANA = 15 TAHUN


ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3

Dimana : D min diambil dari table 2.11

Untuk ITP =6
a1 = 0,40 D min = 5 cm
a3 = 0,14 D min = 20 cm
a1 = 0,13 D min = 10 cm

Dicari D1 = ……… ?
6 = 0,4 . D1 + 0,14 ( 20 ) + 0,13 ( 10 )
6 = 0,4 . D1 + 2,8 + 1,3
0,4 = 6 – 4,1
1,9
D1 = 0,4
D1 = 4,75 cm

10. SUSUNAN PERKERASAN

44
Irwan Hura (16011002)
AC = 4,75 cm
Batu Pecah = 20 cm
Sertu = 10 cm

11. GAMBAR SUSUNAN PERKERASAN LENTUR

4.750 AC

20 Batu Pecah

10 Sertu

12. MENENTUKAN TEBAL PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBLE )

UMUR RENCANA = 15 TAHUN


IPT = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3
Dimana : D min diambil dari tabel 2.11 dan 2.12, table perkerasan lentur

a1 = 0,40 D min = 5 cm
a3 = 0,14 D min = 20 cm
a1 = 0,13 D min = 10 cm

Dicari D3 = ……… ?
6 = 0,4 . 5 + 0,14 ( 20 ) + 0,13 (D1 )
6 = 2 + 2,8 + 1,3 D3
0,13 = 6 – 4,88
1,12
D3 = 0,13
D3 = 8,6 cm
Dipakai D3 min = 10 cm

13. SUSUNAN PERKERASAN


AC = 5 cm
Batu Pecah = 20 cm
Sertu = 10 cm

45
Irwan Hura (16011002)
14. GAMBAR SUSUNAN PERKERASAN LENTUR

.
BAB V
MENGHITUNG PERKERASAN JALAN DENGAN
“PERKERASAN KAKU”

5.1. Data-data Lalu Lintas.

- Mobil Penumpang 2 ton = 1000 Kendaraan


- Bis Umum 8 ton = 500 Kendaraan
- Truk 2 As 13 ton = 100 Kendaraan
- Truk 3 As 20 ton = 70 Kendaraan
- Truk 5 As 30 ton = 50 Kendaraan
Komposisi Lalu lintas harian rata – rata : 2 Jalur, 2 Lajur
Koefisien distribusi kendaraan : 0,50 ( dari table 2.14 )

- Pertumbuhan Lalu Lintas ( i ) : 25 %


- Jenis Jalan : kolektor
- Umur Rencana ( UR ) : 15 tahun

- Mutu Beton K 300 σ bt : 300 kg/cm2


- Mutu Baja : Bj – 34 (ulir)

Penyelesaian :
1. - Mobil Penumpang 2 ton = 1000 Kend/hari x 2 = 2000 sumbu
- Bis Umum 8 ton = 500 Kend/hari x 2 = 1000 sumbu
- Truk 2 As 13 ton = 100 Kend/hari x 2 = 200 sumbu
- Truk 3 As 20 ton = 70 Kend/hari x 3 = 210 sumbu
- Truk 5 As 30 ton = 50 Kend/hari x 5 = 255 sumbu
= 1720 Kend/hari = 3665 sumbu

2. PERHITUNGAN LHR PADA AKHIR UMUR RENCANA ( UR )

R=
(1+i)n −1
46
R log(1−i)
Irwan Hura (16011002)
Rumus

15
(1+0 ,25) −1
R = R log(1−0 , 25)
R = 91,4

PERHITUNGAN JKNH ( Jumlah Kendaraan Niaga Harian ) > 15 tahun


Tabel 5.1
N Jenis JKNH Konfiguras Beban FK C Jumla Jumlah
Kendaraan i Beban Sumbu h Sumbu
o Sumbu Beban ( JSKNH )
Sumbu
STRT 3 500
1 Bis Umum 500 1000
STRG 5 500
STRT 5 100
2 Truck 2 As 100 200
STRG 8 100
STRT 20 105
3 Truck 3 As 70 1,10 0,50 210
STRG 20 105
STRT 6 63,75
SGRG 14 63,75
4 Truck 5 As 50 STRG 5 63,75 255
STRG 5 63,75

720 ∑ = 1665

- Faktor Keamanan untuk jalan kolektor FK = 1,0


- JKNH ( Jumlah Kendaraan Niaga Harian ) = 720
- Maka JKN ( Jumlah Kendaraan Niaga selama umur rencana)
Adalah : JKN = 365 x JKNH x R
= 365 x 720 x 91,4
= 24.019.920 Kendaraan

- JSKN ( Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga selama umur rencana)


Adalah JSKN = 365 x JSKNH x R
= 365 x 1665 x 91,4
= 55.546.065 Sumbu

- Modulus Of Repture ( MR ) Beton pada umur 28 hari.

47
Irwan Hura (16011002)
Dengan Mutu Beton K = 300
σ tot = 300 kg/cm2 . maka
σ tot
+ 9
MR = 11
300
+9
= 11 = 245,45kg/cm2

- Nilai Modulus tanah dasar ( K ) Diperoleh dari grafik II


Untuk CBR 7 % di peroleh K = 4,6

MENGHITUNG TEBAL LAPISAN PONDASI

Dari Grafik ( hubungan antara CBR tanah dasar dengan K )


Dimana diperoleh Dengan CBR 7 % _______ K = 4,6 Kg / cm3

DARI DATA SOAL DIKETAHUI BAHWA :


Lapisan Pondasi bawah yaitu batu pecah kelas A dan sertu kelas A
dengan koefisien E = 8000 – 20000 Psi
Bila : K = 21 Kg / cm3 maka TANAH DASAR BAIK
K = 10 Kg / cm3 maka TANAH DASAR SEDANG
K = 4,6 Kg / cm3 maka TANAH DASAR JELEK
Dari Gambar . 3 ( Grafik untuk menentukan K gabungan )
Maka ; Diperoleh Lapisan Pondasi = 10 cm ( Syarat minimum untuk rigit psvement )
Tabel :
Tabel 5.2

No Lapisan Pondasi
Cpa Psi Kg / cm2
1 GRANULAR 0.005 – 0.138 8000 – 20.000 565 – 1410

48
Irwan Hura (16011002)
2 LAPIS PON DISTABILITAS SEMEN 3.5 – 6.9 50.000 – 1000.000 32510 – 70420
3 TANAH DISTABILITAS SEMEN 2.8 – 6.2 40.000 – 9000.000 28170 – 63380
4 LAPIS PON DIPERBAIKI ASPAL 2.4 – 6.9 350.000 – 1000.000 24650 – 70420
5 LAPIS PON DIPERBAIKI EMULSI 0.28 – 2.1 40.000 – 3000.000 2815 – 21125
Sumber : petunjuk perencanaan perkerasan kaku 1988 hal 6

UNTUK PERKERASAN BETON DISAMBUNG DENGAN TULANGAN

UKURAN PLAT : - TEBAL PLAT = 21 CM


- LEBAR PLAT = 600 CM ( lebar jalan )
- PANJANG PLAT = 15 M
Raji digunakan dengan diameter 20 mm Panjang 350 mm dipasang tiap jarak 20 meter
TULANGAN MEMANJANG

1200 x F . L . H
As =
Fs
Dimana : As = LUAS TULANGAN
F = KOEFISIEN GESEK ANTARA PLAT DENGAN LAPISAN PONDASI
BAWAH
L = JARAK ANTARA SAMBUNGAN
Fs = Tegangan TARIK BAJA YG DI IZINKAN BJ U – 36 ____ Fs = 1500
kg/cm2

1200 x 1,2 x 1,5 x 0, 21 0, 30 cm2


=
As = 1500 m
A min = 0,1 % . T . m1
= 0,1 % . 21cm . 100 cm
= 2,1 cm/m

Untuk A min= As = 3,03 cm/m Pakai tulangan A = φ 8 – 225 = 2,23 cm2 /


m
Tulangan yang diambil harus lebih besar dari AS = Amin

Tulangan melintang

1200 x F . L . H
As =
Fs
Dimana : L = lebar plat = 7,5 meter
1200 x 1,2 x 7,5 x 0 , 21 1 ,51 cm 2
=
As = 1500 m

49
Irwan Hura (16011002)
A min = 0,1 % . T . m1
= 0,1 % . 21cm . 10 cm
= 2,1 cm/m

A min = As = 2,1 cm/m PILIH A = φ 8 – 225 = 2,23 cm2 / m

PENULANGAN
BEBAN BERSAMBUNG DENGAN TULANGAN
Prinsip kerja penulangan atau pembesian pada rencana jalan sepanjang 822
m dengan sistem RIGIT PAVEMEN dengan cara beton bersambung dengan
tulangan adalah sepanjang jalan .

1. PENULANGAN MEMANJANG
- Jarak minimum tulangan = 2 x ukuran Agregat terbesar atau ¿ 100
mm dan ¿ 225 mm, dengan tujuan agar dicapai penyalulan beton dan
kuat tekan yang cukup kuat.
- Diameter tulangan diperoleh dari perhitungan
- Panjang plat 15 m dan lebar plat 7,5 m
- Panjang Plat beton yang akan ditulangi = 15 m
Sambungan susut diletakkan tiap 15 m

50
Irwan Hura (16011002)
2. PENULANGAN MELINTANG
Tulangan melintang diatas atau diduduk kan dinamakan Beton Decking
setebal selimut beton yang ditempatkan pada jarak – jarak tertentu /
secukupnya sehingga memperoleh kedudukan yang nyaman dan tulangan
pembesian relative rata dan tidak bergelombang.

51
Irwan Hura (16011002)
RIGID PAVEMENT

BETON BERSAMBUNG DENGAN TULANGAN

52
Irwan Hura (16011002)
SAMBUNGAN MEMANJANG DAN LIDAH ALUR

53
Irwan Hura (16011002)
54
Irwan Hura (16011002)
55
Irwan Hura (16011002)

Anda mungkin juga menyukai