Anda di halaman 1dari 10

BAB II

DASAR TEORI
A. Pengertian Jalan
Jalan raya adalah jalur-jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh
manusia dengan bentuk, ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan
untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang
dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat.
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat member pelayanan yang
optimalkepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan
geometric ini adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus
lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat pengunaan biaya juga memberikan rasa
aman dan nyaman kepada pengguna jalan.
B. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan raya menujukan standar operasi uang dibutuhkan dan merupakan
suatu bantuan yang berguna bagi perencana. Di Indonesia berdasarkan peraturan
perencanaan geometric jalan raya yang dikeluarkan oleh jasa marga, jalan dibagi dalam
kelas-kelas yang penetapannya berdasarkan fungsinya.
Menurut fungsinya jalan raya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Jalan Arteri
Jalan Raya selain dibagi dalam keals menurut fungsinya, juga
dipertimbangkan besarnya volume serta sifat-sifat lalu lintas yang diharapkan
akan melalui jalan yang bersangkutan. Volume dari lalu lintas dinyatakan dalam
satuan mobil penumpang (SMP), yang menunjukan besarnya jumlah lalu lintas
harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan. Untuk klasifikasi jalan raya yang
didasarkan pada fungsinya.

Klasifikasi Jalan Raya Menurut Fungsinya


Fungsi

Kelas

LHR dalam SMP

Arteri
Kolekto

I
>20.000
IIA
6.000 s/d 20.000
IIB
1.500 s/d 8.000
r
IIC
<2.000
Lokal
III
Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya
(Direktorat Jendral Bina Marga, 1970)
Dalam menghitung besarnya volume lalu lintas untuk keperluan penetapan
kelas jalan kecuali untuk jalan-jalan yang tergolong dalam kelas II C dan III,
kendaraan yang tidak bermotor tak diperhitungkan dan untuk jalan kelas II A dan
I, kendaraan lambat tak diperhitungkan
Khusus untuk perencanaan jalan-jalan kelas I sebagai-dasar harus
digunakan volume lalu lintas pada saat-saat sibuk. Sebagai volume waktu sibuk
yang digunakan untuk dasar suatu perencanaan ditetapkan sebesar 15% dari
vilume harian rata-rata.
a. Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk
dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya
tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya
dalam kelas inimerupakan jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan
konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan
pelayanan terhadap lalu lintas.
b. Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalan sekunder. Dalam komposisi
lalu lintasnya terdapat lalu luntas lambat. Kelas jalan ini selanjutanya
berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas, yaitu
II A, II B, II C.
c. Kelas II A
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan
konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hotmix) atau yang setara,
dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi
tanpa kendaraan yang tak bermotor
d. Kelas II B
Adalah jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan
dan penetrasi berganda atau yang setara dimana dalam komposisi lalu
lintasnya terdapat kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor.
e. Kelas II C

Adalah jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan


jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana dalam komposisi lalu lintasnya
terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
f. Kelas III
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubunga dan
merupakan konstruksi jalan bejalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan
jalan yang paling tinggi adalah pelabuhan dengan aspal.
2. Jalan Kolektor
Adalah jalan yang terletak di daerah pusat perdagangan (CBD), yang dapat
melayani penampungan dan pendistribusian transportasi yang memerlukan rute
jarak sedang, kecepatan rata-rata yang sedang dan mempunyai jalan masuk yang
jumlahnya terbatas.
3. Jalan Lokal
Adalah jalan yang terletak di daerah pemukiman yang melayani transportasi
kecil yang memerlukan rute jarak pendek, kecepatan rata-rata yang rendah dan
mempunyai jalan masuk dalam jumlah yang tidak terbatas.
C. Faktor yang Mempengaruhi Perancangan Geometik Jalan
Di dalam proses perencanaan geometric, semua langkah yang akan diambil
seorang perencana akan banyak diperngaruhi oleh beberapa factor penting yang harus
dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
1.
Lalu lintas
Masalah yang menyangkut lalu lintas meliputi:
a. Volume/Jumlah lalu lintas
b. Kecepatan rencana lalu lintas
Kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang diizinkan di
sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut, jika kondisi yang
beragam

tersebut

menguntungkan

dan

terajga

oleh

keistimewaan

perencanaan jalan, dalam arti tidak menimbulkan bahaya, inilah yang


digunakan untuk perencanaan geometric. Suatu kecepatan rencana haruslah
sesuai dengan tipe jalan dan sifat lapangan. Kecepatan rencana merupakan
factor utamauntuk menentukan elemen-elemen geometric jalan raya.
Dipandang dari segi mengemudi berketrampilan sedang dapat mengemudi
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang
tanpa pengaruh lain yang serius.
Kecepatan yang digunakan oleh pengemudi tergantung dari:
1) Pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan
2) Sifat fisik jalan

3) Cuaca
4) Adanya gangguan dari kendaraan lain
Dipandang dari kondisi lingkungan pada umumnya peran jalan raya
dan karakteristik fisik kendaraan yang menggunakan jalan raya, kecepatan
rencana maksimum 80 km/jam adalah layak bagi jalan raya tanpa
pengawasan jalan masuk. Kecepatan rencana minimum 30 km/jam
merupakan volume lalu lintas rencana rendah. Kecepatan rencana 30-80
km/jam cocok untuk jalan keals 1-5, untuk kondisi kelas 5 cocok untuk lalu
lintas yang cukup rendah dan kondisi medan curam.
2.

Keadaan Topografi
Topografi merupakan faktor-faktor penting dalam menentukan lokasi jalan
dan pada umumnya mempengaruhi alinemen sebagai standar perencanaan
geometrik seperti pada landai jalan, jarak pandang, penampang melintang dan
lain-lain. Untuk memperkecil biaya pembangunan jalan maka standar
perencanaan geometrik perlu sekali disesuaikan dengan topografi dan keadaan
fisik serta penggunaan daerah yang dilaluinya. Misalnya keadaan tanah dasar
yang kurang baik dapat memaksa perencana untuk memindahkan trase atau
mengadakan timbunan yang tinggi (elevated high way) dan hal ini juga dapat
terjadi apabila terdapat tanah dasar dengan permukaan air tanah yang tinggi.
Berdasarkan hal ini jenis medan dibagi menjadi 3 golongan umum
berdasarkan besarnya kelerengan melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus
sumbu jalan.
Klasifikasi medan dan besarnya kelerengan melintang:
a. Datar (D) = 0 2,9%
b. Bukit (B) = 3 24,9 %
c. Gunung (G) = 25% keatas
Adapun pengaruh medan meliputi hal-hal seperti berikut:
a. Tikungan, jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas
yang cukup luas
b. Tanjakan, adanya tanjakan yang cukup curam dapat mempengaruhi
kecepatan kendaraan dan tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan
kendaraan harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan
sangat merugikan. Karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat landai
c. Bentuk penampang melintang jalan
d. Trase

3.

Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan berarti kecepatan arus kendaraan maksimum layak


diperkirakan akan melintasi suatu titik atau ruas jalan atau daerah manfaat jalan
atau selama jangka waktu tertentu pada kondisi jalur lalu lintas, pengawasan dan
lingkungan ideal, dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam. Kapasitas
jalan terbagi atas tiga golongan:
a. Kapasitas dasar (ideal capacity), yaitu kapasitas jalan dalam kondisi ideal
yang meliputi:
1) Lalu lintas mempunyai ukuran standar
2) Lebar perkerasan ideal : 3,6 m
3) Lebar bahu: 1,3 dan tidak ada penghalang
4) Jumlah tikungan dan tanjakan sedikit
b. Kapasitas rencana (design capacity), yaitu kapasitas jalan untuk
perencanaan yang dinyatakan sebagai jumlah kendaraan yang melalui suatu
tempat dalam satu satuan waktu (jam).
c. Kapasitas mungkin (possible capacity), yaitu jumlah kendaraan yang
melalui titik pada suatu tempat dalam satuan waktu dengan memperhatikan
percepatan atau perlambatan yang terjadi pada jalan tersebut.
4.

Faktor Keamanan
Karena pada jalan raya kami berhadapan dengan manusia dan kendaraan,
tentu saja perencanaan geometrik jalan raya ditunjukan terhadap efisiensi,
keamanan dan kenyamanan. Faktor kecepatan kendaraan merupakan faktor
keamanan sehingga dalam perencanaan harus diberikan suatu penampang batas
kecepatan untuk mendapatkan keamanan yang tinggi.

5.

Analisa Untung Rugi


Analisa ini diperlukan untuk membuat trase jalan (garis tujuan) yang
didasarkan atas:
a. Biaya pembangunan
b. Biaya pemeliharaan
c. Biaya operasi jalan yang menyangkut bahan bakar, bahan pelumas ataupun
pemeliharaan kendaraan yang bersangkutan.
Dengan adanya analisa inilah suatu trase dibuat sependek mungkin dan
diusahakan lurus. Bila segi pembiayaan terbatas maka jalan diusahakan mengikuti
permukaan tanah asli sehingga tidak banyak galian dan timbunan. Bila dilihat dari
segi kamampuan kendaraan maka:
a. Perlu pembatas dari segi kemampuan kendaraan yang lewat
b. Pembangunan disesuaikan dengan klasifikasi lalu lintas (volume dan
kapasitas).

D. Perancangan Alinyemen Horizontal

1. Tinjauan alinyemen horizontal secara keseluruhan


Ditinjau secara keseluruhan, penetapan alinyemen horizontal harus dapat
menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk mencapai
tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Sedapatnya menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya
dipisahkan oleh tangen yang pendek.
b. Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, jangan sampai teradapat
tikungan yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi.
c. Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum,
sebab jalan tersebut akan suit mengikuti perkembangan-perkembangan
mendatang.
d. Dalam hal kami terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk
harus diusahakan agar R1 > 1,5 R2.Pada tikungan berbentuk S maka
panjang bagian tangen diantara kedua tikungan harus cukup untuk
memberikan rounding pada ujung-ujung tepi perkerasan.
2. Menetapkan kecepatan rencana (design speed)
Untuk menetapkan alinyemen horizontal pada suatu rute, section ataupun
segment dari suatu jalan, perlu diketahui terlebih dahulu topography yang akan
dilalui oleh trase jalan yang akan di design. Keadaan topografi tersebut kemudian
akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya kecepatan rencana dari jalan
yang akan direncanakan, setelah kelas jalan tersebut ditentukan.
3. Macam-macam kurva dalam alinyemen horizontal
Bentuk kurva dalam alinyemen horizontal terdiri atas:
a. Full Circle FC (lengkung Penuh)
Lengkung yang hanya terdiri dari bagian lengkung tanpa adanya
peralihan. Yang dimaksud disini adalah hanya ada satu jari-jari lingkaran
pada lengkung tersebut. (lihat perbedaan dengan SCS).

b. Spiral-Circle-Spiral- SCS
Lengkung terdiri atas bagian lengkungan (circle) dengan bagian
peralihan (spiral) untuk menghubungkan denan bagian yang lurus FC. Dua
bagian lengkung di kanan-kiri FC itulah yang disebut spiral. (lihat
perbedaan dengan FC).

c. Spiral-Spiral-SS
Lengkung yang hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa adanya
circle. Ini merupakan model SCS tanpa circle. Lengkung ini biasanya
terdapat di tikungan dengan kecepatan sangat tinggi. (lihat perbedaan
dengan SCS)

E. Perancangan Alinyemen Vertikal


1. Tinjauan alinyemen vertikal secara keseluruhan
Ditinjau secara keseluruhan alinyemen vertikal harus dapat memberikan
kenyamanan kepada pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku.
Untuk mencapai itu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line artinya jangan
sampai kami mendesign lengkung vertikal searah (cembung maupun
cekung) yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
b. Menghindari hidden dip, artinya kita mempunyai alinyemen vertikal yang
relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnya terdapat lengkunglengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau
tersembunyi.
c. Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian
agar secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
d. Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alinyemen vertikal
dengan kelandaian yang tersusun dari prosentase kecil sampai besar, maka
kelandaian yang paling curam harus ditaruh pada bagian permulaan landai,
berturut-turut kemudian kelandaian yang lebih keil. Sampai akhirnya yang
paling kecil.

2. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan


Alinyemen vertical direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain
hal-hal sebagai berikut:
a. Kecepatan rencana

Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan


yang telah dipakai pada alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi
medan yang telah ditetapkan untuk alinyemen horizontal berikut wilayahwilayah kecepatan rencananya harus dijadikan pegangan untuk menghitung
tikungan-tikungan pada alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan
diperoleh ketidak seimbangan, misalnya disatu pihak kita mempunyai
kecepatan rencana yang tinggi untuk alinyemen horizontal, sedangkan
alinyemen vertikalnya hanya mempunyai kecepatan rencana yang lebih
rendah atau sebaliknya. Ini berarti akan merugikan pemakai jalan atau
bahkan bisa membahayakan pemakai jalan.
b. Topografi
Keadaan topografi ini erat hubungannya dengan volume pekerjaan
tanang. Untuk terrain yang berat sering kita terpaksa harus menggunakan
angka-angka kelandaian maximum pada alinyemen vertikal agar volume
pekerjaan tanah dapat dikurangi. Pada perencanaan jalan baru kita harus
agak berhati-hati dalam menetapkan alinyemen vertikal. Sebab sekali kita
kurang bijaksana dalam menetapkan kelandaian jalan, perbaikannya akan
menuntut biaya yang sangat besar. Disamping itu penetapan kelandaian
harus sedemikian sehingga tinggi galian atau dalamnya timbunan masih
dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan.
c. Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutamadidaerah perkotaan) sering kita
hadapi bahwa rencana jalan kita akan crossing dengan exixting road.
Sebelum menetapkan bentuk tersebut jika kita harus mengetahui betul, apa
sebetulnya fungsi jalan kita maupun fungsi jalan yang di cross oleh kita.
Sehingga dengan demikian dapat kita ditentukan bentuk-bentuk crossing
tersebut. Dari bentuk-bentuk crossing tersebut. Dari bentuk-bentuk crossing
tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen vertikalnya.
d. Tebal perkerasan yang diperhitungkan
Untuk design jalan baru, tebal perkerasan tidak mempengaruhi
penarikan alinyemen vertikal. Tapi untuk design yang sifatnya betterment,
tebal perkerasan akan memegang peranan penting. Dalam hal ini penarikan
alinyemen vertikal harus sudah sedemikian sehingga kedudukannya

terhadap permukaan jalan lama mendekati atau sesuai dengan yang telah
diperhitungkan.
e. Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang
sering kena banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai
alinyemen vertikal kita tidak cukup tinggi. Kedudukan alinyemen vertikal
harus sedemikian sehingga : permukaan aitbanjir tidak mencapai lapis-lapis
perkerasan. Cukup tinggi sampai kita dapat memasang culvert yang betulbetul bisa berfungsi.
3. Macam-macam contoh bentuk dalam alinyemen vertikal

F. Galian dan Timbunan


Pada perencanaan jalan raya, diusahakan agar volume galian dan timbunan sama.
Dengan mengkombinasikan antara alinyemen vertikal dan horizontal, maka selanjutnya
kita dapat menghitung banyaknya volume galian dan timbunan pada suatu pekerjaan
konstruksi jalan raya. Perbedaan volume galian dan timbunan ini dapat mempengaruhi
total biaya yang akan dikeluarkan untuk pekerjaan jalan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai