BAB I PENDAHULUAN
BAB VI STATIONING
PENDAHULUAN
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalulintas dari
suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan menyangkut jalur tanah yang diperkuat
(diperkeras) dan tanah tanpa diperkeras. Arti lalulintas menyangkut semua benda
dan makhluk yang melewati jalan tersebut.
A. Syarat Teknis
1. Keadaan Geografis
Keadaan geografis yaitu keadaan permukaan tanah dari suatu daerah yang
akan dilalui oleh jalan yang dibangun. Dalam peta topografi dapat dilihat letak
bukit – bukit, tanah yang berlerang terjal atau tanah yang bebatuan dan lain – lain.
Sehingga dalam perencanaan jalan dapat dihindari kemungkinan yang tidak
memberi rasa aman dan nyaman bagi pemakainnya.
2. Keadaan Geologi
Keadaan Geologi adalah keadaan struktur, komposisi, serta sifat fisik suatu
tanah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibangun. Dengan mengetahui data
yang menjelaskan keadaan geologi medan dari daerah yang akan dilalui jalan,
maka dapat direncanakan jalan yang baik dan terhindar dari hal yang tidak
diinginkan.
B. Syarat ekonomis
Pada daerah yang akan dibuat jalan perlu diketahui apa ada jalan lama, rel
atau belum ada jalan sama sekali. Bila ada jalan maka sebagai pemakai jalan yang
sama, akan beralih memakai jalan baru dan memperhatikan kondisi dari jalan
lama tersebut.
1. Lalu Lintas
a. Volume lalu lintas
Dalam menentukan trase jalan perlu diketahui jumlah lalu lintas harian
rata – rata (LHR) dalam satu tahun, serta arah dan tujuan lalu lintas dimana dalam
penyelidikkan, did pat LHR yang digunakan dalam kelas jalan yang rendah.
Sifat lalu lintas meliputi cepat dan lambatnya kendaraan yang besangkutan
dan komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya
- Berat kendaraan
- Dimensi kendaraan
- Sifat operasional
c. Keamanan dan analisis untung rugi
𝑆 𝑠𝑝𝑎𝑐𝑒
𝑉=𝑇 = 𝑡𝑖𝑚𝑒
Dimana :
V : kecepatan (m/s)
e. Kapasitas
Kapasitas yaitu kemampuan suatu jalan menerima lalu lintas jadi kapasitas
menyatakan jumlah kendaraan maksimum yang melalui suatu tempat dalam suatu
waktu kapasitas dibagi dalam 3 golongan :
Kapasitas dasar (kapasitas ideal), yaitu kapasitas jalan dalam kondisi ideal,
yaitu meliputi:
- Lalu lintas mempunyai ukuran standar
- Lebar perkerasaan ideal 3,5 meter
- Lebar bahu 1,8 meter dan tidak ada halangan
- Jumlah bagian dalam galian dan timbunan
Kapasitas rencana, yaitu kapasitas jalan untuk perencanaan yang melalui
suatu tempat dalam satuan waktu
Kapasitas mungkin, yaitu jumlah kendaraan yang melalui suatu titik tiap
aturan waktu dengan memperhatikan waktu percepatan dan perlambatan.
Rumus :
𝑐 = 2.000 . 𝑤𝑐 . 𝑡𝑐 . 𝑏𝑐
Dimana:
C = kapasitas
Tc = pengaruh truk
Bc = pengaruh bus
N = kapasitas dasar
100
𝑇𝐶 =
(100 − 𝑝𝑡) + 𝑝𝑡 . 𝐸𝑡
Dimana:
Pt = persentase truk
Et = ekivalen truk
100
𝐵𝐶 =
(100 − 𝑝𝑏) + 𝑝𝑏 . 𝐸𝑏
Dimana :
Pb = persentase bus
Eb = ekivalen bus
- Hubungan Antara Kapasitas Dan Volume
Keterangan : Semakin tinggi kepadatan lalu lintas, dibutuhkan ruang bebas yang
lebih besar antar kendaraan umtuk bergerak. Semakin rendah kepadatan lalu
lintas. Volume kendaraan yang bergerak besar.
Keterangan : pada seat volume tinggi kecepatan rendah, dan sebalinya, pada seat
volume rendah, kecepatan Tinggi.
2. Topografi
a. Umum
1. Jalan Utama
Jalan utama adalah jalan raya yang mengalami lalu lintas tinngi fungsi
antara kota – kota penting, kota – kota produksi dan eksport. Jalan raya dalam
golongan ini harus direncanakan dengan baik agar dapat melayani lalu lintas yang
cepat dan berat
2. Jalan sekunder
Adalah Jalan raya yang mengalami lalu lintas cukup tinggi Antara kota-kota yang
lebih kecil, serta melayani daerah-daerah sekitarnya.
3. Jalan Penghubung
Adalah jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang juga dipakai sebagai jalan
penghubung antara utama dengan jalan yang lain.
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan
cepat, kendaraan lambat, kendaraan ringan, kendaraan berat, dan tidak bermotor.
Dalam hubungan dalam kapasitas jalan berpengaruh dalam serial jenis kendaraan
tersebut terdapat keseluruhan arus lalu lintas diperhitungkan dengan
memperbandingkan terhadap mobil penumpang.
Pengaruh Mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebagai satuan dan
disebut “Satuan Mobil Penumpang” (SMP). Untuk menilai kendaraan dalam
satuan mobil penumpang bagi jalan didaerah kota perlu memakai angka ekivalen
kendaraan.
c. Klasifikasi Jalan
Kendaraan yang tidak bermotor tidak diperhitungkan dan untuk jalan kelas
I dan II A kendaraan-kendaraan lambat diperhitungkan khusus untuk perencanaan
jalan kelas I sebagai dasar harus digunakan volume lalu lintas pada saat sibuk.
Sebagai volume dari volume rata-rata. Volume saat sibuk ini selanjutnya disebut
volume tiap jam, untuk persamaan perancangan disebit Vop. Jadi Vop= 25%
LHR.
1. Kelas jalan I
Kelas jalan ini mencakup kelas jalan Utama dan dimaksudkan untuk
melayani lalu lintas cepat dan lambat dalam komposisi lalu lintasnya tidak
terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor. Jalan raya untuk kelas
ini merupakan jalan raya yang berlajur banyak dan konstruksi perkerasaan dari
jenis yang terbaik, dalam arti tinggi lalu lintas.
2. Kelas II
Kelas jalan ini merupakan semua jalan raya sekunder, dimana terdapat lalu
lintas lambat berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya. Kelas jalan ini dibagi
3 yaitu : II A, II B, II C.
3. Kelas II A
Jalan ini merupakan jalan-jalan sekunder dua jalur/ lebih dengan
konstruksi permukaan jalan dan jenis aspek batuan (hotmix) dimana komposisi
lalu lintasnya terdapat lambat atau tidak bermotor.
4. Kelas II B
Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari
penetrasi ganda dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat
tapi tanpa kendaraan tak bermotor.
5. Kelas II C
Jalan raya sekunder dua jalur dengan kontruksi permukaan jalan dari jenis
penetrasi tunggal.
6. Kelas III
1. Jalan Arteri
Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri pelayanan
jarak jauh rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatsi secara efisien.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatas.
3. Jalan lokal
Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Mencari LHRu :
= 9852 (1+0,0812)20
= 9852 (1,0812)20
= 9852 (4,76563)
= 49950,98676
Dimana:
- Lengkung peralihan
- Lengkung melintang
- Pembebanan perkerasaan jalan raya
Trase jalan yang memotong garis kontur atau garis ketinggian tanah secara
tegak lurus yang diusahakan semaksimal mungkin, kecuali untuk :
Persentase tanjakan / turunan pada tempat tersebut tidak melewati syarat yang
diizinkan yakni 7,7 %
Sudut perpotongan antara trase jalan dengan sungai diusahakan melewati atau
sama dengan 90o sehingga diperoleh bentang jembatan yang kecil.
Jari- jari yang didapat diusahakan lebih besar dari kelandaian minimum
Apabila digunakan tikungan berbentuk S, usahakan agar bagian lurus antara kedua
tikungan cukup memberikan rounding 30m.
Keterangan :
PI : point of intersection
Δ : sudut tangen
TS : jarak PI ke TC dari PI ke CT
LS : panjang tikungan
Potongan I-I
Rumus :
𝑇𝐶
𝑡𝑔 1⁄2 ∆ = 𝑅
Tc = R tan 1⁄2 ∆
(R – T) = R2 + Tc2
R–T = √𝑅2 + 𝑇𝑐 2
E = √𝑅2 + 𝑇𝑐 2 – R
Atau
𝑅
cos1⁄2 Δ = → e = elevasi
𝑅+𝐸
𝑅 𝑅
R+E = cos1 → E= cos1 -R
⁄2∆ ⁄2∆
Dimana :
𝑉3 2727 𝑉𝑟
Ls min : 0,022 𝑅.𝐶 − 𝐶
𝐿𝑆 𝐿𝑆 2
Yc : 𝐺.𝑅𝐶.𝐿𝑆 = 𝐺𝑅
𝐿𝑆 −𝐿𝑆 3
Xc : 40𝑅𝐶 2
K : 𝑥𝑐 − 𝑅𝑠𝑖𝑛 𝜃𝑠
𝐿𝑆 180
𝜃𝑠 : 2𝑃 . 𝜋
Δc : ∆ − 2𝜃𝑠
∆𝐶
Lc : 360° . 2𝜋𝑟
P : 𝑦𝑐 − 𝑅 (1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠)
Ts : (𝑅 + 𝑃)𝑡𝑎𝑛 1⁄2 ∆ + 𝐾
(𝑅+𝑃)
Es : ∆ −𝑅
𝑐𝑜𝑠
2
Maka :
1
E :𝑅(𝑠𝑒𝑐 2 ∆ − 1)
Δ : 𝐿𝐶 = 360° = 2𝜋𝑟
∆
𝐿𝐶 = 360° . 2𝜋𝑟
𝐿𝐶 = 0,01745𝑅
Jenis tikungan ini merupakan peralihan dari bagian lurus kearah circle yang
panjangnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya
sentrifugal dari nol
sampai mencapai harga tersebut.
Keterangan :
: 𝑆𝐿⁄𝑅 . 𝐿𝑆
R= 𝐶⁄𝐸 ⋯ (1)
: 𝐶 = 𝑅 > 𝐿𝑆 ⋯ (3)
𝑅.𝐿𝑆
𝑅= ⋯ (4)
𝑒
𝐿𝐶 2
∫ 𝜃𝑆 ∶ ∫ 𝑠𝑙⁄𝑅 𝐶 − 𝑆𝐿 → 𝜃: 2𝑅𝐶 .𝐿𝑆 + 𝐶 (𝑟𝑎𝑑) ⋯ (5)
𝐿𝑆
𝜃𝑆: 2𝑅𝐶 (𝑟𝑎𝑑 ) ⋯ (6)
𝐿𝐶
:28,648 (𝑅𝑆 ) (𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡)
Spiral – Spiral
Tipe tikungan ini digunakan pada tipe tikungan yang tajam dimana ls< 20m.
Kontrol : 2𝐿𝑠 < 2𝑇𝑠
Rumus :
𝜃𝑆 = 1⁄2 ∆
𝑇𝑆 − 𝐾
𝑡𝑔 1⁄2 ∆ =
𝑅+𝑃
𝑇 − 𝐾 = 𝑅 + 𝑃(𝑡𝑔 1⁄2 ∆
𝑇𝑆 = (𝑅 + 𝑃)𝑡𝑔 1⁄2 ∆ + 𝐾
P = 𝑦𝑐 − 𝑅(1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑠)
L = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠
K = 𝑥𝑐 − 𝑅𝑠𝑖𝑛𝜃𝑆
𝑙𝑠 2
Xc = 6𝑅
𝑙𝑠 3
Yc = 𝑙𝑠 − 40𝑅2
(𝑅+𝑃)
Es = 𝑐𝑜𝑠∆⁄
2
BAB III
MEDAN KLASIFIKASI
1. Pengertian
Klasifikasi medan jalan merupakan besarnya lereng melintang yang
ditinjau. Cara menentukan lereng melintang atau titik ketinggian, dengan
membuat garis tegak lurus antara dua garis kontur yang dilewati titik yang akan
kita cari dengan interpolasi.
Cara mencari ketinggian titik sebagai berikut :
1.) Titik garis dari titik yang ditinjau dari garis terendah (Ha)
2.) Ukur jarak kedua jarak (Hb)
3.) Interpolasi kedua jarak yang didapat dengan tinggi titik yang di tinjau
1 241,81−242 242−242
7 241,82 242 242 i7 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,3%
1 240,45−240,22 240,22−240,51
8 240,45 240,22 240,51 i8 = 2 { + } x 100% = 0,1%
30 30
1 238,25−238,33 238,33−238
9 238,25 238,33 238 i9 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,42%
1 239,47−239,54 239,54−239,51
10 239,47 239,54 239,51 i10 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,06%
1 239,40−239,67 239,67−238,38
11 239,40 239,67 238,38 i11 = 2 { + } x 100% = 1,7%
30 30
1 239,81−238,33 238,33−239,15
12 239,81 238,33 239,15 i12 = { + } x 100% = 1,1%
2 30 30
1 238,4−238 238−239,77
13 238,4 238 239,77 i13 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 2,28%
1 239,35−238,35 238,35−240,01
14 239,35 238,35 240,01 i14 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 1,1%
1 238,91−238,22 238,22−240,27
15 238,91 238,22 240,27 i15 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,6%
1 238,36−239,87 239,87−241,93
16 238,36 239,87 241,93 i16 = { + } x 100% = 5,95%
2 30 30
1 242−243,11 243,11−243,37
17 242 243,11 243,37 i17 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 2,28%
1 244,58−245,50 245,50−245,75
i18 = { + } x 100% =
18 244,58 245,50 245,75 2 30 30
1,95%
1 245,25−246,15 246,15−246,45
19 245,25 246,15 246,45 i19 = { + } x 100% = 2%
2 30 30
1 244,89−246,29 246,29−247,14
20 244,89 246,29 247,14 i20 = { + } x 100% = 3,75%
2 30 30
1 244,42−246,28 246,28−247,69
21 244,42 246,28 247,69 i21 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 5,45%
1 246−247,39 247,39−248,01
22 246 247,39 248,01 i22 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 3,35%
1 246,34−247,71 247,71−248,31
i23 = { + } x 100% =
23 246,34 247,71 248,31 2 30 30
3,28%
1 244,36−247,61 247,61−248,02
i24 = 2 { + } x 100% =
24 244,36 247,61 248,02 30 30
2,76%
1 246,18−247,19 247,19−248,02
25 246,18 247,19 248,02 i25 = 2 { + } x 100% = 3,06%
30 30
1 246−246,78 246,78−247,33
26 246 246,78 247,33 i26 = 2 { + } x 100% = 2,22%
30 30
1 245,41−246,45 246,45−247,42
i27 = 2 { + } x 100% =
27 245,41 246,45 247,42 30 30
3,35%
1 245,38−245,89 245,89−246,82
28 245,38 245,89 246,82 i28 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 2,4%
1 246,03−246,13 246,13−246,52
i29 = 2 { + } x 100% =
29 246,03 246,13 246,52 30 30
0,82%
1 246,62−246,64 246,64−246,80
30 246,62 246,64 246,80 i30 = { + } x 100% = 0,3%
2 30 30
1 247,08−247,17 247,17−247,25
i31 = 2 { + } x 100% =
31 247,08 247,17 247,25 30 30
0,28%
1 247,60−247,72 247,72−247,82
i32 = 2 { + } x 100% =
32 247,60 247,72 247,82 30 30
0,36%
1 248,22−248,35 248,35−248,75
i33 = { + } x 100% =
33 248,22 248,35 248,75 2 30 30
0,88%
1 249,77−249,54 249,54−248,31
34 249,77 249,54 248,31 i34 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 2,43%
1 250,29−249,74 249,74−248,41
35 250,29 249,74 248,41 i35 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 3,13%
1 251,34−249,85 249,85−248,69
36 251,34 249,85 248,69 i36 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 4,42%
1 251,23−250 250−248,60
37 251,23 250 248,60 i37 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 4,38%
1 250,76−249,51 249,51−248,21
38 250,76 249,51 248,21 i38 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 4,25%
1 250−249,18 249,18−247,42
39 250 249,18 247,42 i39 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 4,3%
1 248,35−247,25 247,25−246
40 248,35 247,25 246 i40 = 2 { + } x 100% = 3,92%
30 30
1 247,25−246,19 246,19−245,31
41 247,25 246,19 245,31 i41 = 2 { + } x 100% = 3,23%
30 30
1 245,71−245,30 245,30−244,78
i42 = 2 { + } x 100% =
42 245,71 245,30 244,78 30 30
1,55%
1 244,67−244,35 244,35−243,72
i43 = 2 { + } x 100% =
43 244,67 244,35 243,72 30 30
1,58%
1 243,37−242,76 242,76−242,15
i44 = 2 { + } x 100% =
44 243,37 242,76 242,15 30 30
2,03%
1 241,25−240,30 240,30−240
45 241,25 240,30 240 i45 = { + } x 100% = 2,08%
2 30 30
1 240,52−240,93 240,93−240,91
47 240,52 240,93 240,91 i47 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,65
1 242,5−242,84 242,84−242,02
48 242,5 242,84 242,02 i48 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,8%
1 244−244 244−243,71
49 244 244 243,71 i49 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,48%
1 242−242,42 242,42−241,72
50 242 242,42 241,72 i50 = { + } x 100% = 0,46%
2 30 30
1 240,82−240,90 240,90−240,78
51 240,82 240,90 240,78 i51 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,06%
1 239,62−239,64 239,64−239,67
52 239,62 239,64 239,67 i52 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,08%
1 241,23−242 242−242
55 241,23 242 242 i55 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 1,28%
1 242−242 242−242,20
62 242 242 242,20 i62 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 0,3%
1 243,82−244,24 244,24−245,34
i63 = { + } x 100% =
63 243,82 244,24 245,34 2 30 30
2,53%
1 246,80−246,84 246,84−247,40
64 246,80 246,84 247,40 i64 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 1%
1 248,10−248 248−246,55
65 248,10 248 246,55 i65 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 2,58%
1 248−246,73 246,73−245,17
66 248 246,73 245,17 i66 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 4,72%
1 244,69−245,20 245,20−246,66
67 244,69 245,20 246,66 i67 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 3,28%
1 244,71−244,31 244,31−244
79 244,71 244,31 244 i79 = 2 { 30
+ 30
} x 100% = 1,18%
Dari perhitungan di dapat :
∑i
i = , dimana n = 79
n
i1 + i2 + i3 + i4 + i5 ……….. + i79
= n
108,78
= 79
= 1,38%
Berdasarkan syarat PPGJR : i = 1,38% tergolong klasifikasi medan datar.
BAB IV
Macam-macam Poligon
Poligon dapat dibedakan berdasarkan dari [1] bentuk dan [2] titik ikatnya.
1. poligon terbuka,
2. tertututup,
3. bercabang dan
4. kombinasi.
Poligon Terbuka
Poligon terbuka adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya merupakan titik
yang berlainan (tidak bertemu pada satu titik).
Poligon Tertutup
Poligon tertutup atau kring adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya
bertemu pada satu titik yang sama. Pada poligon tertutup, koreksi sudut dan
koreksi koordinat tetap dapat dilakukan walaupun tanpa titik ikat.
Poligon Bercabang
Poligon cabang adalah suatu poligon yang dapat mempunyai satu atau lebih titik
simpul, yaitu titik dimana cabang itu terjadi.
Poligon Kombinasi
Bentuk poligon kombinasi merupakan gabungan dua atau tiga dari bentukbentuk
poligon yang ada.
2. Poligon Menurut Titik Ikatnya
Suatu poligon yang terikat sempurna dapat terjadi pada poligon tertutup ataupun
poligon terbuka, suatu titik dikatakan sempurna sebagai titik ikat apabila diketahui
koordinat dan jurusannya minimum 2 buah titik ikat dan tingkatnya berada diatas
titik yang akan dihasilkan.
Suatu poligon yang terikat tidak sempurna dapat terjadi pada poligon tertutup
ataupun poligon terbuka, dikatakan titik ikat tidak sempurna apabila titik ikat
tersebut diketahui koordinatnya atau hanya jurusannya.
1. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth saja,
sedangkan ujung yang lain tidak terikat sama sekali. Poligon semacam ini
dapat dihitung dari azimuth awal dan yang diketahui dan sudut-sudut
poligon yang diukur, sedangkan koordinat dari masingmasing titiknya
masih lokal.
2. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh koordinat saja,
sedangkan ujung yang lain tidak terikat sama sekali.Poligon semacam ini
dapat dihitung dengan cara memisalkan azimuth awal sehingga masing-
masing azimuth sisi poligon dapat dihitung, sedangkan koordinat masing-
masing titik dihitung berdasarkan koordinat yang diketahui. Oleh karena
itu pada poligon bentuk ini koordinat yang dianggap betul hanyalah pada
koordinat titik yang diketahui (awal) sehingga poligon ini tidak ada
orientasinya.
3. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth dan
koordinat, sedangkan ujung yang lain tidak terikat. Poligon jenis ini dapat
dikatakan satu titik terikat secara sempurna namun belum terkoreksi secara
sempurna baik koreksi sudut maupun koreksi koordinat, tetapi sistim
koordinatnya sudah benar.
4. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh azimuth. Pada poligon
jenis ini ada koreksi azimuth, sedangkan koordinat titik-titik poligon
adalah koordinat lokal.
5. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh koordinat. Jenis poligon
ini tidak ada koreksi sudut tetapi ada koreksi koordinat.
6. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh koordinat,
sedangkan ujung yang lain terikat azimuth. Pada poligon ini tidak ada
koreksi sudut dan koreksi koordinat.
7. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth dan
koordinat saja, sedangkan ujung yang lain terikat koordinat. Jenis poligon
ini tidak ada koreksi sudut tetapi ada koreksi koordinat.
8. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh azimuth dan koordinat,
sedangkan ujung yang lain tidak terikat azimuth. Poligon ini ada koreksi
sudut tetapi tidak ada koreksi koordinat.
9. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh azimuth dan koordinat,
sedangkan ujung yang lain tidak terikat azimuth. Jenis poligon ini ada
koreksi sudut tetapi tidak ada koreksi koordinat.
1. Syarat Sudut
Apabila dipakai pada poligon tertutup dimana titik awal dan titik akhir sama maka
rumus diatas akan berubah :
syarat sudut :
syarat absis :
syarat ordinat :
syarat sudut :
syarat absis
syarat ordinat
Toleransi Pengukuran
Cara Pengukuran
1. Memasang alat theodolit pada titik awal dan aturlah alat tersebut.
2. Posisi teropong biasa arahkan alat pada titik sebelumnya (titik tetap, bila
ada) dan kemudian pada titik selanjutnya, putarlah teropong pada posisi
luar biasa arahkan ke titik seperti pada posisi teropong biasa.
3. Ukurlah jarak antar titik secara langsung dengan pita ukur.
4. Kemudian pindahkan alat theodolit ke titik selanjutnya, lakukan langkah 1
s.d 3, demikian seterusnya sampai titik terakhir apabila poligon terbuka
dan kembali ke titik awal apabila poligon tertutup.
Cara Perhitungan :
1188−346 (+)
tan−1 PI1 − PI2 = ⌈1560−776⌉ = 1,0740 (+)
(kuadran I)
′
∝ PI1 − PI2 = 47°02 36,38"
γPI1 − PI2 = 47°02′ 36,38"
2432−1188 (+)
tan−1 PI2 − PI3 = ⌈1484−1560 ⌉ = 16,3684 (−)
(kuadran II)
∝ PI2 − PI3 = 86°30′ 14,24"
γPI2 − PI3 = 180° − 86°30′ 14,24"
γPI2 − PI3 = 93°29′ 45,76"
2784−2432 (+)
tan−1 PI3 − C = ⌈ 996−1484 ⌉ = 0,7213 (−)
(kuadran II)
∝ PI3 − C = 35°48′ 10,48"
γPI3 − C = 180° − 35°48′ 10,48"
γPI3 − C = 144°11′ 49,5"
C. Perhitungan Sudut
∆1 = |(γPI1 − PI2 )– (γA − PI1 )|
= | 24°01′ 55,53" − 47°02′ 36,38"|
= 23°00′ 40,85"
∆2 = (γPI2 − PI3 )– (γPI1 − PI2 )
= 93°29′ 45,76" − 24°01′ 55,53"
= 46°27′ 9,38"
∆3 = (γPI2 − C) − (γPI3 − PI3 )
= 144°11′ 49,5" − 93°29′ 45,76"
= 50°42′ 3,74"
Sistem Cosinus
YPI1 −YA 776−0
dA − PI1 = = = 849,6046 m
sin γA−PI1 cos 24°01′ 55,53"
YPI2 −PI1 1560−776
dPI1 − PI2 = = = 1150,4767 m
sin γPI1 −PI2 cos 47°02′ 36,38
YPI3 −PI2 1484−1560
dPI2 − PI3 = = = 1246,3194 m
sin γPI2 −PI3 cos 93°29′ 45,76"
YC−PI3 996−1484
dPI3 − C = = = 601,7105 m
sin γPI3 −C cos 144°11′ 49,5"
E. Panjang Poligon = dA − PI1 + dPI1 − PI2 + dPI2 −
dPI3 + dPI3 − C
= 849,6046 + 1150,4767 + 1246,3194 + 601,7105
= 3848,1112 m
= 3,8481112 km
BAB V
RENCANA TIKUNGAN
Klasifikasi Jalan
Factor-faktor pokok pada klasifikasi jalan jalan raya untuk penerapan
pengendalian dan kreteria perencanaan geometrik adalah Volume Lalu lintas
Rencana (VLR), fungsi jalan raya dan kondisi medan.
Menurut peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, jalan dibagi atas beberapa
kelas yang telah ditetapkan berdasarkan fungsi dan volumenya, serta sifat-sifat
lalu lintas berdasarkan ketentuan Dirjen Bina Marga. Adapun penggolongan
tersebut sebagai syarat batas dalam perencanaan suatu jalan yang
Sesuai dengan fungsinya. Penggolongan kelas jalan tersebut diperlihatkan pada
tabel 2.1 berikut :
BAGIAN-BAGIAN JALAN
Bagian yang bermanfaat untuk lalu lintas, terdiri dari: jalur lalu lintas, lajur lalu
lintas, bahu jalan, trotoar, median
Bagian yang bermanfaat untuk drainase jalan, terdiri dari: ditch, kemiringan
melintang jalan maupun bahu, kemiringan lereng
PARAMETER DESIGNE
1. Kendaraan rencana
2. Kecepatan
3. Volume lalu lintas
4. Tingkat pelayanan
5. Jarak pandang
ALINEMEN HORIZONTAL
Alinemen horizontal (trase jalan) adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horisontal. Alinemen horisontal tersusun atas garis lurus dan garis lengkung
(busur) atau lebih dikenal dengan istilah tikungan. Busur terdiri atas busur
lingkaran saja (full-circle), busur peralihan saja (spiral-spiral), atau gabungan
busur lingkaran dan busur peralihan (spiral-circlespiral).
F=ma
F = (G.V^2)/(g.R)
Dimana :
F = gaya sentrifugal
m = massa kendaraan
a = percepatan sentrifugal
G = berat kendaraan
g = gaya gravitasi
V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari tikungan
Gaya yang mengimbangi gaya sentrifugal adalah berasal dari :
• Gaya gesekan melintang roda (ban) kendaraan yang sangat
dipengaruhi oleh koefisien gesek (= f)
• Superelevasi atau kemiringan melintang permukaan jalan (= e)
D = (25/π.R) . 360
D = 1432.39 / R
Radius lengkung (R) sangat dipengaruhi oleh besarnya superelevasi (e) dan
koefisien gesek (f) serta kecepatan
rencana (V) yang ditentukan. Untuk nilai superelevasi dan koefisien gesek
melintang maksimum pada suatu kecepatan yang telah ditentukan akan
meghasilkan lengkung tertajam dengan radius minimum (Rmin).
Pada jalan lurus dimana radius lengkung tidak berhingga perlu direncanakan super
elevasi (en) sebesar 2 – 4 persen
untuk keperluan drainase permukaan jalan.
Secara teori pada tikungan akan terjadi perubahan dari radius lengkung tidak
berhingga (R~) pada bagian lurus menjadi radius lengkung tertentu (Rc)pada
bagian lengkung dan sebaliknya. Untuk mengimbangi perubahan gaya sentrifugal
secara bertahap diperlukan lengkung yang merupakan peralihan dari R~ menuju
Rc dan kembali R~
Lengkung peralihan ini sangat dipengaruhi oleh sifat pengemudi, kecepatan
kendaraan, radius lengkung dan superelevasi jalan. Pencapaian superelevasi dari
en menjadi emaks dan kembali menjadi en dilakukan pada awal sampai akhir
lengkung secara bertahap. Panjang lengkung peralihan (Ls) diperhitungkan dari
superelevasi sebesar en sampai superelevasi mencapai emaks.
Panjang lengkung peralihan (Ls) yang digunakan dalam perencanaan adalah yang
terpanjang dari pemenuhan persyaratan untuk:
• Kelandaian relatif maksimum
Berdasarkan panjang perjalanan selama waktu tempuh 3 detik (Bina Marga) atau
2 detik (AASHTO)Ls = (V/3.6) . T
Diagram Superelevasi
Jenis-Jenis Tikungan
Full Circle,
Spiral – Circle – Spiral,
Spiral – Spiral,
Full Circle
Karena hanya terdiri dari lengkung sederhana saja, maka perlu adanya lengkung
peralihan fiktif (Ls`) untuk mengakomodir perubahan superelevasi secara
bertahap. Bina marga menempatkan ¾ Ls` pada bagian lurus dan ¼ Ls` pada
bagian lengkung • AASHTO menmpatkan 2/3 Ls` pada bagian lurus dan 1/3 Ls`
pada bagian lengkung.
Spiral – Spiral
Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang diperlukan dari Ls
berdasarkan landai relatif lebih besar dari
pada Ls berdasarkan modifikasi SHORT serta Ls berdasarkan panjang perjalanan
selama 3 detik (Bina Marga) atau selama 2 detik (AASHTO).
Kelandaian
Kelandaian
Vr (Km/jam) (%)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Pada jalan berlandai dengan LHR yang tinggiperlu dibuat lajur pendakian untuk
menampung kendaraan (khususnya kend berat) yang sering mengalami penurunan
kecepatan agar tidak mengganggu lalu lintas dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Tikungan I
Kelas Jalan :1
Maka diperoleh ;
VR : 120 km/Jam
Rmin : 650 m
Medan Klasifikasi : Datar
Sudut Tangen Δ1 : 2300’40,85”
Rencana Tikungan : Spiral circle Spiral
(120)3 2,727×120×0,32
= 0,022× 1700(0,4) − 0,4
= 29,7267 m < 70 m
Ls
Ɵs = 28,648 × R
70
= 28,648 × 1700
= 1,1796
Δc = Δ1 ₋ 2Ɵs
= 2300’40,85” ₋ 2(1,1796)
= 20039’7,73”
Δ
C
Lc = 360 × 2πR
200 39’7,73”
= × 2(3,14)1700
3600
Ls3
Xc = Ls − 40R2
703
= 70 − 40(1700)2
= 69,9970
Ls2
Yc = 6R
702
= 6×1700
= 0,4804
K = Xc ₋ RsinƟs
= 69,9970 ₋1700×sin(1,1796)
= 34,9995
P = Yc ₋ R(1₋cosƟs)
= 0,4804 ₋ 1700(1₋cos 1,1796)
= 0,1201
= 381,0682 m
L = 2Ls + Lc
= (2×70)+612,4509
= 752,4509 m
R+P
Es = cos1⁄ ₋R
2 ∆1
1700+0,1201
= cos1⁄ 0 ′ − 1700
223 0 85"
= 34,9847 m
Δ1 = 2300’40,85” XC = 69,9970
Ls = 70 m YC = 0,4804
ΔC = 20039’7,73” K = 34,9995
LC = 612,4509 m P = 0,1201
Es = 34,9847 m L = 752,4509 m
(120)3 2,727×120×0,54
= 0,022× 1000(0,4) − 0,4
= 50,8626 m < 80 m
Ls
Ɵs = 28,648 × R
80
= 28,648 × 1000
= 2,2918
Δc = Δ1 ₋ 2Ɵs
= 46027’9,38”₋ 2(2,2918)
= 41052’8,42”
Δ
Lc C
= 360 × 2πR
410 52’8,42”
= × 2(3,14)1000
3600
Ls3
Xc = Ls − 40R2
803
= 80 − 40(1000)2
= 79,9872
Ls2
Yc = 6R
802
= 6×1000
= 1,0665
K = Xc ₋ RsinƟs
= 79,9872 ₋1000×sin(2,2918)
= 39,9979
P = Yc ₋ R(1₋cosƟs)
= 1,0665 ₋ 1000(1₋cos 2,2918)
= 0,2666
L = 2Ls + Lc
= (2×80)+ 730,3815
= 890,3815 m
R+P
Es = cos1⁄ ₋R
2 ∆1
1000+0,2666
= cos1⁄ 0 ′ − 1000
246 27 9,38"
= 88,4834 m
Δ2 = 46027’9,38” XC = 79,9872
Ls = 80 m YC = 1,0665
ΔC = 41052’8,42” K = 39,9979
LC = 730,3815 m P = 0,2666
Es = 88,4834 m L = 890,3815 m
= 56,5140 m < 80 m
Ls
Ɵs = 28,648 × R
80
= 28,648 × 900
= 2,5465
Δc = Δ1 ₋ 2Ɵs
= 50042’3,74”₋ 2(2,5465)
= 45036’28,94”
Δ
Lc C
= 360 × 2πR
450 36’28,94”
= × 2(3,14)900
3600
= 79,9842
Ls2
Yc = 6R
802
= 6×900
= 1,1850
K = Xc ₋ RsinƟs
= 79,9842 ₋1000×sin(2,5465)
= 39,9974
P = Yc ₋ R(1₋cosƟs)
= 1,1850 ₋ 900(1₋cos 2,5465)
= 0,2963
L = 2Ls + Lc
= (2×80)+ 716,0462
= 876,0462 m
R+P
Es = cos1⁄ ₋R
2 ∆1
900+0,2963
= cos1⁄ 0 − 900
250 42’3,74”
= 96,2277 m
Δ3 = 50042’3,74” Xc = 79,9842
Ls = 80 m Yc = 1,1850
Δc = 45036’28,94” K = 39,9974
Lc = 716,0462 m P = 0,2963
Es = 96,2277 m L = 876,0462 m
BAB VI
STATIONING
dA-PI1 = 849,6046 m
TS1 = 381,0682 m
LS1 = 70 m
LC1 = 612,4509 m
dPI1-PI2 = 1150,4767 m
TS2 = 469,2564 m
LS2 = 80 m
LC2 = 730,3815 m
dPI2-PI3 = 1246,3194 m
TS3 = 466,5371 m
LS3 = 80 m
LC3 = 716,0462 m
dPI3-C = 601,7105 m
Perhitungan Stationing :
STA A = (0 + 000)
= (0 + 468,5364)
= (0 + 468,5364) + 70
= (0 + 538,5364)
STA CS1 = (STA SC1) + (LC1)
= (0 + 538,5364) + (612,4509)
= (1 + 150,9873)
= (1 + 150,9873) + 70
= (1 + 220,9873)
= (1 + 521,1394)
= (1 + 521,1394) + (80)
= (1 + 601,1394)
= (1 + 601,1394) + (730,3815)
= (2 + 331,5209)
= (2 + 331,5209) + (80)
= (2 + 411,5209)
= (2 + 722,0468)
= (2 + 802,0468)
= (2 + 802,0468) + (716,0462)
= (3 + 518,0930)
= (3 + 518,0930) + (80)
= (3 + 598,0930)
= (3 + 733,2664)
Kontrol Rounding :
= 38,9318 m > 30 m
= 300,1521 m > 30 m
= 150,7436 m > 30 m
= 173,4629 m > 30 m
BAB VII
A. Lebar Perkerasan
Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalan lalu
lintas normal yang besarnya adalah 3,5 m
Jalan-jalan satu jalur seperti jalan penghubung lebar perkerasan tidak
ditetapkan berdasarkan lebar lajur karena kecilnya intensitas lalu lintas (jumlah
satuan lalu lintas yang melalui tempat tersebut).
B. Lebar bahu
- Untuk jalan 1 (utama) daerah datar 3,5 m
- Pengurangan lebar bahu untuk jalan kelas 1 (utama) sama sekali tidak
dianjurkan
C. Drainase
Perlengkapan drainase merupakan bagian terpenting dari suatu jalan,
saluran melintang jalan yang harus disesuaikan dengan data data hidrologi seperti
intensitas hujan maupun frekuensi serta sifat daerah. Drainase harus dapat
membebaskan pengaruh genangan air di jalan (Konstruksi jalan)
D. Kebebasan pada jalan raya
Kebebasan minimum yang diperlukan pada setiap bagian jalan baik kiri
maupun kanan telah diatur dalam peraturan perencanaan geometrik jalan raya
Perencanaan Geometri Jalan Raya (PPGJR)
Kemiringan melintang maksimum pada tikungan :
Bila kendaraan melintasi suatu tikungan dengan bentuk lingkaran, maka
kendaraan tersebut akan terdorong keluar secara radial oleh gaya sentrifugal
diimbangi oleh :
a. Komponen berat kendaraan yang diakibatkan oleh kemiringan melintang
(superelevasi) dari jalan (slide friction) antara ban
b. Gesekan samping (slide friction ) antara ban kendaraan dengan perkerasan
jalan sebagai tinjauan terhadap hal di atas dibuat suatu pembagian keadaan
sbb :
Stadium I
GV 2
gR
G V2
Fm . G = g : R
V2
Fm = g. R
V2
Rumus Menjadi, FM = 127R
Keterangan :
R = Jari-jari (m)
Stadium II
F cos 𝛼 – N sin 𝛼 = 0
F cos 𝛼 = N sin 𝛼
m . a . cos 𝛼 = m . g . sin 𝛼
a sin 𝛼
= cos 𝛼
g
a
tan 𝛼 = g tan 𝛼 = em
a V2
em =g a= R
V2 V2
em = g. , atau a = 127R
R
Keterangan :
Stadium III
G .V2
G sin 𝛼 + (NL + NR) . fm = . cos 𝛼
g .R
V2
Sin 𝛼 + fm = g .R
V2
Karena 𝛼 kecil, maka nilai cos 𝛼 = 1 dan sin 𝛼 = tan 𝛼. Sehingga : em + fm = 127R
V2
I. R min = 127 fm
V2
II. R min = 127 em
V2
III. R min =
127 (em+ fm)
1432
R= D
Dalam satuan feet dan mil per jam, rumus-rumus tersebut adalah sebagai
berikut :
V2
e + f = 15R
V2
R min =
15 (e max+ f max)
5730
R= D
- Tikungan Circle
Walaupun tikungan circle tidak mempunyai lengkung peralihan efektif
(Ls) besar harga fiktif adalah :
Ls = b.em.m h1 = e max.1/2B h = h1 + h2
n
< hm h2 = en. 1/2B
Ls
L’ > hm
h = 1/2B (h1 + h2)
Keterangan gambar :
B = Lebar Perkerasan
1) Buat garis en dan em max relative (e max relative untuk sp-ss dalam bentuk
titik) sehingga diperoleh titik A dan B
2) Hubungan garis A dan B didapat C
3) Hubungan titik (dari D seperti pada gambar bagian putus-putus)
Gambar VII.8. Metode Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe Fc (Contoh
Untuk Tikungan Ke Kiri)
Gambar VII.9. Model Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe S-C-S (Untuk
Tikungan Ke Kanan)
Gambar VII.10. Model Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe S-S (Untuk
Tikungan Ke Dalam)
Gambar VII.11. Superelevasi Pada Tikungan I
= 26,9232 m
= 21,6216 m
= 20 m
B = n(b’+c) + (n-1)Td + Z
b’ = b” + R - √𝑅2 − 𝑃2
Dimana :
b” = Jari-jari rencana
R = Lebar truk
Z = 0,105
Dimana :
Akibat adanya tonjolan depan badan kendaraan diukur dari gradient depan (Td)
Td = √𝑅2 + 𝐴(2𝑃 + 𝐴) − 𝑅
Tabel VII. 1. Perhitungan Pelebaran Pada Tikungan I Untuk Dua Sisi
Tikungan Titik Stationing Pelebaran (m) Lebar Jalan
(m)
TS1 = Pot I-I 0 + 468,5364 0,00 15,00
0 + 495,4596 0,30 15,30
0 + 516,9980 0,60 15,60
0 + 522,3828 0,90 15,90
SC1 = Pot V-V 0 + 538,5364 1,50 16,50
I 1,5 – 0,02143 L -
CS1 = Pot V-V 1+150,9873 1,50 16,50
1+167,1409 0,90 15,90
1+172,5257 0,60 15,60
1+194,0641 0,30 15,30
ST1 = Pot I-I 1+220,9873 0,00 15,00
Pelebaran = 0,02143 L
Untuk dua sisi
Lebar jalan = (W + 1,5)
Pelebaran = 0,010714 L
Untuk satu sisi
Lebar jalan = (W + 0,75)
VR : 120 km/jam
R : 1000 m
Secara rumus :
Z = 0,105 .
Z = 0,105 .
Z = 0,3984
1000 1000
Td = √𝑅2 + 𝐴(2𝑃 + 𝐴) − 𝑅 = 1000 = 1
𝑅
= 0,0234
Dengan grafik :
B = 2,4229
Td = 0,0234
Z = 0,3984
Maka :
B = n(b’+c) + (n-1).Td + Z
= 18,5602 m
Untuk :
VR = 120 km/jam
R rencana = 1000 m
LS = 80 m
Maka :
𝐿
W = 𝐿𝑆 . Wmax
𝐿
= 80 . 0,75 = 0,00937 L (untuk satu sisi)
= 18,5602 m
Pelebaran = 0,01874 L
Untuk dua sisi
Lebar jalan = (W + 1,5)
Pelebaran = 0,00937 L
Untuk satu sisi
Lebar jalan = (W + 0,75)
VR : 120 km/jam
R : 900 m
Secara rumus :
Z = 0,105 .
Z = 0,105 .
Z = 0,42
1000 1000
Td = √𝑅2 + 𝐴(2𝑃 + 𝐴) − 𝑅 = = 1,1
𝑅 900
= 0,0256
Dengan grafik :
B = 2,425
Td = 0,0256
Z = 0,42
Maka :
B = n(b’+c) + (n-1).Td + Z
= 18,5968 m
Untuk :
VR = 120 km/jam
Rrencana = 900 m
LS = 80 m
Maka :
𝐿
W = 𝐿𝑆 . Wmax
𝐿
= 80 . 0,75 = 0,00937 L (untuk satu sisi)
Tabel VII. 5. Perhitungan Pelebaran Pada Tikungan III Untuk Dua Sisi
Tikungan Titik Stationing Pelebaran (m) Lebar Jalan
(m)
TS3 = Pot I-I 2+722,0468 0,00 15,00
2+742,0468 0,30 15,30
2+762,0468 0,60 15,60
2+772,0468 0,90 15,90
SC3 = Pot V-V 2+802,0468 1,50 16,50
III 1,5 – 0,01874 L -
CS3 = Pot V- 3+518,0930 1,50 16,50
V
3+548,0930 0,90 15,90
3+558,0930 0,60 15,60
3+578,0930 0,30 15,30
ST3 = Pot I-I 3+598,0930 0,00 15,00
Pelebaran = 0,01874 L
Untuk dua sisi
Lebar jalan = (W + 1,5)
Tabel VII. 6. Perhitungan Pelebaran Pada Tikungan III Untuk Satu Sisi
Tikungan Titik Stationing Pelebaran (m) Lebar Jalan
(m)
TS3 = Pot I-I 2+722,0468 0,00 7,50
2+742,0468 0,15 7,65
2+762,0468 0,30 7,80
2+772,0468 0,45 7,95
SC3 = Pot V-V 2+802,0468 0,75 8,25
III 0,75 – 0,00937 -
L
CS3 = Pot V- 3+518,0930 0,75 8,25
V
3+548,0930 0,45 7,95
3+558,0930 0,30 7,80
3+578,0930 0,15 7,65
ST3 = Pot I-I 3+598,0930 0,00 7,50
Pelebaran = 0,00937 L
Untuk satu sisi
Lebar jalan = (W + 0,75)
BAB VIII
ALIGNMENT VERTIKAL
Alignment vertikal yaitu bidang tegak lurus yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus gambar. Profil ini ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan
terhadap muka tanah asli, sehingga memberi gambaran terhadap kemampuan
kendaraan dalam keadaan baik atau penuh.
Lengkung Vertikal
Keterangan :
∆𝐿
EV = 800, untuk X = ½. L
Y = EV
= –A
𝑔1−.𝑔2
Y=± .x2
2𝐿
𝐿−.𝑔12
= a = r……. Konstanta
24
𝑑𝑦
= rx + c
𝑑𝑥
Syarat batas :
𝑑𝑦
Untuk x = 0..... 𝑑𝑥 = g1 ; g2 = c……(1)
𝑑𝑦
Untuk x = l..... 𝑑𝑥 = g2 ; g2 = c……..(2)
g2 = rL + g1
𝑔2−.𝑔1
r = … rL = g2-g1
2
Sehingga didapat :
𝑑𝑦 𝑔2−.𝑔1
= x + g1
𝑑𝑥 2
Sehingga :
𝑔2−.𝑔1
y = ± 1/2x2 . + g1x
𝐿
Dari gambar :
𝑦1−.𝑦
tan = = -g1
𝑥
y1 = -g1 x ± y
𝑔2−.𝑔1
y1 = -g1 x ± y ( ½ x2. + g1x)
𝐿
𝑔2−.𝑔1
y1 = ± ½ x2. 𝐿
Maka :
𝑔2−.𝑔1
X = 1/2L… y1 = ±. .L
8
Tanda ± menyatakan apakah lengkung vertikal ini cembung atau cekung, dimana :
𝐴
y1 = ±. 200.𝐿 .x2
9) Titik PPV8 – C
Elevasi PPV8 = 244
Elevasi C = 244
Jarak PPV8 – PPV9 = 600 m
244 - 244
Maka, g x100% = + 0,00% (naik)
9 600
Skema :
Diketahui :
V renc. = 120 km/jam
g1 = 0%
g2 = - 1,85 %
A = g2 – g1 = - 1,85 % – 0% = - 1,85 % (cembung)
Stationing PPV1 = ( 0 + 150) m
Elevasi PPV1 = 242 m
Tabel Perhitungan :
Titik X Stationing Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
(m)
PLV1 0 5 0 242 242
1 33,75 38,75 0,0390 242 241,9610
2 67,5 72,5 0,1561 242 241,8439
3 101,25 106,25 0,3512 242 241,6488
PPV1 135 140 0,6244 242 241,3756
4 101,25 173,75 0,3512 242 241,0244
5 67,5 207,5 0,1561 241,3756 240,5951
6 33,75 241,25 0,0390 240,1269 240,0879
PTV1 0 275 0 239,5025 239,5025
2. Lengkung Vertikal 2 (cekung )
Skema :
Diketahui :
V renc. = 120 km/jam
g2 = - 1,85%
g3 = 0%
A= g3 – g2 = 0% – (- 1,85%) = +1,85% (cekung)
Stationing PPV2= ( 0 + 350 ) m
Elevasi PPV2 = 238,3 m
Tabel Perhitungan
Stationing
Titik X (m) Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
PLV2 0 312,5 0 238,9937 238,9937
1 9,375 321,875 0,0108 238,8203 238,8311
2 18,75 331,250 0,0432 238,6469 238,6901
3 28,125 340,625 0,0973 238,4734 238,5707
PPV2 37,5 350 0,1729 238,3 238,4729
4 28,125 359,375 0,0973 238,3 238,3973
5 18,75 368,750 0,0432 238,3 238,3432
6 9,375 378,125 0,0108 238,3 238,3108
PTV2 0 387,5 0 238,3 238,3
3. Lengkung Vertikal 3 (cekung)
Skema :
Diketahui :
V renc. = 120 km/jam
g3 =0%
g4 = + 2,87%
A= g4 – g3 = -+ 2,87% – 0% = + 2,87% (cekung)
Stationing PPV3 = ( 1 + 732 ) m
Elevasi PPV3 = 238,3 m
Tabel Perhitungan
Titik X Stationing (m) Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
PLV3 0 657 0 238,3 238,3
1 18,75 675,75 0,0336 238,3 238,3336
2 37,5 694,50 0,1345 238,3 238,4345
3 56,25 713,25 0,3027 238,3 238,6027
PPV3 75 732 0,5381 238,3 238,8381
4 56,25 750,75 0,3027 238,3 239,1408
5 37,5 769,50 0,1345 239,3762 239,5107
6 18,75 788,25 0,0336 239,9144 239,9480
PTV3 0 807 0 240,4525 240,4525
4. Lengkung Vertikal 4 (cembung)
Skema :
Diketahui :
V renc. = 120 km/jam
g4 = + 2,87 %
g5 = 0%
A= g5 – g4 = + 2,87 %– 0% = -+ 2,87 % (cembung)
Stationing PPV4= (1 +006,8) m
Elevasi PPV4 = 246,2 m
Tabel Perhitungan
Titik X Stationing (m) Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
PLV4 0 812,8 0 240,1730 240,1730
1 48,5 861,3 0,0869 241,6797 241,5855
2 97 909,8 0,3479 243,1865 242,8098
3 145,5 959,3 0,7829 244,6932 243,8457
PPV4 194 1006,8 1,3918 246,2 244,6933
4 145,5 1055,3 0,7829 246,2 245,3532
5 97 1103,8 0,3479 246,2 245,8233
6 48,5 1152,3 0,0869 246,2 246,1058
PTV4 0 1200,8 0 246,2 246,2
5. Lengkung Vertikal 5 (cembung)
Skema :
Diketahui :
V renc. = 120 km/jam
g5 =0%
g6 = -2,10 %
A= g6 – g5 = -2,10 % – 0 % = -2,10 % (cembung)
Stationing PPV5 = ( 1+ 964,4) m
Elevasi PPV5 = 246,2 m
Tabel Perhitungan
Diketahui :
V renc = 120 km/jam
g6 = -2,10%
g7 = 0%
A= g7 – g6 = 0% – (-2,10%) = +2,10% (cekung)
Stationing PPV6 = ( 2 + 164,4 ) m
Elevasi PPV6 = 242 m
Menentukan panjang Lengkung Vertikal (LV)
Berdasarkan grafik V PPGJR diperoleh LV = 75 m ,maka:
A * LV 2,10% * 75
EV = = 0,196875 m
800 800
A * X 2 2,10 * X 2 2,10 * X 2
Y’ = = 1,4 x-4 X2
200.LV 200.LV 200 * 75
Panjang stationing Lengkung Vertikal
Sta PLV6 = Sta PPV6 – (½ * LV) = 2164,4 – (1/2 *75
= (2126,9) m
Sta PTV6 = Sta PPV6 + (½ * LV) = 2164,4 + (1/2 *75)
= (2201,96) m
Tabel Perhitungan
Titik X Stationing (m) Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
PLV6 0 2126,9 0 242,7875 242,7875
1 9,375 2136,275 0,0123 242,5906 242,6029
2 18,75 2145,650 0,0492 242,3937 242,4429
3 28,125 2155,025 0,1107 242,1969 242,3076
PPV6 37,5 2164,4 0,1969 242 242,1969
4 28,125 2173,775 0,1107 242 242,1107
5 18,75 2183,150 0,0492 242 242,0492
6 9,375 2192,525 0,0123 242 242,0123
PTV6 0 2201,9 0 242 242
7. Lengkung Vertikal 7 (cekung)
Skema :
Diketahui :
Vrenc. = 120 km/jam
g7 = 0%
g8 = +1 %
A= g8 – g7 = +1 %– 0% = +1 % (cekung)
Stationing PPV7 = (3+032,4) m
Elevasi PPV7 = 242 m
Menentukan panjang Lengkung Vertikal (LV)
Berdasarkan grafik III PPGJR diperoleh LV = 75 m ,maka:
A * LV 1 * 75
EV = = 0,09375 m
800 800
A * X2 1* X 2 1* X 2
Y’ = = 6,6 * 10-5* X2
200.LV 200.LV 200 * 75
Panjang stationing Lengkung Vertikal
Sta PLV7 = Sta PPV7 – (½ * LV) = 3032,4 – (1/2 *75)
= (2994,9) m
Sta PTV7 = Sta PPV7 + (½ * LV) = 3032,4 + (1/2 *75)
= (3069,9) m
Elevasi Lengkung Vertikal
Elevasi untuk daerah PLV7 s/d PPV7
= Elv.PPV7 – g7% (1/2 LV ) - Y’
= 242+0% (1/2*75) - Y’
= 242 +Y’
Elevasi untuk daerah PPV7 s/d PTV7
= Elv.PPV7 – g8% (1/2 LV ) - Y’
= 242+1% (1/2*75) - Y’
= 242,3750 +Y’
Tabel Perhitungan
Titik X Stationing (m) Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
PLV7 0 2994,9 0 242 242
1 9,375 3004,275 0,0058 242 242,0058
2 18,75 3013,65 0,0232 242 242,0232
3 28,125 3023,025 0,0522 242 242,0522
PPV7 37,5 3032,4 0,0928 242 242,0922
4 28,125 3041,775 0,0522 242,0937 242,1459
5 18,75 3051,15 0,0232 242,1875 242,2107
6 9,375 3060,525 0,0058 242,2812 242,2870
PTV7 0,00 3069,9 0 242,3750 242,3750
8. Lengkung Vertikal 8 (cembung)
Skema :
Diketahui :
Vrenc. = 120 km/jam
g8 = +1 %
g9 = 0%
A= g9 – g8 = 0% – +1 %= -0,95% (cembung)
Stationing PPV8 = ( 3 +232,4 ) m
Elevasi PPV8 = 244 m
Menentukan panjang Lengkung Vertikal (LV)
Berdasarkan grafik V PPGJR diperoleh LV = 70 m ,maka:
A * LV 1 * 70
EV = = 0,0875 m
800 800
A * X2 1* X 2 1* X 2
Y’ = = 7,14286 * 10-5* X2
200.LV 200.LV 200 * 70
Panjang stationing LengkungVertikal
Sta PLV8 = Sta PPV8 – (½ * LV) = 3232,4 – (1/2 *70)
= (3137,4) m
Sta PTV8 = Sta PPV8 + (½ * LV) = 3232,4 + (1/2 *70)
= (3267,4) m
Elevasi Lengkung Vertikal
Elevasi untuk daerah PLV8 s/d PPV8
= Elv.PPV8 + g8% (1/2 LV ) + Y’
= 244+ 1% (1/2*70) + Y’
= 243,65 + Y’
Elevasi untuk daerah PPV8 s/d PTV8
= Elv.PPV8 + g9% (1/2 LV ) + Y’
= 244 + 0% (1/2*70) + Y’
= 244+Y’
Tabel Perhitungan
Titik X Stationing (m) Y' Elevasi Trase Elv. jln sebenarnya
PLV8 0 3197,4 0 243,65 243,65
1 8,75 3206,15 0,0055 243,7375 243,732
2 17,5 3214,9 0,0219 243,825 243,8031
3 26,25 3223,65 0,0492 243,9125 243,8633
PPV8 35 3232,4 0,0875 244 243,9125
4 26,25 3241,15 0,0492 244 243,9508
5 17,5 3249,9 0,0219 244 243,9781
6 8,75 3258,65 0,0055 244 243,9945
PTV8 0 3267,4 0 244 244
BAB IX
Jarak pandang adalah bagian yang berada di depan pengemudi yang masih
dapat dilihat dengan jelas dari titik kedudukan mata pengemudi.
1. Reaksi pengemudi
2. Waktu yang diperlukan untuk menghindari bahaya
3. Kecepatan kendaraan
Jarak pandang henti adalah jarak yang diperlukan oleh pengemudi untuk
menghentikan kendaraannnya setelah ia mengetahui bahaya rintangan di depan
lintasan.
Gambar IX.1. Jarak Pandang Henti
Jarak PI EV :
PP = 0,278 . V . t
Jarak rem :
V2
Df = 254 .f
Keterangan :
V = Kecepatan rencana
Maka :
JPH = DP + DR
M2
DR = 254 .(f ±L)
Dimana :
+L = Pendakian
- L = Penuruan
2. Jarak Pandang Menyiap
2Ø
2Ø 5 1472,4
= 2𝜋R Ø=
360 R
5. 𝐷
Ø= 50
a a
R R
Ø Ø
S = L + 2d
A = ½ (S – L)
90 −𝐿
Ø = 𝜋R
m = R (1 – cos Ø) + ½ (S – L) sin Ø
Tabel IX.2. Jarak Pandang Henti Dan Menyiap Berdasarkan Kecepatan Rencana
Jarak Pandang Henti Dan Kelompok kecepatan (mph)
Menyiap 30 – 40 40 – 50 50 – 60 60 – 70
Kecepatan rata-rata
menyiap maneuver awal
a. Percepatan rata-rata 1,4 1,45 1,47 1,50
(mph/detik)
b. Waktu (detik) 3,6 4 4,30 4,50
c. Jarak tempuh (ft) 1,45 2,5 2,96 3,70
Pada jalur kanan
t2 = Waktu (detik) 9,3 10 10 11,3
d1 = Jarak tempuh (ft) 473 640 82,5 103
Jarak pandang henti minimum adalah jarak pandang yang diperlukan oleh
suatu jalan raya dengan kecepatan tertentu dapat diturunkan dan hasilnya
sebagaimana tercantum dalam daftar berikut :
a. Tinggi mata pengemudi truk lebih besar dari pada tinggi mata pengemudi
mobil penumpang
b. Pada umumnya kendaraan truk bergerak lebih lambat dari mobil penumpang
Cembung :
Dimana :
A = g2 – g1
S = Jarak pandang
L = Panjang lengkung vertical
ℎ2
L = 25 – …………S > L
∆
𝐴 . 𝑆2
L = 1000 ……………..S < L
1000
L = 25 – ………..S > L
𝐴
Cekung :
Untuk lengkung cekung yang paling berbahaya adalah pada malam hari,
ditentukan berdasarkan penyiaran lampu, jarak ini di ukur dari lampu yang
mempunyai ketinggian, pada umumnya adalah sebesar 0,75 m dari perencanaan
sinar keatas sebesar 1°.
150+3,5𝑆
L = 25 – …...S > L
𝐴
𝐴 . 𝑆2
L= ………...S < L
250+3,5𝑆
1 ft = 0,358 m
dimana :
t1 = Waktu PI EV
dpm = d1 + d2 + d3 + d4
TS ST
R R
Ø Ø
O
Keterangan :
AB = Garis pandang
m = R (1 – cos Ø)
(m) 47 1 47 8 47 5 47 9 47
Untuk VR = 74,557
74,557 − 70
Kecepatan mendahului = 64 + ( ) x (66 – 44)
75 − 70
= 65,823 mph
𝑎 . 𝑡1
D1 = 0,278 t1 (V mendahului – m + )
2
1,53 . 4,8
D1 = 0,278 . 4,8 (65,823 – 10 + )
2
D1 = 79,39 m
D2 = 0,278 V mendahului . t2
D2 = 0,278 . 65,823 . 12
D2 = 219,58 m
D3 = 300 . 0,3048
D3 = 91,44 m
d. D4 = 2/3 . D2
D4 = 2/3 . 219,58
D4 = 146,38 m
DPM = D1 + D2 + D3 + D4
= 536,79 m
R = 1700 m
Ls = 70 m
Lc = 612,4509 m
L = 2LS + LC
= 2 (70) + 612,4509
= 752,4509 m
= 6,0115 m
b. Tikungan II (S-C-S)
R = 1000 m
Ls = 80 m
Lc = 730,3815 m
L = 2LS + LC
= 2 (80) + 730,3815
= 890,3815 m
m = R (1 - cos Ø)
= 10,2081 m
R = 900 m
Ls = 80 m
Lc = 716,0462 m
L = 2LS + LC
= 2 (80) + 716,0462
= 876,0462 m
m = R (1 - cos Ø)
= 11,3379 m
m = R (1 – cos Ø) + ½ (S – L) sin Ø
= 10,39 m
b. Tikungan II (S-C-S)
m = R (1 – cos Ø) + ½ (S – L) sin Ø
= 24,69 m
m = R (1 – cos Ø) + ½ (S – L) sin Ø
= 26,54 m
BAB X
RENCANA PERKERASAN
Contoh Hitungan :
1 1 1 3
H3 ×CBRBawah 3+H2 ×CBRtengah 3 +H1 ×CBRatas 3
CBRmin = [ ]
H3 +H2 +H1
1 1 1 3
35×(3,24)3+33×(6,24)3+ 32 ×(9,29)3
=[ ]
35 + 33 + 32
= 5,81
∑ CBRtitik 78,22
CBR = = = 6,52
n 12
= 0,3702
2000 4 4000 4
Bus 6 2+4 [ ] +[ ] = 0,06135
8160 8160
Truk 2000 4 2900 4
4,9 2 + 2,9 [ ] +[ ] = 0,01956
Ringan 8160 8160
Truk 4000 4 5900 4
9,8 4 + 5,8 [ ] +[ ] = 0,33105
Sedang 8160 8160
8000 4 8000 4
[ ] + 0,086. [ ]
8160 8160
Truk Berat 24 8 + 8.8 = 1,08275
8000 4
+ 0,086. [ ]
8160
LEP = ∑ LHRo × cj × dj
i=1
Jenis
No Tonase Jlh. Kend. i (%) cj n dj E
Kendaraan
1 2 3 5 6 7 8 9
1 Kend. Ringan 2 1312 8,12 0,25 20 1 0,000451
2 Bus 6 982 8,12 0,425 20 1 0,06135
3 Truk Ringan 4,9 839 8,12 0,25 20 1 0,01956
4 Truk Sedang 9,8 772 8,12 0,425 20 1 0,31298
5 Truk Berat 24 662 8,12 0,425 20 1 1,08275
Jenis
No LEP LEA
Kendaraan
10 12 13
1 Kend. Ringan 0,147959 0,705121
2 Bus 25,604051 122,019552
3 Truk Ringan 4,102996 19,553383
4 Truk Sedang 102,689351 489,379925
5 Truk Berat 304,630823 1451,759193
∑ 437,175182 2083,417175
Σ LEP + Σ LEA
LET = `
2
437,175182+2083,417175
= = 1260,296179
2
UR
LER = LET × 10
20
= 1260,296179 × 10
= 2520,5924 ESA/day
4,0−2,5
ITP log( ) 1
4,2−1,5
Log (N) = 9,36 × Log (2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) + 0,372 ×
0,4+ 5,19
ITP
( +1)
2,54
(DDT − 3)
N = LER × 3650 = 2520,5924 × 3650 = 9200162,26 ESA/day
a. Menghitung ITP4
4,0−2,5
ITP4 log( ) 1
4,2−1,5
Log N = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) + 0,372 ×
0,4+ 5,19
ITP4
( +1)
2,54
(DDT4 − 3)
4,0−2,5
ITP4 log( ) 1
4,2−1,5
6,96379548 = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
ITP4
( +1)
2,54
0,372 × (5,06 − 3)
ITP -0,2552725051
9,36 × Log ( 2,544 + 1) + 1094 = 6,794839591
0,4+ 5,19
ITP4
( +1)
2,54
ITP
Misalkan ( 2,544 + 1)= x
-0,2552725051
9,36 × Log (x) + 1094 = 6,794839591
0,4+
(x)5,19
ITP
( 2,544 + 1) = 6,037062245
ITP4 = 12,79 cm
b. Menghitung ITP3
4,0−2,5
ITP3 log( ) 1
4,2−1,5
Log N = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) + 0,372 ×
0,4+ 5,19
ITP3
( +1)
2,54
(DDT3 − 3)
4,0−2,5
ITP3 log( ) 1
4,2−1,5
6,96379548 = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
ITP3
( +1)
2,54
0,372 × (9,63 − 3)
ITP -0,2552725051
9,36 × Log ( 2,543 + 1) + 1094 = 5,093916663
0,4+ 5,19
ITP3
( +1)
2,54
ITP
Misalkan ( 2,543 + 1)= x
-0,2552725051
9,36 × Log(x) + 1094 = 5,093916663
0,4+
(x)5,19
ITP3
( + 1) = 3,630962697
2,54
ITP3 = 6,68 cm
c. Menghitung ITP2
4,0−2,5
ITP2 log( ) 1
4,2−1,5
Log N = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) + 0,372 ×
0,4+ 5,19
ITP2
( +1)
2,54
(DDT2 − 3)
4,0−2,5
ITP log( ) 1
4,2−1,5
6,96379548 = 9,36 × Log ( 2,542 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
ITP2
( +1)
2,54
0,372 × (10,30 − 3)
ITP -0,2552725051
9,36 × Log ( 2,542 + 1) + 1094 = 4,846135488
0,4+ 5,19
ITP2
( +1)
2,54
ITP
Misalkan ( 2,542 + 1) = x
-0,2552725051
9,36 × Log(x) + 1094 = 4,846135488
0,4+
(x) 5,19
ITP2
( + 1) = 3,383134906
2,54
ITP2 = 6,05 cm
Maka :
ITP4 = a1 × D1 + a2 × D2 + a3 × D3
ITP4 -(a2 ×D2 +a3 ×D3 )
D1 = a1
12,79 -(0,14×25+0,13×10)
D1 = 0,4
ITP4 = a1 × D1 + a2 × D2 + a3 × D3
ITP4 -(a1 ×D1 +a3 ×D3 )
D2 = a2
12,79-(0,4×15,5+0,13×10)
= 0,14
ITP4 = a1 × D1 + a2 × D2 + a3 × D3
ITP4 -(a1 ×D1 +a2 ×𝐷2 )
D3 = 𝑎3
12,79 -(0,4×15,5+0,14×25)
= 0,13
Rekapitulasi :
Alternative
Lapisan Unit Price Alternative I Alternative III
II
Lapisan permukaan
8a 20 15,5 15,5
(surface layer)
Lapisan pondasi
2,5a 25 38 25
(base layer)
Lapisan
pondasibawah (sub a 10 10 24
base layer)
Pavement Cost 11,5a 11,0a 11,1a
d. Menghitung ITPactual :
ITP4act = a1 × D1 + a2 × D2 + a3 × D3
= 0,4× 15,5+ 0,14× 38 + 0,13 × 10
= 6,20 cm > 6,05 cm
ITP3act = a1 × D1 + a2 × D2
= 0,4× 15,5 + 0,14× 38
= 11,52 cm > 6,68 cm
ITP2act = a1 × D1
= 0,4 × 15,5
= 12,82 cm > 12,79 cm
0,372 × (DDT4 − 3)
4,0−2,5
12,82 log( ) 1
4,2−1,5
Log N4 act = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
12,82
( +1)
2,54
0,372 × (5,06 − 3)
Log N4 act = 6,969777926
9327772,0854
LERact = = 2555,5540
3650
2555,5540
% Umur ITP4 = × 100% = 101,39 %
2520,5924
4,0−2,5
ITP3act log( ) 1
4,2−1,5
Log N3 act= 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) +
2,54 0,4+
ITP3 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (DDT3 − 3)
4,0−2,5
11,52 log( ) 1
4,2−1,5
Log N3 act = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
11,52
( +1)
2,54
0,372 × (9,63 − 3)
Log N act = 8,363391248
230882623,1654
LERact = = 63255,5131
3650
63255,5131
% Umur ITP3 = x 100% = 2509,55 %
2520,5924
4,0−2,5
ITP2act log( ) 1
4,2−1,5
Log N2 act = 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) +
2,54 0,4+
ITP2 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (DDT2 − 3)
4,0−2,5
6,20 log( ) 1
4,2−1,5
Log N2 act = 9,36 × Log (2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
6,20
( +1)
2,54
0,372 × (10,30 − 3)
Log N4 act = 7,024577544
10582238,4675
LERact = = 2899,2434
3650
2899,2434
% Umur ITP4 = × 100% = 115,02 %
2520,5924
PAVEMENT EVALUATION
3.5
3
IPt
2.5
1.5
1
10000 100000 1000000 10000000 100000000
N (SS)
B. KONSTRUKSI BERTAHAP
Tahap Pertama
LER = 2520,5924 ESA/day
FR = 2,5
IPO = 4,0 (Lap. Perkerasan dari LASTON)
Ipt = 2,5
LER1 = 29,12% × LER
= 0,2912 × 2520,5924
= 733,9965 ESA/day
Pada akhir tahap pertama. Struktur perkerasan dianggap masih memiliki sisa
umur sebesar 40% atau:
X LER1 = LER1 + 40% X LER1
X LER1 40% X LER1 = LER1
X = 1,67
LER(I) = LER1 × 1,67
= 733,9965 × 1,67
= 1225,7742 ESA/day
0,372 × (𝐷𝐷𝑇 − 3)
Log N = log ( LER(I) × 3650 )
= log (1225,7742 × 3650 )
= 6,650703321
0,372 × (𝐷𝐷𝑇4 − 3)
4,0−2,5
ITP4 (𝐼) log( ) 1
4,2−1,5
6,650703321= 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
2,54 0,4+
ITP4 (𝐼) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (5,06 − 3)
𝐼𝑇𝑃4( 𝐼) −0,2552725051
9,36 × 𝐿𝑜𝑔 ( + 1) + 1094 = 6,481747433
2,54 0,4+ 5,19
𝐼𝑇𝑃4( 𝐼)
( +1)
2,54
ITP4 (𝐼)
Misalkan ( + 1)= x
2,54
-0,2552725051
9,36 × Log(𝑥 ) + 1094 = 6,481747433
0,4+
(𝑥) 5,19
ITP4(𝐼)
( + 1) = 5,516310918
2,54
(DDT3 − 3)
4,0−2,5
ITP3 (𝐼) log( ) 1
4,2−1,5
6,650703321= 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
2,54 0,4+
ITP3 (𝐼) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (9,63-3)
𝐼𝑇𝑃3( 𝐼) −0,2552725051
9,36 × 𝐿𝑜𝑔 ( + 1) + 1094 = 4,780824505
2,54 0,4+ 5,19
𝐼𝑇𝑃3( 𝐼)
( +1)
2,54
ITP3 (𝐼)
Misalkan ( 2,54
+ 1)= x
-0,2552725051
9,36 × Log(𝑥 ) + 1094 = 4,780824505
0,4+
(𝑥) 5,19
ITP3(𝐼)
( + 1) = 3,322483107
2,54
(DDT2 − 3)
4,0−2,5
ITP2(𝐼) log( ) 1
4,2−1,5
6,650703321= 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
2,54 0,4+
ITP2(𝐼) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (10,3 − 3)
𝐼𝑇𝑃2( 𝐼) −0,2552725051
9,36 × 𝐿𝑜𝑔 ( + 1) + 1094 = 4,53304333
2,54 0,4+ 5,19
𝐼𝑇𝑃2( 𝐼)
( +1)
2,54
ITP2 (𝐼)
Misalkan ( + 1)= x
2,54
-0,2552725051
9,36 × Log(𝑥 ) + 1094 = 4,53304333
0,4+
(𝑥) 5,19
ITP2(𝐼)
( + 1) = 3,106000724
2,54
ITP4 (I) = a1 × D1 + a2 × D2 + a3 × D3
ITP4 (𝐼) -(𝑎1×𝐷1 +𝑎3 ×𝐷3 )
D2 = 𝑎2
11,47 -(0,4×13,5+0,13×10)
= 0,14
5,90 -(0,4×13,5)
= 0,14
Rekapitulasi :
Alternative
Lapisan Unit Price Alternative I Alternative III
II
Lapisan permukaan
8a 18,5 13,5 13,5
(surface layer)
Lapisan pondasi
2a 20 35 20
(base layer)
Lapisan pondasi
bawah (sub base a 10 10 26
layer)
Pavement Cost 11,5a 11,21a 10,94a
3. Menghitung ITPactual :
ITP4 act (I) = a1 × D1 + a2 × D2 + a3 × D3
= 0,4 × 13,5 + 0,14 × 20 + 0,13 × 26
= 11,58 cm > 11,47 cm
ITP3 act (I) = a1 × D1 + a2 × D2
= 0,4 × 13,5 + 0,14 × 20
= 8,20 cm > 5,90 cm
ITP2act (I) = a1 × D1
= 0,4 × 13,5
= 5,40 cm > 5,35 cm
1
log (FR) + 0,372 × (DDT4 − 3)
4,0−2,5
11,58 log( ) 1
4,2−1,5
Log N4 act (I)= 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
11,58
( +1)
2,54
0,372 × (5,06 − 3)
Log N4 act (I) = 6,67645647
4747407,0457
LERact (I) = = 1300,6595
3650
1300,6595
% Umur ITP4 (I) = 1225,7742 x 100% = 106,11 %
4,0−2,5
ITP3act (𝐼) log( ) 1
4,2−1,5
Log N3 act (I) = 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) +
2,54 0,4+
ITP3𝑎𝑐𝑡(𝐼) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (DDT3 − 3)
4,0−2,5
8,20 log( ) 1
4,2−1,5
Log N3 act (I) = 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log ( ) +
2,54 0,4+ 2,5
8,20 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (9,63 − 3)
Log N act (I) = 7,47944651
8263,3024
% Umur ITP3 (I) = 1225,7742 x 100% = 674,13 %
4,0−2,5
ITP2 𝑎𝑐𝑡(𝐼) log( ) 1
4,2−1,5
Log N2 act (I)= 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) +
2,54 0,4+
ITP2𝑎𝑐𝑡 (𝐼) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (DDT2 − 3)
4,0−2,5
5,40 log( ) 1
4,2−1,5
Log N2 act (I) = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
5,40
( +1)
2,54
0,372 × (10,3 − 3)
Log N act (I) = 6,669883366
1281,1220
% Umur ITP2(I) = 1225,7742 x 100% = 104,51 %
Tahap Kedua
LER2 = (100 – 29,12)% × LER
= 70,88% × 2520,5924 ESA/day
= 1786,5959 ESA/day
4,0−2,5
ITP4 (𝐼+II) log( ) 1
4,2−1,5
Log N = 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) +
2,54 0,4+
ITP4 (𝐼+II) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (DDT4 − 3)
4,0−2,5
ITP4(𝐼+II) log( )
4,2−1,5
7,212259197 = 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 +
2,54 0,4+
ITP4(𝐼+II) 5,19
( +1)
2,54
1
log (2,5) + 0,372 × (5,06 − 3)
𝐼𝑇𝑃4(𝐼+𝐼𝐼) −0,2552725051
9,36 × 𝐿𝑜𝑔 ( + 1) + 1094 = 7,043303308
2,54 0,4+ 5,19
𝐼𝐼𝑇𝑃4(𝐼+𝐼𝐼)
( +1)
2,54
𝐼𝑇𝑃4(𝐼+𝐼𝐼)
Misalkan ( + 1)= x
2,54
-0,2552725051
9,36 × Log(𝑥 ) + 1094 = 7,043303308
0,4+
(𝑥) 5,19
ITP4(𝐼+II)
( + 1) = 6,46835047
2,54
ITP4(I+II) = (6,46835047 1) × 2,54
ITP4(I+II) = 13,89 cm
13,89−{(0,4×13,5)+(0,14×20)+(0,13×26)}
= 0,4
= 5,77 cm = 5,77 cm
0,372 × (DDT4 − 3)
4,0−2,5
ITP4 (LER2 ) log( )
4,2−1,5
6,81431919= 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 +
2,54 0,4+ 5,19
ITP4 (LER2 )
( +1)
2,54
1
log (2,5) + 0,372 × (5,06 − 3)
ITP4 (LER2 )
Misalkan ( + 1)= x
2,54
-0,2552725051
9,36 × Log(x) + 1094 = 6,6453633
0,4+
(x)5,19
ITP4 (LER2 )
( + 1) = 5,785336891
2,54
ITP4 (LER2) = (5,785336891 1) × 2,54
ITP4(LER2) = 12,15 cm
9,85
CV = x100%
11,58
CV = 85,02 %
Maka, berdasarkan nilai CV menunjukkan bahwa kondisi perkerasan “
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda, namun masih tetap
stabil, dapat dilihat pada Tabel. VII.9. Teori perkerasan (2) halaman 9.
4. Menghitung Ipt
LERI = 1225,7742
Log N = Log (LERI × 3650)
= Log (1225,7742 × 3650)
= 6,65070334
IP −IP
ITPLER(2) log( 0 t ) 1
4,2−1,5
Log N = 9,36 × Log ( + 1) − 0,20 + 1094 + log (FR) +
2,54 0,4+
ITP4LER(2) 5,19
( +1)
2,54
0,372 × (DDT4 − 3)
IP −IPt
12,15 log( 0 ) 1
4,2−1,5
6,65070334 = 9,36 × Log ( 2,54 + 1) − 0,20 + 1094 + log (2,5) +
0,4+ 5,19
12,15
( +1)
2,54
0,372 × (5,06 − 3)
IP −IPt
log( 0 )
4,2−1,5
6,65070334 = 7,13539620−0,20 + 1094 - 0,39794 + 0,7669
0,4+ 5,19
11,94
( +1)
2,54
IP −IPt
log( 0 )
4,2−1,5
1094 = -0,6536488
0,4+ 5,19
12,15
( +1)
2,54
IP −IP
log( 0 t )
4,2−1,5
= -0,6536488
0,52093
4,0−IPt
log (4,2−1,5) = -0,6536488 × 0,52093
= -0,34050481
4,0−IPt
( ) = 0,45655720 x 2,7
2,7
= 1,23
= 2,77
Konstruksi
Konstruksi Bertahap
Langsung
Ip F DD
Ipt
o R T4 ITP4 ITP4(I
ITP4 N N tahap I N (II)
(I) I)
PSIt = 2,77
ITPsisa
IPt (Konsisi Kritis)
2. pengaman tepi
b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan
maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan
ruang gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu
lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping
seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan, dan gaya angin
akibat kendaraan lain yang menyiap.
Lebar lajur lalu lintas dipengaruhi oleh faktor-faktor Kapasitas Dasar dan
Kapasitas Mungkin. Kapasitas Dasar dan Kapasitas Mungkin dari suatu jalan
dapat berkurang dikarenakan oleh lebar lajur yang sempit dan penyempitan lebar
bahu, hambatan di sepanjang daerah manfaat jalan, kelandaian, serta kendaraan
yang berukuran besar. Lajur lalu lintas yang lebar mempengaruhi lebar daerah
manfaat jalan dan urbanisasi disepanjang tepi jalan. Hubungan kapasitas jalan
dengan lajur lalu lintas yang menguraikan operasi lalu lintas pada suatu bagian
jalan dengan medan yang datar adalah sebagai berikut :
TAP = Kj * fw * fu
Dimana :
TAP = (Tingkat Arus Pelayanan)
Kj = Kapasitas jalan
Fw = faktor penyesuaian untuk jalur
Fu = faktor penyesuaian untuk urbanisasi disepanjang jalan.
Nilai-nilai fw dapat dilihat pada tabel 2.1.. dibawah ini yang diturunkan dari
Indonesia Highway Capacity Manual (IHCM).
Tabel XI.1. Faktor penyesuaian akibat gabungan jalur sempit dan lebar bahu yang
menyempit (fw)
Tipe Jalan Lebar Bahu Nilai fw
Raya (m) 3,50 3,25 3,00
Jalan raya 2 1,75 0,97 0,92 0,85
jalur 1,25 0,95 0,90 0,83
1,00 0,94 0,89 0,82
0,75 0,92 0,87 0,80
Jalan raya 1,75 0,98 0,95 -
berlajur 1,25 0,97 0,94 -
1,00 0,96 0,93 -
0,75 0,95 0,92 -
BAHU JALAN :
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan Jalur lalu lintas
yang berfungsi sebagai:
1. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang
sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang
akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
• Fungsi jalan
Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jalan lokal. Dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebebasan samping,
keamanan, dan kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang
lebih lebar dari Jalan lokal.
1. mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian luar
jalan,
2. menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak
terendam air.
5,3848 152,8602 0
POT IV-
522,3828
18 IV 12,8692 15,3392
16,1536 444,5802 0
SC 1
=POT 538,5364
19 V-V 11,192 15,6437
43,4636 1001,26 1,9232643
20 8 582 9,6567 0,0398 9,5811 0,0487
50 1024,445 2,4625
21 9 632 10,7243 0,0038 11,0157 0,0062
25 582,1575 0,125
22 PLV3 657 11,2662 13,5664
25 535,6188 3,34125
23 10 682 5,6514 0,1748 12,3655 0,0925
50 796,55 53,4575
24 PPV3 732 2,4937 1,482 11,3514 0,389
50 1209,36 46,775
25 11 782 6,7785 27,7508
25 952,0463 0
26 PTV3 807 21,6538 19,9806
5,2 292,4059 0
27 PLV4 812,2 29,0199 41,8095
19,8 1550,634 0
28 12 832 40,1816 45,6187
12,8 1071,031 0
29 PI1 844,8 37,4832 44,0651
37,2 3416,801 0
30 13 882 46,4411 55,7096
50 4413,858 0
31 14 932 28,6864 45,7172
50 2346,05 137,3425
32 15 982 5,1661 19,4384 0,3276
24,8 736,2984 84,5184
33 PPV4 1006,8 6,3963 1,3223 33,5442
25,2 893,3677 44,2701
34 16 1032 4,8314 2,1912 26,1303
50 1821,938 54,78
35 17 1082 9,66 32,2558
50 2034,285 0
36 18 1132 11,6959 27,7597
18,9873 652,4843 62,5574573
CS 1 =
1150,9873
37 POT V-V 3,1448 6,5894 26,1281
16,1536 450,6281 104,333679
POT IV-
1167,1409
38 IV 2,8254 6,3283 23,6946
5,3848 140,9485 33,6961937
POT III-
1172,5257
39 III 2,7366 6,187 23,0939
21,5384 544,3066 124,664259
40 POT II-II 1194,0641 2,6263 5,389 22,0861
12,7359 312,8204 65,8955466
41 PTV4 1206,8 2,6112 4,959 21,8006
7,2 176,148 33,0138
42 19 1214 2,6994 4,2115 21,8188
6,9873 170,9632 28,5204118
ST 1 =
1220,9873
43 POT I-I 2,5803 3,952 21,8369
43,0127 981,6789 84,9930952
44 20 1264 5,7409 15,4879
50 863,07 4,88
45 21 1314 0,8973 0,1952 12,3967
50 574,9275 19,1075
46 22 1364 4,2115 5,4916 0,5691
50 458,2825 20,725
47 23 1414 1,7398 0,2216 6,8884 0,0383
50 673,24 6,4975
48 24 1464 8,4625 9,8389
50 1246,59 0
49 25 1514 15,551 16,0112
7,1394 229,9515 0
TS 2 =
1521,1394
50 POT I-I 15,7778 17,0776
21,6216 787,1776 0
51 POT II-II 1542,761 18,5694 21,3892
21,239 910,603 0
52 26 1564 20,9736 24,816
0,3826 17,53506 0
POT III-
1564,3826
53 III 21,0168 24,8562
7,5676 357,1911 0
POT IV-
1571,9502
54 IV 21,9347 26,5924
29,1892 1561,167 0
55 SC 2 = 1601,1394 25,5795 32,8622
POT V-V
12,8606 804,1013 0
56 27 1614 29,1692 37,4379
50 4019,318 0
57 28 1664 47,1708 46,9948
50 4705,84 0
58 29 1714 50,34 43,728
50 4962,173 0
59 30 1764 56,8739 47,545
45,2 4390,199 0
60 PLV5 1809,2 49,4754 40,3623
4,8 431,6935 0
61 31 1814 49,7654 40,2692
50 3957,688 0
62 32 1864 37,1783 31,0946
50 2985,768 0
63 33 1914 25,8813 25,2765
50,2 2265,172 0
64 PPV5/PI2 1964,2 17,1775 21,9106
49,8 1013,913 26,26203
65 34 2014 0,606 0,8994 1,0253 0,1553
50 189,56 35,8175
66 35 2064 4,2678 1,6833 0,378
50 245,7025 47,155
67 36 2114 2,3277 0,0346 1,5493 1,4736
5,2 17,50918 12,5827
68 PTV5 2119,2 0,7209 2,1243 2,1364 1,207
7,2 10,28628 71,40744
69 PLV6 2126,4 7,8329 8,6712
37,6 0 942,63388
70 PPV6 2164 16,4913 17,1447
37,4 0 1280,46754
71 PTV6 2201,4 15,7769 19,0613
12,6 0 469,74249
72 37 2214 19,1067 20,6174
6 0 265,6695
73 B 2220 28,7749 20,0575
44 0 1979,7272
74 38 2264 26,3034 14,8518
50 94,935 1179,11175
75 39 2314 6,0081 3,7974 0,00117
17,5209 201,4395 52,6439094
CS 2 =
2331,5209
76 POT V-V 7,3383 11,8585
29,1892 816,9459 0
POT IV-
2360,7101
77 IV 19,8648 16,9143
7,5676 276,4785 0
POT III-
2368,2777
78 III 19,6575 16,6324
13,7223 655,386 0
79 40 2382 28,6345 30,5969
7,8993 369,8472 0
80 POT II-II 2389,8993 19,0381 15,371
21,6216 606,3832 0
ST 2 =
2411,5209
81 POT I-I 11,2004 10,481
20,4791 341,9825 0
82 41 2432 5,9209 5,7959
50 292,92 618,4025
83 42 2482 12,147 12,5891
50 0 2038,9275
84 43 2532 28,6038 28,2172
50 0 3886,385
85 44 2582 49,3172 49,3172
50 0 4931,225
86 45 2632 49,3073 49,3073
50 74,62 2513,55
87 46 2682 1,9274 2,9848
40,0468 179,8181 38,5931012
TS 3 =
2722,0468
88 POT I-I 2,9978 2,9978
9,9532 56,147 0
89 47 2732 2,2888 2,9978
10,0468 49,62818 0
90 POT II-II 2742,0468 1,595 2,9978
20 84,779 0
POT III-
2762,0468
91 III 0,8806 3,0045
10 38,0585 7,8545
POT IV-
2772,0468
92 IV 1,5709 3,7266
9,9532 40,63344 18,7592937
93 48 2782 2,1986 4,4383
20,0468 104,1912 57,7618472
94 SC 3 = 2802,0468 3,5641 5,9565
POT V-V
1. KONSTRUKSI LANGSUNG
Tebal lapisan permukaan (d1) = 15,5 cm = 0,155 m
a = 15 m
b = 15 + 0,155 + 0,155 = 15,31 m
890,3815 m + 876,0462 m)
= 6209,7284 m3
Volume total untuk lapisan permukaan (d1) = Volume jalan tanpa pelebaran +
Volume jalan dengan pelebaran
= 2852,6273 m3 + 6209,7284 m3
= 9062,3557 m3
Volume total memperhitungkan penyusutan = Vtotal + 1,5% (Vtotal)
= 9062,3557 + 135,9353
= 9198,2911 m3
5,7
Volume asphalt = × 9198,2911 = 496,0289 m3
105,7
100
Volume agregat = × (9198,2911 – 496,0289) = 8232,9822 m3
105,7
50
Volume agregat Kasar = × 8232,9822 = 4116,4911 m3
100
43
Volume agregat Halus = × 8232,9822 = 3540,1823 m3
100
7
Volume agregat filler = × 8232,9822 = 576,3088 m3
100
Maka volume asphalt concrete = 4116,4911 m3 + 3540,1823 m3 + 576,3088 m3
= 8232,9822 m3
Tebal masing – masing lapisan
D1 = 15,5 cm = 0,155 m
D2 = 38 cm = 0,38 m
D3 = 10 cm = 0,10 m
Untuk : D1 V = 8232,9822 m3
Volume total untuk lapisan pondasi atas (d2) = Volume jalan tanpa pelebaran +
Volume jalan dengan pelebaran
= 7240,4229 m3 + 15735,9384 m3
= 22976,3613 m3
Volume total memperhitungkan penyusutan = Vtotal + 1,5% (Vtotal)
= 22976,3613 + 344,6454
= 23321,0068 m3
c c = 16,07 m
d
c’ = 16,07 + 0,10 + 0,10 = 16,27 m
c’
890,3815 m + 876,0462 m)
= 4073,0267 m3
Volume total untuk lapisan pondasi bawah (d3) = Volume jalan tanpa pelebaran +
Volume jalan dengan pelebaran
= 1963,6651 m3 + 4073,0267 m3
= 6036,6918 m3
Volume total memperhitungkan penyusutan = Vtotal + 1,5% (Vtotal)
= 6036,6918 + 90,5504
= 6127,2421 m3
2. KONSTRUKSI BERTAHAP
a. TAHAP I
Tebal lapisan permukaan (d1) = 13,5 cm = 0,135 m
a = 15 m
b = 15 + 0,135 + 0,135 = 15,27 m
890,3815 m + 876,0462 m)
= 5401,6722 m3
Volume total untuk lapisan permukaan (d1) = Volume jalan tanpa pelebaran +
Volume jalan dengan pelebaran
= 2481,2675 m3 + 5401,6722 m3
= 7882,9397 m3
Volume total memperhitungkan penyusutan = Vtotal + 1,5% (Vtotal)
= 7882,9397 + 118,2441
= 8001,1838 m3
5,7
Volume asphalt = × 8001,1838 = 431,4735 m3
105,7
100
Volume agregat = × (8001,1838 – 431,4735) = 7161,5045 m3
105,7
50
Volume agregat Kasar = × 7161,5045 = 3580,7523 m3
100
43
Volume agregat Halus = × 7161,5045 = 3079,4470 m3
100
7
Volume agregat filler = × 7161,5045 = 501,3053 m3
100
Maka volume asphalt concrete = 3580,7523 m3 + 3079,4470 m3 + 501,3053 m3
= 7161,5045 m3
Tebal masing – masing lapisan
D1 = 13,5 cm = 0,135 m
D2 = 20 cm = 0,20 m
D3 = 26 cm = 0,26 m
Untuk : D1 V = 7161,5045 m3
Volume jalan dengan pelebaran = (15 ,27 15,67) 1,5 ×0,20 m)×(752,4509 m +
2
890,3815 m + 876,0462 m)
= 8171,2422 m3
Volume total untuk lapisan pondasi atas (d2) = Volume jalan tanpa pelebaran +
Volume jalan dengan pelebaran
= 3757,3159 m3 + 8171,2422 m3
= 11928,5580 m3
Volume total memperhitungkan penyusutan = Vtotal + 1,5% (Vtotal)
= 11928,5580 + 178,9284
= 12107,4864 m3
c
d b = 15,67 m
c’ c’ = 15,67 + 0,26 + 0,26 = 16,19 m
Panjang jalan tanpa pelebaran = Total panjang jalan – (Panjang tikungan I +
Panjang tikungan II + Panjang tikungan III)
= 3733,2664 m – (752,4509 m + 890,3815 m +
876,0462 m)
= 3733,2663 m – 2518,8786 m
= 1214,3878 m
15,67 16,19
Volume jalan tanpa pelebaran = × (0,26 m) × (1214,3878 m)
2
= 5029,7514 m3
Volume jalan dengan pelebaran = (15 ,67 16,19) 1,5 ×0,26 m)×( 752,4509 m +
2
890,3815 m + 876,0462 m)
= 10923,8727 m3
Volume total untuk lapisan pondasi bawah (d3)= Volume jalan tanpa pelebaran +
Volume jalan dengan pelebaran
= 5029,7514 m3 + 10923,8727 m3
= 15953,6241 m3
Volume total memperhitungkan penyusutan = Vtotal + 1,5% (Vtotal)
= 15953,6241 + 239,3044
= 16192,9285 m3
b. TAHAP II
Overlay (D0) = 5,77 cm = 0,0577 m
Volume = LTotal × D0
= 3733,2664 × 0,0577 = 215,4095 m3
B. PERHITUNGAN BIAYA
1. Konstruksi Langsung
Harga – harga satuan
Untuk asphalt concretesurface tebal 4 cm = 0,04 m = Rp. 120.000
1
Maka, 1 m3 = ×120.000 = Rp. 3.000.000
0,04
Untuk batu pecah penetrasi Macadam, tebal 7,45 cm = 0,0745 m = Rp.
35.000
1
Maka, 1 m3 = × 35.000 = Rp. 469.798,6
0,0745
Untuk sand gravel, tebal 7,5 cm = 0,075 m = Rp. 27,500
1
Maka, 1 m3 = × 27,500 = Rp. 366,666,67
0,075
Terbilang :“Tiga puluh tujuh miliar Sembilan ratus satu juta tujuh ratus tujuh
puluh delapan ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah”.
2. Konstruksi Bertahap
a. TAHAP I
Terbilang :“Tiga puluh tiga miliar seratus sepuluh juta seribu tiga ratus enam
belas rupiah.”.
b. TAHAP II
= 218,6406 m3 × 3.000.000
= Rp 655.921.800
Terbilang :“Enam ratus lima puluh lima juta sembilan ratus dua puluh satu ribu
delapan ratus rupiah”.
Biaya total tahap I dan tahap II adalah Rp. 33.765.923.116
Terbilang :“Tiga puluh tiga miliar tujuh ratus enam puluh lima juta sembilan
ratus dua puluh tiga ribu seratus enam belas rupiah”.
DAFTAR PUSTAKA
Jurusan Teknik Sipil ITB. 1997. Analisa Struktur Perkerasan Jalan. Bandung